Anda di halaman 1dari 16

Latar Belakang

Indonesia telah memasuki fase kehidupan politik yang lebih terbuka dan

demokratis semenjak keberhasilan gerakan reformasi terhadap Orde Baru pada tahun

1998 (Amin,2014;152). Salah satu perubahan yang dapat dilihat adalah bagaimana

pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan elemen-elemen pendukungnya. Pada masa

orde baru, undang-undang nomor 5 tahun 1974 mengenai pokok-pokok pemerintahan

daerah membuat pemilihan kepala daerah langsung dilaksanakan oleh DPRD dan

penetapannya langsung dilaksanakan oleh presiden. Penyempurnaan undang-undang

mengenai pemilihan kepala daerah terus terjadi hingga pada tahun 2004 pemerintahan

mengeluarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004. Penerbitan undang-undang ini

membuat pemilihan kepala daerah langsung mengikutsertakan masyarakat sebagai

pemilih dan juga sebagai elemen-elemen inti dari kemenangan seorang calon kepala

daerah.

Pemilihan kepala daerah yang terjadi pasca Undang-Undang Nomer 32 tahun

2004, membuat organisasi-organisasi diluar partai politik memiliki peranan penting

dalam pemenangan pemilihan umum nasional maupun lokal. Seiring dengan ha

tersebut, irend penggunaan primordialisme sebagai sarana pemenangan kontestasi

politik juga semakin berkembang pada lingkup politik lokal. Haboddin (2012)

menjelaskan bahwa pada faktanya aktor politik nasional maupun lokal, akan

menggunakan isu-isu indentitas sebgai alat kepentingan untuk mendapat kekuasaan.

Pernyataan Habbodin dan perkembangan undang -undang pemilihan kepala daerah

menjelaskan bahwa organisasi-organisasi diluar partai politik beserta dengan aktor


politik yang maju dalam kontesasi politik secara bersamaan menggunakan

primordialisme sebgai mesin mobilisasi suara.

Kegiatan mobilisasi suara yang terjadi dalam pemilhan umum bukanlah hal

baru dalam duina kontestasi politik. Kuenzi dan Lambright (2013) melihat prtai

politik dan organisasi yang berada diafrika berhasi memobilisasi suara terhadap

pemenangan calon pejabat negara. Partai politik dn organisasi juga mampu membuat

pemilih menjadi loyal pada pemilihan yang terjadi dimasa-masa berikutnya. Kasus

yang hampir sama juga pernsh terjadi adalah afiliasi yang dilakukan oleh Syamsul

Arifin dan Gatot Pudjonugroho dengan jaringan organisasi didaerah Sumatra

Utara(pemuda Pancasila) untuk melakukan mobilisasi suara yang berujung pada

kemenangan mereka(Amin,2014).

Kabupaten Humbang Hassanudin merupakan sebuah kabupaten yang

mayoritas masyarakatnya beretnis, batak toba, karo, simalungun dan sebagian kecil

etnis lainnya. Masyarakat etnis batak identik dengan marga sebagai sebuah identitas

dalam kehidupan sosial. Masyarakat batak toba memiliki tiga tujuan hidup umum

yang harus dicapai yaitu Hamoraan, Hagabean, Hagangpa. Hamoraon adalah

kepemilikan harta dalam wujud materi maupun non materi, Hagabean merupakan

bentuk kebahagiaan dan kebanggan masyarakat batak toba dalam memiliki keturunan

baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan Hasangpaon merupakan bentuk

pengakuan atas wibawa serta martabat masyarakat batak(Harahap & Siahan, 1987).

Persadaan(perkumpulan) dalam masyarakat. Selain menjadi identitas pribadi dari

masyarakat batak, marga juga menjadi identitas bagi suatu kelompok sosial. Dengan
adanya tujuan hidup tersebut, masyarakat batak secara pribadi maupun organisasi

akan terus memperjungkan eksistensi dari identitas marganya masing-masing.

