Anda di halaman 1dari 18

GIZI DAN DIET

DOSEN PEMBIMBING:Mitayani,S.ST,M.Biomed

DISUSUN OLEH:
Fegi Dwi Feminda Putri
18112183

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG’
TAHUN AJARAN 2018 / 2019
DAFTAR ISI

Peran perawatan terhadap gizi pasien


BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................

Kebutuhan dan Gangguan Pada Gizi Ibu Hamil


BAB I Pendahuluan................................................................................................
A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................
BAB II Pembahasan...............................................................................................

BAB III Penutup....................................................................................................


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingginya angka kurang gizi pada pasien yang dirawat di bagian bedah adalah
karena kurangnya perhatian terhadap status gizi pasien yang memerlukan tindakan
bedah, sepsis sering terjadi setelah seminggu perawatan, dan sangat susah
ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian (Djalinz, 1992 dalam Susetia,
dkk, 2006). Faktor asupan nutrisi, nutrisi yang sangat diperlukan antara lain terutama
protein dan kalori untuk membantu proses penyembuhan luka adalah sekitar 1,2-
2g/kg/hari. Diet tinggi protein dan kalori harus tetap dipertahankan selama masa
penyembuhan. Pembentukan jaringan akan sangat optimal bila kebutuhan nutrisi
terutama protein terpenuhi (JM, Moya, 2004 dalam Hananto, Sri, 2012).
Menurut Aditama (2003) dalam Ayu, Ratna (2012), keperawatan adalah suatu
bentuk pelayanan profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam
penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Menurut
Depkes (1998) dalam Ayu, Ratna (2012), peran perawat adalah sebagai pelaksana
pelayanan keperawatan, sebagai pengelola keperawatan, sebagai pendidik
keperawatan dan sebagai peneliti keperawatan. Berdasarkan perannya sebagai perawat
pendidik, perawat mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap
selama pembelajaran yang berfokus pada pasien. Perubahan perilaku pada pasien
selama proses pembelajaran berupa perubahan pola pikir, sikap, dan keterampilan
yang spesifik. Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk
intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok,
maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan
pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik. Menurut
JM, Moya (2004) dalam Hananto, Sri (2012), perlu dilakukan penyuluhan pada pasien
agar memberikan asupan nutrisi yang baik dan tercukupi. Semakin terpenuhi atau
tercukupi pola nutrisi maka kecepatan penyembuhan luka akan semakin cepat dan
optimal.
Penyembuhan luka setelah operasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
status nutrisi, perawatan luka, kebersihan diri serta aktivitas, dan istirahat yang
seimbang. Pemenuhan nutrisi yang adekuat meningkatkan daya tahan tubuh dan
meningkatkan kemampuan penyembuhan luka (Semba, Martin, 2001 dalam Sri, Dewi,
2012). Dari data yang diperoleh di ruang IRNA (B) bedah RSUP DR. M. Djamil
Padang tercatat sebanyak 973 pasien yang melakukan operasi pada bulan Januari-
Oktober 2009. Data yang diobservasi pada bulan Agustus-Oktober 2009 dari 132
orang pasien pasca operasi yang mengalami penyembuhan luka lambat sebanyak 78
orang (59,1%) dengan lama perawatan rata-rata 8-10 hari dan penyembuhan luka
normal sebanyak 54 orang (40,9%) dengan lama rawat kurang dari 8 hari (Hayati,
2010). Data yang diperoleh di Ruang Flamboyan RSUD Dr. Hardjono Ponorogo pada
bulan Agustus 2014 diperkirakan sekitar 206 orang yang menjalani operasi dengan
lamanya penyembuhan luka operasi sekitar 2-7 hari tergantung luka operasi yang telah
dilakukan.

