Makalah Ikterus
Makalah Ikterus
Pendahuluan
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi
dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi
bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi
karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih
yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala
sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per
1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu
tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada
tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens
ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis
dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%.
Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang
bulan 22,8.
Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita
ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada
kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan
pengobatan, hal ini disebut ikterus fisiologis. Namun sebagian lagi memerlukan pengobatan
Laporan Kasus
Seorang bayi usia 5 hari dibawa berobat ke poli anak dengan keluhan utama kulit
berwarna kuning. Bayi lahir spontan dengan berat lahir 2100 g dan nilai apgar 5/7 tidak langsung
menangis dan ketuban pecah 48 jam berwarna hijau. Gejala kuning terlihat sejak usia 2 hari,
Pemeriksaan fisik :
Bayi sadar, tidak sesak, dan ikterus pada sclera dan seluruh tubuh. Jantung dan patu dalam batas
Pembahasan Kasus
1. Status Pasien
a. Nama :-
b. Usia : 5 hari
c. Jenis kelamin : -
d. Alamat :-
e. Agama :-
a. Keluhan utama :
b. Hipotesis :
i. Ikterik fisiologis
3. Anamnesis
i. Pre natal
disebabkan virus?
ke klinik ?
c. Riwayat keluarga
i. Apakah ada anggota keluarga lain yang memiliki riwayat jaundice atau
anemia?
4. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Status gizi :-
Status lokalis
Interpretasi
a) Keadaan umum bayi baik. Ini berguna untuk menyingkirkan beberapa hipotesis berkaitan
dengan gejala yang tampak pada fisik bayi, antara jantung dan paru dalam batas normal
dan tidak sesak dapat menyingkirkan hipotesis defisiensi G6PD, serta abdomen tidak
b) Kulit tampak kuning sejak bayi berusia 2 hari dan sudah berlangsung selama 3 hari.
Keadaan ini umumnya terjadi pada ikterus fisiologis di mana kuning mulai timbul pada
usia 2 atau 3 hari setelah kelahiran dan berlangsung selama 8 hari (pada bayi matur) atau
c) Keadaan umum baik serta riwayat kuning yang timbul saat usia 2 hari mengarahkan
Laboratorium darah
Lab darah yang diajukan adalah pemeriksaan darah rutin dan kadar bilirubin
darah. Pemeriksaan darah rutin berguna untuk mencari etiologi yang menyebabkan
ikterus seperti apakah ada infeksi atau anemia yang terjadi karena lisis berlebihan, serta
dapat mengetahui golongan darah dan Rh pasien untuk mengecek apakah terdapat Rh
incompatibility. Kadar bilirubin darah dapat menentukan apakah ikterus fisiologis atau
patologis.
Pemeriksaan ikterus
Pemeriksaan antara lain dengan ikterometer dari metode kremeter yang dapat
mengetahui kadar bilirubin . Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menekan jari
telunjuk di tempat/bagian yang memiliki tulang yang menonjol seperti tulang hidung,
Berdasarkan dari anamnesis yang didapat yaitu keluhan tubuh bayi yang berwarna
kuning pada hari ke 2 dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan dalam batas normal
kecuali ditemukan sclera dan tubuh bayi yang berwarna kuning, maka diagnosis untuk
kasus ini yaitu Ikterus Fisiologis. Ikterus fisiologis mempunyai ciri-ciri, antara lain bayi
7. Patofisiologi
retikuloendotelial. Bilirubin indirek masuk ke dalam darah dan diikat oleh albumin
kemudian dibawa ke hati. Bilirubin indirek mempunyai daya larut yang tinggi terhadap
Dalam kasus ini, bayi BBLR dengan keadaan tubuh yang kuning (jaundice)
kemungkinan karena hati yang belum matang sehingga belum kompeten untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi direk. Keadaan tersebut menyebabkan kadar bilirubin indirek
dalam darah meningkat dan menyebabkan badan bayi tersebut berwarna kuning.(2)
8. Tatalaksana
cukup
a. Tujuan
b. Teknik terapi:
2. Fenobarbital diberikan sampai kadar bilirubin darah kurang atau sama dengan 7,5
mg%
Terapi sinar
a. Tujuan
Memecah bilirubin menjadi senyawaan dipirol yang nontoksik dan dikeluarkan melalui
1. Lampu Floresensi 10 buah yang tiap-tiap lampunya 20 watt dengan gelombang sinar
425-475 mm, misalnya cool white, daylight, vita kite, blue, special blue.