Sejak berdirinya kabupaten Humbang Hasundutan pada 28 juli 2003,

pemilihan kepala daerah sudah dilaksanakan sebanyak tiga kali yaitu pada tahun

2005,2010, dan 2015. Maddin Sihombing bersama dengan wakilnya Maraganti

Manulang menjadi pemenang pemilihan kepala daerah pada tahun 2005 dan 2010,

lalu pada tahun 2015 digantikan oleh Dosmar Banjarnahor dan Saut Parlindungan

Simahora sebagai wakilnya. Berikut adalah tabel perolehan keseluruhan suara

Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Humbang Hasanudatan pada tahun 2010 dan

2015:

Jumlah perolehan Suara Pilkada 2010(KPUD Humbang Hasanudutan)

NO Pasangan Calon Perolehan Suara

1 Maddin Sihombing dan Magaranti Manulang 48.894 (60,83%)

2 Maju Sigeragar dan Thompson sihite 27.128 (37,80%)

3 Esra Sinaga dan M. Manulag 962 (01,33%)

Sumber: Jpnn.com

(https://www.jpnn.com/news/mk-sahkan-kemenangan-maddin-marganti-dihumbahas)
Jumlah perolehan suara pilkada 2015 (KPUD Humbang Hasundutan)

NO Pasangan Calon Perolehan Suara

1 Dosmar Banjar Nahor, SE dan Saut Parlindungan 30311 (31,50%)

Simamora

2 Drs. Marganti Simanullang dan Drs. Ramses 27719 (28,80%)

Purba

3 Palbet Siboro, SE dan Henri Sihombing, Amd 24395 (25,35%)

4 Ir.Harry Marbun. M,Sc dan Momento Nixon M 11262 (11,70%)

Sihombing, SE

5 St. Rinso Maruli Sinaga, SH, MH dan Ir. S, 2553 (2,65%)

Derinchen Hasugian

Sumber : KPUD Humbang Hasanudutan

(https://pilkada 2015.kpu.go.id/humbanghasanudutankab)

Kemenangan yang diperoleh pasangan Maddin Sihombing-Margaranti

manulang dan Domar Banjarnahor-Saut Parlindungan Simamora bukan hanya

mengenai pasangan dalam pilkada, tetapi juga bisa dilihat dari peranan marga sebagai

kekuatan politik untuk kegiatan penjaringan suara. Kemenangan yang diraih oleh

kedua pasangan calon tidaklah terlepas dari peranan organisasi sub-etnis yang ada di

Humbang Hasundan yaitu Persadaan Pomparan Ni Borsak Sirumonggur Sihombing

Lambutoruan dan Persadaan Toga Marbun Indonesia, yang merupakan organisasi

berbasis marga yang ada di Humbang Hasundutan.


Ikatan yang sama yang terjadi antara Madding Sihombing-Margaranti

Manulang sebagai calon bupati calon bupati dan wakil bupati Humbang Hasundutan

dengan Persadaan Ni Pomparan Borsak Siromunggur Sihombing Lumbonturuan

berasal dari kesamaan etnis dan sub-etnis mereka. Maddin Sihombing dan PBSS

memiliki kesamaan etnis yaitu Batak, dan juga memiliki kesamaansub-etnis (dalam

hal ini marga) yaitu Sihombing Lambutoruan. PBSS dalam pemilihan bupati pada

tahun 2010 memiliki peranan sebagai penjaringan suara untuk kemenangan Madding

Sihombing. Hal yang sama juga terjadi pada Pilkada Kabupaten Humbang

Hasundutan 2015, yaitu Kemenangan Dosmer Banjarnahor dan Saut Perlindungan

Simamora tidaklah terlepas dari penjaringan suara Persadaan Toga Marbun

Indonesia.