1
Luka didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas jaringan atau kulit yang
disebabkan oleh trauma atau prosedur pembedahan (Agung, 2005 dalam Sulastri,
2007). Luka akibat pembedahan pada umumnya berukuran besar dan dalam sehingga
membutuhkan waktu penyembuhan yang lama. Hal ini akan mengganggu pasien
dalam melakukan aktivitas dan dapat menurunkan kualitas hidup pasien,
menimbulkan ketergantungan, meningkatkan kebutuhan akan perawatan atau
pelayanan dan meningkatkan biaya perawatan (Robertpriharjo, 1992 dalam Hayati,
2010). Kesembuhan luka operasi sangat dipengaruhi oleh suplai oksigen dan nutrisi ke
dalam jaringan (Kartinah, 2006 dalam Sulastri, 2007). Status gizi mempengaruhi
keadaan kesehatan secara umum, penyembuhan dari trauma atau prosedur tindakan,
serta mempengaruhi timbulnya infeksi dan penyembuhan infeksi. Length of stay
(LOS) adalah masa rawat seorang pasien di rumah sakit dihitung sejak pasien masuk
rumah sakit dan keluar rumah sakit, dipengaruhi oleh faktor usia, komorbiditas,
hipermetabolisme, dan kegagalan organ serta defisiensi nutrisi (Meilyana, dkk, 2010).
Gangguan gizi dapat muncul pada pasien-pasien yang sedang dirawat di rumah sakit,
salah satunya kasus yang rentan terhadap masalah gizi paling banyak terjadi pada
pasien di ruang bedah (Binadiknakes, 2000 dalam Hayati, 2010).
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dari masyarakat sesuai
dengan kedudukannya di masyarakat. Peran perawat adalah seperangkat tingkah laku
yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan profesinya (Kusnanto, 2004 dalam
Wahyu, Raditya, 2013). Pengajaran interpersonal merupakan salah satu upaya yang
dilakukan oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai pendidik. Peran perawat
sebagai pendidik yaitu memberikan pendidikan, pengajaran, pelatihan, arahan dan
bimbingan kepada klien maupun keluarga klien dalam mengatasi masalah kesehatan
(Simamora, 2009 dalam Wahyu, Raditya, 2013). Perawat sebagai pendidik berperan
dalam memberikan pengetahuan kepada klien tentang tindakan medis yang diterima
(Susanto, 2012 dalam Wahyu, Raditya, 2013). Peran pengajaran primer perawat yaitu
pengajaran kepada pasien dan keluarga pasien (Blais et al., 2007).
Pengajaran perawat kepada pasien menjadi hal yang sangat penting karena
International Council of Nurses (ICN) juga mengemukakan bahwa pendidikan kepada
pasien merupakan aspek mendasar yang utama dalam pemberian asuhan keperawatan
(Wahyu, Raditya, 2013). Oleh karena itu, pendekatan perawat melalui edukasi dapat
membantu pasien post operasi menerima kedaannya dan meningkatkan asupan
makanan setelah pembedahan selama di rumah sakit. Karena pasien pasca operasi
masih membutuhkan banyaknya masukan asupan protein dan kalori. Dengan perawat
sebagai edukator atau pemberi pendidikan kesehatan bagi pasien pasca operasi tentang
manfaat dari nutrisi yang akan berpengaruh dalam meminimalkan hari rawat inap
pasien, meminimalkan terjadinya malnutrisi pasien pasca operasi, serta nutrisi juga
bermanfaat dalam meningkatkan proses penyembuhan luka insisi pasien pasca
operasi.
BAB II
PEMBAHASAN

Peran perawat Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengartuhi
oleh keadaan sosial baik dari profesi maupun diluar profesi keperawatan yang
bersifat konstan. Peran perawat menurut
Konsirsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari :
a.Peran Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhann
dasar
manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis
keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai
dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat
perkembangannya.

b.Peran Perawat sebagai advokat klien


Peran ini dilakukan oleh perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan
dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-
baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk
menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c.Peran Perawat sebagai Edukator


Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan

d.Peran Perawat sebagai koordinator


Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan
dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

e.Peran Perawat sebagai kolaborator


Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri
dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi
pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat
dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f.Peran Perawat sebagai Konsultan


Peran ini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang
tepat untuk diberikan. Pertan ini dilakukan atas permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan

g.Peran Perawat sebagai Pembaharuan


Peran ini dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan
yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Selain peran perawat berdasarkan konsirsium ilmu kesehatan, terdapat pembagian
peran perawat menurut hasil lokakarya keperawatan tahun 1983, yang membagi empat
peran perawat:

1.Peran Perawat sebagai Pelaksana Pelayanan Keperawatan


Peran ini dikenal dengan peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu,
keluarga, dan masyarakat, dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang
disebut proses keperawatan.

2.Peran Perawat sebagai Pendidik dalam Keperawatan


Sebagai pendidik, perawat berperan dalam mendidik individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung
jawabnya.Peran ini berupa penyuluhan kepada klien, maupun bentuk de
siminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan.

