Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN LITERATUR

2.1 Pengertian Anak


Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
menyebutkan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun
dan belum pernah kawin”. Pengertian tersebut berbeda dengan pengertian yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
yang menjelaskankan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Elizabeth D. Hurlock (1982), menyatakan bahwa anak adalah masa yang
dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, kira-kira usia dua
tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan
14 tahun untuk pria. Dalam Konvensi Hak Anak UNICEF mendefinisikan anak
adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-
undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
Terkandung dalam pengertian di atas bahwa dalam sebuah keluarga terdapat
anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua, baik yang masih dalam
kandungan, masa bayi hingga anak mencapai usia dewasa dan mandiri. Tanggung
jawab orang tua untuk dapat memenuhi hak anak dan memberikan kebutuhan-
kebutuhan anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap-
tahap pertumbuhannya. Usia anak adalah usia yang membutuhkan kasih sayang dan
perhatian dari orang tua. Masa anak masih memerlukan perhatian dan perlindungan
khusus, seiring dengan persiapan menuju pada kehidupan mereka menjadi dewasa.
2.1.1 Tugas Perkembangan Anak
Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus
diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila
berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka
gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan
selanjutnya juga akan mengalami kesulitan. Adapun yang menjadi sumber dari pada
tugas-tugas perkembangan tersebut menurut Havighurst adalah: Kematangan pisik,

10
11

tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu. Pembagian
tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase dari sejak masa bayi sampai
usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:
1. Masa bayi dan anak-anak (belajar berjalan, belajar makan-makanan padat,
belajar berbicara, belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh,
mencapai stabilitas fisiologis, membentuk pengertian sederhana tentang
realitas fisik dan sosial, belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga,
dan orang lain, belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta
mengembangkan kata hati).
2. Masa anak sekolah (belajar ketangkasan fisik untuk bermain, pembentukan
sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organism yang sedang tumbuh,
belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya, belajar peranan
jenis kelamin, mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan
berhitung, mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna
keperluan kehidupan sehari-hari, mengembangkan kata hati moralitas dan
skala nilai-nilai, belajar membebaskan ketergantungan diri, dan
mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembga-lembaga).
3. Masa remaja (menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara
efektif, menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita,
menginginkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab sosial,
mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya,
belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki,
perkembangan skala nilai, secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang
lebih adekuat, persiapan mandiri secara ekonomi, pemilihan dan latihan
jabatan, dan mempersiapkan perkawinan dan keluarga).
Robert J. Havighurst (1961) mengartikan tugas-tugas perkembangan itu
merupakan suatu hal yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan
individu yang apabila berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan
kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya tapi jika gagal akan menyebabkan
ketidakbahagiaan pada individu yang bersangkutan dan kesulitan-kesulitan dalam
menuntaskan tugas berikutnya.
12

Hurlock (1982) menyebut tugas-tugas perkembangan ini sebagai social


expectations yang artinya setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya
menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang
disetujui oleh berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Faktor sumber
munculnya tugas-tugas perkembangan:
1. Adanya kematangan fisik tertentu pada fase perkembangan tertentu.
2. Tuntutan masyarakat secara kultural (membaca, menulis, berhitung, dan
organisasi).
3. Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri (psikologis) yang sedang
berkembang itu sendiri (memilih teman dan pekerjaan).
4. Tuntutan norma agama.
2.1.2 Kebutuhan Anak
Anak bukanlah objek namun subjek dari hak-hak asasi manusia. Sebagaimana
dijelaskan dalam seluruh dokumen Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa
Bangsa, bahwa anak memiliki kebutuhan atas kesehatan, pendidikan dan
pengalaman. Mereka juga juga pengguna dari pelayanan seperti perumahan, air dan
sanitasi. Dubowitz (2000) dalam menyebutkan bahwa kebutuhan dasar anak
meliputi makanan dan pakaian yang memadai, tempat tinggal, perawatan,
kesehatan, pendidikan, pengawasan, perlindungan dari lingkungan yang berbahaya,
perawat asuhan, kasih sayang, dukungan dan cinta. Menurut Pusat Penelitian
Kesejahteraan Sosial Depsos RI (2005) kebutuhan anak yang harus dipenuhi yaitu:
1. Kebutuhan fisik, yaitu jenis kebutuhan yang terkait langsung dengan
pertumbuhan fisik organis anak. Jenis kebutuhan yang diperlukan seperti
sandang, tempat tinggal, makanan, dan kesehatan. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan vital bagi anak karena menentukan kelangsungan maupun kualitas
hidupnya.
2. Kebutuhan belajar, merupakan kebutuhan yang terkait langsung dengan
kecerdasan dan kepribadian anak. Jenis kebutuhan yang diperlukan adalah
sarana pendidikan dan bimbingan budi pekerti.
13

3. Kebutuhan psikologis, adalah kebutuhan yang terkait langsung dengan


perkembangan psikis anak. Jenis kebutuhan tersebut adalah rasa aman, kasih
sayang dan perhatian.
4. Kebutuhan religius adalah jenis kebutuhan yang terkait dengan perkembangan
rohani anak.
5. Kebutuhan sosial, merupakan jenis kebutuhan yang terkait dengan
perkembangan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain sebagai
anggota keluarga, teman sebaya maupun sebagai anggota masyarakat.
2.1.3 Hak Anak
Sebagai bagian dari penduduk bangsa, anak juga memiliki hak yang berguna
dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya. Pengakuan terhadap hak
anak secara Internasional dilakukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
melalui suatu konvensi yaitu pada tahun 1989. Adapun prinsip-prinsip yang dianut
dalam Konvensi Hak Anak (KHA) tersebut adalah:
1. Non Diskriminasi (Pasal 2). Semua hak anak yang diakui dan terkandung dalam
KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedaan apapun.
2. Kepentingan terbaik untuk anak (Pasal 3). Semua tindakan yang menyangkut
anak, pertimbangannya adalah apa yang terbaik untuk anak.
3. Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Hak hidup yang melekat
pada diri setiap anak harus diakui atas perkembangan hidup dan
perkembangannya harus dijamin.
4. Penghargaan terhadap pendapat anak (Pasal 12). Pendapat anak terutama yang
menyangkut hal-hal yang dapat mempengaruhi kehidupannya perlu diperhatikan
dalam setiap pengambilan keputusan.
Konvensi hak anak tersebut diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam
Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa anak
memiliki hak-hak antara lain, hak untuk hidup, hak untuk berkembang, hak untuk
dilindungi, hak untuk berperan serta, hak untuk menolak menjadi pekerja anak, dan
hak untuk memperoleh pendidikan. Hak anak merujuk pada Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, antara lain:
14