Rumusan Permasalahan

Pemilihan kepala daerah Kabupaten Humbang Hasundutan yang dilaksanakan

pada tahun 2010 dan 2015 tidaklah terlepas dari politisasi marga untuk sarana

kemenangan pasangan calon Maddin Sihombing-Margaranti Manulang dan Dosmar

Banjarnahor-Saut Parlindungan Simamora. Pada Pilkada tahun 2010,Maddin

Sihombing merupakan satu-satunya calon dari marga Sihombing yang mencalonkan

diri, maka dari itu, ia mendapatkan dukungan penuh dari PBSS dalam hal ini

penjaringan suara. Lain halnya yang terjadi pada Pilkada yang terjadi ditahu 2010,

pada tahun 2015 terdapat dua pasangan calon bupati dan wakil bupati yang berasal dri

marga yang sma, yaitu Harry Marbun dan Dosmar Banjarnahor dari marga Marbun,

sedangkan Momento Sihombing dan Henri Sihombing berasal dari marga Sihombing.
Pemberian dukungan dari Persadaan Pomparan Ni Borsak Sirumonggur

Sihombing Lumbantoruan kepada salah satu pasangan calon dari marga Sihombing,

akan berpotensi memunculkan konflik pada internal marga dan organisasi marga

tersebut. Hal yang sama juga akan terjadi pada Persadaan Toga Marbun Indonesia

jika memberikan dukungan terhadap salah satu pasangan calon dari marga Marbun.

Namun, yang terjadi adalah PTMI pada akhirnya memutuskan untuk memberikan

dukungannya kepada pasangan Dosmar Banjarnahor-Saut Parlindungan Simamora.

Maka dari itu, penelitian ini ingin mencoba melihat bagaimana politik marga

yang terjadi pada Pilkada Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015, khususnya

yang terjadi pada marga Sihombing dan Marbun. Terlebih lagi jika melihat potensi

timbulnya konflik pada internal marga maupun organisasi marga maupun organisasi

dan terpecahnya suara marga Sihombing dan Marbun . Penelitian ininjuga ingin

mencoba melihat faktor apa yang mempengaruhi marga maupun organisasi marga,

sehingga memberikan dukungannya kapada salah satu pasangan calon dari marganya.

1. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan

penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana politik Marga Marbun dan Sihombing pada pemilihan kepala

daerah kabupaten Hambang Hasundutan pada tahun 2015?


Tujuan Penelitian

Terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, tujuan penelitan

tersebut adalah:

1. Ingin mengetahui bagaimana hubungan kerja sama yang terjadi diantara

pasangan calon marga Marbun dan Sihombing dengan organisasi marga

terkait pada Pilkada Kabupaten Humbang Hasundutan pada tahun 2015.

2. Ingin mengetahui bagaimana tindak mobilisasi suara yang dilakukan oleh

organisasi marga untuk memenangkan calan bupati dan wakil bupati

Humbang Hasundutan pada tahun 2015.

3. Penelitian ini sacara praktis berguna untuk mamahami bagaimana politik

marga Kabupaten Humbang Hasundutan pada pilkada tahun 2015.

Signifikansi Penelitian

Signifikansi penelitian ini secara akademis akan memperkaya literatur

mengenai pengaruh organisasi primodial terhadap pemenangan calon pejabat negara

dalam pemilihan umum yang terjadi disuatu negara. Penelitian ini diharapkan bisa

menambah pengetahuan bagi siapapun yang ingin mempelajari bagaimana pola

kerjasama antara organisasi sub-etnis dan mobilisasi suara yang dilakukan oleh calon

pejabat dan organisasi sub-etnis tersebut.

1. Empiris : penelitian ini menjelaskan mengenai fenomena kerja sama yang

dilakukan antara calon pejabat negara dengan organisasi sub-etnis untuk

kemenangan calon pejabat negara tersebut. Melalui penelitian ini pembaca


diharapkan dapat memahami mengenai kerjasama dan mobilisasi suara yang

dilakukan oleh calon pejabat dan organisasi sub-etnis tersebut.

2. Praktis: Sebagai bahan contoh bagi organisasi pemenangan calon pejabat

negara lain yang ingin mengetahui pola mobilisasi dan kerjasama yang

dilakukan oleh calon pejabat negara dan organisasi tersebut.

Tinjauan Pustaka

Perkembangan demokrasi diseluruh dunia membuat keidupan politik jauh

lebih terbuka dibanding dengan fase sebelumnya. Terutama di indonesia, pergeseran

Orde Baru kepada era reformasi membuat kehidupan politik menjadi lebih merakyat.

