Anda di halaman 1dari 35

BAB II

KAJIAN LITERATUR

2.1. Konsep Dan Teori Yang Relevan Dengan Masalah kesejahteraan Sosial

Anak dengan Kedisabilitasan

2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Sosial

Menurut Undang – Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu

mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun

2012 pasal 1 ayat 2 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial, kesejahteraan

sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga

negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya.

Menurut Walter A. Friedland (1980) dalam Adi Fahrudin (2014:9), kesejahteraan

sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan – pelayanan sosial dan

institusi – institusi yang dirancang untuk membantu individu – individu dan

kelompok – kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai

dan relasi – relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat

mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan

kebutuhan – kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

29
30

Menurut Suharto (2006:3), kesejahteraan sosial adalah suatu proses atau usaha

terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga – lembaga sosial, masyarakat

maupun badan – badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui

pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial.

Menurut Huraerah (2003:153), kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan atau

sekumpulan kegiatan yang ditujukan untuk membantu orang – orang bermasalah

Menurut Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dalam Adi Fahrudin (2014:9),

kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan

membantu penyesuian timbal balik antara individu – individu dengan lingkungan

sosial mereka.

Beberapa definisi tentang kesejahteraan sosial disatas, dapat disimpulkan bahwa

kesejahteraan sosial adalah suatu tindakan yang mengarah kepada kondisi sosial

masyarakat yang menjamin kehidupan masyarakat dalam lingkungan untuk hidup

dengan rasa nyaman, aman, dan tentram untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dalam buku Adi Fahrudin (2014:10), menjelaskan bahwa Kesejahteraan Sosial

mempunyai tujuan, yaitu:

1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar

kehidupan pokok seperti sandang, peruahan, pangan, kesehatan, dan relasi –

relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.


31

2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di

lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber – sumber meningkatkan

dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.

Menurut Friedlander & Apte dalam Adi Fahrudin (2014:12), kesejahteran sosial

memiliki fungsi–fungsi yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi

tekanan–tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan–perubahan sosio–

ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi – konsekuensi sosial yang negatif

akibat pembangunan serta menciptakan kondisi – kondisi yang mampu mendorong

peningkattan kesejahteraan masyarakat.

Fungsi – fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain :

1. Fungsi Pencegahan (Preventive)

Kesejahteraan sosial ditunjukkan untuk memperkuat individu, keluarga, dan

masyarakat agar terhindar dari masalah – masalah sosial yang baru.

2. Fungsi Penyembuhan (Curative)

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi – kondisi

ketidakmampuan baik secara fisik, emosional, dan sosial agar orang yang

mengalami masalah tersebut dapat berfungsi secara wajar didalam masyarakat.

Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi)

3. Fungsi Pengembangan (Development)

Kesehatan sosial berfungsi untuk memberikan sambungan langsung ataupun

tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan

sumber – sumber sosial dalam masyarakat


32

4. Fungsi Penunjang (Supportive)

Fungsi ini mencakup kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau

bidang pelayananan kesejahteraan sosial yang lainnya

2.1.2. Tinjauan tentang Masalah Kesejahteraan Sosial

2.1.2.1.Definisi Masalah Sosial

Menurut Soerjono Soekanto (2013), masalah sosial merupakan suatu

ketidaksesuaian antara unsur – unsur kebudayaan atau masyarakat, yang

membahayakan kehidupan kelompok sosial.

Menurut Horton dan Leslie dalam Edi Suharto (2009), Masalah sosial merupakan

suatu kondisi yang dirasakan banyak orang yang tidak menyenangkan serta

menuntut pemecahan aksi sosial secara kolektif.

Selain itu, Edi Suharto (2009) menyebutkan karateristik dari masalah sosial antara

lain:

1. Kondisi yang dirasakan banyak orang; suatu masalah dapat dikatakan sebagai

masalah sosial apabila kondisinya dirasakan oleh banyak orang namun tidak

ada batasan mengenai berapa jumlah orang yang meresakan masalah tersebut.

2. Kondisi sosial yang dinilai tidak menyenangkan; penilaian masyarakat sangat

penting dalam menentukan suatu kondisi sebagai masalah sosial, sementara

ukuran baik buruk sangat tergantung pada nilai atau norma yang dianut

masyarakat.
33

3. Kondisi yang menuntut pemecahan. Bagaimana pun beratnya suatu masalah

sosial pasti membutuhkan pemecahan secara kolektif sesuai dengan kebutuhan

permasalahan.

Menurut Allen Pincus dan Minahan dalam Adi Fahrudin (2014), menyatakan

bahwa A problem as a social situation or social condition which has been evaluated

by someone as undersirable. Bila diartikan masalah sebagai situasi sosial atau

kondisi sosial yang telah dievaluasi oleh seseorang sebagai hal yang tidak

diinginkan. Sedangkan menurut Richard Faller dalam Adi Fahrudin (2014),

masalah sosial adalah suatu kondisi yang oleh sejumlah orang dinilai sebagai hal

yang tidak menyenangkan dan oleh karenanya harus dilakukan sesuatu terhadap

situasi ini.

Dari definisi diatas dapat menunjukan bahwa tidak semua situasi merupakan

masalah. Hanya situasi – situasi yang sudah di evaluasi, diteliti, dan

dipertimbangkan dan harus segera diambil tindakan untuk mengatasinya.

