Bagian 2
Bagian 2
SMA N 1 MLATI
Cebongan, Tlogoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta
(0274) 865856 www.sman1mlati.sch.id
2013
i
LEMBAR PENGESAHAN
Angota Peneliti
1. Anggota 1
Nama Lengkap : Annisa Septi Handayani
NIS :
Kelas : XII IPA2
Pembimbing
Nama Lengkap : Novi Ermawati, S.S
NIP : -
Bidang Studi yang diampu : Bahasa Indonesia
Firasti Herniaswati K
NIS : 1975
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
3) orisinal karya tim peneliti ini, tanpa ada unsur plagiarisme baik dalam aspek substansi
maupun penulisan.
iii
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Bila dikemudian hari
ditemukan kekeliruan, maka kami bersedia menanggung semua risiko atas perbuatan
yang kami lakukan sesusi dengan aturan yang berlaku.
iv
DAFTAR ISI
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
dengan baik.
Karya tulis ini disusun dalam rangka mengikuti lomba Karya Ilmiah Remaja yang
diselenggarakan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DI Yogyakarta Tahun 2013, untuk itu
dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. H. Samsudin selaku kepala SMA Negeri 1 Mlati yang menjadi penanggung
jawab dalam pembuatan karya ilmiah.
2. Ibu Novi Ermawati, S.S. selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang telah
membimbing sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Abdul Afif Rosyidi, S.Pd. selaku guru mata pelajaran Bahasa Jawa, yang telah
membimbing sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
4. Orangtua yang telah memberikan fasilitas, dana, dan dukungan kepada penulis dalam
pembuatan karya ilmiah.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan karya ilmiah ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena keterbatasan dan pengalaman. Sehingga kritik dan saran yang membangun
dengan senantiasa kami harapkan untuk memperbaiki karya tulis ini.Semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat.
Yogyakarta, 27 Juli 2013
Penulis
vi
ABSTRAK
Oleh:
Firasti Herniaswati Karlina
Tabu merupakan hal yang sering ada dalam masyarakat, khususnya masyarakat Jawa.
Kebudayaan Jawa ada sejak pulau Jawa itu ada dan masyarakatnya pun sering menggunakan
kalimat Tabu pada setiap tindakan mereka. Beberapa tindakan atau kebiasaan yang bersifat tabu
bahkan dapat dilarang secara hukum dan pelanggarannya dapat menyebabkan pemberian sanksi
keras. Remaja saat ini, kebayakan tidak memahami budaya sendiri. Mereka lebih tertarik dengan
hal-hal yang baru, bahkan remaja saat ini mulai meninggalkan bahasa Jawa dan tidak memahami
kalimat tabu Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam
kalimat tabu masyarakat Jawa dan cara reaktualisasi kalimat tabu masyarakat Jawa.
Jenis penelitian berupa noneksperimental, dengan menggunakan penelitian deskriptif untuk
memperoleh dan mengolah data hasil penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah kalimat tabu,
sedangkan objek penelitiannya atau topik penelitian dalam karya ilmiah ini adalah nilai yang
terkandung dalam kalimat tabu masyarakat Jawa. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 20 April -
28 Mei 2013 yang bertempat di SMA N 1 Mlati dan rumah penulis. Teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah studi pustaka dan dokumentasi. Metode analisis data dilakukan
dengan pengolahan dan analisis nonstatistik atau pengolahan data dan analisis kualitatif.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan: 1) Nilai-nilai (kerohanian) yang
terkandung dalam kalimat tabu, yaitu nilai moral (sopan-santun dan toleransi, berisi tentang
larangan berbuat buruk dan ajaran untuk bersikap lebih baik), nilai kebenaran (sikap berhati-hati,
berisi anjuran agar berhati-hati, memikirkan tindakan yang akan dilakukan dengan akal sehat agar
berefek positif), dan nilai religius (beribadah dan bersyukur atas nikmat-Nya, berisi ajaran untuk
melaksanakan ibadah daripada bermain di luar rumah dan tidak menjadikan sesuatu menjadi sia-
sia atau mubazir). 2) Perlunya melakukan reaktualisasi kalimat tabu agar kebudayaan Jawa tidak
punah dengan cara memasukannya dalam kurikulum materi pemelajaran Bahasa Jawa di sekolah.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat disimpulkan rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut :
1. Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam kalimat tabu masyarakat Jawa?
2. Bagaimana cara reaktualisasi kalimat tabu masyarakat Jawa?
C. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam kalimat tabu masyarakat Jawa.
2. Mendeskripsikan cara reaktualisasi kalimat tabu masyarakat Jawa.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
2. Secara praktis memberikan gambaran dan penjelasan mengenai tabu dalam
masyarakat Jawa untuk penelitian selanjutnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoretis
1. Pengertian Tabu
Menurut Rodman dalam setiap kelompok masyarakat, terdapat kata-kata
tertentu yang dinilai tabu. Kata “tabu” (taboo) diambil dari bahasa Tongan,
merupakan rumpun bahasa Polynesia yang diperkenalkan oleh Captain James Cook
kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa Eropa lainnya yang
artinya tindakan yang dilarang atau dihindari (1988: 279). Ketika suatu tindakan
dikatakan tabu, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan tersebut juga
dianggap tabu. Seseorang pada awalnya dilarang melakukan sesuatu kemudian
dilarang untuk berbicara mengenai apapun yang berhubungan dengan hal tersebut.
