Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENGERTIAN DAN LANDASAN TEORI AQAD


MUROBAHAH DAN IJARAH
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah : Managemen Keuangan Syari’ah
Dosen Pengampu : Fuad Ashari, M.I

Disusun oleh :
Askar Widodo
Cahya Ratih Ismaya

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH KOTAGAJAH (STISDA)


KOTAGAJAH LAMPUNG TENGAH
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua limpahan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan mempersiapkan
makalah yang berjudul “PENGERTIAN DAN LANDASAN TEORI AQAD
MUROBAHAH DAN IJARAH” ini sementara dengan sangat sederhana.
Harapan saya semoga makalah yang telah disusun dapat membantu salah
satu rujukan dan juga bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman,
sehingga dibutuhkan saya dapat memperbaiki bentuk atau isi makalah ini menjadi
lebih baik lagi.
Saya mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang terkandung di
atas. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya berharap kepada para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi memperbaiki makalah ini.
Terima kasih.

Kotagajah,....November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Maksud Tujuan ............................................................................................ 1

C. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian Akad Murabahah ........................................................................ 3

1. Pengertian Bai’ Murabahah ...................................................................... 3

2. Landasan Syariah ..................................................................................... 3

3. Rukun dan Syarat Murabahah .................................................................. 6

B. Pengertian ‘Aqad Ijaroh ............................................................................... 9

1. Aqad Ijaroh ............................................................................................... 9

2. Landasan Hukum .................................................................................... 10

3. Aplikasi Dan Penerapan Ijaroh ............................................................... 12

C. Perbedaan Pembiayaan Syari’ah Dengan Pinjaman Konvensional .......... 13

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

iii
iv
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini lembaga keuangan berlabel syariah berkembang dalam skala
besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan
istilah-istilah berbahasa Arab. Banyak masyarakat yang masih bingung
dengan istilah-istilah tersebut dan masih ragu apakah benar semua produk
tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat Islam ataukah hanya
rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam
makalah ini penulis akan membahas salah satu produk tersebut dalam konsep
perbankan syariah. Salah satu dari produk tersebut adalah Murabahah.
Murabahah adalah salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak
dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam perbankan syariah yang memiliki prospek keuntungan yang
cukup menjanjikan.[1]Karena keuntungan yang menjanjikan itulah Sehingga
semua atau hampir semua lembaga keuangan syariah menjadikannya sebagai
produk financing dalam pengembangan modal mereka.[2]
Sewa (financial dan operational lease) atau ijarah dapat dipakai sebagai
bentuk pembiayaan, meskipun pada mulanya bukan merupakan bentuk
pembiayaan tetapi merupakan aktifitas usaha seperti jual-beli. Individu yang
membutuhkan pembiayaan untuk membeli asset dapat mendatangi pemilik
dana (dalam hal ini bank) untuk membiyayai pembelian asset produktif.
Pemilik dana kemudian membeli barang dimaksud dan kemudian
menyewakananya kepada yang membutuhkan asset tersebut. Bentuk
pembiyaan ini merupakan salah satu tekhnik pembiyayaan ketika kebutuhan
pembiyayaan investor untuk membeli asset terpenuhi, dan investor hanya
membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup
besar untuk membeli asset tersebut.

B. Maksud Tujuan
Adapun maksud dan tujuan didalam pembuatan makalah ini adalah untuk
mengenalkan konsep ijarah pada perbankan syariah beserta aplikasinya, dan
perbedaannya dengan leasing kepada para pembaca.

1
C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan landasan dari ‘Aqad Murabaha dan Ijarah ?

2. Bagaimana aplikasi dan penerapan ijarah?

3. Apa perbedaan Perbedaan Pembiayaan Syari’ah Dengan Pinjaman


Konvensional?

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Murabahah


1. Pengertian Bai’ Murabahah
Bai’ Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati1. Dalam bai’ al- murabahah,
penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan
suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.Misalnya, pedagang eceran
membeli computer dari grosir dengan harga Rp 10.000.000,00,
kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp 750.000,00. Pada
umumnya, si pedagang eceran tidak akan mesen dari grosir sebelum ada
pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama
pembiayaan, besar keuntungan yang akan diambil pedagang eceran,
serta besarnya angsuran kalau memang akan di bayar secara angsuran2.

