Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

DISUSUN OLEH :
NAMA : HASNAWATI
NIM : P07172317014
TINGKAT : III-A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI ANALIS KESEHATAN
AMBON
2019
KATA PENGATAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Etika Profesi dan
Hukum Kesehatan ” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai “Etika Profesi dan Hukum Kesehatan”. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Ambon, 09 November 2019

Hasnawati
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
D. Manfaat penulisan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
A. Kewajiban klien, diri sendiri dan teman sejawat .....................................
B. Kewajiban terhadap profesi dan hak klien ...............................................
C. Perundang-undangan praktek kedokteran dan perlindungan konnsumen
D. Perundang-undangan praktek kesehatan, registrasi kesehatan dan atlm
E. Peraturan-peraturan tentang laboratorum klinik ....................................
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 25
A. Kesimpulan ................................................................................................... 25
B. Saran ............................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun
masyarakat.Dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan
kesehatan yaitu bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan
hukum agar apa yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap
diri sendiri dan orang lain.
Secara lebih luas, etika merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok
profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Pekerjaan profesi
antara lain dokter, apoteker, ahli kesehatan masyarakat, perawat, wartawan, hakim, pengacara,
akuntan, dan lain-lain. Etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang
sama, yakni terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Oleh sebab itu,
semua masyarakat harus mematuhi etika dan hukum yang ada. Apabila tidak maka bagi
pelanggar etika sanksinya adalah ‘moral” sedangkan bagi para pelanggar hukum, sanksinya
adalah hukuman (pidana atau perdata)
Kepemimpinan dalam profesi kesehatan masyarakat sangatlah penting, namun untuk menjadi
pemimpin yang sesuai dengan profesi-nya tidaklah mudah, tentunya ada beberapa hambatan-
hambatan yang harus di atasi dalam rangka memperbaiki kinerja tersebut, dalam hal ini
kesehatan masyarakat harus bisa berkomitmen agar dapat mengutamakan pada preventif dan
promotif

B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja Kewajiban klien, diri sendiri dan teman sejawat ?
2. Apa saja kewajiban terhadap profesi dan hak klien ?
3. Apa isi perundang-undangan praktek kedokteran dan perlindungan konsumen ?
4. Apa isi perundang-undang praktek kesehatan, registrasi kesehatan dan tentang ATLM ?
5. Apa saja peraturan perundang-undangan tentang laboratorium klinik ?
C. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kewajiban klien. Diri sendiri dan teman sejawat.
2. Untuk mengetahui kewajiban terhadap profesi dan hak klien.
3. Untuk mengetahui perundang-undangan praktek kedokteran dan perlindungan konsumen.
4. Untuk mengetahui perundang-undangan praktek kesehatan, registrasi kesehatan dan
tentang ATLM.
5. Untuk mengetahui peraturan perundang0undangan tentang laboratorium klinik.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan mahasiswa dalam
beretika sesuai dengan kode etik yang berlaku dan juga sebagai pedoman serta referensi dalam
mata kuliah etika profesi dan hokum kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kewajiban klien, diri sendiri dan teman sejawat


