Anda di halaman 1dari 287

ISBN 978-979-26-7594-8

Modul
PENDIDIKAN HAM
BERSPERSPEKTIF GENDER
Untuk Guru SMA & Sederajat
MODUL PENDIDIKAN HAM BERPERSPEKTIF GENDER
UNTUK GURU SMA DAN SEDERAJAT
© Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), 2014

Disusun oleh: Pemberi Masukan dalam Uji Coba Modul:


Tati Krisnawaty Agustina Tappi—SMA St. Petrus, Kalimantan
Barat
Tim Diskusi: Ali Rahmat—SekolahAvizena, Jakarta Selatan
Justina Rostiawati Almaidah—SMA Negeri1 Maligano, Sulawesi
Kyai Husein Muhammad Tenggara
Dr. Neng Dara Af iah Amdai Yanti Siregar—SMA Islam Al-Azar, Banten
Tini Sastra
Anggi Afriansjah—SMA Al-Izar, Jakarta
Editor: David E Natun—SMA Negeri 3 Kupang, NTT
Ki Darmaningtyas Dede Rosidah—SMA Negeri 45, Jakarta
Desak Nyoman Rai Kartini—SMA Negeri 2,
Denpasar Bali
Halimatus Sa’diah—SMA Negeri 7, Banjarmasin
Haslinda Qodariyah—SMK Pesawahan Ciamis,
Jawa Barat
Hisqiel Apandi—SMA LAB Unsiah, Banda Aceh
Hj. Husnawiyah—SMA 4 Jember, JawaTimur
Iksan Rongayang—SMA Muhamadiyah
Halmahera, Malukuutara
Made Mas Suantini—DinasPendidikan Kota
Denpasar, Bali
Maryam HS—MAN 1 Mataram, NTB
Naomi Elsiane—SMA Negeri 3 Kota Sorong,
Papua Barat
Sri Sunarti—SMA 8 Yogyakarta
Mukti Wulandari—Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta
Yohanes Stanislaus—SMK Negeri 1 Maumere,
NTT
Yulita—SMA Negeri 1 Kelapa Bangka Barat
Zoel Ali ia Hadi—Madrasah Aliyah HazahWadi
Lombok, NTB

Desain cover: Tim Referensia


Tata letak: Tim Referensia
Buku ini ditulis dalam bahasa Indonesia. Komnas Perempuan adalah pemegang tunggal hak cipta atas
dokumen ini. Meskipun demikian, silakan menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen untuk
kepentingan pendidikan publik atau advokasi kebijakan untuk memajukan pemenuhan hak perem-
puan korban kekerasan dan demi terlembagakannya pengetahuan dari perempuan.
ISBN 978-979-26-7594-8
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Jl. Latuharhari No. 4B, Jakarta 10310
Tel. +62 21 390 3963
Fax. +62 21 390 3911
mail@komnasperempuan.or.id
http://www.komnasperempuan.or.id
“... Guru bertindak sebagai poros transmisi
intelektual, pengetahuan,dan
keterampilan teknis dari generasi ke
generasi, yang membantu menjaga lampu
peradaban terus menyala. Ia tidak hanya
membimbing individu, tetapi bisa dikata-
kan, mengarahkan nasib bangsa. ...”

(Dr. Sarvepalli Radhakrishnan)


Daftar Isi
DAFTAR ISI
vii

Pendahuluan 1
Ringkasan Modul 9
Persiapan Pelatihan 15
Alur Kegiatan 19
1. Pembukaan, Perkenalan, dan Penjelasan 21
2. Fakta di Sekitar Kita: Gender dan Pelanggaran HAM 63
3. Membongkar Patriarki 95
4. CEDAW 123
5. Institusi-Institusi HAM Nasional 199
6. Peran Guru dalam Pendidikan HAM dan Keadilan Gender 217
7. Evaluasi dan Penutup 245
Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) dan “Energizer” 251
Daftar Pustaka 275
Ucapan Terima Kasih 278
DAFTAR SINGKATAN

ASEAN Association of South East Asia Nations


BBC British Broadcasting Corporation
BNP2TKI Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
BO Boedi Oetomo (Budi Utomo)
CEDAW Convention on the Elimination Against Women
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
Duham Derklarasi Universal Hak Asasi manusia
EDD Ernest Douwes Dekker
ELS Europese Lagere School
HAM Hak asasi Manusia
HAM BG Hak AsaSi Manusia Berperspektif Gender
ILO International Labour Organization
KDRT KekerasandalamRumahtangga
KHD Ki Hajar Dewantara
NTT Nusa Tenggara Timur (Propinsi)
NTB Nusa Tenggara Barat (propinsi)
PBB Perserikatan bangsa-bangsa
PB PGR Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
PRT Pekerja Rumah Tangga
PT Perusahaan Terbatas
SMA Sekolah Menengah Atas
SMK Sekolah Menengah Kejuruan
MA Madrasah Aliyah
Tenaga Kerja Indonesia
TKI Tenaga Kerja Wanita
TKW Nama kabupaten di NTT
PPKn Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
UNESCO United Nations Educational, Scienti ic and Cultural Organization

viii Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender


Pendahuluan
PENDAHULUAN
1

Guru dan Perubahan Sosial

D elapan belas tahun yang lalu, UNESCO (United Nations Educational, Scienti ic
and Cultural Organization) telah menegaskan pentingnya peran guru dalam pe-
rubahan sosial. Dinyatakan bahwa: “Pentingnya peran guru sebagai seorang agen
perubahan untuk mempromosikan pemahaman dan toleransi tidak pernah lebih
nyata dari hari ini. Bahkan nampak lebih kritis di abad kedua puluh satu. Perlu-
nya perubahan—dari nasionalisme sempit ke universalisme, dari prasangka etnis
ke budaya toleransi, pemahaman dan pluralisme, dari otokrasi menuju demokra-
si dalam berbagai manifestasinya, dan dari dunia yang teknologi tingginya hanya
menjadi hak istimewa beberapa gelintir orang saja ke dunia yang secara teknologi
bersatu--, menempatkan tanggung jawab besar pada guru yang berpartisipasi da-
lam pencetakan karakter dan pikiran generasi baru…”.1

Bagi Indonesia, penegasan tersebut di atas bukan saja relevan, tetapi juga membawa
kita pada pertanyaan, sudah sejauh mana kita mendukung dan memfasilitasi para
guru untuk dapat memenuhi peran tersebut. Kongres PGRI (Persatuan Guru Repub-
lik Indonesia) di Jakarta tahun 20132 memperlihatkan begitu banyak persoalan yang
dihadapi para guru yang membuatnya sulit untuk menjalankan tugas mereka secara
optimal, di antaranya adalah kebijakan pendidikan nasional yang tanpa arah, Su-
rat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri yang membuat para guru harus bekerja
di luar kapasitasnya, pelaksanaan otonomi daerah yang menyalahgunakan posisi
guru3, terabaikannya kesejahteraan para guru, termasuk lambatnya pembayaran
upah guru honorer dan jumlah upah yang berada di bawah standar upah minimum,
hingga kurangnya pendidikan/pelatihan untuk meningkatkan kapasitas guru.

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistyo
mengatakan, “Banyak kebijakan pemerintah termasuk implementasinya yang mem-

1  Learning: The Treasure Within, UNESCO, 1996, halaman 141-42)


2 Kongres berlangsung pada tanggal 1-5 Juli di Istora Senayan Jakarta, dihadiri oleh sekitar 8000
orang (1800 guru, 6000 peninjau guru dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia, (lihat http://www.
pgri.or.id/agenda/agenda/kongres-xxi-pgri-kongres-guru-indonesia-2013 dan http://kampus.okezone.
com/read/2013/07/03/560/831132/8-000-orang-serbu-kongres-guru-nasional)
3 Mereka diperlakukan bukan sebagai profesi tetapi sebagai alat biriokrasi untuk kepentingan politik
pemilihan kepala daerah. Lihat antara lain: KOMPAS 4 Juli 2013 halaman 15: Kongres PGRI. Presiden:
Guru Jangan Terlibat di Pilkada.

HAMBG_02-01.indd 1 12/05/2015 20:31:47


buat guru tertekan. Karena tertekan sering keinginan untuk meningkatkan mutu
tidak tercapai.” Selain perombakan kebijakan pendidikan nasional, ketua Umum
PGRI juga menggarisbawahi beberapa persoalan guru dan tenaga kependidikan yang
perlu mendapat perhatian, yaitu perbaikan lembaga pendidikan guru, pemenuhan
kebutuhan guru terutama guru sekolah dasar, peningkatan kuali ikasi dan serti ika-
si, serta pembinaan dan pengembangan profesi dan karir yang tepat.

Kondisi saat ini, dapat dikatakan sebagai kondisi ‘paceklik’. Guru dihadapkan pada
banyak situasi yang tidak mendukung otoritas, independensi, dan penguatan ka-
pasitas profesional mereka. Hal ini diperburuk dengan komersialisasi pendidikan
serta implementasi kebijakan pendidikan nasional yang membebani dan berantak-
an. Gelar yang disandangkan kepada guru sebagai pahlawan tanpa bintang jasa da-
lam kenyataan dapat diterjemahkan sebagai penelantaran hak-hak guru.

Padahal, UNESCO 18 tahun yang lalu telah menegaskan bahwa “Peningkatkan kua-
litas pendidikan pertama-tama tergantung pada meningkatkan perekrutan, pelatih-
an, status sosial, dan kondisi kerja guru; mereka membutuhkan pengetahuan dan
ketrampilan yang cukup, karakteristik pribadi, prospek profesional dan motivasi
jika mereka ingin memenuhi harapan yang ditempatkan di atas mereka”4. Dengan
kata lain, penguatan kapasitas guru merupakan hal yang sangat urgen dan mende-
sak.

Meletakkan harapan yang besar kepada guru, tidaklah berlebihan jika kita ikut ser-
ta memperjuangkan pemenuhan kebutuhan dan hak para guru. Bagaimanapun guru
adalah orang-orang yang sangat diharapkan dapat mengantarkan generasi muda
menjadi generasi penerus yang lebih baik dari sebelumnya. Dr. Sarvepalli Rad-
hakrishnan, seorang ilsuf dan negarawan dari India mengingatkan bahwa “Guru
bertindak sebagai poros transmisi intelektual, pengetahuan dan keterampilan tek-
nis dari generasi ke generasi, yang membantu menjaga lampu peradaban terus
menyala. Ia tidak hanya membimbing individu, tetapi bisa dikatakan mengarahkan
nasib bangsa.”5

Modul Pendidikan HAM-BG untuk para Guru


oleh Komnas Perempuan
Komnas Perempuan adalah mekanisme HAM nasional yang berdiri pada tahun
19986 dengan mandat membangun kondisi kondusif bagi penghapusan kekerasan
terhadap perempuan dan menyebarluaskan informasi tentang hak asasi perem-
puan. Untuk mengimplementasikan mandat yang diembannya ini, Komnas Perem-
puan melihat pendidikan sebagai salah satu jalan strategis yang harus ditempuh.

4 Learning: The Treasure Within, UNESCO, 1996, hlm 146-47.)


5 .J.C. AGGARWAL, BASIC IDEAS OF EDUCATION, SHIPPRA, 2001, Halaman 80-81
6 . Komnas Perempuan dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 9 Oktober
1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.

2 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-01.indd 2 12/05/2015 20:31:56


Berbasiskan pada pengalaman menyelenggarakan kegiatan
Pendahuluan
pendidikan dasar Hak Asasi Manusia Berperspektif Gender di
24 propinsi7 pada tahun 2001 hingga 2006, Komnas Perem-
puan telah berhasil menyusun Modul Pendidikan HAM Ber-
perspektif Gender. Modul ini dapat digunakan oleh berbagai
pihak dalam rangka menyebarkan pengetahuan dan pemaha-
man tentang HAM dengan perspektif gender. Oleh karena itu,
3
modul ini disebut juga sebagai Modul Pendidikan HAM-BG
generik.

Dengan tersedianya modul HAM-BG yang bersifat generik di-


harapkan pendidikan HAM-BG dapat terus berkembang dan
berjalan jauh untuk ikut serta mendorong atau menguatkan
proses perubahan sosial ke arah masyarakat yang menghar-
gai hak asasi manusia laki-laki dan perempuan.

Komnas Perempuan mencermati bahwa di era reformasi—


yang awalnya dipenuhi dengan harapan adanya perubahan
pola relasi kekuasaan termasuk di dalamnya penegakan HAM
di segala lini—ternyata masalah pelanggaran HAM
yang dihadapi perempuan terus menerus bermun-
culan, seperti kasus-kasus perkosaan, kekerasan,
traf icking, eksploitasi, dan diskriminasi, sebagian
D
iskriminasi dan kekeras-
an terhadap perempuan
sudah berlangsung sejak lama
bersifat sistemik. Kondisi ini mendorong Komnas
dengan berbagai bentuk, baik
Perempuan untuk memacu kegiatan penyebarluas-
individu maupun kelompok.
an pengetahuan dan penyadaran nilai-nilai HAM
Diskriminasi disebabkan. ban-
Berperspektif Gender sebagai bagian dari upaya
yak faktor...,negara melakukan
pencegahan pelanggaran HAM dan penguatan
diskriminasi, misalnya dalam
masyarakat untuk melindungi hak asasi perem-
pendidikan dan lain-lain. Kita
puan. Komnas Perempuan tertantang untuk mem-
harus bertanggungjawab dan
bangun strategi pendidikan HAM berperspektif
membangun komitmen untuk
gender yang lebih efektif.
melakukan penyadaran terh-
Dengan misi memperluas para pihak yang me- adap laki-laki dan perempuan-
mahami dan menginternalisasi nilai-nilai HAM yang mempunyai perbedaan
Berperspektif Gender, pada tahun 2007 Komnas baik isik dan psikis, dan berbe-
Perempuan menggagas penyusunan modul HAM daan laki-laki dan perempuan
Berperspektif Gender (HAM-BG) khusus untuk gu- punya sifat kodrat dan budaya,
ru-guru sekolah menengah atas (SMA/SMK/MA). dan budaya ini perlu dirombak.
Modul ini merupakan pengembangan dari modul (David, guru SMA, Kupang)
HAM-BG Generik.

7 Bekerjasama dengan Raol Wellemberg InsƟtute sebuah lembaga pendidi-


kan HAM di Eropa, Swedia.

HAMBG_02-01.indd 3 12/05/2015 20:31:56


Mengapa Guru?
Guru adalah ujung tombak dunia pendidikan. Di tangan guru yang profesional dan
berdedikasi, pendidikan dapat diandalkan

Guru berdiri di garis depan dalam mencerdaskan, meningkatkan pengetahuan,


mengasah kepekaan, memperdalam kesadaran, dan membangun perilaku yang se-
suai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Guru adalah salah satu kunci penting dalam
proses perubahan masyarakat.

Sepanjang tahun 2012, Komnas Perempuan telah melakukan serangkaian lokakarya


sebagai proses konsultasi dan sosialisasi Modul HAM-BG untuk guru-guru sekolah me-
nengah tingkat atas (SMA, SMK, MA) yang datang dari berbagai kota di Indonesia Timur,
Tengah, maupun Barat. Berdasarkan proses konsultasi tersebut Komnas Perempuan
menyusun modul pendidikan HAM Berperspektif Gender khusus untuk para guru yang
diujicobakan pertama kali pada tanggal 7-13 November 2013 di Bali.

Relevansi Pendidikan HAM Berperspektif Gender


di Sekolah Menengah Atas
Pendidikan HAM Berperspektif Gender dibutuhkan oleh anak-anak sekolah tingkat
SMA/SMK/MA, selain karena mereka punya hak, juga karena mereka perlu mema-
hami hak dan kewajiban secara utuh agar menjadi manusia yang bermartabat, ber-
adab, menghargai kemanusiaan, termasuk menghargai perempuan. Mereka adalah
generasi penerus yang akan hidup setelah kita dan membawa pemahaman mereka
di masa depan.

Materi HAM Berperspektif Gender menurut para guru—yang terlibat dalam loka-
karya pendidikan HAM Berperspektif Gender yang diselenggrakan Komnas Perem-
puan di Jakarta8 dan Menado9—memiliki relevansi bagi dunia pendidikan di sekolah
menengah atas; hal ini antara lain berkaitan dengan: (a) adanya berbagai praktek
diskriminasi terhadap siswa perempuan; (b) adanya keterbatasan informasi HAM
perempuan dan Komnas Perempuan yang terakses oleh guru-guru dan siswa-siswa;
(c) adanya kebutuhan untuk memahami masalah Keadilan Gender secara teori dan
praktis.

Praktek diskriminasi berbasis gender yang dihadapi oleh siswa-siswa terjadi di ber-
bagai tempat—tidak hanya di kota kecil. Beberapa kutipan di bawah ini memberi
gambaran tentang situasi tersebut.
“Di Kelas X semester 1 itu ada pelajaran tentang HAM. Untuk materi HAM, kita lebih
fokus kepada persoalan instrumen HAM.Pengalaman saya berhadapan dengan per-

8 Di Jakarta diselenggarakan dua kali, yaitu pada tangal 27-29 Februari 2012; dan tanggal 18 s/d 20 Juni
2012
9 Di Manado, 10 Maret 2012

4 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-01.indd 4 12/05/2015 20:31:57


spektif agama. Ketika kita bicara HAM khususnya masalah
Pendahuluan
kesamaan hak perempuan dan laki-laki dalam memimpin,
kita mentok, Bu! Karena diceritakan di dalam agama itu
bahwa laki-laki itu adalah pemimpin. (Herliadi, guru PKN
di SMA Asuhan Daya Medan)

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang memiliki tugas dan 5


tanggung jawab bukan hanya dalam penyebaran pengeta-
huan tetapi juga dalam pembentukan nilai-nilai. Hak asasi
manusia adalah serangkaian nilai yang berbasis pada derajat
kemanusiaan; karenanya sangat penting untuk diajarkan di
sekolah, dan faktanya hal ini memang ada di dalam kurikulum
pendidikan, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKN).
Sayangnya, masih terdapat banyak persoalan berkaitan de-
ngan pengajaran HAM, sebagaimana yang diungkapkan oleh
beberapa guru di bawah ini:

“Sampai sekarang kita kesulitan mendapatkan modul yang


membumi, mudah diterima dan diterapkan. Sementara
anak-anak ini hari-harinya dihujani informasi yang kadang
bias gender dan kadang merendahkan perempuan” (Endah,
guru SMA 110, Jakarta)

“Pengalaman saya pribadi selama 12 tahun saya mengajar


di bidang studi PPKN. Saya mengajar di Tsanawiyah, ngajar
juga di Aliyah. Ada beberapa materi HAM di sana teruta-
ma hak asasi manusia terkait hak sosial, hak ekonomi, hak
politik dan sebagainya, tapi itu tidak seberapa. Jadi mohon,
nanti mungkin secara khusus materi tentang gender ini
dimuat lebih banyak” (Zul Al ia Hadi, MA Hanrain NTB,
Lombok Barat)

Materi HAM Berperspektif Gender diharapkan dapat mem-


beri penguatan bagi upaya sekolah untuk membangun karak-
ter siswa, yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, inter-
nalisasi nilai, sikap tanggung jawab sebagai manusia beradab,
sebagai warga negara atau bangsa yang beradab.

“Saya ingin memberikan pemahaman-pemahaman pada


waktu mereka kelas XII, memberikan pelatihan khusus ten-
tang gender, karena kami ingin setelah mereka lulus SMA,
mereka paham tentang apa sebenarnya tentang keadilan
gender, sehingga mereka sungguh memilki kesiapan, masuk
kedalam dunia nyata dan sungguh-sungguh peduli”. (Su-
san, guru SMA Santa Ursula Jakarta).

“Kebetulan saya guru BK. Saya sering menghadapi anak-


anak yang bermasalah, orangtuanya KDRT, … Sebagai con-
toh kasus, tiba-tiba ada anak yang menangis kepada saya,

HAMBG_02-01.indd 5 12/05/2015 20:31:57


dia bercerita ibunya sering dipukul dan segala macam oleh bapaknya. Pada suatu
waktu dia dipanggil bapaknya, perintah bapaknya adalah mengambil kayu untuk
memukul ibunya….Anak yang seperti ini, sudah pasti akan sulit mengikuti mata pela-
jaran... Kami sebagai guru BK, sulit mengungkapkan hal itu di forum-forum guru di
sekolah, karena ini adalah aib keluarga siswa. Yang siswa sendiri kalau cerita, “Ibu
jangan cerita kepada siapa-siapa!” Ini saya ceritakan karena banyak contoh-contoh
yang seperti itu. dan itu semua harus kita bantu, tetapi sangat sulit membantu yang
sifatnya seperti itu. (Hikmah, guru SMKN I Sungai Liat Bangka, Kepulauan Bangka
Belitung)

“Guru PKN itu kebanyakan mengajarkan kognitif tentang de inisi-de inisi dan hafalan-
hafalan yang harus dihafal oleh anak. Mestinya harus ada contoh-contoh kongkrit,
mungkin dengan praktek, atau dengan drama untuk mengangkat persamaan hak,
baik laki-laki maupun perempuan“jika belajar tentang komnas perempuan hanya
soal kapan berdirinya, landasan hukumnya, tujuannya, dan kegiatannya, hal-hal itu
hanya kognitif saja, menghafal, saya mendukung pendapat teman-teman bahwa bu-
tuh adanya penjiwaan”. (Ali Rahmat, guru diAvicenna Jagakarsa, Jakarta selatan)

“Di pelajaran PKN sendiri juga sudah ada materi HAM, sebaiknya modul Komnas
Perempuan membantu para guru dalam menyampaikan isu HAM secara lebih kom-
prehensif dan kreatif, ...bukan hanya ceramah, tetapi ada metode lain. Film, atau
lainnya, yang tidak membebani. Inti pelajaran HAM adalah menjadikan manusia
beradab, paling tidak dia bisa menghargai orang lain, bisa menerima perbedaan,
memahami dan menghargai hukum. Untuk ini Anak-anak ini harus kita ajak ke-
pada realita, satu hal yang tampak agar mereka dapat membangun sikap kritisi
yang rasional dan bertanggung jawab. mampu melakukan perubahan disekolahnya”.
(Retno, SMA N, 13, Jakarta)

Tantangan Pengajaran HAM berperspektif Gender


Dalam lokakarya pendidikan HAM berperspektif gender tersebut di depan, terdaf-
tar sejumlah tantangan yang dihadapi guru dalam pengajaran HAM Berperspektif
Gender, di antaranya adalah:

1. Kelemahan Sistem Pengajaran HAM dan Kurikulum Pendidikan HAM


• Banyak kompetensi dasar yang bermuatan kognitif saja, kurang muatan afektif
dan praktik; hanya sebatas sebagai pengetahuan, cenderung membosankan.
• Kurang referensi, kurang buku-buku yang mendukung terhadap materi tentang
HAM, sumber belajar kurang.
• Kurangnya fasilitas atau media.
• Banyak titipan, jam belajar terbatas, berat dengan penambahan volume.
• Perspektif birokrasi.
2. Kelemahan yang melekat pada guru:
• Pengetahuan pendidik tentang HAM masih minim.
• Kurang pemahaman makna HAM dan makna beragama.
• Benturan terhadap agama.

6 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-01.indd 6 12/05/2015 20:31:57


3. Kelemahan Siswa: Pendahuluan
• Latar belakang siswa kumis (kumuh dan miskin).
• Realita di masyarakat yang kurang mendukung.
• Minat anak juga kurang.
• Anak-anak mengikuti arus dan enggan untuk melakukan
yang terbaik, misalnya saat membuang sampah. 7
Daftar tantangan tersebut tidak ber-
diri sendiri-sendiri, tetapi terhubung
dan saling berkelindan.Tantangan-
tantangan tersebut juga berada di te-
U ntuk menjadikan guru sebagai agen
pengubahan, pertama-tama harus
mengubah dulu karakter guru. Setelah
ngah tantangan-tantangan besar lain bertahun-tahun menjadi guru, bersama-sama
seperti penerapan kurikulum 2013 para guru, ketika berjuang untuk kepentin-
yang masih belum terorganisir den- gan guru saya melihat karakter guru nerimo,
gan baik, kekurangan guru, pengaba- membakar guru untuk melawan penindasan
ian hak dan kesejahteraan guru, serta yang menimpa dirinya itu seperti membakar
penyalahgunaan profesi guru dalam rumput yang basah. Berbeda dengan bu-
politik kekuasaan di tingkat daerah ruh yang seperti rumput kering, guru terus
sebagaimana yang terungkap dalam dinina bobokkan dibuat kesadaran palsu,
kongres PGRI Juli 2013 lalu. Tantan- kelas menengah, kaum intelektual, pahlawan
gan yang tidak sederhana ini, dapat yang tanpa balas jasa itu yang membuat
dibayangkan akan mempengaruhi kita terbangun dari sebuah kesadaran palsu.
proses pendidikan, termasuk proses Akhirnya guru-guru itu di ibaratkan sebagai
mencerdaskan kehidupan bangsa raksasa, tetapi raksasa yang tertidur, saking
dan membangun karakter generasi nyenyaknya dia tidur, sampai akhirnya kita
muda. colek tidak bisa, bahkan ketika diinjakpun
dia diam. Itu yang membuat saya akhirnya
Tujuan Modul ber ikir bahwa memang terlalu besar juga
berhadapan dengan guru yang lebih mayori-
1. Menguatkan pengetahuan guru tas. (Retno, guru SMA 13 Jakarta)
di tingkat SLTA, khusunya guru
PPKn, Sejarah, dan Bimbingan/
Konseling tentang HAM Berperspektif Gender.
2. Menguatkan metode belajar–mengajar HAM Berperspek-
tif Gender secara kreatif.
3. Mendukung upaya membangun karakter siswa sebagai
anak bangsa yang sadar dan menghormai HAM.

HAMBG_02-01.indd 7 12/05/2015 20:31:57


8 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-01.indd 8 12/05/2015 20:31:57


Ringkasan
RINGKASAN Modul

MODUL 9

S ecara garis besar, modul ini disusun untuk memperluas dan memperdalam pe-
mahaman peserta (para guru-guru Sekolah Menengah Atas) tentang Hak Asasi
manusia (HAM) berperspektif gender. Ada lima materi yang dibahas dalam modul
ini yaitu:
1. Diskriminasi terhadap Perempuan sebagai Pelanggaran HAM Berbasis Gender
2. Patriarki
3. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau
CEDAW
4. Instrumen-instrumen HAM
5. Peran guru dalam mengajarkan HAM berperspektif gender.

Metode utama yang digunakan dalam pelatihan ini adalah metode pendidikan orang
dewasa. Pengalaman dan pengetahuan peserta menjadi titik berangkat dan menda-
patkan ruang untuk dibahas sesuai dengan materi dan tujuan modul. Pelatihan ini
akan diperkuat dengan kehadiran spesialis atau pakar yang diundang sebagai nara
sumber bagi kegiatan dialog dan diskusi. Untuk memperdalam pemahaman dan in-
ternalisasi nilai-nilai dari materi yang dibahas akan diselenggarakan kegiatan-ke-
giatan kreatif seperti simulasi, role play, dan diorama.

Idealnya, kegiatan pelatihan ini dilakukan selama satu minggu, agar tersedia waktu
yang cukup luang bagi pembahasan isu-isu krusial seperti Diskriminasi, Patriarki,
beserta Instrumen-Instrumen HAM (terutama CEDAW), dan Peran Guru. Namun de-
mikian, karena tidak mudah bagi para guru untuk meninggalkan tugas selama satu
minggu lebih, maka modul ini disusun untuk waktu pelatihan selama tiga hari.

Modul ini terutama ditujukan untuk para pelatih yang akan dapat menyelenggara-
kan pelatihan HAM Berperspektif Gender untuk para guru. Pelatih ini pun dapat
berasal dari kalangan guru sendiri. Meskipun demikian, modul ini juga bisa diguna-
kan untuk pelatihan untuk guru secara langsung (bukan hanya untuk pelatih).

Modul ini dilengkapi dengan kumpulan bahan bacaan yang dapat digunakan oleh
para peserta baik pada waktu pelatihan maupun paska pelatihan. Kumpulan bahan
bacaan ini meliputi: (1) gender, patriarki, dan HAM; (2) membangun karakter; (3)
membangun wawasan kebangsaan, dan (4) membangun kapasitas guru.

HAMBG_02-02.indd 9 12/05/2015 20:32:18


BAGAN RINGKASAN MODULPELATIHAN PERTAMA

SESI/MODUL MATERI/POKOK METODE & WAKTU TUJUAN


BAHASAN
Sesi 1 Penjelasan TOR Perkenalan melalui Terbangun sua-
Berbagi harapan Group Puzzle sana belajar yang
Pembukaan, Kesepakanan Kon- Brainstorming nyaman, aman
Perkenalan, trak Belajar (90 menit) dan menarik mi-
Orientasi nat/perhatian

Sesi 2: Pengamatan atau Re leksi Personal Membangun


pengalaman Empiris Berbagi penga- kepekaan dan
Fakta Guru yang berkaitan laman dalam pengetahuan
Pelanggaran dengan isu Gender dan kelompok berdasarkan ke-
HAM Berbasis Pelanggaran HAM (Sungai Kehidu- nyataan/empiris
Gender pan)
Gender Membuat Matriks
Ketidakadilan Pembahasan Ber-
gender sama (Pleno)
Pelanggaran HAM (120 menit)

Sesi 3 Mengenali dan Membe- Permainan Ambil Meningkatkan


dah Nilai-nilai Patriarki Sikap pengetahuan
Patriarki tentang akar
Diskusi Kelompok pelanggaran HAM
berbasis gender
Dialog dengan
Narasumber
Sesi 4 Mengenal cuplikan Teater /Drama Meningkatkan
sejarah perjuangan Diskusi dengan pengetahuan
CEDAW hak perempuan Narasumber tentang instru-
sebelum adanya men HAM khusus
CEDAW untuk masalah
Substansi CEDAW diskriminasi ter-
Relevansi CEDAW hadap perempuan
dalam mengurangi
pelanggaran HAM
berbasis Gender
Sesi 5 Komnas HAM Dialog dengan Meningkatkan
Komnas Perempuan narasumber pengetahuan ten-
Mengenali Komnas Perlindung- Field Visit tang mekanisme
Isntitusi HAM an Anak Indonesia HAM Nasional
Nasional

10 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-02.indd 10 12/05/2015 20:32:29


Ringkasan
Modul

11
Sesi 6 Peran pendidikan Diskusi Kelompok Adanya rumusan
yang membebaskan Pameran gagasan prinsip-prinsip
Peran Guru da- /melanggengkan Diskusi Pleno dan metode
lam Pendidikan diskriminasi gender pendidikan yang
HAM Berpers- Substansi HAM ber- dapat mengelimi-
pektif Gender perspektif gender nir diskriminasi
dalam matapelaja- gender
ran dan bimbingan
siswa

Berikut adalah uraian ringkas dari masing-masing sesi

Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan, Orientasi


Sesi ini merupakan pintu masuk. Ada tiga kegiatan di pintu
masuk yaitu Acara Pembukaan, Perkenalan dan Orientasi Pro-
gram. Ketiganya dikelola sedemikian rupa untuk membangun
suasana belajar yang segar, menyenangkan, memberi
inspirasi, terbuka, dan memberi kejelasan arah. Untuk
itu acara pembukaan dan perkenalan dilakukan secara krea-
tif, yang dapat mendekatkan hubungan antar partisipan dan
antara partisipan dengan tim pendukung pelatihan (fasilita-
tor, panitia, penyelenggara). Dalam modul ini disediakan me-
tode perkenalan yang menyenangkan, yaitu menggunakan
metode puzzle, gambar empat tokoh pendidikan, yaitu, Rah-
mah El-Yunusiyah, Ki Hajar Dewantara, Kartini, Malala, dan
Pandita Ramabai. Dengan metode ini, diharapkan beberapa
hal tercapai, mulai dari suasana yang cair, semangat untuk
saling mengenal dan bekerja sama di antara peserta, hingga
menangkap inspirasi awal dari tokoh-tokoh pendidikan yang
sangat beragam latar belakang dan keberadaannya. Dengan
cara yang ringan dan santai peserta sudah mulai diberi sen-
tuhan isu-isu pendidikan, keadilan, hak asasi, budaya, dan
kekuasaan. Sesi ini ditutup dengan acara berbagi harapan
partisipan, penjelasan alur acara, dan membuat kesepakatan
kontrak belajar.

HAMBG_02-02.indd 11 12/05/2015 20:32:29


Sesi 2: Mengkungkap Fakta Pelanggaran HAM Berbasis Gender
Dengan suasana yang telah dibangun di sesi pembukaan, para peserta diasumsikan
mulai memiliki (atau bahkan makin kuat) rasa ingin tahu dan keterbukaan untuk
berbagi pengetahuan dan membangun pemahaman baru. Rasa ingin tahu ini akan
diisi dengan sesi mengungkap Fakta Pelanggaran HAM Berbasis Gender di Seki-
tar Kita. Tujuannya adalah untuk menggali pengalaman empiris dan membangun
kepekaan atas masalah-masalah pelanggaran HAM berbasis gender yang terjadi di
sekitar mereka. Sesi ini akan dilakukan dengan cara kreatif, dimulai dengan berpikir
re lektif secara individual, dilanjutkan dengan kerja kelompok, kemudian presentasi
dan diskusi. Peserta akan distimulasi dengan lembaran de inisi HAM dan de inisi
gender. Setelah melakukan presentasi tiap kelompok, peserta secara bersama-sama
melakukan pemetaan masalah pelanggaran HAM berbasis gender yang mereka ke-
tahui. Dalam sesi ini juga diharapkan muncul gambaran pelanggaran HAM berbasis
gender di masa lalu, misalnya kasus-kasus pelanggaran HAM terhadap perempuan
di tahun 1965 dan tahun 1998. Pelanggaran HAM terhadap perempuan yang terjadi
pada tahun 1965 banyak dialami oleh para guru perempuan. Tujuan sesi ini adalah
untuk membangun kepekaan dan mendekatkan peserta pada realitas pelanggaran
HAM berbasis gender.

Sesi 3: Membongkar Patriarki


Sesi ini merupakan kelanjutan dari upaya memahami pelanggaran HAM berbasis
gender. Fokus dari sesi ini adalah tentang sistem patriarki (termasuk di dalamnya
nilai-nilai dan praktek-praktek patriarki yang terjadi sehari-hari dan dikenali oleh
peserta). Melalui sesi ini peserta akan diajak untuk menelusuri bagaimana nilai-nilai
dan praktek–praktek patriarki menjadi dasar, memunculkan, atau melanggengkan
ketaksetaraan gender. Rangkaian kegiatan sesi ini dimulai dengan permainan “am-
bil sikap”, dilanjutkan dengan diskusi kelompok dan dialog dengan narasumber. Sesi
ini akan ditutup dengan menghubungkan catatan pembelajaran dari sesi ini dengan
gugatan atas patriarki oleh tokoh pendidikan yang mereka dapat di sesi perkenal-
an. Tujuan sesi ini adalah untuk membangun kepekaan dan kesadaran atas akar
masalah ketidakadilan gender.

Sesi 4: CEDAW
Sesi ini akan mengajak peserta untuk memahami konvensi penghapusan segala
bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang dikenal luas dengan nama CEDAW.
Mengapa CEDAW? Karena konvensi ini merupakah salah satu kunci yang telah dia-
dopsi oleh banyak negara di dunia untuk mengakhiri diskriminasi terhadap perem-
puan, yang juga berarti memenuhi hak asasi perempuan. Meskipun Indonesia sudah
merati ikasi konvensi ini pada tahun 1984, masih banyak kalangan yang tidak me-
ngenalnya dan bahkan mencurigainya sebagai gagasan atau instrumen dari Barat.
Dalam sesi ini, peserta akan menelusuri sejenak praktek-praktek pelanggaran HAM

12 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-02.indd 12 12/05/2015 20:32:29


terhadap perempuan dan gagasan-gagasan untuk mengata-
Ringkasan
sinya yang terjadi di Timur (seperti India, Indonesia, Pakis- Modul
tan). Jika cukup waktu juga bisa menelusuri apa yang terjadi
di negara-negara Barat. Penelusuran akan dilakukan dengan
cara kreatif, bermain drama, agar peserta ikut menghayati
dan menginternalisasikan gagasan-gagasan penegakan hak
perempuan. Setelah penelusuran itu, peserta akan berdialog
13
dengan nara sumber untuk memahami isi (substansi) CEDAW.
Sesi ini mengambil buku Restoring The Rights yang disusun
oleh Partners for Law in Development bersama United Nations
Development Fund for Women, sebagai bahan dasar.

Sesi 5: Institusi HAM Nasional


Sesi ini akan melengkapi pengetahuan peserta tentang me-
kanisme HAM di tingkat nasional. Jika waktu dan jarak me-
mungkinkan, disarankan agar sesi ini berupa kunjungan
lapangan (ϔield visit) agar peserta dapat mengenal secara
langsung institusi-institusi HAM nasional. Jika tidak mungkin,
maka sesi ini dilaksanakan secara konvensional, menghad-
irkan narasumber yang dapat memberi gambaran tentang
institusi-institusi HAM Nasional, (Komnas HAM), Komnas Pe-
rempuan, dan Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Tujuannya agar peserta dapat memahami bagaimana HAM
yang menjadi tanggung jawab negara diimplementasikan oleh
institusi-institusi tersebut, termasuk tantangan dan capaian-
capaiannya.

Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM


dan Keadilan Gender
Sesi ini merupakan sesi terakhir, menghubungkan isu HAM
berperspektif gender dengan peran guru. Sesi ini diharapkan
dapat menjadi bagian dari penulisan gagasan-gagasan ren-
cana tindak lanjut di level individual dan jaringan mata pela-
jaran.

HAMBG_02-02.indd 13 12/05/2015 20:32:29


14 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-02.indd 14 12/05/2015 20:32:29


Persiapan
PERSIAPAN Pelatihan

PELATIHAN 15

A da sejumlah hal yang sebaiknya dipersiapkan secara cermat untuk menyeleng-


garakan pelatihan untuk pelatih (TOT) Modul Pendidikan HAM Berperspektif
Gender bagi Guru-guru SMA/SMK/MA. Persiapan tersebut berkaitan dengan pemi-
lihan partisipan, fasilitator, narasumber, dan perangkat (perlengkapan) pelatihan
—termasuk tempat penyelenggaraan.

Partisipan
Kriteria utama pemilihan partisipan untuk pelatihan ini adalah: berprofesi sebagai
guru di Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA/SMK/MA), terutama yang mengajar
mata pelajaran PPKn, Sejarah dan yang memegang posisi sebagai guru Bimbing-
an dan Konseling. Di antara mereka boleh ada yang telah lama menjadi guru, yang
baru menjadi guru, dan yang baru akan menjadi guru (calon guru). Kriteria kedua
adalah kesediaan mengikuti proses pelatihan secara penuh dan utuh. Para peserta
diwajibkan untuk mengikuti semua sesi pelatihan, karena setiap sesi saling berkait
satu sama lain. Tidak ada batasan usia dan jenis kelamin untuk menjadi partisipan
pelatihan ini. Guru yang berkebutuhan khusus dapat menjadi partisipan pelatihan
ini sepanjang mereka mendapatkan fasilitas sesuai dengan kebutuhannya. Jumlah
partisipan untuk proses pelatihan yang efektif adalah antara 24-30 orang. Disaran-
kan agar per pelatihan peserta tidak lebih dari 30 orang.

Fasilitator
Fasilitator kegiatan pelatihan ini dapat berasal dari kalangan pendidik (guru) mau-
pun pelatih profesional yang berpengalaman dalam melakukan pelatihan dengan
pendekatan pendidikan orang dewasa dan telah mempelajari keseluruhan doku-
men modul ini. Berkaitan dengan itu, kriteria fasilitator yang dibutuhkan untuk pe-
latihan ini adalah mereka yang:
1) Mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang cukup atas materi pelatihan.
Bersedia mempelajari bahan-bahan pelatihan secara menyeluruh. Rendah hati
dan terbuka.
2) Piawai dalam berkomunikasi. Menstimulasi orang lain untuk berpendapat dan
mendorong peserta atau kelompok peserta untuk mengambil kesimpulan sendi-
ri. Kritis tanpa mengesankan sikap sok tahu/menggurui. Arif dan konstruktif da-
lam menyikapi perbedaan pendapat/kon lik.