2. Jarak sumber cahaya ke bayi kurang lebih 45cm, diantaranya diberi kaca pleksi
d. Teknik Terapi
1. Bayi dalam keadaan tidak berpakaian (telanjang) kedua matanya dan gonad ditutup
3. Suhu tubuh bayi dipertahankan sekitar 36,5 derajat celcius hingga 37 derajat celcius
8. Lama terapi 100 jam atau bila kadar bilirubin darah telah mencapai kurang dari atau
a. Tujuan
b. Indikasi
1. Kadar bilirubin indirek darah lebih dari atau sama dengan 20 mg%
2. 2 semprit 5/10ml, satu diisi Ca-glukonat 10%, yang lain larutan heparin encer (2ml @
d. Teknik Terapi
1. Lambung bayi harus kosong (3-4 jam sebelumnya jangan diberi minum) bila
mungkin 4 jam sebelumnya diberi infuse albumin 1 gram/kgbb atau plasma manusia
20 ml/kgbb
kering, potong rata dengan dinding perut. Untuk mencegah bahaya perdarahan buat
5. Kateter polietilen diisi dengan larutan heparin, lalu salah satu ujungnya dihubungkan
dengan semprit tiga cabang, ujung lain dimasukkan ke dalam vena umbilikalis
sedalam 4-5 cm
6. Periksa tekanan vena umbilikalis dengan mencabut ujung luar dan mengangkat
kateter. Biasanya darah dalam kateter akan naik kurang lebih 6cm
7. Dengan mengubah-ubah keran pada semprit tiga cabang, lakukan penukaran. Mula-
mula keluarkan 20ml, lalu masukkan 20ml dengan perlahan-lahan, demikian diulang-
ulang sampai total keluar 190ml/kgbb dan masuk 170 ml/kgbb, selama proses semprit
8. Setelah kira-kira masuk 150 ml, masukkan Ca-glukoronat 10% sebanyak 1,5 ml.
perhatikan denyut jantung bayi, bila kurang dari 100x/menit waspada terhadap henti
jantung
9. Bila vena umbilikalis tidak dapat dipakai, gunakan vena saphena magna. Kira-kira 1
e. Pasca Tindakan
1. Vena umbilikalis dikompres, kateter dapat ditinggalkan lalu tutup dengan steril
Ad vitam: bonam
Ad fungsionam: bonam
Ad sanationam: bonam
10. Komplikasi
2. Dehidrasi
3. Hipotermia
4. Bronze Baby
1. Emboli udara
2. Transient Vasospasme
3. Transient Bradikardi
4. Trombositopenia
5. Koagulasi Intravaskular
6. Hipoglikemi
7. Hiperkalsemi
8. Hipernatremi
9. Hipokalemi
11. Sepsis
a. Cytomegalovirus
b. Infeksi HIV
c. Hepatitis
Pada pasien ini dapat juga terjadi komplikasi sindrom klinis ensefalopati bilirubin
(kernikterus)
BAB IV
Tinjauan Pustaka
Katabolisme Heme
Dalam keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit manusia sekitar 120 hari, eritrosit
8
mengalami lisis 1-2×10 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana
diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan
dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel
oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzym dari keluarga
besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena
membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan
3+
oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe
yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan
metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin
reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara
cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna
Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Pada reptil, amfibi
dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada
mamalia. Keuntungannya adalah ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat
efektif, sedangkan biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10
kali dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut dalam air.
Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam membran, bersaing
dengan vitamin E.
bilirubin dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan
hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin
dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini
akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih
kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini
Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid
hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai
kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran
Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut. Hepatosit
akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam
kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan
sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum
endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat
sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai
senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap
kedua.
