Anda di halaman 1dari 6

FLOUR ALBUS

No.Dok : KIA/SOP/ /
No. Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit :
Halaman : 1 dari 6

UPTD
dr. Fauziah Lubis, M.M.
Puskesmas
NIP. 19750716 200501 2 010
Batealit

1. Pengertian Suatu prosedur yang dilakukan untuk menangani Vaginal discharge atau
keluarnya cairan tubuh dari vagina secara fisiologis mengalami perubahan
sesuai dengan siklus menstruasi.cairan kental dan lengket pada seluruh
siklus namun lebih cair dan bening ketika terjadi ovulasi.
2. Tujuan Sebagai acuan petugas dalam penatalaksanaan pada pasien dengan
flour albus.
3. Kebijakan SK Kepala UPTD Puskesmas Batealit Nomor Tahun 2019 tentang
Kebijakan Pelayanan Ruang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
4. Referensi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
5Hk.02.02/Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Prosedur Alat dan Bahan :
1. Ginecology Bed
2. Spekulum vagina
3. Lampu
4. Kertas lakmus
5. Sarung tangan steril
6. Langkah - 1. Petugas memanggil pasien
langkah 2. Petugas menyapa dengan ramah
3. Petugas melakukan anamnesis pada pasien, menanyakan keluhan
utama pasien (Subjective)
Keluhan : biasanya terjadi pada daerah genitalia perempuan yang
berusia di atas 12 tahun, ditandai dengan adanya perubahan pada
tubuh disertai salah satu atau lebih gejala rasa gatal, nyeri, disuria,
nyeri panggul, perdarahan antar menstruasi atau perdarahan pasca-
koitus.
Faktor resiko : terdapat riwayat dengan pasangan yang dicurigai
menularkan penyakit menular seksual.
4. Petugas mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan
pemeriksaan
5. Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana
(objective)
1) Pemeriksaan fisik :
Penyebab discharge terbagi menjadi masalah infeksi dan non
infeksi.
Masalah Non-infeksi dapat karena benda asing, peradangan akibat
alergi atau iritasi, tumor, aginitis atropik, atau prolaps uteri,
sedangkan masalah infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur,
atau virus sebagai berikut :
a. Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida Albicans, cairan
tubuh tidak berbau, PH < 4.5 , terdapat eritema vagina dan
eritema satelit di luar vagina.
b. Vaginosis Bacterial (pertumbuhan bakteri anaerob, biasanya
Gardnerella vaginalis), memperlihatkan adanya cairan
putih/abu-abu yang melekat di sepanjang dinding vagina dan
vulva, berbau amis dan PH>4.5
c. Cervisitis yang disebabkan oleh chlamydia, dengan gejala
inflamasi serviks yang mudah berdarah dan disertai cairan
mukopurulen
d. Trichomonas Vaginalis, seringkali asimtomatik, kalau bergejala,
tampak cairan kuning kehijauan , cairan berlebih, bau amis, PH
> 4.5
e. Pelvic inflammatory diesease (PID) yang disebabkan oleh
chlamydia, ditandai dengan kekauan adneksa dan serviks pada
nyeri angkat palpasi bimanual
f. Gonore
g. Infeksi menular seksual lainnya
h. Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau kondom yag
terlupa diangkat)
Periksa klinis dengan seksama untuk menyingkirkan adanya
kelainan patologis yang lebih serius.
2) Pemeriksaan penunjang
Swab vagina atas (high vaginal swab) tidak terlalu berarti untuk
diperiksa, kecuali pada keadaan keraguan menegakkan diagnosis,
gejala kambuh, pengobatan gagal, atau pada saat kehamilan, post
partum, post aborsi, dan post instrumention.
6. Petugas melakukan cuci tangan setelah melakukan pemeriksaan
7. Petugas melaporkan hasil pemeriksaan kepada dokter jaga untuk
menegakkan diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan (Assessment)
1) Diagnosis Klinis
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
spekulum, palpasi bimanual, uji PH cairan vagina dan swab (bila
diperlukan)
2) Diagnosis banding
Tidak ada
3) Komplikasi
a. Radang panggul (pelvic inflamatory disease : PID)
b. Infeksi vagina yang terjadi pada saat paska aborsi atau paska
melahirkan dapat menyebabkan kematian, namun dapat dicegah
dengan diobati dengan baik
c. Infertilitas
d. Kehamilan ektopik dapat menjadi komplikasi akibat infeksi