HAMBG_02-03.indd 15 12/05/2015 20:33:12


3) Kreatif menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam ruangan pelatihan.
Kreatif membangun suasana keterbukaan, kepercayaan, partisipasi, dan kerja
sama antar peserta dalam suasana yang segar dan kaya akan inspirasi
4) Mendengar dengan sabar, memahami dengan empati, berperilaku santun dan
tidak sinis, mampu menganalisa secara cermat, piawai membuat kategori, dan
menggunakan padanan kata yang memudahkan pemahaman atau mencerahkan
5) Berdisiplin tinggi dan dapat leksibel mengelola waktu pelatihan sesuai perkem-
bangan dan kebutuhan yang berkembang
6) Mampu menarik benang merah utama atau pembejaran penting dari berbagai
pandangan yang berkembang bahkan pandangan-pandangan yang centang per-
anang atau pandangan-pandangan yang saling berseberangan .

Narasumber
Pelatihan ini (khususnya pada bagian pertama), membutuhkan narasumber untuk
memperkuat pembahasan materi. Narasumber yang dibutuhkan adalah mereka
yang mempunyai keahlian dan pengetahuan memadai tentang
• Gender dan Patriarki
• CEDAW
• Institusi-institusi HAM Nasional

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Pelatihan Belajar


(a) Kesetaraan. Memberi ruang dan kesempatan yang sama kepada setiap orang
untuk terlibat aktif dalam proses pendidikan, setiap orang adalah narasumber
dan menyumbangkan pengetahuan/pengalamannya dalam proses pendidikan
ini. Fasilitator berposisi setara dengan peserta, tidak menggurui, dan tidak pa-
sif. Agenda pelatihan tidak dibuat ϔixed, bersifat terbuka untuk dibangun ber-
sama
(b) Empiris. Mengacu pada pengalaman, persoalan dan kebutuhan perempuan;
berbasis pada realitas sosial atau pengalaman-pengalaman dan kebutuhan pe-
rempuan; bukan hanya pengetahuan (cognitive), tetapi sesuatu yang menyen-
tuh hati (affective) berkaitan dengan pengalaman dan realitas hidup
(c) Kritris dan Kreatif. Mendorong peserta didik untuk kritis dan kreatif mem-
bangun pengetahuan baru atau jalan keluar.
(d) Dialog, Collective Learning, dan Demokratis
(e) Integratif/Holistik. Mengintegrasikan persoalan gender kedalam HAM dan
berada pada proses analisa membangun pemahaman yang mengacu dan meng-
akomodir proses prinsip-prinsip yang ada. Dapat diaplikasikan

Perangkat Pelatihan yang Dibutuhkan


Untuk penyelenggaraan Pelatihan ini, perangkat yang dibutuhkan adalah sbb:
• Satu ruang pelatihan yang cukup luas untuk pleno dengan sinar yang cukup

16 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-03.indd 16 12/05/2015 20:33:21


untuk membaca dan menulis, sirkulasi udara yang se-
Persiapan
hat, dan akustik yang baik, menampung partisipan tanpa Pelatihan
berdesak-desakan. Jumlah partisipan diperkirakan mak-
simal 40 orang, terdiri dari 30 orang peserta, satu atau
dua fasilitator, notulen, narasumber, dan panita penye-


lenggara).
Diharapkan peserta bisa leluasa bergerak dalam ruang
17
pelatihan. Lebih baik jika kursi disusun dalam kelompok-
kelompok. Jumlah kelompok antara 3 sampai 4 kelompok.
Masing-masing kelompok terdiri dari 7 atau 8 orang pe-
serta. Meja bundar adalah alat yang ideal untuk diletak-
kan di tengah kursi-kursi masing-masing kelompok terse-
but.
• Beberapa papan tulis, ϔlip chart (kertas plano), kertas me-
taplan warna-warni, alat tulis termasuk spidol warna-
warni, pita perekat.
• Disarankan untuk menyediakan papan tulis besar (misal
berukuran panjang 1,5 atau 2 meter dan lebar sekitar 1
meter, atau ukuran lainnya) serta beberapa ϔlip chart, ber-
gantung berapa jumlah kelompok yang akan dilibatkan.
Satu kelompok diharapkan memiliki satu papan ϔlipchart.
• Alat-alat untuk permainan dan simulasi (puzzle perkenal-
an, majalah bekas, kertas metaplan, lembaran studi kasus,
alat tulis, metaplan, gunting, cutter, dan lem, diletakkan di
setiap meja. Perlu diumumkan agar alat-alat ini tidak dip-
indahtempatkan karena akan digunakan dalam pelatih-
an.
• Microphone, laptop, note book, computer, overhead projec-
tor, dan alat perekam yang peka/baik (video camera, tape
recorder), TV.
• Kits untuk peserta berisi modul, kumpulan bahan bacaan,
alat tulis.
• Untuk e isiensi waktu, kon igurasi meja kursi untuk pe-
serta disusun dalam bentuk pulau-pulau yang terpisah,
Jika peserta berjumlah 30 orang, maka jumlah pulau (ke-
lompok) ada 5, masing-masing meja/pulau diikuti oleh 6
peserta. Di atas masing-masing meja diletakkan sejumlah
kertas metaplan warna-warni, 10 lembar kertas ukuran
kuarto (putih atau warna warni, opsional) tiga buah gun-
ting, dua buah cutter (pisau tipis), alat tulis (spidol), 3-4
buah majalah bekas, lem, selotip tipis/transparan.

HAMBG_02-03.indd 17 12/05/2015 20:33:21


Waktu Pelatihan
Pelatihan ini memakan waktu belajar selama tiga hari penuh (24 jam efektif). Pe-
serta diharapkan hadir sebelum acara di mulai dan pulang setelah keseluruhan aca-
ra berakhir. Durasi pembahasan masing-masing materi dapat dimodi ikasi sesuai
kebutuhan tetapi tetap berada dalam kerangka waktu pelatihan selama tiga hari.
Peserta dan fasilitator diharapkan dapat mengikuti keseluruhan jadwal kegiatan se-
cara utuh. Narasumber diharapkan dapat hadir sesuai bidang materi pembahasan.

18 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-03.indd 18 12/05/2015 20:33:22


Alur
ALUR KEGIATAN Kegiatan

19
Pelatihan ini terdiri dari 7 (tujuh) sesi yang saling bertautan satu sama lain.

Tujuan umum pelatihan ini adalah


(1) Menguatkan pengetahuan guru PPKn, Sejarah, dan Bimbingan/Konseling ten-
tang Hak Asasi Manusia (HAM) Berperspektif Gender.
(2) Menggali inspirasi tentang metode belajar-mengajar HAM Berperspektif Gen-
der.
(3) Mendukung upaya guru dalam membangun karakter siswa sebagai anak bang-
sa yang sadar dan menghormai HAM.

Tujuan khusus pelatihan ini adalah:


(1) Memahami masalah diskriminasi terhadap perempuan sebagai pelangaran
HAM.
(2) Memahami masalah patriarki.
(3) Memahami Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Pe-
rempuan atau CEDAW
(4) Mengenali instrumen-instrumen HAM yang relevan, dan
(5) Memetakan peran guru dalam pendidikan HAM Berpersprektif Gender

Sesi 1
PEMBUKA
Sesi 7
PENUTUP

Sesi 2
Sesi 3
Sesi 6 MENGENALI FAKTA
PATRIARKI
PERAN GURU PELANGGARAN HAM
DALAM BERBASIS GENDER
PENDIDIKAN
DAN PENE-
GAKAN HAM Sesi 5
BERBASIS INSTITUSI-INSTITUSI Sesi 4
GENDER HAM NASIONAL CEDAW

HAMBG_02-04.indd 19 12/05/2015 20:33:50


JADWAL KEGIATAN PELATIHAN
PENDIDIKAN HAM BERBASIS GENDER

HARI KE 1 HARI KE 2 HARI KE 3


07.00-08.00 Sarapan Pagi Sarapan Pagi Sarapan Pagi
08.00-08.30 Pendaftaran Ulang Review Hari Pertama Review Hari 1 & 2
Pembagian Kits Pengantar Hari Kedua Pengantar Hari
Ketiga

08.30-10.00 SESI 1 SESI 4 SESI 6


Pembukaan CEDAW Peran Guru dalam
Perkenalan Pendidikan HAM Ber-
Orientasi (Alur Bagian 1: Menelusuri basis Gender
Acara, Harapan Pe- jejak pemikiran para
perintis (disko)
serta dan Kesepaka-
tan Aturan)

10.00-10.30 Rehat kopi Rrehat kopi Rehat Kopi


10.30-12.30 SESI 2
Fakta di sekitar kita: Bagian 2: Diskusi dengan Lanjutan Peran Guru
Pelanggaran HAM narasumber
Berbasis Gender

12.30-13.30 makan siang Makan siang Makan Siang


13.30-15.00 SESI 3 Lanjutan Sesi 4 SESI 7
Mengenal patriarki Pendalaman pema- PENUTUP
haman CEDAW • Rangkuman Akhir

15.00-15.30 Rehat kopi Istirahat Rehat kopi


15.30-17.30 Lanjutan pemba- SESI 5:
hasan Patriarki- INSTITUSI-INSTITUSI Evaluasi
Mendalami patriarki HAM NASIONAL Penutupan
dalam hubungannya
dengan Pelanggaran (diskusi dengan nara-
HAM berbasis gender sumber)
(studi kasus)
18.30- 20.30 Makan Malam Perpi-
sahan (opsional)

20 Modul Pendidikan HAM Berpekspetif Gender

HAMBG_02-04.indd 20 12/05/2015 20:34:00


Sesi 1
70-90 Menit

21

Sesi 1
PEMBUKAAN
PERKENALAN &
PENJELASAN

HAMBG_02-04-01.indd 21 12/05/2015 20:34:59


22 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 22 12/05/2015 20:35:09


Sesi 1
Sesi 1 70-90 Menit

PEMBUKAAN & 23
PERKENALAN
Sesi Pembuka terdiri dari 3 mata acara, yaitu (a) pembu-
kaan termasuk pidato kunci dari penyelenggara; (b) perke-
nalan, dan (c) penjelasan alur kegiatan, daftar harapan
peserta, dan membuat kesepakatan/kontrak belajar.
Tujuan
Membangun suasana pelatihan yang menyenangkan, mem-
bangkitkan semangat dan minat untuk belajar bersama,
dan rasa saling percaya antar peserta, dan antara peserta
dengan fasilitator. Pembukaan juga ditujukan untuk
membangun kesepakatan bersama tentang ruang lingkup
pelatihan untuk mencegah harapan yang berlebihan atau
prasangka negatif.
Indikator/Ukuran Capaian Sesi
Peserta ikut terlibat secara aktif dalam kegiatan perke-
nalan
Peserta menghargai sesama peserta dan fasilitator

Perangkat Alur Kegiatan


Lembar pidato 1 2’
kunci
Salam Pembukaan oleh Fasilitator.
4 lembar
puzzle (tokoh 2 15’
pendidikan) Sambutan Penyelenggara Pelatihan dilanjutkan dengan
Alat tulis pidato kunci ringkas.
(spidol, ker-
tas metaplan 3 50’
warna warni, Perkenalan dengan permainan puzzle.
kertas plano)
Lembar alur 4 20’
acara • Introduksi Alur Acara Pelatihan
• Berbagi Harapan Para Peserta
• Menyusun Tata Tertib Pelatihan
5 3’
Penutupan Sesi 1 oleh Fasilitator.

HAMBG_02-04-01.indd 23 12/05/2015 20:35:09


Langkah-Langkah Proses Fasilitasi
1 2’
Fasilitator membuka acara dengan ucapan salam, memperkenalkan nama dan po-
sisinya sebagai fasilitator secara ringkas, serta menyampaikan penghargaan atas
kedatangan peserta. Fasilitator lalu mempersilakan organisasi penyelenggara pela-
tihan untuk memberi sambutan Pembukaan dan Pidato Kunci.
2 15-20’
Kata sambutan dan Pidato Kunci dari organisasi penyelenggara.
3 5’
Fasilitator membangun suasana hangat dan dinamis
• Memberi kata-kata positif atas pidato kunci dan mengajak peserta untuk meng-
ekspresikan sambutan hangat dengan tepuk tangan
• Membagikan kertas metaplan berwarna-warni (kecuali sudah disediakan di atas
meja peserta).
• Meminta peserta memilih dan menuliskan satu atau dua kata kunci dari Pidato
Kunci yang baru didengarnya di atas kertas metaplan. Satu kata kunci dalam satu
metaplan. Peserta diberi waktu 1 menit untuk menulis.
• Peserta diminta untuk membacakan kata-kata pilihannya dan menempelkan
metaplan-nya dalam kertas plano yang berada di papan tulis/di dinding/di meja
yang tersedia.

4 Berkenalan bagian 1: 15’


Berkenalan, bermain puzzle dan membuat slogan.
• Fasilitator meminta peserta untuk bekerja dalam kelompok.
• Jika peserta sudah duduk dalam kelompok, acara dapat langsung dilakukan. Jika pe-
serta duduk tersebar maka terlebih dahulu harus membuat pengelompokan berdasar-
kan kumpulan kertas metaplan yang telah dikelompokkan di Langkah 3. Upayakan
agar anggota kelompok tidak lebih dari 7 orang dan jumlah kelompok maksimum 4.
• Setiap kelompok mendapat alat kerja sbb:
• Satu lembar kertas plano besar kosong dan alat tulis (spidol besar)
• 1 pak puzzle tokoh pendidikan (lihat Lampiran alat-alat Sesi 1)
• Kumpulan kata kunci.
• Setiap kelompok mendapat tugas untuk:
• Membuka ruang perkenalan antar anggota, tuliskan nama-nama anggota ke-
lompok dalam kertas plano.
• Bekerjasama menyusun puzzle. Setelah puzzle tersusun, tulislah nama orang
yang ada dalam puzzle tersebut dan tulislah pesan terkenal dari orang (tokoh)
tersebut.
• Bekerjasama menyusun kalimat pilihan untuk dunia pendidikan, keadilan,
atau kemanusiaan (seperti kata mutiara, falsafah hidup, slogan) dengan
mengambil beberapa kata.

24 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 24 12/05/2015 20:35:10


Sesi 1
P enyampaian tugas dilaksanakan dalam suasana
santai, tidak tegang, fasilitator boleh menyelipkan
humor atau penghargaan kepada peserta tetapi tidak
70-90 Menit
bertele-tele terutama harus menghargai waktu.

5 Berkenalan bagian 2: 30’


25
Presentasi Kelompok
Fasilitator mempersilakan setiap kelompok, secara bergan-
tian, mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dalam
pleno. Masing-masing kelompok mendapatkan waktu pre-
sentasi selama 5 menit untuk:
• Memperkenalkan nama-nama anggota
• Menempelkan puzzle yang telah jadi dan menyebutkan
nama tokoh serta kalimat terkenal dari tokoh tersebut
• Menyampaikan kalimat pilihan (kata-kata mutiara atau
falsafah hidup, slogan, pesan.)
Seusai presentasi perkenalan, Fasilitator menggarisbawahi
kalimat pilihan yang dibuat peserta. Memberi komentar
hangat dan membangun suasana suka cita untuk belajar
lebih jauh. (Berkenalan bagian 3: 5’).

6 Fasilitator mengajak peserta untuk melihat lembar alur


acara. Sementara peserta melihat lembar alur acara, fa-
silitator menjelaskan secara ringkas tentang tujuan kegiatan,
metode, dan alur acara. Fasilitator juga mempersilakan pe-
serta untuk bertanya jika ada yang tidak jelas atau ada yang
ingin memberi usulan. Setelah semua sepakat dengan alur
kegiatan. Fasilitator meminta peserta peserta untuk menu-
liskan harapannya yang paling utama (maksimum dua) atas
pelatihan ini di atas kertas metaplan. Setelah ditulis, peserta
menempelkan metaplan harapan mereka di atas kertas plano
yang disediakan di depan (papan tulis). Jika ada harapan yang
yang sama maka diminta untuk diletakkan di tempat yang
sama/ditumpuk). Setelah semua selesai, fasilitator merang-
kum harapan-harapan tersebut.

7 Acara perkenalan ditutup dengan membuat aturan main


yang disepakati bersama, misalnya, disiplin, partisipatif,
memberi kesempatan pada orang lain, dll. Contoh aturan
main.

HAMBG_02-04-01.indd 25 12/05/2015 20:35:10


Contoh: Kontrak atau Aturan Main dalam Pelatihan

PESERTA DIWAJIBKAN PESERTA DILARANG


• Mengikuti seluruh acara, tidak telat • Membuka dan aktif di media sosial
dan tidak boleh bolos. selama acara berlangsung.
• Berpartisipasi aktif, berbicara atau • Melakukan pekerjaan lain saat acara
menyatakan pendapat secara ringkas pelatihan berlangsung.
dan jelas. • Membunyikan dering telpon dalam
• Menjaga kebersihan dan kerapihan ruang latihan selagi acara latihan
ruangan; tidak meninggalkan barang berlangsung.
berharga atau barang tidak berharga • Memonopoli mikrofon dan kesem-
di sembarangan tempat. patan bicara.
• Membuat Pembagian tugas kelompok • Merokok di dalam ruangan training.
yang sudah terbentuk yaitu: • Melecehkan, meremehkan, atau
> Reviewer Harian mengganggu peserta yang sedang
> Disiplin Harian (memastikan acara berpendapat dengan cara berbisik-
berjalan sesuai jadwal). bisik atau sibuk berdiskusi sendiri

8 Setelah mendapat kontrak belajar yang disepakati bersama, Fasilitator me-


nutup Sesi Pembuka dengan sikap dan kalimat-kalimat bernada semangat.
“Sebelum kita masuk ke sesi berikutnya, mari kita garis bawahi beberapa hal
yang telah kita dapat dari sesi perkenalan.
• Silakan Kelompok 1 membacakan kata–kata kunci ada di sini (beri waktu be-
berapa saat).
• Silakan Kelompok 2 membaca pesan bijak para tokoh pendidikan kita… (beri
waktu beberapa saat).
• Kelompok 3 silakan membaca kata-kata mutiara atau slogan-slogan yang
ada di sini... (beri waktu beberapa saat).
• Kelompok 4 silakan membaca harapan-harapan para peserta, (beri waktu
beberapa saat).
• Kelompok 5 silakan membaca aturan main kita. (beri waktu beberapa saat).
Fasilitator kemudian menyatakan bahwa semua itu adalah bagian dari fondasi pe-
latihan.

26 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 26 12/05/2015 20:35:10


Sesi 1
70-90 Menit

27

9 Jika waktu memungkinkan, peserta juga boleh dita-


wari untuk bernyanyi bersama sebagai bagian dari
upaya membangun suasana belajar, dan memutus sekat-
sekat dalam komunikasi.
Lagu yang akan dinyanyikan bisa dipilih oleh peserta,
bisa juga lagu daerah yang ada kaitannya dengan daerah
asal tokoh kita. Misalnya lagu dari Padang, dari Jawa
Timur, atau lainnya. Syair lagu bisa dilihat di Lampiran
KUMPULAN PERMAINAN (GAMES) DAN “ENERGIZER”.
Pilihan untuk membangun suasana belajar adalah de-
ngan membaca puisi. Bisa puisi yang dipilih sendiri oleh
peserta, bisa juga yang tersedia dalam lembar Lampiran
KUMPULAN PERMAINAN (GAMES) DAN “ENERGIZER”.
Setelah itu, peserta dipersilakan beristirahat antara
15-30 menit tergantung ketersediaan waktu. Peserta
diingatkan untuk kembali ke ruang pelatihan dan men-
duduki tempat yang sama pada jam 10.30.

HAMBG_02-04-01.indd 27 12/05/2015 20:35:10


28 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 28 12/05/2015 20:35:11


Sesi 1
70-90 Menit

29

Lampiran
PERANGKAT KEGIATAN
SESI SATU
5 (lima) buah puzzle
Sekilas info tentang tokoh-tokoh dalam permainan puzzle
Kutipan-kutipan pilihan
Terjemahan pidato MalalaYousafzai

HAMBG_02-04-01.indd 29 12/05/2015 20:35:12


30 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 30 12/05/2015 20:35:12


Sesi 1
70-90 Menit

31

HAMBG_02-04-01.indd 31 12/05/2015 20:35:12


32 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 32 12/05/2015 20:35:12


Sesi 1
70-90 Menit

33

HAMBG_02-04-01.indd 33 12/05/2015 20:35:12


34 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 34 12/05/2015 20:35:12


Sesi 1
70-90 Menit

35

HAMBG_02-04-01.indd 35 12/05/2015 20:35:12


36 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 36 12/05/2015 20:35:13


Sesi 1
70-90 Menit

37

HAMBG_02-04-01.indd 37 12/05/2015 20:35:13


38 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 38 12/05/2015 20:35:13


Sesi 1
70-90 Menit

39

HAMBG_02-04-01.indd 39 12/05/2015 20:35:13


40 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 40 12/05/2015 20:35:14


Sesi 1
Sekilas Info 70-90 Menit
TOKOH DALAM
PERMAINAN PUZZLE 41
Rahmah El Yunusiah
Rahmah El-Yunusiyah (selanjutnya di-
sebut Rahmah) dilahirkan pada tang-

.com
gal 20 Desember 1900 di Bukit Surun-

mpuan
gan, Padang Panjang, Sumatera Barat,
bungsu lima bersaudara dari pasang-

ngitpere
an Muhammad Yunus dan Ra iah.
Ayah Rahmah adalah ulama besar

foto: la
(Kadi) di Padang Panjang, seorang
haji yang pernah mengenyam pen-
didikan agama selama empat tahun
di Mekkah. Kakak sulungnya, Zainuddin La-
bay, tokoh pembaru sistem pendidikan Islam Diniyah School
Thawalib, Padang Panjang, Sumatera yang didirikan pada ta-
hun 1915, ia menguasai beberapa bahasa asing (Inggris, Arab,
dan Belanda), karenanya wawasan Zainuddin sangat luas.
Bagi Rahmah, Zainuddin adalah guru, inspirator, dan motiva-
tor. Zainuddin Labay el-Yunusi berani mengenalkan kehidup-
an dan pendidikan modern di tengah kehidupan tradisional.
Ketika menjadi guru ia tidak memakai sarung seperti umum-
nya pengajar di sana, tetapi mengenakan kemeja dan celana
panjang. Tidak memakai peci, namun rambut disisir rapi.
Langkah tersebut semata-mata hanya ingin membuktikan
bahwa golongan agama dan ulama adalah manusia yang bisa
menerima kemajuan.
Rahmah mengenyam pendidikan dasar selama tiga tahun di
Diniyah School, tetapi ia memiliki wawasan yang luas. Rah-
mah belajar secara otodidak dan berguru langsung kepada
kakak-kakaknya, selain intens belajar agama kepada bebera-
pa guru di luar seperti: Haji Abdul Karim Amrullah alias Haji
Rasul (ayahanda dari ulama terkenal Buya Hamka), Tuanku
Mudo Abdul Hamid Hakim, Syekh Abdul Latif Rasyidi, Syekh
Mohammad Jamil Jambek dan syekh Daud Rasyidi. Rahmah
dikenal sebagai sosok yang cerdas, lincah, gigih, dan menyu-
kai hal-hal baru.

HAMBG_02-04-01.indd 41 12/05/2015 20:35:14


Foto: jejakislam.net

Di sela-sela kesibukannya mengajar, ia mengikuti kursus kebidanan di RSU Kayu


Taman (1931-1935), belajar ilmu kesehatan dan pertolongan pertama pada ke-
celakaan. Rahmah sangat prihatin terhadap kondisi masyarakat di sekitarnya yang
tidak mengutamakan pendidikan bagi anak perempuan.Ia berpendapat pendidikan
sangat penting bagi kaum perempuan, untuk mengangkat harkat dan martabatnya
serta melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Berangkat dari keprihatinan
ini —dan dibantu oleh Zainuddin—Rahmah mendirikan madrasah Diniyah Li al-
Banat, sekolah khusus bagi kaum perempuan pada tanggal 1 November 1923, di
serambi masjid Pasar Usang. Murid pertamanya hanya 71 orang, terdiri dari kaum
ibu-ibu muda, mereka belajar ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab. Seiring berjalan-
nya waktu, murid Rahmah pun bertambah.
Zainuddin Labay meninggal dunia pada tahun 1924. Rahmah sangat terpukul, tetapi
ia tidak larut dalam kedukaan. Ia gigih melanjutkan dan mengembangkan Madrasah
Diniyah Li al-Banat. Di atas tanah wakaf ibunya Rahmah mendirikan bangunan ma-
drasah dari bambu berukuran 12 X 7 m.
Karena muridnya terus bertambah, pada tahun 1927 Rahmah mengadakan tur
penggalangan dana ke Aceh dan Sumatera Utara selama tiga bulan. Ia menghadap
para sultan, mempresentasikan visi dan misi sekolahnya, juga mengunjungi seko-
lah-sekolah ternama pada masa itu. Dari penggalangan dana ini, ia membangun ge-
dung dan asrama yang mampu menampung 275 murid dari 350 total murid keselu-
ruhan. Kurikulum sekolahpun ia perluas, sebelumnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu
agama, kemudian ditambah dengan pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia, Ba-
hasa Inggris, Bahasa Belanda, menulis Latin, berhitung, tata buku, kesehatan, ilmu
alam, ilmu tubuh manusia, ilmu bumi, ilmu tumbuhan, ilmu binatang dan meng-
gambar. Program ekstra kurikuler sekolah ini meliputi renang, musik, menganyam,
dan bertenun.
Berkat kegigihannya, lembaga pendidikan ini mengalami perkembangan sangat pe-
sat. Pada tahun 1926 ia membuka kelas Menjesal School bagi wanita yang belum
bisa baca tulis. Pada tahun 1934 ia mendirikanTaman Kanak Kanak (Freubel School)
dan Junior School (setingkat HIS), dan Diniyah School Putri tujuh tahun terdiri dari
tingkat Ibditaiyah empat tahun dan tingkat Tsanawiyah tiga tahun. Pada tahun 1937

42 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 42 12/05/2015 20:35:14


Rahmah membuka Kulliyat al Mu’alimat al Islamiyah untuk
Sesi 1
mendidik tenaga pengajar profesional. Setahun sebelumnya, 70-90 Menit
yaitu tahun 1936 Rahmah berhasil mendirikan sekolah te-
nun.
Diniyah School Putri Padang Panjang mendapat tempat di
hati masyarakat. Lulusannya sangat diminati di mana-mana 43
(Sumatra, Jawa, Malaysia dan Singapura). Rahmah kemudian
membuka cabang Diniyah School di beberapa tempat, seperti
di Kwitang dan Tanah Abang (1935), di Jatinegara dan Raw-
asari (1950).Ia juga mendirikan Fakultas Tarbiyah dan Fakul-
tas Dakwah setingkat perguruan tinggi pada tahun 1967. Pada
tahun 1969 kedua fakultas ini berubah namanya menjadi Fa-
kultas Dirasah Islamiyyah. Ijazah Sarjananya diakui setara
dengan Ijazah Fakultas Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Is-
lam Negeri (STAIN).
Rahmah mengelola lembaga pendidikannya secara indepen-
den tidak bera iliasi kepada pihak manapun, baik pemerin-
tah maupun partai.Ia menolak subsidi dana pendidikan dari
pemerintah kolonial Belanda dan menolak penggabungan
sekolah-sekolah Islam di Minangkabau. Menurutnya, dengan
independensi sekolah bebas berjalan sesuai dengan visi dan
misi sendiri, sehingga mampu menghasilkan para pelajar cer-
das, shalihah dan militan.
Rahmah juga berperan aktif dalam organisasi kemasyaraka-
tan, diantaranya dengan Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS),
Taman Bacaan, Anggota Daerah Ibu. Pada masa pendudukan
Jepang ia aktif di Gyu Gun Ko En Kai,Haha no Kai. Sewaktu
pecah perang pasi ik, ia menjadikan Diniyah School seba-
gai Rumah Sakit darurat. Ia adalah orang yang pertama kali
mengibarkan bendera merah putih di Sumatera Barat. Di era
kemerdekaan, ia mengayomi Laskar Sabilillah dan Hizbulwa-
tan. Ia turut mempelopori terbentuknya Tentara Keamanan
Rakyat. Keberhasilan Rahmah di bidang pendidikan menda-
pat penghargaan dari dalam dan luar negeri. Pada tahun 1955
Rektor Universitas Al Azhar Mesir, Dr Syaikh Abdurrahman
Taj mengunjungi dan mengadopsi sistem pendidikan Pergu-
ruan Diniyyah Putri Padang Panjang ke Universitas Al Azhar
yang pada waktu itu belum memiliki pendidikan khusus bagi
perempuan.Rahmah El-Yunusiyyah berhasil mewarnai kuri-
kulum Al-Azhar. Atas jasanya tersebut, Rahmah mendapat ge-
lar Syaikhah dari Universitas Al Azhar pada tahun 1957. Be-
liaulah wanita pertama yang mendapat gelar syaikhah.
Rahmah tutup usia pada tanggal 26 Februari 1969.

HAMBG_02-04-01.indd 43 12/05/2015 20:35:14


Raden Mas Soewardi Soerjaningrat/Ki Hajar Dewantara
Raden
ade Masa Soewardi Soerjaningrat lahir di Yogyakarta pada
tangga 2 Mei 1889, meninggal di kota yang sama pada 26
tanggal
Apr 1959 pada umur 69 tahun, dimakamkan di Taman
April
W
Wijaya Brata. Pada tahun 1972, saat ia genap berusia
4 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia
40
m
mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara
(
(KHD), tidak lagi menggunakan gelar kebangsawan-
a di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya
an
i dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara isik
ia
m
maupun jiwa. Perjalanan hidupnya benar-benar di-
w
warnai perjuangan dan pengabdian demi kepenting-
an bangsanya. Pada masanya, ia tergolong penulis
and
andal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam
denga semangat antikolonial dan patriotik sehingga
dengan
mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pem-
bacanya.
Ia berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta, menamatkan pendidikan
dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda), sempat melanjutkan ke STOVIA (Seko-
lah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja
sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Mid-
den Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Ia
juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO)
tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah
kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pent-
ingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama
Budi Oetomo di Yogyakarta diorganisir olehnya. Soewardi muda juga menjadi ang-
gota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo
yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Er-
nest Douwes Dekker (DD).
Bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoe-
soemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasio-
nalisme Indonesia) pada 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia
merdeka. Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status
badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi Gubernur Jendral Idenburg
menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11
Maret 1913. Alasannya organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasio-
nalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial
Belanda. Setelah ditolak, KHD ikut membentuk Komite Bumipoetra pada Novem-
ber 1913, sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerde-
kaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Peme-
rintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda
dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membi-

44 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 44 12/05/2015 20:35:14


ayai pesta perayaan tersebut. Pikiran untuk menyelenggara-
Sesi 1
kan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang 70-90 Menit
mereka rampas pula isi kantongnya.
KHD menulis artikel “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een”
atau “Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga” dan
sebuah kolom yang paling terkenal “Seandainya Aku Seorang 45
Belanda” (judul asli: “Als ik een Nederlander was”), dimuat
dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi
artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Be-
landa. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menye-
lenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah
kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan
pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas
untuk menyuruh si Inlander memberikan sumbangan untuk
dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan
itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk
pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan
batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama
menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku
ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengong-
kosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun
baginya”.
Akibat karangannya itu, pemerintah ko-

Foto: lowensteyn.com
lonial Belanda melalui Gubernur Jendral
Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa
proses pengadilan, berupa hukuman inter-
nering (hukum buang) yaitu sebuah hu-
kuman dengan menunjuk sebuah tempat
tinggal yang boleh bagi seseorang untuk
bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang
ke Pulau Bangka. Douwes Dekker dan Cip-
to Mangoenkoesoemo merasa rekan se-
perjuangan diperlakukan tidak adil. Mere-
ka pun menerbitkan tulisan yang bernada
membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda Tiga Serangkai pendiri Indische Partij
menganggap tulisan itu menghasut rakyat
untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolo-
nial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering.
Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoe-
soemo dibuang ke pulau Banda. Namun mereka menghendaki
dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa mem-
pelajari banyak hal dari pada di daerah terpencil. Akhirnya
mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 seba-
gai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu digu-

HAMBG_02-04-01.indd 45 12/05/2015 20:35:15


nakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas
Soewardi Soeryaningrat (KHD) berhasil memperoleh Europeesche Akte.
KHD kembali ke tanah air pada tahun 1918, ia mencurahkan perhatian di bidang
pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Setelah pu-
lang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan
sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut (Pergu-
ruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan
pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa
dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Taman Siswa mem-
beri kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan
seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Semboyan dalam sistem
pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia.
Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo,
ing madyo mangun karso, tut wuri handayani (“di depan memberi contoh, di te-
ngah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”). Semboyan ini masih
tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah
Perguruan Taman Siswa.
Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah
kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Seko-
lah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya,
ordonansi itu kemudian dicabut. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian
dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema
tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan
kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan. Melalui tulisan-tulisan itulah ia berhasil
meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Sementara itu,
pada zaman pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap
dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
pada tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir.
Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri Pen-
gajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormat-
an (doctor honoris causa, Dr. H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas
Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan
sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari
Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal
28 November 1959). Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000
rupiah tahun emisi 1998. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang kedua oleh
Presiden RI, Soekarno, pada 28 November1959 (Surat Keputusan Presiden Repu-
blik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)

46 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 46 12/05/2015 20:35:15


Kartini
Sesi 1
70-90 Menit
Kartini lahir di Jepara pada tang-
gal 21 April 1879 dari rahim
perempuan bukan bangsawan
yang bernama Mas Ayu (MA) 47
Ngasirah, putri seorang guru
agama di Mayong. Ayah Kartini
Raden Mas Adipati Ario Sosron-
ingrat pada waktu itu menjabat
sebagai wedana di Mayong, ia ada--
lah keturunan bangsawan (priyayi). yi).
Kakek Kartini, Pangeran Ario Tjondro-
ndro-
negoro IV, telah diangkat menjadi bupati pada usia 25
tahun. Di tanah Jawa tempat Kartini hidup pada waktu itu,
berlaku peraturan kolonial yang mengharuskan seorang bu-
pati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah
bukan bangsawan tinggi, maka ayah Kartini menikah lagi den-
gan seorang perempuan bangsawan bernama Raden Adjeng
(RA) Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.
Setelah perkawinan dengan RA Woerjan, ayah Kartini diang-
kat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah
kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo..
Sampai usia 12 tahun, Kartini mengenyam bangku sekolah
ELS (Europese Lagere School) yang mengajarkan Bahasa Be-
landa. Ia sangat senang belajar dan berkawan dengan anak-
anak dari kalangan bangsawan Jawa dan Belanda yang orang
tuanya bekerja di Jawa. Tapi tidak seperti kakak kandungnya
yang laki-laki, Kartono, yang melanjutkan sekolah ke Semarang,
Kartini harus berhenti sekolah, dipingit dalam tembok rumah
kabupaten. Kartini sangat kecewa, tak henti-henti memohon
kepada ayahnya untuk bisa sekolah kembali; permohonan itu
tak pernah dikabulkan. Atas nama adat istiadat, ayah Kartini
tidak membolehkan Kartini ke luar dari rumahnya.
Di masa pingitan, Kartini belajar membatik, menggambar dan
melukis, ia juga banyak membaca dan belajar secara otodidak.
Bahan bacaannya antara lain koran De Locomotief yang dia-
suh oleh Pieter Brooshooft, buku-buku yang dibaca Kartini
sebelum berumur 20 adalah Max Havelaar dan Surat-Surat
Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya
Louis Coperus, karya Van Eeden, dan karya Augusta de Witt,
juga roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek
dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner,

HAMBG_02-04-01.indd 47 12/05/2015 20:35:15


Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata).
D
Semuanya
S berbahasa Belanda. Kartini
juga
j melahap majalah-majalah kebu-
dayaan,
d ilmu pengetahuan, dan maja-
lah
l wanita, seperti Hollandsche Lelie.
Me
M lalui majalah ini ia mengiklankan
di
d ri untuk mendapat kawan pena. Ia
pun
p berkorespondensi dengan sahabat
pena
p yang berasal dari Belanda, yang
ke
k mudian banyak mendukungnya.
D
Dari buku-buku, koran, dan majalah
E pa, Kartini tertarik pada kemajuan
Ero
b
berpikir perempuan Eropa. Timbul ke-
i
inginannya untuk memajukan perem-
p
puan pribumi, karena ia melihat bahwa
p
perempuan pribumi berada pada status
s
sosial yang rendah. Praktek poligami
Foto: Wikipedia

y
yang terjadi di sekitarnya memperlihat-
k
kan penderitaan perempuan. Kartini
m
menyadari bahwa perempuan mender-
Kartini bersama suaminya, R.M.A.A. Singgih Djojo
i
ita dalam sistem ini; Kartini pun kemu-
Adhiningrat (1903). dian beberapa kali mengirimkan tu-
lisannya dan dimuat di De Hollandsche
Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perha-
tian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu
karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata
soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuan-
gan wanita untuk memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai
bagian dari gerakan yang lebih luas.
Atas desakan ayahnya, Kartini akhirnya menikah dengan bupati Rembang, K.R.M.
Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah memiliki tiga istri pada tang-
gal 12 November 1903. Kenyataan ini bertentangan dengan apa yang disuarakan
Kartini selama ini; menolak poligami. Suaminya mendukung Kartini mendirikan
sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rem-
bang. Kartini melahirkan anak pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat, pada tang-
gal 13 September 1904, ia kemudian meninggal dunia pada tanggal 17 Septem-
ber1904, pada usia 25 tahun.
Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-
surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Aben-
danon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia
Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti har iahnya “Dari
Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911.
Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambah-
an surat Kartini. Pada tahun 1912 keluarga van Deventer—seorang tokoh politik

48 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 48 12/05/2015 20:35:15


etis—mendirikan Yayasan Kartini di Semarang yang mem-
Sesi 1
bangun sekolah-sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yog- 70-90 Menit
yakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Pada
tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Me-
layu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap
Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan
oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluar-
j
eluar-
49
lah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn
Pane, seorang sastrawan Pujangga Baru. Surat-
surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah
diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain
itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemah-
kan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Kartini menulis ide dan cita-citanya atas dasarr
e-
Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ke-
tuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditam- m-
bah Humanitarianisme (peri kemanusiaan) n)
dan Nasionalisme (cinta tanah air). Surat-surat rat
Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh leh
pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Es-
g,
telle “Stella” Zeehandelaar, Kartini mengungkapp ke- h Teran
G ela p Terbitla
inginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. pa. Ia Habis
ustaka
menggambarkan penderitaan perempuan Jawa aki- Balai P
bat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di
bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-
laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.Pandan-
gan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam
surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia memper-
tanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan
tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan ten-
tang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada
agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih,
terpisah, dan saling menyakiti. “...Agama harus menjaga kita
daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diper-
buat orang atas nama agama itu...” Kartini mempertanyakan
tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-
laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderi-
taan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok
rumah.
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-
kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi
perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang
ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-
anak perempuannya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu

HAMBG_02-04-01.indd 49 12/05/2015 20:35:16


untuk ke sana tertutup. Kartini sangat men-
cintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih
terhadap sang ayah tersebut juga pada akh-
irnya menjadi kendala besar dalam mewu-
judkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga
diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia
disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini
untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski
sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk
melanjutkan studi ke Belanda ataupun un-
tuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi
ke Eropa, terungkap dalam surat-suratnya.
Beberapa sahabat penanya mendukung dan
berupaya mewujudkan keinginan itu. Tetapi
Kartini membatalkannya dan mengalihkan
rencana sekolah ke Betawi setelah dinasihati
oleh Nyonya Abendanon. Pada pertengahan
tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun,
Surat_Surat Kartini, Renungan tentang dan
niat untuk melanjutkan studi menjadi guru
untuk Bangsanya. Penerjemah: Sulastin di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat
Sutrisno, Penerbit Djambatan. kepada Nyonya Abendanon, Kartini men-
gungkap tidak berniat lagi karena ia sudah
akan menikah. “...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak memperguna-
kan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin...” Menjelang pernikahannya,
terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia
menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujud-
kan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu.
Surat-surat Kartini diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno saat ia melanjutkan studi
di bidang sastra tahun 1972. Pada 1979, terbit buku dengan judul Surat-surat Kar-
tini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya yang disusun oleh Sulastin.
Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini, An
Indonesian Feminist 1900-1904. Penerjemahnya adalah Joost Coté. Ia tidak hanya
menerjemahkan surat-surat yang ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Aben-
danon. Joost Coté juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya
Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir. Pada buku terjemahan Joost Coté, bisa
ditemukan surat-surat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam Door Duisternis
Tot Licht versi Abendanon. Menurut Joost Coté, seluruh pergulatan Kartini dan peng-
halangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap. Buku Letters from Kartini,
An Indonesian Feminist 1900-1904 memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya
Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon. Termasuk di da-
lamnya: 46 surat yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematrie.
Kartini wafat di Rembang, pada tanggal 17 September 1904

50 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 50 12/05/2015 20:35:16


Sesi 1
70-90 Menit

Oh ayah, me m ngapa tidak mengikuti kata hati


sendiri, mengapa mendengarkan
g
51
sua ra da ri lua r? M eng apa me mi nta petimbangan orang-orang yan
suara- a
ng ert i per soa lan ny a da n sam a sek ali tidak mempunyai perhatian kepad
tidak me i Ayah sendiri yang harus
ng ina n kam i? P ad aha l hat i nu ran
keinginan-kei juga hanya membutuhkan
san da n kam i yan g ber kep ent ing an
memberi keputu
suara ayah?
etu jui cita -ci ta kam i, me ng aku i ker induan kami akan pengetahuan
Ayah meny ngizinkan kami untuk ber-
an tah un yan g lalu aya h tela h me
dan keadilan. D i, harus
engapa kami sekarang harus kembal
juang supaya dapat berdiri sendiri. M g yang
ti say ap- say ap kam i. H an ya un tuk melayani omongan orang-oran
dicabu
pandangannya sempit dan kerdil?...
Biogra i)
ri Soeroto, Kartini Sebuah
(Sumber: Siti Soemanda

HAMBG_02-04-01.indd 51 12/05/2015 20:35:16


Malala Yousafzai

Lahir pada 12 Juli 1997,


Malala adalah seorang
murid sekolah dan akti-
vis pendidikan dari kota
Mingora di Distrik Swat
dari provinsi Khyber
Pakhtunkhwa, Pakistan.
Ia berasal dari suku
Phustun yang beragama
Islam Suni. Malala dike-
nal untuk pendidikan
dan hak-hak aktivisme
perempuan di Lembah
Swat, di mana Taliban
melarang anak perem-
puan bersekolah.
Pada awal tahun 2009,
pada umur sekitar
lue nti al Peo ple in the World. 11 dan 12, Yousafzai
The 100 Most Inϔ
Time, April 2013. menulis di blog-nya
dengan nama samar-
an untuk BBC secara mendetail. Ia memu-
lis tentang betapa seramnya hidup di bawah pemerintahan
Taliban yang menguasai lembah, dan menulis pandangannya
tentang mempromosikan pendidikan untuk anak perempuan.
Pada musim panas berikutnya The New York Time membuat
ilm documenter tentang kisah hidup Yousafai yang diwar-
nai campur tangan militer Pakistan di wilayah tersebut dan
berpuncak pada pertempuran Swat kedua. Yousafzai muncul,
memberikan wawancara di media cetak dan televisi, dan oleh
aktivis Afrika Selatan Desmond Tutu ia dinominasikan Inter-
nasional Nobel Perdamaian untuk Anak
Pada tanggal 9 Oktober 2012, Yousafzai ditembak di kepala
dan leher dalam upaya pembunuhan oleh kelompok bersen-
jata Taliban saat ia kembali pulang dengan bus sekolah. Be-
berapa hari setelah serangan itu, ia tetap sadar meski berada
dalam kondisi kritis, ketika kondisinya cukup membaik ia
dikirim ke Rumah Sakit Queen Elizabeth di Birmingham, Ing-
gris Raya untuk rehabilitasi intensif. Pada tanggal 12 Oktober,
sekelompok 50 ulama Islam di Pakistan mengeluarkan fatwa
terhadap mereka yang mencoba membunuhnya, namun Tali-
ban menegaskan niatnya untuk membunuh ayahnya. Usaha

52 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 52 12/05/2015 20:35:17


Sesi 1
70-90 Menit

53

Pidato Malala Yousafai di depan Forum Majelis Kaum Muda di Markas Besar
PBB, New York pada tanggal 12 Juli 2013, pada hari ulang tahunnya yang ke-16.