2. Landasan Syariah
a. Landasan Al-Quran
 QS. Al Baqarah ayat 275
Artinya:
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...”3

b. Landasan Hadits
 Al Hadis:
Dari Suaib ar_Rumi ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tiga
hal yang di dalam terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh,
muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (Hr. Ibnu Majah)4

1
Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Rusyd, (berikut: Bidayatul Mujtihad wa Nihayatul Muqtashid Darul-
Qalam, 1998), vol. II, h. 216.
2
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001, h.101.
3 Al-Quran dan Terjemahannya
4 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2003, h. 58.

3
c. Fatwa DSN Tentang Murabahah
Pembiayaan murabahah telah diatur dalam Fatwa DSN No.
04/DSNMUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut disebutkan ketentuan
umum mengenai murabahah, yaitu sebagai berikut:5
1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas
riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah
Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Aturan yang dikenakan kepada nasabah dalam murabahah ini
dalam fatwa adalah sebagai berikut:
1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu
barang atau aset kepada bank.

5 http:www.mui.or.id, di akses pada 19 April 2017

4
2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang
telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya
riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada
nasabah.
7) Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari
uang muka, maka:
a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia
tinggal membayar sisa harga.
b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Jaminan dalam Murabahah:
a) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius
dengan pesanannya.
b) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang
dapat dipegang.
Hutang dalam murabahah:
1) Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika
nasabah menjuak kembali barang tersebut dengan keuntungan

5
atau kerugian, ia tetap kerkewajiban untuk
menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhirnya, ia tidak wajib melunasi seluruh angsurannya.
3) Jika penjual barang tersebut menyebabkan kerugian,
nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan
awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau
meminta kerugian itu dipertimbangkan.
Penundaan pembayaran dalam murabahah:
1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan
menunda penyelesaian hutangnya.
2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau
jika salah satu pihak tidak memunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badaan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Dalam pelaksanaan murabahah ini, bank diperbolehkan untuk meminta
jaminan agar nasabah serius dengan pesanannya. Utang nasabah terhadap
bank adalah kewajiban yang harus dilunasi. Dalam fatwa dijelaskan,
apabila nasabah menjual kembali barang tersebut kepada pihak ketiga,
dalam keadaan untung atau rugi, nasabah tetap harus mengembalikan atau
melunasi utangnya kepada bank sesuai dengan akad/kesepakatan di awal
perjanjian dengan jumlah dan waktu yang telah ditetapkan. Dan nasabah
tidak diperbolehkan untuk menunda - nunda melunasi kewajibannya.

3. Rukun dan Syarat Murabahah

a. Rukun
Rukun merupakan segala sesuatu yang harus ada dilakukan ada
didalam suatu perbuatan baik itu muamalah atau lainnya, dimana
perbuatan itu tidak bisa terwujud tanpa dipenuhinya segala sesuatu
tersebut.
Rukun jual beli menurut Madzab Hanafi adalah ijab dan kabul,
sedangkan menurut Jumhur ulaman ada empat rukun yaitu: orang yang

6
menjual, orang yang membeli, shighat, dan barang yang di akadkan.
Menurut Madzab Hanafi bahwa ijab adalah menetapkan perbuatan
tertentu yang menunjukkan keridhaan yang keluar pertama kali dari
pembicaraan salah satu dari dua orang yang mengadakan akad. Kabul
adalah apa yang diucapkan kedua kali dari pembicaraan salah satu
dari kedua belah pihak. Jadi yang dianggap adalah awal munculnya
dan yang kedua saja. Baik yang berasal dari pihak penjual maupun dari
pihak pembeli. Menurut ulama Jumhar, ijab adalah apa yang muncul
dari orang yang mempunyai hak dan memberikan hak
kepemilikannya meskipun munculnya belakangan;sedangkan kabul
adalah apa yang muncul dari orang yang akan memiliki barang yang
dibelinya meskipun munculnya di awal.6