1. Kewajiban klien
a. Setiap ATLM dalam memberikan pelayanan harus bersikap adil dan mengutamakan
kepentingan pasien dan atau pemakai jasa tanpa membedabedakan kedudukan,
golongan, suku, agama, jenis kelamin dan kedudukan sosial.
b. Setiap ATLM harus bertanggungjawab dan menjaga kemampuannya dalam
memberikan pelayanan kepada pasien dan atau pemakai jasa secara profesional.
c. Setiap ATLM berkewajiban merahasiakan segala sesuatu baik informasi dan hasil
pemeriksaan yang diketahui berhubungan dengan tugas yang dipercayakannya
kecuali jika diperlukan oleh pihak yang berhak dan jika diminta oleh pengadilan.
d. Setiap ATLM dapat berkonsultasi/merujuk kepada teman sejawat atau pihak yang
lebih ahli untuk mendapatkan hasil yang akurat.
2. Kewajiban diri sendiri
a. Setiap ATLM senantiasa beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Setiap ATLM berkewajiban untuk meningkatkan keahlian dan pengetahuannya
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Setiap ATLM berkewajiban untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan
ketrampilan di bidang teknologi Laboratorium Medik maupun bidang lain yang
dapat menunjang pelayanan profesinya.
d. Dalam melakukan pekerjaannya, setiap ATLM harus bersikap dan berpenampilan
sopan dan wajar serta selalu menjaga nilai-nilai kesopanan.
e. Setiap ATLM harus memelihara kesehatan dirinya supaya dapat bekerja dan
melayani dengan baik.
3. Kewajiban terhadap teman sejawat
a. Setiap ATLM memperlakukan setiap teman sejawat dalam batas-batas norma
yang berlaku sebagaimana dia sendiri ingin diperlakukan.
b. Setiap ATLM harus menjunjung tinggi kesetiakawanan dan sikap saling
menghargai dengan teman sejawat dalam penyelenggaraan profesinya.
c. Setiap ATLM harus membina hubungan kerjasama yang baik dan saling
menghormati dengan teman sejawat dan tenaga profesional lainnya dengan tujuan
utama untuk menjamin pelayanan senantiasa berkualitas tinggi.
B. Kewajiban terhadap profesi dan hak klien
1. Kewajiban terhadap profesi
a. Setiap Ahli Teknologi Laboratorium Medik harus menjunjung tinggi serta
memelihara martabat, kehormatan profesi, menjaga integritas, kejujuran serta
dapat dipercaya, produktif, efektif, efisien, peduli terhadap tugas dan lingkungan.
b. Setiap Ahli Teknologi Laboratorium Medik berkewajiban menjunjung tinggi
norma-norma dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan dalam penyelenggaraan
praktik profesinya
c. Setiap Ahli Teknologi Laboratorium Medik senantiasa harus melakukan
pekerjaan profesinya sesuai dengan standar prosedur operasional, standar
keselamatan kerja yang berlaku dan kode etik profesi.
d. Setiap ATLM yang akan menjalankan pekerjaannya wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP).
2. Hak klien
a. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
rumah sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
b. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar
profesi kedokteran / kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
c. Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan
d. Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
e. Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan
pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
f. Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang berlaku.
g. Hak pasien untuk memperoleh informasi / penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya.
h. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
i. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
j. Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribadah dan atau
masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
k. Hak beribadah menurut agama dan kepercayaannya selama tidak mengganggu
ketertiban, ketenangan umum / pasien lainya.
l. Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit.
m. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit terhadap
dirinya.
n. Hak transparansi biaya pengobatan / tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
o. Hak akses /’inzage’ kepada rekam medis / hak atas kandungan ISI rekam medis
miliknya.

C. Perundang-undangan praktek kedokteran dan perlindungan konsumen


1. Perundang-undangan praktek kedokteran
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter
gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.

2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

3. Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural,


dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi.

4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang


dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia
setelah lulus uji kompetensi.

5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya
serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya.

6. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan dokter gigi yang telah
diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.

7. Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan
dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi
persyaratan.

8. Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah
diregistrasi.

9. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan


kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.

10. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
11. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau
kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat
melayani masyarakat.
12. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan
Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
13. Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia adalah
badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin
ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
14. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang
untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi
dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan
sanksi.
15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat,
keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien.
Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan
dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
BAB III
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 4
(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia yang
terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.

(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Presiden.

Pasal 5
Konsil Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas, dan Wewenang
Pasal 6
Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta
pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan medis.
Pasal 7
(1) Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :
a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan
bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.

(2) Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan
kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran,
asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Pasal 8
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Konsil Kedokteran Indonesia
mempunyai wewenang :
a. menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;

c. mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;


d. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
e. mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;
f. melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika
profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan
g. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi
profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil Kedokteran dan
Konsil Kedokteran Gigi diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 11
(1) Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas:
a. Konsil Kedokteran; dan
b. Konsil Kedokteran Gigi.

(2) Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-
masing terdiri atas 3 (tiga) divisi, yaitu :

a. Divisi Registrasi;
b. Divisi Standar Pendidikan Profesi; dan

c. Divisi Pembinaan.
Pasal 12
(1) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :
a. pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas 3 (tiga) orang merangkap anggota;
b. pimpinan Konsil Kedokteran dan pimpinan Konsil Kedokteran Gigi masing-masing 1
(satu) orang merangkap anggota; dan
c. pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi masing-masing 1
(satu) orang merangkap anggota.

(2) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja secara
kolektif.

(3) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah
penanggung jawab tertinggi.
Pasal 13
(1) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua dan 2 (dua) orang wakil
ketua.
(2) Pimpinan Konsil Kedokteran terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua divisi.

(3) Pimpinan Konsil Kedokteran Gigi terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua divisi.

Pasal 14
(1) Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuah belas) orang yang terdiri atas unsur-
unsur yang berasal dari :

a. organisasi profesi kedokteran 2 (dua) orang;


b. organisasi profesi kedokteran gigi 2 (dua) orang;
c. asosiasi institusi pendidikan kedokteran 1 (satu) orang;
d. asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi 1 (satu) orang;
e. kolegium kedokteran 1 (satu) orang;
f. kolegium kedokteran gigi 1 (satu) orang;
g. asosiasi rumah sakit pendidikan 2 (dua) orang;
h. tokoh masyarakat 3 (tiga) orang;
i. Departemen Kesehatan 2 (dua) orang; dan
j. Departemen Pendidikan Nasional 2 (dua) orang.

(2) Tata cara pemilihan tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

(3) Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.

(4) Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia harus berdasarkan
usulan dari organisasi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia diatur
dengan Peraturan Presiden.

Pasal 15
Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia, pimpinan Konsil Kedokteran, pimpinan Konsil
Kedokteran Gigi, pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi dipilih
oleh anggota dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
Pasal 16
Masa bakti keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 17
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan wajib mengucapkan
sumpah/janji, menurut agamanya di hadapan Presiden.

(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
″Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas
ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga
suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung
tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan serta meningkatkan mutu
pelayanan dokter atau dokter gigi.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan mempertahankan
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara
Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang
saya ini dengan sungguh-sungguh saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-
bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan
kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan
Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau
tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh
melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya ″.

Pasal 18
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang bersangkutan harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berkelakuan baik;

e. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh


lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia;
f. pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi, kecuali untuk wakil dari masyarakat;
g. cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik;
dan
h. melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi
anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 19
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia berhenti atau diberhentikan karena :
a. berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. meninggal dunia;
d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan; atau
f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Dalam hal anggota Konsil Kedokteran Indonesia menjadi tersangka tindak pidana kejahatan,
diberhentikan sementara dari jabatannya.
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil
Kedokteran Indonesia.

(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Menteri kepada
Presiden.

Pasal 20
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil Kedokteran Indonesia dibantu
sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.

(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota Konsil Kedokteran Indonesia.

(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil
Kedokteran Indonesia.

(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki
surat izin praktik.
Pasal 37
(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan
yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi
dilaksanakan.

(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan
untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.
(3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 38
(1) Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau
dokter gigi harus :
a. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih
berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;
b. mempunyai tempat praktik; dan
c. memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :
a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi
dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 40
(1) Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus
membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti.
(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dokter atau dokter
gigi yang mempunyai surat izin praktik.
Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik
kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik
kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana
pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran.

Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak
memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan
tersebut.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar
pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata
sarana pelayanan kesehatan.

2. Perlindungan Konsumen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk
memberi perlindungan kepala konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6. Promosi adlah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau
jasa
untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedangn
diperdagangkan.
7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk dipergunakan di dalam wilayah
Republik Indonesia.
9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-
Pemerintah yang
terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan
konsumen.
10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.
11. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu
upaya pengembangan perlindungan konsumen.
13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang perdagangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan
keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan:
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-
haknya
sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa;
d. hak untuk didengan pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan
konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
BAB VIII
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
Bagian Pertama
Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas

Pasal 31
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
Pasal 32
Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di IbuKota Negara Republik Indonesia
dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 33
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan
kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan Perlindungan Konsumen di Indonesia.
Pasal 34
(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 Badan Perlindungan
Konsumen
Nasional mempunyai tugas :
a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusuna
kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
di bidang perlindungan konsumen;
c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen;
d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
e. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Perlindungan
Konsumen
Nasional dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional.

Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 35
(1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota,
seorang
wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima bels) orang dan
sebanyakbanyaknya
25 (dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.
(2) Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dan
atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.
(3) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional
selama 3
(tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk (1) satu kali masa jabatan berikutnya.
(4) Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.
Pasal 36
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur :
a. Pemerintah;
b. Pelaku usaha;
c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
d. Akademisi; dan
e. Tenaga ahli.
Pasal 37
Persyaratan keanggotaan Badan Perlindunag Konsumen Nasional adalah :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen, dan;
f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 38
Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit secara terus menerus;
e. berakhir masa jabatan sebagai anggota, atau;
f. diberhentikan.
Pasal 39
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional di bantu oleh
sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretarias yang
diangkat
oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
(3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretarit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam keputusan
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 40
(1) Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan di
Ibu
Kota Daerah Tingkat I untuk membantu pelaksanaan tugasnya
D. Perundang-undangan praktek kesehatan, registrasi kesehatan dan tentang ATLM
1. Perundang-undangan praktek kesehatan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah
jenjang
Diploma Tiga.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan;
b. mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
c. memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan Upaya
Kesehatan;
d. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan
oleh
Tenaga Kesehatan; dan
e. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga Kesehatan.

Pasal 11
(1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a. tenaga medis;
b. tenaga psikologi klinis;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kebidanan;
e. tenaga kefarmasian;
f. tenaga kesehatan masyarakat;
g. tenaga kesehatan lingkungan;
h. tenaga gizi;
i. tenaga keterapian fisik;
j. tenaga keteknisian medis;
k. tenaga teknik biomedika;
l. tenaga kesehatan tradisional; dan
tenaga kesehatan lain.
(2) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga psikologi klinis sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) huruf b adalah psikologi klinis.
(4) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keperawatan sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdiri atas berbagai jenis perawat.
(5) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kebidanan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf d adalah bidan.
(6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
(7) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan
ilmu
perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga
biostatistik
dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
(8) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan lingkungan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan
mikrobiolog kesehatan.
(9) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) huruf h terdiri atas nutrisionis dan dietisien.
(10) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keterapian fisik sebagaimana
dimaksud.
pada ayat (1) huruf i terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.
(11) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keteknisian medis
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf j terdiri atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik
kardiovaskuler,teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi, penata
anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis.
(12) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga teknik biomedika
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf k terdiri atas radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium
medik,
fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik.
(13) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok Tenaga Kesehatan tradisional
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf l terdiri atas tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga
kesehatan
tradisional keterampilan.
(14) Tenaga Kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m ditetapkan oleh
Menteri.

2. Registrasi kesehatan
Uud no 36 tahun 2014 tentang registrasi kesehatan
BAB VI
REGISTRASI DAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Registrasi
Pasal 44
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan
setelah memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
e. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi
persyaratan.
(5) Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. memiliki STR lama;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi;
e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya; dan
f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan
ilmiah lainnya.

Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
44 diatur dengan Peraturan Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 46
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib
memiliki izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP.
(3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
atas
rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga Kesehatan
menjalankan praktiknya.
(4) Untuk mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tenaga Kesehatan harus
memiliki:
a. STR yang masih berlaku;
b. Rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan
c. tempat praktik.

(5) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing berlaku hanya untuk 1 (satu)
tempat.
(6) SIP masih berlaku sepanjang:
a. STR masih berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 47
Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama praktik.
Bagian Ketiga
Pembinaan Praktik
Pasal 48
(1) Untuk terselenggaranya praktik tenaga kesehatan yang bermutu dan pelindungan kepada
masyarakat,
perlu dilakukan pembinaan praktik terhadap tenaga kesehatan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri bersama-sama
dengan
Pemerintah Daerah, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan, dan Organisasi Profesi sesuai
dengan
kewenangannya.
Bagian Keempat
Penegakan Disiplin Tenaga Kesehatan
Pasal 49
(1) Untuk menegakkan disiplin Tenaga Kesehatan dalam penyelenggaraan praktik, konsil
masing-masing
Tenaga Kesehatan menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran
disiplin
Tenaga Kesehatan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil masing-masing
Tenaga
Kesehatan dapat memberikan sanksi disiplin berupa:
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kesehatan.
(3) Tenaga Kesehatan dapat mengajukan keberatan atas putusan sanksi disiplin sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2) kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
ORGANISASI PROFESI
Pasal 50
(1) Tenaga Kesehatan harus membentuk Organisasi Profesi sebagai wadah untuk meningkatkan
dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika profesi Tenaga Kesehatan.
(2) Setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi.
(3) Pembentukan Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 51
(1) Untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan Tenaga Kesehatan,
setiap
Organisasi Profesi dapat membentuk Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2) Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan badan
otonom di dalam Organisasi Profesi.
(3) Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi.

3. ATLM
Ahli Teknologi Laboratorium Medik adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan
Teknologi Laboratorium Medik atau Analis Kesehatan atau Analis Medis dan memiliki
kompetensi melakukan analisis terhadap cairan dan jaringan tubuh manusia untuk menghasilkan
informasi tentang kesehatan perorangan dan masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Kualifikasi Ahli Teknologi Laboratorium Medik ditentukan berdasarkan pendidikan
yang terdiri dari:
a. Diploma tiga sebagai Ahli Madya Teknologi Laboratorium Medik atau Analis Kesehatan
atau Medis;
b. Diploma empat sebagai Sarjana Sains Terapan Teknologi Laboratorium Medik atau
Analis Kesehatan atau Analis Medis.
a. Surat Ijin Praktik (SIP)
Dalam menjalankan profesinya sebagai analis kesehatan atau yang sekarang disebut Ahli
Teknologi Laboratorium Medik , sebelum melakukan praktik sebagai tenaga laboratorium terlebih
dahulu harus memiliki Surat ijin Praktik . Surat Ijin Praktik Ahli Teknologi Laboratorium Medik
yang selanjutnya disingkat SIP-ATLM merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah
daerah kabupaten atau kota kepada Ahli Teknologi Laboratorium Medik sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan praktik.
Berdasarkan UU Permenkes No.42 Tahun 2015 , SIP-ATLM dibahas dalam BAB II
Bagian ketiga pada pasal 6 hingga pasal 11 sebagai berikut :
Pasal 6
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang menyelenggarakan atau menjalankan praktik
dibidang pelayanan kesehatan wajib memiliki SIP-ATLM
2. SIP-ATLM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Ahli Teknologi
Laboratorium Medik yang telah memiliki STM-ATLM
3. SIP-ATLM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota
Pasal 7
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua) SIP-
ATLM
2. SIP-ATLM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berlaku hanya untuk 1
(satu) tempat praktik
3. Permohonan SIP-ATLM kedua dapat dilakukan dengan menunjukkan bahwa yang
bersangkutan telah memiliki SIP-ATLM pertama.
Pasal 8
1. Untuk memperoleh SIP-ATLM sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 , Ahli Teknologi
Laboratorium Medik harus mengajukan permohonan kepada pemerintaha daerah
kabupaten / kota dengan melampirkan :
a. Fotokopi ijasah yang telah dilegalisir
b. Fotokopi STR-ATLM
c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat ijin praktik
d. Surat keterangan bekerja dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bersangkutan
e. Pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm berlatar belakang merah
f. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk,
dan
g. Rekomendasi dari Organisasi Profesi
2. Contoh surat permohonan memperoleh SIP-ATLM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam formulir III terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
3. Contoh SIP-ATLM sebagaimana tercantum dalam formulir IV terlampir yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
1. Dalam keadaan tertentu berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan dan jumlah Ahli
Teknologi Laboratorium Medik, pemerintah daerah/kota setempat dapat memberikan SIP-
ATLM kepada Ahli Teknologi Laboratorium Medik sebagai izin menyelenggarakan atau
menjalankan praktik di bidang pelayanan keehatan yang ketiga setelah mendapat
persetujuan Gubernur.
2. Untuk mengajukan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ahli Teknologi
Laboratorium Medik harus memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 8,
serta melampirkan :
a. SIP-ATLM yang pertama dan kedua
b. Surat persetujuan atasan langsung bagi Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang
bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
c. Surat rekomendasi dari dinas kesehatan provinsi setempat.
Pasal 10
1. SIP-ATLM berlaku sepanjang STR-ATLM masih berlaku dan diperpanjang kembali
selama memenuhi persyaratan.
2. Perpanjangan SIP-ATLM harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
8.
Pasal 11
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik warga negara asing dapat mengajukan permohonan
memperoleh SIP-ATLM setelah :
a. Memiliki STR-ATLM sementara ;
b. Memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8; dan
c. Memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Ahli Teknologi Laboratorium Medik Negara Indonesia lulusan luar negeri dapat
mengajukan permohonan memperoleh SIP-ATLM setelah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.

Penyelenggaraan praktik Ahli Teknologi Laboratorium Medik dijelaskan dalam BAB III
Pasal 12 sebagai berikut :
Pasal 12
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang memiliki SIP-ATLM dapat
menyelenggarakan atau menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan di
Laboratorium pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
laboratorium :
a. Patologi klinik
b. Patologi anatomi
c. Mikrobiologi klinik
d. Parasitologi klinik
e. Biologi molekuler
f. Riset medik
g. Reproduksi manusia
h. Sitogenik
i. Forensik
j. Penguji narkotika dan psikotropika
k. Toksikologi
l. Imunologi
m. Virologi
n. Serologi
Selain Laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ahli Teknologi Laboratorium
Medik dapat menyelenggarakan atau menjalankan praktik di laboratorium lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
E. Peraturan perundang-undangan tentang laboratorium klinik
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 411/MENKES/PER/III/2010
TENTANG
LABORATORIUM KLINIK

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan
pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan
terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan
kesehatan.
2.Spesimen klinik adalah bahan yang berasal dan/atau diambil dari tubuh manusia untuk tujuan
diagnostik, penelitian, pengembangan, pendidikan, dan/atau analisis lainnya, termasuk new-
emerging dan reemerging, dan penyakit infeksi berpotensi pandemik.
3.Pemeriksaan teknik sederhana adalah pemeriksaan laboratorium menggunakan alat fotometer,
carik celup, pemeriksaan metode rapid, dan/atau mikroskopik sederhana yang memenuhi standar
sesuai ketentuan yang berlaku.
4.Pemeriksaan teknik automatik adalah pemeriksaan laboratorium menggunakan alat automatik
yang memenuhi standar sesuai ketentuan yang berlaku mulai dari tahap melakukan pengukuran
sampel sampai dengan pembacaan hasil.
5.Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

BAB II
JENIS DAN KLASIFIKASI

Pasal 2
(1)Laboratorium klinik berdasarkan jenis pelayanannya terbagi menjadi:
a.Laboratorium klinik umum; dan
b.Laboratorium klinik khusus.
(2)Laboratorium klinik umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik di bidang hematologi,
kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan imunologi klinik.
(3)Laboratorium klinik khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik pada 1 (satu) bidang
pemeriksaan khusus dengan kemampuan tertentu.

Pasal 3
(1)Laboratorium klinik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diklasifikasikan
menjadi:
a.laboratorium klinik umum pratama;
b.laboratorium klinik umum madya; dan
c.laboratorium klinik umum utama.
(2)Laboratorium klinik umum pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik dengan kemampuan
pemeriksaan terbatas dengan teknik sederhana.
(3)Laboratorium klinik umum madya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu
laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik dengan kemampuan
pemeriksaan tingkat laboratorium klinik umum pratama dan pemeriksaan imunologi dengan
teknik sederhana.
(4)Laboratorium klinik umum utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik dengan kemampuan
pemeriksaan lebih lengkap dari laboratorium klinik umum madya dengan teknik automatik.
Pasal 4
(1)Laboratorium klinik khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri atas:
a.laboratorium mikrobiologi klinik;
b.laboratorium parasitologi klinik; dan
c.laboratorium patologi anatomik.
(2)Laboratorium mikrobiologi klinik melaksanakan pemeriksaan mikroskopis, biakan,
identifikasi bakteri, jamur, virus, dan uji kepekaan.
(3)Laboratorium parasitologi klinik melaksanakan identifikasi parasit atau stadium dari parasit
baik secara mikroskopis dengan atau tanpa pulasan, biakan atau imunoesai.
(4)Laboratorium patologi anatomik melaksanakan pembuatan preparat histopatologi, pulasan
khusus sederhana, pembuatan preparat sitologi, dan pembuatan preparat dengan teknik potong
beku.

BAB III
PENYELENGGARAAN

Pasal 5
(1)Laboratorium klinik dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau swasta.
(2)Laboratorium klinik yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk unit pelaksana teknis di bidang kesehatan,
instansi pemerintah, atau lembaga teknis daerah.
(3)Laboratorium klinik yang diselenggarakan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) harus berbadan hukum.

Pasal 6
Laboratorium klinik mempunyai kewajiban:
a.melaksanakan pemantapan mutu internal dan mengikuti kegiatan pemantapan mutu eksternal
yang diakui oleh pemerintah;
b.mengikuti akreditasi laboratorium yang diselenggarakan oleh Komite Akreditasi Laboratorium
Kesehatan (KALK) setiap 5 (lima) tahun;
c.menyelenggarakan upaya keselamatan dan keamanan laboratorium;
d.memperhatikan fungsi sosial;
e.membantu program pemerintah di bidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat; dan
f.berperan serta secara aktif dalam asosiasi laboratorium kesehatan.

Pasal 7
Laboratorium klinik harus memasang papan nama yang memuat nama, klasifikasi, alamat, dan
nomor izin sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 8
(1)Laboratorium klinik hanya dapat melakukan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik atas
permintaan tertulis dari:
a.fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau swasta;
b.dokter;
c.dokter gigi untuk pemeriksaan keperluan kesehatan gigi dan mulut;
d.bidan untuk pemeriksaan kehamilan dan kesehatan ibu; atau
e.instansi pemerintah untuk kepentingan penegakan hukum.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk laboratorium patologi
anatomik.
(3)Laboratorium patologi anatomik hanya dapat melakukan pemeriksaan laboratorium atas
permintaan tertulis dari dokter spesialis patologi anatomi.

Pasal 9
Laboratorium klinik dilarang mendirikan pos sampel atau laboratorium pembantu.

Pasal 10
(1)Promosi yang dilakukan laboratorium klinik tidak boleh bertentangan dengan norma dan etika
yang berlaku dalam masyarakat.
(2)Materi promosi laboratorium klinik hanya diperkenankan berkaitan dengan tempat dan produk
layanan laboratorium.

BAB IV
PERSYARATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 11
Laboratorium klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan,
kemampuan pemeriksaan spesimen klinik, dan ketenagaan sesuai dengan klasifikasinya.

Bagian Kedua
Lokasi

Pasal 12
(1)Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 harus memenuhi ketentuan
mengenai kesehatan lingkungan dan tata uang.
(2)Ketentuan mengenai kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
upaya pemantauan lingkungan, upaya pengelolaan lingkungan, dan/atau analisis dampak
lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
peruntukkan lokasi yang diatur dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata
ruang kawasan perkotaan, dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan.

Bagian Ketiga
Bangunan, Prasarana, Peralatan dan Kemampuan Pemeriksaan

Pasal 13
(1)Laboratorium klinik harus mempunyai persyaratan minimal yang meliputi bangunan,
prasarana, peralatan, dan kemampuan pemeriksaan spesimen klinik sesuai dengan klasifikasinya.
(2)Ketentuan persyaratan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran I sampai dengan Lampiran IV Peraturan ini.
Bagian Keempat
Ketenagaan