Saudara-saudariku,
Kita menyadari pentingnya cahaya ketika melihat kegelapan. Kita sadar pent-
ingnya bersuara ketika kita dibungkam. Begitu juga, di Swat, di utara Pakistan,
kami sadar pentingnya pulpen dan buku, ketika kami melihat senjata api. Ada
yang mengatakan pulpen lebih perkasa dari pedang. Itu benar.
Para ekstremis lebih takut pada buku dan pena. Kekuatan pendidikan mena-
kutkan mereka. Mereka takut pada perempuan, kekuatan suara perempuan
menakutkan mereka. Itulah sebabnya mereka menembak 14 murid tak bersalah
belum lama ini di Quetta. Itulah sebabnya mereka membunuh guru dan pekerja
polio perempuan di Khyber Pakhtunkhwa. Itulah sebabnya mereka meledakkan
sekolah setiap hari. Karena mereka takut pada perubahan, takut pada kes-
etaraan, yang akan dibawa pendidikan ke dalam masyarakat kita.Saya ingat ada
seorang anak laki-laki di sekolah saya, yang ditanya jurnalis, “Mengapa Taliban
sangat membenci pendidikan?” Ia menjawab dengan sederhana. Sambil menun-
juk bukunya, ia berkata, “Seorang Taliban tidak tahu apa isi buku ini. Mereka
pikir Tuhan hanya mahluk kerdil konservatif yang akan mengirim perempuan ke
neraka hanya karena mereka pergi ke sekolah.”

HAMBG_02-04-01.indd 53 12/05/2015 20:35:17


pembunuhan itu memicu dukungan nasional dan internasional untuk Yousafzai.
Utusan Khusus PBB untuk Global Education, Gordon Brown meluncurkan petisi PBB
atas nama Malala Yousafzai, dengan slogan “Saya Malala” dan menuntut bahwa se-
mua anak di seluruh dunia berada di sekolah pada akhir 2015. Brown mengatakan
ia akan menyerahkan petisi itu kepada Presiden Pakistan Asif Ali Zardari pada bulan
November. Sampul depan majalah Time edisi 29 April 2013 adalah Malala sebagai
salah satu dari 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia. Malala menjadi pemenang
pertama Penghargaan Perdamaian Nasional Pemuda Pakistan dan dinominasikan
untuk Hadiah Nobel Perdamaian 2013. Kini ia telah sembuh dari cedera kepalanya,
dan didaulat menjadi ikon pendidikan global oleh PBB.
Jumat 12 Juli 2013, Malala berpidato di depan Forum Majelis Kaum Muda di Markas
Besar PBB di New York, Amerika Serikat. Pidatonya memuat tiga isu penting, yaitu
hak perempuan, perlawanan terhadap terorisme dan kebodohan dan menyerukan
pendidikan global bagi seluruh anak di dunia tanpa kecuali. Pidato Malala diakhi-
ri dengan penyerahan petisi yang telah ditandatangani hampir empat juta orang,
mendesak para pemimpin dunia membuka akses pendidikan kepada 57 juta anak.
Tanggal 12 Juli disebut sebagai hari Malala.

54 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 54 12/05/2015 20:35:17


Terjemahan Pidato Malala Yousafzai
Sesi 1
Sumber: www.tempo.co/read/news/2013/07/13/118496106/Ini- 70-90 Menit
Pidato-Lengkap-Malala-Yousafzai-di-PBB/1/5

Bismillah Arrahman Arrahim


Atas nama Tuhan yang maha pengasih dan pe-
55
nyayang.
Yang terhormat Sekjen PBB Bapak Ban Ki Moon,
Yang terhormat Presiden Majelis Umum PBB Bapak
Vuk Jeremic, Yang terhormat Utusan Khusus PBB untuk Pen-
didikan Global, Bapak Gordon Brown, Para tetua dan saudara
saudara:
Assalammualaikum.
Hari ini adalah kehormatan bagi saya untuk bisa bicara lagi
setelah sekian lama. Berada di sini, di antara hadirin yang mu-
lia, adalah momen yang luar biasa dalam hidup saya.Saya juga
merasa amat terhormat hari ini karena saya mengenakan syal
dari Benazir Bhutto yang telah sahid.
Saya tidak tahu harus mulai dari mana pidato ini. Saya tidak
tahu orang mengharapkan saya bicara apa. Pertama-tama,
terimakasih Tuhan, karena kita semua diciptakan sama.
Terimakasih juga pada semua orang yang telah berdoa untuk
kesembuhan saya yang cepat, dan hidup saya yang baru.Saya
tidak bisa percaya betapa besar cinta yang diberikan pada saya.
Saya menerima ribuan kartu ucapan semoga cepat sembuh dari
seluruh penjuru dunia.Terimakasih untuk semuanya. Teri-
makasih untuk anak-anak yang dengan dunianya yang polos
menguatkan saya. Terimakasih untuk para tetua yang doanya
menguatkan saya.Saya juga ingin berterimakasih pada para
perawat, dokter dan staf rumah sakit di Pakistan dan di Inggris,
yang telah merawat saya. Juga terimakasih pada pemerintahan
Uni Eropa yang telah membantu saya sembuh dan menemukan
kembali kekuatan saya.
Saya sepenuhnya mendukung inisiatif Sekjen PBB Ban Ki Moon
yakni Global Education First Initiative. Juga kerja-kerja Utusan
Khusus PBB Gordon Brown dan Presiden Majelis Umum PBB
Vuk Jeremic. Saya berterimakasih pada kepemimpinan mereka
dan pada upaya mereka untuk terus menerus membantu dan
memberi. Mereka juga terus menerus memberikan inspirasi agar
kita terus bekerja.
Saudara saudariku, ingatlah satu hal, Hari Malala bukanlah
hari saya. Hari ini adalah hari ketika semua perempuan, anak
laki-laki dan anak perempuan, bersuara untuk hak mereka. Hari
untuk ratusan aktivis HAM dan pejuang sosial yang tak hanya
bicara untuk diri mereka tapi juga berjuang untuk mewujudkan
perdamaian, pendidikan dan kesetaraan.

HAMBG_02-04-01.indd 55 12/05/2015 20:35:18


Ada ribuan orang yang dibunuh teroris, dan jutaan orang ced-
era. Saya hanya salahsatu dari mereka. Jadi di sini hari ini saya
berdiri: satu anak perempuan, di antara yang lain. Saya bicara
bukan atas nama saya sendiri, tapi atas nama orang lain yang
tidak punya suara yang bisa didengar, untuk mereka yang ber-
juang untuk haknya. Hak untuk hidup dalam damai, hak untuk
hidup secara bermartabat, hak untuk memperoleh kesempatan
yang sama, hak untuk mendapat pendidikan.
Kawan-kawan,
Pada 9 Oktober 2012, saya ditembak Taliban di pelipis kiri
saya. Mereka juga menembak teman-teman saya. Mereka ber-
pikir peluru itu akan membungkam kami. Tapi mereka gagal.
Dari kesunyian itu, muncul ribuan suara lain. Teroris berpikir
mereka bisa menghentikan ambisi saya dan mengubah tujuan
hidup saya. Tapi hingga kini tak ada yang berubah dalam hidup
saya. Kecuali ini:kelemahan, ketakutan dan ketakberdayaan
mati. Kekuatan, tenaga, dan keberanian lahir.Saya adalah
Malala yang sama. Ambisi saya masih sama. Harapan saya
masih sama. Mimpi saya masih sama.
Saudara-saudariku,
Saya tidak bermusuhan dengan siapapun. Saya tidak di sini
untuk menyerukan balas dendam pada Taliban atau semua
kelompok teroris manapun. Saya di sini untuk bicara tentang
hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan.Saya juga mau
pendidikan untuk anak-anak Taliban dan anak-anak ekstremis
yang lain. Saya bahkan tidak membenci Taliban yang menem-
bak saya. Bahkan jika ada pistol di tangan saya, dan dia ada di
depan saya, saya tidak akan menembaknya.Ini adalah welas asih
yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, Yesus Kristus dan Budha.
Ini adalah warisan perubahan yang diturunkan pada saya oleh
Martin Luther King, Nelson Mandela dan Muhammad Ali Jinnah.
Ini adalah ϔilosoϔi anti kekerasan yang diajarkan Gandhi, Bacha
Khan, dan Bunda Theresa.Ini adalah semangat memberi maaf
yang diajarkan ayah dan ibu saya. Ini adalah apa yang dibisik-
kan jiwa saya pada saya, “Damailah dan cintailah semua orang.”
Saudara-saudariku,
Kita menyadari pentingnya cahaya ketika melihat kegelapan.
Kita sadar pentingnya bersuara ketika kita dibungkam. Begitu
juga, di Swat, di utara Pakistan, kami sadar pentingnya pulpen
dan buku, ketika kami melihat senjata api.Ada yang mengatakan
pulpen lebih perkasa dari pedang. Itu benar. Para ekstremis leb-
ih takut pada buku dan pena. Kekuatan pendidikan menakutkan
mereka. Mereka takut pada perempuan, kekuatan suara perem-
puan menakutkan mereka.Itulah kenapa mereka menembak 14
murid tak bersalah belum lama ini di Quetta. Itu kenapa mereka
membunuh guru dan pekerja polio perempuan di Khyber Pakh-

56 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 56 12/05/2015 20:35:18


Sesi 1
tunkhwa. Itu kenapa mereka meledakkan sekolah setiap hari.
Karena mereka takut pada perubahan, takut pada kesetaraan,
70-90 Menit
yang akan dibawa pendidikan ke dalam masyarakat kita.
Saya ingat ada seorang anak laki-laki di sekolah saya,
yang ditanya jurnalis, “Kenapa Taliban sangat membenci
pendidikan?”Dia menjawab dengan sederhana. Sambil menun-
57
juk bukunya, dia berkata, “Seorang Taliban tidak tahu apa isi
buku ini. Mereka pikir Tuhan hanya mahluk kerdil konservatif
yang akan mengirim perempuan ke neraka hanya karena
mereka pergi ke sekolah.”Para teroris telah menyalahgunakan
nama Islam dan warga Pashtun untuk kepentingan mereka
sendiri.Pakistan adalah negara demokrasi yang cinta damai,
orang Pashtun ingin pendidikan untuk anak-anak mereka,
dan Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian,
kemanusiaan dan persaudaraan. Islam mengajarkan bahwa
pendidikan bukan hanya hak anak, tapi juga tugas dan tang-
gungjawab seorang anak.
Bapak Sekjen PBB, Perdamaian dibutuhkan untuk keberlang-
sungan pendidikan. Di banyak tempat, di Pakistan dan Afgani-
stan, terorisme, perang dan konϔlik membuat anak tidak bisa
pergi ke sekolah. Kami capek dengan semua perang ini.Perem-
puan dan anak menderita dalam segala bentuk, di banyak
tempat di dunia. Di India, anak-anak miskin dan tak berdosa
jadi korban perburuhan anak, banyak sekolah dirusak di Nige-
ria, rakyat Afganistan menderita di bawah ekstremisme selama
berpuluh tahun.Gadis-gadis dipaksa mengerjakan pekerjaan
rumah tangga dan dipaksa kawin di usia muda. Kemiskinan,
ketakpedulian, ketidakadilan, rasisme, dan peram-pasan hak
dasar, adalah persoalan-persoalan utama yang dihadapi lelaki
dan perempuan di dunia ini.
Saudara-saudariku, Hari ini saya fokus pada hak perempuan
dan pendidikan untuk anak perempuan, karena mereka yang
paling menderita saat ini.Ada saat ketika perempuan yang
menjadi aktivis sosial meminta lelaki berjuang untuk hak-hak
mereka. Tapi kali ini, kita akan berjuang sendiri.Saya tidak
mengusir para lelaki dari perjuangan untuk hak perempuan,
tapi saya ingin fokus pada para perempuan, yang harus men-
jadi independen dan berjuang untuk hak mereka sendiri.
Saudara-saudariku, Kini tiba saatnya untuk meneriakkan
tuntutan kita. Hari ini, kita menyerukan pada para pemimpin
dunia, untuk mengubah kebijakan strategis mereka pada usaha
mencapai perdamaian dan kesejahteraan. Kami menyerukan
pada para pemimpin dunia, agar semua perjanjian damai
harus melindungi hak perempuan dan anak. Perjanjian yang
mengabaikan hak perempuan, tidak bisa diterima.

HAMBG_02-04-01.indd 57 12/05/2015 20:35:18


Kami menyerukan pada pemerintahan di seluruh dunia, untuk
mengadakan pendidikan gratis dan wajib untuk semua anak
tanpa kecuali.Kami menyerukan pada pemerintahan di seluruh
dunia, untuk terus berperang melawan terorisme dan kekerasan,
serta melindungi anak dari kekejaman dan mara bahaya.Kami
menyerukan pada negara-negara maju, untuk memperluas kes-
empatan pendidikan untuk anak perempuan di negara-negara
berkembang.Kami menyerukan pada semua masyarakat dan
komunitas, untuk bersikap toleran. Untuk menolak prasangka
berdasarkan kasta, keyakinan, sekte, agama, warna kulit atau
gender. Untuk memastikan ada kebebasan dan kesetaraan bagi
perempuan, sehingga mereka bisa sukses. Kita tidak akan bisa
sukses bersama, kalau sebagian dari kita dibelenggu dan tak
bisa maju.Kami menyerukan pada perempuan di seluruh dunia,
untuk berani. Untuk menyambut kekuatan di dalam diri mereka
dan menyadari potensi mereka sepenuhnya.
Saudara-saudariku,
Kami mau sekolah dan pendidikan untuk masa depan yang
cerah bagi anak-anak.Kita akan meneruskan perjalanan kita
untuk mewujudkan perdamaian dan pendidikan. Tidak ada
yang bisa menghentikan kita.Kita akan terus bicara untuk
hak-hak kita. Kita akan mengubah keadaan dengan suara
kita. Kita percaya pada kekuatan kata-kata kita. Kata-kata kita
bisa mengubah dunia kalau kita semua bersama, bersatu untuk
pendidikan.Kalau kita mau mencapai cita-cita kita, mari kita
mempersenjatai diri dengan pengetahuan, dan mari membuat
perisai dari persatuan dan kebersamaan kita.
Saudara-saudariku,
Kita tidak boleh lupa bahwa jutaan orang hari ini menderita ak-
ibat kemiskinan, ketidakadilan dan ketidakpedulian.Kita tidak
boleh lupa, ada jutaan anak yang tak bisa bersekolah.Kita tidak
boleh lupa, saudara-saudara kita sedang menanti masa depan
yang damai dan lebih baik.Jadi, marilah kita kobarkan perang
global memberantas buta huruf, kemiskinan dan terorisme. Mari
kita teriakkan tuntutan, mari kita gunakan buku dan pulpen
kita, senjata kita yang paling utama.Satu murid, satu guru, satu
buku, satu pena, bisa mengubah dunia. Pendidikan adalah satu-
satunya solusi. Pendidikan harus diutamakan. Terimakasih

58 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 58 12/05/2015 20:35:18


Pandita Ramabai
Sesi 1
70-90 Menit
Pandita Ramabai adalah perin-
tis perjuangan hak-hak perem-
puan India dan reformis sosial.
Ia ahli Veda dan Sanskrit yang 59
luar biasa sehingga dianugerahi
gelar “Pandita dan Saraswati“
oleh Universitas Calcutta. Ia juga
mendapat penghargaan ilmiah
medali emas dari Kaiser-E-Hind d
pada tahun 1919. Ramabai menen- en-
tang sistem kasta, ia menikah dengan
gan se-
orang Sudra, mendirikan lembaga-lembaga untuk melindungi
perempuan janda, janda anak, dan perempuan yang lemah
Lahir pada tahun 1858 dari keluarga Kasta Brahmana yang
berpikiran progresif. Ayahnya, Anantshasthri Padmanabha
Dongre mengajarkan Veda kepada istri dan anak perempuan-
nya. Dia dikucilkan oleh masyarakat ketika menolak untuk
menikahkan putrinya pada usia 9 tahun, sebagaimana tradisi
pada masa itu. Untuk menghindari pelecehan masyarakat,
mereka membuat rumah di hutan dan berpindah-pindah ala-
mat tinggal. Mereka melakukan perjalanan di seluruh negeri,
berjalan sejauh ribuan mil di Kashmir, Chennaim, dan Kalkuta
(Kolkata). Di perjalanan itulah Ramabai melihat kondisi yang
sangat kejam terhadap janda.
Ibunda Ramabai sendiri, Laxmi, menikah ketika berusia 9
tahun dengan ayah Ramabai, Anantshasthri Padmanabha
Dongre yang berusia empat puluh tahun. Pada masa itu anak
perempuan tidak bersekolah dan dikawinkan sebelum mere-
ka dewasa. Wanita diperlakukan seperti budak dan hanya di-
gunakan untuk melahirkan anak. Tapi Anantshasthri Dongre
merawat Laxmi dengan baik, ia mengajarkan Purana (kitab
suci Hindu) dan bahasa Sansekerta. Laksmi membagi waktu,
untuk melakukan tugasnya di rumah seperti memasak, men-
cuci, mengurus anak-anak & tamu, dan mempelajari literatur
suci. Laxmi memberi banyak kontribusi pada kemampuan
Ramabai membaca kitab suci.
Ramabai menunjukan kemajuan yang luar biasa dalam bela-
jar. Pada usia 12 tahun. Ia hafal 18.000 ayat Purana, dan pandai
berbahasa Sanksekerta serta bahasa India lainnya (Marathi,
Kannad, Gujarati, Bengali, Hindi dan Tulu) termasuk bahasa

HAMBG_02-04-01.indd 59 12/05/2015 20:35:18


Inggris dan Ibrani. Pandita Ramabai adalah salah satu wanita terpelajar pertama
India abad ke-19 yang mendedikasikan hidupnya untuk perempuan, terutama jan-
da, perempuan dan miskin, dan berjuang keras untuk semua putaran pembangun-
an mereka. Ramabai adalah satu-satunya wanita yang memiliki gelar kehormatan
Pandita pada zaman itu.
Ibunya meninggal ketika Ramabai berusia 15 tahun; disusul kematian ayahnya pada
tahun 1877 saat Ramabai berusia 19 tahun, disusul lagi dengan kematian kakaknya
3 tahun kemudian, dan kematian suaminya ketika perkawinan mereka baru berusia
2 tahun. Ramabai mengasuh anak perempuannya (Manorama) seorang diri sam-
bil terus berkeliling India untuk memahami persoalan perempuan India: kawin
anak, janda anak, dan melakukan perjalanan ke Inggris serta Amerika, dan merintis
sekolah serta lembaga-lembaga untuk membantu perempuan. Pernikahan Ramabai
dianggap revolusioner dalam periode itu, karena Pandita Ramabai adalah seorang
Brahmana sedangkan Bipinberasal dari kelas sudra. Tapi Ramabai telah memutus-
kan untuk mengabaikan tradisi yang salah
Manorama menyelesaikan gelar BA di Bombay University, pergi ke Amerika Serikat
untuk studi yang lebih tinggi, kembali ke India, dan bekerja sebagai Kepala Sharada
Sadan, Mumbai. Dengan bantuannya, Pandita Ramabai mendirikan SMA Kristen di
Gulbarga (sekarang di Karnataka), sebuah distrik terbelakang India selatan, pada
tahun 1912, dan putrinya adalah Kepala Sekolah.
Ramabai melakukan perjalanan ke Inggris pada tahun 1883 dan mengajar bahasa
Sansekerta di Cheltenham College. Selama dia tinggal di sana, dia tertarik terha-
dap Kristen dan ia menjadi seorang Kristen. Pada tahun 1886 ia pindah ke Amerika
untuk mencari dukungan untuk misinya untuk pendidikan perempuan. Pada ta-
hun 1920 (pada usia 62 tahun) tubuh Ramabai mulai renta. Ia menunjuk putrinya
sebagai orang yang akan mengambil alih pelayanan Mukti Mission. Tapi kematian
Manorama mengejutkan Ramabai. Sembilan bulan kemudian, Ramabai—yang men-
derita bronkitis septik—pergi untuk selamanya.
Karya-karya Pandita Ramabai
1. 1882, mendirikan Arya Samaj Mahila (Masyarakat Bangsawan Perempuan) un-
tuk mempromosikan pendidikan perempuan dan pembebasan dari penindasan
pernikahan anak.
2. 1896, selama kelaparan parah, ia berkeliling desa Maharashtra dan menyelamat-
kan ribuan anak buangan, janda, yatim piatu dan perempuan miskin lainnya
3. 11 Maret 1889, membentuk Sharada Sadan, sebuah institut untuk janda di
Mumbai. Dia berkampanye melawan ritual pembotakan janda dan mengha-
langi pernikahan kembali; dan mendukung gerakan untuk menikah pada usia
persetujuan daripada pernikahan anak yang diatur oleh orang tua. Pada Novem-
ber 1890, Sharada Sadan dibawa ke Pune. yang akhirnya berkembang menjadi
apa yang dikenal sebagai Pandita Ramabai Mukti Mission.
4. 24 September 1898, mendirikan Mukti Sadan di Kedgaon, tempat berlindung
bagi banyak perempuan selama kelaparan pada 1897 di Madhya Pradesh dan
pada tahun 1900 di Gujarat.

60 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 60 12/05/2015 20:35:19


5. Menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Marathi dari ba-
Sesi 1
hasa Ibrani asli dan teks Yunani. 70-90 Menit
6. Membentuk Rumah Preeti Sadan, Sharada Sadan dan
Shanti Sadan bagi perempuan miskin dan menderita. Ru-

61
mah ini menyediakan penginapan gratis dan asrama, dan
berusaha untuk membuat wanita mandiri dengan menye-
diakan pendidikan skolastik bersama dengan pelatihan di
bidang pertanian, merajut dan mencetak.
7. Pandita Ramabai mendukung perempuan di Maharashtra
untuk mengubah sari mereka dari sembilan yard saree ke
saree lima meter. Dia berpendapat bahwa saree lima meter
mudah dipakai, nyaman dan terjangkau juga. Dia memulai
serangkaian diskusi tentang topik ini di Pune pada tahun
1891. Dia merasa sulit bahkan untuk membawa peruba-
han kecil dalam pakaian dalam wanita. Tapi dia melanjut-
kan perjuangannya untuk emansipasi wanita. Bukan hanya
soal pakaian, tapi masalah emansipasi perempuan dan
pengambilan keputusan diri.
8. Memberi kuliah sbg Hindu janda. Dia memberi kuliah di
banyak tempat.
9. Asosiasi Ramabai di Boston memberi dana bantuan bagi
misinya untuk membantu janda anak India .
10. Menulis beberapa buku:
• Pandita Ramabai Encounter America. Berisi perbanding-
an runcing status perempuan di Amerika Serikat dan
India, dan menunjukkan bahwa India harus mengi-
kuti jalan reformasi, buku ini juga mendapat kritik dari
masyarakat Amerika, terutama masalah ras. Pekerjaan
itu segera diakui sebagai salah satu buku terbesar pada
waktunya dan segera digunakan sebagai buku teks di
University of Bombay.
• Wanita Hindu Kasta Tinggi adalah buku pertama yang
dia tulis dalam bahasa Inggris. Ramabai mempersem-
bahkan buku ini kepada Dr Anandibai Joshi, wanita In-
dia pertama yang mendapatkan gelar dokter melalui
pelatihan kedokteran Barat, yang meninggal pada Feb-
ruari 1887, kurang dari enam bulan setelah kembali ke
India dari Amerika. Buku ini menunjukkan aspek paling
gelap dari kehidupan perempuan Hindu, termasuk pen-
gantin anak dan janda anak, berusaha untuk mengekspos
penindasan perempuan dalam agama Hindu-didominasi
British India. menyajikan masalah yang dihadapi oleh
masyarakat India sebelum Amerika.
• Stree Dharma Niti (kode etik terhadap perempuan).

HAMBG_02-04-01.indd 61 12/05/2015 20:35:19


Quotes Pandita Ramabai
Kepada komisi pendidikan India
“Dalam sembilan puluh sembilan kasus dari seratus
orang berpendidikan di negara ini menentang pendidi-
kan perempuan dan posisi yang tepat dari perempuan. Jika
mereka melihat kesalahan sedikit saja, mereka akan mem-
perbesar sebutir biji sawi menjadi sebesar gunung, dan mencoba untuk
merusak karakter seorang wanita”
Ramabai menyarankan agar
“Guru dilatih dan pengawas sekolah perempuan diangkat. perempuan
India harus di terima di sekolah-sekolah medis, karena kondisi di India
membutuhkan perawatan medis. Pernyataan Ramabai menciptakan sensasi
besar dan sampai ke telinga Ratu Victoria. Ini membuahkan hasil, di kemudian
hari mulai ada Gerakan Medis Perempuan oleh Lady Dufferin.

62 Sesi 1: Pembukaan, Perkenalan & Penjelasan

HAMBG_02-04-01.indd 62 12/05/2015 20:35:19


Sesi 2
120 Menit

63

Sesi 2
Fakta di Sekitar Kita
GENDER &
PELANGGARAN HAM

HAMBG_02-04-02.indd 63 12/05/2015 20:35:49


64 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 64 12/05/2015 20:35:59


Sesi 2
Sesi 2 120 Menit
GENDER & 65
PELANGGARAN HAM
Pengantar
“Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sen-
gaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, mengha-
langi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak menda-
patkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hu-
kum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”
(UU RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1 nomor 6)
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang bersifat kodrati, melekat dalam
dirimanusia karena dia adalah manusia. HAM berkaitan dengan martabat
kemanusiaan. Setiap orang tanpa kecuali memiliki HAM sebagai perwuju-
dan dari martabat kemanusiaanya, seperti hak hidup, hak atas pekerjaan,
hak atas pendidikan, hak beragaman, diperlakukan sama di depan hukum,
memiliki kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, serta bebas dari perbu-
dakan, penyiksaan, ancaman, kekerasan, dan diskriminasi yang menciderai
martabat kemanusiaannya. Hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun.
Meski HAM telah diadopsi dalam berbagai peraturan (hukum) di tingkat in-
ternasional dan nasional, bahkan telah menjadi bagian dari Undang Undang
Dasar Republik Indonesia1 kita tetap menyaksikan adanya berbagai bentuk
pelangaran HAM. Salah satunya adalah pelanggaran HAM yang berkaitan
dengan gender. Gender yang dimaksudkan di sini adalah pembedaan peran
laki laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial. Gender mende inisi-
kan seperangkat peran yang disandangkan pada perempuan dan laki-laki,
termasuk didalamnya penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di
dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan
sebagainya. Pembedaan ini tampak pada fenomena diskriminasi, marginal-
isasi, subordinasi, eksploitasi, stereotyping, dan berbagai bentuk kekerasan
berbasis gender.
Pada sesi ini kita akan menelusuri fakta-fakta pelanggaran HAM berbasis
gender dari pengalaman atau pengamatan kita selama ini.

1 Termuat dalam UUD RI 1945 Bab X, pasal 28A-28J

HAMBG_02-04-02.indd 65 12/05/2015 20:35:59


Tujuan
Membangun kepekaan, pengetahuan dan kesadaran
atas masalah pelanggaran HAM berbasis gender.

Indikator
Peserta dapat mengidenti ikasi isu pelanggaran
HAM berbasis gender.
Peserta dapat memetakan isu pelanggaran HAM
berbasis gender.
Peserta dapat memahami persoalan pelanggaran
HAM berbasis gender yang terjadi di sekitarnya.

Bacaan pendukung yang tersedia


Lihat kumpulan bacaan ‘Gender, Patriarki, dan Hak
Aasasi Manusia terutama bagian tiga (3) mengenai
Konsep Gender, dan bagian 4 mengenai Kekerasan
terhadap Perempuan. Beberapa terbitan Komnas
Perempuan juga dapat digunakan untuk memperkaya
pengetahuan peserta atas topik ini. Silakan lihat web-
site Komnas Perempuan. Terbitan yang paling dianjur-
kan antara lain: ‘DISANGKAL, Tragedi Mei 1998’, 2003,
‘KITA BERSIKAP, empat dasa warsa kekerasan terha-
dap Perempuan dalam perjalanan bangsa’, 2009

Perangkat Alur Kegiatan


Lembar info de i- 1 5’ Pengantar dari Fasilitator
nisi pelanggaran
HAM dan Gender 2 10’ Re leksi personal
Majalah bekas 3 30’ Kerja kelompok: Sungai Peristiwa-peristiwa
Gunting, cutter, Pelanggaran HAM
lem, selotip 4 25’ Presentasi kelompok
Kertas plano, lip
chart, metaplan 5 3’ Diskusi isu-isu kunci
Alat tulis 6 3’ Pembuatan Matriks Pelanggaran HAM
Post It (ukuran 8x8
cm ke atas) 7 5’ Penyimpulan
Lembar pemetaan 120’ Total

66 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 66 12/05/2015 20:35:59


Langkah-Langkah Proses Fasilitasi
Sesi 2
120 Menit
1 5’ Pengantar dari Fasilitator
Kita akan mulai membahas materi pelatihan ini dari penga-
laman empiris kita semua di sini. Mari kita gali pengalaman
kita pribadi atau pengamatan kita pada hal-hal yang terjadi di 67
sekitar kita yang dapat kita sebut sebagai pelanggaran HAM
berbasis gender. Untuk memudahkan proses penggalian itu
di meja anda telah tersedia lembar de inisi tentang gender
dan pelanggran HAM. Ada 4 kegiatan yang akan kita lakukan
di sesi ini, yaitu: Re leksi Personal, Kerja Kelompok Sungai
Pengalaman, Diskusi Isu-isu Kunci, dan Membuat Matriks Pe-
langgaran HAM berbasis Gender.

2 10’ Reϐleksi Personal


Setiap peserta dipersilakan mengambil beberapa lembar
Post It (antara 5-10). Isi kertas itu dengan memori Anda ten-
tang peristiwa pelanggaran HAM berbasis gender yang per-
nah Anda alami atau amati di sekitar Anda. Tulis secara ring-
kas peristiwanya, misalnya saya melihat gaji ibu lebih rendah
dari ayah, padahal sama-sama bekerja sebagai guru, yang
ditulis adalah upah perempuan lebih rendah. Buatlah sendi-
ri-sendiri. Satu kartu satu peristiwa. Usahakan untuk melihat
dari masa ketika anda kecil (TK-SD), lalu ketika di sekolah
menengah (SMP-SMA), lalu ketika anda di perguruan tinggi;
dan ketika anda mengajar. Waktu anda untuk melakukan ini
tidak banyak, hanya 10 menit. Jadi tulis kata-kata kuncinya
saja, bukan novel.

3 30’ Membuat Sungai Pelanggaran HAM Berbasis


Gender secara kolektif
Setelah masing-masing memiliki Post It yang berisi catatan
pelanggaran HAM sendiri-sendiri, maka bergabunglah Anda
dalam kelompok Anda, dan buatlah Sungai Pelanggaran
HAM berbasis gender dengan menggunakan catatan dalam
Post It Anda semua. Letakkan Post It itu dalam sungai besar
pengalaman bersama. Carilah gambar dalam majalah bekas
untuk memberi ilustrasi dari peristiwa yang anda maksud.
Masa dewasa/kini

Masa kanak-kanak

HAMBG_02-04-02.indd 67 12/05/2015 20:35:59


4 25’ Presentasi Kelompok
Masing-masing kelompok diminta mempresentasikan hasil kerja kelompoknya
selama 5 menit per kelompok. Kertas hasil kerja kelompok dipampang bersama-
sama. Fasilitator mencatat isu-isu kunci yang muncul dari setiap presentasi. Misal
tentang: (a) perlakuan pembedaan pada anak perempuan dan laki-laki; (2) keke-
rasan dalam rumah tangga; (b) pelecehan seksual, (c) pembedaan kesempatan dan
upah antara laki-laki dan perempuan untuk jenis pekerjaan yang sama.

5 30’ Diskusi Isu-Isu Kunci


Setelah semua kelompok melakukan presentasi, fasilitator menunjukkan beberapa
isu kunci yang muncul dan membahasnya dalam bentuk dialog. Hal-hal yang tidak
terbahas atau tidak selesai pembahasannya diletakkan dalam kertas parkir isu.
Pembahasan dalam diskusi ini akan meliputi:
• De inisi gender
• Ketidakadilan Gender
• Pelanggaran HAM
• Pelanggaran HAM berbasis Gender
• Pelanggaran HAM Masa lalu (termasuk kasus Mei 1998, dan G30S 1965)

6 15’ Matriks Pelanggaran HAM


Setelah mendiskusikan isu-isu kunci yang membawa peserta pada pemahaman
tentang gender dan HAM, kegiatan dilanjutkan dengan membuat pemetaan ber-
sama. Fasilitator akan membantu menjadi penulis dan pengarah. Di papan tulis
atau dalam Power Point disediakan matriks yang akan diisi bersama-sama.

Jenis Ranah/ Bentuk Korban Pelaku Dampak


pelanggaran Wilayah Tindakan pada
HAM Korban
... ... ... ... ... ...

68 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 68 12/05/2015 20:35:59


Sesi 2
120 Menit

Contohnya: 69
Jenis Ranah/ Bentuk Korban Pelaku Dampak
pelanggaran Wilayah Tindakan pada
HAM Korban
EKOSOB Publik Hamil Anak Kepala Tertinggal
(Hak Dikeluarkan perempuan sekolah Depresi
pendidikan) dari sekolah

SIPIL POLITIK Publik Perkosaan Perempuan Gang rape Depresi


(Hak atas etnis Tiong- Takut
keamanan) hoa

7 5’ Penyimpulan/Catatan Pembelajaran
Fasilitator memfasilitasi peserta untuk menarik benang merah antara masalah pe-
langgaran HAM berbasis gender yang telah dipresentasikan peserta dalam matriks
dengan pesan-pesan kunci dari tokoh pendidikan atau kata-kata mutiara yang dida-
pat dalam sesi perkenalan.
Upayakan untuk mencari penghubung persoalan pelanggaran HAM berbasis gen-
der dengan agenda pendidikan atau visi pendidikan.
Baik juga jika tulisan Julia Cleves Mossee tentang pendidikan yang disertakan da-
lam kumpulan Bacaan Gender, Patriarki dan HAM disampaikan untuk dijadikan ba-
han bacaan.