Perubahan yang cukup besar terjadi pada amandemen UUD 1945 yang diantaranya

adalah rekrutmen pejabat-pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat

melalui pemilihan umum legislatif dan eksekutif yang mencakup wilayah lokal

sampai dengan nasional. Keterbukaan politik yang terjadi pada masa sekarang ini

membuat masyarakat bisa secara langsung menentukan pilihan calon anggota

legislatif maupun eksekutif melalui pengetahuan yang berasal dari banyak sumber.

Namun keterbukaan politik yang terjadi sekarang ini bisa saja dimanfaatkan oleh

sebuah partai politik dan juga organisasi tertentu untuk memobilisasi suara agar

memenangkan calon-calon tertentu.

Michelle Kuenzi dan Gina Lambright dalam jurnal Party Politics menuliskan

artikel yang berjudul “Who votes in africa? An examination of electoral participation

in 10 African countries.” Kuenzi dan Lambright menjelaskan bahwa proses


pemilihan yang terjadi di Afrika telah dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan partai

politik dan organisasi tertentu yang berada disana. Kekuatan politik yang ada

didaerah Afrika, mampu memobilisasi suara dengan bantuan-bantuan organisasi yang

menyalurkan keinginan mereka akan suara masyarakat (Kuenzi , Lambright, 2013, p.

790). Keadaan tersebut membuat masyarakat Afrika menjadi terpaku terhadap calon-

calon tertentu dan cenderung menjadi loyal karena adanya arahan atau paksaan yang

didapatkannya. Disisi lain, mobilisasi suara yang dilakukan oleh partai politik dengan

bantuan organisasi-organisasi diafrika, juga memiliki dampak positif dengan

menaikan jumlah partisipasi politik disana. Masyarakat Afrika yang sebelumnya

belum mengerti mengenai partisipasi politik terbantu dengan mobilisasi suara,

walaupun sebenarnya hal ini yang dilakukan partao politi tersebut hanya sebatas

memastikan kemenangan dengan mencari suara-suara dari masyarakat yang belum

terlalu mengerti akan partisipasi politik.

Kejadian yang sama juga terjadi diindonesia. Muryanto Amir menjelaskan

dalam Jurnal Komunitas yang berjudul “Relasi jaringan organisasi pemuda dalam

pemilihan gubernur sumatra utara” bahwa praktik-praktik yang sejenis tejadi di

Sumatra Utara. Praktik intimidasi yang dilakukan oleh anggota Pemuda Pancasila

terlihat dalam tahapan pemilu Gubernur Provinsi Sumatra Utara. Organisasi Pemuda

Pancasila memobilisasimemiliki pola patron klien peramida, yaitu seorang tokoh

Pemuda pancasila Menginginkan tetap memperoleh akses mendapatkan sumber-

sumber daya yang dikuasai negara ditingkat lokal (lokal goverment resources).

Sementara para pejabat birokrasi, pengusaha, dan pengelola media cetak lokal
membutuhkan kekuatan pemuda pancasila untuk mempertahankan kekuasaan dan

usaha mereka seperti menghindari ancaman dan menjaga keamanan di lokasi-lokasi

kekuasaan dan usaha mereka (AMIN,2014.P.157)

Mengenai kekuatan margasebagai mesin politik, Noprizal Haloho

menjelaskan melalui Jurnal Universitas Diponegoro yang berjudul “jaringan marga

sebagai mesin politik pemenang bupati terpilih Kabupaten Toba Samosir periode

2015-2020” bahwa marga digunakan sebagai mesin politik dalamdalam

memenangkan salah satu calon. Pasangan Darwin Siagin dan Hulman Sitorus

menggunkan jaringan marga didaerah Toba Samosir untuk kemenangan mereka

dengan dalih memajukan daerah Toba Samosir . haloho juga menjelaskan bahwa

Dalihan natolu bekerja untuk mendapatkan jaringan dari marga, dan mendapatkan

suara dari jaringan marga-marga tersebut (Halolo,2017).