Tabu merupakan hal yang sering ada dalam masyarakat, khususnya
masyarakat Jawa. Kebudayaan Jawa ada sejak pulau Jawa itu ada dan masyarakatnya
pun sering menggunakan kalimat Tabu pada setiap tindakan mereka. Kebudayaan
Jawa itu, akan terus berkembang seiring dengan perkembangan jaman, walaupun
terkadang ada beberapa generasi muda yang sudah tidak percaya dengan adanya
kalimat Tabu. Tabu dalam bahasa Jawa sering disebut dengan gugon tuhon. Gugon
tuhon berasal dari kata gugu + an yang artinya percaya kepada yang lain atau
menurut kata-kata orang dan tuhu + an yang artinya setia, mantap, atau tekun
(Poerwodarminta,1939:116). Tabu sering dijadikan landasan pada setiap perilaku
yang menyimpang yang sering dilakukan oleh masyarakat pada jaman dahulu hingga
sekarang. Tabu atau pantangan adalah suatu pelarangan sosial yang kuat terhadap
kata, benda, tindakan, atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh suatu
kelompok, budaya atau masyarakat.
Pelanggaran tabu biasanya tidak dapat diterima dan dapat dianggap
menyerang. Beberapa tindakan atau kebiasaan yang bersifat tabu bahkan dapat
dilarang secara hukum dan pelanggarannya dapat menyebabkan pemberian sanksi
keras. Tabu dapat juga membuat malu, aib dan perlakuan kasar dari lingkungan
sekitar (Wikipedia bahasa Indonesia). Harimurti Kridalaksana membagi istilah “tabu”
menjadi dua dilihat dari efek yang ditimbulkannya yaitu tabu positif karena yang
dilarang itu memberi efek kekuatan yang membahayakan dan tabu negatif disebabkan
larangan tersebut dapat menberikan kekuatan yang mencemarkan atau merusak
kekuatan hidup seseorang. Sehingga untuk menggantikan kata yang dianggap tabu
tersebut, seseorang mempergunakan eufemisme (1983 : 233).
2. Jenis-Jenis Tabu
Menurut Sumarsono (2007 : 106) tabu memegang peranan penting dalam
bahasa, yang mana permasalahan ini merupakan kategori dari ilmu semantik. Ilmu ini
memperhatikan tabu sebagai penyebab berubahnya makna kata. Sebuah kata yang
ditabukan tidak dipakai, kemudian digunakan kata lain yang sudah mempunyai
makna sendiri. Akibatnya kata yang tidak ditabukan itu memperoleh beban makna
tambahan. Subjek yang ditabukan sangat bervariasi, seperti seks, kematian, ekskresi,
3
fungsi-fungsi anggota tubuh, persoalan agama, dan politik. Objek yang ditabukan pun
beragam antara lain mertua, perlombaan adu binatang, penggunaan jari tangan kiri
(yang menunjukkan sinister/ancaman) dan sebagainya.
Berdasarkan motivasi psikologis, kata-kata tabu muncul minimal karena tiga
hal, yakni adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear), sesuatu yang membuat
perasaan tidak enak (taboo of delicacy), dan sesuatu yang tidak santun dan tidak
pantas (taboo of propriety).7 Dalam bagian ini penulis mencoba menguraikan dan
memberikan contoh masing-masing jenis tabu tersebut untuk memperjelas klasifikasi
dan perbedaannya dengan menyertakan masing-masing bentuk eufemistiknya
(Wijana,2006 : 111).
a. Taboo of Fear
Segala sesuatu yang mendatangkan kekuatan yang menakutkan dan dipercaya
dapat membayakan kehidupan termasuk dalam kategori tabu jenis ini. Demikian
juga halnya dengan pengungkapan secara langsung nama-nama Tuhan dan
makhluk halus tergolong taboo of fear.
Di Indonesia, masyarakat Pantai Selatan pulau Jawa memandang tabu
terhadap siapa saja yang melancong atau berekreasi di pantai tersebut dengan
mengenakan pakaian yang berwarna merah. Pertabuan ini disebabkan karena
mereka percaya bahwa makhluk ghaib Penguasa Laut Selatan yakni Nyi Roro
Kidul, yang dikenal dengan Ratu Pantai Selatan tidak suka/marah dengan
pengunjung yang mengenakan baju merah dan tentunya dipercaya akan ada
dampak buruk yang akan diterima oleh si pelanggarnya. Contoh kasus semacam
ini tentu banyak dijumpai khususnya di Indonesia sebagai negara yang multi
etnik, agama, adat-istiadat dan kebudayaan.
b. Taboo of Delicacy
Usaha manusia untuk menghindari penunjukan langsung kepada hal-hal yang
tidak mengenakkan, seperti berbagai jenis penyakit dan kematian tergolong pada
jenis tabu yang kedua ini. Penyakit yang diderita seseorang merupakan sesuatu hal
yang tidak menyenangkan bagi penderitanya. Penyakit-penyakit yang referennya
bersifat menjijikkan lazimnya dihindari penyebutan desfemistisnya (kata-kata
yang ditabukan atau tidak enak untuk disebutkan), dan hendaknya diganti dengan
bentuk eufemistisnya. Pengungkapan jenis penyakit yang mendatangkan malu dan
aib seseorang tentunya akan tidak mengenakkan untuk didengar, seperti ayan,
kudis, borok, kanker. Olehnya itu sebaiknya nama-nama penyakit itu diganti
dengan bentuk eufemistik seperti epilepsi, scabies, abses dan CA untuk mengganti
kata kanker.
c. Taboo of Propriety
Tabu jenis ini berkaitan dengan seks, bagian-bagian tubuh tertentu dan
fungsinya, serta beberapa kata makian yang semuanya tidak pantas atau tidak
santun untuk diungkapkan. Kata-kata yang berhubungan dengan seks, organ
seksual, fungsi-fungsi tubuh secara alami menjadi bagian dari kata-kata tabu di
berbagai kebudayaan. Bahkan ada beberapa bahasa yang tidak memiliki kata yang
berarti “berhubungan seks” sehingga harus mengambil kata tersebut dari bahasa
asing. Namun ada beberapa bahasa lainnya yang memiliki banyak kata untuk
mengungkapkan tindakan paling umum dan universal ini, dan kebanyakan
diantaranya merupakan kata-kata tabu.
4
Masyarakat Inggris juga menghindari untuk menggunakan kata-kata tidak
santun lainnya seperti breast (payudara), intercourse (bercinta), dan testicles
(buah zakar) seperti halnya dengan sinonim kata-kata itu yakni tits (payudara),
fuck (bercinta), dan ball (buah zakar). Dalam hal ini tidak ada dasar linguistik,
tetapi penekanan terhadap fakta ini tidak merupakan anjuran untuk menggunakan
atau tidak menggunakan kata-kata tersebut.
5
B. Tahapan Berpikir
Saat ini banyak masyarakat Jawa Kalimat tabu merupakan salah satu sarana
yang tidak mengetahui makna yang digunakan masyarakat Jawa untuk
sesungguhnya dari kalimat tabu. berkomunikasi dan mengutarakan suatu
maksud yang positif.
Perlu penelitian mengenai kalimat tabu
agar masyarakat lebih memahami tentang Nilai-nilai dalam kalimat tabu
kalimat tabu dan mengambil nilai-nilai disampaikan secara tersurat
positif di dalamnya.
6
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian berupa noneksperimental, dengan menggunakan penelitian deskriptif
untuk memperoleh dan mengolah data hasil penelitian.
C. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari tanggal 20 April - 28 Mei 2013 yang bertempat di SMA
N 1 Mlati dan rumah penulis, dengan jadwal kegiatan sebagai berikut:
No. Tanggal Kegiatan Tempat
1. 20 April 2013 Perencanaan penelitian kalimat tabu Sekolah
2. 25 April 2013 Mengunjungi perpustakaan Pusda
3. 30 April 2013 Konsultasi dengan guru pembimbing I Sekolah
4. 3 Mei 2013 Mempelajari teori tabu Rumah penulis
5. 5 Mei 2013 Pembuatan konsep penelitian Rumah penulis
6. 13 Mei 2013 Konsultasi dengan guru pembimbing II Sekolah
7. 19 Mei 2013 Mengunjungi perpustakaan Pusda
8. 21 Mei 2013 Penyusunan karya ilmiah Rumah Pembimbing
9. 7 Juni 2013 Konsultasi dengan guru pembimbing I Sekolah
10. 22 Juni 2013 Pembuatan banner Rumah Pembimbing
11. 4 Juli 2013 Persiapan pameran Among Rogo
12. 5 Juli 2013 Pameran Karya Ilmiah Among Rogo
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalimat tabu “Prawan ora keno lungguh utawa mangan neng ngarep lawang
mundak ditampik jaka” memiliki arti bahwa Gadis perawan tidak boleh duduk atau
8
makan di depan pintu nanti jauh dari jodoh. Kalimat tabu tersebut, jika dilihat
mengandung unsur larangan atau menakut-nakuti. Gadis perawan yang makan di
depan pintu akan jauh dari jodoh, sehingga kedengarannya seperti larangan yang
menimbulkan akibat bila dilakukan, yaitu jauh dari jodoh. Padahal jika kita cermati,
makan di depan pintu, tidak ada hubungannya dengan jodoh. Namun hal tersebut
menjadi kepercayaan yang sudah melekat dan dipercayai, sehingga jarang ada
perawan yang makan di depan pintu.Kalimat tabu tersebut, sebenarnya memiliki
makna sebenarnya yang berbeda, bahkan berlainan dengan makna kalimat tabu
sendiri. Makna sesungguhnya mengandung nilai moral, karena jika ada perawan yang
makan di depan, tidaklah sopan apalagi pintu digunakan untuk keluar masuk rumah.
Sehingga tidaklah pantas jika ada perawan bahkan siapapun yang makan di depan
pintu. Kalimat tabu tersebut termasuk nilai moral karena berhubungan dengan
tindakan atau akhlak, namun dalam penyampaian kalimat tabu di buat seolah-olah
menakut-nakuti.
Tabel 2
Nilai-Nilai Moral yang Terkandung dalam Kalimat Tabu Masyarakat Jawa
No Kalimat tabu Makna Nilai Moral
Aja lungguh ing Sopan-Santun
Mergane bantal kuwi dienggo
dhuwur bantal, (Larangan untuk tidak
2 ajang sirah, saru yen banjur
mengko ndak menduduki tempat yang
dilingguhi.
wudunen. bukan semestinya)
Kalimat tabu “Aja lungguh ing dhuwur bantal, mengko ndak wudunen.”
Memiliki makna bahwa kita tidak boleh duduk di atas bantal karena pantatnya bisa
sakit. Padahal pada kenyataannya orang yang menderita ambeien justru menggunakan
bantal agar lebih nyaman saat duduk dan mengurangi rasa sakit. Pada kalimat tabu
tersebut, bantal yang dimaksud bukanlah bantal sering digunakan untuk alas duduk,
melainkan bantal yang digunakan untuk tidur. Sangatlah tidak sopan, apabila bantal
yang seharusnya digunakan untuk tidur, justru digunakan untuk duduk. Apalagi, orang
jawa sangat menjunjung etika kesopanan. Sehingga untuk mewakili makna
sesungguhnya tersebut, disampaikan dengan kalimat tabu yang dibuat seolah-olah
menakut-nakuti dengan adanya penyakit.
Tabel 3. Nilai-Nilai Moral yang Terkandung dalam Kalimat Tabu Masyarakat Jawa
9
lali)” memiliki arti bahwa anak muda tidak boleh terlalu banyak makan brutu (pantat
ayam) nanti bisa mudah lupa. Jika kalimat tersebut dikaitkan pada keadaan jaman
dulu, memilikimakna yang berbeda. “Mudah pikun” pada kalimat di atas merupakan
sebuah kiasan yang dibuat untuk melambangkan sesuatu. Yang dimaksud bukanlah
mudah lupa ingatan, namun yang dimaksud adalah lupa terhadap saudaranya yang
lain. Hal tersebut dikarenakan jaman dulu orang itu anaknya banyak, jadi jika
memotong ayam hanya satu, jadi brutunya hanya satu. Katanya brutu itu bagian yang
paling enak. Sehingga brutu menjadi rebutan, jika seseorang sudah makn brutu (pantat
ayam) sendirian justru lupa pada saudaranya dan menghabiskannya sendirian.
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat-kalimat tabu tersebut
mengandung nilai moral untuk melakukan hal dengan sopan-santun dan bertoleransi.
Misalnya kalimat tabu yang mengandung sopan-santun dalam melakukan suatu hal
adalah prawan ora keno lungguh utawa mangan neng ngarep lawang mundak
ditampik jaka. Maknanya Karena tidak pantas anak gadis duduk atau makan di depan
pintu, tidak hanya anak gadis, namun siapa saja juga tidak sopan karena mengurangi
daya tarik. Pintu itu digunakan untuk lewat, nanti menghalangi orang yang akan
melewatinya. Apalagi pintu itu bukan tempat untuk makan, jika ditendang secara tidak
sengaja oleh orang yang lewat nanti tidak jadi makan. Padahal zaman dulu orang
mencari makan itu susah.
Selanjutnya kalimat tabu yang mengandung nilai moral agar bertoleransi
kepada sesama terutama saudara adalah wong enom ora oleh kakean mangan brutu,
mundak dadi pikun (gampang lali). Maknanya karena jaman dahulu orang itu punya
banyak anak, sehingga kalau sedang memasak ayam hanya satu, jadi brutunya hanya
satu. Katanya brutu itu bagian ayam yang paling enak, nanti kalau sudah terlanjur
makan brutu jadi lupa sama saudaranya yang lain. Dari kalimat tersebut dapat dipetik
ajaran agar kita tidak mementingkan diri sendiri (berbagi dengan sesama) dan toleran
terhadap orang lain.
2. Nilai Kebenaran
Nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber pada unsur akal (rasio, budi, dan
cipta). Nilai ini merupakan nilai yang mutlak sebagai suatu hal yang kodrati. Tuhan
memberikan nilai kebenaran melalui akal pikiran manusia (Maryati, 2012 : 54).
Tabel 4.
Nilai Kebenaran yang Terkandung dalam Kalimat Tabu Masyarakat Jawa
No Kalimat Makna Nilai Kebenaran
Yen dolan neng
Parangtritis aja Mergane ombak neng Berhati-hati
nganggo klambi Parangtritis kuwi gede lan (anjuran untuk tidak
1 ijo pupus. banyune warnane biru semu memakai baju hijau pupus,
Mengko ndak ijo. Dadi nek ana uwong sing karena memiliki warna
digondol Nyi keseret ombak, ndak ora ketok. sama dengan laut)
Roro Kidul.
10
Kalimat tabu “Yen dolan neng Parangtritis aja nganggo klambi ijo pupus.
Mengko ndak digondol Nyi Roro Kidul.” Merupakan kalimat yang tidak asing lagi bagi
masyarakat jawa. Sebagian besar masyarakat jawa meyakininya, sehingga mereka
enggan mengenakan baju yang berwarna hijau pupus saat berada di pantai parangtritis.
Masyarakat Yogyakarta percaya dengan keberadaan Nyi Roro Kidul di pantai
Parangtritis. Pakaian hijau pupus dikaitkan dengan warna kesukaan Nyi Roro Kidul.
Secara logika tidak masuk akal, namun jika kita lihat dari nilai yang terkandung maka
memiliki makna yang berbeda. Maknanya yaitu jangan main di Parangtritis menggnakan
baju hijau pupus karena ombak di Parangtritis itu besar dan airnya berwarna biru semu
hijau. Jadi jika ada orang yang terseret ombak, nanti tidak kelihatan. Makna yang
berlainan dan dikemas dalam kalimat yang berisi nilai kebenaran.
Tabel 5.
Nilai Kebenaran yang Terkandung dalam Kalimat Tabu Masyarakat Jawa
No Kalimat Makna Nilai Kebenaran
Aja adus bengi- Mergane yen adus bengi-bengi iku
Hati-hati
bengi, amargo banyune adem, amarga wis ora kena
2 (Anjuran untuk tidak
ora ilok. cahyane srengenge. Mengko ndak
mandi malam)
balunge loro.
Kalimat tabu “Aja adus bengi-bengi, amargo ora ilok” termasuk kalimat tabu
yang memiliki nilai kebenaran yang menyarankan kita untuk berhati-hati. Maksudnya,
harus berhati-hati untuk tidak mandi di malam hari, hal tersebut dikarenakan jika mandi
malam-malam itu airnya dingin, karena sudah tidak terkena sinar matahari. Sehingga
dapat menyebabkan nyeri atau sakit pada bagian tulang.
Tabel 6.
Nilai kebenaran yang Terkandung dalam Kalimat Tabu Masyarakat Jawa
No Kalimat Makna Nilai Kebenaran
Ojo nugelake
Hati-hati
gandhik (tumbuk Mergane tumbuk jamu biasane
(Jangan merusakkan
5 jamu) mundhak digawe saka watu lonjong lan ora
barang yang susah
jadi pangane gampang le gawe.
dibuat)
bethara kala
11
3. Nilai Religius
Nilai religius, yaitu merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tinggi dan
mutlak yang bersumber dari keyakinan atau kepercayaan manusia. Nilai religius
diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan yang bermanfaat baik di dunia maupun di
akhirat (Maryati, 2012 : 54).
Tabel 7.
Nilai-Nilai Religius yang Terkandung dalam Kalimat Tabu Masyarakat Jawa
No. Kalimat Tabu Makna Nilai Religius
Bocah cilik ora kena
Nalare yen wayah surup kuwi
lunga wayah surup,
dinggo ngibadah neng masjid lan
mundhak digondol
ngaji. Apa maneh yen wayah suruh
kalong wewe utawa
akeh kewan-kewan sing duwe wisa
dipangan candhik
pada metu. Beribadah
ala.
1 (beribadah shalat
Anak kecil tidak
Nalarnya, kalau petang hari itu maghrib)
boleh pergi saat
untuk beribadah di masjid dan
petang hari, nanti
mengaji. Apalagi ketika hari gelap
dibawa kalong wewe
banyak hewan yang punya bisa
atau dimakan
yang keluar.
candhik ala.
Kalimat tabu “Bocah cilik ora kena lunga wayah surup, mundhak digondol
kalong wewe utawa dipangan candhik ala” merupakan kalimat tabu yang berisi larangan
dan menakut-nakuti. Kalimat tersebut berkaitan dengan mistis karena adannya makhlauk
halus yang digunakan dalam kalimat tersebut. Namun jika kalimat tabu tersebut dilihat
dari sudut pandang yang memiliki nilai religius, akan memiliki makna yang berbeda.
Anak kecil tidak boleh pergi saat petang hari karena kalau petang hari itu untuk beribadah
di masjid dan mengaji. Apalagi ketika hari gelap banyak hewan yang punya bisa yang
keluar.
Tabel 8.
Nilai-Nilai Religius yang Terkandung dalam Kalimat Tabu Masyarakat Jawa
No. Kalimat Tabu Makna Nilai Religius
Bocah cilik ora kena
Nalare yen wayah surup kuwi dinggo
lunga wayah surup,
ngibadah neng masjid lan ngaji. Apa
mundhak digondol
maneh yen wayah suruh akeh kewan-
kalong wewe utawa
kewan sing duwe wisa pada metu. Beribadah
dipangan candhik ala.
1 (beribadah shalat
Anak kecil tidak boleh Nalarnya, kalau petang hari itu
maghrib)
pergi saat petang hari, untuk beribadah di masjid dan
nanti dibawa kalong mengaji. Apalagi ketika hari gelap
wewe atau dimakan banyak hewan yang punya bisa yang
candhik ala. keluar.
2 Aja lunga neng kebon Mergane yen dino jumat pada solat Beribadah
12
No. Kalimat Tabu Makna Nilai Religius
uatawa panggonan liya jum’atan, dadine ora keno lunga (Ajaran bagi
sing adoh wektu dino adoh-adoh. Mengko ndak ngalangi kaum laki-laki
jumat yen arep solat jumatan untuk shalat
Karena kalau hari Jum’at waktunya jumat berjamaah
Jangan pergi ke kebun shalat jum’at, jadinya tidak boleh di masjid)
atau tempat lain yang pergi jauh-jauh. Nanti jadi
jauh pada hari Jum’at menghalangi orang yang mau shalat
Jum’at.
Mergane wong jaman biyen kuwi
Yen madang aja sok
eman-eman. Yen mangane ora entek
nyisa, mundhak mati
eman-eman, mergane jaman biyen Bersyukur
pitike
golek mangan kuwi angel. (Menghargai
3
Karena orang jaman dulu itu nikmat dari
Kalau makan jangan
menyangkan. Jika makan tidak habis Tuhan)
suka menyisakan, nanti
sangat sayang, karena jaman dulu
ayamnya mati
cari makan itu susah.
13
sudah tidak percaya dengan adanya kalimat tabu. Kurangnya kesadaran generasi muda
menyebabkan budaya Jawa ini terancam punahnya.
Salah satu cara untuk menjaga kelestarian budaya yaitu dengan reaktualisasi.
Reaktualisasi dapat dilakukan melalui pembelajaran bahasa Jawa dengan cara
memasukkannya dalam kuruikulum materi pelajaran. Sehingga diharapkan menjadi salah satu
metode untuk melestarikan budaya tradisional Jawa. Sehingga anak-anak dapat tumbuh
menjadi manusia yang berbudaya. Selain itu, perlunya kesadaran untuk menjaga dan
mensosialisasikan bahasa secara turun-temurun. Apalagi, generasi muda saat ini mulai
meninggalkan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan mereka lebih tertarik menggunakan bahasa
lain seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, karena dianggap lebih modern.
14
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Nilai-nilai (kerohanian) yang terkandung dalam kalimat tabu, yaitu:
a. Nilai moral : sopan-santun dan toleransi, berisi tentang larangan berbuat buruk dan
ajaran untuk bersikap lebih baik.
b. Nilai kebenaran : sikap berhati-hati dan kesehatan, berisi anjuran agar berhati-hati,
memikirkan tindakan yang akan dilakukan dengan akal sehat agar berefek positif
(untuk kesehatan)
c. Nilai religius : beribadah dan bersyukur atas nikmat-Nya, berisi ajaran untuk
melaksanakan ibadah daripada bermain di luar rumah dan tidak menjadikan
sesuatu menjadi sia-sia (mubazir).
2. Perlunya melakukan reaktualisasi kalimat tabu agar kebudayaan Jawa tidak punah
dengan cara memasukannya dalam kurikulum materi pemelajaran Bahasa Jawa di
sekolah.
B. Saran
Penulis berharap agar karya ilmiah yang kami susun mengenai Kalimat Tabu dalam
Masyarakat Jawa mampu menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca, dan
Secara praktis memberikan gambaran dan penjelasan mengenai tabu dalam masyarakat Jawa
untuk penelitian selanjutnya. Selain itu, dapat dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik
secara umum.
15
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 1988. Semantik: Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar Baru.
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2012. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta Esis
Setiawan, Irvan. Memahami Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Melalui Karya Sastra, diunduh
tanggal 23 Oktober 2012. Melalui bpnst- bandung.blogspot.com/2009/07/about.us.html.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2008. Semantik; Teori dan Analisis.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Wijana. I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2006. Sosiolinguistik; Kajian Teori dan
Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
16
LAMPIRAN
Contoh Kalimat-Kalimat Tabu dalam Masyarakat Jawa
No Kalimat Tabu Makna Nilai
Mergane ora pantes ono prawan
lungguh utawa mangan neng ngarep
Prawan ora keno lungguh lawang ora mung prawan sapa wae ya
utawa mangan neng ora apik, mergane lawang kuwi dinggo
ngarep lawang mundak liwat, mundhak ngalangi wong sing
ditampik jaka. arep liwat. Apa meneh lawang dudu
papan kanggo mangan yen ketendhang
wong sing liwat malah dadi ora sido Nilai Moral, Sopan-
mangan. Kamangka jaman biyen wong santun
1 golek pangan kuwi angel. (Tindakan yang kurang
Karena tidak pantas ada perawan sopan karena
duduk atau makan di depan pintu, tidak mengurangi daya tarik
hanya perawan namun siapa saja tidak seseorang)
Gadis perawan tidak boleh bagus. Karena pintu itu digunakan
duduk atau makan di untuk lewat, nanti menghalangi orang
depan pintu nanti jauh yang mau lewat. Apalagi pintu bukan
dari jodoh tempat untuk makan. Jika tertendang
orang yang lewat nanti tidak jadi
makan. Karena orang dahulu cari
makan susah
Aja lungguh ing dhuwur Nilai Moral, Sopan-
Mergane bantal kuwi dienggo ajang
bantal, mengko ndak santun
sirah, saru yen banjur dilingguhi.
wudunen. (Larangan untuk tidak
2
Jangan duduk di atas Karena bantal digunakan menduduki tempat
bantal, nanti ndak untukmenaruh kepala, tidak pantas jika yang bukan
pantatnya sakit diduduki. semestinya)
Mergane lawang kuwi dudu panggonan
Nyapu diendeg ana tengah dingo buwang uwuh, tur saru yen ana
lawang, ora ilok. tamu nanging lawange kebak uwuh. NilaiMoral, Sopan-
santun
(tindakan yang kurang
3
Karena pintu itu bukan tempat yang sopan dan tidak
Menyapu dihentikan di digunakan untuk membuang sampah, menjaga kebersihan)
tengah pintu, tidak pantas tidak pantas jika ada tamu tetapi
pintunya penuh sampah.
18
No Kalimat Tabu Makna Nilai
patut aturan. Yang suka jag-jagan itu anak
kecil, jadi tidak sopan. Jaman dulu
anak kecil tidak menggunakan sandal
jadi kalau jag-jagan tempat tidurnya
kotor semua.
Oleh nganggo ajang, pincuk, takir,
godhong, lan sapanunggalane kanggo
Aja sok mangan nyangga
mangan sing penting ora disangga ora
ajang, pincuk, takir,
sopan. Akibate panganan sing
godhong lan sejene,
disangga bisa wutah yen kesenggol
mundhak kemaga
wong liya. Kemaga: kuciwa ing tembe
Nilai Moral, Sopan-
amarga sik dilakokne ora rampung
santun (Ajaran agar
9 Boleh pakai piring, pincuk, takir, daun,
mematuhi tata krama
dan lain-lainnya, buat makan yang
Jangan suka makan saat makan)
terprnting tidak disunggi karena tidak
menyunggi piring, pincuk,
sopan. Akibatnya makanan yan
takir, daun dan
disunggi bisa tumah ketika disenggol
sejenisnya. Nanti jadi
orang lain.
kecewa
Kemaga : kecewa di akhir karena yang
dilakukan tidak selesai
19
No Kalimat Tabu Makna Nilai
ora ilok ngerti tata krama). menunjukkan sifat
yang kurang sopan
Jangan suka menuding Untuk orang jawa, menggunakan dengan tangan kiri)
menggunakan tangan kiri, tangan kiri menunjukkan sifat
karena tidak pantas “degsura” (tidak tahu tata karma)
Yen dolan neng
Mergane ombak neng Parangtritis
Parangtritis aja nganggo Nilai Kebenaran,
kuwi gede lan banyune warnane biru
klambi ijo pupus. Mengko Berhati-hati
semu ijo. Dadi nek ana uwong sing
ndak digondol Nyi Roro (anjuran untuk tidak
keseret ombak, ndak ora ketok.
13 Kidul. memakai baju hijau
Jika main di Parangtritis, Karena ombak di Parangtritis itu besar pupus, karena memiliki
jangan menggunakan dan airnya berwarna biru semu hijau. warna sama dengan
baju hijau pupus. Nanti di Jadi jika ada orang yang terseret laut)
bawa Nyi Roro Kidul ombak, nanti tidak kelihatan
Mergane yen adus bengi-bengi iku
Aja adus bengi-bengi,
banyune adem, amarga wis ora kena
amargo ora ilok.
cahyane srengenge. Mengko ndak Nilai Kebenaran, Hati-
balunge loro. hati
14
Karena jika mandi malam-malam itu (Anjuran untuk tidak
Jangan mandi malam-
airnya dingin, karena sudah tidak mandi malam)
malam, karena tidak
terkena sinar matahari. Nanti
bagus
tulangnya sakit
Aja turu mlumah neng
ngisor pangeret (sak
lenjer pring utawa kayu Mergane yen pangerete uwis kropos,
antaraning 2 cagak) mengko mundak nibani wong sing lagi
Nilai Kebenaran, Hati-
amarga bisa gawe ngimpi turu lan bisa ngawe cilaka
hati
ala
15 (Anjuran untuk tidak
tidur di sembarang
Jangan tidur membujur di
tempat)
bawah pangeret (satu Karena jika pangeret sudah kropos,
lanjar bamboo atau kayu nanti bisa menjatuhi orang yang
antara 2 tiang) kaena bisa sedang tidur dan bisa membuat celaka
membuat mimpi buruk
Ora ilok pipis madep neng
Mergane wong jaman biyen percaya
arah makam keramat,
nek makam kuwi kenthel karo mistis,
kejaba dilakoni neng
sahingga diajeni marang masyarakat. Nilai Kebenaran, Hati-
jamban umum
hati
16 Tidak pantas buang air
(Jangan pipis di dekat
kecil menghadap kea rah Karena orang jaman dulu percaya jika
kuburan)
makam keramat, kecuali makam itu kental dengan mistis,
dilakukan di tempat sehingga dihormati oleh masyarakat
umum
17 Ojo nugelake gandhik Mergane tumbuk jamu biasane digawe Nilai Kebenaran, Hati-
20
No Kalimat Tabu Makna Nilai
(tumbuk jamu) mundhak saka watu lonjong lan ora gampang le hati
jadi pangane bethara kala gawe. (Jangan merusakkan
Jangan memecahkan barang yang susah
Karena tumbukan jamu biasanya
gandhik (tumbuk jamu) dibuat)
dibuat dari batu lonjong dan tidak
nanti dimakan bethara
mudah untuk dibuat.
