Anda di halaman 1dari 11

A.

DILEMA DAN KONFLIK MORAL

A. Delima Moral

Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan


dimana dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya
sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah.

Johnson (1990)Menyatakan hal tersebut merupakan


keadaan yang terdiri dari dua pilihan yang seimbang,dengan kata
lain , dilemma merupakan keadaan yang dihadapkan pada persimpangan
yang serupa atau bercabang denagn petunjuk yang tidak jelas.

1. Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral,


pertentangan batin, atau pertentangan antara nilai-
nilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang
ada.
Ketika mencari solusi atau pemecahan masalah
harus mengingat akan tanggung jawab
profesional,yaitu:
Tindakan selalu ditujukan untuk peningkatan
kenyamanan kesejahteraan pasien atau klien.

2. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang


menghilangkan sesuatu bagian [omission], disertai
ras tanggung jawab memperhatikan kondisi dan
keamanan pasien atau klien.

3. Konflik moral menurut Johnson adalah bahwa


konflik atau dilema pada dasarnya sama ,
kenyataannya konflik berada diantara prinsip moral
dan tugas yang mana sering menyebabkan dilema.
Ada 2 tipe konflik:

1. Konflik yang berhubungan dengan prinsip.

2. Konflik yang berhubungan dengan otonomi.

Dua tipe konflik ini merupakan dua bagian yang tidak dapat dipisahkan.

Contoh : Studi kasus mengenai dilema moral

"Seorang ibu primipara masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu. Sewaktu
dilakukan anamnese dia mengatakan tidak mau di episiotomi. Ternyata selama
kala II kemajuan kala II berlangsung lambat, perineum masih tebal dan kaku.
Keadaan ini dijelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya
menolak di episiotomi. Sementara waktu berjalan terus dan denyut jantung janin
menunjukkan keadaan fetaldistress dan hal ini mengharuskan bidan untuk
melakukan tindakan episiotomi, tetapi ibu tetap tidak menyetujuinya. Bidan
berharap bayinya selamat. Sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa
dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan pasien, dilakukan karna untuk
melindungi bayinya.

Jika bidan melakukan episiotomi tanpa persetujuan pasien, maka bidan akan
dihadapkan pada suatu tuntutan dari pasien. Sehingga inilah yang merupakan
contoh gambaran dilema moral. Bila bidan melakukan tindakan tanpa persetujuan
pasien, bagaimana tinjau dari segi etik dan moral. Bila tidak dilakukan tindakan,
apa yang akan terjadi pada bayinya?”

B. Konflik Moral

Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada
berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara
dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Menurut Gibson, etal (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama,
hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika
masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri –
sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh


persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di
dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.
Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk interaktif yang terjadi


pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi
(Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat
dekat hubungannya dengan stres.

Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau
lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun
terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak
yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif
(Robbins, 1993).

Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain,


kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini,
pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang
diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace &Faules, 1994:249).

Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku


komunikasi (Folger&Poole: 1984).
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang
ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil,
maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers, Kreps, Stewart).

Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya,
tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda
(Devito)

Ada 2 tipe konflik:

1. Konflik yang berhubungan dengan prinsip.

2. Konflik yang berhubungan dengan otonomi.

Dua tipe konflik ini merupakan dua bagian yang tidak dapat
dipisahkan. Penyebab Konflik

a) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan


perasaan

b) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk


pribadi-pribadi yang berbeda

c) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok

d) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam


masyarakat

Contoh studi kasus mengenai konflik moral:

“Ada seorang bidan yang berpraktik mandiri dirumah. Ada seorang pasien inpartu
datang ke tempat praktinya. Status obstetri pasien adalah G1 P0 AB0. Hasil
pemeriksaan penapisan awal menunjukkan presentasi bokong dengan taksiran
berat janin 3900 gram, dengan kesejahtraan janin dan ibu baik. Maka bidan
tersebut menganjurkan dan memberi konseling pada pasien mengenai kasusnya
dan untuk dilakukan tindakan rujukan. Namun pasien dan keluarganya menolak
dirujuk dan bersikuku untuk tetap melahirkan di bidan tersebut karena
pertimbangan biaya dan kesulitan lainya. Melihat kasus ini maka maka bidan
diharapkan pada konflik moral yang bertentangan dangan prinsip moral dan
otonomi maupun kewenangan dalam pelayanan kebidanan. Bahwa sesuai
Kepmenkes Republik Indonesia 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan
praktik bidan, bidan tidak berwenang memberikan pertolongan persalinan pada
primigravida dengan presentasi bokong disisi lain ada prinsip nilai moral dan
mananusiaan yang dihadapi pasien, yiatuketidakmampuan secara sosial ekonomi
dan kesulitan yang lain, maka bagai mana seorang bidan mengambil keputusan
yang terbaik terhadap konflik moral yang dihadapidalam pelayanan kebidanan”.

B PEMBAGIAN DILEMA / KONFLIK ETIK

Pembagian konflik etik meliputi empat hal :

1. InformedConcent

Pesetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap


bidan, untuk melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien setelah
dilakukan

2. Negosiasi

Proses yang di dalamnya dua pihak atau lebih bertukar barang/jasa dan
berupaya menyepakati tingkat kerjasama tsb.