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan


kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk
tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan
sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi
warganegara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam kandungan
maupun sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar.
2.1.4 Permasalahan Anak
1. Jenis-jenis Permasalahan Anak
Secara garis besar, masalah yang dihadapi anak dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan keadaan fisik, psikis, sosial, serta
kesulitan belajar.
1) Fisik; perkembangan aspek fisik terkait dengan keutuhan dan kemampuan fungsi
panca indera anak, kemampuan melakukan gerakan-gerakan sesuai
perkembangan usianya serta kemampuan mengontrol pembuangan. Anak yang
mengalami hambatan dalam hal-hal tersebut dapat dikatakan mengalami
masalah secara fisik. Lebih lanjut permasalahan-permasalahan fisik tersebut
adalah gangguan fungsi panca indera, cacat tubuh, kegemukan (obesitas),
gangguan gerak peniruan (stereotipik), kidal, gangguan kesehatan (penyakit),
hiperaktif, neuropati, ngompol (enuresis), buang air besar di sembarang tempat
(encopresis), gagap, dan gangguan perkembangan bahasa.
2) Psikis; permasalahan psikis anak terkait dengan kemampuan psikologis yang
dimilikinya atau ketidakmampuan mengekspresikan dirinya dalam kondisi yang
tidak normal. Beberapa permasalahan psikis yang seringkali dialami anak adalah
gangguan konsentrasi, inteligensi (baik tinggi maupun rendah), berbohong, dan
emosi (perasaan takut, cemas, marah, sedih).
15

3) Sosial; perkembangan sosial anak berhubungan dengan kemampuan anak dalam


berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa, atau lingkungan pergaulan
yang lebih luas. Dengan demikian, permasalahan anak dalam bidang sosial juga
berkaitan dengan pergaulan atau hubungan sosial, yang meliputi perilaku-
perilaku adalah tingkah laku agresif, daya saing kurang, pemalu, anak manja,
negativisme, perilaku berkuasa, dan perilaku merusak.
4) Kesulitan belajar; kesulitan belajar pada anak dapat dimaknai sebagai
ketidakmampuan anak dalam mencapai taraf hasil belajar yang sudah ditentukan
dalam batas waktu yang telah ditetapkan dalam program kegiatan belajar, sesuai
dengan potensi yang dimilikinya. Beberapa indikator dan jenis kesulitan belajar
yang mungkin dialami anak adalah lower level, underachiever, dan slow learner.
2. Faktor Penyebab Permasalahan Anak
Terdapat beberapa faktor penyebab permasalahan pada anak, baik yang bersifat
intrinsik (berasal dari diri anak sendiri) maupun ekstrinsik (berasal dari luar diri
anak). Secara umum, faktor-faktor tersebut adalah:
1) Pembawaan, yakni anak dengan semua keadaan yang ada pada dirinya;
2) Lingkungan keluarga, mencakup pola asuh orang tua, keadaan sosial ekonomi
keluarga;
3) Lingkungan sekolah, meliputi cara mengajar guru, proses belajar mengajar, alat
bantu, kurikulum;
4) Masyarakat, mencakup pergaulan, norma, adat istiadat, dan lain-lain.

3. Jenis Permasalahan Anak


Jenis-jenis Pentyandang Masalah Kesejahteraan Sosial anak beserta definisi dan
kriterianya yang ada di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan
Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber
Kesejahteaan Sosial sebagai berikut:
1) Anak Balita Telantar
Anak balita terlantar adalah seorang anak berusia 5 (lima) tahun ke bawah yang
ditelantarkan orang tuanya dan/atau berada di dalam keluarga tidak mampu oleh
16

orang tua/keluarga yang tidak memberikan pengasuhan, perawatan, pembinaan dan


perlindungan bagi anak sehingga hak-hak dasarnya semakin tidak terpenuhi serta
anak dieksploitasi untuk tujuan tertentu. Kriteria: terlantar/ tanpa asuhan yang
layak; berasal dari keluarga sangat miskin / miskin; kehilangan hak asuh dari
orangtua/ keluarga; anak balita yang mengalami perlakuan salah dan diterlantarkan
oleh orang tua/keluarga; anak balita yang dieksploitasi secara ekonomi seperti anak
balita yang disalahgunakan orang tua menjadi pengemis di jalanan; dan anak balita
yang menderita gizi buruk atau kurang.
2) Anak Terlantar
Anak terlantar adalah seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18
(delapan belas) tahun, melipuntuki anak yang mengalami perlakuan salah dan
ditelantarkan oleh orang tua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari orang
tua/keluarga. Kriteria : berasal dari keluarga fakir miskin; anak yang dilalaikan oleh
orang tuanya; dan anak yang tidak terpenuhi kebuntukuhan dasarnya.
3) Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Anak yang berhadapan dengan hukum adalah orang yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak
yang disangka, didakwa, atau dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana dan
anak yang menjadi korban tindak pidana atau yang melihat dan/atau mendengar
sendiri terjadinya suatu tindak pidana. Kriteria: disangka; didakwa; atau dijatuhi
pidana.
4) Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di
jalanan, dan/atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghasilkan
sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari. Kriteria :
menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan maupun ditempat-tempat umum;
atau mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat
umum.
5) Anak dengan Kedisabilitasan (ADK)
Anak dengan Kedisabilitasan (ADK) adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat
17

mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk


melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang
terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak dengan disabilitas mental dan anak
dengan disabilitas fisik dan mental. Kriteria: anak dengan disabilitas fisik tubuh,
netra, rungu wicara; anak dengan disabilitas mental retardasi dan eks psikotik; anak
dengan disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda; dan tidak mampu
melaksanakan kehidupan sehari-hari.
6) Anak yang Menjadi Korban Tindak Kekerasan atau Diperlakukan Salah
Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah adalah anak
yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan, diperlakukan
salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial
terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebuntukuhan dasarnya dengan wajar baik
secara jasmani, rohani maupun sosial. Kriteria: anak (laki-laki/perempuan) dibawah
usia 18 (delapan belas) tahun; sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan
tindakan yang berakibat secara fisik dan/atau psikologis; pernah dianiaya dan/atau
diperkosa; dan dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya).
7) Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus
Anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak yang berusia 6 (enam)
tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dalam situasi darurat, dari kelompok
minoritas dan terisolasi, dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
diperdagangkan, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, yang menyandang disabilitas, dan korban
perlakuan salah dan penelantaran. Kriteria: berusia 6 (enam) tahun sampai dengan
18 (delapan belas) tahun; dalam situasi darurat dan berada dalam lingkungan yang
buruk/diskriminasi; korban perdagangan manusia; korban kekerasan, baik fisik
dan/atau mental dan seksual; korban eksploitasi, ekonomi atau seksual; dari
kelompok minoritas dan terisolasi, serta dari komunitas adat terpencil; menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya
(NAPZA); dan terinfeksi HIV/AIDS.
2.2 Tinjauan Progam Dan Kebijakan Pelayanan Anak
18

2.2.1 Tinjauan Progam Kesejahteraan Sosial Anak


Menurut Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 15A/HUK/2010 Tentang
Panduan Umum Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Program Kesejahteraan Sosial
Anak (PKSA) adalah upaya yang terarah , terpadu dan berkelanjutan yang
dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan
sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak. PKSA ini meliputi : bantuan/subsidi
pemenuhan kebutuhan dasar, aksesbilitas pelayanan sosial dasar, penguatan
orangtua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak.

1. Tujuan dari Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)


Tujuan dari PKSA adalah untuk mewujudkan pemenuhan hak dasar anak dan
perlindungan terhadap anak dari penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi,
sehingga tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat
terwujud.
2. Komponen Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
Program Kesejahteraan Sosial Anak PKSA dibagi menjadi 5 komponen utama
program, yaitu:
1) Program Kesejahteraan Sosial Anak Batira (PKS-AB)
2) Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar/Jalanan (PKS-Antar/PKS Anjal)
3) Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum (PKS-
ABH)
4) Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Kecacatan (PKS-ADK)
5) Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Perlindungan Khusus (PKS-
AMPK)
3. Sasaran Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
Sasaran Sasaran Program Kesejahteraan Sosial Anak PKSA yang akan dicapai
dalam periode RPJMN II (Tahun 2010-2014) adalah:
1) Meningkatnya presentase anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dengan kecacatan dan anak yang
membutuhkan perlindungan khusus untuk memperoleh akses pelayanan sosial
dasar;
19

2) Meningkatnya persentase orang tua / keluarga yang bertanggung jawab dalam


pengasuhan dan perlindungan anak;
3) Menurunnya persentase anak yang mengalami masalah social;
4) Meningkatnya lembaga kesejahteraan sosial yang menangani anak;
5) Meningkatnya Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial dan
relawan sosial di bidang pelayanan kesejahteraan sosial anak yang terlatih;
6) Meningkatnya pemerintah daerah (kabupaten/kota) yang bermitra dan
berkontribusi melalui APBD dalam pelaksanaan PKSA;
7) Meningkatnya produk hukum perlindungan hak anak yang diperlukan untuk
landasan hukum PKSA.
4. Kriteria Penerima Program
Sasaran PKSA diprioritaskan kepada anak-anak yang memiliki kehidupan yang
tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial seperti
kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan
penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau korban tindak kekerasan,
eksploitasi dan diskriminasi. Adapun sasaran penerima manfaat dibagi dalam 5
(lima) kelompok, meliputi:
1) Anak balita terlantar dan/atau membutuhkan perlindungan khusus (5 tahun ke
bawah);
2) Anak terlantar/tanpa asuhan orang tua (6 - 18 tahun), meliputi anak yang
mengalami perlakuan salah dan diterlantarkan oleh orang tua/ keluarga atau anak
kehilangan hak asuh dari orang tua/ keluarga;
3) Anak terpaksa bekerja di jalanan (6 - 18 tahun), meliputi anak yang rentan
bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, anak yang bekerja dan hidup di
jalanan;
4) Anak berhadapan dengan hukum (6 - 18 tahun), meliputi anak diindikasikan
melakukan pelanggaran hukum, anak yang mengikuti proses peradilan, anak
yang berstatus diversi, dan anak yang telah menjalani masa hukuman pidana
serta anak yang menjadi korban perbuatan pelanggaran hukum;
5) Anak dengan kecacatan (0 - 18 tahun) meliputi anak dengan kecacatan fisik,
anak dengan kecacatan mental, anak dengan kecacatan ganda; dan
20

6) Anak yang memerlukan perlindungan khusus lainnya (6 - 18 tahun), meliputi


anak dalam situasi darurat, anak korban perdagangan, anak korban kekerasan
baik fisik dan/atau mental, anak korban eksploitasi, anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi serta dari komunitas adat terpencil, anak yang menjadi
korban penyalahgunaaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya
(NAPZA), serta anak yang terinfeksi HIV/AIDS.
2.2.2 Kebijakan Kesejahteraan Anak
Kesejahteraan dan perlindungan anak telah diatur oleh berbagai kebijakan
berupa peraturan perundang-undangan mulai dari Undang Undang Dasar 1945,
Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri,
sampai dengan Peraturan Daerah. Dalam lingkup Kementerian Sosial RI, pada
tahun 2009, Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, Kementerian Sosial RI, mulai
mengembangkan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA).
Keputusan Menteri Sosial Nomor 15A/HUK/2010 Tentang Panduan Umum
Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Kementerian Sosial juga
mengeluarkan Permensos Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendataan dan
Pengelolaan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan
Sumber Kesejahteraan Sosial. Berdasarkan Permensos No. 8 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial terdapat 5 permasalahan anak
yang terdiri dari Anak Balita Terlantar, Anak Terlantar, Anak yang Berhadapan
dengan Hukum, Anak yang Menjadi Korban Tindak Kekerasan atau Diperlakukan
Salah, Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus.
Indonesia menuliskan peraturan tentang peraturan anak salah satunya dalam
Undang-Undang 1945 pasal 28 ayat 2 : “Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”
UUD 1945 Pasal 28B ayat 2 menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28 H ayat 1 menyebutkan, setiap orang berhak
21