Ekskresi bilirubin larut kedalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan mekanisme
transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan fisiologis, seluruh bilirubin
Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym
bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus
Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa keginjal
kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine. Sebagian besar
urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang
1. Definisi
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi
dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada lingkungan normal,
kadar bilirubin dalam serum talipusat yang reaksi indirek adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan
keccepatan kurang dari 5 mg/dL /24 jam; dengan demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2
sampai ke-3, biasanya berpuncak antara hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan
menurun sampai dibawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang dosertai dengan
perubahan-perubahan ini disebut “fisiologis” dan diduga akibat kenaikkan produksi bilirubin
pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan keterbatasan sementara konjugasi
Secara keseluruhan 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek lebih
besar dari 12.9 mg/dL dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari 15 mg/dL .
Faktor risiko untuk mengalami hiperbilirubinemia indirek meliputi diabetes pada ibu, ras
tinja lambat dan ada saudara yang mengalami ikterus fisiologis. Bayi-bayi tanpa variabel ini
jarang mempunyai kadar bilirubin indirek diatas 12 mg/dL , sedangkan bayi yang mempunyai
banyak risiko lebih mungkin mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi. Kadar bilirubin
indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai menjadi kadar orang dewasa (1 mg/dL ) pada
umur 10-14 hari. Hiperbilirubinemia indirek persisten sesudah 2 minggu memberi kesan
ASI,hipotiroidisme atau obstruksi usus. Ikterus yang disertai dengan stenosis pilorus mungkin
karena kehabisan kalori, defisiensi UDP-glukoronil transferasi hati, atau kenaikkan sirkulasi
Pada bayi prematur kenaikkan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat
daripada kenaikkan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya lebih lama, yang
biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke-4 dan ke-7;
gambarannya bergantung pada waktu yang diperlukan bayi preterm untuk mencapai mekanisme
matur dalam metabolisme dan ekskresi bilirubin. Biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak
dicapai sebelum hari ke-5 sampai ke-7, dan ikterus jarang diamatai sesudah hari ke-10. (5)
a. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
- Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan lebih
pendek.
- Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
b. Faktor Risiko
- ASI
Faktor Perinatal
Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetic
- Polisitemia
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia (6)
3. Diagnosis
Diagnosis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan atau preterm dapat ditegakkan hanya
dengan mengesampingkan sebab-sebab ikterus yang diketahui berdasarkan riwayat dan tanda-
tanda klinis serta laboratorium. Pada umumnya, penelitian untuk menemukan penyebab ikterus
dibuat jika:
(2). Bilirubin serum naik dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dL / 24 jam
(3). Bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dL pada bayi cukup bulan (terutama bila tidak ada
faktor risiko) atau 10-14 mg/dL /24 jam pada bayi preterm
(5). Bilirubin yang bereaksi direk lebih besar dari 1 mg/dL pada setiap saat.
Diantara faktor-faktor yang memberi kesan penyebab ikterus non fisiologis adalah adanya
Tanpa memandang etiologi, tujuan terapi adalah mencegah kadar bilirubin indirek dalam
darah mencapai kadar yang memungkinkan terjadinya neurotoksisitas ;dianjurkan agar fototerapi
dan jika tidak berhasil, transfusi tukar dilakukan untuk mempertahankan kadar maksimum
Fototerapi
berintensitas-tinggi pada spektrum yang dapat dilihat. Biliubin menyerap cahaya secara
maksimal pada kisaran biru (420 sampai 470 nm). Meskipun demikian, cahaya putih
berspektrum luas dan biru, biru (super) berspektrum sempit, dan hijau efektif menurunkan kadar
bilirubin. Walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang yang tepat untuk fotoaktivasi
bilirubin bebas,cahaya hijau dapat memepengaruhi fotoreaksi bilirubin yang terikat albumin.
Bilirubin dalam kulit menyerap energi cahaya, yang dengan fotoisomerisasi mengubah bilirubin-
4Z,-15Z tak terkonjugasi alamiah yang bersifat toksik menjadi isomer konfigurasi terkonjugasi
yaitu bilirubin-4Z,-15E yang terakhir ini adalah produk reaksi reversible dan di ekskresi kedalam
empedu tanpa perlu konjugasi. Fototerapi juga mengubah bilirubin alamiah, melalui suatu rekasi
yang irreversible, pada isomer lumirubin struktural, yang di ekskresi oleh ginjal pada keadaan
tak terkonjugasi.