3.Peran Perawat sebagai Pengelola pelayanan Keperawatan


Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam
mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan
manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai
pengelola, perawat melakukan pemantauan dan menjamin kualitas asuhan atau
pelayanan keperawatan serta mengorganisasikan dan mengendalikan sistem
pelayanankeperawatan. Secara umum, pengetahuan perawat tentang fungsi, posisi,
lingkup kewenangan, dan tanggung jawab sebagai pelaksana belum maksimal.

4.Peran Perawat sebagai Peneliti dan Pengembang pelayanan Keperawatan


Sebagai peneliti dan pengembangan di bidang keperawatan, perawat diharapkan
mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode
penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan
atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian di dalam bidang
keperawatan berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan
teknologi di bidang kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan
terjadinya transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu
penting dalam memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan profesi
keperawatan.
Fungsi Perawat
Fungsi Perawat Meliputi :

a.Fungsi Independen
Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter.
Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan. Oleh karena
itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang
diambil. Contoh tindakan perawat dalam menjalankan fungsi independen adalah:

1.Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasien/keluarganya dan menguji


secara fisik untuk menentukan status kesehatan.
2.Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan untuk
memelihara atau memperbaiki kesehatan.
3.Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
4.Mendorong untuk berperilaku secara wajar.

b.Fungsi Dependen
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan
khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti
pemasangan infus,pemberian obat, dan melakukan suntikan. Oleh karena itu,
setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan
perawat yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak
termasuk dalam tanggung jawab perawat.

c.Fungsi Interdependen
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan.Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan
lainnya berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya
tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Sebagai sesama
tenaga kesehatan, masing-masing tenaga
kesehatan mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien sesuai dengan bidang ilmunya. Dalam kolaborasi ini, pasien menjadi
fokus upaya pelayanan kesehatan. Contohnya, untuk menangani ibu hamil yang
menderita diabetes, perawat bersama tenaga gizi berkolaborasi membuat rencana
untuk menentukan kebutuhan makanan yang diperlukan bagi ibu dan
perkembangan janin. Ahli gizi memberikan kontribusi dalam perencanaan
makanan dan perawat mengajarkan pasien memilih makan sehari-hari. Dalam
fungsi ini, perawat bertanggung jawab secara bersama-sama dengan tenaga
kesehatan lain terhadap kegagalan pelayanan kesehatan terutama untuk bidang
keperawatannya.
Gizi dan Nutrisi ibu hamil merupakan hal penting yang harus dipenuhi selama
kehamilan berlangsung. Nutrisi dan gizi yang baik ketika kehamilan sangat membantu
ibu hamil dan janin tetap sehat. Status gizi merupakan status kesehatan yang
dihasilkan oleh keseimbangan antara hubungan dan masukan nutrisi. Gizi ibu hamil
adalah makanan sehat dan seimbang yang harus dikonsumsi selama kehamilan yaitu
dengan porsi dua kali makan orang yang tidak hamil.

Kebutuhan Gizi Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar
15% dibandingkan dengan kebutuhan wanita normal. Peningkatan gizi ini dibutuhkan
untuk pertumbuhan rahim (uterus), payudara (mammae), volume darah, plasenta, air
ketuban dan pertumbuhan janin. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil akan
digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40% dan sisanya 60% digunakan untuk
pertumbuhan ibunya. Untuk memperoleh anak yang sehat, ibu hamil perlu
memperhatikan makanan yang dikonsumsi selama kehamilannya. Makanan yang
dikonsumsi disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan janin yang dikandungnya.
Dalam keadaan hamil, makanan yang dikonsumsi bukan untuk dirinya sendiri tetapi
ada individu lain yang ikut mengkonsumsi makanan yang dimakan. Penambahan
kebutuhan gizi selama hamil meliputi:

a. Energi
Menurut RISKESDAS 2007 Rerata nasional Konsumsi Energi per Kapita
per Hari adalah 1.735,5 kkal.

b. Protein

Kebutuhan protein pada trimester I hingga trimester II kurang dari 6 gram tiap
harinya, sedangkan pada trimester III sekitar 10 gram tiap harinya. Menurut
Widyakarya Pangan dan Gizi VI 2004 menganjurkan penambahan 17 gram tiap
hari. Protein digunakan untuk: pembentukan jaringan baru baik plasenta dan
janin, pertumbuhan dan diferensiasi sel, pembentukan cadangan darah dan
Persiapan masa menyusui.

c. Lemak Lemak merupakan sumber tenaga dan untuk pertumbuhan jaringan


plasenta. Selain itu, lemak disimpan untuk persiapan ibu sewaktu menyusui.
Kadar lemak akan meningkat pada kehamilan tirmester III.

d. Karbohidrat Karbohidrat kompleks mengandung vitamin dan mineral serta


meningkatkan asupan serat untuk mencegah terjadinya konstipasi.
e. Vitamin, seperti: Asam folat, Vitamin A, Vitamin B, Vitamin C, Vitamin D,
Vitamin E dan Vitamin K.

f. Mineral mencakup zat besi, zat seng, kalsium, yodium, fosfor, flour dan
natrium.