Bagaimana pendidikan menopang perbedaan gender di selatan? Kita akan melihat


dua arah sekaligus untuk satu jawaban, pertama pada kuantitas pendidikan yang
didapatkan oleh anak-anak gadis dan, kedua, bobot pendidikan yang diterimanya. Jumlah
pendidikan yang diterima anak gadis berbeda dari satu negeri dengan lainnya. Di Afrika
sub-Sahara, 93 persen anak laki-laki terdaftar di tingkat sekolah dasar, tetapi anak gadis
hanya 77 persen. Ini sangat berbeda dengan Amerika Latin dan Karibia di mana hampir
semua anak gadis terdaftar di sekolah dasar. Pada tingkat sekolah menengah, hanya 22
persen anak gadis yang menerima pendidikan menengah di Afrika sub-Sahara, perban-
dingannya 36 persen anak laki-laki. Tetapi berlawannan dengan ini, di Amerika Latin
dan Karibia anak gadis agak lebih banyak mendapatkan pendidikan menengah diband-
ing anak laki-laki—53 persen hingga 51 persen. Angka-angka di sebagian besar Asia
Selatan mencerminkan pola serupa dengan angka-angka di Afrika sub-Sahara. Dengan
pengecualian Amerika Latin dan Karibia, anak-anak gadis di dunia mungkin lebih sedikit
mendapat pendidikan dibanding saudara laki-lakinya. Oleh karena itu, tidaklah menge-
jutkan jika dua pertiga penduduk dunia yang buta huruf adalah perempuan.
(Julia C Mosse)

HAMBG_02-04-02.indd 69 12/05/2015 20:36:00


70 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 70 12/05/2015 20:36:00


Sesi 2
120 Menit

71

Lampiran
PERANGKAT KEGIATAN
SESI DUA
Ringkasan konsep Gender
Ringkasan de inisi pelanggaran HAM
Ciri-ciri dasar Hak Asasi Manusia
Hambatan-hambatan penegakan HAM Perempuan
Kutipan buku KITA BERSIKAP: EMPAT DASAWARSA
TERHADAP PEREMPUAN DALAM PERJALANAN BANGSA
Kutipan buku DISANGKAL: TRAGEDI MEI 1998
DALAM PERJALANAN BANGSA
Pernyataan Presiden BJ Habibie
Artikel: HAM DAN GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(Husein Muhammad)

HAMBG_02-04-02.indd 71 12/05/2015 20:36:01


72 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 72 12/05/2015 20:36:01


Sesi 2
KONSEP GENDER 120 Menit
Rujukan Ringkas
Istilah Gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial un-
73
tuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki
yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang
merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipela-
jari dan disosialisasikan. Pembedaan ini sangat penting kar-
ena selama ini kita sering sekali mencampuradukkan ciri-ciri
manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah dengan ciri-
ciri manusia yang bersifat non kodrati (gender) yang sebe-
narnya bisa berubah atau diubah.
Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan per-
bedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya.
Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan
peran, tanggung jawab, fungsi, dan bahkan ruang tempat di-
mana manusia beraktivitas.
Untuk memahami konsep gender, ada beberapa hal yang per-
lu diketahui, yaitu:
(1) Ketidak-adilan Gender dan Diskriminasi; yaitu kondisi
tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial dimana
baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari
sistem tersebut. Ketidak adilan gender terjadi karena
adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan
sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk
yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga
dialami oleh laki-laki. Secara agregat (terpilah) perem-
puan lebih banyak menjadi korban. Manifestasi ketidak
adilan gender antara lain:
• Marjinalisasi perempuan
• Subordinasi
• Stereotype
• Kekerasan
• Beban Kerja
(2) Kesetaraan dan Keadilan Gender yaitu kondisi dimana
porsi dan siklus sosial perempuan dan laki laki setara,
serasi, seimbang, dan hamonis. Yang dapat terwujud jika
terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki

Dikutip dari “Bahan Pembelajaran Pengarusutamaan GENDER”, BKKBN, KPP, UNFPA,


2005, hal. 33-38

HAMBG_02-04-02.indd 73 12/05/2015 20:36:01


PELANGGARAN HAM
1. Pelanggaran hak asasi manusia adalah seti-
ap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun
tidak sengaja, atau kelalaian yang secara mela-
wan hukum mengurangi, menghalangi, mem-
batasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin
oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapat-
kan, atau dikhawatirkan tidak akan memper-
oleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
www.europeanbusinessreview.eu berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”
(UU RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1 nomor
6)
2. Pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran HAM yang ‘dilaku-
kan oleh pemerintah kepada warga sipil’. Pelanggaran itu bisa
dengan cara melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu
(pembiaran). Buku Saku yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Agung Republik Indonesia tentang Pedoman Unsur-unsur Tin-
dak Pidana Pelanggaran HAM Berat dan Pertanggung Jawaban
Komando memuat dua jenis kejahatan yang dikategorikan se-
bagai Pelanggaran HAM berat, yaitu (a) Kejahatan Genosida
dan (b) Kejahatan terhadap Kemanusiaan. De inisi kedua ke-
jahatan itu terdapat dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun
2006 tentang Peradilan Hak Asas i Manusia, yaitu pada pasal 8
dan pasal 9.
(Mahkamah Agung Republik Indonesia: BUKU SAKU PEDOMAN
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PELANGGARAN HAM YANG
BERAT DAN PERTANGGUNGJAWABAN KOMANDO, 2006).

HAM berperspektif gender adalah HAM yang peka terha-


dap persoalan diskriminasi seksual. Diskriminasi seksual
dapat terjadi pada (diderita oleh) perempuan dan laki-laki.
Dalam masyarakat yang patriarkis, pada umumnya pihak
penderita diskriminasi seksual adalah perempuan.

74 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 74 12/05/2015 20:36:01


Sesi 2
Ciri-Ciri Dasar 12 Menit
120
HAK ASASI MANUSIA
HAM merupakan hak yang dimiliki setiap manusia semata-
75
mata karena dia, laki-laki maupun perempuan, adalah ma-
nusia. Hak asasi bertujuan menjamin martabat
setiap orang. Hak asasi memberikan kekuatan
moral untuk menjamin dan melindungi martabat
manusia berdasarkan hukum, bukan atas dasar
kehendak, keadaan, ataupun kecenderungan
politik tertentu. Hak-hak dan kebebasan terse-
but memiliki ciri-ciri berikut: (1) tidak dapat
dicabut/dibatalkan (inalienable), (2) universal,
(3) saling terkait satu sama lain (interconnect-
ed) dan tidak dapat dipisah-pisahkan (indivis-
ible). Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa
setiap manusia memiliki sekaligus hak atas ke-
bebasan, rasa aman, dan standar hidup yang layak.
Dokumen HAM abad 20 yang paling terkenal adalah Deklara-
si Universal HAM atau DUHAM (Universal Declaration of Hu-
man Rights/UDHR), yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa
Bangsa pada tahun 1948. DUHAM menyatakan berbagai hak
yang tidak boleh dicabut/dibatalkan dan tidak boleh dilang-
gar. Hak-hak tersebut berkaitan dengan lima bidang: sipil,
politik, ekonomi, sosial dan budaya, dan menjadi dasar yang
mewajibkan setiap anggota masyarakat internasional untuk
memenuhi kewajiban itu. Contoh-contoh hak yang dijabarkan
dalam DUHAM adalah hak untuk hidup, non diskriminasi, pe-
rumahan dan tempat berteduh, perawatan kesehatan, peker-
jaan, pendidikan dan standar hidup yang layak.
Prinsip-prinsip DUHAM sudah diundangkan dalam dua trak-
tat utama hak asasi manusia: (1) Kovenan Internasional ten-
tang Hak-hak Sipil dan Politik (The International Covenant on
Civil and Political Rights/ICCPR) dan (2) Kovenan Interna-
sional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya (The In-
ternational Covenant on Economic Social and Cultural Rights/
ICESCR). Walaupun kedua traktat tersebut mengelompokkan
hak asasi ke dalam bidang yang berbeda, semuanya merupa-
kan suatu kesatuan hukum HAM yang bersifat tidak dapat di-

Diambil dari CEDAW: RESTORING RIGHTS TO WOMEN

HAMBG_02-04-02.indd 75 12/05/2015 20:36:02


cabut/dibatalkan (inalienable), universal, saling terkait satu
sama lain (interconnected) dan tidak dapat dipisah-pisahkan
(indivisible) dan tergantung satu sama lain (interdependent).
Ciri-ciri tersebut, yang akan dibahas lebih rinci di bawah ini,
merupakan penegasan HAM sekaligus membedakannya den-
gan jenis-jenis hak atau dengan penamaan lainnya.
Ciri-ciri intrinsik HAM tersebut belum diadopsi ataupun tere-
leksi dalam pendekatan-pendekatan yang diambil pemerin-
tah dan praktisi hak asasi manusia. Konstruksi hak asasi ma-
nusia, sama seperti prinsip-prinsip lainnya, dipengaruhi oleh
kepentingan dan politik pada waktu itu. Politik perang din-
gin pada pertengahan abad 20 telah memisahkan hak politik
sipil dengan hak sosio-ekonomi dan budaya. Masing-masing
hak dilihat eksklusif satu sama lain. Yang satu dapat saja lebih
diprioritaskan dibandingkan dengan yang lain—tergantung
prioritas politik suatu negara. Ironisnya, usaha kelompok-
kelompok pembela HAM dalam memantau (monitoring) pe-
langgaran hak politik sipil juga dipengaruhi oleh politik yang
ada pada masa yang bersangkutan. Walaupun traktat-traktat
utama mengenai hak-hak dasar sudah ada, HAM terbatas
hanya dalam urusan pelanggaran politik dan sipil yang di-
lakukan negara atas rakyatnya. Akibatnya, konstruksi HAM
yang dominan telah memangkas prinsip-pirnsip dasar uni-
versalitas, tidak dapat dicabut/dibatalkan dan tidak dapat
dipisah-pisahkan.

Ciri-Ciri HAM
1. Universal
Prinsip universalitas berarti bahwa hak-hak tersebut dimiliki dan untuk
dinikmati oleh semua manusia tanpa ada pembedaan apa pun, seperti
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, anutan politik dan lain-
nya, latar belakang bangsa dan sosial, harta benda, status kelahiran dan
status-status lainnya. Dengan kata lain, hak asasi manusia adalah per-
samaan hak dan martabat semua manusia untuk dinikmati dimanapun
dan selama- lamanya. Hak asasi manusia diakui secara internasional dan
merupakan aturan dasar yang harus dijalankan bagi setiap manusia di-
manapun tanpa memandang perbedaan wilayah. Paling tidak, setiap pe-
merintah harus mentaati dan memberlakukan standar-standar hak asasi
manusia yang telah diadopsi sebagai hukum internasional. Pemerintah
tidak memiliki kewenangan memutuskan hak apa yang akan ditaati dan
hak apa yang tidak akan ditaati. Dengan demikian, pendekatan selektif

76 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 76 12/05/2015 20:36:02


Sesi 2
120 Menit

77
(discretionary approach) dalam pemberlakuan hak asasi manusia diang-
gap sebagai kegagalan negara memenuhi kewajibannya.
2. Tidak dapat dicabut/dibatalkan
Hak tidak dapat dicabut/dibatalkan (inalienable); dengan kata lain, seti-
ap orang memiliki hak karena dia adalah manusia. Hak tidak dapat dibeli,
dijual, diwariskan, atau dinegosiasikan; artinya tidak dapat dihadiahkan,
dibatalkan atau dicabut. Hak asasi manusia sudah ada dan melekat pada
setiap manusia tanpa memandang status dalam suatu sistem budaya,
hukum atau politik dimana dia berada. Keberadaan hak asasi manusia
tergantung pada adanya orang yang bersangkutan, bukan pada konteks
atau sistem dimana yang bersangkutan berada.
3. Tidak dapat dipisah-pisahkan, saling terkait dan
saling tergantung
Prinsip tidak dapat dipisah-pisahkan (indivisibility) dan interdependensi
hak asasi manusia berarti bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial
dan budaya saling terkait satu sama lain dan memiliki nilai kepentingan
yang sama. Kesemuanya membentuk suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dan seseorang akan dapat hidup layak dan bermarta-
bat hanya jika semua hak tersebut terjamin. Hal ini dimuat baik dalam
hukum maupun kebijakan internasional. Kovenan Internasional tentang
Hak Sipil dan Politik mengakui bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, so-
sial dan budaya saling terkait dan tergantung satu sama lain *). Peng-
akuan yang sama juga termuat dalam Deklarasi Hak atas Pembangunan
(Declaration on the Right to Development, 1986) dan Deklarasi Wina
1993 (The Vienna Declaration 1993).**)

*) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966, Ayat 3 Pembukaan
**) Deklarasi Wina dan Program Aksinya, 1993, yang mengakui ketidak terpisahkan dan interdependensi HAM-
menyebutkan: “Semua HAM bersifat universal, tidak dapat dipisah-pisahkan dan berkaitan satu dengan yang
lainnya.. Masyarakat internasional harus memperlakukan HAMsecara adil dan setara di seluruh dunia ber-
dasarkan dasar pijakan dan penekanan yang sama. Dengan selalu mengingat adanya berbagai kekhusususan di
tingkat nasional maupun regional dengan berbagai latar belakang kebudayaan, keagamaan, dan kesejarahan,
maka merupakan kewajiban negara, tanpa memandang sistem politik, ekonomi, dan budayanya, untuk mendor-
ong dan melindungi semua HAMdan kebebesan dasar,” paragraf 5

HAMBG_02-04-02.indd 77 12/05/2015 20:36:02


HAMBATAN-HAMBATAN
HAK ASASI PEREMPUAN
dalam Kerangka Hak Asasi Manusia
yang Dominan1
(Diambil dari CEDAW RESTORING RIGHTS TO WOMEN)

P emisahan hak politik sipil dari hak sosio-ekonomi budaya muncul sejak poli-
tik perang dingin, memecah-mecah sifat tidak dapat dipisah-pisahkannya hak
asasi manusia. Setelah itu, diskursus hak asasi manusia dihadang oleh berbagai
hambatan dan dilema yang meminggirkan dimensi-dimensi ekonomi, sosial, dan
budayanya.

Fragmentasi Hak Asasi Manusia


Prinsip indivisibility (tidak bisa dipisah-pisahkan) dan interdependence (saling ke-
tergantungan) berarti bahwa semua hak ada pada saat yang bersamaan. Pengelom-
pokan dalam sipil, budaya, politik, ekonomi dan sosial secara umum dipakai untuk
menjelaskan kelompok-kelompok hak mana yang dicakup. Pengelompokan ini tidak
terpisah-pisah, tetapi saling melengkapi seperti yang dapat diamati dalam situasi
nyata. Contohnya, dalam kasus para perempuan yang menentang aturan cara ber-
pakaian tertentu atau mendebat suatu aturan budaya yang mengungkung mereka.
Dalam bentuknya yang paling luas, hal ini merupakan penegasan akan kebebasan
perempuan untuk berekspresi – merupakan suatu bentuk hak politik-sipil. Namun,
subyek penegasan tadi juga bersifat sosial dan budaya. Bila kasus tersebut diang-
gap relevan hanya dengan salah satu kategori hak semata, maka hal ini merupakan
suatu representasi yang tidak lengkap dan tidak akan mampu menciptakan keadi-
lan. Dalam suatu situasi tertentu lebih dari satu kategori hak saling berbenturan
dan terjadi pada saat bersamaan. Sayangnya, selama ini pengelompokan deskriptif
seperti tersebut di atas dimaknai secara terpisah-pisah, berdiri sendiri, dan memi-
liki nilai yang berbeda-beda.

Menentukan Prioritas dan Hierarki Hak


Keunggulan hak politik-sipil di dunia barat telah menyebabkan terjadinya marjinali-
sasi hak sosial, ekonomi, dan budaya – yang lalu dianggap sebagai masalah pemban-
gunan ketimbang sebagai isu hak asasi manusia. Hal ini memunculkan perdebatan

1 Hilary Charlesworth, “ What are Women’s International Human Rights,” dalam Human Rights of
Women: National and International Perspectives, ed. Rebecca J. Cook, 58 - 84 (Philadelphia: University
of Pennsylvania Press, 1994).

78 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 78 12/05/2015 20:36:02


mengenai penentuan prioritas hak asasi manusia—dengan
Sesi 2
topik perdebatan bukan pada apakah menentukan prioritas 120 Menit
sebagai sesuatu yang dibolehkan—tetapi pada debat tentang
kategori hak mana yang paling utama bagi martabat manusia
dan mana yang tidak. Menentukan prioritas semacam ini te-
lah mengurangi pengakuan terhadap hak asasi perempuan
karena seringkali pelekatan hak untuk hidup seorang perem-
79
puan tergantung pada dan ditengahi oleh hak sosial-budaya
dan ekonomi. Sebagai contoh, kurangnya pemenuhan hak re-
produksi diyakini dapat mengancam kehidupan perempuan
di berbagai belahan dunia; hal ini terlihat dengan tingginya
angka kematian ibu dan kematian karena aborsi yang tidak
aman2. Walaupun ada keterkaitan antara hak reproduksi den- theprogressiveparadigm.com
gan hidup dan ketahanan hidup perempuan sudah jelas, tetap
saja kesehatan reproduksi dianggap sebagai hal yang dapat
ditawar-tawar dan tergantung pada paktek-praktek agama
dan budaya. Berbeda dengan itu, tidak ada pendapat yang
mendua dalam menafsirkan pelanggaran hak hidup (pelang-
garan dalam arena politik sipil), seperti extra judicial killings.

Negara Sebagai Pelaku versus


Pelaku Bukan Negara
Pengutamaan hak politik-sipil mempersempit fokus hanya
pada apa yang dilakukan oleh negara dan aparat negara.
Sektor privat serta apa yang dilakukan para pelaku di sektor
privat berada di luar jangkauan hak asasi manusia. Hal ini
menciptakan suatu anomali. Martabat manusia dianggap per-
lu dilindungi dari penyalahgunaan kekuasaan oleh negara,
tetapi bukan dari penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga
bukan-negara dan aktor-aktor yang memiliki kontrol dan pen-
garuh terhadap kehidupan orang lain, terutama mereka yang
tidak beruntung. Penyelidikan hanya dilakukan terhadap tin-
dakan yang dilakukan oleh negara dan aparat negara, tetapi
tidak terhadap pelanggaran dan kekerasan yang terjadi, seba-
gai akibat kegagalan negara mengatur perilaku sektor privat.
Negara gagal untuk dan menolak memberikan perhatian pada
pelaku di ranah privat, yang melakukan diskriminasi sistemik
dan struktural terhadap perempuan di lingkungan privat.

2 Lori L. Heise, “Freedom Close to Home: The Impact of Violence Against


Women on Reproductive Rights,” dan Rebecca Cook, “ International Human
Rights and Women’s Reproduksi Health,” dalam Women’s Rights Human
Rights: International Feminist Perspective, eds. Julie Peters dan Andrea
Wolper, 238, 256 (London: Routledge 1995).

HAMBG_02-04-02.indd 79 12/05/2015 20:36:02


Kekerasan domestik merupakan salah satu contoh nyata3. Tindakan ini merupakan
salah satu bentuk diskriminasi berbasis gender yang paling universal dan sistemik,
tetapi tanggung jawab negara atas tindakan seperti ini baru mulai diakui.

Hak Individu versus Hak Kelompok


Salah satu kelemahan konstruksi hak asasi manusia yang dominan adalah fokus ke-
pada hak individu dan pengabaian pada hak kelompok. Hal ini mengurangi atau
memperlemah usaha-usaha dan kemampuan penanganan masalah yang terkait
dengan hak-hak kelompok setingkat dengan hak individu.

Berbasis Kekerasan
Konsekuensi dari fokus hanya pada isu-isu politik sipil di dalam arena publik ada-
lah terkonstruksinya hak asasi manusia hanya dalam makna kekerasan dan korban.
Hal ini berkaitan dengan pemahaman bahwa hak asasi manusia hanya meneka-
nkan pada kewajiban negatif 4 yang dapat menahan negara agar tidak melanggar
kebebasan pribadi dan mendasar perorangan yang dilindungi sebagai hak politik
dan sipil. Penekanan seperti itu telah mengabaikan peran negara dalam mencip-
takan kondisi yang diperlukan demi penghormatan hak asasi manusia—sebagai
suatu bentuk kewajiban positif negara. Hal ini memerlukan masukan pemikiran
untuk membangun kapasitas kelembagaan dan kemampuan untuk mewujudkan
pengakuan, penikmatan, dan pelaksanaan hak asasi manusia sebagai suatu bentuk
kewajiban positif 5 negara. Hal ini lebih baik dibandingkan dengan usaha pena-
nganan kekerasan yang terlambat.

Membatasi Hak Hanya pada Ranah Publik


Memberikan fokus pada tindakan negara akan membatasi makna hak asasi manu-
sia hanya pada kekerasan di ranah publik. Pro il dari subyek hak asasi manusia
dalam konteks ini adalah orang yang aktif di ranah publik. Akses tak terbatas yang
dimiliki laki-laki dan, di sisi lain, terhalangnya partisipasi perempuan di ranah pub-
lik/politik menyebabkan konstruksi hak asasi manusia hanya sebatas pengalaman
laki-laki. Akibatnya, kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan tetap ber-
ada di luar perhatian perlindungan hak asasi manusia. Pembatasan kebebasan sipil
perempuan hanya di ranah privat—di samping pembatasan bergerak, berbicara,
penyadaran, dan kebebasan dalam keluarga—secara tradisional akan tetap bera-
da di luar lingkup perhatian hak asasi manusia. Status publik, partisipasi, hak, dan
sumber daya perempuan terus menerus dimediasi melalui, jika tidak bergantung
pada, sistem nilai sosial dan budaya di ranah privat. Dalam terminologi hak asasi
manusia, konsekuensi pembedaan wilayah kehidupan menjadi ranah privat dan
publik telah menghambat cakupan dan aplikasi hak asasi manusia seperti dalam
gambaran berikut:

3 Kenneth Roth, “Domestic Violence as an International Human Rights Issue,” dalam Human Rights of
Women: National and International Perspectives, ed. Rebecca Cook, 326- 339 (Philadelphia: University
of Pennsylvania Press, 1995).
4 Lihat Daftar Istilah
5 Lihat Daftar Istilah

80 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 80 12/05/2015 20:36:03


Sesi 2
120 Menit

81
Kategori Pelanggaran Pelaku Pelanggaran Korban
Publik Hak sipil, politik Negara sebagai Hak individu, utamanya
Pelaku laki-laki yang lebih men-
dominasi ranah publik

Privat Hak ekonomi, sosial, Pelaku non-negara Hak kolektif, utamanya


dan budaya perempuan yang dibatasi
dalam ranah privat

Walaupun terdapat tuntutan diskursus hak asasi manusia mengenai “universali-


tas” dan “tidak dapat dipisah-pisahkan”, kerangka hak asasi manusia yang domi-
nan masih didasarkan pada model pelanggaran hak laki-laki. Kerangka tersebut
tidak mempertimbangkan diskriminasi terhadap perempuan yang telah berlang-
sung lama, dan karenanya mereproduksi dan memperkuat kepentingan-kepentin-
gan dominan sekaligus buta pada kepentingan-kepentingan yang dianggap kurang
penting. Bila pelanggaran hak-hak perempuan mengikuti kerangka tersebut, maka
pelanggaran yang dimaksud akan dan terus dianggap sebagai permasalahan ‘sosial’
atau isu ‘pembangunan’. Akibatnya, aplikasi hak asasi manusia menurut model laki-
laki yang berpusat pada ranah publik (public-centric male model of human rights)
semakin memperparah dan bukan mengurangi diskriminasi terhadap perempuan.

Jejak Awal: Menjadi Iboe Bangsa


Ketika Kartini menulis tentang rasa tertindas yang ia alami sebagai
perempuan Jawa di penghujung abad ke-19, ia sudah menyadari
bahwa pembebasan bagi perempuan tidak mungkin terwujud tanpa
perubahan pola pikir di kalangan masyarakat Jawa secara keseluruhan.
Bagi Kartini, mengusahakan kesetaraan bagi perempuan adalah bagian
dari kerja pemberadaban suatu bangsa dan itu bukan semata-mata tugas perempuan.
Ia memang belum lagi ber ikir tentang Indonesia, tetapia memahami adanya “bangsa
boemipoetra” yang tidak hidup bahagia dan tdak merdeka di bawah kekuasaan feodal
dan kolonial.
Dari renungan dan perbincangan dengan sahabat-sahabatnya, Kartini percaya bahwa
terwujudkan kebebasan untuk menentukan pilihan-pilihan pribadi, untuk menentu-
kan nasib sendiri, merupakan pertanda kemajuan perempuan dan bangsa. ...
Diambil dari buku KITA BERSIKAP EMPAT DASAWARSA KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM
PERJALANAN BERBANGSA, Komnas Perempuan, 2009, hal.28

HAMBG_02-04-02.indd 81 12/05/2015 20:36:03


TERIMA KASIH, PAK HAJI
(Dikutip dari “DISANGKAL: TRAGEDI MEI 1998 DALAM PERJALANAN BANGSA”)

1 3 Mei 1998. Kira-kira jam 5 sore, saya dan suami pergi mengantar pesanan kue
ke suatu tempat di Jakarta barat. Sampai di sebuah kawasan pertokoan, dekat
kantor Polsek, kami melihat kerumunan banyak orang jauh di depan sana. Mereka
berteriak-teriak, “Yang bukan Cina mundur dan yang Cina diam di tempat. Jangan
bergerak”. Melihat gelagat tidak baik, suami saya menghentikan motornya. “Wah ini
berbahaya. Lebih baik, kita pulang,” katanya.
Baru sekitar seratus meter motor melaju ke arah berlawanan, tiba-tiba motor melaju
ke arah berlawanan, tiba-tiba motor kami terjatuh di jalanan. Mungkin, suami saya
panik. Terjadi benturan yang cukup keras. Akibatnya, suami saya pingsan. Orang-
orang datang berlarian merubungi kami berdua. ‘‘Ini Cina....Ini Cina...,’’ begitu saya
dengar. Badan saya kemudian digendong dan dioper ke sana ke mari tak karuan.
Saya mendengar banyak suara...Suara laki-laki...Setelah itu, saya tidak ingat apa-apa
lagi. Ke mana dan bagaimana saya diperlakukan, saya tidak tahu persis. Saya seolah-
olah merasa mati.
Ketika terbangun, sekujur badan saya terasa perih. Demikian pula kemaluan saya.
Saya tidur di sebuah amben yang dialasi tikar. Saya berusaha membuka mata dan
melihat ada dua perempuan dan satu laki-laki yang duduk mengelilingi saya...
Perempuan yang tua memakai kerudung, sedangkan yang muda berjilbab. Mereka
mengompres badan saya dengan air hangat. Satelah itu, mereka melumuri badan
saya dengan minyak. Saya ingin sekali berbicara pada mereka. Tapi, lidah saya kelu.
Setelah itu, saya seperti tertidur dalam sebuah terowongan waktu tanpa batas. Ke-
tika terbangun untuk kedua kalinya, sayup-sayup saya mendengar suara orang men-
gaji di sekeliling saya. Melihat saya membuka mata, orang-orang ini lalu memberi
saya minum dan makan. Setelah itu, saya diberi obat dan jamu.
Saya tidak tahu sudah berapa hari saya tinggal di rumah itu. Ketika pikiran saya mu-
lai pulih, yang pertama-tama saya tanyakan adalah bagaimana nasib suami dan keti-
ga anak saya. Saya ingin pulang. Tapi, keluarga Haji Ramli (bukan nama sebenarnya)
yang baik hati itu, tidak mengizinkan saya pulang. ‘’Keadaan masih belum aman,’’
kata mereka. Selama tiga hari saya hanya tergolek di amben. Kalau saya paksa ber-
jalan, dari vagina saya keluar darah. Rasanya sakit sekali.
Menurut cerita Pak Haji, saya ditemukan di dekat sebuah empang di Jakarta Barat.
Waktu sedang ngojek, anak Pak Haji yang juga sudah naik haji, melihat saya dalam
keadaan tertelungkup dan telanjang. Dia berhenti, lalu mengikatkan saya ke tubuh-
nya dan membawa saya pulang ke rumah keluarganya. Hari ketiga setelah saya siu-
man, saya dibawa ke sebuah klinik dan dirawat di sana. Tapi keluarga Haji Ramli
tidak pernah membiarkan saya sendirian. Siang malam mereka menunggui saya. Se-
tiap pagi, saya dimandikan dan saat makan disuapi. Jika saya ke kamar mandi, saya
selalu diantar dan ditunggui...

82 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 82 12/05/2015 20:36:03


Sesi 2
Pernyataan 120 Menit
PRESIDEN BJ HABIBIE
83

Foto: inilah.com
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Setelah saya mendengar laporan dari Ibu-ibu tokoh
Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dengan
bukti-bukti yang nyata dan otentik, mengenai kekerasan
terhadap perempuan dalam bentuk apapun juga di bumi
Indonesia pada umumnya dan khususnya yang terjadi pada
pertengahan bulan Mei 1998, menyatakan penyesalan yang
mendalam terhadap terjadinya kekerasan tersebut yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Untuk hal itu, saya menyatakan bahwa pemerintah akan
proaktif memberikan perlindungan dan keamanan kepada
seluruh lapisan masyarakat untuk menghindari terulangnya
kembali kejadian yang sangat tidak manusiawi tersebut da-
lam sejarah bangsa Indonesia.
Saya harapkan kerjasama dengan seluruh lapisan
masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan melapor-
kan segera kepada aparat pemerintah jikalau melihat adanya
kecenderungan ke arah kekerasan terhadap perempuan
dalam bentuk apa pun juga dan dimana pun juga.
Oleh karena itu, saya atas nama pemerintah dan seluruh
bangsa Indonesia, mengutuk berbagai aksi kekerasan pada
peristiwa kerusuhan di berbagai tempat secara bersamaan,
termasuk kekerasan terhadap perempuan.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 15 Juli 1998
Ttd.
B.J. Habibie

HAMBG_02-04-02.indd 83 12/05/2015 20:36:03


HAM DAN GENDER
dalam Perspektif Islam
Husein Muhammad

M embicarakan sekaligus mensosisalisasikan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah


selalu penting. Ia menjadi semakin penting ketika realitas sosial kita tengah
memperlihatkan wajah-wajah yang tidak lagi menghargai martabat manusia, seper-
ti yang banyak terlihat pada saat ini di banyak tempat di dunia ini, dan lebih khusus
lagi di negeri kita tercinta. Indonesia.
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri setiap orang sejak
ia dilahirkan. Ia berlaku universal (berlaku bagi semua orang di mana saja dan kapan
saja). Hak ini merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Karena sifatnya yang de-
mikian, maka tidak ada kekuatan apapun yang bisa mengurangi atau mencabut hak
tersebut. Menurut Abed al-Jabiri, istilah al ‘Alamiyyyah atau universal mengandung
arti bahwa hak-hak tersebut ada dan berlaku bagi semua orang di mana saja, tanpa
membedakan jenis kelamin (laki-laki-perempuan), ras (warna kulit), status sosial
(kaya-miskin), dan sebagainya. Oleh sebab itu, HAM tidak terpengaruh oleh kebu-
dayaan dan peradaban apapun (la yuatstsir ϔiha ikhtilaf al-Tsaqafat wa al-Hadharat),
melintasi batas ruang dan waktu (ta’lu ‘ala al-Zaman wa al-Tarikh). HAM adalah hak
setiap manusia karena dia melekat pada diri manusia (‘ala al-Insan ayyan kana wa
anna kana). Mohammad Abed al-Jabiri, al-Dimuqrathiyyah wa Huquq al-Insan, (Bei-
rut: Markaz Dirasat al-Wahdah al-‘Arabiyyah, 1997), Cet. Ke-2, h. 145-146.

Islam dan HAM


Pertanyaan yang sering muncul berkaitan dengan isu ini adalah apakah Islam se-
jalan dengan HAM? Apakah HAM adalah produk Barat dan dengan misi Barat yang
non-Muslim?
Sebagai sebuah nama dan istilah, hak-hak asasi manusia (Human Rights) adalah is-
tilah yang lahir di Barat. Ia dideklarasikan pada 10 Desember 1948, sesudah mela-
lui proses perdebatan yang sangat panjang. Sepanjang yang dapat diketahui, dalam
khazanah klasik Islam (al-Turats al-Islamy), kita tidak pernah menemukan istilah
ini, misalnya kalimat: al-Huquq al-Insaniyah al Asasiyah. Namun dewasa ini di dunia
Arab-Islam Hak Asasi Manusia Universal tersebut dinamai sebagai “Al-Huquq al-In-
saniyah al-Asasiyyah al-Alamiyah”.
Hal paling utama bukanlah soal nama atau istilah, tetapi substansi dari nama atau
istilah tersebut. Ulama mengatakan: “La Masyahhata ϔi al-Isthilah”. Bukan pula dari
mana ia lahir dan berasal, tetapi apa isinya. Inti paling utama dari Hak Asasi Ma-
nusia (HAM) sebagaimana diketahui adalah kesetaraan, kemerdekaan (kebebasan)
dan penghormatan terhadap martabat manusia. Membaca sumber Islam paling oto-
ritatif : al-Qur-an, akan banyak ditemukan teks-teks yang menjelaskan tentang inti
utama HAM tersebut. Beberapa di antaranya adalah:

84 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 84 12/05/2015 20:36:03


Pertama tentang kehormatan manusia. Al-Qur’an menegas-
Sesi 2
kan: 120 Menit
“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak
Adam. Kami angkat mereka di daratan dan lautan, Kami

85
beri mereka rizki dari yang baik-baik serta Kami lebih-
kan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas ke-
banyakan ciptaan Kami”.(Q.S. al Isra, 70).
Kedua tentang kesetaraan manusia. Al-Qur-an menyata-
kan: “Wahai manusia Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan
perempuan dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan ber-
bangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang
paling bertaqwa kepada-Nya”.(Q.S. al Hujurat, 13).
Pernyatan paling eksplisit lainnya mengenai hal ini dinyata-
kan dalam al Qur-an surah al Ahzab, 35: “Sesungguhnya laki-
laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan
yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ke-
taatannya, laki-laki dan perempuanyang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’,
laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perem-
puan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memeli-
hara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut (nama) Allah,Allah telah menyedikan ampunan dan
pahala yang besar”. Demikian juga dalam al Nahl, 97, Ali Im-
ran, 195, al Mukmin 40, dan lain-lain.
Doktrin egalitarianisme (al-musawah) Islam di atas juga di-
nyatakan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu sab-
danya beliau mengatakan: “Manusia bagaikan gigi-gigi sisir,
tidak ada keunggulan orang Arab atas non Arab, orang kulit
putih atas kulit hitam, kecuali atas dasar ketakwaan kepada
Tuhan”. Sabda beliau yang lain : “Sungguh, Allah tidak menilai
kamu pada tubuh dan wajahmu melainkan pada tingkahlaku
dan hatimu”. Dan “Kaum perempuan adalah saudara kandung
kaum laki-laki”.
Ketiga tentang Kebebasan. Al-Qur’an menyebut manusia se-
bagai khalifah ϔi al Ardh.Yakni pemegang amanat Tuhan. (Q.S.
al-Baqarah, 2:30, Q.S. al-Ahzab, 33:72).Ini karena manusialah
makhluk-Nya yang paling unggul dan dimuliakan di antara
makhluk-Nya yang lain. Keunggulan dan kemuliaan manusia
atas yang lain itu lebih karena manusia diberikan akal-pikiran.
Tidak ada ciptaan Tuhan yang memiliki fasilitas paling cang-
gih ini. Dengan potensi akal pikiran inilah manusia menjadi
makhluk yang bebas untuk menentukan sendiri nasibnya di
dalam menjalani kehidupannya di dunia ini. Dengan akal-

HAMBG_02-04-02.indd 85 12/05/2015 20:36:04


intelektualnya pula manusia menciptakan peradaban dan kebudayaan. Akan tetapi
bersamaan dengan itu manusia juga harus menanggung risiko dan bertanggung-
jawab atas segala tindakannya itu di hadapan Tuhan, kelak. Ini menunjukkan bahwa
kebebasan selalu mengandung makna tanggungjawab dan bersifat moral.
Al-Qur’an juga menyatakan :”La Ikrah ϔi al-Din” (tidak ada paksaan dalam agama).
Ini adalah pernyataan paling eksplisit tentang kebebasan beragama dan berkeyaki-
nan.
Beberapa ayat al-Qur’an di atas dan masih banyak lagi ayat yang lain menjelaskan
tentang kemuliaan martabat manusia, kebebasan dan kesetaraan manusia tanpa
melihat latarbelakang asal usulnya, warna kulit, jenis kelamin bahasa dan seba-
gainya. Ini adalah konsekuensi logis dari doktrin Kemahaesaan Allah. Semua manu-
sia dengan berbagai latarbelakangnya itu pada ujungnya berasal dari sumber yang
tunggal, ciptaan Tuhan. Keunggulan yang dimiliki manusia satu atas manusia yang
lain hanyalah pada aspek kedekatannya dengan Tuhan.
Pernyataan-pernyataan al Qur-an dan hadits Nabi saw. di atas selanjutnya men-
jadi dasar Nabi saw untuk mendeklarasikan apa yang dikenal dengan “Shahifah
Madinah”,“Mitsaq al Madinah” atau Piagam Madinah, pada tahun 622 M. Isinya
meliputi kesepakatan-kesepakatan tentang aturan-aturan yang berlaku dalam
masyarakat Madinah. Para ahli sejarah menyatakan bahwa Piagam Madinah ini
adalah naskah otentik yang tidak diragukan keasliannya tentang prinsip-prinsip ke-
manusiaan universal. Sebagian menyatakannya sebagai deklarasi HAM pertama di
dunia.
Demikianlah, maka atas dasar itu semua, banyak pemikir muslim antara lain Dr.
Nurcholish Madjid, dengan tegas menyatakan bahwa Hak-hak Asasi Manusia Uni-
versal (DUHAM) sesungguhnya mendapatkan inspirasi dan diilhami oleh ajaran-
ajaran Islam. Islam adalah agama yang telah mendeklarasikan hak-hak dasar manu-
sia jauh berabad lamanya sebelum DUHAM. Menurut Nurcholish “pandangan dasar
kemanusiaan yang berasal dari Madinah tersebut diadopsi ke Eropa oleh Giovani
Pico della Mirandola, ilosof terkemuka zaman renaissance. Dia menyampaikan ora-
si tentang “Martabat Manusia” pada tahun 1486 di Roma di hadapan para sarjana
Eropa. Dia dengan terang-terangan mengakui bahwa pikiran-pikirannya diperoleh
dari bacaannya atas karya-karya intelektual muslim”.

Deklarasi Kairo
Pada tahun 1990, kaum muslimin di dunia telah mendeklarasikan Hak-hak Asasi
Manuisia Menurut Islam. Deklarasi yang popular disebut Deklarasi Kairo ini meru-
pakan dokumen hak asasi manusia di tingkat regional yang secara khusus ditujukan
buat negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam atau OKI. Dengan status-
nya yang demikian deklarasi ini melengkapi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
dan bukan menggantinya. Isi deklarasi Kairo ini antara lain:
“...Semua orang adalah sama dipandang dari martabat dasar manusia dan
kewajiban dasar mereka tanpa diskriminasi ras, warna kulit, bahasa, jenis
kelamin, kepercayaan agama, ideologi politik, status sosial atau pertimban-
gan-pertimbangan lain”.(ps. 1).

86 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 86 12/05/2015 20:36:04


Deklarasi ini juga mengakui prinsip kesetaraan perempuan Sesi 2
dan laki-laki, dan pengakuan terhadap kebebasan membentuk
rumah tangga (perkawinan) : “Perempuan dan laki-laki ada-
120 Menit
lah setara dalam martabat sebagai manusia dan mempunyai
hak yang dinikmati ataupun kewajiban yang dilaksanakan;
ia (perempuan) mempunyai kapasitas sipil dan kemandirian
keuangannya sendiri, dan hak untuk mempertahankan nama 87
dan silsilahnya”.(ps. 6).
Dengan begitu menjadi sangat jelas pasal tersebut memberi-
kan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki
untuk terlibat dalam ruang publik. Kapasitas sipil yang dimak-
sud dalam pasal tersebut haruslah diartikan sebagai kapasitas
perempuan untuk mengisi jabatan-jabatan publik apakah itu
presiden menteri atau jabatan-jabatan publik lainnya. Keten-
tuan ini merupakan langkah maju yang sungguh menggembi-
rakan. Ini mengingat bahwa subyek ini masih menjadi kontro-
versi di kalangan kaum muslimin sampai hari ini.

