Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA

NY.A DENGAN FRAKTUR FEMUR DEXTRA

Oleh:
1. AGUNG SURANTO (1807108)
2. EVIE FITRIYANI (1807113)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN C

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

SEMARANG 2019
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan /
pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat.
Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan
mati atau cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.
Dalam keadaan gawat darurat terdapat beberapa penyakit yang
terjadi pada kondisi tersebut seperti management syok, henti nafas dan
henti jantung, aspirasi, Keracunan, combustion dan resusitasi cairan,
cedera kepala dan Multi trauma,luka dan fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang


biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur
tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh yang
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi (Smeltzer, 2001). Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Peran perawat dalam melakukan tindakan keperawatan pada kasus
fraktur adalah melalui tindakan keperawatan yang telah direncanakan
secara cepat dan tepat mengingat kasus fraktur dapat menjadi berat dan
berujung pada perdarahan apabila tidak segera ditangani. Kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain baik dalam tindakan pemberian obat-obatan
untuk mengatasi masalah sekunder yang muncul akibat fraktur, dan juga
perencanaan untuk proses rehabilitasi dapat dilakukan, agar perawatan
yang diberikan dapat berjalan dengan komprehensif dan maksimal demi
kesembuhan klien yang dirawat.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mempelajari tentang anatomi dan fisiologi sistem gawat
darurat dan asuhan keperawatannya
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian trauma musculoskeletal.
b. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis trauma
musculoskeletal.
c. Mahasiswa dapat mengerti dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
penyakit trauma musculoskeletal.
C. MANFAAT
1. Bagi mahasiswa
Sebagai bahan materi pembelajaran mahasiswa khususnya dalam format
asuhan keperawatan kegawatdaruratan sistem tentang trauma
muskuloskeletal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Pembuatan kasus pembelajaran mahasiswa dapat memacu inovasi dan
daya pikir kritis mahasiswa dalam memecahkan masalah keperawatan
asuhan keperawatan kegawatdaruratan sistem tentang trauma
muskuloskeletal.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan bacaan, sumber informasi dan referensi terkait masalah
trauma musculoskeletal.
4. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai sumber informasi dan acuan untuk peranan dirumah sakit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang


biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur
tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer, 2001).

Menurut Mansjoer (2009) Fraktur atau patah tulang adalah


terputusnya konstinuitas jaringan tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa.Fraktur dapat di bagi menjadi: Fraktur tertutup (closed), bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Fraktur
fibula adalah terputusnya hubungan tulang fibula (Helmi, 2012). Fraktur
adalah gangguan pada gangguan konstinuitas tulang (Pendit, 2006)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat


disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrim (Brunner & Sudarth, 2002). Fraktur atau patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang
dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati
otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).

B. ETIOLOGI

1. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga


tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.

c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot


yang kuat.

2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :

a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang


tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.

3. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus


misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

4. Berdasarkan adanya luka :

a. Fraktur Terbuka

Bila terdapat luka dimana fragmen tulang mendesak ke otot dan kulit
sehingga adanya hubungan dengan dunia luar. Patah tulang
diklasifikasikan lagi menurut GustiloAnderson, yaitu :

1) Tipe I : Luka tembus dengan diameter 1 cm atau kurang dan


keadaan luka relative bersih, tidak disertai dengan adanya kontisio
otot atau jaringan lunak disekitarnya.

2) Tipe II : Terdapat luka laserasi lebih dari 1 cm, tanpa disertai


kerusakan jaringan lunak yang luas, flat atau luka avulsi.

3) Tipe III : Patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan


lunak yang luas, termasuk otot, kulit dan system neurovaskuler.
Pemyebabnya energi yang besar dan patah tulangnya mempunyai
fragmen yang besar pula, dibagi lagi menjadi :

4) Tipe III A : Bagian tulang terbuka masih dapat ditutupi oleh


jaringan lunak.

5) Tipe III B : Terdapat kehilangan jaringan lunak yang luas dengan


terkelupasnya periosteum dan bone exposure, biasanya terdapat
kontaminasi yang pasif.

6) Tipe III C : Disertai dengan kerusakan arteri yang memerluka


perbaikan.

b. Fraktur Tertutup

Dimana fraktur tidak disertai dengan adanya robekan jaringan kulit


sehingga ujung – ujung fragmen yang patah tidak langsung
berhubungan dengan dunia luar.