Pengaruh gizi pada kehamilan mencakup:

1. Gizi pra hamil (Prenatal): Gizi yang baik akan membuat kehamilan minim
komplikasi dan sedikit bayi prematur.

2. Gizi Pranatal: Kurangnya gizi mempengaruhi terjadinya bayi premature,


gangguan kongenital, bayi lahir mati.

Penilaian Status Gizi Ibu Hamil bisa diketahui dengan:

1. Perubahan berat badan selama kehamilan berlangsung. Pada akhir kehamilan


kenaikan berat badan hendaknya 12,5-18 kg untuk ibu yang kurus. Sementara
untuk berat badan ideal cukup 10-12 kg dan untuk ibu yang tergolong gemuk
cukup naik < 10 kg.

2. Hemoglobin merupakan parameter untuk prevelensi anemia.

3. Lingkar Lengan Atas (LILA) dilakukan untuk menegtahui resiko kekurangan


energi protein. Ambang Batas LILA adalah 23,5 cm, yang artinya wanita
tersebut beresiko melahirkan bayi BBLR. 4. Relative Body Weight (RBW)
yaitu standar penilaian kecukupan kalori.

Cara mendapatkan gizi seimbang saat kehamilan:

1. Makanlah dengan pola gizi seimbang dan bervariasi, 1 porsi lebih banyak
dari sebelum hamil

2. Tidak ada pantangan makanan selama hamil

3. Cukupi kebutuhan air minum pada saat hamil (10 gelas / hari)

4. Jika mual, muntah dan tidak nafsu makan maka pilihlah makanan yang tidak
berlemak dalam porsi kecil tapi sering. Seperti buah, roti, singkong dan biskuit.
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menyusui adalah suatu proses alamiah yang besar artinya bagi kesejahteraan bayi, ibu,
dan keluarga. Namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan
menyusui lebih dini. Oleh karena itu ibu-ibu memerlukan bantuan agar proses
menyusui lebih berhasil. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu-ibu yang tidak
menyusui bayinya antara lain tidak memproduksi cukup ASI, bayinya tidak mau
menghisap. Disamping itu cara menyusui yang tidak baik dan tidak benar dapat
menimbulkan gangguan pada putting susu ibu (Marmi, 2012). Berdasarkan penilaian
yang sumbernya dari berbagai survey yang telah dilakukan, antara lain SDKI 1991
sebanyak 52,5% bayi mendapatkan ASI eksklusif, tahun 1994 sebanyak 47,3% dan
tahun 1997 pencapaian ASI eksklusif sampai dengan 4 bulan adalah 52%. Pencapaian
tersebut menurut kriteria WHO masuk dalam kategori tidak mencukupi (Novita,
2011). Masalah pemberian ASI terkait dengan masih rendahnya pemahaman ibu,
keluarga dan masyarakat tentang ASI. Tidak sedikit ibu yang masih membuang
kolostrum karena dianggap kotor sehingga perlu dibuang. Selain itu, kebiasaan
memberikan makanan secara dini pada sebagian masyarakat juga menjadi pemicu dari
kurang berhasilnya pemberian ASI eksklusif. Hal ini mendorong ibu untuk lebih
mudah menghentikan pemberian ASI dan menggantinya dengan susu formula karena
memberikan susu formula dianggap elit dan menjadikannya sebuah gengsi. Misalnya,
bayinya mengkonsumsi susu formula merek tertentu dan mahal atau alasan lain.
Masyarakat saat ini menginginkan budaya instan atau yang praktis dan tidak
membebani, dengan kata lain penampilan atau keindahan tubuh menjadi indikator
gaya hidup (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010). Hal ini sangat berpengaruh jika
dikaitkan dengan keharusan ibu menyusui anaknya. Banyak upaya yang dilakukan