Penelitian berikutnya adalah karya dari Kevin Nathanuel Marbun yang

berjudul “politik identitas marga Marbun dalam pemenangan pasangan Dosmar-saut

pada pilkada Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.” Marbun menjelaskan

bahwa terdapat masalah pada marga marbun disaat masa kepemimpinan Maddin

Sihombing dan Margaranti Manulag periode 2005-2010 dan 2010-2015, yaitu

kurangnya kemajuan daerah dimana mayoritas marga marbun tinggal. Maka dari itu,

organisasi dari marga Marbun berusaha untuk memenangkan calon yang berasal dari

marganya yaitu Dosmor Banjarnahor. Marbun menggunkan pendekatan politik

identitas dalam melihat masalah ini. Dijelaskan bahwa, marga berperan sebagai

penjaring suara dalam pemenangan Dosmor Banjarnahor. Marga Marbun sebagai


etnis batak juga menggunkan konsep Dalihan Natolu dalam penjaringan sura mereka.

Dosmor Banjarnahor juga menjadi tokoh marga yang lebih serius untuk melakukan

pendekatan kepada oerganisasi PTMI, sehingga dukungan marga marbun secara

penuh tertuju kepada Dosmor (Marbun,2019).

Beberapa penelitian yang sudah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa

organisasi masyarakat mampu memobilisasi pilihan masyarakat terhadap calon

legislatif atau calon eksekutif tertentu. Perbedaan antara penelitian ini dengan yang

sudah dilakukan sebelumnya terletak pada subyek yang ingin diteliti. Penelitian ini

ingin melihat perbedaan politik marga yang terjadi antara organisasi marga Marbun

(PTMI) dengan organisasi marga Sihombing (PBSS) dalam pemberian dukungannya

kepada salah satu pasangan calon dari marganya di Pilkada Kabupaten Humbang

Hasundutan tahun 2015.


II. Kerangka Teori

Teori Modal Sosial

Modal sosial muncul dari oemikiran bahwa ecara individu anggota

masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai macam masalah yang dihadapi (Syahra,

2003;2). Kebersamaan dan kerjasama yang baik diantara masyarakat, dibutuhkan

untuk penyelesain masalah sosial yang terjadi. Perkembangan konsep mengenai

modal sosial diawali dari peneliti di Amerika Serikat yang bernama Lyd Judson

Hanifan pada tahun 1916. Hanifan (1916) dalam bukunya yang berjudul “The rural

school community centre” menjelaskan bahwa modal sosial bukanlah merupakan hal

yang berbentu kekayaan ataupun uang, namun merupakan sebuah arti kiasan. Modal

sosial yang dijelaskan dalam bukunya merupakan aset atau modal nyata yang penting

dalam kehidupan bermasyarakat (Syahra,2003;3).

Robert D. Putnam (1994) dalam bukunya yang berjudul “Making democracy

work; Civic iradition in modern italy” menyempurnakan teori mengenai model sosial

dengan mengatakan bahwa modal sosial merupakan seperangkat hubungan horizontal

di dalam masyarakat. Menurut putnam, modal sosial terdiri dari dua unsur utama

yang paling berkaitan yaitu adanya jaringan hubungan dengan norma-norma yang

berlaku, dan keduanya saling mendukung sehingga keberhasilan dapat tercapai dalam

sebuah jaringan tersebut (Putnam, 1997:171). Putnam juga menjelaskan bahwa modal

sosial terdiri dari tiga kekuatan penting yaitu kepercayaan, norma-norma yang

berlaku pada ruang ligkup masyarakat dan jaringan.


Kepercayaan merupakan norma-norma kooperatif seperti kejujuran dan

ketersediaan diri untuk saling tolong menolong yang bisa dibagi-bagi antara

kelompok-kelompok terbatas masyarakat dan bukan dengan yang lainnya dari

masyarakat atau dengan yang lainnya dalam masyarakat yang sama (Fakuyama,

2001: 22). Menurut Fukuyama modal sosial akan semakin menguat jika tingkat

kepercayaan dimasyarakat sudah baik. Kepercayaan muncul ketika masyarakat secara

keseluruhan mematuhi norma-norma kejujuran dan selalu bersedia untuk saling

menolong dan karenya mampu bekerja sama satu dengan yang lain. Kepercayaan

dihancurkan oleh sikap mementingkan diri sendiri yang eksesif atau oportunisme.