Pasal 14
Laboratorium klinik harus memenuhi ketentuan ketenagaan meliputi:
a.laboratorium klinik umum pratama:
1)penanggung jawab teknis sekurang-kurangnya seorang dokter dengan sertifikat pelatihan
teknis dan manajemen laboratorium kesehatan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan, yang
dilaksanakan oleh organisasi profesi patologi klinik dan institusi pendidikan kesehatan
bekerjasama dengan kementerian kesehatan; dan
2)tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya 2 (dua) orang analis kesehatan serta 1
(satu) orang tenaga administrasi.
b.laboratorium klinik umum madya 1) penanggung jawab teknis sekurang-kurangnya seorang
dokter spesialis patologi klinik; dan
2)tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya 4 (empat) orang analis kesehatan dan 1
(satu) orang perawat serta 2 (dua) orang tenaga administrasi.
c.laboratorium klinik umum utama:
1)penanggung jawab teknis sekurang-kurangnya seorang dokter spesialis patologi klinik; dan
2)tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang dokter spesialis patologi
klinik, 6 (enam) orang tenaga analis kesehatan dan 2 (dua) orang diantaranya memiliki sertifikat
pelatihan khusus mikrobiologi, 1 (satu) orang perawat, dan 3 (tiga) orang tenaga administrasi.
d.laboratorium mikrobiologi klinik:
1)penanggung jawab teknis sekurang-kurangnya seorang dokter spesialis mikrobiologi klinik;
dan
2)tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang dokter spesialis
mikrobiologi klinik, 2 (dua) orang analis kesehatan yang telah mendapat sertifikasi pelatihan di
bidang mikrobiologi klinik, 1 (satu) orang perawat, dan 1 (satu) orang tenaga administrasi.
e.laboratorium parasitologi klinik:
1)penanggung jawab teknis sekurang-kurangnya seorang dokter spesialis parasitologi klinik; dan
2)tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang dokter spesialis parasitologi
klinik, 2 (dua) orang analis kesehatan yang telah mendapat sertifikasi pelatihan di bidang
parasitologi klinik, 1 (satu) orang perawat, dan 1 (satu) orang tenaga administrasi.
f.laboratorium patologi anatomik:
1)penanggung jawab teknis sekurang-kurangnya seorang dokter spesialis patologi anatomi; dan
2)tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang teknisi patologi
anatomi/analis/sarjana biologi, dan 1 (satu) orang tenaga administrasi.

Pasal 15
(1)Dokter penanggung jawab teknis laboratorium klinik umum pratama hanya diperbolehkan
menjadi penanggung jawab teknis pada 1 (satu) laboratorium klinik.
(2)Dokter spesialis penanggung jawab teknis laboratorium klinik diperbolehkan menjadi
penanggung jawab teknis paling banyak 3 (tiga) laboratorium klinik.
(3)Penanggung jawab teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat merangkap
sebagai tenaga teknis pada laboratorium yang dipimpinnya.
Pasal 16
(1)Penanggung jawab teknis laboratorium klinik mempunyai tugas dan tanggung jawab:
a.menyusun rencana kerja dan kebijaksanaan teknis laboratorium;
b.menentukan pola dan tata cara kerja;
c.memimpin pelaksanaan kegiatan teknis laboratorium;
d.melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan laboratorium;
e.merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kegiatan pemantapan mutu;
f.memberikan pendapat terhadap hasil pemeriksaan laboratorium;
g.memberikan konsultasi atas dasar hasil pemeriksaan laboratorium; dan
h.memberikan masukan kepada manajemen laboratorium mengenai pelaksanaan kegiatan
laboratorium.
(2)Apabila penanggung jawab teknis laboratorium klinik tidak berada di tempat secara terus
menerus lebih dari 1 (satu) bulan tapi kurang dari 1 (satu) tahun, maka laboratorium klinik
bersangkutan harus memiliki penanggung jawab teknis sementara yang memenuhi persyaratan
dan melaporkan kepada instansi pemberi izin.
(3)Apabila penanggung jawab teknis tidak berada di tempat secara terus menerus lebih dari 1
(satu) tahun, maka laboratorium yang bersangkutan harus mengganti penanggung jawab teknis
yang memenuhi persyaratan.

Pasal 17
(1)Dokter spesialis dan/atau dokter selaku tenaga teknis laboratorium klinik mempunyai tugas
dan tanggung jawab:
a.melaksanakan kegiatan teknis dan pembinaan tenaga analis kesehatan sesuai dengan
kompetensinya;
b.mengkoordinir kegiatan pemantapan mutu, pencatatan dan pelaporan;
c.mengkoordinir dan melaksanakan kegiatan keamanan dan keselamatan kerja laboratorium; dan
d.melakukan komunikasi/konsultasi medis dengan tenaga medis lain.
(2)Tenaga analis kesehatan dan tenaga teknis yang setingkat mempunyai tugas dan tanggung
jawab:
a.melaksanakan pengambilan dan penanganan bahan pemeriksaan laboratorium sesuai standar
pelayanan dan standar operasional prosedur;
b.melaksanakan kegiatan pemantapan mutu, pencatatan dan pelaporan;
c.melaksanakan kegiatan keamanan dan keselamatan kerja laboratorium; dan
d.melakukan konsultasi dengan penanggung jawab teknis laboratorium atau tenaga teknis lain.
(3)Perawat mempunyai tugas dan tanggung jawab:
a.melakukan tindakan untuk pengambilan spesimen klinik;
b.melakukan pertolongan pertama terhadap pasien;
c.melaksanakan kegiatan keamanan dan keselamatan kerja laboratorium; dan
d.melakukan konsultasi dengan penanggung jawab teknis laboratorium atau tenaga teknis lain.