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara, serta untuk menghadapi
tantangan dan perkembangan kesejahteraan sosial.
Jaminan kesejahteraan sosial oleh negara diwujudkan dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial
menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi
kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan
sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak Pasal 23 ayat 1-5: (1) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah
berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa,
status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental. (2) Untuk
menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara
berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati Hak Anak. (3)
Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan
melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak. (4) Untuk
menjamin pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan
Perlindungan Anak di daerah. (5) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat diwujudkan melalui upaya daerah membangun kabupaten/kota layak Anak.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan kabupaten/kota layak Anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden.”
22

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang


Perlindungan Anak Pasal 23 ayat 1 dan 2 : (1) Negara dan pemerintah menjamin
perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak
dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung
jawab terhadap anak. (2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan
perlindungan anak.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak Pasal 11: (1) Usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha
pembinaan, pengembangan, pencegahan, danrehabilitasi. (2) Usaha kesejahteraan
anak dilakukan olehPemerintah dan atau masyarakat. (3) Usaha kesejahteraan anak
yang dilakukan olehPemerintah dan atau masyarakat dilaksanakan baik di dalam
maupun di luar Panti. (4) Pemerintahmengadakan pengarahan, bimbingan, bantuan,
dan pengawasan terhadap usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh
masyarakat. (5) Pelaksanaanusaha kesejahteraan anak sebagai termaktub dalam
ayat (1), (2), (3) dan (4) diaturlebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
2.3 Panti Sosial Asuhan Anak/ Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
(PSAA/LKSA) Sebagai Pengasuhan Alternatif
Pengasuhan alternatif adalah pengasuhan yang diberikan oleh pihak, selain
keluarga inti kepada anak, akibat ketidakmampuan keluarga inti dalam
menyediakan pengasuhan yang baik untuk anak. Pengasuhan ini dapat dilakukan
melalui orang tua asuh, perwalian, adopsi dan pengasuhan oleh PSAA/LKSA.
2.3.1 Definisi Panti Sosial Asuhan Anak/ Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
PSAA/LKSA
Menurut standar Nasional Pengasuhan Anak, bahwa Pengasuhan berbasis
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Merupakan alternatif terakhir dari pelayanan
pengasuhan alternatif untuk anak-anak yang tidak bisa diasuh di dalam keluarga
inti, keluarga besar, kerabat, atau keluarga pengganti.
2.3.2 Peran Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak berperan dalam memberikan bagi anak
yang membutuhkan pengasuhan alternatif melalui :
1. Dukungan langsung ke keluarga atau keluarga pengganti (family support)
23

2. Pengasuhan sementara berbasis LKSA dengan tujuan menjamin keselamatan,


kesejahteraan diri, dan terpenuhinya kebutuhan permanen anak
3. Fasilitas dan dukungan pengasuhan alternatif berbasis keluarga pengganti sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3.3 Kontinum Pengasuhan
1. Pengasuhan anak merupakan satu kontinum dari pengasuhan keluarga sampai
dengan pengasuhan yang dilakukan oleh pihak lain di luar keluarga atau disebut
dengan pengasuhan alternatif
2. Jika ditentukan bahwa pengasuhan di dalam keluarga tidak dimungkinkan atau
tidak sesuai dengan kepentingan terbaik anak. Maka pengasuhan anak berbasis
keluarga pengganti melalui orang tua asuh, perwalian dan pengangkatan anak
harus menjadi prioritas sesuai dengan situasi dan kebutuhan pengasuhan anak
PSAA/LKSA merupakan alternatif terakhir dari pelayanan pengasuhan
alternatif untuk anak-anak yang tidak bisa diasuh di dalam keluarga inti,
keluarga besar, kerabat, atau keluarga pengganti.

2.4 Tinjauan tentang Pekerjaan Sosial


2.4.1 Pengertian Pekerjaan Sosial
Max Siporin dalam introduction to social work practice (1975:3)
mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai “Social work is defined as a social
institutional method of helping people to prevent and resolve their social problems,
to restore and enhance their social functioning”. Pekerjaan sosial didefinisikan
sebagai suatu metode institusi sosial untuk membantu orang mencegah dan
memecahkan masalah mereka serta untuk memperbaiki dan meningkatkan
keberfungsian sosial mereka.
Selain itu Allen Pincus dan Anne Minahan dalam Social Work Practice
Model and Method (1973:9) mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai “social work
is concerned with the interactions between people and their social environment
which affect the ability of people to accomplish their life task, alleviate distress,
and realize their aspirations and values”. Pekerjaan sosial berkepentingan dengan
permasalahan interaksi antara orang dengan lingkungan sosialnya, sehingga mereka
24

mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, memnuhi


kebutuhan, mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.
Jika dilihat dari kedua pengertian tersebut, pekerjaan sosial pada prinsipnya
membantu individu maupun kolektivitas. Pekerja sosial dalam memberikan
pertolongan kepada orang ditujukan untuk membantu membantu mereka yang
mengalami masalah dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan maupun
pelaksanaan fungsi sosial di masyarakat.
2.4.2 Tujuan Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung
jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi diantara orang
dengan lingkungan sosial sehingga orang ini memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan tugas-tugas kehidupan mereka, mengatasi kesulitan-kesulitan, serta
mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka. Atas dasar pengertian ini,
maka pekerjaan sosial mempunyai tujuan untuk :
1. Meningkatkan kemampuan orang untuk menghadapi tugas-tugas kehidupan dan
kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya;
2. Mengkaitkan orang dengan sistem yang dapat menyediakan sumber-sumber,
pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-kesempatan yang dibutuhkannya;
3. Meningkatkan kemampuan pelaksanaan sistem tersebut secara secara efektif dan
berprikemanusiaan;
4. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan dan perkembangan
kebijakan serta perundang-undangan sosial.
2.4.3 Fungsi Pekerjaan Sosial
Pekerja sosial melaksanakan tugas-tugas untuk menyelesaikan satu atau lebih
fungsi berikut ini :
1. Membantu orang untuk meningkatkan ddan menggunakan secara efektif
kemampuan mereka untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan merekan dan
memecahkan masalah mereka;
2. Menciptakan jalur hubungan pendahuluan diantara orang dengan sistem sumber;
3. Mempermudah interaksi, merubah, dan menciptakan hubungan baru diantara
orang dengan sistem sumber kemasyarakatan;
25

4. Mempermudah interaksi, merubah, dan menciptakan hubungan diantara orang-


orang di lingkungan sistem sumber;
5. Meratakan sumber-sumber material;
6. Bertindak sebagai pelaksana kontrol sosial.
Di dalam praktek, suatu kegiatan tertentu dapat dilaksanankan untuk
sekaligus menyelesaikan beberapa fungsi tersebut. Selanjutnya, oleh karena
hakekat interaksional jalur-jalur hubungan diantara orang dengan sistem-sistem
sumber, maka suatu perubahan yang terjadi pada suatu jalur hubungan akan dapat
pula menimbulkan perubahan pada jalur hubungan yang lain. Fungsi utama praktek
pekerjaan sosial tersebut diatas akan dijelaskan lagi secara lebih terinci dibawah ini
serta tugas-tugas pekerjaan sosial untuk masing-masing fungsi.
2.4.4 Konsep Kerangka Pengetahuan, Nilai, dan Keterampilan Pekerjaan
Sosial
1. Kerangka Pengetahuan Pekerjaan Sosial
Pekerja sosial di dalam memberikan pelayanan kepada klien harus mempergunakan
pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah teruji kevaliditasannya. Armando
Morales dan Sheafor (1982:165) mendefinisikan pengetahuan pada umumnya
dihasilkan dari research, penelitian dan praktek yang sudah teruji ketepatan dan
kebenarannya. Pengetahuan pekerjaan sosial dapat dikelompokan ke dalam tiga
golongan, sesuai dengan aspek intervensi pekerjaan sosial yaitu pengetahuan
tentang klien baik klien sebagai individu, kelompok, maupun masyarakat;
pengetahuan tentang lingkungan sosial yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan
masyarakat dan kebudayaan;serta pengetahuan tentang profesi pekerjaan sosial.
2. Kerangka Nilai Pekerjaan Sosial
Pekerja sosial di dalam melaksanakan tugas-tugasnya selalu dipengaruhi oleh nilai
– nilai yang mengatur di dalamnya adapun nilai – nilainya adalah sebagai berikut:
1) Nilai pribadi pekerja sosial (personal values).
2) Nilai profesi pekerjaan sosial (profession values).
3) Nilai klien atau kelompok klien (the values of a client or client group).
4) Nilai masyarakat (the values of the larger society).
3. Kerangka Keterampilan Pekerjaan Sosial
26

Naomi I. Brill dan Leonora Serafica de Guzman dalam Sukoco (2011:99-101)


menyatakan bahwa keterampilan-keterampilan pekerjaan sosial adalah sebagai
berikut :
1) Differential diagnosis yakni membedakan manusia yang satu dengan yang
lainnya.
2) Timming yakni memiliki perencanaan waktu yang tepat.
3) Partialization yakni keterampilan untuk memisahkan, mengelompokan,
mengklasifika-sikan, merelasikan, menganalisis, dan menginterpretasikan.
4) Focus merupakan keterampilan untuk memfokuskan salah satu dimensi saja.
5) Establishing partnership yakni kemampuan untuk mengajak klien maupun
orang-orang atau sistem sosial terkait dalam pemecahan masalah; Structure
menentukan dapat tidaknya suatu kegiatan dilakukan, kapan dan dimana
diadakan kegiatan tersebut sesuai dengan apa yang diperlukan kemudian
mengaitkan atau menghubungkan peranan berbagai pihak yang terlibat.
2.4.5 Konsep Tahapan dan Proses Pertolongan Pekerjaan Sosial
Max Siporin dalam Iskandar (1993) membagi proses pertolongan pekerjaan
sosial ske dalam 5 (lima) tahap, yaitu :
1. Engagement, Intake and Contract
Tahap ini merupakan tahap permulaan pekerja sosial bertemu dengan klien. Dalam
proses ini terjadi pertukaran informasi mengenai apa yang dibutuhkan klien,
pelayanan apa yang dapat diberikan oleh pekerja sosial dan lembaga sosial dalam
membantu dan memenuhi kebutuhan klien atau memecahkan masalah klien. Pada
akhirnya dapatlah dibuat suatu kontrak antara pekerja sosial dengan klien. Kontrak
adalah kesepakatan antara pekerja sosial dengan klien di dalamnya dirumuskan
hakekat permasalahan klien, tujuan-tujuan pertolongan yang hendak dicapai,
peranan-peranan dan harapan-harapan pekerja sosial dan klien, metode pertolongan
yang akan digunakan serta pengaturan-pengaturan pertolongan lainnya.
2. Assesment
Asesmen merupakan proses pengungkapan dan pemahaman masalah dan
kebutuhan klien. Dalam rangka asesmen ini pekerja sosial dapat mempergunakan
27

teknik-teknik wawancara, observasi, dan teknik pengumpulan data lainnya yang


dianggap tepat.
3. Planning
Rencana intervensi merupakan proses rasional yang disusun dan dirumuskan oleh
pekerja sosial yang meliputi kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan. Rencana
intervensi disusun berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan.
4. Intervention
Tahap berikutnya setelah merencanakan intervensi yaitu pekerja sosial mulai
melaksanakan program kegiatan pemecahan masalah klien atau intervensi.
Intervensi yang dilakukan oleh praktikan menggunakan berbagai tahapan
diantaranya adalah tahap pemberian motivasi, pemberian kemampuan, pemberian
kesempatan dan tahap memobilisasi sistem sumber.
5. Evaluation and Termination/Refferral
Pada tahap ini pekerja sosial harus mengevaluasi kembali semua kegiatan
pertolongan yang telah dilakukannya mengenai tujuan hasil dan tujuan proses serta
melakukan pemutusan hubungan bilamana tujuan pertolongan telah dicapai atau
bilamana terjadi kegiatan referal karena alasan-alasan yang rasional klien meminta
pengakhiran pertolongan atau karena faktor-faktor eksternal.
2.4.6 Konsep Sistem-sistem Dasar dalam Praktek Pekerjaan Sosial
Para pekerja sosial harus menghadapi berbagai macam orang dalam
perubahan berencana, maka dari itu diperlukan upaya untuk mengoptimalkan
sistem yang dasar yang terdiri dari :
1. Sistem Pelaksana Perubahan merupakan sistem yang digunakan untuk
menunjukkan sekelompok orang yang tugasnya memberi bantuan atas dasar
keahlian yang berbeda-beda dan bekerja dengan sistem yang berbeda-beda
ukurannya.
2. Sistem klien merupakan sistem yang memperoleh bantuan dan orang yang
menerima pelayanan pekerja sosial.
3. Sistem sasaran adalah orang-orang yang dijadikan sasaran perubahan atau
pengaruh agar tujuan dapat tercapai. Sistem sasaran dan sistem klien kerapkali
saling bertindih.
28