vagina yang menjadi PID
8. Petugas menjelaskan hasil pemeriksaan dan hasil konsultasi dengan
dokter kepada pasien dan keluarga
9. Petugas melakukan penatalaksanaan komprehensif (Plan)
Pasien dengan riwayat resiko rendah penyakit menular seksual dapat
diobati sesuai dengan gejala dan arah diagnosisnya
1) Penatalaksanaan Vaginosis bakterial :
a. Metronidazole atau Clindamicyn ecara oral atau per vaginam
b. Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan pria
c. Bila sedang hamil atau menyusui gunakan Metronidazole
400mg 2x sehari untuk 5-7 hari atau per vaginam. Tidak
direkomendasikan untuk minum 2 g peroral
d. Tidak dibutuhkan peningkatan dosis kontrasepsi hormonal bila
menggunakan antibiotik yang tidak menginduksi enzim hati
e. Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan mengalami
vaginosis bakterial dianjurkan untuk mengganti metode
kontrasepsinya.
2) Penatalaksanaan Vulvovaginal kandidiasis :
a. Dapat diberikan azole antifungal oral atau pervaginam
b. Tidak perlu pemeriksaan pasangan
c. Pasien dengan vulvovaginal kandidiasis yang berulang
dianjurkan untuk memperoleh pengobatan paling lama 6 bulan
d. Hati-hati pada pasien pengguna kondom atau kontrasepsi lateks
lainnya, bahwa penggunaan antifungi lokal dapat merusak
lateks
e. Pasien pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang mengalami
vulvovaginal kandidiasis berulang, dipertimbangkan untuk
menggunakan metode kontrasepsi lainnya.
3) Penatalaksaan Clamydia :
a. Azithromycin 1g single dose atau Doxycyclin 100mg 2x sehari
untuk 7 hari
b. Ibu hamil dapat diberikan Amoxicillin 500mg 3x sehari untuk 7
hari atau Eritromisin 500mg 4x sehari untuk 7 hari
4) Penatalaksanaan Trikomonas Vaginalis :
a. Obat minum Nitromidazole (contoh metronidazole) efektif
untuk mengobati trikomonas vaginalis
b. Pasangan seksual trikomonas vaginalis harus diperiksa dan
diobati bersama dengan pasien
c. Pasien HIV positif dengan trikomonas vaginalis lebiha baik
dengan regimen oral penatalaksanaan beberapa dibanding dosis
tunggal
d. Kejadian trikomonas vaginalis seringkali berulang, namun
perlu dipertimbangkan pula adanya resistensi obat.
10. Petugas melakukan perencaan tindak lanjut
Pasien yang memiliki resiko tinggi penyakit menular seksual
sebaiknya ditawarkan untuk diperiksa chlamydia, gonore, sifilis dan
HIV
11. Petugas memberikan konseling dan edukasi
1) Pasien diberikan pemahaman tentang penyakit, penularan, serta
penatalaksanaan di tingkat rujukan
2) Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual
selama penyakit belum tuntas diobati
12. Pasien segera dirujuk ke rumah sakit
Kriteria rujukan :
1) Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan untuk pasangan
2) Dibutuhkan pemeriksaan kultur kuman gonore
3) Adanya arah kegagalan pengobatan
13. Petugas menulis hasil anamnesis, pemeriksan fisik, diagnosa dan
terapi ke dalam rekam medik.
7. Bagan Alir
Melakukan
Memanggil Petugas menyapa
anamnesis,
pasien dengan ramah
menanyakan
keluhan utama

Petugas melakukan Melakukan


cuci tangan setelah pemeriksaan fisik dan Petugas mencuci
melakukan pemeriksaan tangan
pemeriksaan penunjang sederhana

Menjelaskan hasil
Melaporkan hasil pemeriksaan dan Melakukan
pemeriksaan kepada konsultasi dokter penatalaksanaan
dokter untuk kepada pasien dan komprehensif
menegakkan diagnosis keluarga

Melakukan
Memberikan rujukan Memberikan perencanaan tindak
kepada pasien konseling dan edukasi lanjut

Menulis anamnesis,
pemeriksaan fisik,
diagnosa, dan terapy ke
dalam rekam medik

8. Hal-hal 1. Kepatuhan terhadap SOP


yang perlu 2. Pelaporan hasil pelaksanaan
diperhatikan 3. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan konseling tentang flour albus
9. Unit Terkait 1. Ruang KIA
2. Laboratorium
10. Dokumen 1. Rekam medis
2. Buku register KIA
Terkait
3. Buku rujukan
4. Surat rujukan
11. Rekaman No Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan
historis
perubahan

Anda mungkin juga menyukai