Realitas Bias Gender


Namun demikian pada tataran realitas sosial, kecenderungan
umum/arus utama (mainstream) tentang relasi gender masih
memperlihatkan pandangan-pandangan yang diskriminatif
terhadap perempuan. Meskipun modernitas telah mencip-
takan perubahan dalam banyak hal, baik struktural maupun
kultural, tetapi norma-norma sosial yang masih hidup dan
berlaku hingga dewasa ini masih tetap menempatkan perem-
puan sebagai mahluk domestik dan subordinat (di bawah
laki-laki). Tugas utama perempuan adalah mengasuh dan
mendidik anak, mengurus dapur, kasur dan melayani suami.
Sementara laki-laki bertugas sebagai kepala rumah tangga,
pencari na kah dan menentukan hampir segalanya. Tegas-
nya laki-laki diposisikan sebagai kerja produktif, sementara
perempuan sebagai kerja reproduktif. Posisi dan relasi laki-
laki—perempuan/suami-isteri seperti ini dalam kurun waktu
yang panjang masih diyakini sebagai ketentuan baku, norma
yang tetap dan tidak boleh diubah sepanjang masa.
Dalam bidang pendidikan sampai hari ini angka buta huruf
perempuan lebih tinggi daripada buta huruf laki-laki. Anak
laki-laki mendapat prioritas pertama untuk meniti karir pen-
didikan setinggi-tingginya. Sedangkan untuk anak perempuan
diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya
setinggi mungkin dengan catatan jika keadaan masih me-
mungkinkan. Di perkotaan pada tahun 1999 misalnya 35,5%
laki-laki telah menamatkan minimal SLTA dan hanya 27%
untuk perempuan. (Kementerian Pemberdayaan Perempuan,
Kesetaraan dan Keadilan Gender, 2005). Kondisi ini pada gi-

HAMBG_02-04-02.indd 87 12/05/2015 20:36:04


lirannya meniscayakan keterbatasan akses perempuan untuk memasuki kerja-kerja
ekonomis dan produktif. Angka tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan han-
ya 45.6 % sedangkan angka untuk laki-laki mencapai 73,5 %. (Ibid). Selanjutnya
hasil kerja perempuan dinilai lebih rendah dari hasil kerja laki-laki. Bahkan wilayah
pekerjaan mereka dibatasi pada bidang-bidang yang dipandang pantas bagi perem-
puan, yakni yang bersifat melayani, seperti perawat, guru, sekretaris dan sejenisnya.
Lebih dari itu hasil keringat perempuan tersebut tetap saja dianggap sebagai hasil
kerja tambahan.(Baca : Saparinah Sadli dalam “Penghapusan Diskriminasi Terhadap
Wanita”, Penerbit alumni, 2000, hlm. 6).
Pada sektor kesehatan, perempuan masih terus menderita berkepanjangan tanpa
pembelaan yang berarti. Tahun 2002-2003 Angka Kematian Ibu (AKI) sangat besar
dan tertinggi di ASEAN. Angka kematian maternal masih sekitar 390 per 100.000
kelahiran hidup. Sampai pada tahun 2012 tidak mengalami penurunan yang berarti
yaitu masih 359 per 100.000 kelahiran, masih jauh dari target MDGs untuk menu-
runkan smapai pada tingkat 102 kematian per 100.000 kelahiran.
Fenomena paling mutakhir memperlihatkan kepada kita betapa banyak korban
kekerasan terhadap perempuan. Tindak kekerasan terhadap perempuan dijumpai
di semua ruang; privat dan publik dan dilakukan oleh banyak orang dengan bera-
gam identitas kultural dan strukturalnya. Data Tahunan Komnas Perempuan kem-
bali mencatat kenaikan jumlah kekerasan terhadap perempuan. Tahun 2009, kasus
yang terdata meningkat hampir 3 kali lipat, yaitu sebesar 143.586 kasus dari 54.425
kasus di tahun 2008. Data terakhir 2013 hampir dua kali lipat dari tahun 2009, yaitu
279.688 kasus. Rumah tangga masih menjadi lokus kekerasan paling sering diha-
dapi perempuan, yaitu mencapai hampir 71%atau 11.719 kasus. Data kekerasan ini
terutama diperoleh dari Pengadilan Tinggi Agama/Peradilan Agama( 94%), dan 6%
dari pengada layanan yang dibentuk secara mandiri oleh masyarakat. Sebagian be-
sar kasus kekerasan di dalam rumah tangga adalah kekerasan terhadap istri (64%).
Sementara itu, bentuk kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan seksual
(26%), kekerasan isik (39%) dan kekerasan psikis (29%). (Catahu Komnas Perem-
puan tahun 2008-2013).
Keterlibatan perempuan dalam sektor politik juga masih sangat rendah. Jumlah
perempuan yang menjadi wakil rakyat di DPR tahun 1999-2004 hanya 44 orang
atau 8,8 %. Sementara pada pemilu 2004 jumlah sedikit lebih baik, yakni 61 orang
perempuan (11 %). Dan anggota DPD 25 orang (19,5 %). Di lembaga-lembaga Ting-
gi Negara yang lain posisi perempuan juga masih rendah. Pada saat Pemilu 2009,
jumlah perempuan yang duduk di DPR sempat mencapai angka 18,05 persen. Ke-
terwakilan perempuan di DPD juga mengalami perubahan, yaitu dari 18 persen
pada 2004 menjadi 27 persen di 2009. Namun pada 2014 ini jumlah perempuan
yang terpilih menjadi anggota legislatif menurun menjadi 79 orang atau 14%. Ke-
nyataan rendahnya partisipasi perempuan dalam politik ini juga terjadi di seluruh
pemerintahan daerah di Indonesia. Aϔirmatif action ternyata belum direspon secara
memadai oleh masyarakat.
Fakta-fakta sosial tersebut menunjukkan bahwa kaum perempuan ternyata meru-
pakan jenis kelamin yang masih tersubordinasi, termarginalisasi dan akibatnya
mereka paling rentan terhadap kekerasan dalam berbagai bentuknya : isik maupun

88 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 88 12/05/2015 20:36:04


non isik. Kekerasan-kekerasan terhadap perempuan, menu-
Sesi 2
rut DR. Mansour Faqih, merupakan akibat dari sistem relasi 120 Menit
gender yang timpang. (Mansour, Analisis Gender dan Trans-
formasi Sosial, hlm. 17). Tegasnya perempuan masih dipan-
dang sebagai makhluk inferior, sementara laki-laki makhluk
superior dan menentukan segala-galanya. Inilah wajah kebu-
dayaan patriarkis yang masih berlangsung hingga hari ini.
89
Islam dan Gender
Fakta-fakta sosial, ekonomi, budaya dan politik yang bias
tersebut di atas seringkali mendapatkan pembenaran dari
teks-teks keagamaan baik dari Al Qur-an Hadits maupun pan-
dangan-pandangan Ulama ( iqh). Beberapa teks suci al Qur-
an yang seringkali dirujuk adalah “Al Rijal Qawwamun ‘ala al
Nisa....”.(Q.S. al Nisa, 34) atau surah al Nisa, ayat 1, hadits Nabi
saw : “Lan yuϔliha Qawmun wallaw amrahum imra-atan” dan
“Ma taraktu ba’di ϔitnatan adharra ‘ala al Rijal min al Nisa”.
Dua hadits ini adalah sahih.
Dalam kitab-kitab iqh, terdapat banyak ketentuan hukum
yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Beberapa
di antaranya dalam urusan keluarga, laki-laki menjadi kepala
keluarga perempuan pengurus rumah tangga, ketika laki-laki
membutuhkan relasi seksual, maka isteri wajib memenuhinya
dan tidak sebaliknya, laki-laki boleh keluar rumah kapan saja,
sedangkan isteri harus mendapat izin suami, laki-laki memi-
liki kekuasaan menceraikan isterinya kapan saja dan tanpa
perlu mengajukan gugatan, sedangkan isteri tidak demikian.
Isteri yang ingin bercerai karena alasan tertentu harus men-
gajukan gugatan cerai ke pengadilan. Dalam bidang ekonomi,
kesaksian perempuan dalam transaksi ekonomi adalah dua
orang sementara laki-laki cukup satu orang. Ini berarti harga
atau kapasitas seorang perempuan separoh harga laki-laki.
Ketentuan yang sama juga terjadi dalam hukum waris. Da-
lam sosial-politik, hanya laki-laki yang berhak menjadi kepala
negara atau khalifah, perempuan tidak boleh. Dalam banyak
pandangan mazhab iqh, perempuan tidak memenuhi syarat
menjadi hakim (qadhi/kadi) dan masih banyak lagi.
Dengan demikian, maka apakah dapat dikatakan bahwa pada
hakikatnya atau sejatinya Islam menyetujui bentuk-bentuk
subordinasi dan diskriminasi terhadap perempuan? Terhadap
pertanyaan general seperti ini, saya tidak menemukan penda-
pat yang berbeda. Semua kaum muslimin menjawab tidak.
Tegasnya Islam tidak mensubordinasi dan mendiskriminasi
perempuan. Jika tidak, lalu bagaimana kenyataan-kenyataan
sosial di atas bisa disinkronisasikan dengan prinsip kese-
taraan yang menjadi dasar Islam bagi hubungan-hubungan

HAMBG_02-04-02.indd 89 12/05/2015 20:36:04


sosial dan kemanusiaan (HAM) sebagaimana dikemukakan di atas? Bukankah de-
ngan demikian ada kontradiksi-kontradiksi dalam teks-teks suci, sumber dan dasar
legitimasi syari’ah Islam?

Reinterpretasi Teks
Pertanyaan-pertanyaan di atas sudah seharusnya dijawab dengan pikiran yang
jernih dan tidak emosional. Pertama, kontradiksi-kontradiksi dalam teks-teks suci
harus dihindarkan. Hal ini karena al-Qur-an sendiri menyatakan :
“Tidak datang kepadanya (al-Qur-an) kebatilan, baik dari depan maupun
dari belakang, Ia diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana, Maha Ter-
puji”.(Q.S. Fusshilat, 42).
Oleh karena itu cara terbaik untuk itu semua adalah dengan membaca kembali
teks-teks suci; al-Qur-an dan hadits Nabi saw. maupun teks-teks kitab klasik karya
intelektual para ulama melalui cara-cara yang memungkinkan kita untuk mampu
mengatasi keadaan yang tampaknya saling bertentangan tersebut di atas. Beberapa
hal yang mungkin bisa dilakukan antara lain adalah :
Pertama, memandang seluruh teks-teks al-Qur-an maupun Hadits Nabi saw sebagai
kitab-kitab petunjuk bagi manusia untuk mencapai suatu tujuan kerahmatan (kasih
sayang dan cinta) bagi seluruh manusia. Visi agama ini secara jelas dikemukakan
dalam al Qur-an : “wa ma arsalnaka illa rahmatan li al ‘alamin/Kami tidak mengutus
kamu (Muhammad) kecuali agar menjadi rahmat bagi alam semesta”.
Kedua, teks-teks suci agama yang mengandung prinsip-prinsip humanisme univer-
sal harus dijadikan sebagai basis utama bagi sistem kehidupan bersama. Dengan be-
gitu, segala bentuk diskriminasi antar manusia, termasuk dalam hal relasi laki-laki
dan perempuan harus tidak boleh dilakukan. Karena diskriminasi antar manusia
bertentangan dengan prinsip Tauhid (Keesaaan Tuhan), sebagaimana di atas.
Ketiga, para ulama Islam, khusunya para ahli iqh, sepakat dalam pernyataan mere-
ka bahwa teks (nash) baik al Qur-an maupun hadits memiliki dua sisi makna, makna
tersurat dan makna tersirat. Dalam teks ada ruh, jiwa, spirit atau semangat. Semuan-
ya ini adalah sesuatu yang hidup dan berkembang sepanjang masa. Di atas landasan
ini pemaknaan atas teks harus dibuat.
Sejalan dengan pemikiran inilah, para ulama Islam menuangkan jiwa syari’at itu
dalam keputusan hukum secara berbeda-beda sesuai dengan konteks sosialnya ma-
sing-masing. Untuk konteks kita sekarang agaknya perlu ditelaah kembali apakah
keputusan hukum yang dihasilkan para imam mujtahid di masa lalu dan di tempat
mereka masing-masing masih relevan untuk mendukung tujuan tersebut, meng-
ingat kondisi dan situasinya yang sudah berbeda dari keadaan, ruang dan waktu
hidup mereka. Jika ia tidak lagi menunjukkan ruh kemaslahatan tersebut, maka kita
sudah waktunya mencarinya atau membuat keputusan hukum yang relevan dengan
ruh syari’ah tersebut.
Perubahan hukum karena perubahan sosial demi tujuan kemaslahatan bukanlah
hal yang tabu bagi para ulama, bahkan mereka meresponnya dengan sangat positif,
karena perubahan adalah keniscayaan hidup. Untuk itu mereka menyepakati

90 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 90 12/05/2015 20:36:04


sebuah kaedah: “Perubahan hukum terjadi karena perubahan
Sesi 2
keadaan, ruang dan waktu”.(Taghayyur al-Ahkam bi Taghayyur 120 Menit
al-Ahwal wa al-Azman wa al-Amkinah).
Keempat, teks-teks yang mengungkapkan tentang hubungan

91
kemanusiaan yang masih timpang, termasuk ketimpangan
yang terjadi dalam relasi laki-laki dan perempuan, perlu di-
lihat dari latarbelakang sejarahnya. Setiap teks yang secara
redaksional menghukumi kasus atau peristiwa tertentu se-
sungguhnya tidak bisa lepas dari setting sejarah dan kons-
truksi sosial pada saat teks tersebut diturunkan atau dis-
ampaikan. Ini juga terjadi dalam teks-teks particular (juz’iy/
spesi ik) dalam Al Qur-an maupun hadits Nabi saw. Soal relasi
yang masih menunjukkan adanya ketimpangan dalam relasi
laki-laki dan perempuan, seperti yang terdapat dalam Al-Qur-
an dan Al-Sunnah (hadits) tidak selamanya harus dipahami
menurut makna leteralnya. Teks-teks tersebut benar dan te-
pat dimaknai secara tekstual untuk konteksnya sendiri. Kaum
laki-laki secara umum pada konteks tersebut memang lebih
cerdas daripada umumnya kaum perempuan, dan laki-laki
memang lebih kuat dari sisi isik, sehingga merekalah yang
mencari na kah bagi keluarganya. Dikatakan “secara umum”,
karena di dalam kenyataan waktu itu di sana, ada perempuan-
perempuan yang cerdas dan lebih cerdas daripada kaum laki-
laki, seperti Siti Aisyah dan masih banyak yang lain. Ada juga
perempuan-perempuan yang bekerja di ruang publik, seperti
Siti Khadijah, seorang perempuan pedagang yang sukses, dan
Syifa, bendahara pasar, dan masih banyak yang lainnya. Ini
menunjukkan bahwa kecerdasan dan kemampuan menghasil-
kan ekonomi tidak karena faktor jenis kelamin seseorang. Per-
soalan banyak (laki-laki) dan sedikit (perempuan) bukanlah
hal yang substansial. Ini persoalan kehendak struktur/sistem
sosial dan politik suatu komunitas/masyarakat pada suatu
masa. Kehendak sistem waktu itu di sana adalah patriarki.
Yakni mengunggulkan, mengistimewakan dan memosisikan
laki-laki sebagai penentu kehidupan. Pada konteks sosial-
budaya hari ini kecerdasan tidak menjadi monopoli kaum
laki-laki. Berkat akses pendidikan yang dibuka luas dan sama
dengan untuk kaum laki-laki, maka kini sudah banyak perem-
puan yang memiliki tingkat kecerdasan yang menyamai kaum
laki-laki, bahkan sebagian justeru lebih tinggi. Demikian juga
dengan kemampuan perempuan mencari na kah.
Demikianlah, maka pemaknaan ulang dan evaluasi atas teks
tersebut menjadi niscaya. Dengan kata lain efekti itas dari hu-
kum yang sudah diputuskan masa lalu harus terus menerus
dievaluasi dan dinegosiasikan sedemikian rupa sampai men-
capai tujuan idealnya. Yakni keadilan. Jika ada dua calon

HAMBG_02-04-02.indd 91 12/05/2015 20:36:05


pemimpin, laki-laki dan perempuan, misalnya. Yang laki-laki memiliki integritas
intelektual dan moral yang lebih daripada calon perempuan, maka yang layak men-
jadi pemimpin adalah calon laki-laki. Ini adalah adil. Tetapi jika sebaliknya; calon
perempuan memiliki integritas intelektual dan moral lebih tinggi daripada calon
laki-laki, maka calon yang layak menjadi pemimpin adalah perempuan. Ini adalah
adil. Dalam rumusan para ahli Islam, keadilan dide inisikan sebagai “memberikan
hak kepada pemiliknya”.
Penempatan posisi laki-laki sebagai kepala rumah tangga sebagaimana disebut ayat
34 surah al Nisa di atas, adalah bersifat fungsional belaka, bukan sebagai norma
baku, yang berlaku tetap, di mana-mana dan kapan saja. Dengan begitu ia tidak di-
maksudkan untuk membakukan penomorduaan dan peminggiran perempuan. Pada
sisi lain, posisi perempuan berikut hak-hak yang diberikan kepada mereka seba-
gaimana termuat dalam ayat-ayat tersebut merupakan bentuk-bentuk perbaikan
yang sangat maju bagi status dan hak yang diberikan kepada perempuan dibanding
hak-hak yang diberikannya sebelum kelahiran Islam. Sebagaimana dimaklumi se-
cara luas, dalam struktur/system sosial masyarakat Arab waktu itu yang oleh al-Qur-
an maupun Nabi saw disebut sebagai masyarakat jahiliyah, perempuan sama sekali
tidak memiliki hak apa-apa. Mereka tidak dianggap makhluk penting. Bahkan mer-
eka justeru menjadi obyek pelecehan, penindasan dan pembunuhan kaum laki-laki.
Ini juga diungkapkan oleh sejumlah ayat al-Qur-an. Al-Qur’an datang/hadir untuk
mengkoreksi sekaligus memperbaiki kondisi perempuan tersebut, dengan memberi
mereka hak-haknya. Apa yang diputuskan Nabi tersebut adalah adil untuk masanya.
Akan tetapi karena kehidupan manusia selalu berubah, maka perbaikan-perbaikan
juga perlu dilakukan. Keadilan pada suatu masa dan pada suatu tempat tidak se-
lalu adil pada masa dan tempat yang lain. Melalui contoh-contoh yang diberikan al-
Qur-an dan Sunnah Nabi saw. bagi upaya peningkatan/perbaikan status perempuan
tersebut seharusnya menyadarkan kita untuk terus menerus memperjuangkan
tegaknya cita-cita Islam di atas, yakni keadilan, dalam kehidupan kita sekarang.
Kelima, untuk keperluan itu pula, perlu dilakukan penelitian kembali terhadap
hadits-hadits nabi saw yang bias jender dan hadits-hadits lain yang menunjukkan
ketertindasan kaum perempuan. Ini banyak dijumpai dalam literatur klasik kaum
muslimin. Satu contoh dapat disebutkan misalnya dalam kitab “Uqud al Lujain”.
Kitab ini menguraikan hak-hak dan kewajiban suami dan isteri. Di dalamnya terda-
pat banyak hadits nabi saw. yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah
di hadapan laki-laki, bahkan ada juga yang melegitimasi suami melakukan kekeras-
an terhadap isteri. Hadits-hadits ini perlu dianalisis bukan hanya dari aspek sanad
(transmisi) nya saja melainkan lebih dari itu adalah menganalisis matan (konten)
nya apakah sejalan dengan prinsip kesetaraan dan keadilan atau tidak. Para ulama
ahli hadits telah sepakat bahwa : “Laisa Kullu ma Shahha Isnaduhu Shahha Matnuhu”
(tidak semua hadits yang sahih dari sisi sanad (transmisi) berarti sahih dari sisi
matan (isinya)”. Untuk ini hadits yang dapat dijadikan pegangan kita adalah hadits
yang sahih dari sisi sanad dan matannya sekaligus.
Keenam, pernyataan-pernyataan dalam ayat-ayat Al Qur-an, hadits-hadits nabi mau-
pun pikiran-pikiran para ulama mengenai suatu persoalan tertentu sudah pasti
mengandung logika rasional, logika hukum atau logika kepentingan, mengapa, un-

92 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 92 12/05/2015 20:36:05


tuk apa dan ada rahasia apa sehingga pernyataan itu perlu
Sesi 2
dikeluarkan atau disampaikan. Dalam bahasa iqh logika hu- 120 Menit
kum tersebut dikenal dengan ‘illat’ dan hikmah. Jadi ada as-
pek kausalitas di dalamnya. Melalui penelitian atas aspek ini
perubahan bisa dilakukan. Kaedah iqh misalnya menyebut-
kan : “Hukum ditetapkan berdasarkan ada atau tidak adanya
illat (rasio legis/kausalitas) nya”. Mawla al-‘Alai menyampai-
93
kan redaksi lain yang identik:
“sesungguhnya hukum syara’ dibangun atas dasar illat-
nya/rasio legis. Maka begitu ia (illat) berhenti, berhenti
pula (hukum itu). (Subhi Mahmashani, Falsafah al Ta-
syri’, hlm. 222).
Jadi kita perlu melakukan upaya-upaya penelitian ilmiah baik
berdasarkan logika rasional maupun berdasarkan fakta-fak-
ta empiris yang ditemukan. Sulit untuk dapat ditolak bahwa
realitas-realitas atau peristiwa-peristiwa kehidupan selalu
berkembang dan berubah. Perkembangan dan perubahan ini
adalah niscaya dan dengan begitu keputusan-keputusan hu-
kum juga harus berubah dan berkembang. Al Syahrastani per-
nah mengatakan dalam bukunya “al Milal wa al Nihal”:
“Jika teks-teks (nash-nash) terbatas dan kasus-kasus
tidak terbatas, dan yang terbatas tidak bisa dirumus-
kan oleh yang tidak terbatas, maka jelas sekali harus
dipahami bahwa ijtihad dan qiyas (analogi) merupakan
hal yang harus dipertimbangkan, sehingga setiap kasus
dapat dijawab oleh ijtihad (upaya pencarian intelektual
yang serius)”.(lihat Faruq Abu Zaid dalam “al Syari’ah al
Islamiyah baina al Muhaϔizhin wa al Mujaddidin”, hlm.
29).
Akhirnya terpulang kepada kita, kaum muslimin, apakah kita
mempunyai kemauan dan keberanian untuk melakukan upa-
ya-upaya rekonstruksi dan reinterpretasi atas pikiran-pikiran
kegamaan kita ke arah yang lebih baik dan lebih maslahat un-
tuk konteks kekinian dan kedisinian kita, atau akan membi-
arkannya tetap dalam keadaan stagnan dan ditinggalkan oleh
realitas-realitas sosial baru yang terus bergerak dinamis dan
tidak pernah berhenti. Hari ini kita telah memasuki peradab-
an gelombang ketiga, yakni peradaban teknologi informasi.
Jadi kita kini tidak lagi hidup dalam peradaban agraris dan
industri, seperti abad-abad yang lampau.
Apa yang kita perlukan sekarang adalah menciptakan ruang
sosial baru yang memungkinkan perempuan dapat mengak-
tualisasikan dirinya di mana saja dengan tetap terjaga dan
aman dari tindakan-tindakan yang merendahkannya. Untuk

HAMBG_02-04-02.indd 93 12/05/2015 20:36:05


itu perlu dirumuskan hukum-hukum dan mekanisme-mekanisme baru yang dapat
menjamin keamanan dan kepentingan serta ketertiban masyarakat, terutama dari
aspek moralnya. Perlu diingat bahwa jumlah perempuan di Indonesia adalah sepa-
ruh lebih dari jumlah penduduk. Potensi intelektual mereka yang semakin hari se-
makin meningkat dan semakin besar merupakan potensi besar bagi pembangunan
bangsa. Mereka juga memiliki aspirasi dan kepentingan yang tidak bisa diwakili
oleh kaum laki-laki. Melalui pandangan kesetaraan hak-hak mereka dan penghar-
gaan yang sama dengan laki-laki diharapkan akan lahir suatu kehidupan yang lebih
produktif dan bermutu.

Bahan Bacaan:
1. Al-Qur-an al-Karim
2. Hadits Nabi
3. Pendidikan Kewargaan Demokrasi HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta
Press, Cet. I, 2000.
4. Agama dan Hak Rakyat, P3M, Jakarta,Cet. I, 1993
5. Hak-Hak Asasi Manusia, Komnas HAM, Jakarta
6. Hak-Hak Asasi Perempuan,Yayasan Jurnal Perempuan,Jakarta, Cet. I, 2001.
7. Deklarasi Kairo Hak-Hak Asasi Manusia dalam Islam, Elsam, Jakarta, cet. I,
1998.
8. Ibnu Hisyam,Sirah al Nabi, Dar Ihya al turats al Arabi, Beirut, tt, Jilid II, hlm.
119-123.
9. Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia, Yayasan Obor Indone-
sia, Jakarta, 1997.
10. Ta’liq wa Takhrij Syarh Uqud al Lujain, FK3, Hakarta, tt.
11. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan, LKiS Yogyakarta, cet. II, 2002.
12. Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, LKiS-Fahmina Institute,
Yogyakarta, 2004.

94 Sesi 2: Fakta di Sekitar Kita. Gender & Pelanggaran HAM

HAMBG_02-04-02.indd 94 12/05/2015 20:36:05


Sesi 3
210 Menit

95

Sesi 3
MEMBONGKAR
PATRIARKI

HAMBG_02-04-03.indd 95 12/05/2015 20:36:59


96 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 96 12/05/2015 20:37:07


Sesi 3
Sesi 3 210 Menit
PATRIARKI 97
Pengantar
“Partriarki adalah sistem struktur sosial dan praktik di mana laki-laki mendominasi,
menindas dan mengeksploitasi perempuan: konsep patriarki sangat diperlukan untuk
analisis ketidaksetaraan gender” (Sylvia Walby, UNESCO Chair in Gender Research
Group).

Apakah patriarki dipelajari dan dianalisis secara kritis di sekolah SMA? Dalam mata
pelajaran apa masalah patriarki mendapat ruang untuk dibahas? Mungkin masalah
ini bisa muncul dalam mata pelajaran sastra, juga dalam mata pelajaran sejarah,
atau mata pelajaran HAM yang terselip dalam Pendidikan Pancasila dan Kewar-
ganegaraan. Sejauh ini pembahasan patriarki tidak muncul secara utuh, padahal
jika kita menggunakan de inisi sebagaimana yang ditulis oleh Sylvia Walby tertulis
di atas, masalah patriarki mudah ditemui dalam berbagai ruang kehidupan, baik di
rumah maupun di luar rumah. Tak terkecuali di sekolah dengan bentuk dan kadar
yang berbeda-beda.
“Pengalaman di sekolah saya, siswa perempuan tidak boleh menjadi ketua kelas, ha-
rus laki-laki yang jadi pemimpin, padahal sekolah saya itu tidak jauh dari Ratu Plaza,
di Jakarta, gedung sekolahnya memang sangat megah... tetapi masih ada guru-guru
dominan yang menerapkan praktek itu”. (Setiadi, guru PKN SMK 15 Jakarta )

Pernyataan di atas tentu tidak bisa digeneralisir begitu saja, tetapi paling tidak
memberi sedikit gambaran bahwa hal itu terjadi. Banyak guru yang tidak memper-
hatikan atau menyadari hal ini sebagai suatu persoalan sebagaimana yang antara
lain diungkapkan oleh Mosse: “Kebanyakan guru sendiri tidak menyadari diskrimi-
nasi yang dihadapi perempuan sebagai gender dan mereka tidak mampu menolak
stereotipe yang bersifat merusak dalam materi pendidikan, pilihan karir yang terse-
dia bagi anak gadis, dan lingkungan sekolah yang mungkin melakukan diskriminasi,
semata-mata karena mereka tidak memahaminya...”1
Sesi ini akan membahas masalah patriarki yang merupakan praktek dan nilai-nilai
di masyarakat tentang pembedaan dan hubungan kekuasaan laki-laki dan perem-
puan.

1 Diambil dari tulisan Julia Claves Mosse, GENDER DAN PEMBANGUNAN. diterbitkan atas kerjasama
Riϔka Anisa Women’s Crisis Centre dengan Pustaka Pelajar, 1996, halaman 102-103

HAMBG_02-04-03.indd 97 12/05/2015 20:37:07


Tujuan
Peserta memahami ideologi patriarki yang men-
subordinasikan perempuan.
Peserta memahami adanya relasi kekuasaan yang di-
dasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi
menumbuhkan penindasan.

Indikator/Ukuran Capaian Sesi


Keberhasilan sesi ini dapat terukur dari peningkatan
pemahaman peserta tentang patrairki: asal usulnya,
bekerjanya, dan dampaknya.

Bacaan pendukung yang tersedia


Lihat kumpulan bacaan ‘Gender, Patriarki, dan Hak
Aasasi Manusia’ terutama bagian 1 (Apakah Gender
Itu), bagian 2 (Pendidikan), bagian 5 (Patriarki dan
Maskulinitas), bagian 6 (Konstruksi Sosial Seksualitas),
dan bagian 8 (Mitos, Realitas dan Emansipasi).

Perangkat Alur Kegiatan


Lembar panduan 1 5’ Introduksi
permainan
2 10’ Permainan pemanasan: “Pulau Canda dan
pemanasan Pulau Serius”
Lembar perta-
nyaan diskusi 3 20’ Diskusi kelompok
kelompok 4 30’ Presentasi kelompok dan penyimpulan se-
Lembar ringkas mentara oleh fasilitator
tentang Patriarki
(paper) 5 90’ Diskusi dengan narasumber
Kapur 6 25’ Pembuatan Pohon Analisa Patriarki
Alat tulis (plano, dalam kelompok
spidol)
7 30’ Presentasi dan rangkuman fasilitator
210’ Total

98 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 98 12/05/2015 20:37:07


Langkah-Langkah
Sesi 3
210 Menit
1 5’ Introduksi
Secara umum pembangunan pendidikan di Indonesia telah
menunjukkan keberhasilan yang cukup besar. Wajib Belajar
6 tahun, yang didukung pembangunan infrastruktur sekolah 99
dan diteruskan dengan Wajib Belajar 9 tahun adalah program
sektor pendidikan yang diakui cukup sukses. Tetapi di balik
keberhasilan program-program tersebut, terdapat sejum-
lah persoalan. Kasus tinggal kelas, terlambat masuk sekolah
dasar dan ketidakmampuan untuk meneruskan sekolah ke
jenjang yang lebih tinggi merupakan hal yang cukup banyak
menjadi sorotan di dunia pendidikan.
Kasus putus sekolah yang juga banyak terjadi terutama di
daerah pedesaan menunjukkan bahwa pendidikan belum
banyak menjadi prioritas bagi orang tua. Rendahnya prioritas
tersebut antara lain dipicu oleh akses masyarakat terhadap
pendidikan yang masih relatif kecil, terutama bagi keluarga
miskin yang tidak mampu membiayai anak mereka untuk
meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Siapa yang pa-
ling sering dikorbankan untuk tidak melanjutkan sekolah,
biasanya perempuan, meskipun mereka tak kalah cerdas
dari saudara laki-lakinya.
Anggota Komisi X DPR RI Raihan Iskandar, berdasarkan data
statistik yang tersedia, menyatakan bahwa terdapat 10,268
juta siswa usia wajib belajar (SD dan SMP) yang tidak me-
nyelesaikan wajib belajar sembilan tahun, dan masih ada
sekitar 3,8 juta siswa yang tidak dapat melanjutkan ke ting-
kat SMA. Di tengah kemiskinan, pada umumnya mereka yang
dikorbankan untuk tidak melanjutkan sekolah adalah anak
perempuan meskipun kecerdasan mereka setara atau bah-
kan di atas rata-rata anak laki-laki. Data statistik tentang
angka melek huruf dari Susenans 2003, 2004 dan 2005 pun
menunjukkan bahwa hampir di seluruh daerah di Indonesia
perempuan yang melek huruf lebih rendah dari laki-laki.
Di tengah persoalan pelik dunia pendidikan di Indonesia
yang belum tertangani secara memadai, terdapat masalah
ketimpangan gender. Sesi ini akan menelusuri salah satu
akar utama dari permasalahan ketimpangan dan ketidakadi-
lan gender, yaitu patriarki. Apa itu patriarki, mari kita turun
sejenak dan bermain.

HAMBG_02-04-03.indd 99 12/05/2015 20:37:08


2 10’ Permainan Pemanasan “Ambil Sikap”
Fasilitator membuat dua buah Pulau, yang pertama disebut pulau CANDA, dan ke-
dua disebut pulau SERIUS. Semua peserta diminta berdiri di tempat yang disebut
netral. Peserta diharapkan mudah bergerak ke pulau Canda atau pulau Serius. Di
papan tulis sudah terbentang matriks untuk mencatat skor.
Fasilitator memberitahukan peserta bahwa dalam permainan pulau Canda dan
pulau Serius ini akan dibacakan beberapa pernyataan. Peserta diminta mengam-
bil sikap, apakah menurut peserta pernyataan itu BERCANDA, tidak perlu dihirau-
kan, maka ia harus masuk ke pulau CANDA. Sebaliknya jika peserta menganggap
pernyataan itu SERIUS, perlu diperhatikan asal-usul dan dampaknya, maka ia di-
minta untuk masuk ke pulau SERIUS
Peserta bebas memilih atau menenukan interpretasi. Jika peserta telah siap, maka
fasilitator mulai membacakan pernyataan. Beri waktu peserta mengambil sikap.
Dan menghitung jumlah orang dalam masing-masing pulau... Tulis di papan tu-
lis. Setelah semua peserta menentukan sikap atas satu pertanyaan yang diajukan,
fasilitator meminta secara acak satu peserta untuk memberikan argumen singkat
“Mengapa dia memilih di sana, apa alasannya.”
Bacakanlah semua atau sebagian kalimat dalam daftar (terlampir) (tergantung
waktu yang tersedia).

100 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 100 12/05/2015 20:37:08


Sesi 3
210 Menit

101
Skor
DAFTAR KALIMAT Canda Serius
P L P L
1 Aduh, kepala sekolahnya kok perempuan ya, nanti cuti melulu
gimana?
2 Ketua OSIS harus jantan, harus kuat, siswa laki-laki lah.
3 Kepala keluarga perempuan?... Memang sudah tidak ada laki-
laki?
4 Sesuai dengan kondisi biologisnya perempuan itu tempatnya
di rumah.
5 Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan ibu/istri/perem-
puan, dilakukan atas dasar cinta, tidak perlu diperhitungkan
sebagai aktivitas produksi.
6 Kalau suami minta layanan seks, meski di atas punggung
unta, harus dipenuhi keinginannya oleh sang istri.
7 Siswi yang hamil harus dipecat dari sekolah, siswa yang
menghamili biar saja melanjutkan sekolah.

Setelah selesai bersikap, fasilitator merekap berapa jumlah yang menganggap be-
canda, dan berapa yang memandang serius. Fasilitator menggarisbawahi bahwa
yang terpenting adalah argumen di balik itu. Betulkah itu hanya canda, bagaimana
hal itu dianggap serius. Lalu lakukan pendalaman dengan diskusi kelompok.

5 30’ Diskusi Isu-Isu Kunci


Peserta duduk kembali dalam kelompoknya . Masing-masing kelompok diberi kum-
pulan kalimat dan daftar pertanyaan. Peserta diminta mendiskusikannya dalam
kelompok. Daftar kalimat dan pertanyaan lihat Lampiran alat-alat pelatihan sesi 3.

PANDUAN PERTANYAAN DISKUSI KELOMPOK


1. Apakah kalimat-kalimat tersebut atau kalimat senada itu sering anda dengar?
2. Apakah kalimat-kalimat itu punya kesamaan tertentu, kalau punya, apa kesamaannya?
3. Apa saja yang bisa dipelajari dari kalimat-kalimat itu?
4. Apakah kalimat-kalimat itu mempunyai dampak?
5. Siapa yang dirugikan dan diuntungkan dalam kalimat itu?
6. Apakah masalah ini penting dipelajari sejak SMA?

HAMBG_02-04-03.indd 101 12/05/2015 20:37:09


4 45’ Presentasi, Diskusi, dan Penyimpulan Sementara

5 90’ Dialog dengan Narasumber


Dalam dialog ini diharapkan narasumber terbuka untuk mendiskusikan isu-isu
yang diangkat oleh peserta.

6 5’ Rangkuman Peserta, Fasilitator dan Permainan Peneguhan


Fasilitator menutup acara dengan membacakan rangkuman materi dan membuat
permainan singkat yaitu meminta peserta untuk membacakan pesan Kartini dan
Malala terdahulu yang relevan dengan hasil pembelajaran sesi ini.

102 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 102 12/05/2015 20:37:09


Sesi 3
210 Menit

103

Lampiran
PERANGKAT KEGIATAN
SESI TIGA
Lembar Tugas Diskusi Kelompok
Lembar Panduan Membuat Pohon Analisa Patriarki
Lembar Kasus 1, 2, dan 3
Artikel Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 103 12/05/2015 20:37:10


104 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 104 12/05/2015 20:37:10


Sesi 3
LEMBAR TUGAS 210 Menit
Diskusi Kelompok
105

Kelompok 1 Kelompok 1
Perhatikan 4 kalimat Pertanyaan untuk diskusi:
di bawah ini:
1. Aduh, kepala sekolahnya kok 1. Apakah kalimat-kalimat di
perempuan ya! samping menurut Anda punya
2. Ketua OSIS harus jantan, harus kesamaan, kalau punya, apa
siswa laki-laki! kesamaannya?
2. Siapa biasanya yang mengemu-
3. Kepala keluarga perempuan?...
kakan kalimat itu?
Memang sudah tidak ada laki-
3. Apa saja yang melatarbelakangi
laki?!
lahirnya kalimat-kalimat terse-
4. Sesuai dengan kondisi biologis- but?
nya perempuan itu tempatnya 4. Apa saja yang bisa dipelajari
di rumah saja. dari kalimat-kalimat itu?
5. Apakah kalimat kalimat itu
mempunyai dampak?
6. Apakah masalah ini penting
dipelajari sejak SMA?

HAMBG_02-04-03.indd 105 12/05/2015 20:37:10


Kelompok 2 Kelompok 2
Perhatikan 4 kalimat Pertanyaan untuk diskusi:
di bawah ini:
1. Perempuan cuma ngaku-ngaku 1. Apakah kalimat-kalimat di
saja diperkosa, kalau dia tidak samping menurut Anda punya
mau tidak ada perkosaan. kesamaan, kalau punya, apa
2. Siswi yang hamil harus dipecat kesamaannya?
dari sekolah, siswa yang meng- 2. Siapa biasanya yang menge-
hamili biar saja melanjutkan mukakan kalimat itu?
sekolah. 3. Apa saja yang melatarbela-
kangi lahirnya kalimat-kalimat
3. Perempuan yang tidak mau
tersebut?
menikah akan mengganggu
4. Apa saja yang bisa dipelajari
tatanan masyarakat.
dari kalimat-kalimat itu?
4. Janda itu lebih berbahaya dari 5. Apakah kalimat kalimat itu
buaya, harus diawasi dengan mempunyai dampak?
ketat. 6. Apakah masalah ini penting
dipelajari sejak SMA?

Kelompok 3 Kelompok 3
Perhatikan 4 kalimat Pertanyaan untuk diskusi:
di bawah ini:
1. Upah buruh perempuan se- 1. Apakah kalimat-kalimat di
layaknya lebih rendah kan dia samping menurut Anda punya
bukan kepala keluarga. kesamaan, kalau punya, apa
2. Upah buruh perempuan lebih kesamaannya?
rendah karena tenaganya tidak 2. Siapa biasanya yang menge-
sekuat laki-laki. mukakan kalimat itu?
3. Apa saja yang melatarbela-
3. Upah buruh perempuan lebih
kangi lahirnya kalimat-kalimat
kecil karena mereka tidak ra-
tersebut?
sional dan emosional.
4. Apa saja yang bisa dipelajari
4. Upah buruh perempuan lebih dari kalimat-kalimat itu?
kecil karena mereka banyak 5. Apakah kalimat kalimat itu
cuti (mens dan melahirkan). mempunyai dampak?
6. Apakah masalah ini penting
dipelajari sejak SMA?

106 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 106 12/05/2015 20:37:11


Sesi 3
Kelompok 4 Kelompok 4 210 Menit
Perhatikan 4 kalimat Pertanyaan untuk diskusi:
di bawah ini:
1. Perempuan yang tidak dapat
melahirkan anak itu, kurang
1. Apakah kalimat-kalimat di
samping menurut Anda punya 107
sempurna. kesamaan, kalau punya, apa
2. Istri yang menolak permintaan kesamaannya?
layanan seks oleh suaminya 2. Siapa biasanya yang menge-
akan dikutuk. mukakan kalimat itu
3. Apa saja yang melatarbela-
3. Kalau belum punya anak laki
kangi lahirnya kalimat-kalimat
laki, tidak afdol.
tersebut?
4. Negara berhak memutuskan 4. Apa saja yang bisa dipelajari
ukuran optimum penduduk dari kalimat-kalimat itu?
negara dengan cara paksaan. 5. Apakah kalimat kalimat itu
mempunyai dampak?
6. Apakah masalah ini penting
dipelajari sejak SMA?

Kelompok 5 Kelompok 5
Perhatikan 4 kalimat Pertanyaan untuk diskusi:
di bawah ini:
1. Perempuan itu tiang Negara. 1. Apakah kalimat-kalimat di
2. Surga ada di telapak kaki ibu. saming menurut Anda punya
3. Kasih Ibu sepanjang Jalan, kesamaan, kalau punya, apa
kasih anak sepenggalahan. kesamaannya?
2. Siapa biasanya yang menge-
4. “Konci Wingking”: di dapur, di mukakan kalimat itu
sumur, dan di kasur. 3. Apa saja yang melatarbela-
kangi lahirnya kalimat-kalimat
tersebut?
4. Apa saja yang bisa dipelajari
dari kalimat-kalimat itu?
5. Apakah kalimat kalimat itu
mempunyai dampak?
6. Apakah masalah ini penting
dipelajari sejak SMA?

HAMBG_02-04-03.indd 107 12/05/2015 20:37:11


Lembar Panduan Membuat Pohon Analisa Patriarki
1. Pastikan bahwa setiap kelompok memiliki perangkat yang dibutuhkan, se-
belum acara dimulai. Pastikan semua peserta aktif dan membaca naskah
(kasus) yang sama, beri waktu membaca selama 5-10 menit.
2. Buatlah gambar kerangka pohon, lihat contoh).
3. Setelah selesai membaca, peserta bekerjasama dalam kelompok, masing-
masing menyumbangkan catatan apa saja yang dianggap:
• masalah ditulis pada kertas hijau dan diletakkan/dilem pada bagian
daun pohon
• dampak/hasil dari masalah tersebut ditulis pada kertas merah, diletak-
kan di antara daun-daun (sebagai buah atau bunga)
• faktor pendukung terjadinya masalah ditulis pada kertas kuning, letak-
kan di bagian batang
• akar masalah ditulis pada kertas coklat muda.
4. Sesama peserta boleh berdebat jika tidak sepakat dan mencari titik temu
atau memahami perbedaan interpretasi masing-masing. Jangan hindari
perdebatan. Catat intisari perdebatan untuk bahan diskusi lanjutan baik
dalam presentasi pleno, dalam diskusi antar kelompok, dan dalam diskusi
dengan narasumber

Contoh Kerangka Pohon

1. Apa yang anda simpulkan dari


pohon patriarki yang anda
buat?
2. Pembelajaran apa yang didapat?
• Untuk kehidupan pribadi
• Untuk kegiatan belajar
mengajar

108 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 108 12/05/2015 20:37:12


Sesi 3
LEMBAR KASUS 210 Menit

Lembar Kasus 1 109


Gadis Hamil Karena Diperkosa dan
Dikeluarkan dari Sekolah
Namanya Ayu. Umur 15 tahun. Siswi kelas VIII di sebuah SMP
di Surabaya. Karena kondisi ekonomi keluarga, Ayu harus bek-
erja sambil sekolah. Ia bekerja sebagai tukang parkir di sebuah
restoran cepat saji di Kota Surabaya. Dari hasil bekerja dia bisa foto: huf ingtonpost.com
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya sekolah.
Selama menjadi tukang parkir itu, dia mengenal Joni lelaki
berumur 57 yang berprofesi sebagai tukang becak. Suatu
hari Joni menawarkan pekerjaan yang lebih baik dengan
penghasilan Rp. 100 ribu per hari. Tanpa bertanya jenis
pekerjaan apa, Ayu tertarik dan menerima tawaran Joni. Na-
mun ternyata Joni hanya mau memperdaya gadis remaja itu.
Ayu diajak ketemuan di suatu tempat untuk membicarakan
tindak lanjut tawarannya. Di sebuah ruko kosong Ayu diajak
masuk dikunci dari dalam. Di sanalah Joni memperkosa Ayu.
Joni mengancam Ayu untuk tidak menceritakan perbuatan-
nya kepada siapa pun dan memberinya uang 50 ribu.
Setelah peristiwa itu, ternyata Joni masih terus menganggu dan
mendatangi ke tempat Ayu bekerja dan mengajaknya untuk
melakukannya lagi. Ayu tidak bisa menolak karena Joni men-
gancam akan menceritakan pada orang tuanya dan teman-te-
mannya. Karena perkosaan itu, Ayu akhirnya hamil. Ibarat su-
dah jatuh masih tertimpa tanggal, Ayu dikeluarkan dari sekolah
karena ketahuan hamil. Pihak sekolah menganggap Ayu bisa
mencermarkan nama baik sekolah dengan kehamilannya itu.
Padahal Ayu sebenarnya masih sangat ingin sekolah.
Tidak hanya itu, ayahnya jatuh sakit dan meninggal karena
mengatahui putrinya hamil. Mendapat penderitaan bertu-
bi-tubi, Ayu stress dan melahirkan prematur saat usia ke-
hamilannya 7 bulan. Ayu menolak ketika mau dinikahi Joni
dan akan merawat anak itu sendiri. Dia masih merasa geram
kalau melihat Joni. Meski sudah punya anak, Ayu sebenarnya
masih ingin sekolah. Joni akhirnya dilaporkan ke polisi dan
diadili. Oleh jaksa penuntut Joni dijerat dengan pasal 82 Un-
dang-Undang RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.

HAMBG_02-04-03.indd 109 12/05/2015 20:37:12


Lembar Kasus 2
Hamil Diperkosa Kakak Kelas,
Naϐi hampIr Dikeluarkan dari Sekolah

N i, 16 tahun
Na ganya ditetapkan sebagai tersangka dan
aadalah siswi langsung ditahan.
kelas XI sebuah
Mengetahui kehamilan Na i, pihak se-
SMK di Jakarta
SM
kolah meminta korban untuk pindah
Timur. Ia meng-
Tim
dengan alasan pemerkosaan dan ke-
alami kekerasan
k sek-
hamilan itu merupakan aib yang akan
sual (perkosaan) yang dilakukan oleh 3
menghancurkan nama baik sekolah. Ka-
orang teman sekolah, satu di antaranya
sus ini mencuat di media massa. Korban
adalah pacarnya sendiri. Akibat perbua-
kemudian didampingi oleh Tim Kuasa
tan itu Na i hamil dan hampir dikeluar-
dan Penasihat Hukum meminta pihak
kan dari sekolah.
sekolah untuk memberi Na i dispensasi
Perkosaan terjadi pada 28 September tetap bisa sekolah. Pihak sekolah men-
2012, Tomi, pacar Na i, mengajak makan gatakan bila siswi hamil dibiarkan tetap
di sebuah warung makan di daerah Cipi- sekolah akan menjadi contoh tidak baik
nang Jatinegara. Setelah makan Tomi bagi siswi lainnya dan semua minta dis-
mengajak Na i ke tempat kos Angka dan pensasi. Pihak sekolah mengeluhkan
Pedro (teman Tomi) yang tak jauh dari pihak keluarga korban yang tidak me-
warung makan. Waktu itu Angka dan laporkan kasus Na i ke pihak sekolah
Pedro belum pulang ke rumah. Ketika sampai kasus siswinya mencuat di me-
perkosaan berlangsung Angka dan Pedro dia massa. Bila melapor, pihak sekolah
datang. Awalnya Angka dan Pedro men- akan memproses sesuai hukum. Setelah
gancam akan mengarak Tomi dan Na i. mendapat desakan, akhirnya pihak seko-
Tomi mencoba menyuap dengan uang lah memberikan kebebasan atau meng-
Rp 200 ribu. Pedro dan Angka menolak izinkan Na i untuk tetap sekolah meski
uang tutup mulut itu tetapi ikut mem- sudah hamil atau mau cuti sekolah sam-
perkosa Na i secara bergantian. Sebe- pai melahirkan. Semua tergantung pada
lumnya Tomi pernah memperkosa Na i Na i. Namun, kondisi Na i terlanjur de-
di toilet sekolahnya. presi berat saat kehamilannya sudah 2
bulan. Sejak kasusnya ramai diberitakan
Setelah perkosaan itu, sikap Na i berubah.
di media, Na i tidak lagi ke sekolah. Na i
Ibunya curiga. Setelah didesak Na i akh-
malu kepada teman-temannya. Menu-
irnya mengaku apa yang dialami. Akh-
rut Kepala Sekolah, pihak sekolah akan
inya Ibu korban melaporkan perbuatan
membantu membuat surat pindah ke
Tomi, Pedro dan Angka ke Unit Pelayanan
sekolah lain. Hal ini dilakukan untuk me-
Perempuan dan Anak (PPA) Polrestro
lindungi Na i.
Jakarta Timur. Ketiga pelaku diamankan
petugas pada 10 Desember 2012. Keti-

110 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 110 12/05/2015 20:37:13


Sesi 3
Lembar Kasus 3
210 Menit

111

Nirmala Bonet foto: freemalaysiatoday.com

Nirmala Bonet1
Pada pertengahan Mei 2004, media masa di Malaysia dan
Indonesia mewartakan kasus penganiayaan yang sangat keji
terhadap Nirmala Bonet (19 tahun) seorang pekerja rumah
tangga asal Kupang NTT Indonesia oleh majikan perempuan-
nya yang bernama Ny. Yim Pek Ha (36)2, di sebuah kondo-
minium di Jalan Tun Ismail 33B-25-6, Villa Putera,Kuala Lum-
pur. Pengadilan mengajukan empat tuntutan kepada majikan
Nirmala Bonet: (1) penganiayaan pada Januari 2004 dengan
menggunakan setrika panas, (2) penganiayaan pada Maret
2004 dengan menyiram air panas ke tubuh Nirmala yang
menyebabkannya cedera berat, (3) penganiayaan pada April
2004 dengan menggunakan setrika panas. Yang terakhir ada-
lah penganiayaan dengan menggunakan cawan besi pada 17
Mei 2004.

1 disarikan dari beberapa sumber


2 Salah satu koran berpengaruh di Malaysia, Utusan Malaysia dalam edisi
internetnya, Rabu 19 Mei 2004 menurunkan berita Nirmala Bonet dengan
judul “Penderaan Paling Kejam”. Informasi lain tentang kasus ini dapat
diikuti dalam beberapa situs, antara lain:http://www.tempo.co/read/
news/2004/05/22/05542846/Penganiaya-Nirmala-Dituntut-80-Tahun-
Penjara ; http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/22/nas01.htm,
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=5&dn=20081202111846,
Harian The Star 29 November 2008; atau www.utusan.com.my. ; Sumber:
http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0405/21/int2.htm

HAMBG_02-04-03.indd 111 12/05/2015 20:37:13


m
marah atas peristiwa ini,
ssemua menuntut agar kea-
dilan ditegakkan. Jaksa
d
Agung Malaysia Abdul Gani
A
Patail mengatakan, warga
P
Malaysia yang menganiaya
M
Nirmala terancam hukuman
N
penjara maksimal 80 tahun
p
jjika terbukti bersalah. Men-
tteri Dalam Negeri Malaysia
Datuk Azmi Khalid menya-
D
ttakan, pihaknya akan mem-
blacklist keluarga yang di-
b
foto: The Star/Asiaone.com ttuduh menyiksa Nirmala
Kasus kekerasan ini diketahui publiK untuk tidak bisa mendap-
setelah Nirmala melarikan diri dari ru- atkan pembantu rumah tangga lagi di
mah majikannya pada 17 Mei 2004; masa mendatang. Departemen Luar
penjaga keamanan kondominium tem- Negeri (Deplu) Indonesia mengirimkan
pat majikan Nirmala tinggal melapor- nota diplomatik kepada Dubes Malaysia
kan kondisi Nirmala yang penuh luka di Jakarta. Deplu memprihatinkan pen-
dan berdarah ke polisi setempat. Polisi ganiyaan terhadap Nirmala Bonet, dan
langsung membawa Nirmala ke Kuala meminta Malaysia menghukum pelaku-
Lumpur Hospital, lalu membawanya nya. KBRI telah mengimbau Kepolisian
ke Kedutaan Besar Indonesia. Rupanya Dang Wangi, Kuala Lumpur, agar pelaku
Nirmala telah mengalami kekejian yang selain dikenai tuntutan pidana, juga un-
luar biasa, sekujur tubuhnya penuh tuk membayar ganti rugi atas kerugian,
luka parah, punggung dan dadanya luka baik secara moril maupun materiil,
mengangga, kulitnya terkelupas, kak- karena korban mendapat cacat seumur
inya bengkak, tulang hidung dan pipinya hidup.”MAMA, tolong bantu saya den-
retak, wajahnya lebam-lebam, puting gan doa.” Itulah sepenggal kalimat yang
payudara gadis ini putus dan bernanah muncul dari mulut Nirmala Bonat ketika
akibat luka parah yang ditanggungnya berbicara dengan ibu kandungnya, Ny.
berbulan-bulan. Media massa menyebut Martha Toni melalui telepon, Minggu
majikan Nirmala Bonat sebagai monster (23/5) malam.
yang tak kenal prikemanusiaan Pada
Siapakah Nirmala,
hari Selasa (18/5) polisi mengirimkan
timnya untuk menangkap Ny Yim Pek
berasal dari manakah dia?
Ha, majikan perempuan Nirmala. Nirmala lahir pada tahun 1985 sebagai
Warga Malaysia—termasuk Perdana
Menteri (PM) Malaysia Abdullah Ahmad Jumat (21/5/2004) menyatakan, hingga kini
Badawi, juga warga Indonesia dan dari pihaknya menerima 800 e-mail dari Swedia,
Ingris, AS dan Australia, serta dari dalam negeri
beberapa negeri lainnya seperti Swedia, sendiri. Pengirim e-mail mengomentari berita
Ingris, AS dan Australia3, terkejut dan penyiksaan kejam yang diderita Nirmala yang
ditayangkan The Star Online pada Rabu malam
3 Harian The Star, koran terbitan Malaysia pada lalu (19/5/2004).

112 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 112 12/05/2015 20:37:13


anak di luar nikah. Ayahnya masih kerabat dekat dengan ibu-
Sesi 3
nya, karena hubungan darah yang masih dekat itulah mereka 210 Menit
terganjal untuk membangun rumah tangga. Aturan adat se-
tempat melarang pernikahan mereka. Nirmala dibesarkan
oleh ibunya (Ny. Martha) seorang sendiri di Tuapakas sebuah
desa terpencil, sekitar 165 kilometer ke arah timur dari Kota
Kupang. Untuk mencapai desa itu harus menyusuri hutan po-
113
hon gewang dan pohon bambu yang gelap gulita dan sunyi
senyap.
Himpitan ekonomi kemudian mendorong Ny. Martha kawin
dengan Leo Thomas, seorang pemuda di desa itu, tetapi Leo
kemudian pergi tanpa pesan setelah Ny Martha hamil. Adik
Nirmala itu kemudian lahir pada tahun 1992 dan diberi nama
Vita Leo, saat peristiwa naas terjadi pada Nirmala, ia berusia
12 tahun dan duduk di bangku kelas VI SD. Kesulitan bia-
ya. Nirmala sendiri berhasil sekolah hingga lulus SMP. Se-
bagian besar penduduk di Desa Tuapakas hanya berpendidik-
an Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Kehidupan ekonomi penduduk di Desa Tuapakas masih bera-
da di bawah garis kemiskinan. Ny. Martha mengandalkan hasil
kebunnya untuk makanan keluarga sehari-hari. Nirmala ingin
membantu ibunya mencari na kah. Nirmala Bonet datang ke
Kuala Lumpur melalui jalur resmi sejak September 2003, PT
yang memberangkatkan Nirmala memberlakukan peraturan
bahwa gaji lima bulan pertama para pekerja akan dipotong
untuk mengganti biaya pemberangkatan mereka termasuk di
dalamnya: biaya pelatihan selama 2 minggu, medical test (tes
kesehatan), pembuatan paspor, visa, rekening untuk pemba-
yaran gaji, transpor, dan akomodasi.
Nirmala bekerja sebagai PRT (pekerja rumah tangga) pada
pasangan suami istri yang mempunyai empat anak, tinggal di
sebuah kondominium. Menurut pengakuan Nirmala, dia mu-
lai disiksa pada bulan ketiga dia bekerja sebagai PRT. Selain
menyiksa, majikan perempuan itu juga telah memaksa Nir-
mala menandatangani sepucuk surat yang mengatakan Nir-
mala mencederai dirinya sendiri. Suami majikan wanita itu,
yang bekerja pada sebuah perusahaan, tidak berbuat apa-apa
walaupun mengetahui tindakan kejam isterinya.
Permohonan Maaf
Pemerintah Malaysia menyampaikan permohonan maaf ke-
pada Nirmala. “Kami meminta maaf dan menyampaikan sim-
pati kami kepada Nirmala dan keluarganya,” kata Deputi Ke-
menterian Keamanan Dalam Negeri Noh Omar.

HAMBG_02-04-03.indd 113 12/05/2015 20:37:14


PATRIARKI1

P atriarki adalah istilah yang


sering digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Dalam
percakapan santai, baik dalam
bahasa Inggris atau bahasa
lainnya istilah patriarki me-
nyiratkan
Kekuasaan/pemerintahan/
peraturan laki-laki sebagai
kepala unit sosial (seperti ke-
luarga, suku).
peraturan mutlak ayah atau
anggota laki-laki tertua terha-
dap keluarganya (peraturan Ilustrasi: thehuf ington.com
ayah atas semua perempuan
dalam keluarga dan juga atas laki-laki yang lebih muda yang secara sosial dan eko-
nomi berada di bawahnya)
dominasi laki-laki,
prasangka laki-laki (terhadap perempuan)’
Seorang patriarkh biasanya adalah seorang penatua masyarakat yang memiliki ke-
kuasaan yang sah atas orang lain di sebuah kesatuan sosial. Namun, sejak awal abad
kedua puluh, penulis feminis telah menggunakan istilah patriarki sebagai sebuah
konsep untuk merujuk pada sosial sistem dominasi maskulin atas perempuan.
Dalam Kamus Antropologi Charlotte Seymour-Smith dikatakan bahwa patriarki, da-
lam arti aslinya dan terbatas, mengacu pada tipe “Hak Ayah”. Hak Ayah dapat dilihat
sebagai otoritas absolut dari laki-laki dalam dunia domestik, dalam kasus yang ek-
strim meluas ke arah menentukan hidup dan mati perempuan dan anak-anak dalam
unit domestik. Antropolog-antropolog Anglo-Eropa yang menulis di abad XIX telah
menggunakan istilah patriarki secara luas. Dalam tulisan-tulisan mereka, “patriarki”,
biasanya merujuk pada sebuah sistem sosial di mana laki-laki merupakan kepala
keluarga, garis keturunan melalui ayah. Iman adalah laki-laki tidak kawin; semua
hukum dan norma-norma ditentukan oleh para tetua laki-laki di masyarakat. Ketika
digunakan dalam pengertian ini, istilah “patriarki” sering dikontraskan dengan Isti-
lah “matriarki”, yang merujuk pada sistem sosial di mana perempuan menjalankan

1 Disarikan dari beberapa tulisan, antara lain: Kamla Bahin dan Mahmuda Islam: “Masculinity, Patri-
archy, Gender, and Women Oppression, Depatement of Women and Gender Studies University of Dhaka,”
working paper Series £, February 2008, disusun oleh Tati Krisnawaty untuk bahan pendidikan HAMBG.

114 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 114 12/05/2015 20:37:14


otoritas politik atas laki-laki, atau memiliki kekuatan yang
Sesi 3
menentukan dan memberlakukan ukuran untuk mengontrol 210 Menit
hubungan-hubungan sosial dan kehidupan sehari-hari. Dalam
evolusi masyarakat, matriarkal biasanya dipertimbangkan se-
bagai tahap masyarakat awal dan lebih primitif dan patriarki
sebagai tahap masyarakat berikutnya dan lebih maju. 115
Dalam wacana kontemporer tentang gender, patriarki adalah
konsep sentral yang digulati penulis-penulis feminis untuk
menjelaskan posisi laki-laki dan perempuan yang berbeda
di masyarakat. Tulisan-tulisan ini melihat patriarki sebagai
subordinasi perempuan. Sistem patriarki menyediakan de i-
nisi-de inisi dan norma-normanya sendiri bagi perempuan.
Norma-norma sosial ini membatasi peran sosial perempuan
sebagai ibu dan istri. Sistem patriarki juga melimpahkan
hadiah-hadiah kepada semua perempuan yang belajar secara
pasif peran-peran yang dide inisikan untuk mereka.
Kemudian, istilah patriarki tidak hanya digunakan seba-
gai sebuah deskripsi yang menjelaskan betapa berbedanya
masyarakat mengkonstruksikan otoritas laki-laki dan kekua-
saan, tetapi juga digunakan sebagai sebuah kategori anali-
tis. Perubahan penggunaan istilah patriarki dari deskriptif ke
kategori analitis ini berlangsung pada tahun 1970-an, dalam
konteks sejarah global yang spesi ik dari budaya politik dan
intelektual para feminis. Perdebatan di perjalanan waktu itu
membawa pengembangan disiplin studi perempuan atau stu-
di gender. Di universitas-universitas, perempuan menuntut
agar pengalaman-pengalaman dan sudut pandang mereka
dianggap serius, bahwa patriarki muncul sebagai cara meng-
gambarkan dan menjelaskan dunia. Sejak saat itu, patriarki
telah digunakan secara kritis untuk menjelaskan komponen
utama dari otoritas dan kekuasaan dalam setiap sistem sosial.
Sistem patriarki secara otomatis mengistimewakan laki-laki
sedemikian rupa sehingga perempuan hanya memiliki klaim
sedikit atau tidak memiliki klaim atas properti, seksual, dan
sumber inteketual yang ada di masyarakat. Dengan kata lain,
dalam masyarakat patriarkal perempuan harus berjuang un-
tuk terdidik, untuk memiliki properti atau untuk membuat
pilihan atas perkawinan dan aspek kehidupan lainnya. Bagi
laki-laki, sumber-sumber daya ini adalah hak dan mereka da-
pat membuat pilihan atas apa yang mempengaruhi kehidupan
mereka.

HAMBG_02-04-03.indd 115 12/05/2015 20:37:14


Mari kita ambil beberapa contoh untuk menjelaskan bagaimana patriarki ada be-
gitu jelas dalam kehidupan sehari-hari.
o Ketika seorang laki-laki bersuara dengan “riuh seperti serangga”, tanpa memberi
kesempatan orang lain terutama perempuan untuk mengucapkan sepatah kata
pun, tindakannya cenderung digambarkan sebagai “agresif patriarkal”. Semen-
tara jika perempuan mengeluhkan pelecehan seksual di tempat kerjanya, dan
semua laki-laki di kantornya menyangkal peristiwa itu pernah terjadi, alasan la-
ki-laki digambarkan sebagai “tipikal patriarkhal”. Pidato publik yang mena ikan
subordinasi perempuan, dijelaskan dengan istilah “patriarki”. Dengan kata lain
“patriarki” adalah istilah yang menggambarkan perbedaan cara di mana
masyarakat mendiskriminasikan perempuan.
o Keibuan dan keistrian dimuliakan dalam sistem patriarki. Peran-peran ini
diberikan sanksi sosial dan pada saat yang sama juga dipuji-puji dalam cerita
rakyat setempat, dalam literatur, dan agama sehingga perempuan secara aktif
melibatkan diri memainkan peran sosial mereka dan dengan demikian mereka
memberikan kontribusinya sendiri dan mengabadikan pada tatanan sosial pa-
triarki. Patriarki memiliki aspek produktif dan hukuman. Perempuan yang ingin
tetap single dan menolak pernikahan diperlakukan dengan jijik oleh masyarakat.
Demikian pula perempuan yang tidak subur atau orang-orang yang tidak mela-
hirkan anak—erutama anak laki-laki—diejek dan dihina, oleh keluarga mereka
dianggap sebagai orang yang tidak eksis. Posisi janda, terutama janda kasta atas
di dalam sistem patriarki lebih menyedihkan. Janda itu dilarang menikah lagi,
Janda itu dikurung di dalam rumah dan pekerjaan rumah tangga, dikecualikan
dari kegiatan sosial dan keagamaan.
Para perempuan yang tidak masuk ke dalam pola masyarakat ini, yaitu perem-
puan yang menolak untuk menjadi tak terlihat, dan tidak memenuhi identitas
kewarganegaraan mereka dengan kesuburan dan status domestik, diejek, dan
dikritik sebagai keras kepala dan bahkan dianggap sebagai tidak wajar untuk bi-
ologi dasar mereka. Di beberapa negara perempuan yang tidak menikah, atau
tidak subur, atau yang menjadi janda di usia muda dibentuk ulang dengan be-
berapa cara. Misalnya di India, janda kasta atas diperlukan untuk menjadi kepala
budak mereka, tidak boleh pakai perhisan, atau pakaian berwarna karena me-
reka dipandang dengan curiga. Mereka dianggap sebagai perempuan yang me-
nyimpang dari norma-norma konvensional reproduksi dan harus diturunkan ke
status dan posisi rendah.
o Perempuan yang kehadirannya dianggap sebagai ancaman terhadap masyarakat
yang lebih besar karena mereka dianggap tidak sesuai dengan norma-norma
prilaku feminin dituduh melakukan sihir dan ilmu sihir. Mereka diidenti ikasi se-
bagai penyihir. Perburuan penyihir oleh laki-laki itu diungkapkan melalui keke-
rasan terhadap perempuan ini yang dihukum berat, dihina di depan publik dan
bahkan sampai dibunuh.
o Patriarki lebih dari sekedar mensubordinasikan perempuan, tetapi juga men-
subordinasikan laki-laki muda di dalam keluarga dan laki-laki yang kurang

116 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 116 12/05/2015 20:37:15


memiliki otoritas. Mereka harus tunduk kepada laki-laki
Sesi 3
yang lebih tua sampai giliran mereka untuk menjalankan 210 Menit
kekuasaan datang. Laki-laki kelas bawah dan laki-laki
miskin, dan dalam konteks India disebut “laki-laki dalit”
memiliki otoritas yang lebih rendah atau tidak memiliki
otioritas dibandingkan laki-laki dari kasta di atasnya. Laki-
laki ini ditindas oleh laki-laki yang berkuasa di atasnya,
117
dalam kondisi ini laki-laki tertindas masih lebih baik dari
perempuan karena mereka mengorbankan perempuan
untuk keberadaannya.
Contoh yang lain adalah tentang hirjas (enuchs, banci) di
India. Mereka aktif meninggalkan dan menolak masku-
linitas mereka. Mereka sering menjadi objek ejekan dan
cemoohan. Selain itu, kebanyakan dari mereka berasal dari
kasta bawah. Pembahasan di atas jelas memperlihatkan
cara patriarki membedakan antara laki-laki dan perem-
puan. Dan melalui perlakuan berbeda tersebut perempuan
ditolak aksesnya ke sumber daya masyarakat dan untuk
posisi kekuasaan dan wewenang baik di keluarga dan di
masyarakat.
Kekuasaan imperial memperkenalkan perubahan menda-
sar dalam sistem hukum dan ekonomi India pada pola
sistem Inggris di rumah, tapi membiarkan semua sistem
tradisional yang menjamin dominasi laki-laki atas perem-
puan dalam koloni India.

Penjelasan Teoretis tentang


Asal-Usul Patriarki
Meskipun penindasan perempuan berlangsung umum di se-
mua negara di dunia, kita dengan mudah melihat adanya
dominasi laki-laki terhadap perempuan sebagai fenomena
universal, tetapi penjelasan tentang asal usul patriarki tidak
tunggal:
a) Kate Millett (1970) berpendapat bahwa kekuasaan poli-
tik laki-laki terhadap perempuan merupakan dasar pen-
dorong patriarki.
b) Menurut Engels dan Marx, kemilikan pribadi adalah pe-
nyebab munculnya sistem kelas di mana orang menjadi pe-
milik alat-alat produksi dan juga jasa perempuan. Jadi asal
muasal kelas dan patriarki ditentukan oleh cara produk-
si; patriarki tidak dapat eksis secara independen dari kelas
dan dapat direduksi ke kelas. Engels berpandangan bahwa

HAMBG_02-04-03.indd 117 12/05/2015 20:37:15


supremasi laki-laki pertama kali didirikan secara efektif dalam keluarga. Kelu-
arga diidenti ikasi sebagai situs penting dari subordinasi perempuan.
Analisa Barat mengangkat masalah patriarki dalam konteks dominasi maskulin
terutama dalam domain keluarga, sering diperluas ke luar keluarga. Menurut
mereka, struktur keluarga telah berubah dan terus-menerus dalam gejolak pe-
rubahan. Dengan demikian pengertian patriarki berdasarkan kekuasan ayah
atau laki-laki kepala keluarga sendiri telah mengalami dinamika. Patriarki mung-
kin telah mengalah namun belum kehilangan cengkeramannya di Barat seba-
gaimana yang dibuktikan dengan meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga
dan eksploitasi perempuan di media dan dunia mode di masyarakat Barat. Domi-
nasi laki-laki, kehidupan. Dominasi maskulin—patriarki—harus dilihat “dari
perspektif monopoli laki-laki atas wacana sosial masyarakat, keputusan
politik dan ekonomi dan sebagainya”. (Seymour-Smith: 1986: 217).
c) Shulamits Firestone (1970) menyatakan bahwa dasar patriarki adalah perbeda-
an biologis antara laki-laki dan perempuan dan asumsi biologistik dari benturan
kepentingan antara laki-laki dan perempuan yang tak terelakkan. Risiko-risiko
biologis berhubungan dengan reproduksi, seperti kehamilan, menstruasi, mela-
hirkan, menyusui, membuat perempuan rentan dan membuat mereka ber-
gantung pada laki-laki. patriarki telah ada sebelum hak milik pribadi dan kelas;
dan pembagian kerja secara seksual adalah penyebab laki-laki menetapkank-
an otoritasnya atas perempuan. Ketakmampuan perempuan untuk bekerja kar-
ena fungsi melahirkan dan membesarkan anak dimanipulasi oleh laki-laki un-
tuk melucuti kemampuan mereka dalam berkontribusi pada kehidupan politik,
sosial dan ekonomi. Dengan demikian biologi melahirkan anak diterjemahkan
ke dalam organisasi sosial dominasi laki-laki yang berada di perjalanan waktu,
dikuduskan sebagai alami dan tak terelakkan.

Apa yang Dikendalikan dalam Sistem Patriarki?


Ada lima wilayah kehidupan yang dikendalikan oleh sistem patriarki yaitu: (1) te-
naga produktif perempuan; (2) reproduksi perempuan, (3) seksualitas perempuan;
(4) mobilitas perempuan, dan (5) properti atau sumberdaya. Berikut adalah pen-
jelasannya:
1) Tenaga kerja (tenaga produktif) perempuan
Laki-laki mengendalikan produktivitas perempuan baik di dalam rumah tangga dan
di luar yaitu dalam pekerjaan yang dibayar. Dalam rumah tangga perempuan lah
yang menyediakan semua jenis layanan untuk suami mereka, anak-anak dan anggota
keluarga lainnya sepanjang hidup mereka. Penulis feminis Sylvia Walby menyebut
ini sebagai patriarchal mode of production dimana produkti itas perempuan diam-
bil alih oleh suami dan orang-orang lain yang tinggal di sana. Dia menyebut para istri
sebagai “kelas yang memproduksi” dan suami adalah “kelas yang mengambil alih.“
Pekerjaan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga tidak dianggap sebagai pekerjaan
sama sekali dan ibu rumah tangga menjadi tergantung pada suami mereka. Laki-laki
juga mengontrol tenaga kerja perempuan di luar rumah. Mereka membuat perem-

118 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 118 12/05/2015 20:37:15


puan menjual tenaga kerjanya atau mencegah perempuan
Sesi 3
bekerja. Mereka layak menentukan penghasilan perempuan 210 Menit
dan sering perempuan dijauhkan dari pekerjaan yang dibayar
lebih baik. Perempuan biasanya bekerja pada pekerjaan den-
gan upah rendah, atau bekerja di dalam rumah yang disebut
sebagai “home based production”. Sistem “home based produc-
tion” itu sendiri merupakan sistem eksploitatif. Pengendalian
119
dan eksploitasi tenaga kerja perempuan ini berarti bahwa
laki-laki mendapatkan keuntungan material dari patriarki.
Mereka mendapatkan keuntungan ekonomis dari subordinasi
perempuan. Ini adalah basis materi atau ekonomi dari patri-
arki.
2) Reproduksi perempuan
Laki-laki juga mengontrol daya reproduksi perempuan. Di
banyak masyarakat, perempuan tidak memiliki kendali atas
kapasitas reproduksi mereka. Mereka tidak bisa memutus-
kan berapa banyak anak yang mereka inginkan, apakah akan
menggunakan kontrasepsi, atau keputusan untuk mengakhiri
kehamilan.Sebagai tambahan, laki-laki mengendalikan lemba-
ga-lembaga sosial seperti agama dan politik yang didominasi
laki-laki. Pengendalian dilembagakan dengan meletakkan
aturan mengenai kapasitas reproduksi perempuan. Misal-
nya, pada Gereja Katolik hirarki keagamaan laki-laki memu-
tuskan apakah laki-laki dan perempuan dapat menggunakan
kontrasepsi untuk KB. Di zaman modern, negara patriarkal
mencoba untuk mengontrol reproduksi perempuan melalui
program keluarga berencana. Negara memutuskan ukuran
optimum penduduk negara. Di India misalnya program pe-
ngendalian kelahiran membatasi ukuran keluarga dan meng-
hambat perempuan memiliki lebih dari dua anak. Di sisi lain,
di Eropa, di mana tingkat kelahiran rendah, perempuan ter-
pikat berbagai insentif memiliki lebih banyak anak. Perem-
puan mendapat cuti hamil yang panjang dan menerima upah
selama cuti hamil, fasilitas penitipan anak dan peluang peker-
jaan paruh waktu. Patriarki mengidealisasikan keibuan dan
dengan demikian memaksa perempuan untuk menjadi ibu.
Patriarki juga menentukan kondisi keibuan mereka. Ideologi
ibu ini dianggap sebagai salah satu dasar penindasan perem-
puan. Ideologi ibu juga menciptakan tipe karakter feminin
dan maskulin dan melanggengkan patriarki. Ideologi ibu
membatasi mobilitas perempuan dan mereproduksi domi-
nasi laki-laki.

HAMBG_02-04-03.indd 119 12/05/2015 20:37:15


3) Mengendalikan Seksualitas Perempuan
Perempuan wajib memberikan layanan seks kepada suami mereka sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan suami. Peraturan moral dan hukum ada untuk mem-
batasi ekspresi seksualitas perempuan di luar nikah di setiap masyarakat, semen-
tara hubungan seks sana-sini (promiscuity) laki-laki seringkali dimaa kan. Cara lain
melakukan pengendalian seksualitas perempuan adalah saat laki-laki memaksa is-
teri, anak perempuan atau perempuan lain masuk dalam prostitusi dengan kendali
mereka. Perkosaan dan ancaman perkosaan adalah cara lain dari pengendalian sek-
sualitas perempuan dengan gagasan “memalukan” dan “kehormatan”, kehormatan
keluarga. Terakhir, seksualitas perempuan dikendalikan melalui pakaian, perilaku
dan mobilitas mereka yang secara hati-hati dipantau oleh keluarga dan melalui
kode prilaku sosial, budaya dan agama.
4) Mobilitas Perempuan:
Selain mengendalikan seksualitas, produksi dan reproduksi perempuan, laki-laki
juga mengendalikan mobilitas perempuan. Pengenaan purdah membatasi perem-
puan meninggalkan rumah, pembatasan interaksi antara kedua jenis kelamin ada-
lah bagian dari cara masyarakat patriarkal mengendalikan mobilitas dan kebebasan
bergerak perempuan. Pembatasan yang unik tersebut berlaku untuk perempuan,
sedangkan laki-laki tidak tunduk pada pembatasan tersebut.
5) Properti dan Sumber Daya Ekonomi lainnya:
Sebagian besar aset sumber daya produktif lainnya dikendalikan oleh laki-laki dan
diwariskan dari ayah ke anak laki-laki. Bahkan dalam masyarakat di mana perem-
puan memiliki hak hukum untuk mewarisi harta, praktek-praktek adat, sanksi so-
sial dan tekanan emosional menghalangi mereka untuk mendapatkan hak tersebut.
Menurut statistik PBB “Perempuan melakukan lebih dari 60% jam kerja yang ada
di dunia, tetapi mereka mendapatkan 10% dari pendapatan dunia dan memiliki
harta sendiri-sendiri 1% dari harta benda dunia”. Kita telah melihat bagaimana laki-
laki mengontrol berbagai bidang kehidupan perempuan melalui tatanan patriarkal
masyarakat.

Dinamika Manifestasi Patriarki


Patriarki, dalam sejarahnya, bukan kategori yang seragam dan bisa diubah dalam
kehidupan sosial. Makna dan kekuatannya berubah secara spesi ik dalam setiap pe-
riode sejarah. Tetapi Perubahan dan pergeseran ini tidak valid untuk menyatakan
bahwa patriarki tidak penting. Sebaliknya, adalah penting untuk menunjukkan bah-
wa pergeseran patriarki ini tidak mengubah kehadirannya yang melampaui
struktur kekinian, penting di dalam setiap masyarakat dan ketertiban simbolik
(Papic: 1992).
Dominasi laki-laki atas perempuan mengalami perubahan bentuk, misalnya di Barat
ketergantungan perempuan pada suami telah turun. Perempuan dari semua kelas
sosial terlibat dalam kegiatan mencari na kah dan punya akses di lapangan politik
dan ekonomi. Mereka tidak dilarang berpartisipasi di lembaga kebudayaan, memi-

120 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 120 12/05/2015 20:37:16


liki kehidupan politik, akses ke pendidikan tinggi dan profesi.
Sesi 3
Mereka memiliki properti dan memiliki akses ke kredit. Di ru- 210 Menit
mah, kekuatan suami dan ayah telah melunak secara signi i-
kan. Tetapi, walaupun ada perubahan kekuasaan suami dan
ayah, dominasi ekonomi politik laki-laki masih terus berlang-
sung walaupun tidak terlalu kuat lagi. 121
Sylvia Walby (1990) memberi nama patriarki publik meng-
gantikan patriarki privat. Ketergantungan kaum perempuan
pada suami telah berkurang dengan memperoleh hak untuk
bercerai, tetapi ketergantungan mereka pada pemerintah un-
tuk pembayaran kesejahteraan sudah naik. Patriarki privat
telah menyerah kepada patriarki publik. Dalam patriarki
privat, dominasi laki-laki dicapai dengan membatasi perem-
puan untuk tinggal di rumah dan mengecualikan mereka dari
kehidupan publik. Dalam patriarki publik, perempuan mem-
peroleh akses ke kehidupan publlik, tetapi dibuat sebagai
pemain kedua, diizinkan mengambil pekerjaan berupah di
luar rumah, tetapi dipisahkan pada tingkat yang lebih rendah
dan lebih murah dibandingkan pekerjaan laki-laki. Patriarki
privat mengucilkan perempuan dari kehidupan publik. Patri-
arki publik menarik pembatas partisipasi perempuan dalam
kehidupan publik, tetapi menempatkan mereka pada peker-
jaan/profesi rendah dengan kesenjangan pendapatan yang
tinggi. Jadi patriarki publik mensegregasikan perempuan
dari laki-laki. Walby kemudian mende inisikan partriarki se-
bagai “sistem struktur sosial dan praktek di mana laki-la-
ki mendominasi, menindas dan mengeksploitasi perem-
puan”. (1990:20).

HAMBG_02-04-03.indd 121 12/05/2015 20:37:16


Enam Struktur Teori Patriarki, Sylvia Walby

1 Cara produksi patriarkal Perempuan pekerja domestik dimanfaatkan oleh sua-


mi mereka (dan ayah) dalam keluarga atau kelompok.

2 Hubungan patriarki dalam Perempuan memiliki hak untuk bekerja sebagai


pekerjaan yang dibayar buruh upahan di luar rumah, tetapi pekerjaan mereka
dipisahkan ke dalam pekerjaan buruk yang diper-
lakukan sebagai kurang terampil dan membawa upah
yang lebih rendah mengakibatkan penindasan dan
eksploitasi terhadap mereka.
3 Hubungan patriarki di Di bawah hubungan patriarki di negara, negara
negara, mempertahankan bias ras, patriarkal, kapitalistik dan
kolonial dalam kebijakan dan tindakan.
4 Kekerasan laki-laki Perempuan secara rutin mengalami perkosaan, pemu-
kulan istri, pelecehan seksual, bahkan, segala bentuk
kekerasan dari laki-laki di rumah dan luar rumah, di
depan umum.
5 Hubungan patriarki dalam Double standard; perizinan bagi laki-laki; disiplin
seksualitas ketat (pembatasan bagi perempuan)
6 Hubungan patriarki di Serangkaian lembaga: seperti agama, sistem pendi-
lembaga-lembaga budaya dikan, media, iklan dan pornogra i, diciptakan untuk
menindas perempuan.

122 Sesi 3: Membongkar Patriarki

HAMBG_02-04-03.indd 122 12/05/2015 20:37:16


Sesi 4
300 Menit

123

Sesi 4
CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 123 12/05/2015 20:38:41


124 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 124 12/05/2015 20:38:51


Sesi 4
Sesi 4 300 Menit
CEDAW 125
Pengantar

C EDAW merupakan perjanjian internasional penting yang menegaskan prinsip-


prinsip hak asasi manusia dan kesetaraan bagi perempuan di seluruh dunia. CE-
DAW menetapkan secara universal prinsip-prinsip persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan. Konvensi menetapkan persamaan hak untuk perempuan, terlepas
dari status perkawinan mereka, di semua bidang—politik, ekonomi, sosial, budaya
dan sipil. Konvensi mendorong diberlakukannya perundang-undangan nasional
yang melarang diskriminasi dan mengadopsi tindakan-tindakan khusus-sementara
untuk mempercepat kesetaraan de facto antara laki-laki dan perempuan, termasuk
mengubah praktek-praktek kebiasaan dan budaya yang didasarkan pada inferiori-
tas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau peran stereotipe untuk perem-
puan dan laki-laki.
CEDAW diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1979. Pada tahun
1980 sudah ada 10 negara yang merati ikasi, lima yang pertama adalah Kuba, Swe-
dia, Guyana, Polandia, dan Portugal. Pada tanggal 3 Desember 1981 konvensi ini
sudah mulai diberlakukan karena telah ditandatangani lebih dari 21 negara. Pada
tanggal 6 Agustus 2013, 187 dari 194 negara anggota PBB (lebih dari sembilan pu-
luh persen), merupakan negara peserta konvensi. Semua negara ASEAN merati ikasi
konvensi tersebut. Tujuh negara yang belum merati ikasi adalah: Amerika Serikat,
Iran, Somalia, Sudan, South Sudan, Palau dan Tonga (dua negara di kepulauan Pasi-
ik). Indonesia telah merati ikasi konvensi ini pada tahun 1984, baik karena content-
nya, juga karena telah dirati ikasi luas oleh banyak negara. Konvensi ini kiranya per-
lu dipahami secara mendalam oleh para pendidik tingkat SMA. Pada sesi terdahulu,
kita menerima informasi bahwa praktek dan nilai-nilai yang mendiskriminasikan
perempuan bertebaran di mana-mana, mungkin bisa dikatakan universal, dengan
bentuk dan intensitas yang beragam dan dinamis. Dari perspektif HAM, persoalan
ini bisa disebut sebagai pelanggaran HAM berbasis gender atau pelanggaran HAM
yang dialami oleh seseorang karena berjenis kelamin tertentu—dalam konteks ini
karena berjenis kelamin perempuan.
Untuk memahami CEDAW lebih menyeluruh sesi ini akan diawali dengan kegiatan
menelusuri jejak pemikir-pemikir terdahulu yang memperjuangkan kesamaan hak
laki-laki dan perempuan, khususnya dalam bidang pendidikan secara kreatif, kemu-
dian dilengkapi dengan kegiatan dialog dan diskusi bersama narasumber.

HAMBG_02-04-04.indd 125 12/05/2015 20:38:51


Tujuan
Peserta mengetahui dan memahami perjalanan
pemikiran dan upaya-upaya konkret penghapusan
diskriminasi berbasis gender .
Peserta memahami CEDAW.

Indikator/Ukuran Capaian Sesi


Peserta dapat menyampaikan pesan sejarah dengan
cara personal.
Peserta dapat membuat gambaran pesan substansi
CEDAW dengan cara kreatif.

Alur Kegiatan
1 10’ Pengantar Fasilitator
2 140’ Bermain Teater Kecil: “Menelusuri Jejak
Para Perintis”
• 30’: persiapan
• 90’: presentasi (4 kelompok)
• 20’: Catatan re leksi pendahuluan
3 90’ Diskusi kelompok
4 50’ Presentasi kelompok dan penyimpulan se-
mentara oleh fasilitator
5 10’ Diskusi dengan narasumber
300’ Total

Perangkat
Naskah drama Para Perintis
Makalah narasumber

126 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 126 12/05/2015 20:38:52


Langkah-Langkah
Sesi 4
300 Menit
1 10’ Introduksi
Fasilitator menyampaikan bahwa sesi ini merupakan sesi
yang sangat menarik karena merupakan tangga lanjutan dari
127
dua sesi sebelumnya yaitu pelanggaran HAM di sekitar kita
dan patriarki.
“Kita telah melihat bahwa patriarki, diskriminasi, dan keke-
rasan berbasis gender adalah fakta yang hidup di tengah
kita, bagian dari hidup kita, memiliki sejarah panjang, dan
perlu diatasi karena merugikan kemanusiaan kita. Bagaima-
na mengatasinya, dan lebih spesi ik lagi bagaimana menga-
tasinya dalam dunia pendidikan? Dalam sesi yang berdurasi
sekitar 5 jam ke depan ini kita akan memperdalam pengeta-
huan kita tentang sebuah konvensi internasonal yang dike-
nal dengan nama CEDAW (Convention on the Elimination of
All Forms of Discrimination Against Women) atau Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan. CEDAW adalah traktat utama tentang hak asasi
perempuan, sebuah traktat yang mende inisikan hak asasi
perempuan dan membangun standar normatif untuk pe-
menuhan hak-hak tersebut.
Upaya memahami CEDAW akan kita lakukan dengan dengan
cara yang kreatif, kritis, dan konstruktif. Untuk itu akan kita
awali dengan bermain peran kecil. Akan ada 4 pementasan
(drama kecil) kisah pejuang atau perjuangan para perintis
pembela hak-hak perempuan di masa lalu. Pemilihan naskah
drama per kelompok bisa acak, bisa juga disesuaikan dengan
tokoh yang didapat pada acara perkenalan.
Fasilitator membagikan naskah drama pada empat kelompok.
Yang tidak mendapat peran akan diberi tugas sebagai sutra-
dara dan/atau sebagai tim artistik (membuat latar belakang,
kostum, dll), serta tim publikasi, yang akan mengumumkan
pementasan dan membuat orang tertarik untuk melihat pe-
mentasan tersebut. (Naskah drama terlampir; setiap orang
mendapat satu bundel naskah sebagai bahan pelajaran).

HAMBG_02-04-04.indd 127 12/05/2015 20:38:52


2 30’ Persiapan Pementasan
Persiapan dilakukan dalam kelompok. Semua membaca sekilas naskah drama yang
menjadi tugasnya. Kemudian menetapkan siapa yang menjadi tim pemain dan sia-
pa yang akan menjadi tim pendukung.
• Jumlah tim pemain sesuai naskah; antara 5-6 orang, termasuk narator
• Tim pendukung terdiri dari:
• Sutradara: 1 orang
• Publikasi/MC: 1 orang
• Penata artistik: semua (sisa anggota kelompok setelah yang lain mendapat
peran.)
3 15’ Bermain Drama Per Kelompok
Pengantar Pementasan oleh Fasilitator
Upaya untuk menghapuskan diskriminasi seksual bukan baru dilakukan ke-
marin sore.... sudah berabad-abad lamanya. Pada kesempatan ini kita akan
menelusuri apa yang pernah diperjuangkan oleh para perintis terdahulu. Ada
ratusan, bahkan ribuan perintis di seluruh dunia. Kita mengenal nama-nama
yang gemilang: seperti Dewi Sartika di Bandung, Christine de Pizan, dan Si-
mone de Beavoir di Perancis, Mary Wollstonecraft dan Virginia Wolf di Inggris,
Li Jue Chen di China, Alexandra Kollontai di Rusia, Nawal El Saadawi di Mesir...
dan masih banyak lagi. Kita bisa belajar banyak dari jejak pemikiran dan per-
juangan mereka.
Sebentar lagi, di ruang ini... kita akan memetik beberapa pelajaran dari per-
jalanan empat orang tokoh dalam bentuk empat pementasan. Mengapa empat...
semata-mata hanya karena menyesuaikan diri dengan waktu yang tersedia.
Masing-masing pementasan akan berlangsung selama 15 menit. Selamat me-
nyaksikan.
Pentas drama bergantian, diawali oleh masing-masing narator

128 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 128 12/05/2015 20:38:52


Sesi 4
300 Menit

4 Reϐleksi Pendahuluan
129
Setelah semua peserta mempresentasikan dramanya, mereka diminta menyampai-
kan kesan-kesan dan re leksinya. Fasilitator mencatat isu-isu kunci yang dimuncul-
kan untuk bahan diskusi dengan narasumber.

5 Diskusi dengan Narasumber


Peserta duduk dalam kelompoknya kembali. Masing-masing kelompok diberi kum-
pulan kalimat dan daftar pertanyaan. Peserta diminta mendiskusikannya dalam
kelompok. Daftar kalimat dan pertanyaan lihat Lampiran alat-alat pelatihan sesi 3.

6 Reϐleksi Lanjutan

HAMBG_02-04-04.indd 129 12/05/2015 20:38:53


130 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 130 12/05/2015 20:38:54


Sesi 4
300 Menit

131

Lampiran
PERANGKAT KEGIATAN
SESI EMPAT
4 Naskah Drama
Memanusiakan Manusia (Kutipan Buku)
Perjalanan Menuju Kesetaraan
Unsur-Unsur Pokok CEDAW
Kerangka Dasar CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 131 12/05/2015 20:38:54


132 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 132 12/05/2015 20:38:54


Naskah Drama 1: PENDETA RAMABAI
Sesi 4
300 Menit

5 METER SARI 133


dan Sekolah Perempuan
Drama 3 babak

Pelakon:
1. Narator
2. Ramabai
3. Anantshasthri Padmanabha Dongre /Anant (Ayah)
4. Laksmi (Ibu)
5. Manorama (Anak)
Peralatan (minimal, bisa diganti kertas atau selendang
biasa):
• Tiga meter kain kuning untuk baju sederhana pendeta
Hindu
sareedreams.com
• Tiga buah kain sepanjang tiga meter kain untuk sari
perempuan
• Bunga-bungaan dalam nampan/mangkuk
• Buku tebal (semacam Kitab Suci)
• Bindi (rias perempuan India)
Narator:
Kain sari (sharee), bagi perempuan India, bisa menjadi pakai-
an nan indah mempesona... tetapi juga bisa menjadi penjara
yang mengungkungmu lebih keras dari terali besi. Ramabai
memberi perhatian pada persoalan ini. Dia adalah perintis
perjuangan hak-hak perempuan India dan reformis sosial. Dia
ahli Veda dan Sanskrit yang luar biasa sehingga dianugerahi
gelar “Pandita dan Saraswati“ oleh Universitas Calcutta. Ia
juga mendapat penghargaan ilmiah medali emas dari Kaiser-
E-Hind pada tahun 1919. Ramabai menentang sistem kasta,
ia menikah dengan seorang Sudra, mendirikan lembaga-lem-
baga untuk melindungi perempuan janda, janda anak, dan
perempuan yang lemah. Lahir pada tahun 1858, di Gangamul
Maharasthra India, 21 tahun lebih awal dari kelahiran Kartini
di Jepara, Jawa, Indonesia. Inilah beberapa bagian dari perja-
lanan kehidupannya.

HAMBG_02-04-04.indd 133 12/05/2015 20:38:54


Babak 1: HIJRAH Dari Bising dan Kegelapan Tradisi

No Pelakon Dialog
1 Anant (Ayah) (BERDIRI DENGAN SIKAP MERENUNG, MEMANGGIL ISTRINYA
YANG ADA DI RUANG BELAKANG)
Laksmi....
2 Laksmi (Ibu) Namastee... ada apa suamiku?
3 Anant Kau sudah dengar omongan orang-orang di sekitar rumah ini?
4 Laksmi Ya, sudah, mereka bicara dimana-mana... seperti dengung lebah.
Di penampungan air, di sungai, di pasar, di kedai. Mereka mem-
bicarakan kita, mengecam kita karena tidak lekas-lekas men-
gawinkan Ramabai.... Dia sudah berusia 12 tahun sekarang...
sudah lewat waktu. Kata mereka kita harus segera mengawinkan
Ramabai sejak dia masuk usia 9.
5 Anant Hemmm.... apakah kau terganggu?
6 Laksmi Ya, sedikit... Mungkin Ramabai yang lebih terganggu, dan mung-
kin dirimu... suamiku!
7 Anant Aku tidak mau peduli pada ucapan-ucapan bodoh itu. Ramabai
akan menikah pada waktunya, sesuai pilihannya sendiri. Aku
tidak akan melanjutkan tradisi, mengawinkan perempuan di
usia muda, memperbudak mereka, menjadikan mereka sebagai
pemuas laki-laki belaka dan pabrik keturunan semata.
8 Laksmi Aku beruntung menjadi istrimu dan aku yakin Ramabai juga
beruntung menjadi anakmu
9 Anant Itu tak perlu dikatakan... setiap manusia punya kewajiban mema-
nusiakan manusia.
10 Laksmi Bagaimana kita menghadapi tetangga-tetangga yang usil dan
ribut itu suamiku? ...
11 Anant Kita pindah saja ke pedalaman.... tinggal di hutan, agar Ramabai
bisa tenang-tenang mempelajari Kitab Veda yang suci. Aku akan
berjalan menyebarkan isi Kitab Veda pada siapa saja yang mem-
butuhkan, dan kita bisa hidup dari kerelaan mereka memberi
sedekah.
12 Laksmi Aku dan Ramabai dengan senang hati mengikuti langkahmu. Aku
akan turut denganmu kemanapun kau berjalan. Kau sudah men-
gajariku bagaimana membaca Veda... Ramabai pun sudah men-
guasai 18.000 ayat Purana yang suci dengan sangat sempurna.
Bahasa Sankrit dia jauh lebih sempurna dariku.
13 Anant Kau membuatku bersyukur Laksmi... Aku ingat ketika orang tua
mengawinkan kita. Umurku 40 tahun dan kau masih sangat belia,
umur berapa ketika itu...?

134 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 134 12/05/2015 20:38:54


Sesi 4
300 Menit

135

www.payer.de/dharmashastra/dharmash08b.htm

14 Laksmi Sembilan
15 Anant Akh ya... tentu saja sembilan.... Kau bersedia menjadi istriku dan
sekaligus menjadi muridku. Murid istimewaku, yang juga sering
menjadi guruku dalam keseharian hidup.
16 Laksmi Jangan buat aku malu, suamiku.... Kamulah sinar hidupku.
17 Anant Tidak, aku tidak mempermalukanmu. Aku berkata yang sesung-
guhnya. Kau begitu mahir mengelola makanan dan menata
rumah kita. Kau pandai membagi waktu untuk merawat keluarga
dan mempelajari Veda. Ramabai menjadi gadis yang cerdas ada-
lah karena asuhan tanganmu... Aku berhutang padamu.
18 Laksmi Jangan katakan itu... sudah menjadi kewajibanku merawat kelu-
arga.
19 Anant Tapi kau berhak bahagia juga !... Kau berhak hidup tenang jauh
dari gunjingan... Orang-orang ortodoks di sekitar kita tidak
suka dengan keputusanku mengajarkan Veda padamu dan pada
Ramabai... pada perempuan. Mereka tidak suka melihat perem-
puan punya pengetahuan Veda.
20 Laksmi Mereka hidup di zaman kegelapan.
21 Anant Ya.... zaman kegelapan, menutup diri dari pengetahuan, membiar-
kan diri bertindak bodoh, dan akhirnya melanggengkan ketidaka-
dilan!!! Mari kita tinggalkan mereka istriku. Bersiap-siaplah
sekarang. Kita pindah tinggal di hutan yang memberi kita udara
segar, kita akan berjalan menyebarkan pengetahuan dan mencari
pengetahuan dari kehidupan nyata.
22 Laksmi Oom swasti-astu..... saya akan bersiap.... juga Ramabai, dia akan
mengumpulkan semua kitab yang kita miliki untuk dibawa serta.
(Keduanya berjalan keluar)

HAMBG_02-04-04.indd 135 12/05/2015 20:38:55


Narator: Inilah Babak 2 kisah Pandita Ramabai
di bawah episode TETIRAH DI PINTU KOTA CALCUTTA

No Pelakon Dialog
1 Ramabai Ayah .... telah jauh kita berjalan.... dari Kashmir, hingga Madras,
dan kini kita di pintu kota Kalkuta... banyak yang kulihat dan
kutemukan di perjalanan panjang ini. Akupun jadi bisa banyak
bahasa. Terima kasih ayah, kau telah mengajariku cara mempela-
jari bahasa. Kini aku bukan saja faham bahasa ibuku Marathi,
tetapi juga bahasa Kannad, Gujarati, Bengali, dan Tulu. Aku mau
mempelajari bahasa Hindi juga.
2 Anant (Ayah) Bagus.... tapi jangan lupakan Sanskritnya anakku. Itu Ibu dari se-
gala bahasa... dan jangan lupa pelajari manusianya. Bahasa hanya
alat untuk memanusiakan manusia.
3 Anant Terima kasih atas peringatannya Ayah... aku kadang hanya
memikirkan diriku saja. Maa kan aku. Ibu, bagaimana kakimu...
begitu jauh kita berjalan... Apakah kau perlu bantuanku untuk
membalurkan minyak?
4 Laksmi Kakiku...? Oh... kakiku baik-baik saja... hanya sedikit lelah, nanti
kita rendam di Hogli River, sungai besar itu... Pasti aku akan
segar kembali. Kau sendiri bagaimana?
5 Ramabai Aku?... Kakiku tentu saja baik-baik saja... aku senang berjalan..
aku senang bertemu banyak orang... dan aku senang bisa terus
mempelajari Veda bersama ayahdan Ibu. Tetapi...
6 Laksmi Tetapi kenapa anakku?
7 Ramabai Hatiku selalu tertusuk melihat perkawinan anak-anak dan ke-
hidupan para janda yang kita temui di perjalanan. Mereka lebih
buruk dari kondisi budak belian... Ketika suami mereka mening-
gal, mereka dilarang menggunakan sari berwarna, mereka harus
mencukur rambut indah mereka sampai botak, lalu ada yang
dipaksa untuk kawin kembali dengan laki-laki yang dipilih oleh
pihak keluarga laki-laki; bukan pilihan mereka sendiri...
Ibu.... aku sangat tertusuk.... mengapa adat, atas nama agama
merenggut kehidupan para janda itu; jiwa mereka harus ikut mati
dengan kematian suaminya. Bahkan, saya melihat sendiri, ada
yang dibakar hidup-hidup karena suaminya meninggal. Perem-
puan janda seperti tidak punya hak atas hidupnya sendiri.
8 Anant Ya , itu salah satu tradisi yang mengatas namakan agama anakku.
Itulah sebabnya kita terus berjalan... karena tidak boleh me-
langgengkan tradisi yang melanggar kemanusiaan. Aku menolak
mengawinkanmu di usia anak.... aku ingin kau tumbuh dewasa....
mencari sendiri pasangan hidupmu dan hidup saling mengasihi,
saling menghormati.

136 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 136 12/05/2015 20:38:55


Sesi 4
300 Menit

137
9 Lakmsi Ayahmu Brahmana yang maju.... dia tidak pernah menyakiti Ibu.
Ayah bahkan mengajari Ibu dengan sabar dan baik bagaimana
membaca kitab Suci Veda... Hampir tidak ada Brahmana yang
mengajari istrinya kitab suci anakku. Semoga kamu pun dapat
memilih suami sebaik ayahmu.
10 Ramabai Aku tidak mau kawin, Bu.
11 Laksmi Jangan berkata begitu.... tidak semua laki-laki jahat. Lihat
ayahmu, dia suami dan sekaligus guru yang baik. Tradisi itu bua-
tan manusia... Kita juga bisa membuat tradisi yang baik...meng-
hargai manusia apa adanya, bukan karena kelasnya, hartanya,
atau bentuk badannya.
12 Ramabai Ayah Ibu tidak marah kalau aku menikah dengan kaum Sudra?
13 Anant Tentu tidak anakku.... selama kalian saling mencintai... Kasta itu
pembagian kerja... bukan pembatas cinta dan kemanusiaan.
14 Laksmi Apakah kau sudah jatuh cinta dengan seseorang?
15 Ramabai (TERSIPU) Tidak Ibu..... aku lebih suka membaca Veda daripada
memikirkan perkawinan.. Aku mau menerjemahkan Veda dari
Sanskrit ke bahasa Ibu, bahasa yang dimengerti banyak orang.
16 Anant Itu baik.... buatlah semua orang mengerti kebijaksanaan.... Ubah-
lah tradisi dengan pengetahuan tentang kebenaran... Didiklah
diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita untuk selalu mencari
kebenaran. Tidak asal tunduk pada tradisi.
17 Laksmi Ya... berhati-hatilah selalu. Tradisi tidak selalu berisi kebaikan.
Bahkan yang sering mereka katakan LOCAL WISDOM... ke-
nyataannya sering berupa LOCAL KINGDOM... tanpa wisdom sama
sekali, terutama bagi perempuan.
18 Anant Mari kita lanjutlan perjalanan ini... Penginapan kita tidak jauh
dari sini.

(Mereka berjalan keluar)

HAMBG_02-04-04.indd 137 12/05/2015 20:38:55


Narator: Dan... Ini adalah babak terakhir di bawah episode
WARISAN RAMABAI

No Pelakon Dialog
1 Manorama Ibu... sepertinya ibu sedang membuat altar untuk puja... Bu-
kankah ibu telah menjadi Nasrani...?
(RAMABAI SEDANG MENYIAPKAN ALTAR SEDERHANA.)
2 Ramabai Ya anakku... mendekatlah kemari. Yang kubuat ini tak ada hu-
bungannya dengan Nasrani atau Hindu, atau nama agama apa
pun yang bisa kau sebut. Ini hanya sebuah ekspresi—menghe-
ningkan cipta—untuk mensyukuri hidup. Aku bersyukur per-
nah bersama dengan orang-orang yang memberi makna hidup:
ayahmu, kakekmu, dan nenekmu.
3 Manorama Ceritankanlah tentang mereka padaku Ibu...
4 Ramabai Sebaiknya kau cari sendiri... tapi, bolehlah kusampaikan sedikit
tentang mereka.... Kau tak sempat mengenal mereka secara lang-
sung.
Ayahmu, Bipil, meninggal ketika kau berusia satu tahun.. Kau
bahkan tak mengingat wajah ayahmu sendiri. Dia sangat is-
timewa anakku, seorang pengacara... dari kasta Sudra. Kakekmu
seorang brahmana berpikiran maju, dia meninggal pada tahun
1877. Aku belum menikah waktu itu dan nenekmu meninggal
dunia jauh lebih awal, ketika usiaku baru 15 tahun. Kelaparan
dan kolera yang mewabah di negeri ini telah menjadi tangan
dewa kematian yang tak dapat kita elakkan.
5 Manorama Bagaimana rasanya kehilangan orang-orang tercinta Ibu?
6 Ramabai Ya, seraca isik... aku kehilangan..., Tetapi mereka ada di sini kok,
tak pernah meninggalkanku.... Tak pernah meninggalkan kita,
jika kita mengingat mereka dengan benar. Mereka bersemayam
di hati dan pikiranku juga di tarikan napasku. Kau tahu Mano?...
Mereka telah mewariskan bahasa yang terpenting dalam hidup.
7 Ramabai Bahasa Sansekerta maksud ibu? Aku bangga sekali, ibu adalah
wanita pertama yang mendapatkan gelar PANDITA dari Universi-
tas Calcutta karena ibu mahir menggunakan Sansekerta.
8 Ramabai Terima kasih kau telah berbangga.. Tetapi,.... bukan itu!
Kakek dan nenekmu berkali-kali bilang padaku bahasa yang
terpenting untuk bisa berkomunikasi dengan hidup adalah jiwa
yang bebas; keberanian melawan tradisi yang salah, bahasa
keadilan, anti perbudakan, dan pencerahan.
Sansekerta atau Maharathi atau Hindi, atau Kannad, atau Eng-
lish.... semua itu perangkat saja.... perangkat kasar... Perangkat
halusnya ada pada pikiran yang jernih, kebebasan, dan tindakan
yang nyata.

138 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 138 12/05/2015 20:38:55


Sesi 4
300 Menit

www.jeevanmarg.com
139

9 Manorama Oh.... !.
Oh ya, tadi Ibu bilang ayahku berkasta Sudra... sementara Ibu
sendiri anak perempuan seorang Brahmana? Bagaimana Ibu
bisa menghadapi tantangan dari tradisi yang hidup di sekitar Ibu
waktu itu.
10 Ramabai Nenek dan kakekmu dulu sekali sudah mengingatkan ibu, bahwa
tradisi itu buatan manusia... Jadi bisa kita ubah kalau dia ternyata
menindas kemanusiaan. Kita tak perlu tunduk terpenjara pada
nilai-nilai yang tidak memanusiakan kita. Dan, kasta itu sejatinya
adalah pembagian tugas serta tanggung jawab sosial. Kasta tidak
diperuntukan untuk menjadi pembatas cinta dan kemanusiaan.
Jadi... yah jalani saja yang berdasarkan cinta dan kemanusiaan
itu... tak ada yang salah, tak ada yang berat.
11 Manorama Ibu, engkau membuatku bangga. Setelah ayah meninggal, Ibu
mengasuh aku seorang diri sambil terus berkeliling India me-
nyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan dan perlindungan
untuk perempuan-perempuan miskin. Ibu adalah matahariku
dan matahari mereka.
12 Ramabai Engkau pun matahariku Mano. Kita bisa menjadi matahari pada
zaman kita masing-masing, jika kita memberikan diri untuk ke-
hidupan sekitar yang lebih baik.
13 Manorama Aku belum apa-apa dibandingkan ibu ... aku baru bisa menyele-
saikan sekolah saja, belum berbuat untuk sesama. Coba kita lihat
apa yang sudah ibu lakukan selama ini. Ibu begitu banyak mendi-
rikan lembaga dan organisasi untuk perempuan miskin.
Ada Arya Samaj Mahila, organisasi untuk Masyarakat Bang-
sawan Perempuan yang mempromosikan pendidikan perempuan
dan pembebasan perempuan dari penindasan pernikahan dini.
Ibu mendirikan organisasi ini ketika Ibu masih sangat muda,
umur 24, pada tahun 1882.
Lalu Sharada Sadan, sebuah institut untuk para janda di
Mumbai, berkampanye melawan ritual pembotakan janda dan
menghalangi pernikahan kembali.
Juga ada Mukti Sadan di Kedgaon, tempat berlindung bagi ban-
yak perempuan selama kelaparan pada 1897 di Madhya Pradesh
dan pada tahun 1900 di Gujarat.

HAMBG_02-04-04.indd 139 12/05/2015 20:38:55


Ibu juga menderikan banyak Rumah-rumah penampungan,
asrama dan pendidikan grartis bagi perempuan miskin dan
menderita, seperti: Preeti sadan, Shanti sadan. Di Rumah ini
Ibu mendidik perempuan untuk mandiri dengan menyediakan
pendidikan sekolastik dan pelatihan di bidang pertanian, merajut
dan mencetak.
Aku ingin tahu darimana Ibu mendapatkan energi yang ber-
limpah ruah untuk melakukan semua itu?
14 Ramabai Dari kekuatan hati, anakku
• Pertama-tama tentu saja kau harus menjalani kewajibanmu,
menjadi manusia baik. Lalu kau harus lurus menjalani prinsip
meskipun badai dan kegelapan melingkupimu...
• Kedua, mulailah melakukan sesuatu dari hal yang sederhana,
hal yang nyata dalam kehidupan, yang manfaatnya bisa lang-
sung dirasakan.
15 Manorama Ah, aku jadi ingat Ibu pernah mendukung perempuan di Maha-
rashtra untuk mengubah sari mereka dari panjang 8 meter men-
jadi 5 meter, agar mudah dipakai, nyaman dan terjangkau juga.
16 Ramabai Anakku, kau tahu hal-hal yang rumit itu juga dibangun dari hal-
hal yang sederhana. Soal sari ini... kelihatannya sepele. Tapi kau
tahu kan, dia membuat banyak perempuan menderita. Mengubah
cara kita menyikapi sari adalah bagian dari emansipasi perem-
puan dan pengambilan keputusan diri.
17 Manorama Ibu sungguh luar biasa
18 Ramabai Tidak ada yang luar biasa di bawah matahari ini anakku... semua
mengalir seperti Gangga... dan tidak semuanya mengalir lancar,
selalu ada bebatuan yang menghalangi...
19 Manorama Apakah Ibu mendapat tentangan juga?
20 Ramabai Tentu saja... banyak yang belum menghargai perempuan. Aku
pernah berkata kepada komisi pendidikan India bahwa: “Dalam
sembilan puluh sembilan kasus dari seratus orang berpen-
didikan di negara ini menentang pendidikan perempuan dan
posisi yang tepat bagi perempuan. Jika mereka melihat kesa-
lahan sedikit saja, mereka akan memperbesar sebutir biji
sawi menjadi sebesar gunung, dan mencoba untuk merusak
karakter seorang wanita.”
21 Manorama Oh.... mengerikan sekali. Apa yang bisa Mano lakukan Ibu?
22 Ramabai Anakku, inilah yang kuwariskan padamu... Berpikir bebas dan
memberi kebaikan pada lingkunganmu. Rawatlah lembaga-lem-
baga yang telah Ibu dirikan. Akhiri, minimal kurangi penderitaan
yang ditanggung oleh para perempuan. Belajarlah terus... kem-
bangkan pendidikan seluas-luasnya.
23 Manorama Akan kujaga...
24 Ramabai Mari kita mulai pujannya... Kau mau ikut?!
MEREKA MENANGKUPKAN KEDUA TELAPAK TANGANNYA...

140 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 140 12/05/2015 20:38:55


Sesi 4
300 Menit

141
Narator:
Manorama, mengambil alih pelayanan Mukti Mission, tetapi
... Manorama meninggal dunia, justru mendahului ibunya,
Pandita Ramabai. Hal ini sangat mengejutkan Ramabai. Sem-
bilan bulan setelah kematian Manorama, pada tahun 1922
Ramabai, yang telah menderita bronkitis septik, juga mening-
gal dunia. Pada usia 64 tahun.
Ramabai meninggalkan warisan yang amat berharga, bagi In-
dia dan dunia. Buku pertama bahasa Inggris yang ia tulis ber-
judul High Caste Hindu Women (Perempuan Hindu Kasta Ting-
gi). Buku ini menunjukkan aspek paling gelap dari kehidupan
perempuan Hindu, termasuk pengantin anak dan janda anak.
Ramabai berusaha mengekspos penindasan perempuan da-
lam agama Hindu India yang didominasi oleh Inggris.
Buku itu terjual lebih dari 10.000 eksemplar, keuntungan dari
buku ini dijadikan sebagai modal untuk mendirikan lembaga-
lembaga perlindungan dan pendidikan perempuan India
Pernyataan Ramabai yang paling terkenal adalah “guru di-
latih dan pengawas sekolah perempuan diangkat. Perem-
puan India harus diterima di sekolah-sekolah medis ka-
rena kondisi di India membutuhkan perawatan medis.
Pernyataan Ramabai menciptakan sensasi besar dan dibaca
oleh Ratu Victoria yang kemudian membuahkan Gerakan Me-
dis Perempuan oleh Lady Dufferin.

HAMBG_02-04-04.indd 141 12/05/2015 20:38:56


Naskah Drama 2: KARTINI

PEMBERONTAKAN
di Luar Kekuasaan Feodal & Kolonial
Drama 3 babak

Pelakon:
1. Narator
2. Kartini
3. Kartono
4. RM Adipati Ario Sosroningrat/Romo (Ayah)
5. RA Woerjan/Ibu Suri (permaisuri atau garwa ampil
ayah Kartini)
Peralatan
• Baju kebaya dan kain
• Kain batik untuk dipakai bupati ayah Kartini larikayah.blogspot.com

Narator:
“Di penghujung abad ke-19 tepatnya pada tanggal 21 April
1879, Kartini lahir di Jepara dari seorang perempuan bu-
kan bangsawan yang bernama Mas Ayu (MA) Ngasirah. Di
masyarakat setempat ia disebut selir. Berasal dari keluarga
terhormat, ayah MA Ngasirah adalah guru agama di Mayong.
Ayah Kartini Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat pada waktu
itu menjabat sebagai wedana di Mayong, ia adalah keturunan
bangsawan (priyayi) yang ternama. Kakek Kartini, Pangeran
Ario Tjondronegoro IV, telah diangkat menjadi bupati pada
usia 25 tahun. Di tanah Jawa tempat Kartini hidup pada wak-
tu itu, berlaku peraturan kolonial yang mengharuskan se-
orang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A.
Ngasirah bukan bangsawan tinggi, maka ayah Kartini menikah
lagi dengan seorang perempuan bangsawan bernama Raden
Adjeng (RA) Woerjan, keturunan langsung Raja Madura. Set-
elah perkawinan dengan RA Woerjan, ayah Kartini diang-
kat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah
kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo. Inilah serpihan-
serpihan kehidupan Kartini, perempuan Jawa yang dikenal
berwawasan luas dan mencita-citakan pendidikan bagi kaum
perempuan. Dia terombang ambing dalam pertarungan ke-
pentingan kekuasaan feodal dan kolonial.
Babak pertama: Tembok Pingitan, Penjara Perempuan.

142 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 142 12/05/2015 20:38:56


Babak 1: DALAM TEMBOK PINGITAN
Sesi 4
(Kartini, Kartono dan Ayah) 300 Menit

143
No Pelakon Dialog
1 Kartini Ini tidak adil... Kangmas diperbolehkan melanjutkan sekolah ke
Semarang, dan aku dipenjara di dalam tembok rumah...
(BICARA SENGIT)
2 Kartono (BICARA HALUS)
Bukan di penjara..! Kamu dipingit... dijaga... sesuai adat istiadat
bangsawan Jawa.
3 Kartini Kenapa aku dipingit... Aku dikurung tak bisa keluar rumah. Sama
saja dengan penjara, kan? Saya ingin keluar rumah, saya ingin
melanjutkan sekolah.
4 Kartono Kita minta Romo untuk membebaskanmu dari pingitan. Romo
yang pegang kekuasaan.
5 Kartini Aku sudah minta pada beliau, sudah kumohon-mohon, puluhan
kali, setahun penuh, kucuci kakinya dengan air mataku... Romo
tak memberikan aku izin untuk meninggalkan tembok pendopo
ini. Aku harus menjalani aturan sosial ini... aku harus dipingit.
Entah untuk apa... aku mau sekolah. Aku ingin mendengar suara
guru-guru... aku mau membaca buku-buku, aku mau bersama
teman-temanku... (KARTINI BERKATA SENGIT)
6 Kartono Bersabarlah adikku...
7 Kartini Bersabar untuk apa Kangmas... untuk menerima kurungan ini.
Kau bisa berkata begitu karena kau tidak terkurung... Coba kau
ada di posisiku.
8 Ayah Ada apa Kartini... suaramu melengking... bisa Romo dengar
dari halaman depan... Ada apa ... ha??? Kau sudah lupa pada tata
krama, kau tidak boleh berteriak, apalagi pada kakakmu, kakak-
mu yang laki-laki pula.

(KARTINI DAN KARTONO SEDIKIT TERKEJUT DAN MALU, LALU


MEMBERI SEMBAH SUNGKEM KEPADA AYAHNYA)
9 Kartono Maa kan saya Romo. Tidak, adik Kartini, tidak melupakan tata
krama. Dia menghormati sahaya. Dia hanya bersedih karena
sangat ingin melanjutkan sekolah seperti saya. Dia tidak ingin
dipingit.

HAMBG_02-04-04.indd 143 12/05/2015 20:38:56


10 Ayah Tini.....Romo sudah puluhan kali mendengar permintaanmu itu...
Romo tidak tuli. Tetapi kamu memang tidak boleh keluar rumah.
Belajarlah menghargai adat istiadat. Kamu perempuan. Kini
usiamu sudah lewat dua belas tahun. Kamu keturunan bang-
sawan. Sebentar lagi akan ada banyak bangsawan yang datang
meminangmu...
11 Kartini Ampun Romo. Maa kan Tini. Tini harus sekali lagi menyam-
paikan.Tini hanya ingin sekolah. Tini tidak sedang menunggu
pinangan dari bangsawan manapun. Tini ingin sekolah. Bukankah
Romo juga dulu disekolahkan oleh kakek. Paman-paman semua
sekolah. Kakek bahkan memanggil guru khusus ke rumah agar
Romo dan paman-paman semua menjadi terdidik. Mengapa Tini
tidak boleh sekolah Romo?
12 Ayah Kau sudah bersekolah... kau sudah bisa menggunakan bahasa
Belanda... apa yang kurang?
13 Kartini Masih banyak yang kurang Romo... mengapa Kangmas Kartono
melanjutkan sekolah... Tini pun perlu bersekolah.
14 Ayah Sudahlah Tin... akan Romo pikirkan. Tapi, Romo berharap kau
tetap menjadi anak Romo yang Jawa yang tahu tata krama. Kau
tidak boleh melanggar adat istiadat.
15 Kartini Terima kasih Romo. Tini adalah anak Romo... buah hati Romo...
yang akan menjaga Romo dan kehormatannya sampai napas Tini
yang terakhir.
16 Ayah Romo percaya, kamu anak yang baik, agar kau tak kesepian
dalam pingitan, mulai hari ini, koran de Locomotif boleh kau bawa
ke kamarmu. Tono bisa kirim buku-buku untuk Tini dari Sema-
rang, dan kau akan disatukan dengan kedua adik perempuanmu,
agar kalian bisa saling bertukar pikiran. Jangan lupa untuk terus
belajar membatik.
(ROMO MENGUSAP-USAP RAMBUT KARTINI, DAN BERLALU)
17 Kartono (BERBISIK)
Apa kataku, kau harus sedikit bersabar. Romo akan mendengar
suara hatimu...
18 Kartini (TERSENYUM TIPIS... TIDAK YAKIN APA YANG AKAN TERJADI)
Kangmas harus berjanji akan mengirimkan sebanyak mungkin
buku bacaan pada kami bertiga. Oh ya, maukah Kangmas meno-
longku sore ini. Tolong kembalikan majalah de Hollansche Lili
ini pada Nyonya Ovink-Soer agar aku bisa meminjam yang edisi
baru. Aku tidak bebas lagi keluar masuk menemuinya karena
terkurung di sini. Please... Tolong aku ya Kangmas, sampaikan
pula salamku untuknya. Matur sembah nuwun Kangmas, tidak
pakai jongkok ya.
19 Kartono Hahahaha.... kenapa harus pakai sembah jongkok. Aku bukan
Romo. Baiklah aku pergi dulu sebelum malam turun, dan kau
baik-baiklah di bilik pingitanmu.
(Mereka berdua masuk ke dalam)

144 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 144 12/05/2015 20:38:56


Narator: Dan inilah babak kedua, episode Kartini
Sesi 4
yang berjudul BACAAN DAN WARISAN 300 Menit

145
Ayah dan Ibu Suri duduk di ruang tengah. Di atas meja ada tumpukan
surat-surat dan beberapa paket buku untuk Kartini.

No Pelakon Dialog
1 Ibu Suri Tini anak putriku... kemari nak!
2 Kartini Sembah sungkem Romo, Ibu....
(KARTINI DATANG... MENARUH LUTUTNYA SEBENTAR DI LAN-
TAI SAMBIL MENANGKUPKAN TANGAN DI DADANYA. MENG-
HAMPIRI AYAH IBUNYA, LALU BERDIRI TAK TERLALU JAUH
DARI AYAH IBUNYA).
3 Ayah Lihatlah anakku banyak sekali surat yang datang dari negeri
Belanda untukmu... Bagaimana mereka bisa tahu ada kamu di sini
dan mengirim begitu banyak surat.
4 Kartini Ananda yang memulainya Romo... Melalui majalah DeHolland-
sche Lelie. Ananda mengiklankan diri untuk mendapatkan kawan
pena... ternyata ananda mendapat balasan banyak sekali.
5 Ayah Dan buku-buku ini? ...
6 Kartini Sebagian dari mas Tono ... Setelah bersekolah di Belanda, ia lebih
sering mengirimkan banyak buku untuk sahaya Romo.
Bulan lalu sahaya menerima buku yang amat bagus: Max Have-
laar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli,
(TINI BERJALAN KE MEJA YANG PENUH TUMPUKAN BUKU DAN
SURAT, DIA SUMRINGAH SEKALI)
Oh... kalau ini kiriman dari Nyonya Ovink, Romo, dia memin-
jamkan buku karya Van Beek ini, karena Tini pernah membaca
beberapa lembar di rumahnya. Dia tahu Tini ingin melanjutkan
membaca buku ini. Tentang Perempuan di Belanda, Ibu.
7 Ayah Apakah kau masih terus membaca de Locomotif ?
8 Kartini Ya Romo. Jika saja kita bisa ke Semarang dan berkenalan dengan-
Pieter Brooshooft yang mengasuh koran itu... Sahaya akan merasa
beruntung sekali Romo. Saya melihat Jawa dari lembaran Loco-
motif yang diasuhnya. Terima kasih Romo memperkenankan Tini
membaca koran itu.
9 Ibu Suri Aku perhatikan Tini suka sekali membaca. Lampu di kamarnya
baru mati menjelang pagi. Apa yang kau dapat dari bacaan-ba-
caanmu itu anak putriku?
10 Kartini Sendiko Ibu... Dari bacaan-bacaan itu saya mendapat gambaran
tentang emansipasi perempuan dan masalah sosial umum. Saya
melihat perjuangan perempuan di negeri Belanda untuk mem-
peroleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai
bagian dari gerakan yang lebih luas. Saya sangat tertarik pada
kemajuan berpikir perempuan Eropa.