2.1.3. Tinjauan tentang Pekerjaan Sosial

3.1.3.1 Definisi Pekerjaan Sosial

Profesi Pekerjaan Sosial merupakan salah satu profesi yang semakin dirasakan

peranannya oleh berbagai pihak khususnya dalam penanganan permasalahan

kesejahteraan sosial.
34

Menurut Charles Zastrow dalam Dwi Heru Sukoco (1991), pekerjaan sosial

merupakan kegiatan profesional untuk membantu individu – individu, kelompok –

kelompok, dan masyarakat untuk meningkatkan atau memperbaiki kemampuan

mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang

memungkinkan mereka mencapai tujuan..

Menurut Walter A. Friedlander dalam Dwi Heru Sukoco (1995:6) menjelaskan

bahwa pekerjaan sosial adalah suatu pelayanan profesional yang dilaksanakan pada

ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk

membantu, baik secara perseorangan maupun kelompok untuk mencapai kepuasan

dan ketidaktergantungan pribadi dan sosial

Sedangkan menurut Max Siporin dalam Dwi Heru Sukoco (1995:4), Pekerjaan

sosial didefinisikan sebagai metode yang bersifat sosial dan institusional untuk

membantu seseorang mencegah dan memecahkan masalah – masalah sosial yang

mereka hadapi, untuk memulihkan dan meningkatkan kemampuan menjalankan

fungsi sosial mereka. Pekerjaan sosial yang dapat dikatakan sebagai institusi sosial,

profesi pelayanan manusia serta seni praktek yang ilmiah dan teknik.

Manurut Siporin dalam Adi Fahrudin (2014), pekerjaan sosial didefinisikan sebagai

metode kelembagaan sosial untuk membantu seseorang untuk mencegah dan

memecahan masalah – masalah sosial mereka, untuk memulihkan dan

meningkatkan keberfungsian sosial mereka.


35

Menurut Adi Fahrudin (2014), pekerjaan sosial sebagai profesi mempunyai unsur

utama, yang pada umumnya, tiga unsur diantaranya dikatakan sebagai pengetahuan,

sikap, dan keterampilan. Sedangkan menurut Edi Suharto (2011), pekerjaan sosial

sebagai cerminan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki rasa kasih

sayang, empati, dan semangat saling menolong diantara sesamanya.

Berdasarkan definisi pekerjaan sosial diatas, dapat disimpulkan bahwa fokus utama

pekerjaan sosial adalah menciptakan dan meningkatkan keberfungsian sosial

(social functioning) melalui protes pertolongan pekerjaan sosial yang bertujuan dan

bermakna dalam meningkatkan kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah

yang dialaminya.

3.1.3.2 Tujuan Pekerjaan Sosial

Menurut Allen Pincus dan Anne Minahan di dalam Dwi Heru Sukoco (1995:20)

mengemukakan pendapatnya tentang tujuan pekerjaan sosial , sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan orang untuk menghadapi tugas – tugas kehidupan

dan kemampuan untuk memecahkan masalah – masalah yang dihadapinya.

2. Mengkaitkan orang dengan sistem yang dapat menyediakan sumber – sumber,

pelayanan – pelayanan, kesempatan – kesempatan yang dibutuhkan.

3. Meningkatkan kemampuan pelaksanaan sistem tersebut secara efektif dan

berperikemanusiaan.

4. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan dan perkembangan

kebijakan serta perundang – undangan sosial.


36

Sedangkan tujuan dari praktek Pekerjaan Sosial menurut National Association Of

Social Workers dalam Adi Fahrudin (2014) antara lain :

1. Meningkatkan kemampuan – kemampuan orang untuk memecahkan masalah,

mengatasi (copyng), perkembangan.

2. Menghubungan orang dengan sistem – sistem yang memberikan kepada

sumber – sumber, pelayanan – pelayanan dan esempatan – kesempatan

3. Memperbaiki keefektifan dan bekerjanya secara manusiawi dari sistem –

sistem yang menyediakan orang dengan sumber – sumber dan pelayanan –

pelayanan.

4. Mengembangkan dan memperbaiki kebijakan sosial.

Selain tujuan pekerjaan sosial menurut NASW, menurut Zastrow dalam Adi

Fahrudin (2014) terdapat empat tujuan dari pekerjaan sosial. Tujuan tersebut antara

lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi kemiskinan,

penindasan, dan bentuk – bentuk ketidakadilan sosial lainnya.

2. Mengusahakan kebijakan, pelayanan, dan sumber – sumber melalui advokasi

dan tindakan – tindakan sosial dan politik yang meningkatan keadilan sosial

dan ekonomi.

3. Mengembangkan dan menggunakan penelitian, pengetahuan dan keterampilan

dan kemajuan praktik pekerjaan sosial.

4. Mengembangkan dan menerapkan praktik dalam konteks budaya yang

bermacam – macam.
37

2.1.4. Tinjauan Tentang Kedisablitasan

2.1.4.1 Pengertian Kedisabilitasan

Definisi kedisabilitasan menurut Mangunsong (1998) mendefinisikan kecacatan

merupakan suatu keadaan adanya disfungsi atau berkurangnya suatu keadaan

adanya disfungsi atau berkurangnya suatu fungsi yang secara objektif dapat diukur

atau dilihat karena adanya kehilangan kelainan dari tubuh atau organ seseorang.

