Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 3

HUKUM DAGANG DAN KEPAILITAN


NAMA : MURWANTO CATUR NUGROHO
NIM : 030311635

SOAL

1. Sebutkan jenis - jenis pengangkutan dan produk Hukum yang mengaturnya?


2. Jabarkan sejarah Hukum kepailitan di Indonesia dan sebutkan beberapa tonggak sejarah
sehubungan dengan berlakunya peraturan kepailitan.

JAWABAN

1. Jenis - jenis pengangkutan dan produk Hukum yang mengaturnya


a. Angkutan darat diatur dalam KUHD dan peraturan khusus berikut.
 Pengangkuan dengan kereta api Stb 1927 Nomor 262;
 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya;
 Stb. 1936 Nomor 451 ju PP Nomor 28 Tahun 1951 yang suadah diubah serta ditambah
dengan PP Nomor $$ Tahun 1954 dan PP Nomor 2 Tahun 1964 tentang lalu lintas jalan dan
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun !992 tentang Undang-Undang
Lalu Lintas Jalan, Peraturan tentang Pos dan Telekomunikasi dan lain-lain.
b. Angkatan perairan darat diatur dalam
 KUHD Pasal 90-98;
 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
c. Angkatan udara diatur dalam
 Stb. 1939 Nomor 100 jo Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan;
 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Pengangkatan udara.
d. Angkatan laut diatur dalam
 KUHD Buku II tentang perjanjian carter kapal, pengangkutan barang, pengangkutan orang;
 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

2. Sejarah hukum kepailitan di Indonesia dan tonggak sejarah sehubungan dengan berlakunya
peraturan kepailitan

Pembahasan mengenai kepailitan tidak terlepas dari unsur sejarah yang melatar belakanginya.
Awalnya, aturan seputar kepailitian termaktub dalam Wetboek Van Koophandel atau biasa
disebut Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Reglement op de
Rechtsvoordering (RV). Aturan seputar kepailitan dalam KUHD dan RV kemudian diganti
dengan Failistment Verordenning (F.V.) yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 207 Tahun
1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Peraturan kepailitan tersebut hanya berlaku bagi
orang yang termasuk golongan Eropa saja. Hal ini sesuai dengan asas diskriminasi hukum yang
diberlakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda (pada waktu menjajah di Indonesia) terhadap
penduduk Hindia Belanda.
Meskipun F.V. tersebut hanya berlaku bagi golongan Eropa saja, namun golongan penduduk
Hindia Belanda selain golongan Eropa, dapat pula menggunakan F.V. tersebut. Golongan Timur
Asing Cina dapat menggunakannya melalui lembaga penerapan hukum (toepasselijverklaring).
Golongan penduduk yang lain yaitu golongan Bumi Putera dan Golongan Timur Asing bukan Cina,
dapat menggunakannya dengan menerapkan lembaga penundukan diri secara sukarela
(Vrijwillige onderwerping) terhadap hukum perdata dan hukum dagang Barat.
Ada beberapa tonggak sejarah sehubungan dengan berlakunya Peraturan Kepailitan (F.V.) yaitu
tahun 1945-1947, tahun 1947-1998, tahun 1998-2004, dan tahun 2004 sampai sekarang.

a. Tahun 1945-1947
Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 menentukan sebagai berikut: “Segala
badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang
baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Berdasarkan Aturan Peralihan tersebut maka
seluruh perangkat hukum yang berasal dari zaman Hindia Belanda diteruskan berlakunya
setelah proklamasi kemerdekaan.
Sehubungan dengan ketentuan Aturan Peralihan tersebut maka setelah proklmasi
kemerdekaan, intuk kepailitan berlaku F.V. yang dengan sebutan bahasa Indoneaia sebagai
Peraturan Kepailitan.

b. Tahun 1945-1947
Di dalam praktiknya, relatif sangat sedikit digunakan karena keberadaan peraturan ini kurang
dikenal dan dipahami oleh masyrakat. Awalnya F.V. itu hanya berlaku untuk pedagang di
lingkungan masyrakat yang tunduk pada hukum perdata dan dagang barat saja. Akibatnya,
F.V. itu tidak dirasakan sebagai suatu peraturan yang menjadi milik masyarakat pribumi dan
karena itu pula tidak pernah tumbuh di dalam kesadaran hukum masyarakat.
Faktor lain adalah bahwa masyarakat menyangsikan kemampuan pengadilan untuk bersiap
obyektif dan akan dengan sungguh-sungguh menegakkan keadilan yang sebaik-baiknya di
dalam pemeriksaan gugatan kepailitan. Karena persepsi mak masyarakat merasa tidak ada
sarana efektif yang dapat digunakan kreditor untuk dapat melindungi dirinya, khususnya agar
debitur yang beritikad buruk bersedia melunasi kewajibannya, jika perlu dengan melakukan
paksaan secara hukum melalui pengadilan.

c. Tahun 1998-2004
Sejak terjadi krisis moneter di Indonesia pada tahun 1997, kepailitan banyak diperhatikan dan
dibicarakan. Bahkan termasuk salah satu hukum yang diusulkan oleh IMF yang berhak
membantu Indonesia dalam menghadapi krisis. Ketertarikan IMF terhadap kepailitan karena
salah satu sumber penting krisis moneter (yang kemudian menjadi krisis ekonomi) adalah
utang-utang swasta tehadap pihak luar negeri.
IMF berpendapat bahwa upaya mengatasi krisis moneter Indonesia tidak dapat terlepas dari
keharusan penyelesaian utang-utang luar negeri dari para pengusaha Indonesia kepada para
kreditur luar negeri dan upaya penyelesaian kredit-kredit macet perbankan Indonesia. Oleh
karena itu maka IMF telah mendesak pemerintah RI agar segera mengganti atau mengubah
Peraturan Kepailitan yang berlaku, sebagai sarana agar utang-utang Indonesia dapat segera
diselesaikan kepada para krediturnya.

Pada tanggal 22 April 1998, Pemerintah RI menerapkan Peraturan Pemerintah Pengganti


Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang
Kepailitan. Kemudian, pada tanggal 9 September 1998, Perpu tentang Kepailitan itu telah
ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998. Setelah lima tahun berjalan masih
terdapat beberapa kelemahan dalam penyelesaian permasalahan kepailitan di Pengadilan
Niaga maka dikeluarkanlah Undang-Undang Kepailitan yang baru untuk mengantikan undang-
undang tahun 1998.

d. Tahun 2004 sampai sekarang


Pada 18 Oktober 2004, dikeluarkan Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004. Undang-
Undang ini menjadi dasar hukum bagi perkara-perkara kepailitan saat ini.

Sumber: Buku Materi Pokok HKUM4207 Hukum Dagang & Kepailitan

Anda mungkin juga menyukai