transfusi tukar pada bayi-bayi BBLR yang tanpa penyakit hemolitik dan pada bayi BBLR dengan
hemolisis, juga transfusi tukar ulangan pada bayi-bayi yang menderita penyakit hemolitik.
namun bila ada indikasi untuk transfusi tukar, fototerapi tidak boleh digunakan sebagai
pengganti.
ditegakkan. Penyebab dasar ikterus harus diobati bersama-sama. Fototerapi profilaksis pada bayi
Bayi normal yang mendapat foto terapi selama 1-3 hari mempunyai kadar puncak
bilirubin serum sekitar setengah dari bayi yang tidak diobati. Bayi premetur yang tanpa hemolisis
berarti biasanya bilirubin serumnya turun 1-3 mg/dL sesudah 12-24 jam menjalani fototrapi
konvensional dan kadar puncak yang dicapai dapat diturunkan 3-6 mg/dL. Pengaruh terapeutik
bergantung pada energi cahaya yang dipancarkan pada kisaran panjang gelombang yang
efektif,jarak anatara cahaya dan bayi dan jumlah kulit yang terpajan seperti juga kecepatan
hemolisis dan metabolisme in vivo serta ekskresi bilirubin. Tidak diketahui apakah fototerapi
mencegah kernikterus atau meringankan batuk-batuk jejas otak akibat toksisitas biliru-bin. Unit
fototerapi yang tersedia di pasaran sangat bervariasi dalam curah spektrum dan intensitas radiasi
yang dipancarkan; sehingga dosisnya hanya dapat diukur secara tepat pada permukaan kulit.
Transfusi Tukar
Munculnya tanda-tanda klinis yang memberi kesan kernikterus merupakan indikasi untuk
melakukan tranfusi tukar pada kadar bilirubin serum berapapun. Bayi cukup bulan yang sehat
dengan ikterus fisiologis,atau akibat ASI,dapat mentoleransi kadar bilirubin sekitar lebih tinggi
dari 25 mg/dL tanpa tampak sakit,sedangkan bayi prematur yang sakit dapat mengalami ikterus
pada keadaan kadar bilirubin yang sangat rendah. Kadar yang mendekati perkiraan kritis pada
setiap bayi dapat merupakan indikasi untuk transfusi tukar semasa usia 1 atau 2 hari ketika
kenaikkan yang lebih lanjut diantisipasi,tetapi bukan pada hari ke-4 pada bayi cukup bulan atau
pada hari ke-7. Pada Bayi prematur,ketika penurunan yang terjadi segera bisa diantisipasi saat
Fenobarbital
membatasi perkembangan ikterus fisiologis pada bayi baru lahir bila diberikan pada ibu dengan
dosis 90 mg/dL/24 jam sebelum persalinan atau bayi saat lahir dengan dosis 10 mg/kg/24 jam.
Meskipun demikian, fenobarbital tidak secara rutin dianjurkan untuk mengobati ikterus pada
bayi neonatus, (1) karena pengaruhnya pada metabolisme bilirubin biasanya tidak terlihat
sebelum mencapai beberapa hari pemberian, (2) karena efektifitas obat ini lebih kecil daripada
fototerapi dalam menurunkan kadar bilirubin, dan (3) karena dapat mempunyai pengaruh sedatif
5. KOMPLIKASI
eritematosa,kepanasan dan dehidrasi (peningkatan kehilangan air yang tidak terasa {insensible
water loss},diare), menggigil karena pemajanan dan sindrom bayi perunggu. Fototerapi
merupakan kontraindikasi bila ada porfiria. Jejas mata atau oklusi hidung karena pembalut tidak
lazim terjadi.
Komplikasi lainnya pada transfusi tukar adalah timbulnya emboli udara, trombositopenia,
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus kelompok kami
menyimpulkan bahwa bayi ini mengalami ikterus fisiologis. Namun, pada pasien ini perlu
pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kadar bilirubin guna memberikan tatalaksana yang
2. Alatas H, Hassan R. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI; 1991.
P.520.
16th 2011.
5. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak. 16th ed. Jakarta : EGC; 2006.
6. Tjipta G D. Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?. Available at :
usupress.usu.ac.id/.../Ragam%20Pediatrik%20Praktis_Final_BAB%20.pdf. Accessed