BAB V
PERIZINAN

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 18
(1)Setiap penyelenggaraan laboratorium klinik harus memiliki izin.
(2)lzin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah izin penyelenggaraan laboratorium klinik.
(3)Izin penyelenggaraan diberikan kepada laboratorium klinik yang memenuhi persyaratan
sesuai ketentuan yang tercantum dalam Peraturan ini.
(4)Dalam rangka tertib administrasi, pemohon izin dan instansi pemberi izin harus melakukan
tata laksana persuratan dalam proses perizinan sesuai contoh formulir yang tercantum dalam
Peraturan ini.

Pasal 19
(1)lzin penyelenggaraan laboratorium klinik umum pratama diberikan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2)lzin penyelenggaraan laboratorium klinik umum madya diberikan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi atas rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(3)lzin penyelenggaraan laboratorium klinik umum utama diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Pelayanan Medik atas rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
(4)Izin penyelenggaraan laboratorium klinik khusus diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Pelayanan Medik atas rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Pasal 20
Izin penyelenggaraan diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya dengan ketentuan sepanjang memenuhi persyaratan.

Pasal 21
(1)Terhadap izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, instansi pemberi izin harus melakukan
evaluasi penyelenggaraan laboratorium klinik setiap tahun.
(2)Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), laboratorium klinik yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenakan tindakan
administratif mulai dari teguran lisan sampai dengan pencabutan izin.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yangmemuaskan
harapan dan kebutuhan derajat masyarakat (consumer satisfaction),melalui pelayanan yang efektif
oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan dankebutuhan pemberi pelayanan (provider
satisfaction), pada institusi pelayanan yangdiselenggarakan secara efisien (institutional
satisfaction).
Interaksi ketiga pilar utamapelayanan kesehatan yang serasi, selaras dan seimbang, merupakan
paduan darikepuasan tiga pihak, dan ini merupakan pelayanan kesehatan yang
memuaskan(satisfactory healty care).Oleh karena itu, ketika terjadi banyak perubahan dalam
sistem pelayanan kesehatanmaka para pemimpin perawat harus berpartisipasi secara aktif dan
proaktif untukmencari jalan bagaimana mempengaruhi pengambil keputusan dalam sistem
pelayanankesehatan dan membuat untuk didengar suaranya oleh mereka. Para pemimpinperawat
memiliki kapasitas kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan publik sepanjangmereka memiliki
berbagai potensi kepemimpinan.
Adapun undang-undang mengenai praktek kedokteran tertera dalam uud no 29 tahun 2004 dan
perlindungan konsumen adalah uud no 8 tahun 1999 serta uud tentang tenaga kesehatan tertera
pada uud no 36 tahun 2014, sedangkanperaturan laboratorium tercantum dalam permenkes
NOMOR 411/MENKES/PER/III/2010.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terkhususnya untuk mahasiswa analis
kesehatan.

Daftar pustaka
Asshiddiqie, Jimly, 2010, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta
Asshiddiqie, Jimly, dan Safa‟at, M. Ali, 2006, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum, Cet
I, Sekretariat Jendreral & Kepaniteraan Makamah Konstitusi RI, Jakarta
Bagir Manan, 1992, Dasar-dasar perundang-undangan Indonesia, Ind. Hill Co, Jakarta
Bambang Poernomo.1984, Azas-azas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta
C.S.T. Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta
Carl E Speicher, M.D. 1994, Pemilihan Uji Laboratorium Yang Efektif, Edisi 1. EGC,
Jakarta
Farida, Maria, 1998, Ilmu Perundang-Undangan, Kanisius, Yogyakarta
Farida, Maria, 2007, Ilmu Perundang-undangan Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,
Kanisius, Yogyakarta.
Hans Kelsen, 1945, General Theory Theory of Law and State, Russell & Russell, New
York
Jimly Asshiddiqie, 2005, Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara,
Konstitusi press, Jakarta
Mahfud MD, 2011, Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh
Konfigurasi Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia, Penerbit Raja
Grafindo, Jakarta
Modul Dilema Etik, 2011, Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Haluoleo Kendari.

Anda mungkin juga menyukai