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016, penyandang

disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual,

mental, ganda, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi

dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi

secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indoesia Nomor 08 Tahun 2012,

penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental,

intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan

dengan berbagai hambatan hambatan hal ini dapat mengalami partisipasi penuh dan

efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.

Selanjutnya kriteria penyandang disabilitas menurut Permensos No 08 Tahun 2012

Tentang Pedoman Pendataan Dan Pendataan Dan Pengelolaan Data Pemnyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial Dan Potensi Dan Sumber Kesejahteraan Sosial

adalah sebagai berikut:

1. Mengalami hambatan untuk melakukan suatu aktivitas sehari – hari


38

2. Mengalami hambatan dalam bekerja sehari – hari

3. Tidak mampu memecahkan masalah secara memadai

4. Penyandang disabilitas fisik, netra, rungu wicara.

5. Penyandang disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik

6. Penyandang disabilitas ganda : gabungan antara disabilitas fisik dan mental

dari kriteria penyandang disabilitas diatas dapat dilihat bahwa penyandang

disabilitas memiliki keterhambatan dalam melakukan aktivitas sehari – hari bahkan

memiliki hambatan dalam bekerja selain itu jenis – jenis yang di jelaskan

2.1.4.2 Faktor Penyebab kedisabilitasan

Kedisabilitasan yang dialami oleh individu dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

baik faktor internal yang berada dari dalam diri individu maupun faktor eksternal

yang berasal dari dalam diri individu maupun faktor eksternal yang berasal dari luar

diri individual

1. Kecacatan genetik (bawaan) adalah suatu kelainan atau kecacatan yang dibawa

sejak lahir baik fisik maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat

kejadian sebelum kehamilan, selama kehamilan, dan saat melahirkan atau masa

prenatal. Cacat ini disebabkan oleh kelainan genetik dan pengaruh lingkungan

baik sebelum ovulasi (pembuahan) maupun setelah terjadi pembuatan.

2. Kecacatan akibat kecelakaan merupakan kecacatan yang terjadi pada individu

akibat kecelakaan yang dapat berupa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja,

bencana alam seperti kebakaran, dan lain – lain.


39

2.1.5. Tinjauan Tentang Anak Dengan Kedisabilitasan

2.1.5.1 Konsep tentang anak

UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak menjelaskan bahwa anak

adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan. Dari pengertian tersebut, anak merupakan individu yang

masih lemah dan masih membutuhkan perlindungan, pengawasan, dan bimbingan

orang dewasa.

Sedangkan menurut definisi WHO, batasan usia anak adalah seja anak di dalam

kandungan sampai usia 19 tahun. Selain itu, pengertian anak menurut pasal 1 ayat

5 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, anak

adalah setiap manusia yang berusia 18 tahun dan belum menikah termasuk anak

yang masih dalam kandungan

Anak merupakan salah satu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa

yang harus dijaga dan dibina agar menjadi penerus bangsa, identitas anak dimulai

semenjak anak masih berada dikandungan sampai masa remaja awal. Ada beberapa

indikator yang harus dicapai ketika seorang peerja sosial melakukan praktek

profesinya dengan anak, yaitu Well Being (terpenuhinya segala kebutuhan fisik,

psikis, dan sosial dari anak tersebut), Security (tingkat keamanan bagi anak ketika

dia berada di dalam lingkungan sosialnya), permanency (unuk membentuk

perkembangan yang baik terhadap anak harus dalam pengasuhan bersifat menetap

oleh orang tuannya atau orang tua asuh dan dalam jangka waktu yang lama).
40

2.1.5.2 Konsep tentang kedisabilitasan

Menurut UU Nomor 08 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, menyebutkan

bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan

fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam

berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk

berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan

kesamaan hak.

Menurut Konvensi tentang Hak – Hak Penyandang Disabilitas, disabilitas

merupakan suatu konsep yang terus berkembang, dimana penyandang disabilitas

mencakup mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, dan

sensorik dalam jangka waktu lama dan ketika berhadapan dengan berbagai

hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektivitas mereka

dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.

Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, ragam

kedisabilitasan di klasifikasikan kedalam empat jenis kedisabilitasan sebagai

berikut:

1. Disabilitas Fisik

Penyandang disabilitas fisik adalah seseorang yang terganggu fungsi geraknya,

antara lain akibat amputasi, lumpuh layu atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP),

akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.


41

2. Disabilitas Mental

Penyandang disabilitas mental adalah seseorang yang terganggu fungsi pikir,

emosi, dan perilaku, disabilitas mental terdiri dari:

1) Psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan

kepribadian; dan

2) Disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial

di antaranya autis dan hiperaktif

3. Disabilitas Intelektual

Penyandang disabilitas intelektual adalah seseorang yang terganggu fungsi pikirnya

karena tingkat kecerdasan dibawah rata – rata, antara lain lambat belajar, disabilitas

grahita dan down syndrome

4. Disabilitas Sensorik

Penyandang disabilitas sensorik adalah seseorang yang terganggu salah satu fungsi

dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu dan atau disabilitas

wicara.

5. Penyandang disabilitas ganda atau multi

Disabilitas ganda atau multi adalah penyandang disabilitas yang mempunyai dua

atau lebih ragam disabilitas, antara lain disabilitas rungu wicara dan disabilitas netra

rungu.