tenaga kesehatan untuk membimbing menyusui karena ibu belum mengetahui manfaat
ASI (Air Susu Ibu) bagi dirinya dan bagaimana mereka bisa berhasil dalam menyusui
di kemudian hari (Riksani, 2012). Setelah melahirkan ibu akan mengalami kehilangan
berat badan selama hamil sekitar 5-6 kg akibat pengeluaran bayi, plasenta, air ketuban
dan darah. Pada saat ini terjadi penurunan berat badan sebanyak 2-3 kg melalui
diuresis, pengeluaran lokia dan involusi uteri. Tetapi ada sebagian ibu yang masih
mengalami kelebihan berat badan sekitar 1,4-2 kg. Penelitian menunjukkan setelah
melahirkan, ibu akan mengalami perubahan atau penurunan berat badan antara 5-11
kg disebabkan proses kelahiran dan memberikan bayinya ASI eksklusif (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2012). Peningkatan berat badan ibu selama hamil
disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan makanan untuk memenuhi kebutuhan
perkembangan janin dan untuk sumber energi di awal masa menyusui. Ibu hamil perlu
disadarkan agar tidak memakai kehamilan sebagai alasan untuk makan berlebihan
karena ibu hamil yang berat badannya meningkat berlebihan akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk tetap gemuk setelah melahirkan serta membuat ibu
mudah terkena penyakit yaitu tekanan darah tinggi, diabetes dan penyakit
kardiovaskuler (Bobak et al, 2004). Menyusui juga mampu menurunkan berat badan
ibu seperti semula secara bertahap (Dewi, 2011). Pada saat menyusui berat badan
normal seorang ibu dapat berkurang sekitar 1-2 pons (0,5 kg) selama satu bulan
(Dowshen, 2002). Meskipun demikian angka menyusui di Indonesia baru mencapai
32% dan bayi yang di lahirkan di fasilitas kesehatan cenderung di beri susu formula
(SDKI, 2007). Tidak semua ibu mau menyusui bayinya karena berbagai alasan
misalnya; takut gemuk, sibuk, takut payudara kendor dan sebagainya. Sebaliknya,
menyusui mempunyai manfaat penting bagi ibu termasuk menurunkan berat badan.
Penurunan berat badan pada ibu menyusui menjadi sangat penting jika ibu yang
bersangkutan selalu memperhatikan penampilan atau citra tubuhnya sehingga ingin
kembali ke berat badan sebelum hamil, karena hal tersebut akan berpengaruh pada
pikiran ibu selama menyusui. Sedangkan salah satu hal yang mempengaruhi produksi
ASI adalah ketenangan jiwa dan pikiran ibu selama menyusui. Jika kondisi pikiran ibu
tidak tenang, maka volume atau produksi ASI akan menurun. Berdasarkan wawancara
terhadap 5 orang ibu yang menyusui eksklusif di Kelurahan Bendosari Sawit Boyolali,
mengatakan bahwa mayoritas berat badan mereka bertambah setelah persalinan.
Dengan demikian pada ibu postpartum beresiko terkena hipertensi, obesitas dan
penyakit lainnya. Berdasarkan studi pendahuluan terhadap 5 orang responden tersebut,
menunjukkan bahwa 3 orang responden belum mengetahui pengaruh menyusui bagi
ibu sedangkan 2 orang responden mempunyai pengetahuan yang cukup baik.
Berdasarkan hal tersebut, penulis berminat untuk meneliti tentang “Pengaruh
Menyusui terhadap Perubahan Berat Badan Pada Ibu Post Partum di Wilayah Kerja
Puskesmas Sawit Kabupaten Boyolali”.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui

Salah satu faktor di antara sekian banyak yang mempengaruhi keberhasilan suatu
kehamilan adalah gizi. Status gizi ibu hamil salah satunya berpengaruh terhadap berat
badan–lahir bayi yang ternyata sangat erat hubungannya dengan tingkat kesehatan dan
angka kematian bayi. Suatu kehidupan baru akan terjadi dalam rahim seorang ibu
setelah adanya konsepsi. Faktor gizi banyak berperan dalam perkembangan kehidupan
baru ini. Pada awal kehamilan, di rahim ibu dibentuklah plasenta, kantong amnion dan
tali pusar. Dalam plasenta, yang terdiri dari jaringan berpori halus, terdapat pembuluh
darah ibu dan janin yang berdampingan (Atmatsier, et al 2011). Ibu hamil
membutuhkan konsumsi energi dan zat gizi yang cukup guna menopang pertumbuhan
dan kesehatan janin dan dirinya sendiri. Kehamilan yang berjarak kurang dari setahun
kehamilan sebelumnya akan menguras cadangan zat-zat gizi, walaupun pertumbuhan
janin mungkin dapat dilindungi namun kesehatan ibu dapat menurun (Atmatsier, et al
2011). Banyak perubahan tubuh yang terjadi selama kehamilan. Volume darah
bertambah; ukuran dan kekuatan rahim bertambah; otot-otot lebih fleksibel dalam
mempersiapkan kelahiran; kaki membengkak akibat meningkatnya konsentrasi
hormon estrogen yang diperlukan untuk menahan air dan membantu mempersiapkan
rahim untuk persalinan; payudara membesar dan berubah guna mempersiapkan
penyediaan ASI. Sementara itu terjadi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
tubuh ibu. Perubahan-perubahan ini perlu disertai dengan bantuan makanan bergizi,
aktivitas fisik secara teratur dan cukup istirahat. Kebutuhan energi ibu hamil
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu peningkatan angka metabolisme basal untuk
menunjang kebutuhan tumbuh-kembang janin dan jaringan yang menyertainya, serta
aktivitas fisik. Jumlah energi yang dibutuhkan bervariasi dan berbeda untuk setiap ibu
hamil. AKG 2004 menetapkan tambahan kebutuhan energi ibu hamil pada trimester I
sebanyak 180 kkal di atas kebutuhan sebelum hamil dan sebanyak 300 kkal pada
trimester II dan III. Dengan demikian AKG energi ibu hamil berusia antara 19-49
tahun berkisar antara 2000-2200 kkal/hari (Atmatsier, et al 2011).
Asam lemak esensial tak jenuh jamak harus dikonsumsi dari makanan karena
asam lemak esensial tersebut tidak dapat disintesis oleh tubuh. Asam lemak esensial
utama adalah asam lemak linoleat dan asam lemak linolenat. Turunan dari asam lemak
linoleat adalah asam lemak arakidonat sedangkan turunan dari asam lemak linolenat
adalah asam eikosapentaenoat (EPA), dan asam dokosaheksaenoat (DHA). Suplai
asam lemak tidak jenuh jamak kepada janin tergantung pada status asam lemak tidak
jenuh jamak ibu hamil, yang menurun seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Status DHA neonatal berkaitan dengan lingkar kepala, panjang dan berat bayi yang
baru lahir (Bowman dan Russell 2001). Protein diperlukan untuk membentuk otot,
rahim, payudara, suplai darah dan jaringan pada bayi. Asupan protein yang rendah
menyebabkan berat badan bayi lebih rendah dibandingkan dengan berat badan bayi
rata-rata umumnya. Kebutuhan protein ibu hamil bertambah sebanyak 17 gram tiap
trimester, sehingga menjadi 67 gram per hari (Foster 2009). Zat Gizi yang berkaitan
dengan metabolisme energi dan protein adalah vitamin-vitamin B, yaitu thiamin,
riboflavin dan piridoksin. Kebutuhan akan vitamin-vitamin ini sedikit meningkat
dengan meningkatnya kebutuhan energi dan protein. Dengan demikian kecukupan
sehari ibu hamil akan thiamin menjadi 1,3 mg, riboflavin 1,4 mg, niasin 18,0 mg dan
piridoksin 1,7 mg. Selama kehamilan terjadi pembentukan sel-sel yang luar biasa
banyaknya, disertai penambahan volume darah. Semua zat gizi berperan dalam proses
ini, namun kebutuhan akan asam folat, kobalamin, besi dan seng memerlukan
perhatian secara khusus karena memiliki peran yang amat penting dalam sintesis
DNA, RNA dan sel-sel baru. Kebutuhan asam folat ibu hamil sehari adalah 600 mcg
(meningkat 50%). Kebutuhan kobalamin ibu hamil dalam sehari adalah 2,6 mcg.
Kebutuhan besi ibu hamil per hari adalah 26 mg pada trimester I (tidak ada
peningkatan), 35 mg pada trimester II dan 39 mg pada trimester III. Sedangkan
kebutuhan seng ibu hamil dalam sehari adalah 10,5- 15,2 mg pada trimester I, 13,5-
18,2 mg pada trimester II dan 19,5-24,2 mg pada trimester III (Atmatsier, et al 2011).
Kebutuhan vitamin D serta mineral-mineral pembentuk tulang berupa kalsium dan
magnesium meningkat selama kehamilan. Kekurangan akan zat-zat gizi ini
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tulang dan gigi. Kebutuhan mineral
pembentuk tulang lain berupa fosfor dan fluor tidak meningkat selama kehamilan.
Vitamin D memegang peranan penting dalam absorpsi dan utilisasi kalsium. Dengan
demikian, kekurangan vitamin D dapat menyebabkan riketsia pada janin dan