C. TANDA DAN GEJALA

1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang

b. Penekanan tulang

2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

5. Tenderness/keempukan

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari


tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya


saraf/perdarahan)

8. Pergerakan abnormal

9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

10. Krepitasi
D. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekatan dan gaya


begas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematom di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi fraktur dibagi menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik; tekanan
dari luar yanga bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu,
dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur, dan faktor intrinsik;
kapasitas absorbsi, tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan tulang.
WOC
Trauma langsung/tidak langsung,
patologis, degenerasi, spontan

Kecelakaan, benturan

Ketidak mampuan tulang menahan stress yang dialami


Kerusakan
integritas
FRAKTUR (terputusnya konstinuitas jaringan) jaringan

Tekanan dari patahan tulang Pergeseran fragmen tulang Luka terbuka


ke jaringan tulang

Cedera vaskuler
Terjadi pendarahan di periosteum
Cedera/kerusakan sel

Kerusakan rangka
Terputusnya kontinuitas jaringan neuromuskuler Kerusakan jaringan di
ujung tulang
Pelepasan mediator kimia
Hambatan mobilitas
Hematoma didaerah fraktur
fisik
Reseptor nyeri

peradangan

Hipotalamus dan system limbik


Perubahan perfusi jaringan

otak
Kerusakan Integritas
Kulit
Persepsi nyeri

Nyeri Akut
E. PENATALAKSANAAN MEDIS

Terdapat empat tujuan utama dalam penatalaksanaan medis pada kasus


fraktur, yaitu:

1. Menghilangkan rasa nyeri

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena adanya luka di sekitar jaringan tulang yang patah. Untuk
mengaurangi nyeri tersebut, dapat diberika obat penghilang rasa nyeri dan
dengan teknik imobilisasi, yang dapat dicapai dengan cara pemsangan gips
atau bidai.

2. Menghasilkan dan Mempertahankan Posisi yang Ideal dari Fraktur

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih baik seperti pemasangan
traksi kontinyu, fiksasi internal, atau fiksasi eksternal tergantung dari dari
jenis frakturnya sendiri.

3. Penyatuan Tulang Kembali

Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu
dan akan menyatu dengan sempurna daam waktu 6 bulan. Namun
terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga
dibutuhkan graft tulang.

4. Mengembalikan Fungsi Seperti Semula

Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya


sendiri. Maka dari itu, diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin
dengan menggunakan alat bantu mobilisasi seperti walker, cruck, dan
lainnya.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. X-ray, untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.

2. Bone scans, Tomogram atau MRI scans.

3. Arteriogram, dlakukan bila ada kerusakan vaskuler.

4. CCT, apabila diduga terjadi kerusakan otot.

5. Pemeriksaan darah lengkap.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS
Klien mengatakan mengalami KLL (Kecelakaan Lalu Lintas) ketika ia hendak
pergi menuju kota M dengan menggnakan sepeda motor, tiba-tiba ditengah
perjalanan tertabrak Truk oleng, yang mengakibatkan klien mengalami cedera
patah tulang di paha kanan atas dan oleh warga setempat lalu dibawa ke UGD
RS.X . Hasil pemeriksaan didapatkan TTV: Tekanan darah 150/80 mmHg,
Nadi 85 x/menit, Suhu 36,5OC, RR 24x/menit, dan GCS E3 V5 M6 (total 14).
Ditemukan fraktur di femur dextra ±5 cm dan pada jari kelingking kaki kanan
±3 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm. Terdapat perdarahan pada fraktur dan
kondisi deformitas,spasme otot, bengkak, lebam berwarna merah kebiruan
pada kulit sekitar luka dan diskontiunitas fisik. Klien mengatakan merasa nyeri
pada paha kanan dengn skala 6 (skala 1 – 10), frekuensi sering sewaktu waktu
saat mencoba digerakkan, kualitas seperti ditusuk – tususk, tampak tegang dan
wajah menyeringai.

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer

a. Airway

a) Lihat (look)

Lihat jalan napas klien. Pada saat dibuka jalan napas, terdapat

penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.

b) Dengar (listen)

Terdapat suara tambahan yaitu ronchi /aspirasi pada saat di

auskultasi. Adanya suara napas tambahan berarti ada

sumbatan jalan nafas

c) Rasa (feel)
Dirasakan hawa ekspresi yang keluar dari lubang hidung atau

mulut, dan rasakan ada tidaknya getaran di leher waktu

bernapas. Adanya getaran di leher menunjukkan sumbatan .

b. Breathing

a) Lihat (look)

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,

timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara

nafas terdengar ronchi /aspirasi.

b) Dengar (listen)

 Keluhan

Klien mengalami sesak napas

 Suara nafas

Terdengar suara yang abnormal pada saat auskultasi yaitu

ronchi.

c) Rasa (feel)

Pada saat dibuka jalan napas adanya penumpukan sekret akibat

kelemahan reflek batuk

c. Circulation

 Tekanan darah : 150/80 mmHg

 Nadi : 85 x/menit

 Kulitas nadi : cepat


 Kesadaran : composmentis

 CRT membran mukosa pucat dan dingin.

d. Disability

 Sesaat setelah ditolong warga pasien mengalami syncope

 Terdapat fraktur femur dextra

e. Exposure

 Terdapat fraktur dibagian femur dextra

 Terpasang aliran oksigen 100%

2. Pengkajian Sekunder

a. Aktivitas/istirahat

1) kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

2) Keterbatasan mobilitas

b. Sirkulasi

1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

3) Tachikardi

4) Penurunan nadi pada bagiian yang cidera

5) Capilary refil melambat

6) Pucat pada bagian yang terkenaMasa hematoma pada sisi cedera

c. Neurosensori

1) Kesemutan

2) Deformitas, krepitasi, pemendekan

3) Kelemahan
d. Kenyamanan

1) nyeri tiba-tiba saat cidera

2) spasme/ kram otot

e. Keamanan

1) laserasi kulit

2) perdarahan

3) perubahan warna

4) pembengkakan local
B. ANALISA DATA

DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

DS : Agen cidera Fisik Nyeri Akut


(trauma)
Pasien mengatakan nyeri pada kaki
sebelah kanan:

- P : Nyeri dirasakan saat bergerak

- Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk

- R: Nyeri pada kaki kanan

- S: Skala nyeri 6

- T: Nyeri datang hilang timbul

DO :

- Pasien tampak menahan nyeri

- Tanda-tanda vital : TD : 150/80


mmHg N : 85 x/menit

DS: Faktor Mekanik Kerusakan


(tekanan) integritas Jaringan
pasien mengatakan ada luka robek
dibagian kelingking dan lutut

DO:

- Terdapat luka ditemukan fraktur


di femur dextra ± 3 cm dan pada
jari kelingking kaki kanan ± 4 cm
dengan kedalaman ± 0,5 cm.
Terdapat perdarahan pada fraktur.
terdapat bengkak, lebam
berwarna merah kebiruan pada
kulit sekitar luka
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan factor mekanik

D. INTERVENSI

NO NOC NIC

1 Nyeri akut berkurang setelah dilakukan Manajemen Nyeri (1400)


tindakan keperawatan 1 x 24 jam,
1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan criteria hasil:
komprehensif yang meliputi
1. Tingkat nyeri (1605): dengan lokasi, karakteristik,
indicator: onset/durasi, frekuensi, kualitas
intensitas atau beratnya nyeri
a. Nyeri yang dilaporkan 4
dan factor pencetus
(ringan)
2. Ajarkan teknik non farmakologi
b. Panjangnya episode nyeri 4
relaksasi nafas dalam untuk
(ringan)
megurangi nyeri
c. Mengerang dan menangis 4
3. Pastikan perawatan analgetik
(ringan)
bagi pasien dilakukan dengan
d. Ekspresi nyeri wajah 3 (tidak
pemantauan ketat
ada)
4. Gunakan strategi komunikasi
e. Tekanan darah 5 (tidak ada
terapeutik untuk mengetahui
deviasi dari kisaran normal)
pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan pasien
terhadap nyeri

5. Gali pengetahuan dan


kepercayaan pasien mengenai
nyeri

6. Berikan informasi mengenai


nyeri

2 Kerusakan integritas jaringan dapat Perawatan Luka (3660)


berkurang setelah dilakukan tindakan
1. monitor karakteristik luka,
keperawatan selama 1 x 24 jam, dengan
warna, drainase, ukuran,
criteria hasil:
kedalaman dan bau
1. Integritas Jaringan: Kulit &
2. ukur luas luka
Membran Mukosa (1101), dengan
3. singkirkan benda-bend yang
indicator:
tertanam
a. Suhu kulit 2 (sedikit terganggu)
4. bersihkan luka dengan normal
b. Integritas Kulit 3 ( cukup
saline atau pembersih yang
terganggu)
tidak beracun
c. teksturs 2 ( sedikit terganggu)
5. posisikan untuk menghindari
d. perfusi jaringan 2 ( dikit menempatkan ketegangan pada
terganggu) luka, dengan tepat

6. berikan rawatan insisi pada luka

7. berikan balutan yang sesuai


dengan kulit/lesi

Pembidaian (0910)

1. Monitor sirkulasi pada area


yang mengalami trauma

2. Monitor pergerakan di bagian


distal area trauma

3. Tutup luka dengan balutan luka


dan control pendarahan

4. Batasi pergerakan pasien


terutama pada bagian yang
mengalami trauma

5. Pasang bidai pada bagian tubuh


yang mengalami trauma

6. Instruksikan pasien dan


keluarga mengenai cara
perawatan bidai

E. EVALUASI

Tindakan evaluasi yang harus dilaksanakan pada kasus kegawatdaruratan


system control nyeri dan kerusakan integritas jaringan ini harus berdasarkan
tindakan kegawatdaruratan yang sudah dilaksanakan ketika klien masuk di
UGD, dari proses triage dan tindakan kegawatdaruratan. Evaluasi yang harus
dilakukan mencakup :

- Pantau TTV klien dan observasi kesadaran klien. (Dalam batas normal)

- Ajarkan teknik non farmakologi relaksasi nafas dalam untuk megurangi


nyeri

- Pastikan perawatan analgetik bagi pasien dilakukan dengan pemantauan


ketat

- Monitor sirkulasi pada area yang mengalami trauma

- Monitor pergerakan di bagian distal area trauma

- Tutup luka dengan balutan luka


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Vol 3.

Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth j. 2009. Buku saku patofisiologi Ed.3. Jakarta: EGC

Doengoes, E. Marilyn. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta :
EGC

Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Perry, potter. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses Dan
Praktik Edisi 4 vol.1. Jakarta : EGC

Price, A S Wilson.2012. Patofisiologi . Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Edisi Vol 2.Jakarta : EGC

Wilkinson M J 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC


Dan Kriteria Hasil N0C . Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai