Anda di halaman 1dari 11

Materi :

Kabahagiaan Anak
Definisi kebahagiaan
Seligman (2013) dalam Pontoh dan Farid (2015:101) menyatakan bahwa kebahagiaan adalah
kehidupan yang menyenangkan dengan meyakini apa yang kita pilih demi pilihan itu sendiri.
Sedangkan, tentang merasa senang dan bahwa cara kita memilih jalan hidup kita adalah untuk
berusaha memaksimalkan perasaan kita. Selain itu, pendapat Argyle (2001) dalam Dewi
(2014:29) menjelaskan bahwa kebahagiaan merupakan hasil dari faktor tunggal pengalaman,
tetapi kebahagiaan setidaknya terdiri dari tiga bagian faktor independen, yaitu kepuasan dalam
kehidupan, pengaruh positif, dan pengaruh negatif. Selain itu, peristiwa kehidupan yang positif
dan kegiatan yang menyenangkan serta sering menghasilkan suasana hati yang positif dapat
juga menghasilkan kebahagiaan
Menurut Berk (2008) menyatakan bahwa banyak psikolog mendefinisikan kebahagiaan sebagai
perasaan bahwa hidup itu menyenangkan, memuaskan, dan bermakna. Perkembangan
emosional anak-anak prasekolah bersifat khas sehingga memiliki keterkaitan dengan
kebahagiaan. Emosi anak-anak bersifat sementara, spontan dan diungkapkan secara terbuka
sehingga orang-orang yang berada di sekitar anak dapat mengetahui dan memahami tentang
bagaimana perasaannya pada saat itu. Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa selama
pematangan emosional anak-anak membutuhkan bantuan dari orang dewasa untuk menjadi
sadar akan emosi, kebutuhan dan keadaan internal mereka, untuk belajar bagaimana
mengekspresikan emosi mereka, mengenali dan membagikannya dengan orang lain,
mendapatkan pengalaman dengan mengekspresikan emosi dalam berbagai cara, memahami
jawaban emosional dan belajar bahwa adalah mungkin untuk memilih cara
mengekspresikannya.
Mengekspresikan emosi membantu anak-anak menunjukkan dan menandakan kebutuhan
mereka terhadap lingkungan serta memasuki interaksi sosial yang beragam dan kaya (dalam
Vasta, Haith & Miller (2005) dalam Vorkapic and Sikic, 2018:4).
Mashar (2011) dalam Pratiwi dan Budisetiyani (2013:161) menjelaskan bahwa menurut Froebel
bahwa pada masa kanak-kanak dipandang sebagai masa emas (golden age) yang merupakan
masa otak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat yang terjadi ketika anak
berusia 0-6 tahun. Tahap ini merupakan tahap awal kehidupan manusia yang menentukan
bagaimana sikap, perilaku, dan kepribadian individu di masa depan. Pada umumnya pada tahap
ini anak usia dini belajar mengenai berbagai hal termasuk dalam mengembangkan kemampuan
motorik, kognitif, bahasa, serta sosioemosional mereka. Sedangkan, Seligman (2002) dalam
Jasmadi dan Muslimah (2016:9) menyatakan bahwa kebahagiaan merupakan konsep yang
mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas positif yang disukai
oleh individu tersebut, perasaan yang dapat dirasakan berupa perasaan senang, tentram,
memiliki kedamaian dan mampu berfungsi secara optimal dalam kehidupannya baik sebagai
individu, anggota masyarakat dan negara.

Definisi anak
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
Anak usia dini
Pengertian anak usia dini menurut undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional yang disebut dengan anak usia dini adalah anak usia 0- 6 tahun, sedangkan
menurut para ahli adalah anak usia 0-8 tahun.
HAK ANAK
Pada tanggal 26 Januari 1990 Indonesia telah menandatangani konvensi hak Anak. Bentuk
rativikasi ini ditunjukan melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25
Agustus 1990. Indonesia menyatakan menarik pernyataan atas ketentuan-ketentuan Pasal 1,
14, 16, 17, 21, 22, dan 29 dari Konvensi 1989.
Implementasi Konvensi Hak Anak 1989 berlandaskan juga Undang Undang Dasar 1945, dimana
Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014; dan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2016.
Adapun prinsip-prinsip Umum dalam konvensi Hak Anak adalah
1. Non-diskriminasi yang dijelaskan pada pasal 2 ayat 1: “Negara-negara peserta akan
menghormati dan menjamin hartinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus
diberlakukan kepada setiap anak tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, Bahasa,
agama, pandangan politik, asal-usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat
atau tidak, kelahiran atau status lainnyabaik dari si anak sendiri atau dari orangtuanya atau wali
yang sah” dan pasal 2 ayat 2 dijelaskan tentang jaminan perlindungan anak dari segala bentuk
diskriminasi, secara rinci dijelaskan sebagai berikut: “Negara-negara Peserta akan mengambil
semua langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi
atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau
keyakinan dari orangtua anak, walinya yang sah, atau anggota keluarganya”
2. Kepentingan Terbaik, yang tertuang dalam pasal 3 ayat 1, bahwa “dalam semua tindakan,
maka kepentingan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan
sosial pemerintah maupun swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan
legislative, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama”
3. Kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, Pasal 6 ayat 1, bahwa “Negara-negara
Peserta akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak”
4. Penghargaan terhadap Pandangan Anak, Pasal 12 ayat 1, bahwa “Negara-negara peserta
akan menjamin agar anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri akan memperoleh hak
untuk menyatakan pandangan-pandangannya secara bebas dalam semua hal yang
mempengaruhi anak, dan penanganan tersebut akan di hargai sesuai dengan tingkat usia dan
kematangan anak”

Poin UU yang membahas tentang hak anak:


Pasal 6
Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai
dengantingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang Tua atau Wali 3. Ketentuan ayat
(1) dan ayat (2) diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat
(1a) sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.
(1a) Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan
seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta
didik, dan/atau pihak lain.
(2) Selain mendapatkan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a), Anak
Penyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan Anak yang
memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus.
4. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
Setiap Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
5. Ketentuan Pasal 14 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat
(2) dan penjelasan Pasal 14 diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
(2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:
a. bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang
Tuanya;
b. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses
tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minatnya;
c. memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
d. memperoleh Hak Anak lainnya.
6. Ketentuan Pasal 15 ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf f, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;
e. pelibatan dalam peperangan; dan
f. kejahatan seksual

Generasi Anak
Menurut Kupperschmidt (2000) (dalam Putra, 2016) Generasi adalah sekelompok orang yang
memiliki kesamaan tahun lahir, umur, lokasi dan juga pengalaman historis atau kejadian-
kejadian dalam individu tersebut yang sama yang memiliki pengaruh seignifikan dalam fase
pertumbuhan mereka.
Perbedaan Generasi X, Y, Z dan Generasi Lainnya
Berdasarkan penjelasan dalam Jurnal Pemikiran Islam, disebutkan bahwa sebenarnya tidak ada
demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi. Namun dalam Teori Generasi oleh
Natali Yustisia, setidaknya ada lima generasi yang lahir pasca perang dunia kedua.
Generasi-generasi itu memiliki karakter yang cukup berberbeda. Berikut ini perbebedaan
generasi X, Y, Z dan dua generasi lainnya.
1. Generasi Baby Boomers (1946 – 1964)
Generasi baby boomers adalah kelompok manusia yang lahir setelah perang dunia II. Generasi
ini biasanya memiliki banyak saudara akibat banyaknya pasangan yang berani memiliki banyak
keturunan.
Generasi baby boomers cukup adaptif, mudah menerima, dan menyesuaikan diri. Mereka yang
masuk dalam kelompok ini biasanya dianggap sebagai orang lama yang memiliki banyak
pengalaman hidup.
Baby boomers umumnya dididik oleh orang tua yang disiplin dan keras, sehingga memiliki
kedisiplinan tinggi, mental kuat, prinsip kuat, serta berpegang teguh pada loyalitas dan
dedikasi. Maka tidak heran, jika kita sering melihat orang tua yang masih menjalankan
pekerjaan di bidang yang sama.
Apa Itu Generasi Sandwich? Ini Dia Penjelasan Lengkapnya
2. Generasi X (1965 – 1980)
Generasi X merupakan kelompok yang lahir di antara tahun 1965 – 1980. Tahun-tahun tersebut
merupakan awal dari penggunaan personal computer, video games, televisi kabel, dan internet.
Teknologi saat itu, masih menggunakan floppy disk atau disket sebagai penyimpanan.
Generasi ini juga dididik oleh orang tua yang disiplin. Hal tersebut yang membuat gen X
memiliki karakteristik seperti mandiri, disiplin, kerja keras, dan mengutamakan karir. Gen X
yang tumbuh di sekitar tahun 80an juga cenderung lebih kreatif, tangguh, dan solutif.
Karakter tersebut dipengaruhi oleh kondisi dunia yang pada saat itu sedang mengalami
beragam krisik ekonomi. Sehingga mereka yang hidup di era tersebut harus bisa mandiri dan
pintar dalam mencari peluang agar bisa hidup lebih baik.
Selain memiliki karakter baik, gen X juga memiliki beberapa tingkah laku negatif. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Jane Deverson menyebutkan generasi X memiliki tingkah laku
negatif seperti tidak hormat pada orang tua hingga mencoba menggunakan ganja.
3. Generasi Y (1981 – 1994)
Generasi ini sering dikenal juga sebagai generasi milenial. Salah satu ciri generasi Y yaitu sering
berkomunikasi menggunakan media dan teknologi digital. Hal tersebut dikarenakan gen Y
tumbuh dan saat teknologi mulai maju.
Karakter lain yang dimiliki generasi ini antara lain kreatif, informatif, memiliki passion, dan
produktif. Jika dibandingkan dengan generasi X, para milenial lebih nyaman dan bisa berteman
baik dengan teknologi. Generasi ini terbiasa menggunakan teknologi dalam segala aspek
hidupnya. Mulai dari mengakses portal pendidikan, belanja online, mengirim pesan singkat,
hingga memesan transportasi online. Karakteristik lain dari gen Y yaitu mampu berkomunikasi
secara terbuka.
Teknologi juga membuat generasi ini memiliki pandnagan politik dan ekonomi yang terbuka.
Sehingga mereka akan cenderung lebih reaktif terhadap perubahan yang terjadi.
4. Generasi Z (1995 – 2010)
Generasi ini disebut juga sebagai Gen Z atau i-generation merupakan mereka yang lahir di
tahun 1995 – 2010. Kelompok ini termasuk generasi up to date terhadap isu yang tersebar di
media masa atau internet
Gen Z memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi lain. Dalam K- JTP: Vol. 06, No.01,
dijelaskan bahwa generasi Z mempunyai karakter yang menyukai teknologi, fleksibel, lebih
cerdas, dan toleran pada perbedaan budaya.
Generasi ini juga terhubung secara global dan berjejaring di dunia virtual. Meskipun terkenal
open minded, namun generasi ini juga dketahui mempunyai karakter yang kurang baik, seperti
lebih senang dengan budaya instan dan kurang peka terhadap esensi privat.
5. Generasi Alpha (2011 – 2025)
Generasi yang paling muda disebut sebagai generasi alpha. Mereka lahir di tahun 2011 – 2025.
Generasi ini sangat terdidik karena sudah mengenyam pendidikan di sekolah sejak awal. Rata-
rata orang tua dari generasi alpha termasuk dalam keluarga yang kaya.
Mereka juga sudah memiliki kecerdasan dalam menggunakan ponsel dan internet lebih sejak
kecil. Anak-anak ini terbiasa dengan gadget, televisi, dan teknologi lainnya. Generasi alpha
cenderung lebih cerdas dan cepat dalam memahami situasi serta bisa mengenali suatu hal
dengan baik.
Generasi alpha juga bisa membaca dan menghafalkan alfabet sejak kecil. Mereka juga mampu
berfikir lebih kritis dibandingkan generasi sebelumnya.
Teknologi yang sudah sejak kecil berteman dengan generasi alpha ternyata bisa membawa
dampak kurang baik. Diantaranya, menyebabkan ketergantungan sehingga mereka sulit
bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal tersebut juga bisa meningkatkan risiko mental illness
pada generasi ini.
Oleh sebab itu, peran orang tua menjadi sangat dibutuhkan dalam masa perkembangan dan
pertumbuhan generasi ini. Orang tua dari generasi ini harus memiliki kemampuan ekstra, bisa
berpikir kreatif, dan melakukan banyak pendekatan terhadap anak-anak dari generasi alpha.
Tips Kebahagiaan Anak
Apa yang bisa orang tua lakukan agar anak melewati masa kecilnya dengan bahagia?
1. BAHAGIA DULU
Ya, Anda dan pasangan perlu berkomitmen untuk berbahagia terlebih dulu. “Karena
bahagia itu menular,” begitu menurut British Medical Journal. Selain itu, Sean Grover,
L.C.S.W., psikoterapis dan penulis buku When Kids Call the Shots: How to Seize Control
from Your Darling Bully and Enjoy Being a Parent Again, yang dilansir dari
psychologytoday.com, juga menuturkan pentingnya "Happy Parents, Happy Kids". Ini
merupakan pesan sederhana, yakni orang tua bertanggung jawab menjadi orangtua
yang bahagia, lalu menunjukkan, serta menularkan gaya hidup yang bahagia tersebut
kepada anak dalam hidup sehari-hari. Salah satu caranya, dengan melakukan hal yang
menyenangkan dan sering tertawa bersama anak.
2. PERLIHATKAN CINTA
Amy Bohnert, psikolog dan peneliti perkembangan anak dari Loyola University Chicago,
Illinois, AS, mengungkapkan, terdapat banyak cara dan, tentunya berbeda-beda, dalam
seni mengurus anak. Tak ada formula tepat yang bisa disamakan kepada setiap anak,
namun hal paling mendasar adalah orang tua yang menunjukkan cinta yang hangat
kepada anak-anaknya, akan membuat rasa bahagia, nyaman dan aman bagi si kecil.
Misalnya, Anda selalu memilih menggunakan kata-kata positif setiap hari ketika
berinteraksi dengan anak.
3. MENANAMKAN SIFAT OPTIMIS
LMemiliki sifat optimis berkaitan dengan hidup yang bahagia. Demikian ujar Christine
Carter PH.D., salah satu penulis buku Raising Happiness: 10 Simple Steps for More Joyful
Kids and Happier Parents. Kenalkan dan ajarkan anak untuk selalu optimis serta
mengajarkan anak melihat sisi baik dari tiap pengalaman yang tidak menyenangkan.
Misalnya, saat tidak bisa bersepeda karena di luar sedang hujan. Sisi baiknya, Anda dan
si kecil jadi bisa menghabiskan waktu di dalam rumah. Misalnya, dengan belajar
membuat kue kering bersama.
4. AJARKAN KECERDASAN EMOSIONAL
Kenalkan si tiga tahun mengenai macam-macam emosi, serta cara mengendalikannya.
Misal, ketika ia sedang cemberut, karena tidak Anda belikan mainan yang ia minta.
Tanyakan, “Kenapa kamu cemberut, Nak? Kamu kesal karena Mama tidak belikan
mainan, ya?” Dengan demikian, anak belajar mengenal emosi yang sedang ia alami,
serta penyebabnya. Kenalkan juga emosi lain, seperti senang maupun marah. Setelah
mengenali emosi, ajarkan si kecil untuk bisa mengontrol emosi yang ia sedang alami.
Misalnya, daripada marah dan merengek tanpa henti, ia mesti belajar bersabar untuk
mendapatkan sesuatu yang sedang ia inginkan.
5. KONTROL DIRI
Menjadi bahagia bukan berarti bebas melakukan apa saja sebebas-bebasnya, tanpa
batasan. Tanamkan juga kepada si kecil konsep disiplin. Kedisiplinan bukan hanya
berkaitan dengan kehidupan yang sukses kelak, namun juga terhadap kebahagiaan.
Buktinya adalah hasil dari Marshmallow Test, yakni penelitian yang dilakukan Psikolog
Walter Mischel pada tahun 1960-an kepada balita. Tes ini memberikan satu
marshmallow dan meminta balita memilih, yakni sabar menunggu, sebab akan diberi
satu buah lagi atau bila ingin segera memakannya pun tidak masalah. Menurut hasil
penelitian tersebut — anak-anak yang yang diteliti kini telah berusia 40–50-an —
mereka yang mendapat dua marshmallow mampu menyelesaikan studi tepat waktu,
berpenghasilan lebih tinggi, serta tidak mengalami overweight. Balita yang mampu
belajar mengontrol diri akan membantu ia mengatasi gangguan yang terjadi. Ia jadi tidak
mudah terganggu dan menjadi pribadi yang bahagia.
6. MORE PLAYTIME!
Bermain sendiri maupun dengan teman sama menyenangkannya, serta kaya manfaat.
Mengasah gerak motorik dan melatih empati merupakan hal lain. Christine Carter
menyebutkan, dengan bermain, si kecil sebetulnya sedang mempraktikkan mindfulness,
yakni memusatkan fokus secara penuh terhadap apa yang sedang dilakukan saat ini
(living in the moment). Hal ini merupakan salah satu cara yang kerap dilakukan sebagai
terapi, ketika sedang berada di bawah tekanan. Untuk itu, biarkan si kecil bereksplorasi
dengan mainan dan imajinasinya!