4. Sistem kegiatan adalah sistem yang digunakna untuk menunjukkan orang yang
bersama-sama dengan pekerja sosial berusaha menyelesaikan tugas-tugas dan
mencapai tujuan-tujuan usaha intervensi.
2.4.7 Metode dan Teknik Pekerjaan Sosial
1. Metode Social Casework
Menurut Richmond (1922), metode casework terdiri dari proses yang
mengembangkan kepribadian melalui penyesuaian secara sadar individu-individu,
diantara orang-orang dan lingkungan sosialnya. Metode social casework
mengembangkan perhatiannya dalam bidang keluarga, dinamika keluarga dan
interaksi anggota keluarga dengan hasil bahwa keluarga merupakan lembaga yang
potensial untuk digunakan dalam melakukan intervensi terhadap individu. Dengan
demikian tujuan praktek pekerjaan sosial adalah mencegah atau menyembuhkan
gangguan relasi diantara individu dengan keluarganya atau pihak lain di
lingkungannya. Pekerja sosial membantu orang-orang untuk mengidentifikasi dan
memecahkan masalah dalam relasinya untuk meminimalisir dampaknya. Pekerjaan
sosial memperkuat potensi individu, kelompok dan masyarakat secara maksimum.
Berikut merupakan teknik dalam social casework :
1) Small Talk
Teknik ini digunakan oleh pekerja sosial pada saat kontak permulaan dengan klien.
Tujuan utama small talk adalah terciptanya suatu suasana yang dapat memberikan
kemudahan bagi keduanya untuk melakukan pembicaraan sehingga hubungan
selanjutnya dalam proses intervensi akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Small talk dimulai oleh pekerja sosial untuk membuka agar klien dapat berbicara.
2) Ventilation
Teknik ini digunakan oleh pekerja sosial untuk membawa ke permukaan perasaan-
perasaan dan sikap-sikap yang diperlukan, sehingga perasaan-perasaan dan sikap-
sikap tersebut dapat mengurangi masalah yang dihadapi klien. Pekerja sosial
dituntut untuk dapat menyediakan kemudahan bagi klien dalam mengungkapkan
emosinya secara terbuka. Tujuan ventilationn adalah untuk menjernihkan emosi
yang tertekan karena dapat menjadi penghalang bagi gerakan positif klien. Dengan
membantu klien menyatakan perasaan-perasaannya. Maka pekerja soosial akan
29

lebih siap melaksanakan tindakan pemecahan masalah serta dapat memusatukan


perhatiannya pada diri klien.
3) Support
Teknik memberikan semangat, menyokong dan mendorong aspek-aspek dari fungsi
klien, seperti kekuatan-kekuatan internalnya, cara berperilaku dan hubungannya
dengan orang lain. Support harus didasarkan pada kenyataan dan pekerja sosial
memberikan dukungan terhadap perilaku atau kegiatan-kegiatan positif dari klien.
Pekerja sosial harus membantu klien apabila klien mengalami kegagalan dan
sebaliknya lebih mendorong klien apabila berhasil. Sebaiknya pekerja sosial
menyatakan terlebih dahulu aspek-aspek yang positif sebelum menyatakan aspek-
aspek negatif dari situasi yang dialami klien.
4) Reassurance
Teknik ini digunakan untuk memberikan jaminan kepada klien bahwa situasi yang
diperjuangkannya dapat dicapai pemecahannya dan klien mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. Reassurance harus dibuat realistik dan
tidak dapat dilakukan terhadap kenyataan yang tidak benar. Pekerja sosial harus
memberikan reassurance dalam waktu yang tepat dan memberikan kesempatan
kepada klien untuk menyatakan perhatian dan kegagalannya secara wajar, oleh
karena itu reassurance dilaksanakan dengan kesadaran bahwa penyesuaian dapat
dilakukan dalam setiap situasi. Reassurance digunakan dengan menghargai
kemampuan-kemampuan, perasaan-perasaan dan pencapaian-pencapaian klien.
5) Confrontation
Teknik ini digunakan pada saat klien menghadapi situasi sulit yang bertentangan
dengan kenyataan. Pekerja sosial harus mengetahui bagaimana keadaan klien,
mendinginkan perasaan-perasaan sakit sehingga klien dapat keluar dari situasi yang
menyakitkan. Confrontation sering digunakan dalam kegiatan terapi dengan tujuan
agar klien dapat menerima perilaku dan dapat menyadari sikap-sikap dan perasaan-
perasaannya. Pekerja sosial dapat mengembangkan beberapa pandangannya yang
dapat memberikan motivasi kepada klien untuk mengubah perilakunya.
6) Conflict
30

Merupakan tipe stress yang terjadi manakala klien termotivasi oleh dua atau lebih
kebutuhan dimana yang satu terpuaskan sementara kebutuhan yang lainnya tidak.
Konflik merupakan bagian dari hidup dan tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan
sehari-hari. Klien membutuhkan pengetahuan bagaimana mengatasinya apabila
terjadi perbedaan perasaan yang cenderung meningkat. Pekerja sosial harus
menyadari faktor-faktor emosi dan memberikan tempat untuk diungkapkan dan
mempergunakan kekuatan-kekuatan untuk kompromi dan menerima pemecahan
masalah untuk mencapai perubahan yang lebih baik.
7) Manipulation
Teknik ini merupakan keterampilan pekerja sosial dalam mengelola kegiatan,
orang-orang dan sumber-sumber yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah
klien. Pekerja sosial harus memperhatikan kebutuhan dan hak-hak klien untuk
terikat dalam tindakan dan pengambilan keputusan; kemampuan klien untuk
berpartisipasi; dan membedakan antara kegiatan-kegiatan untuk kepentingan
pekerja sosial dengan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan klien.
8) Universalization
Teknik ini digunakan melalui penerapan pengalaman-pengalaman dan kekuatan-
kekuatan manusia dengan situasi yang dihadapi oleh klien. Tujuannya memberikan
pengaruh kepada klien yang mengalami situasi emosional yang berlebihan agar
menyadari bahwa situasi yang sama juga dihadapi orang lain; menyumbang dan
membandingkan pengetahuan tentang cara-cara pemecahannya kepada klien; dan
memperkuat hal-hal lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi klien.
9) Advice Giving and Counseling
Teknik ini berhubungan dengan upaya memberikan pendapat yang didasarkan pada
pengalaman pribadi atau hasil pengamatan pekerja sosial dan upaya meningkatkan
suatu gagasan yang didasarkan pada pendapat-pendapat atau digambarkan dari
pengetahuan profesional. Keberhasilan teknik ini ditentukan oleh kemampuan klien
mempergunakannya dan kemampuan pekerja sosial membuat assessment yang
valid.
10) Activities and Programs
31