2.1.5.3 Konsep tentang Anak Dengan Kedisabilitasan (ADK)

1. Pengertian Anak Dengan Kedisabilitasan

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 tahun 2011 yang dimaksud dengan anak

penyandang disabilitas adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun yang


42

memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, dan sensorik dalam jangka waktu

yang lama dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakat dapat

memenuhi hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif

berdasarkan kesamaan hak.

Permesos Nomor 08 tahun 2012 tentang pedoman pendataan dan pengelolaan data

penyandang masalah kesejahteraan sosial dan potensi dan sumber kesejahteraan

sosial menyebutkan bahwa anak dengan kedisabilitasan adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang mempunyai kelainan fisik atau mental

yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya

untuk melakukan fungsi – fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak,

yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak dengan disabilitas mental, dan

anak dengan disabilitas fisik dan mental.

UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak menjelaskan bahwa

pengertian anak penyadang disabilitas adalah anak yang memiliki keterbatasan

fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang berinteraksi

dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang

menyulitkan untuk berpartipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.

Dalam E.Kokasih (2012) menjelaskan bahwa Anak Dengan Kedisabilitasan adalah

anak yang lambat (slow) atau yang mengalami gangguan (retarded) yang akan tidak

pernah berhasil di sekolah sebagiamana anak – anak pada umumnya.


43

Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti

disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO)

menjelaskan tentang masing – masing istilah tersebut adalah sebagai berikut:

1) Disability, keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasil kan dari

impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau

masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.

2) Impairment, kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau

struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.

3) Handicap, ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment dan

disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal

pada individu.

2. Jenis Anak Dengan Kedisabilitasan

Ada beberapa jenis Anak Dengan Kedisabilitasan, berikut jenis – jenis Anak

Dengan Kedisabilitasan menurut UU Nomor 08 Tahun 2016 menyebutkan bahwa

ragam atau jenis disabilitas ada 4 (empat), yaitu disabilitas fisik, disabilitas mental,

disabilitas intelektual, dan disabilitas sensorik. Berikut penjelasannya :

a. Disabilitas Fisik

Penyandang disabilitas fisik adalah seseorang yang terganggu fungsi geraknya,

antara lain akibat amputasi, lumpuh layu atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP),

akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.

b. Disabilitas Mental

Penyandang disabilitas mental adalah seseorang yang terganggu fungsi pikir,

emosi, dan perilaku, disabilitas mental terdiri dari:


44

1) Psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan

kepribadian; dan

2) Disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi

sosial di antaranya autis dan hiperaktif

c. Disabilitas Intelektual

Penyandang disabilitas intelektual adalah seseorang yang terganggu fungsi pikirnya

karena tingkat kecerdasan dibawah rata – rata, antara lain lambat belajar, disabilitas

grahita dan down syndrome

d. Disabilitas Sensorik

Penyandang disabilitas sensorik adalah seseorang yang terganggu salah satu fungsi

dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu dan atau disabilitas

wicara.

e. Disabilitas Ganda

Disabilitas ganda adalah seseorang yang memiliki dua atau lebih kedisabilitasan

dalam jangka waktu yang lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan

ketentuan undang – undang. Misalnya fisik dan mental dan atau disabilitas sensorik

(ganda), sehingga diperlukan pendampingan, pelyanan, pendidikan, dan alat bantu

yang khusus.

3. Karakteristik Anak Dengan Kedisabilitasan

Setiap anak dengan kebutuhan khusus atau anak dengan kedisabilitasan memiliki

karakteristik (ciri – ciri) tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya

dan terbagi kedalam beberapa klasifikasi menurut M. Effendi, sebagai berikut:


45

1. Tuna netra atau anak yang mengalami gangguan penglihatan

1) Tidak dapat melihat

2) Kerusakan nyata pada kedua bola mata

3) Sering meraba – raba atau tersandung waktu berjalan

4) Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya

5) Adanya keterlambatan awal dalam perkembangan motorik

6) Mengalami keterlambatan awal dalam perkembangan motorik

7) Pengelolaan kosa kata berlangsung sceara lambat

8) Mengalami kesulitan untuk memahami komunikasi non verbal

2. Tuna rungu atau anak yang mengalami gangguan pendengaran

1) Tidak dapat mendengar

2) Mengalami kesulitan untuk memperoleh pengolahan bahasa akibat tidak

bisa mendengarkan sama sekali

3) Mempunyai masalah dalam berbicara dan bahasa

4) Mengeluh sulit mendengar atau merasa telingannya terhalang

5) Meminta ulang hal – hal yang sudah dijelaskan

3. Tuna daksa atau anak yang mengalami keainan anggota tubuh atau gerakan

1) Anggota gerak tubuh kaku atau lemah atau lumpuh

2) Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur atau tidak

terkendali

3) Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap atau tidak sempurna

atau lebih kecil dari biasa

4) Terdapat cacat pada alat gerak


46

5) Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam

6) Kesulitan pada saat berdiri atau berjalan atau duduk, dan menunjukkan

sikap tubuh tidak normal

4. Tuna grahita atau anak yang engalami gangguan mental

1) Lamban dalam mempelajari hal – hal baru

2) Sulit mengikuti sesuatu hal

3) Kurang dalam kemampuan monolong diri sendiri

4) Tingkah laku dan interaksi tidak lazim

5) Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus

Seorang anak dapat dikatakan berkebutuhan khusus atau disabilitas apabila

memiliki dan mengalami salah satu atau lebih karakterik diatas dan mengalami

kesulitan dalam melakukan sesuatu

4. Faktor Penyebab Anak Dengan Kedisabilitasan

Kecacatan pada anak - anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain

sebagai berikut:

1) Cacat bawaan

Cacat bawaan ini biasanya terjadi ketika anak masih dalam kandungan yang

disebabkan ibu mengalamii gangguan penyakit atau metabolisme, kelainan

kromosonal, gangguan genetik, kekurangan gizi atau sebab lainnya yang

tidak diketahui sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

janin
47

2) Cacat setelah lahir

Cacat setelah lahir biasanya terjadi pada saat proses kelahiran bayi yang

disebabkan oleh kesalahan penanganan pada waktu persalinan. Selain itu bisa

juga saat sudah menginjak anak – anak bisa jadi anak terinfeksi suatu

penyakit, bakteri, virus, kekurangan gizi atau mengalami kecelakan yang

menyebabkan kedisabilitasan.

5. Permasalahan Anak Dengan Kedisabilitasan

Permasalahan yang seringkali dihadapi oleh Anak Dengan Kedisabilitasan adalah

sebagai berikut:

1) Status perkembangan

Perkembangan fisik anak yangmengalami kecacatan biasanya berada

dibawah anak sebaya yang normal, karena biasanya mereka terlalu

dilindungi, kurang belajar untuk dapat mendiri dan kehilangan kesempatan

yang baik.

2) Prestasi sekolah

Prestasi anak dengan kedisabilitasan berbeda dengan anak pada umumnya,

dimana anak dengan kedisabilitasan berada di bawah mereka.sebab itu karena

kecacatan yangdimiliki anak juga menyebabkan mereka diabaikan dan tidak

diikut sertakan dalam berbagai kegiatan.

3) Keterampilan bermain

Kedisabilitasan yang dimiliki anak menyebabkan anak tidak memungkinkan

untuk turut bermain dengan teman – temannya dan menyebabkan anak tidak
48

dapat mengembangkan keterampilan bergaul dan juga merasa ditolak oleh

teman – temannya.

4) Penyesuaian sosial

Anak dengan kedisabilitasan seringkali kehilangan kesempatan untuk belajar

bagaimana caranya berhubungan dengan orang lain, sehingga dikatakan

bahwa daya penyesuaian sosial mereka menjadii buruk dan seringkali

memperlihatkan perilaku yang kurang tepat.

5) Pola kepribadian

Kondisi kedisabilitasan dapat menyebabkan anak mengembangkan pola

kepribadian yang kurang sehat. Mereka cenderung menarik diri dari

pergaulan, kurang memiliki daya sosiabilitas, merasa rendah diri, dan selalu

merasa sial yang menimbulkan perilaku yang agresif dan implusive

6) Hambatan dan gangguan perkembangan motorik

Gangguan fungsi motorik pada anak antara lain disebabkan terlambatnya

kematangan organ motor, kondisi fisik yang buruk yang melemahkan

motivasi untuk melakukan latihan yang diperlukan untuk pengembangan

keterampilan motorik, bangun tubuh yang tidak sempurna, IQ sangat rendah

disertai dengan keterlambanan perkembangan motorik.

7) Hambatan dan gangguan perkembangan bicara

Gangguan pada bicara disebabkan karena tidak sempurnanya organ bicara

seperti rusaknya pita suara, celah bibir, dan langit – langit. Bicara cacat pada

anak dikatakan sebagai bicara yang tidak tepat secara kualitatif karena
49

kemampuan anak tidak memenuhi norma usia dan berisi lebih besar

kesalahan bicara

8) Hambatan dan gangguan kognitif

Anak yang mengalami gangguan kognitif atau intelektual akan lebih lambat

dibandingan dengan anak normal, tiket perkembangan yang dicapai anak

akan lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan perkembangan tahapan

umur mereka, anak cacat intelektual mengalami keterlambatan bicara dan

berbahasa.

9) Hambatan dan gangguan emosional

Keadaan emosional yang kurang baik dapat mengganggu keseimbangan

perkembangan fisik dan menghambat fungsi tubuh secara normal,

perkembangan fisik yang terguncang karena kondisi emosi maka perilaku

anak menjadi kurang teratur dan cenderung tampak dibawah perilaku normal

usianya, emosional yang meninggi secara langsung akan mempengaruhi

penyesuaian sosial anak

10) Hambatan gangguan perkembangan sosial

Gangguan perkembangan sosial menyebabkan keterlantaran sosial yang

menghilangkan kesempatan anak untuk berhubungan dengan orang lain,

sehingga menimbulkan keterlantaran dalam kesempatan menjadi pribadi

yang sosial dan ketergantungan yang berlebihan dan penyesuaian berlebihan.


50

2.2. Kebijakan Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial Anak Dengan

Kedisabilitasan

Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-

isu yang bersifat publik, yang mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan

masyarakat (Suharto,2013)

Menurut Edi Suharto (2010), kebijakan merupakan prinsip atau cara bertindak yang

dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Ealau dan

Prewitt dalam Edi Suharto (2010), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku

yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang

membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena dengan kebijakan itu).

Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi, atau bahkan kompetisi

antara berbagai gagasan, teori, ideologi dan kepentingan – kepentingan yang

mewakili sistem politik suatu negara.