osteomalasia pada ibu. Konsumsi kalsium yang cukup selama kehamilan diperlukan
untuk memelihara keutuhan tulang ibu dan memasok kalsium untuk pertumbuhan
tulang janin. Kebutuhan kalsium ibu hamil rata-rata dalam sehari adalah 950 mg dan
kebutuhan magnesium ibu hamil mencapai 280-310 mg dalam sehari (Atmatsier, et al
2011). Kebutuhan zat-zat gizi lain seperti vitamin A dan C serta mineral yodium,
selenium dan mangan meningkat selama kehamilan. Vitamin A memegang peranan
penting dalam reproduksi, sistem imun dan diferensiasi sel. Kebutuhan vitamin A
meningkat selama kehamilan, yaitu 300 RE untuk tiap trimester hingga mencapai 800
RE. Kebutuhan vitamin C sedikit meningkat selama kehamilan, yaitu sebanyak 10 mg
untuk tiap trimester. Vitamin C merupakan salah satu antioksidan yang diperlukan
untuk mencegah infeksi. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus
sehingga mudah diabsorpsi. Yodium merupakan bagian dari hormon tiroid yang
mengatur reaksi biokimia, termasuk metabolisme energi, sintesis protein dan aktivitas
enzim. Hormon tiroid memegang peranan penting dalam pembentukan myelin sistem
syaraf pusat yang paling aktif terjadi pada masa bayi selama dalam kandungan. Angka
kecukupan Yodium ibu hamil meningkat sebanyak 50 mcg. Selenium di dalam tubuh
bekerja sama dengan enzim glutation peroksidase sebagai antioksidan. Selain itu
selenium bekerja sama dengan enzim yang mengubah hormon tiroid ke dalam bentuk
aktifnya, yang berperan dalam metabolisme energi. Angka kecukupan selenium
meningkat sebanyak 5 mcg per hari. Mangan dalam jumlah kecil terutama terdapat
dalam tulang dan organ tubuh yang aktif secara metabolik, seperti hati, ginjal dan
pankreas. Mangan bertindak sebagai kofaktor berbagai enzim yang mengatur berbagai
proses metabolisme. Angka kecukupan mangan ibu hamil meningkat sebanyak 0,2 mg
per hari (Atmatsier, et al 2011). Setelah melahirkan, para ibu memiliki kebutuhan
energi dan gizi yang lebih banyak dari sebelum ibu melahirkan. Karena sang ibu
memiliki kewajiban memberikan ASI eksklusif pada bayi selama minimal 6 bulan
pertama pasca kelahiran, demi meningkatkan kekebalan tubuh dan pemenuhan protein
utama pada bayi. Selain menyusui, ibu juga mengalami masa nifas selama 6 minggu
sampai 3 bulan pasca melahirkan. Nifas adalah keluarnya darah dari rahim ibu hamil
setelah atau bersamaan dengan proses kelahiran bayi. Darah nifas ini keluar
disebabkan adanya pemulihan organ genetalia agar berfungsi normal seperti masa
sebelum hamil dan melahirkan. Untuk itu para ibu memerlukan gizi dan nutrisi yang
sangat menunjang bagi pemulihan organ genetalia ini dan proses menyusui bayi
dengan ASI eksklusif. Status gizi ibu yang kurang ketika menyusui tidak berpengaruh
besar terhadap mutu ASI, kecuali pada volumenya, meskipun kadar vitamin dan
mineralnya lebih rendah. Lain halnya dengan kondisi malnutrisi ekstrim yang
berkepanjangan, kuantitas dan kualitas ASI dapat berpengaruh. Kondisi ini
dimungkinkan karena produksi ASI bukan proses yang terjadi sesaat tetapi merupakan
proses yang sudah dimulai sejak kehamilan, sehingga gizi pada masa kehamilan pun
turut berpengaruh, dengan demikian kekurangan gizi pada masa menyusui tidaklah
terlalu mengkhawatirkan jika gizi pada waktu hamil tercukupi (Sulistyoningsih 2011).
Kebutuhan gizi ibu menyusui lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan selama
kehamilan. Pemberian ASI yang berhasil akan disertai dengan menurunnya berat
badan ibu secara berangsur selama enam bulan sesudah melahirkan. Selama hamil
sebagian besar ibu dapat menyimpan sebanyak 2-4 kg lemak pada tubuh. Waktu
menyusui, sebagian lemak ini dapat digunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan
tambahan energi yang diperlukan untuk memproduksi ASI. Diperkirakan simpanan
lemak ini dapat menyediakan sebanyak 200-300 kkal/hari selama tiga bulan pertama
menyusui. Jumlah ini hanya merupakan sebagian dari energi yang dibutuhkan untuk
memproduksi ASI. Sisa kebutuhan energi ini harus didatangkan dari makanan sehari-
hari. Tambahan energi sehari yang dibutuhkan ibu menyusui berupa angka kecukupan
energi sehari untuk enam bulan pertama adalah 500 kkal, sedangkan untuk enam
bulan kedua adalah 550 kkal (Atmatsier, et al 2011). Angka kecukupan protein berupa
tambahan protein untuk enam bulan pertama dan enam bulan kedua menyusui adalah
sebanyak 17 gram/hari. Tambahan ini diperlukan untuk produksi ASI. Pada umumnya
kekurangan asupan zat gizi berpengaruh terhadap volume ASI yang diproduksi, tetapi
tidak berpengaruh terhadap mutunya. Mutu ASI dalam hal ini dapat dipertahankan
dengan mengambil zat-zat gizi tersebut dari persediaan ibu. Contohnya kalsium;
asupan kalsium ibu tidak berpengaruh terhadap nilai kalsium ASI. Kekurangan
kalsium ini diambil dari persediaan kalsium ibu dalam tulang. Dengan demikian
densitas tulang ibu dapat berkurang.