kala
Aja sok nekuk bantal, ora Mergane ndadekno “tengeng” lan
ilok ngorok jalaran bantale kedhuwuren Nilai Kebenaran, Hati-
nganggu saluran napas. hati
18 Karena membuat tengeng (kepala (Teori pernafasan dan
Jangan suka melipat muntir) dan mendengkur karena kesehatan tentang
bantal, tidak pantas bantalnya ketinggian sehingga tulang )
mengganggu pernafasan
Wong Jawa jaman biyen ngarani hawa
Aja sok sarapan sega sega wadhang adem banget dadi yen
wadhang, mundhak esuk-esuk sarapan sega wadhang trus
peteng atine menyang nyambut gawe atawa sekolah
dadekna awak meriang, utek kethul, lan Nilai Kebenaran, Hati-
males nyambut gawe. hati
19 Orang jawa jaman dulu merasakan (Anjuran untuk makan
hawa nasi wadhang dingin sekali,jadi makanan yang baru
Jangan suka sarapan nasi jika pagi-pagi sarapan dengan nasi dan bergizi)
wadhang(nasi kemarin) wadhang lalu bekerja atau sekolah
nanti hatinya gelap membuat badan meiang, buyar, dan
malas bekerja
Aja lunga neng kebon Mergane yen dino jumat pada solat
uatawa panggonan liya jum’atan, dadine ora keno lunga adoh- Nilai Religius,
sing adoh wektu dino adoh. Mengko ndak ngalangi yen arep Beribadah
jumat solat jumatan (Ajaran bagi kaum
21
Karena kalau hari Jum’at waktunya laki-laki untuk shalat
Jangan pergi ke kebun
shalat jum’at, jadinya tidak boleh pergi jumat berjamaah di
atau tempat lain yang
jauh-jauh. Nanti jadi menghalangi masjid)
jauh pada hari Jum’at
orang yang mau shalat Jum’at.
21
No Kalimat Tabu Makna Nilai
Mergane wong jaman biyen kuwi
Yen madang aja sok nyisa,
eman-eman. Yen mangane ora entek
mundhak mati pitike
eman-eman, mergane jaman biyen Nilai Religius,
golek mangan kuwi angel. Bersyukur
22
Karena orang jaman dulu itu (Menghargai nikmat
Kalau makan jangan suka
menyangkan. Jika makan tidak habis dari Tuhan)
menyisakan, nanti
sangat sayang, karena jaman dulu cari
ayamnya mati
makan itu susah.
Owah adate maksude ngrubah tatanan
uripe. Yen wayah sholat ashar turu
Aja sok turu ing wayah
durung temtu wayah adzan maghrib
asar utawa surup
wis tangi bisa bablas ketuk bengi. Rong
mundhak owah adate
sholat ilang, wayah mangan mundur,
lan bengi dadi angel turu. Awak dadi Nilai Religius,
ora karuan. Beribadah
23 Berubah adatnya maksudnya merubah (Ajaran tidak
kebiasaan hidupnya. Jika waktu shalat meninggalkan shalat
Ashar tidur belum tentu waktu adzan ashar dan maghrib)
Jangan suka tidur di
maghrib sudah bangun bisa keterusan
waktu Ashar atau petang
sampai malam. Dua waktu shalat
nanti berubah adatnya
hilang, waktu makan mundur, dan
malam jadi susah tidur. Badan jadi
tidak karuan.
Pitik tangi kira-kira jam lima dadi kita
Aja sok tangi kedhisikan
kudu tangi sakdurunge den ora
pitik, mundhak sebel ing
kelangan sholat subuh lan hawa esuk
samubarang Nilai Religius,
marakne sehat
Beribadah (Ajaran
24 Ayam bangun sekitar jam lima pagi
untuk melaksanakan
sehingga kita harus bangun
Jangan suka bangun shalat subuh)
sebelumnya agar tidak kehilangan
kedahuluan ayam, jadi
shalat subuh dan udara pagi itu
membuat badan sehat
22