Adapun pengertian kebijakan sosial menurut Suharto (2006) kebijakan sosial

adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah

sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan

mempromosikan kesejahteran (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban

negara (state obligation ) dalam memenuhi hak – hak sosial warganya.

Menurut Midgley dalam Edi Suharto (2008) kebijakan sosial diwujudkan dalam

tiga kategori, yakni perundang – undangan, program pelayanan sosial, dan sistem

perpajakan
51

a. Peraturan dan perundang – undangan. Pemerintah memiliki kewenangan

membuat kebijakan publik yang memiliki kewenangan membuat kebijakan

publik yang mengatur pengusaha, lembaga pendidikan, perusahaan swasta

agar mengadopsi ketetapan – ketetapan yang berdampak langsung pada

kesejahteraan.

b. Program pelayanan sosial. Sebagian besar kebijakan diwujudkan dan

diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosal yang berupa bantuan barang,

tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial dan bimbingan

sosial (konseling, advokasi, pendampingan)

c. Sistem perpajakan. Dikenal sebagai kesejahteraan fiskal. Selain sebagai

sumber utama pendanaan kebijakan sosial, pajak juga sekaligus merupakan

instrumen kebijakan yang bertujuan langsung mencapai distribusi pendapatan

yang adil.

2.2.1. Definisi Kebijakan Sosial

Menurut Edi Suharto (2013) menjelaskan bahwa Kebijakan (policy) adalah sebuah

instrumen pemerintahan yang tidak hanya menyangkut aparatur negara saja

melainkan juga menyentuh pengelolaan sumber daya publik.

Sedangkan menurut Eulau dan Prewit (dalam Suharto,2010:7) menjelaskan bahwa

kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang

konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang menaatinya.
52

Sedangkan menurut Titmuss (dalam Suharto, 2010:7) mendefinisikan kebijakan

sebagai prinsip – prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan –

tujuan tertentu.

Dengan melihat definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Kebijakan

adalah ketetapan yang memuat prinsip - prinsip atau tindakan secara langsung dan

berkesinambungan untuk mengatur pengelolaan sumber daya publik agar mencapai

tujuan tertentu

Adapun pengertian Kebijakan Sosial menurut Edi Suharto (2005) menjelaskan

bahwa Kebijakan Sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk

mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial

(fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai

wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak – hak sosial

warganya.

2.2.2. Tujuan Kebijakan Sosial

Tujuan dari kebijakan sosial menurut Edi Suharto (2015) antara lain sebagai

berikut:

1. Mengantisipasi, mengurangi, atau engatasi masalah – masalah sosial yang

terjadi di masyarakat.

2. Memenuhi kebutuhan – kebutuhan individu,keluarga, kelompok, atau

masyarakat yang tidak dapat mereka penuhi secara sendiri – sendiri

melainkan harus melalui tindakan kolektif.


53

3. Meningkatkan hubungan inrasosial manusia dengan mengurangi

kedisfungsian sosial individu atau kelompok yang disebabkan oleh faktor –

faktor internal – personal maupun eksternal – struktural.

4. Meningkatkan situasi dan lingkungan sosial – ekonomi yang kondusif bagi

upaya pelaksanaan peranan-peranan sosial dan pencapaian kebutuhan

masyarakat sesuai dengan hak, harkat dan martabat kemanusiaan.

5. Menggali, mengalokasikan dan mengembangkan sumber – sumber

kemasyarakatan demi tercapainya kesejahteraan sosial dan keadilan sosial.

2.2.3. Sasaran Kebijakan Sosial

Sasaran dari kebijakan sosial ini sebagai berikut:

1. Individu, kelompok dan masyarakat yang menyandang masalah sosial

2. Individu, kelompok dan masyarakat yang dikhawatirkan akan menjadi

penyandang masalah sosial

3. Sumber dan potensi yang mendukung pelanyanan sosial

4. Lembaga pemerintah dan swasta, organisasi – organisasi sosial di masyarakat

Dalam penanganan masalah anak dengan kedisabilitas beberapa kebijakan yang

dibuat oleh pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, perintah kota,

pemerintah kecamatan dan pemerintah tingkah desa atau kelurahan serta lembaga-

lembaga institusi, berupa perundang – undangan peraturan pemerintah yakni:

1. Undang – undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

2. Undang – undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial

3. Undang – undang No. 35 Tahun 2014 Tentang perubahan Atas Undang –

undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak


54

4. Undang – Undang No 08 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas

5. Undang – Undang No 04 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat

6. Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa

7. PermenPPPA No 04 Tahun Perlindungan Khusus Bagi Anak Penyandang

Disabilitas

8. Keputusan Menteri Sosial RI No. 107/HUK/1999 Tentang Prioritas

Aksesibilitas Yang Dibutuhkan Penyandang Cacat

9. Keputusan Menteri Sosial RI No. 58/HUK/2002 Tentang Tira Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat

10. Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No 08 Tahun 2012 Tentang

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi dan Sumber

Kesejahteraan Sosial (PSKS).

11. PermenPPPA No 04 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak

Penyandang Disabilitas.

2.3. Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial Yang Relevan Dengan Masalah

Kesejahteraan Sosial Anak Dengan Kedisabilitasan

Menurut Siporin dalam Dwi Heru, 1995:37 menjelaskan bahwa sumber adaah

segala sesuatu yang memiliki nilai, sesuatu yang berada dalam simpanan atau telah

tersedia, dimana orang dapat menggali dan menggunakan sebagai alat sehingga

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah.