b. Syarat Murabahah
Murabahah adalah salah satu bentuk afliaktif dari jual beli pada
umumnya. Sehingga murabahah adalah bisnis yang halal dengan
segala syarat yang menjadikan jual beli halal, dan menjadi haram
karena adanya unsur-unsur yang menjadikan jual beli haram. Dan para
ulama berdalil atas disyariatkan bentuk bisnis ini dengan hal-hal
berikut:7
1) Keumuman dalil yang menjelaskan dibolehkannya jual beli dalam
skala umum.
2) Ijma’ Kaum Muslimin. Karena jual beli ini telah dilakukan oleh
kaum Muslimin di berbagai negeri dan setiap masa.
3) Karena orang yang tidak memiliki keterampilan berjual beli dapat
bergantung kepada orang lain (untuk berbinis) dan hatinya tetap
merasa tentang. Ia bisa membeli barang dan menjual dengan
keuntungan yang logis sesuai keseoakatan.
Syarat jual beli adalah sesuai dengan rukun jual beli yaitu:

6
Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012, h.59.
7 Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan
Islam, Jakarta: Darul Haq, 2004, h.195.

7
a) Syarat orang yang berakal Orang yang melakukan jual beli harus
memenuhi:
1. Berakal. Oleh karena itu, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil
dan orang gila hukumnya tidak sah. Menurut Jumhur ulama
bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus telah baligh
dan berakal.
2. Yang melakukan akad jual beli adalah orang berbeda
b) Syarat yang berkaitan dengan ijab kabul Menurut para ulama fiqih,
syarat ijab dan kabul adalah:
1. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal
2. Kabul sesuai dengan ijab
3. Ijab dan kabul itu dilakukan dalam satu majelis
c) Syarat barang yang diperjual belikan Syarat barang yang diperjual
belikan, yaitu:
1) Barang itu ada atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual
menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu
2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia
3) Milik seseorang, barang yang sifatnya belum dimiliki
seseorang tidak boleh dijual belikan
4) Boleh diserahkan saat akad berlangsung dan pada waktu yang
disepakati bersama ketika transaksi berlangsung8
d) Syarat bai’ al-murabahah
1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3) Kontrak harus bebas dari riba.
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat
atas barang sesudah pembelian.
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan
dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara
utang.

8Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu,


2012, h.60.

8
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), atau (e) tidak dipenuhi,
pembeli memiliki pilihan:
1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuan atas barang
yang dijual,
3) Membatalkan kontrak9

B. Pengertian ‘Aqad Ijaroh


1. Aqad Ijaroh
Ijarah adalah penjualan manfaat yaitu pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyyah) barang itu sendiri.
Dalam praktek keuangan sendiri jenis ijarah yang paling sering
digunakan adalah Al-Ba’I wa al-ijarah muntahia bi al-tamlik yang
merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-ba’i dan akad al-ijarah
muntahia bi al-tamlik. Al-ba’i merupakan akad jual beli, sedangkan al-
ijarah muntahia bi al-tamlik merupakan kombinasi sewa menyewa (ijarah)
dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa, Ijarah muntahia bi al-tamlik
adalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau
menghibahkan objek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri
dengan kepemilikan objek sewa. Dalam ijarah muntahia bi al-tamlik,
pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara
berikut ini :
a) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan
tersebut pada akhir masa sewa.
b) Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Adapun bentuk alih kepemilikan ijarah muntahia bi al-tamlik antara
lain :
a) Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset
dihibahkan kepada penyewa.

9 Antonio, Bank…, h.102.

9
b) Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode
sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat
itu.
c) Harga ekuivalen dalam periode sewa, yaitu ketika membeli aset dalam
periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.

2. Landasan Hukum

1. Al-Qur’an
a. Al-Quran surat al-Zukhruf : 32
Artinya :
Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagaian
yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagaian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik
daripada apa yang mereka kumpulkan .
b. Al-Quran surat al-Baqarah : 233
Artinya :
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.
c. Al-Quran surat al-Qashash : 26
Artinya :
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Hai ayahku! Ambilah ia
sebagai orang yang bekerja pada (kita), karena sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya.