Teknik ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan


mengatasi kesulitan yang dihadapi klien melalui suatu sarana tertentu. Klien
diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang
kesulitannya dan membawa keluar atau mengatasi secara langsung kebutuhan
dan masalah tersebut pada tingkat non verbal atau situasi permainan. Musik,
tarian, permainan, drama, kerajinan tangan, merupakan media untuk
menggambarkan kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi klien. Pekerja sosial
harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu
memilih media terbaik untuk menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan dan situasi-
situasi klien.
11) Logical Discussion
Teknik ini digunakan untuk memberikan kemampuan berpikir dan bernalar, untuk
memahami dan menilai fakta dari suatu masalah, untuk melihat kemungkinan
alternatif pemecahannya dan untuk mengantisipasi serta melihat konsekuensi-
konsekuensi dalam mengevaluasi hasilnya.
12) Reward and Punishment
Reward diberikan untuk perilaku yang baik dan punishment (hukuman) diberikan
untuk perilaku yang buruk. Teknik ini digunakan dengan tujuan mengubah perilaku
klien dan pekerja sosial harus memiliki keterampilan khusus untuk mengetahui
motif-motif perilaku dan metode penguatan (reinforcement)
13) Role Rehearsal and Demonstration
Teknik ini digunakan apabila cara-cara belajar perilaku baru diperlukan. Pekerja
sosial dapat meningkatkan fungsi sosial klien melalui latihan penampilan peranan
baik melalui diskusi atau permainan peranan atau kedua-duanya. Sebagai pengganti
permainan peranan, pekerja sosial dapat juga mendemonstrasikan bagaimana
tindakan-tindakan tertentu dilakukan.
14) Group Dynamics Exercise, Group Games, Literary and Audiovisual
Materials
Teknik-teknik ini berupa latihan dinamika kelompok, permainan-permainan
kelompok, kepustakaan sederhana dan penggunaan alat-alat audio visual.
Penggunaan teknik ini dapat meningkatkan partisipasi klien dalam berbagai
32

kegiatan dalam upaya pemecahan masalah. Pekerja sosial harus mengetahui kapan
dan bagaimana menggunakan teknik-teknik ini.
15) Andragogy
Teknik ini dilukiskan sebagai seni dan ilmu pengetahuan untuk membantu klien
dewasa belajar. Melalui andragogy, pekerja sosial dapat meningkatkan
keberfungsian sosial klien melalui pengungkapan kebutuhan, merumuskan tujuan
dan merumuskan pengalaman belajar serta mengevaluasi program klien.
16) Counciousness Raising
Teknik ini berhubungan dengan tugas membangunkan secara positif konsep diri
klien yang berkaitan dengan lingkungan dan masyarakatnya. Pekerja sosial dapat
menggunakan teknik ini dalam bekerja dengan kelompok klien yang mengalami
depresi.
2. Metode Social Groupwork
Definisi menurut Gisela Konopka (1972), merupakan suatu metode dalam
pekerjaan sosial yang bertujuan untuk membantu keberfungsian individu dalam
kelompok. Merupakan suatu pendekatan yang secara sadar diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan individu semaksimal mungkin dengan suatu
kelompok. Menurut B. Tractice, bahwa social gorupwork merupakan suatu metode
dimana individu dalam kelompok didalam suatu badan sosial tertentu, dibantu oleh
seorang peksos yang membimbing interaksi mereka dalam suatu program kegiatan
sehingga mereka mampu berhubungan antara satu dengan yang lainnya, untuk
mengalami pertumbuhan yang berkaitan dengan kemampuan individu, kelompok
dan masyarakat. Kelompok dimanfaatkan oleh para anggotanya melalui peksos
sebagai sarana utama untuk mengembangkan kepribadian, perubahan,
perkembangan. Jadi pekerjaan sosial kelompok merupakan suatu metode, dimana
individu dalam kelompok serta badan sosial dibantu oleh pekerja sosial yang
membimbing interkasinya dalam program kegiatan, sehingga mereka berhubungan
satu dengan yang lainnya untuk mencapai pertumbuhan yang matang dan untuk
mencapai perkembangan individu, kelompok dan masyarakat.
Tipe-tipe kelompok yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah dalam
pekerjaan sosial dengan kelompok antara lain :
33

1. Social Conversation Group (kelompok percakapan sosial)


Kelompok ini bertujuan untuk menguji dan menentukan seberapa dalam hubungan
dapat dikembangkan diantara orang yang belum saling mengenal dengan baik.
2. Recreation Group (kelompok rekreasi)
Tujuan kelompok ini memberikan kegiatan-kegiatan untuk kesenangan, bersifat
spontan, tidak perlu ada pemimpin, tempat dan peralatan tidak banyak. Artinya
akomodasi bersifat praktis.
3. Recreation Skill Group (kelompok keahlian rekreasi)
Tujuan kelompok ini adalah untuk meningkatkan beberapa keterampilan dan dalam
waktu yang bersamaan memberikan kesenangan pula. Kelompok memerlukan
penasehat, pelatih, instruktur dan lebih berorientasi pada aturan permainan.
4. Education Group (kelompok pendidikan)
Fokus kelompok ini adalah Memperoleh pengetahuan dan mempelajari
keterampilan yang lebih kompleks. Pemimpinnya biasanya seorang yang
profesional yang benar-benar terlatih dan ahli dalam bidang tertentu.
5. Problem Solving and Decission Making Group (kelompok masalah dan
pengambilan keputusan)
Dalam kelompok ini, pihak pemberi dan penerima pelayanan sosial dapat secara
bersama-sama terlibat dalam kegiatan. Pemberi pelayanan menggunakan
pertemuan kelompok untuk mencapai tujuan suatu rencana pengembangan bagi
klien atau sekelompok klien. Kelompok harus memutuskan bagaimana
mengalokasikan sumber dana yang terbaik, bagaimana memperbaiki pelaksanaan
pelayanan bagi klien, merubah keputusan kebijakan dari lembaga, bagaimana
memperbaiki usaha-usaha koordinasi dengan lembaga lain.
6. Self Help Group (kelompok bantu diri)
Menurut Katz dan Bender definisi kelompok bantu diri merupakan suatu kelompok
kecil yang disusun saling membantu (mutual aid) dan untuk mencapai suatu tujuan
serta bersifat sukarela. Kelompok ini menekankan pada interaksi sosial secara tatap
muka dan mempunyai tanggung jawab yang tinggi antar anggota.
7. Socialization Group (kelompok sosialisasi)
34