7. BERMAIN DENGAN TEMAN
Ajarkan si kecil bersosialisasi, meski ia tergolong tipe yang senang sendiri maupun
pemalu. Menurut psikolog Sandee McClowry dari New York University, AS, sifat pemalu
memang merupakan salah satu karakter, maka perlu cara khusus untuk membuat ia
mau berteman. Caranya antara lain dengan mengajak ia bermain dengan anak yang
lebih muda, atau memberi ia tugas menyambut tamu di rumah. Dengan memiliki teman
bermain, anak belajar banyak hal yang membuat hidup lebih berwarna, yang menjadi
modal untuk merasa bahagia. Empati anak juga akan terasah. Misalnya, ketika
temannya sedih, ia akan menghibur atau berbagi ketika teman tidak membawa bekal.
Berikan petunjuk praktis, misalnya dengan menyapa orang lain atau bergabung dengan
teman yang sedang bermain.
8. LINGKUNGAN YANG BAHAGIA
Laura Kubzansky, profesor ilmu sosial dan perilaku dari Harvard School of Public Health,
AS, mengungkap, faktor keturunan (gen) dari orang tua yang berbahagia memiliki
pengaruh yang besar untuk menghasilkan anak-anak yang berbahagia pula. Namun tidak
cukup sampai di situ, sebab lingkungan juga memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan
psikologis. Dalam bukunya, Christine Carter menyebutkan, banyak penelitian
mengungkap hubungan kecenderungan orang yang bahagia adalah orang-orang yang
jarang menonton TV. Meski belum diketahui apa hubungannya, namun dengan tidak
terlalu sering terpapar TV, maka si kecil jadi bisa melakukan aktivitas aktif lain.
9. MEMOTIVASI ANAK
Adalah sah, menginginkan anak menjadi seperti yang orang tua harapkan. Umumnya
orang tua berharap anak-anaknya dapat tumbuh cerdas dan sejahtera kelak. Maka,
mengajarkan anak disiplin itu perlu, namun hindari bila terlalu berlebihan, apalagi
sampai memaksa anak. Sebuah penelitian dari Journal of Personality menyebutkan,
orang tua yang terlalu memaksa anak melakukan sesuatu agar bisa memperoleh nilai
tinggi di sekolah, lebih rentan menjadi pribadi yang sangat kritis terhadap diri sendiri
(terlalu menyalahkan diri sendiri, bila suatu kali gagal), berisiko mengalami kecemasan
dan depresi. Hal ini tentu merenggut kebahagiaannya.
10. WAKTU YANG BERKUALITAS
Saat Anda mengobrol dengan si kecil, Anda jadi bisa tahu apa saja yang terjadi hari itu
kepadanya, selama Anda di kantor seharian ini. Dongeng yang menarik yang diceritakan
oleh guru di sekolah, bermain permainan baru dan seru dengan teman, dan menu
makan siang di sekolah yang enak, misalnya. Di tengah kesibukan pagi, Anda tetap bisa
mengajak ia bicara di meja makan, atau saat mengantar ia ke sekolah. Dan, hari si kecil
akan semakin lengkap dan bermakna, jika malam hari ditutup dengan makan bersama,
lalu mengantar ia tidur. Itu semua akan membuat si kecil merasa diperhatikan dan
menumbuhkan perasaan bahagia.
11. DENGARKAN SUARANYA
Berikan si kecil tempat untuk didengarkan suaranya. Misalnya, dengan membiarkan ia
menentukan menu makan siang hari ini, ide aktivitas di akhir pekan nanti akan
menghabiskan waktu di mana, pakaian yang akan ia kenakan, dan sebagainya. Yang tak
kalah penting pula adalah mendengarkan dan selalu menjawab segala pertanyaan
ajaibnya, seperti mengapa adik harus minum susu, kenapa Mama harus pergi kerja, dan
sebagainya. Hal ini bisa membuat si kecil jadi merasa dihargai serta bahagia.
12. BIASAKAN BAHAGIA
Jadikan bahagia sebagai gaya hidup. Sebab, bila sudah menjadi kebiasaan, hal ini tentu
menjadi hal yang otomatis terjadi sehari-hari. Tantang diri Anda dan si kecil untuk
menerapkannya setiap hari. Christine Carter menyebutkan salah satu yang
membiasakan agar terbiasa hidup bahagia, yakni membuang jauh-jauh gangguan atau
mencegah hal yang bisa membuat tidak bahagia.

Anda mungkin juga menyukai