Maka dari itu, kepercayaan dapat membuat orang-orang bisa bekerja sama secara

lebih efektif karena bersedia menempatkan kepentingan kelompok diatas kepentingan

individu. Fukuyama juga menjelaskan bahwa kepercayaan tidaklah terlepas dari nilai-

nilai budaya yang berlaku didalam masyarakat.

Jaringan dalam konteks modal sosial yang dijelaskan oleh Putnsrin

merupakan ikatan antara manusia yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial)

yang berkaitan juga dengan kepercayaan (lawang dalam Damsar, 2011:157). Jaringan

sosial melihat hubungan antar individu yang memiliki makna subjektif yang

berhubungan atau dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul atau ikatan. Simpul

dilihat melalui aktor individu didalamjaringan, sedangkan ikatan merupakan

hubungan antar para aktortersebut. Fukuyama juga memberikan definisi yang terkait

mengenai jaringn yaitu, sekelompok agen-agen individu yang berbagi norma-norma

atau nilai-nilai informal melampaui nilai-nilai atau norma-normal yang penting untuk
transaksi-transaksi pasar biasa (Fukuyama, 2001:324). Putnam meyakini bahwa

dalam jaringan yang kuat, juga akan ada kepercayan yang kuat. Lebih dari itu, output

dari jaringan dan kepercayaan yang kuat akan menimbulkan norma-norma saling

menolong, atau norma timbal-balik, yang akan dilaksanakan secara sukarela (Putnam,

1994:173).

Norma merupakan sekumpulan aturan yang dipatuhi dan dijalankan oleh

masyarakat walau tidak tertulis. Sejalan dengan konteks modal sosial, Coleman

(1990) juga menjelaskan bahwa norma adalah suatu hal yang dibentuk oleh

kesempatan bersama dan akan dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat. Aturan-

aturan kolektif tersebut dipahami oleh semua anggota masyarakat dan terdapat sanksi

sosial untuk mencegah individu melakukan suatu hal yang menyimpang dari

kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Norma biasanya dibangun,

tumbuh, dan dipertahankan untuk memperkuat masyarakat itu sendiri. Norma-norma

sosial diciptakan secara sengaja. Dalam pengertian bahwa orang-orang yang

memprakarsai/ikut mempertahankan suatu norma. Menurut Soerjono Soekanto :

“norma merupakan kesepakatan bersama yang berperan untuk mengontrol dan

menjaga hubungan antara individu dengan individu lainnya dalam kehidupan

bermasyarakat. Norma-norma masyarakat merupakan patokan untuk bersikap dan

berperilaku secara pantas yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar, yang

mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai suatu tata tertib”.

Keterkaitan norma-norma dengan jaringan dan kepercayaan dijelaskan oleh Putnam

sebagai hasil dari kepercayaan dalam subuah jaringan sosial yang akan membuat
masyarakat yang berada didalamnya secara tidak sadar terikat dan akan terus

memperkuat kepercayaan dan jaringan sosial yang telah terbentuk (Putnam,

1994:171).
Politik Marga Sihombing dan Marbun
pada Pilkada Kabupaten Humbang
Hasundutan tahun 2015

-Dosmar Banjarnahor
- Momento Sihombing
-Harry Marbun - Henri Sihombing

Modal Sosial Modal Sosial

- Kepercayaan jaringan - Kepercayaan Jaringan


- Norma-norma - Norma-norma
(Putnam, 1994) (Putnam, 1994)

Marga Sihombing
Marga Marbun
(Persadaan Pomparan Ni Borsak
(Persadaan Toga Marbun Indonesia) Sirumonggur Sihombing
Lumboturoan)

Anda mungkin juga menyukai