Menurut Allan Pincus dan Minahan (1973) dalam buku Dwi Heru Sukoco

(1995:38-39) mengklasifikasikan sumber kesejahteraan sosial kedalam beberapa

jenis, yaitu:
55

a. Sistem Sumber Informal (natural resource system)

Sistem sumber informal atau alamiah dapat berupa keluarga, teman, tetangga,

maupun orang lain yang bersedia untuk membantu. Bantuan tersebut dapat

diperoleh dari sumber alamiah berupa dukungan emosional, kasih sayang, nasehat,

informasi dan pelayanan – pelayanan kongkrit lainnya, seperti pinjam uang.

b. Sistem Sumber Formal (formals resource system)

Sistem sumber formal adalah keanggotaannya di dalam suatu organisasi atau

asosiasi formal yang bertujuan untuk meningkatkan minat anggota mereka. Sistem

sumber tersebut dapat membantu anggotannya untuk bernegosiasi dan

memanfaatkan sistem sumber kemasyarakatan atau societal

c. Sistem Sumber Kemasyarakatan (societal resource system)

Sistem sumber kemasyarakatan dapat berupa rumah sakit, badan – badan adopsi,

program – program latihan kerja, pelayanan – pelayanan sosial resmi. Orang di

dalam kehidupannya terkait dengan sistem sumber kemasyarakatan, seperti

sekolah, pusat – pusat perawatan anak, penempatan – penempatan tenaga tenaga

kerja, dan program – program tenaga kerja. Orang juga terkait dengan badan –

badan pemerintah dan pelayanan – pelayanan umum lainnya, seperti perpustakaan

umum lainnya, seperti perpustakaan umum, kepolisian, tempat – tempat rekreasi

dan pelayanan perumahan.

Selain itu, sumber kemasyarakatan lainnyasesuai dengan Peraturan Kementerian

Sosial No. 8 tahun 2012 yaitu, Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) sendiri adalah perseorangan,


56

keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dapat berperan serta untuk menjaga,

menciptakan, mendukung, dan memperkuat penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Adapun jenis – jenis Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) antara lain:

1. Pekerja Sosial Profesional

Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga

pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan

sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman

praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan

penanganan masalah sosial

Kriteria Pekerja Sosial Profesional :

a. Telah bersertifikat pekerja sosial profesional; dan

b. Melaksanakan praktek pekerjaan sosial.

2. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) adalah warga masyarakat yang atas dasar

rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa

kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela

mengabdi di bidang kesejahteraan sosial.

Kriteria Pekerja Sosial Masyarakat:

a. Warga Negara Indonesia;

b. Laki – laki atau perempuan usia minimal 18 (delapan belas) tahun;

c. Setia dan taat pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

d. Bersedia mengabdi untuk kepentingan umum;


57

e. Berkelakuan baik ;

f. Sehat jasmani dan rohani;

g. Telah mengikuti pelatihan PSM; dan

h. Berpengalaman sebagai anggota karang taruna sebelum menjadi PSM.

3. Taruna Siaga Bencana (Tagana)

Taruna Siaga Bencana (Tagana) adalah seorang relawan yang berasal dari

masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan

bencana

Kriteria untuk diangkat sebagai Taruna Siaga Bencana (Tagana)

a. Generasi muda berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 40 (empat

puluh) tahun;

b. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanguangan bencana;

c. Bersedia mengikuti pelatihan yang khusus terkait dengan penanggulangan

bencana;

d. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan

e. Setia dan taat pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)

Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) adalah organisasi sosial atau

perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial

yang dibentukoleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak

berbadan hukum

Kriteria Lembaga Kesejahteraan Sosial:


58

a. Mempunyai nama, struktur, dan alamat organisasi yang jelas;

b. Mempunyai pengurus dan program kerja;

c. Berbadan hukum atau tidak berbadan hukum; dan

d. Melaksanakan atau mempunyai kegiatan dalam bidang penyelenggaraan

kesejahteraan sosial.

5. Karang Taruna

karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan

sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan

berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan

untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa atau kelurahan

terutama bergerak bidang usaha kesejahteraan sosial.

Kriteria Karang Taruna :

a. Organisasi kepemudaan berkedudukan di desa atau kelurahaan;

b. Laki – laki atau perempuan yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai

dengan 45 (empat puluh lima) tahun dan berdomisili di desa;

c. Mempunyai nama dan alamat, struktur organisasi dan susunan

kepengurusan; dan

d. Keanggotaannya bersifat stelsel pasif

6. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3)

Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) adalah suatu lembaga

atau organisasi yang memberikan pelayanan konseling, konsultasi,

pemberian/penyebarluasan informasi, penjangkauan, advokasi dan

pemberdayaan bagi keluarga secara profesional, termasuk merujuk sasaran ke


59

lembaga pelayanan lain yang benar – benar mampu memecahkan masalahnya

secara lebih intensif

Kriteria Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga:

a. Organisasi sosial

b. Aktifitas memberikan jasa layanan konseling, konseling, informasi,

advokasi, rujukan;

c. Didikan secara formal;

d. Mempunyai strukur organisasi dan pekerja sosial serta tenaga fungsional

yang profesional.