10
2. Hadist
Beberapa hadits yang mendasari hukum ijarah adalah :
a. Hadits riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, Nabi Muhammad
SAW bersabda yang memiliki arti : berikanlah upah pekerja
sebelum keringatnya kering.
b. Hadits riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad
SAW bersabda yang memiliki arti : Barang siapa yang
mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya .
c. Hadits riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, Nabi
Muhammad SAW bersabda yang memilki arti : Kami pernah
menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya, maka
Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan
memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau
perak.
Dan didalam hukum positif adalah :
1. Definisi mengenai prinsip ijarah diatur dalam Pasal 1 ayat 10 peraturan
Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005.
2. Dan ijarah menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
No.09/DSN/MUI/IV/2000, mengatur tentang akad ijarah pemindahan
hak guna (manfaat).
Didalam ijarah terdapat beberapa rukun yang harus dijalani pada saat
transaksi terjadi yaitu :
a) Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang menyewa
asset dan mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang
menyewakan aset.
b) Objek akad yaitu Ma’jur (asset yang disewakan) dan ujrah (harga
sewa).
c) Sighat yaitu ijab dan qabul.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya:
1. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh asset yang disewakan
tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh ke dua belah
pihak.

11
2. Kepemilikan asset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung
jawab atas pemeliharaannya sehingga asset tersebut terus dapat
memberi manfaat kepada penyewa.
3. Akad ijarah dihentikan pada saat asset yang bersangkutan berhenti
memberikan manfaat kepada penyewa. Jika asset tersebut rusak dalam
periode kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku.
4. Asset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang
ditetapkan sebelumnya pada saat kontrak berakhir. Apabila asset akan
dijual, harganya akan ditentukan pada saat kontrak berakhir.

3. Aplikasi Dan Penerapan Ijaroh


Bank Syari’ah dan Lembaga Keuangan Syari’ah lainnya dalam
melayani produk pembiayaan, mayoritas masih terfokus pada produk-
produk murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan ijarah memiliki
kesamaan dengan pembiayaan murabahah karena termasuk dalam katagori
natural certainty contracts dan pada dasarnya adalah kontrak jual beli.
Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek transaksi yang
diperjual belikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek
transaksi adalah barang, seperti tanah, rumah, mobil dan sebagainya,
sedangkan dalam pembiayan ijarah, objek transaksinya adalah jasa, baik
manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja, sehingga dengan
skim ijarah, bank syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya dapat
melayani nasabah yang membutuhkan jasa.
Bentuk pembiayaan ijarah merupakan salah satu teknik pembiayaan
ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli asset terpenuhi dan
investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan
modal yang cukup besar untuk membeli aset tersebut. Secara umum
timbulnya ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan akan barang atau
manfaat barang oleh nasabah yang tidak memiliki kemampuan keuangan.
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna),
bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip
ijarah sama saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada

12
objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang,
sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah barang dan jasa.
Ijarah juga merupakan suatu transaksi yang sifatnya saling tolong
menolong yang mempunyai landasan kuat dalam al-Qur’an dan Hadits.
Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khlaifah Umar bin Khathab
yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner
dari Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslim di
wilayah yang ditaklukkan. Dan sebagai langkah alternatif adalah
membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj dan jizyah.

C. Perbedaan Pembiayaan Syari’ah Dengan Pinjaman Konvensional


Meski sudah cukup lama hadir di tengah masyarakat, namun masih banyak
orang yang hingga saat ini belum memahami perbedaan pinjaman dana tunai
syariah dan pinjaman bank konvensional.
Empat perbedaan Mendasar Pinjaman Dana Tunai Syariah dan Kredit
Konvensional
1. Bunga
Di dalam pinjaman konvensional, pinjaman atau kredit diberikan atas
akad pinjaman dan dengan begitu debitur atau peminjam diwajibkan untuk
mengembalikannya bersama dengan bunga.
Akan tetapi, di dalam prinsip syariah, bunga sama sekali tidak
diperbolehkan karena dianggap sebagai riba. Oleh sebab itu, di dalam
pinjaman dana tunai syariah tidak mengenal prinsip akad bunga, namun
memakai akad murabahah atau jual beli, ijarah wa iqtina atau sewa dengan
perubahan kepemilikan serta musyarakah mutanaqishah atau capital
sharing.
Di dalam akad murabahah, pihak bank bertindak sebagai pembeli
benda yang diinginkan oleh debitur atau nasabah. Kemudian, bank akan
menjual benda tersebut kepada pihak nasabah dengan margin harga
tertentu. Contoh: seorang nasabah ingin membeli sebuah mobil berhaga
Rp 150 juta.
Oleh bank, mobil tersebut akan dibeli yang kemudian akan
menjualnya kembali kepada nasabah yang menginginkannya dengan harga

13
Rp 155 juta. Jumlah tersebut akan diangsur oleh nasabah dalam jangka
waktu tertentu. Perbedaan harga atau keuntungan yang ada merupakan
keuntungan milik bank.
Di dalam ijarah wa iqtina, pihak bank akan membelikan barang yang
diinginkan oleh nasabah. Di sini, nasabah hanya harus menyewa benda
tersebut selama jangka waktu tertentu. Akan tetapi, setelah barang tersebut
digunakan selama jangka waktu tertentu, nasabah bisa memutuskan untuk
membelinya.
Di dalam prinsip mutanaqishah, baik bank maupun nasabah menaruh
modal di dalam suatu hal, misalnya saja bank memberikan pembiayaan
sebesar 60% dari pembelian mobil dan pihak nasabah dikenakan 40%. Di
kemudian hari, nasabah dapat membeli porsi kepemilikan bank yang
menjadikan mobil tersebut sebagai miliknya pribadi sepenuhnya.
2. Berbagi Resiko
Di dalam system pembiayaan konvensional, pihak nasabah
sepenuhnya menanggung resiko apabila tidak dapat mengembalikan
pinjaman. Di dalam prinsip syariah, pihak bank sebagai kreditur juga ikut
menanggung sebagian resiko tersebut.
Contoh: seorang nasabah meminjam Rp 100 juta dengan kredit
konvensional untuk modal usaha. Di sini, nasabah sebagai kreditur
diwajibkan untuk membayar kembali pokok pinjaman dengan bunga yang
ditentukan meskipun usaha tersebut hanya menghasilkan Rp 75 juta.
Dengan pinjaman dana tunai syariah, jika nasabah meminjam Rp 100
juta untuk modal usaha, maka bank akan turut menanggung sebagian
kerugian apabila ternyata usaha tersebut hanya menghasilkan Rp 75 juta.
3. Halal
Di dalam pembiayaan syariah, dana haruslah disalurkan untuk
kepentingan yang halal. Oleh sebab itu, nasabah wajib menyertakan tujuan
penggunaan dana dan pemakaiannya pun juga tidak boleh melenceng dari
hal tersebut.

14
4. Ketersediaan Pinjaman
Dalam hal dokumen, baik pinjaman dana tunai syariah maupun kredit
konvensional tidaklah jauh berbeda. Satu hal yang menjadi perbedaan
adalah bahwa pinjaman syariah menawarkan produk yang dapat digunakan
untuk kepentingan tertentu yang tidak terdapat di dalam pinjaman
konvensional, misalnya untuk pendidikan, pembiayaan haji dan umroh dan
lain sebagainya.

15
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Bai’ Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati10. Dalam bai’ al- murabahah, penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.Misalnya, pedagang eceran membeli
computer dari grosir dengan harga Rp 10.000.000,00, kemudian ia
menambahkan keuntungan sebesar Rp 750.000,00.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Ijarah adalah akad yang
mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan,
sehingga banyak yang menyamakan ijarah dengan leasing. Namun terdapat
beberapa karakteristik yang membedakan antara ijarah dengan leasing, antara
lain adalah objek, metode pembayaran dan pemindahan kepemilikan (transfer
of title), dan juga ijarah yang memiliki cangkupan yang lebih luas, yang tidak
hanya memiliki arti sewa-menyewa barang, namun dapat berarti upah atau
sewa jasa, sedangkan leasing memiliki pengertian yang lebih mengkhusus
yaitu pengertian sewa-menyewa barang saja.

10
Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Rusyd, (berikut: Bidayatul Mujtihad wa Nihayatul Muqtashid Darul-
Qalam, 1998), vol. II, h. 216.

16
DAFTAR PUSTAKA
http://arif-zulbahri.blogspot.com/2016/12/makalah-murabahah.html
https://www.academia.edu/6126370/Pengertian_Ijarah_dan_Aplikasinya_dalam_Trans
aksi_Ekonomi

17

Anda mungkin juga menyukai