Secara umum tujuannya kelompok ini adalah untuk mengembangkan atau


mengubah sikap dan perilaku anggota kelompok agar dapat diterima secara sosial.
Mengembangkan keterampilan sosial, meningkatkan kepercayaan diri dan
merencanakan masa depan. Peranan pemimpin sangat diperlukan.
8. Therapeutic Group (kelompok penyembuhan)
Pada umumnya kelompok terapi ini terdiri dari orang-orang yang memiliki masalah
emosional yang agak berat. Pemimpinnya memerlukan keterampilan dalam
persepsi, pengetahuan ttg manusia, dinamika kelompok. Contohnya kepribadian
ganda, kelainan jiwa, histeris dll.
9. Sensitivity Group (kelompok melatih kepekaan)
Inti dari kegiatan kelompok ini dalah melakukan percakapan yang mendalam
dengan sepenuh hati dan jujur tentang mengapa mereka berperilaku seperti itu
dalam kelompok. Tujuannya memperbaiki masalah kesadaran antar pribadi,
memberi suatu perbedaan yang menarik kepada mereka yangberbeda pada yang
menarik kepada mereka yang beraada pada kelompok-kelompok terapi.
2.4.8 Konsep Pekerjaan Sosial dengan Anak
Seorang pekerja sosial didalam melaksanakan tugasnya dengan anak harus
memiliki kemampuan yang dapat membantunya dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut Mauren O’Loughlin dalam Praktik pekerjaan sosial dengan anak
(2009:34) pekerja sosial memiliki kerangka kemampuan profesional yang meliputi
:
1. Profesionalisme
Merupakan kemampuan dalam mengidentifikasi dan berperilaku sebagai pekerja
sosial, dimana pekerja sosial memiliki komitmen dalam menjalankan tugasnya.
2. Nilai dan Etnis
Pekerja sosial mampu menerapkan prinsip-prinsip etika pekerjaan sosial dalam
melaksanakan tugasnya.
3. Keragaman
Pekerja sosial mampu mengakui dan menghargai berbagai keragaman dalam
prakteknya, serta tidak menunjukkan sikap diskriminatif.
4. Keadilan
35

Pekerja sosial menghargai dan menghormati hak asasi manusia dalam


melaksanakan tugasnya.
5. Pengetahuan
Pekerja sosial dapat menerapkan ilmu-ilmu sosial, hukum, dan teori dalam praktek
pekerjaan sosial dengan anak sehingga memudahkan pekerja sosial dalam
melaksanakan tugasnya.
6. Penghakiman
Pekerja sosial dapat mempertimbangkan sejauh mana wewenangnya dalam ikut
campur tangan dalam permasalahan individu, serta mendorong kemandirian
keluarga dan masyarakat.
7. Refleksi Kritis dan Analisis
Pekerja sosial dapat menerapkan refleksi kritis dan analisis untuk memberikan
informasi dan alasan terkait pengambilan keputusan yang dilakukan.
8. Kepemimpinan yang professional
Pekerja sosial diwajibkan memiliki tangung jawab yang tinggi, pekerja sosial dapat
memimpin dirinya sendiri dalam melaksanakan tugasnya yang meliputi
pengawasan, monitoring, menilai, melakukan penelitian, pengajaran, serta
manajemen yang baik.
Seorang pekerja sosial mempunyai beberapa peranan yang dapat dilakukan.
Peranan pekerja sosial menurut Nancy dalam Praktik Pekerjaan Sosial dengan
Anak (2009:49) dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Case Manager
Pekerja sosial dapat menyambungkan anak dengan sistem sumber yang ada dan
memberikan stimulus kepada anak agar tidak tergantung dalam mengakses sistem
sumber yang ada, pekerja sosial juga mengkoordinasikan berbagai pelayanan yang
berhubungan dengan anak.
2. Terapis
Pekerja sosial dapat memberikan terapi kepada anak yang disesuaikan dengan
permasalahan yang dialaminya, peran ini bertujuan untuk mengetahui
permasalahan anak ataupun sebagai bentuk intervensi terhadap permasalahan yang
dialaminya.
36

3. Advokat
Pekerja sosial dapat memberikan bantuan perlindungan dan pembelaan terhadap
hak-hak anak yang dilanggar dan memberikan pendampingan jika anak asuh
bermasalah dan berhubungan dengan hukum.
4. Konsultan
Anak yang berada di lingkungan sekolah tentu saja memiliki berbagai
permasalahan, seperti permasalahan yang berhubungan dengan relasinya dan
adaptasinya terhadap lingkungan. Maka pekerja sosial dapat menjalankan
peranannya sebagai seorang konsultan yaitu dengan memberikan alternatif solusi
guna memecahkan permasalahan yang sedang dilami oleh anak/klien.
5. Pendidik
Pekerja sosial dapat menjadi pendidik yang berperan memberi bimbingan yang
dibutuhkan oleh klien yang berada dalam panti maupun non panti.
6. Fasilitator
Pekerja sosial dapat membantu mengusahakan keperluan yang dibutuhkan terkait
dengan kebutuhan-kebutuhan klien guna pencapai perubahan dalam menangani
permasalahan yang sedang dialami.
7. Broker
Pekerja sosial dapat menjadi penghubung klien dengan sistem sumber yang
dibutuhkan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang
sedang dihadapinya.
8. Motivator
Pekerja sosial dapat memberikan motivasi atau dorongan kepada klien untuk
memaksimalkan berbagai macam potensi yang dimiliki sehingga dapat
memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi.

Anda mungkin juga menyukai