7. Keluarga Pioner

Keluarga Pioner adalah keluarga yang mampu mengatasi masalahnya

dengan cara – cara efektif dan bisa dijadikan penutan bagi keluarga lainnya.

Kriteria Keluarga Pioner:

a. Keluarga yang mampu melaksanakan fungsi – fungsi keluarga;

b. Keluarga yang mempunyai perilaku yang dapat dijadikan panutan;

c. Keluarga yang mampu mempertahankan keutuhan keluarga dengan

perilaku positif; dan

d. Keluarga yang mampu dan mau menularkan perilaku positif kepada

keluarga lainnya.

8. Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis Masyarakat (WKSBM)

Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis Masyarakat (WKSBM)

adalah sistem kerjasama antar keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput

yang terdiri atas usaha kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya


60

Kriteria Wahana Kesejahteraan Keluarga Berbasis Masyarakat:

a. Adanya sejumlah perkumpulan, asosiasi, organisasi atau kelompok yang

tumbuh dan berkembang lingkungan RT atau RW atau kampung atau desa

atau kelurahan atau nagari atau banjar atau wilayah adat;

b. Jaringan sosial yang berada di RT atau RW atau kampung atau desa atau

kelurahan atau nagari atau banjar atau wilayah adat;

c. Masing – masing perkumpulan, asosiasi, organisasi kelompok tersebut

secara bersama – sama melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan

sosial secara sinergis di lingkungan.

9. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial

Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial adalah wanita yang mampu

menggerakan dan motivasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial di

lingkungannya.

Kriteria Wanita pemimpin kesejahteraan sosial:

a. Berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh sembilan)

tahun;

b. Berpendidikan minimal SLTP;

c. Wanita yang mempunyai potensi untuk menjadi atau sudah menjadi

pemimpin dan diakui oleh masyarakat setempat;

d. Telah mengikuti pelatihan kepemimpinan wanita di bidang kesejahteraan

sosial; dan

e. Memimpin usaha kesejahteraan sosial terutama yang dilaksanakan oleh

wanita di wilayahnya.
61

10. Penyuluh Sosial

Penyuluh Sosial terbagi menjadi dua jenis yaitu penyuluh sosial fungsional dan

penyuluh sosial masyarakat. Berikut penjelasan penyuluh sosial fungsional dan

penyuluh sosial masyarakat.

a) Penyuluh sosial fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

mempunyai jabatan ruang lingkup, tugas, dan tanggung jawab, wewenang,

untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan

kesejahteraan sosial

Kriteria Penyuluh sosial fungsional:

a. Berijazah sarjana (S1) atau Diploma IV;

b. Paling rendah memiliki Pangkat Penata Muda, Golongan III/a;

c. Memiliki pengalaman dalam kegiatan penyuluhan sosial paling

singkat 2 tahun;

d. Telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional

penyuluh sosial

e. Usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun;

f. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan

dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP-3) paling kurang

bernilai baik dalam 1 (satu) satun terakhir;

b) Penyuluh Sosial Masyarakat adalah tokoh masyarakat (baik dari tokoh

agama, tokoh adat, tokoh wanita, tokoh pemuda) yang diberi tugas,

tanggung jawab, wewenang dan hak oleh pejabat yang berwenang bidang
62

kesejahteraan sosial (pusat dan daerah) untuk melakukan kegiatan

penuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Kriteria Penyuluh Sosial Masyarakat:

a. Memiliki pendidikan minimal SLTP/Sederajat;

b. Berusia antara 25 (dua puluh lima) tahun sampai dengan 60 (enam

puluh) tahun;

c. Tokoh agama atau tokoh masyarakat atau tokoh pemuda atau tokoh

adat atau tokoh wanita;

d. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM);

e. Taruna Siaga Bencana (Tagana);

f. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK);

g. Pendamping Keluarga Harapan (PKH);

h. Petugas Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3);

i. Manager Kesejahteraan Sosial Tingkat desa (Kepala Desa);

j. Memiliki pengaruh terhadap masyarakat tempat domisili;

k. Memiliki pengalaman berceramah atau berpidato;

l. Paham tentang permasalahan Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS);

m. Memahami pengetahuan tentang Potensi Sumber Kesejahteraan

Sosial

11. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK)

Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) adalah tenaga inti

pengendali kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di kecamatan


63

Kriteria Tenaga Kesejahteraan Sosial :

a. Berasal dari unsur masyarakat;

b. Berdomisili di kecamatan dimana ditugaskan;

c. Pendidikan minimal SLTA, diutamakan D3/S1;

d. Diutamakan aktifis karang taruna atau PSM;

e. Berusia 25 (dua puluh lima) tahun sampai dengan 50 (lima puluh) tahun;

f. Berbadan sehat (keterangan dokter atau puskesmas);

g. Diutamakan yang sudah mengelola UEP;

h. SK ditetapkan oleh Kementerian Sosial.

12. Dunia usaha

Dunia Usaha adalah organisasi yang bergerak dibidang usaha, industri atau

produk barang atau jasa serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan

Usaha Milik Daerah (BUMD), serta atau wirausahawan beserta jaringannya

yang peduli dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial

sebagai wujud tanggung jawab sosial.

Kriteria Dunia Usaha:

a. Peduli dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial

b. Membangun penanganan masalah sosial

Anda mungkin juga menyukai