Negosiasi terjadi ketika suatu keadaan memenuhi syarat-syarat berikut ini:

a) Pertama, melibatkan dua pihak atau lebih. Kedua, terdapat suatu konflik
kepentingan antara pihak-pihak tersebut.

b) Keduanya menginginkan sesuatu yang menguntungkan untuk dirinya


masing-masing. Price vs profit, keuntungan bagi satu pihak merupakan
harga yang harus dibayar oleh pihak lain.
c) Ketiga, pihak-pihak yang terlibat sama-sama berusaha untuk mencapai
kesepakatan, bukannya berkonflik. Kesepakatan dapat dicapai melalui
kompromi antara memberi dan menerima sesuatu antar pihak tersebut

3. Persuasi

Persuasi bisa diartikan sebagai usaha untuk mengubah sikap dan


kepercayaan melalui informasi dan argument. Ketika target menerima
pesan (message) yang berbeda dari pendiriaanya, maka munculahrespon
yang bermacam-macam :

1. rejectthemessage (menolak pesan atau informasi)

2. derogatethesource (mencela thesource)

3. suspendjudgment (mencari informasi tambahan untuk


menentukan keputusan, menolak atau menerima)

4. distortthemessage (tidak menanggapi informasi dan


menyimpannya dalam “skema” yang mungkin suatu saat akan
mengubah sikapnya)

5. attemptcounterpersuasion (melancarkan argumentasi balik)

4. Komite etik

Menurut Culver and Gert ada 4 komponen yang harus dipahami


pada suatu consent atau persetujuan :

1. Sukarela (Voluntariness)

Sukarela mengandung makna pilihan yang dibuat atas dasar


sukarela tanpa ada unsur paksaan didasari informasi dan
kompetensi

2. Informasi (Information)
Jika pasi tidak tahu sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusan.
Dalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang
lengkap dibutuhkan agar mampu keputusan yang tepat.

Kurangnya informasi atau diskusi tentang risiko, efek samping akan


membuat klien sulit mengambil keputusan

3. Kompetensi (Competence)

Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu pemahaman


bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat
keputusan yang tepat bahkan ada rasa cemas dan bingung

4. Keputusan (decision)

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana


merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan
merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan.Keputusan
penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus di validasi lagi apakah
karena pasien kurang kompetensi.

D. InformedConsent

Pesetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak


terhadap bidan, untuk melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien
setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai tindakan
yang akan dilakukan. Informedconsent merupakan suatu proses. Secara
hukum informedconsent berlaku sejak tahun 1981 PP No.8 tahun 1981.

Informedconsent bukan hanya suatu formulir atau selembar kertas, tetapi


bukti jaminan informedconsent telah terjadi. Merupakan dialog antara
bidan dan pasien di dasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk
birokratisasi penandatanganan formulir. Informedconsent berarti
pernyataan kesediaan atau pernyataan setelah mendapat informasi
secukupnya sehingga setelah mendapat informasi sehingga yang diberi
informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang
akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan. Berperan
dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan,
pada intinya adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau
klien.

a. Dimensi informedconsent

1) Dimensi hukum, merupakan perlindungan terhadap bidan yang


berperilaku memaksakan kehendak, memuat :

- Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien

- Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien

- Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik

2) Dimensi Etik, mengandung nilai – nilai :

- Menghargai otonomi pasien

- Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila


diminta atau dibutuhkan

- Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif atau


hasil pemikiran rasional

C. MENGHADAPI MASALAH ETIK MORAL DAN DILEMA DALAM


PRAKTEK KEBIDANAN

Menurut Daryl Koehn (1994) bidan dikataka profesional bila dapat


menerapkan etika dalam menjalankan praktik.

Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan
membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan
dalam strategi praktik kebidanan
Informed Choice

Informedchoice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentan


alternatif asuhan yang akan dialaminya.

Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993) bidan harus menghormati hak
informedchoice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam
asuhan dan tanggungjawabnya terhadap hasil dari pilihannya

Definisi informasi dalam konteks ini meliputi : informasi yang sudah lengkap
diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan
kemungkinan hasil dari tiap pilihannya.

Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan (consent) :

a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena


berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang akan dilakukan bidan

b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima
jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah
yang sesungguhnya dan menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan “
pilihannya” sendiri.

Bagaimana Pilihan Dapat Diperluas dan Menghindari Konflik

a) Memberi informai yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur,


tidak bias dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif
media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.

b) Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu
menggunakan haknya dan menerima tanggungjawab keputusan
yang diambil.

c) Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga
kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan
ibu sudah diberikan informsi yang lengkap tentang dampak dari
keputusan mereka

d) Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu


merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor
perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah,
propinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi
ibu.

e) Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidencebased, diharapkan


konflik dapat ditekan serendah mungkin

f) Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai


sutu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu
penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita dari sistem
asuhan dan tekanan positif pada perubahan
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 4

TINGKAT 1-A

1. NURFAIZAH S.M. LEKI

2. OLVI APRELENI DJAMI

3. PAMELYA I. A. RATUKOREH

4. RESTY A. DJAMI BALE

5. TAMU INA

6. TRISSELA BENU

7. VERONIKA BUNGA KEDANG

8. YOTITA TANA

9. YOSINA HAMA LELU

Anda mungkin juga menyukai