Agar tidak merugikan ibu, sebaiknya zat-zat gizi termasuk vitamin dan mineral
yang dibutuhkan untuk produksi ASI diperoleh dari makanan ibu (Almatsier, et al
2011). B. Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia adalah standar yang
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. Tahapan
pengembangan SNI yakni perencanaan yang dituangkan dalam Program Nasional
Perumusan Standar (PNPS); proses perumusan, terdiri dari drafting, rapat teknis dan
rapat konsensus; jajak pendapat dan pemungutan suara; penetapan SNI; serta
pemeliharaan SNI, terdiri dari kaji ulang dan tindak lanjut kaji ulang (revisi, abolisi
atau tetap) (BSN 2005). Prinsip dasar yang harus diterapkan dalam proses perumusan
adalah (1) transparansi dan keterbukaan; (2) konsensus dan tidak memihak; (3) efektif
dan relevan; (4) koheren; (5) dimensi pengembangan. Perumusan SNI tidak
dimaksudkan atau berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan yang berkelebihan
dan sedapat mungkin harmonis dengan standar internasional yang telah ada sejauh
ketentuan tersebut memenuhi kebutuhan dan obyektif yang ingin dicapai serta sesuai
dengan faktor-faktor kondisi klimatik, lingkungan, geologi dan geografis, kemampuan
teknologi serta kondisi nasional yang spesifik lainnnya. Proses perumusan SNI
dilaksanakan melalui tahapan yan terdapat pada Gambar 1 (BSN 2005). Indonesia
adalah salah satu negara yang sudah memiliki Standar Nasional untuk minuman
khusus ibu hamil dan ibu menyusui yaitu SNI 01-7148- 2005. Standar ini memuat
uraian tentang definisi minuman khusus ibu hamil dan ibu menyusui, yaitu produk
berbentuk bubuk maupun cair, khusus untuk ibu hamil dan atau ibu menyusui,
mengandung energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral yang
diperhitungkan berdasarkan tambahan kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk
kelompok tersebut dengan atau tanpa penambahan komponen bioaktif dan atau bahan
tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2005). SNI ini secara detail memuat standar
komposisi dan syarat mutu, cara uji dan pengambilan contoh, pengemasan dan
pelabelan produk minuman khusus ibu hamil dan ibu menyusui. Syarat mutu
kandungan gizi minuman khusus ibu hamil dan atau ibu menyusui ditetapkan supaya
dapat memenuhi kebutuhan

https://docplayer.info/56616049-Peran-perawat-dalam-pelaksanaan-diet-pasien.html
http://mmr.umy.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/Gizi-pada-Ibu-Hamil.pdf

Anda mungkin juga menyukai