HAMBG_02-04-04.indd 145 12/05/2015 20:38:56


11 Ibu Suri Tapi, kita perempuan Jawa toh Tin? Perempuan Jawa tentu tidak
sama dengan perempuan Eropa.
12 Kartini Betul Ibu... tidak sama. Saya lebih banyak melihat perempuan
Jawa berada pada status sosial yang rendah. Maaf Romo, praktek
poligami memunculkan banyak penderitaan bagi perempuan.
13 Ibu Suri Itu sudah kodrat kita anak putriku. Menerima kodrat itu lebih
baik. Sumeleh itu membuat kita bahagia.
14 Ayah Ah, ini... ini... Coba jelaskan (AYAH MEMBUKA-BUKA MAJALAH).
aku lihat ada namamu di majalah ini, De Hollandse Lelie..
15 Kartini Ya Romo... saya mengirimkan artikel tentang adat perkawinan
yang ada di salah satu kampung dekat pendapa sini. Artikel itu
banyak mendapat tanggapan menarik.
16 Ibu Suri Apakah kau juga sudah siap untuk dipinang, anak putriku?
17 Kartini Saya belum pikir-pikir untuk menikah Ibu. Saya tetap ingin seko-
lah lagi.
18 Ibu Suri Untuk apa sekolah lagi? Kau tidak puas dengan apa yang kau
miliki anak putriku?
19 Kartini Bukan itu masalahnya Ibu. Saya ingin menjadi guru, saya ingin
memberikan pendidikan buat kaum perempuan dan bangsa Jawa.
Tanpa pendidikan untuk kaum perempuan, bangsa Jawa akan
tertinggal. Kita akan terbelakang.
20 Ayah Tini... tulisan-tulisanmu menggegerkan, kamu tahu itu? Banyak
pejabat Belanda dan istri-istrinya ingin berkenalan denganmu.
Apalagi setelah kau bertemu dengan tamu dari Tweede Kamer
itu, Meneer Van Kol. Mereka sangat tertarik pada pemikiranmu.
Mereka membahas keinginanmu sekolah di Belanda. Aku dengar
Tweede Kamer bahkan membahas tentang beasiswamu ke negeri
Belanda.
21 Kartini Itu sungguh membahagiakanku Romo. Semoga aku ada kesem-
patan sekolah.
22 Ibu Suri Apakah kamu tidak mendengar gunjingan di sekitarmu Tini. Aku
merasa malu. Kau disebut perawan tua. Kau juga disebut kebarat-
baratan. Kita juga disebut sebut sebagai pengemis meminta-
minta beasiswa pada pemerintah Kolonial Belanda. Di mana
nanti kita taruh muka ayahmu? Kita bangsawan Tini. Kita jangan
mengemis.
23 Kartini Ibu, maa kan saya. Saya tidak bermaksud membuat Romo dan Ibu
menanggung malu dan susah karena rencana saya sekolah. Tini
tidak mengemis. Tetapi untuk sekolah di Eropa memang memer-
lukan biaya...
24 Ibu Suri Terserah kalau kau mau mempermalukan ayahmu. Menyusahkan
hati ayahmu. Anak perawan pergi berlayar sendiri. Tanpa suami...
dibayar oleh orang-orang kulit putih...

146 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 146 12/05/2015 20:38:57


Sesi 4
300 Menit

147

wikipdedia.com
25 Ayah Romo sangat menyayangimu, anakku Tini..... kamu adalah buah
hatiku... Romo akan mencarikan jalan untuk kebahagiaanmu.
26 Kartini Terima kasih Romo... kebahagiaan saya adalah ketika saya bisa
berguna untuk sesama. Saya ingin bangsa Jawa maju kemanu-
siaannya. Saya ingin perempuan Jawa terdidik. Itu saja yang akan
membahagiakan saya Romo.
27 Ibu Suri Kamu juga harus memikirkan kebahagiaan orang tuamu. Nama
baik orang tuamu. Kehormatan ayahmu. Ingat Tini, kita perem-
puan, perempuan jawa, kebahagiaannya berada di tangan laki-
laki. Kita tidak akan sempurna jika tidak berbakti pada laki-laki.
Jadilah ibu anakku, kawinlah dan beranak pinaklah, maka kau
akan menjadi perempuan yang sempurna.
28 Ayah Baiklah Tin... bawalah semua surat-surat dan buku-buku ini...
Romo dan ibu akan keluar memenuhi undangan bupati Rembang.
Jaga diri dan adik-adikmu ya.
29 Kartini Baik Romo... Selamat jalan. (TINI MEMELUK BUKU-BUKU DAN
SURAT SURATNYA DENGAN ERAT... DIA MENGUSAP AIR MATA
DAN BERGUMAN...
Terima kasih Gusti... akhirnya aku bisa menuntut ilmu... aku akan
menjadi guru ... jalan sudah dibuka... aku harus bersiap...

HAMBG_02-04-04.indd 147 12/05/2015 20:38:57


wikipdedia.com
Narator:Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi ke Eropa, mendapat sambu-
tan dan sekaligus hambatan. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya
mewujudkan keinginan itu. Beasiswa pun akhirnya dia dapat. Tetapi atas nasihat
Nyonya Abendanon ia mengalihkan rencananya dari sekolah di Eropa ke Batavia
saja. Beasiswa yang dia dapat untuk sekolah di Eropa dia usul untuk dialihkan kepa-
da Agus Salim seorang pemuda terpelajar dari Sumatera barat. Dan ternyata.. jalan
sejarah membawa cerita ke tempat yang lain. Inilah babak ketiga drama Kartini da-
lam episode: PERKAWINAN DAN DAN KEMATIAN

1 Ibu Suri Tini... kemarilah anak putriku yang ayu... kemarilah, Romo mau
ngendiko ...
2 Kartini Sembah sujud Romo... sahaya siap untuk mendengar.
3 Ayah Tini, apakah kamu menyayangi Romo?... apakah kamu ingin
Romo bahagia?
4 Kartini Tentu Romo. Romo adalah segala-galanya bagi sahaya.
5 Ayah Dengar baik-baik Tini. Romo telah menerima pinangan bupati
Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Dia akan
mempersuntingmu.
6 Kartini (TINI KAGET, NYARIS TERDUDUK)..
Benarkah? ...
7 Ibu Suri Benar anakku Dia layak menjadi suamimu... dia belum punya
garwa ampil, baru punya tiga selir dan 11 anak. Dia akan men-
jadikanmu yang utama. Itu takdirmu Anakku putri! Kaulah yang
nanti jadi istri utama. Sang Permaisuri!
8 Kartini Oh... (TERTUNDUK LAYU, SEPERTI DISAMBAR PETIR)
9 Ayah Dia suami yang tepat untukmu, punya kekuasaan, punya pe-
ngaruh... dia bisa mewujudkan apa yang kau inginkan.
10 Kartini Bagaimana dia bisa mewujudkan keinginanku. Dia tidak tahu apa
yang kuinginkan. (NADANYA SEDIKIT GUSAR)

148 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 148 12/05/2015 20:38:57


Sesi 4
300 Menit

149

berdikarionline.com
11 Ayah Kau bilang kau ingin menjadi guru. Kau bisa langsung menjadi
guru tanpa harus meninggalkan bangsamu jauh-jauh ke negeri
Belanda.. Tidak ada jaminan kau akan tetap dekat dengan bangsa
Jawa setelah kau bermukim di Belanda. Nanti jarakmu dengan
bangsa Jawa justru semakin jauh.
12 Ibu Suri Hari perkawinanmu telah Romo tetapkan, tanggal 12 November
1903. Terimalah takdirmu anak putriku...
13 Kartini TERTUNDUK LESU
14 Ayah Secepatnya kau akan menjadi guru seperti cita-citamu... Adipati
sudah berjanji pada Romo akan memberikanmu keleluasaan di
pendopo untuk membuka sekolah. Kau akan ditemani dan dilin-
dungi olehnya, suamimu, imammu.
15 Kartini MENGHATURKAN SEMBAH
Untuk Romo.... (UCAPNYA LIRIH... LALU BERLALU KE DALAM
RUMAH.)
Narator:
Kartini melipat rapi perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia tahu jalan
untuk menuntut ilmu —ke Betawi sekalipun—tertutup sudah. Ia dikalahkan oleh
keharusan dari ayahnya sendiri. Ia harus menjalani hal bertentangan dengan apa
yang disuarakannya selama ini: menolak poligami. Dia tidak mau mengumbar keka-
lahannya ini. Kepada sahabat-sahabat penanya Kartini hanya menulis surat-surat
pendek dan berusaha untuk melihat sisi baik dari yang dijalaninya. Ia membuka
pintu pendopo dan mengundang anak-anak gadis untuk belajar bersamanya. Ia ba-
hagia ketika murid-murid sekolahnya bertambah. Pada tanggal 13 September 1904
Kartini melahirkan anak pertamanya. Empat hari kemudian, di usia yang sangat be-
lia, 25 tahun, ia menutup mata untuk selama-lamanya....
Ujung hidup Kartini terasa tragis... terutama jika dibandingkan dengan gairah
mencari dan membangun pengetahuan yang berkobar-kobar dengan pemberonta-
kan jiwa, kebebasan berpikir, dan kepekaan hatinya. Selama sekitar 10 tahun, pe-
mikirannya menembus tembok pingitan, tetapi, di usia 24, tembok perkawinan ...
sepertinya memadamkan api gairah itu... sampai mati!

HAMBG_02-04-04.indd 149 12/05/2015 20:38:57


Naskah Drama 3

SERAMBI MESJID
untuk Pendidikan Perempuan
Drama 3 babak

Pelakon:
1. Narator
2. Rahmah El Yunusiah
3. Zainudin Labay (Kakak, pendiri sekolah modern)
4. Muhammad Yunus (Ayah, ulama besar)
5. Ra iah (Ibu)
6. Sultan di Aceh
Narator:
Rahmah El Yunusiah, tokoh pendidikan dari Padang Panjang yang llahir
hi pada
d awall
tahun 1900, adalah matahari bagi dunia pendidikan perempuan di Padang Pan-
jang. Dia seorang otodidak yang gigih, pendidik yang tangguh, dan pengelola lem-
baga pendidikan Islam yang berwawasan luas. Karyanya di Padang Panjang telah
menyumbangkan inspirasi bagi universitas Al Azhar Qairo tentang pendidikan bagi
perempuan. Mari kita lihat, meski hanya selintas.
Babak Pertama perjalanan Rahmah El Yunusiah, episode:
SERAMBI MASJID

No Pelakon Dialog
1 Zainuddin Assalamualaikum Rahmah... Kau belum pulang juga... sudah lewat
asyar sekarang?...
2 Rahmah Waalaikum salam Uda... Ambo akan pulang sekarang. Barusan
ambo memeriksa kitab-kitab untuk para guru yang harus diper-
barui. Murid kita bertambah banyak saja Uda.
3 Zainuddin Sudah delapan tahun sekolah kita kita berdiri.... wajar saja kalau
murid bertambah. Makin banyak orang tua yang mempercayai
pendidikan anaknya di sini.
4 Rahmah Tapi... Ambo prihatin Da , murid perempuannya masih sangat
sedikit. Masih banyak orang tua yang tidak mengizinkan anak
perempuannya belajar di sekolah.
5 Zainuddin Ya.... Ambo juga prihatin... ambo yakin anak-anak gadis sama se-
pertimu... sangat ingin maju..., akan gigih mencari ilmu.
6 Rahmah Uda... Sudah lama ambo berpikir untuk mendirikan madrasah
khusus untuk perempuan. Ambo sangat berharap anak-anak
perempuan di sekitar sini mengenyam pendidikan.

150 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 150 12/05/2015 20:38:58


Sesi 4
300 Menit

151
7 Zainuddin Ah ha, baik sekali! Ambo akan mendukungmu... sudah kau pikir
akan buka sekolah dimana dan kapan? ...
8 Rahmah Trima kasih uda... Ambo akan buka secepatnya, kalau bisa tahun
ini. Ambo tidak mau anak-anak perempuan kian jauh tertinggal,
ambo akan buka sekolah di serambi masjid Pasar Usang.
9 Zainuddin Baik juga, di serambi Masjid. Udaranya segar....
10 Rahmah Ya, .. Sudah ambo pikirkan masak-masak Uda. Akan ambo beri
nama madrasah Diniyah Li al-Banat.
11 Zainuddin Bagaimana dengan kursus kebidananmu di RSU Kayu Taman itu?
12 Rahmah Bagus uda... berjalan lancar... dan ambo mau lebih banyak lagi
perempuan mengikuti kursus kebidanan dan kesehatan... agar
kita bisa menolong banyak orang.
13 Zainuddin (AGAK TERHUYUNG ... KERINGAT MEMENUHI DAHINYA)
14 Rahmah Oh, uda!... Uda... pucat sekali.... Uda sakitkah?... Mari Ambo antar
ke dokter.
15 Zainuddin Terima kasih Rahmah.... tak apa, hanya sedikit sesak di sini....
Lebih baik kau pulang saja... Siapkan rencanamu mendirikan
sekolah itu.
16 Rahmah Tentu ambo akan siapkan... tapi, lebih baik ambo antar uda ke
rumah sakit ya... . Kalau uda sehat, nanti uda bisa membantu
sekolah yang akan ambo dirikan. Mari uda...., Uda adalah guru
Rahmah, inspirator Rahmah.
17 Zainuddin Baiklah...

(Zainuddin dan Rahmah berjalan meninggalkan sekolah Diniyah

HAMBG_02-04-04.indd 151 12/05/2015 20:38:58


Narator: Setelah Madrasah Diniyah untuk Putri dibuka, Zainuddin Labay meninggal
dunia. Rahmah kehilangan belahan jiwanya dalam membangun dunia pendidikan.
Ia terus bekerja keras dan mendapatkan banyak dukungan

No Pelakon Dialog
1 Ra iah (Ibu Abaaakk.. abaak...... ambo mau barunding... mari duduk.... !
Rahmah) (MEMASUKI RUANGAN DENGAN TONGKAT DAN KACAMATA
TUA)
2 Yunus Ya ya ya... Amaak.... apa yang mau dirundingkan...?
3 Ra iah Abak, aku kasihan pada si Rahmah... Kakaknya meningal dunia,
justru di saat sekolah yang dia dirikan mulai banyak dipercaya
orang. Siapa yang bantu dia nanti.
4 Yunus Kematian kan urusan yang tak bisa ditawar... Tuhan nanti yang
membantu si Rahmah. Tenang sajalah.
5 Ra iah Tenang bagaimana. Kita harus turun tangan membantu dia.
Coba perhatikan. Murid dia pertama saja sudah 71 orang... ibu-
ibu muda yang belajar bahasa Arab dan ilmu agama. Sekarang
serambi masjid itu sudah tak muat lagi untuk murid dia yang
terus bertambah. Apalagi Rahmah mau menambahkan pelajaran
ketrampilan buat perempuan.
6 Yunus Lalu...
7 Ra iah Lalu yaaa... ambo mau bantu dia...
8 Yunus Mau bantu apa.... Kau mau mengajar juga...? (AGAK MENCIBIR)
9 Ra iah Tidak! Ambo sudah tua. Ambo mau mewaka kan sebidang tanah
saja, tanah yang di bagian timur itu, agar Rahmah bisa mendiri-
kan bangunan sekolahnya.
10 Yunus Baguslah itu! Kau beri tanahnya, aku akan sumbang bambu-bam-
bu buat mendirikan bangunan sekolahnya.
11 Ra iah Idemu selalu datang setelah aku punya ide...
12 Yunus Hehehehe... apa boleh buat... Istriku memang lebih cepat mera-
sakan kebutuhan orang... manis pula... tetap manis... walau sudah
makin banyak rambut putihnya.
13 Ra iah Ah Abak... (TERSIPU !). Ayo kita ke kebun ... kita lihat bambu-
bambu yang bisa diberikan untuk Rahmah.
14 Yunus Hehehe... (TERKEKEH, MEMBELAI RAMBUT SANG ISTRI SEBEN-
TAR LALU MENYEDIAKAN TANGANNYA UNTUK DIGANDENG
SANG ISTRI, DAN SAMBIL BERSENANDUNG BERJALAN BERGAN-
DENGAN MENINGGALKAN RUANGAN MENUJU KEBUN. “Oi...oi...
ayam den lape... oi oy ayam den lape.”

152 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 152 12/05/2015 20:38:58


Narator: Dukungan dari orang tua membuat Rahmah lebih
Sesi 4
leluasa melangkah. Dia terus membangun dan menggelora- 300 Menit
kan semangat pada keluarga-keluarga di sekitarnya agar me-
nyekolahkan anak-anak perempuan mereka: Rahmah pun
akhirnya keluar dari batas Padang Panjang. Bersama para
guru yang mengajar di sekolahnya Rahmah pergi ke Sumate-
ra Utara dan Aceh, menemui para Sultan, mempresentasikan
153
visi misinya, mendengarkan masukan-maukan, mencari ins-
pirasi dari sekolah-sekolah lain, dan menggalang dana.

No Pelakon Dialog
1 Rahmah Assalamualaikum... Terima kasih Sultan berkenan memenuhi
permintaan saya untuk bertemu.
2 Sultan Ustazzah... Senang bisa bertemu langsung di sini... Selamat datang
di negeri Rencong .... bagaimana perjalananmu dari Padang Pan-
jang... Mari silakan duduk. Tak sabar ingin mendengar madrasah
yang menjadi buah bibir banyak orang.
3 Rahmah (SAMBIL DUDUK) Terima kasih Sultan. Perjalanan kami, al-
hamdulilah berjalan lancar... Kami membawa guru-guru untuk
melihat sekolah-sekolah ternama di sini... banyak yang bisa kami
pelajari untuk mengembangkan diri.
4 Sultan Ustazah begitu merendah. Mungkin kami yang seharusnya bela-
jar ke Pandang Panjang... Saya kenal baik almarhum kakakmu...
Zainuddin, kami sama-sama sekolah di Mekkah. Dia bisa banyak
bahasa... bukan cuma bahasa Melayu dan Arab, dia pun fasih ber-
bahasa Belanda dan Inggris. Saya iri hati... hehehe.
5 Rahmah Saya pun sempat cemburu... dia bisa bebas melangkah kemana
saja mencari ilmu... untunglah saya bisa belajar darinya... dan kini
Diniyah Putri membuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk
anak-anak perempuan menimba ilmu pengetahuan. Kami juga
berniat membuka cabang di beberapa tempat agar bisa menjang-
kau lebih banyak murid di luar Padang Panjang. Jika perempuan-
perempuan terdidik... saya yakin masyarakat kita akan lebih baik
lagi.... dan generasi muda kita akan tumbuh lebih baik.
6 Sultan Itu betul.... saya angkat topi dengan perjuanganmu mendirikan
dan mengelola madrasah putri . Apa saja yang dipelajari di ma-
drasah itu ?
7 Rahmah Cukup banyak Sultan, selain ilmu agama, kami juga mengajarkan
ilmu alam, ilmu hitung menghitung, bahasa Arab dan bahasa Me-
layu. Kami datang ke hadapan Sultan ini pun dalam rangka meng-
galang dana. Karena masih banyak yang harus kami lakukan.
Tahun lalu kami mendirikan khusus sekolah untuk perempuan
dewasa yang masih buta huruf. Kami ingin mengembangkan
kurikulum seluas-luasnya, sebaik-baiknya, serta menambah as-
rama untuk para siswa... Jumlah siswa kami lebih dari 300 orang.

HAMBG_02-04-04.indd 153 12/05/2015 20:38:58


8 Sultan Saya merasa mendapat kehormatan dengan kunjungan Ustazah
ini... ilmu apa lagi yang ingin kau sisipkan di madrasahmu.
9 Rahmah Kami ingin melengkapi kurikulum kami dengan beberapa bahasa
asing... ini penting sebagai kunci ilmu pengetahuan. Juga ilmu
kesehatan, tata buku, dan hal-lain yang berguna dalam keseha-
rian kita, seperti menenun, menyulam.
10 Sultan Gagasan yang luar biasa. Tentu saya ingin sekali menjadi bagian
yang menghidupkan gagasan itu. Saya akan ajak juga teman-
teman lain untuk menyumbangkan dana bagi Diniyah Putri di
Padang panjang.
11 Rahmah Alhamdulillah... Terima kasih Sultan. Saya mau pamit sekarang....
12 Sultan Baiklah... Selamat jalan... Sukses menyertai Ustazah, insyaallah...

Diniyah School Putri Padang Panjang mendapat tempat di hati masyarakat. Lulusan-
nya sangat diminati di mana-mana, bukan hanya di Sumatra dan Jawa, yang ketika itu
menjadi pusat kekuasaan kolonial. Tetapi melintas hingga Malaysia dan Singapura.
Sepuluh tahun sebelum kemerdekaan, di Batavia Rahmah membuka cabang-cabang
sekolahnya antara lain di Kwitang dan Tanah Abang (1935). Lima tahun setelah ke-
merdekaan dia tambahkan sekolahnya di Jatinegara dan Rawasari.
Rahmah juga aktif dalam kegiatan gerakan perempuan. Sekolahnya pernah berubah
menjadi rumah sakit darurat ketika kon lik bersenjata pecah. Ia tidak kehilangan
arah dalam perjuangan. Misinya ada di ruang pendidikan. Di tahun 1955 Rektor
Universitas Al Azhar Mesir, Dr. Syaikh Abdurrahman Taj mengunjungi dan menga-
dopsi sistem pendidikan Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang ke Universitas
Al Azhar yang pada waktu itu belum memiliki pendidikan khusus bagi perempuan.
Rahmah El-Yunusiyyah berhasil mewarnai kurikulum Al-Azhar. Atas jasanya terse-
but, Rahmah mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al Azhar pada tahun 1957.
Beliaulah wanita pertama yang mendapat gelar Syaikhah.
Ketika negeri ini dilukai oleh kekerasan tragedi pembunuhan massal pada akhir ta-
hun 1965, Rahmah justru sedang gigih merintis berdirinya perguruan tinggi. Tahun
1967 cita-citanya mendirikanFakultas Tarbiyah dan Dakwah setingkat perguruan
tinggi berhasil direalisasikan.
Rahmah mengelola lembaga pendidikannya secara independen tidak bera iliasi ke-
pada pihak mana pun, baik pemerintah maupun partai. Ia menolak subsidi dana
pendidikan dari pemerintah kolonial Belanda dan menolak penggabungan sekolah-
sekolah Islam di Minangkabau. Menurutnya, dengan independensi sekolah bebas
berjalan sesuai dengan visi dan misi sendiri, sehingga mampu menghasilkan para
pelajar cerdas, shalihah dan militan. Ia tutup usia pada tanggal 26 Februari 1969.

154 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 154 12/05/2015 20:38:58


Naskah Drama 3: MALALA YOUSAFZAI
Sesi 4
300 Menit

Melawan 155
CENGKERAMAN TALIBAN
Drama 3 babak

Pelakon:
1. Narator
2. Malala
3. Shazia Razaman (teman sekolah)
4. Sopir bus
5. Dua penembak dari Kelompok Taliban
6. Yousafzai (Ayah)
7. Wartawan 1
8. Wartawan 2
thetimes.co.uk
9. Wartawan 3
10. Gordon Brown, Utusan Khusus PBB untuk Pendidikan Global
11. Ban Ki Moon, Sekretaris Jenderal PBB
12. Vuk Jeremic, Presiden Majelis Umum PBB
Catatan tentang Pelakon
• Sebaiknya satu pelakon dipegang satu orang, tetapi jika jumlah orang ter-
batas maka pelakon, bisa dirangkap, berganti peran di tiap babak, kecuali
pelakon Malala tidak bisa merangkap karena terus menerus ada di setiap
babak.
• Pemeran nomor 11 dan 12, hanya duduk dan menyalami Malala.
Peralatan:
• Kursi–kursi (bisa digunakan untuk bus sekolah dan untuk konferensi pers)
• Shal/shalwar kamiz
• Buku
• Podium
Narator:
Gadis ini lahir pada tanggal 12 Juli 1997 di sebuah distrik negara Pakistan dari suku
Pasthun. Di usianya yang masih belia, ia gigih memperjuangkan hak atas pendidikan
bagi anak-anak perempuan yang tengah dipupus oleh kelompok Taliban atas nama
syariah Islam. Usaha Malala mendapat serangan balik dalam bentuk kekerasan yang
nyaris merenggut nyawanya. Ia pun mendapatkan dukungan yang luas, baik di da-
lam negeri Pakistan maupun di arena internasional. Inilah sepenggal perjalanan
hidupnya: babak Pertama PENEMBAKAN DI ATAS BUS SEKOLAH.

HAMBG_02-04-04.indd 155 12/05/2015 20:38:59


Babak 1: DI ATAS BUS KOTA (3 kursi dijejerkan)
(Malala, Shazhia Razaman dan Sopir)

No Pelakon Dialog
1 Sopir Bus (NGENG… SAMBIL NYETIR MEMBERI PEFRINGATAN KEPADA
PENUMPANG YANG ISINYA ANAK-ANAK SEKOLAH)
Anak-anak... kita sepertinya dikejar oleh pasukan bersenjata.
Semoga bukan kita sasarannya.
2 Malala (BICARA PADA TEMANNYA)
Akh... semoga pasukan bersenjata itu mau menyarungkan sen-
jatanya. Pulpen jauh lebih berharga daripada senjata. Membuat
kita cerdas, tidak membuat kita cemas.
3 Shazia Kita berdoa yuk... Aku deg-degan.
Razaman (MEREKA BERDUA BERPEGANGAN TANGAN)
4 Sopir Bus (CITTTTTTTT. REM DIINJAK MENDADAK… MOBIL BERHENTI,
DAN PINTU MOBIL BUS DIBUKA PAKSA, ORANG-ORANG DE-
NGAN SENJATA TERKOKANG NAIK KE ATAS BIS LALU TER-
DENGAR SUARA MENGGELEGAR DARI SALAH SATU MEREKA)
Mana yang bernama Malala?... Mana...?
5 SUASANA SENYAP, TAK ADA YANG BERANI BICARA,
TIBA-TIBA TERDENGAR BEBERAPA TEMBAKAN DHUAR
DHUAR.... DHUAR.... LALU MEREKA PERGI MENINGGALKAN BUS.
MALALA TERKULAI...
6 Shazia (MENANGIS HISTERIS...)
Razaman Malalaaa... Malala... jangan mati, jangan mati...
(IA LALU JATUH PINGSAN MELIHAT DARAH YANG MENGALIR
DERAS DARI KEPALA MALALA)
7 Sopir Bus (SAMBIL MENAHAN TANGIS DAN GUGUP)
Ya Alah .... Apa yang terjadi, tak kami mengerti...
(MENGAMBIL HP, DAN MENELEPON MINTA PERTOLONGAN)
Tolong segera datang, ada anak yang tertembak, luka parah.
Tolong, cepatlah datang... Bawa anak-anak ini ke rumah sakit
sebelum darahnya habis.
8 (PENOLONG DATANG. MEREKA SEMUA DIBAWA KE RUMAH
SAKIT)

156 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 156 12/05/2015 20:38:59


Babak 2: DUKUNGAN TERHADAP MALALA
Sesi 4
300 Menit
Narator: Penembakan brutal itu terjadi di siang bolong pada
tanggal 9 Oktober 2012. Ehsanullah Ehsan, juru bicara TTP
atau Tehrik-i-Taliban Pakistan menyebutkan bahwa ‘penem-
bakan itu sukses dilakukan karena Malala berpikiran Barat,
selalu menentang kami. Kami akan menyerang siapa pun
157
yang melawan Taliban, kami sudah memperingatkannya un-
tuk jangan menentang Taliban lagi, jangan mendukung Barat,
dan harus mengikuti jalan Islam’.
Selama seminggu terakhir, ribuan warga Pakistan menggelar
demonstrasi dan doa di seluruh negeri untuk mengekspresi-
kan dukungan mereka kepada Malala Yousafzai dan dukung-
an kepada upaya untuk memberikan pendidikan universal
bagi kaum perempuan.
Ternyata penembakan itu tidak merenggut nyawa Malala,
apalagi nyalinya. Setelah melewati masa krisis dan dirawat di
Rumah Sakit Queen Elizabeth di Birmingham, Inggris Raya,
Malala pulih kembali dan terus bangkit menyuarakan hak
atas pendidikan bagi anak perempuan. Babak dua ini adalah
bagian dari suara Malala pada sebuah konferensi pers.

No Pelakon Dialog
1 Wartawan 1 Apa kabar Malala. Anda sudah pulih ?
2 Malala Kabar baik.
3 Wartawan 2 Bisa menceritakan mengapa kamu ditembak?
4 Malala Yang saya tahu, saya hanyalah anak sekolah yang ingin terus
sekolah. Saya memang melakukan kampanye menentang para
ekstremis di distrik kami yang melarang anak perempuan seko-
lah. Saya bersuara keras mempromosikan pendidikan bagi anak
perempuan di Lembah Swat, Pakistan. Mungkin karena itu saya
ditembak.
5 Wartawan 3 Anda dituduh berpikiran Barat dan Anda menentang Taliban se-
cara terbuka, karena itu Anda menjadi sasaran seranganTaliban.
6 Malala Begitulah. Ekstrimis Taliban membuat hidup kami sesak. Tak ada
udara kebebasan dan tak ada ruang untuk pendidikan. Taliban
menguasai wilayah kami, dan melarang anak perempuan keluar
rumah termasuk bersekolah. Saya tidak boleh bersekolah karena
saya adalah anak perempuan.
7 Wartawan 1 Anda melawan?

HAMBG_02-04-04.indd 157 12/05/2015 20:38:59


8 Malala Tentu saja. Saya dan seluruh anak-anak di dunia punya hak atas
pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Jadi, larangan
sekolah untuk anak perempuan itu melanggar hak asasi. Ulama-
ulama Sunni kami yang terhormat pun telah mengeluarkan fatwa
di Lahore bahwa Islam tak pernah menghentikan wanita untuk
mengakses pendidikan. Mereka juga mengatakan intrepretasi
Taliban terhadap Islam adalah salah dan melenceng dari ajaran
Syariah Islam yang benar. Para ulama ini sepakat bahwa serangan
terhadap saya tidak Islami dan bertentangan dengan syariah.
9 Wartawan 2 Pada tanggal 12 Oktober, sekitar 50 ulama Sunni yang tergabung
dalam Sunni Ittehad Council (SIC) di Pakistan, mengeluarkan
fatwa terhadap mereka yang mencoba membunuhmu, namun
Taliban justru menegaskan niatnya untuk membunuh ayahmu.
10 Malala Begitulah. Tapi kami sekeluarga tidak gentar. Saya akan terus
menyuarakan hak atas pendidikan buat semua.
11 Wartawan 3 Kamu sungguh tidak takut?
12 Malala Takut kepada siapa? Kepada Taliban? Tidak. Saya tidak takut.
Saya akan terus sekolah dan menyerukan hak anak-anak perem-
puan di seluruh dunia untuk bersekolah.
13 Wartawan 1 Apakah kamu tahu bahwa ada gadis lain, Hinna Khan namanya,
lebih tua sedikt darimu, sekitar 17 tahun, juga berasal dari Swat,
juga mengalami hal serupa. Keluarga Hinna Khan juga mendapat
ancaman
14 Malala Begitulah. Bahkan mungkin ada lebih banyak lagi yang meng-
hadapi hal serupa tetapi tidak kita ketahui. Satu saja yang ingin
saya katakana, Saya tidak akan berhenti memperjuangkan hak
atas pendidikan

158 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 158 12/05/2015 20:38:59


Babak 3: SIDANG PBB
Sesi 4
300 Menit
Narator: Keberanian Malala dan upaya pembunuhan atasnya
telah memicu gerakan dukungan secara luas. Sampul depan

159
majalah Time edisi 29 April 2013 adalah Malala sebagai salah
satu dari 100 Orang paling berpengaruh di dunia. Malala men-
jadi pemenang pertama Penghargaan Perdamaian Nasional
Pemuda Pakistan dan dinominasikan untuk Hadiah Nobel
Perdamaian 2013. Malala dan perjuangannya menghadapi
kaum ekstrimis fundamentails menjadi ikon hari pendidikan
untuk semua. Hari Malala.
Inilah salah satu cuplikan pidato Malala di Forum Majelis Kaum
Muda di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat.
Malala berpidato di hadapan:
• Ban Ki Moon, sekjan PBB
• Vuk Jeremic, Presiden Majelis Umum PBB
• Gordon Brown, Utusan Khusus PBB untuk Pendidikan
Global,
• Wakil-wakil Negara anggota PBB:
• MC

No Pelakon Dialog
1 MC Hadirin yang kami hormati...
Terima kasih Anda telah hadir di Forum Majelis Kaum Muda di
Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat. Kami persilakan
Utusan Khusus PBB untuk Pendidikan Global, your excellency
Mr Brown.
2 Gordon Brown Terima kasih dan Salam Pendidikan
Hari ini tanggal 12 Juli 2013, kami menamakannya sebagai hari
Malala, hari penyerahan petisi PBB yang berisi desakan kepada
para pemimpin dunia untuk membuka akses pendidikan kepada
57 juta anak.
Petisi ini telah ditandatangani hampir empat juta orang.
Petisi PBB atas nama Malala Yousafzai ini memiliki slogan: “Saya
Malala” menuntut semua anak di seluruh dunia berada di sekolah
pada akhir tahun 2015.
Perjuangan Malala adalah Perjuangan kita bersama.
3 Malala Bismillah Arrahman Arrahim
Atas nama Tuhan yang maha pengasih dan penyayang.
Yang terhormat Sekjen PBB Bapak Ban Ki Moon, Yang terhormat
Presiden Majelis Umum PBB Bapak Vuk Jeremic, Yang terhormat
Utusan Khusus PBB untuk Pendidikan Global, Bapak Gordon
Brown, Para tetua dan saudara saudara:
Assalammualaikum.

HAMBG_02-04-04.indd 159 12/05/2015 20:38:59


Malala Hari ini adalah kehormatan bagi saya untuk bisa bicara lagi sete-
lah sekian lama. Berada di sini, di antara hadirin yang mulia, ada-
lah momen yang luar biasa dalam hidup saya.Saudara saudariku,
ingatlah satu hal, Hari Malala bukanlah hari saya. Hari ini adalah
hari ketika semua perempuan, anak laki-laki dan anak perem-
puan, bersuara untuk hak mereka. Hari untuk ratusan aktivis
HAM dan pejuang sosial yang tak hanya bicara untuk diri mereka
tapi juga berjuang untuk mewujudkan perdamaian, pendidikan
dan kesetaraan.Ada ribuan orang yang dibunuh teroris, dan
jutaan orang cedera. Saya hanya salahsatu dari mereka…. Teroris
berpikir mereka bisa menghentikan ambisi saya dan mengubah
tujuan hidup saya. Tapi hingga kini tak ada yang berubah dalam
hidup saya.

Saudara saudariku, Saya tidak bermusuhan dengan siapapun.
Saya tidak di sini untuk menyerukan balas dendam pada Taliban
atau semua kelompok teroris manapun. Saya di sini untuk bicara
tentang hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan.Saya
juga mau pendidikan untuk anak-anak Taliban dan anak-anak
ekstremis yang lain. Saya bahkan tidak membenci Taliban yang
menembak saya. Bahkan jika ada pistol di tangan saya, dan dia
ada di depan saya, saya tidak akan menembaknya....

Ini adalah welas asih yang diajarkan Nabi Muhammad SAW,


Yesus Kristus dan Buddha. Ini adalah warisan perubahan yang
diturunkan pada saya oleh Martin Luther King, Nelson Mandela
dan Muhammad Ali Jinnah. Ini adalah iloso i anti kekerasan
yang diajarkan Gandhi, Bacha Khan, dan Bunda Teresa. Ini adalah
semangat memberi maaf yang diajarkan ayah dan ibu saya. Ini
adalah apa yang dibisikkan jiwa saya pada saya, “Damailah dan
cintailah semua orang.”

4 SEMUA BERTEPUK TANGAN DAN BERDIRI MENYALAMI MALALA

160 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 160 12/05/2015 20:39:00


Sesi 4
MEMANUSIAKAN 300 Menit
PEREMPUAN
161
K arena sekedar ‘memanjangkan’ jangkauan hak asasi
manusia—agar juga meliputi perempuan—dihadap-
kan pada berbagai kesukaran, maka dirasakan perlunya
formulasi undang-undang yang secara khusus dimak-
sudkan untuk mendorong dan melindungi hak asasi
perempuan. Undang-undang khusus akan berguna dalam
memberi contoh dan kontekstualisasi standar umum ke da-
lam situasi atau kelompok khusus.
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
atau CEDAW mengkonteksualisasikan standar netral hak asasi manusia ke dalam
situasi perempuan. Perbedaan penting yang diperkenalkan CEDAW adalah bahwa
ia tidak terbatas sekedar mengamankan hak asasi perempuan tetapi juga mem-
perluas pemahaman akan hak asasi manusia itu sendiri. Untuk itu, CEDAW meng-
garisbawahi pentingnya kesadaran dan konsistensi dalam memperluas dan mem-
perlebar hak dalam konteks dan identitas khusus. Dengan demikian tugas jangka
panjang mengintegrasikan bentuk-bentuk pelanggaran yang berbasis gender ke da-
lam kerangka umum hak asasi manusia juga tetap dapat dilaksanakan.
Berbeda dengan instrumen hak asasi manusia pada umumnya yang menyatakan
bahwa ‘diskriminasi berdasarkan jenis kelamin’ dalam arti netral/umum, CEDAW
menyatakan bahwa perempuan adalah kelompok yang dirugikan karena tindak
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. CEDAW lebih memberikan perhatian pada
adanya tekanan sosial dan budaya pada perlakuan diskriminasi terhadap perem-
puan, dan dengan demikian memperluas aplikasi hak asasi manusia ke dalam ruang
privat perempuan.
Lebih penting lagi, adalah diberikannya tekanan pada kaitan antara ruang publik
dan ruang privat. Sumber dari dasar ideologi ketidaksetaraan perempuan da-
lam keluarga, tempat kerja, dan dalam kehidupan publik adalah konstruksi sosial,
atau anggapan sosial dan budaya yang dibangun mengenai kemampuan dan peran
perempuan. Perjalanan dari netral/umum ke khusus dan dari publik ke privat tidak
mudah, tetapi merupakan perjuangan yang penuh tantangan dan membutuhkan
waktu. Catatan panjang capaian langkah-langkah legal dalam perjalanan melahir-
kan CEDAW berawal dari jalan setapak dan hasil sedikit demi sedikit yang terkum-
pul selama tigapuluh tahun sehingga akhirnya menghasilkan konsensus global hak
asasi perempuan yang komprehensif.

Dikutip dari CEDAW RESTORING RIGHTS TO WOMEN

HAMBG_02-04-04.indd 161 12/05/2015 20:39:00


PERJALANAN
MENUJU KESETARAAN
I nstrumen-instrumen inter-
nasional tentang perem-
puan yang diadopsi sebelum
k
klarasi Universal Hak Asasi Manu-
sia, 1948.1
Setelah itu, dua Instrumen Hak
CEDAW, dengan jelas mere-
Asasi Manusia yang ditanda-
leksikan kemajuan menge-
tangani dalam tahun 1966, yaitu
nai pengakuan atas berbagai
Kovenan Internasional tentang
K
aspek kehidupan perempuan
Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan
H
yang mengalami diskriminasi.
Kove
Kovenan Internasional tentang Hak
Ketidaksetaraan perempuan di
Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR),
arena sipil dan kekerasan di ruang publik
melarang diskriminasi berdasarkan jenis
menarik perhatian internasional, walaupun
kelamin. Di samping itu, ada beberapa in-
secara perlahan, seperti yang terlihat da-
strumen yang memberikan tekanan khusus
lam traktat-traktat awal menyangkut perem-
pada prinsip-prinsip nondiskirimiansi da-
puan.
lam konteks kelompok-kelompok perem-
Langkah-langkah menuju CEDAW mere- puan tertentu atau suatu keadaan tertentu
leksikan perjalanan ke arah pemahaman dimana perempuan sangat rentan terhadap
tentang diskriminasi gender secara kompre- pengabaian hak mereka.
hensif dan pengakuannya sebagai isu hak
Konvensi Pemberantasan Perdagangan
asasi manusia. Gerakan berkaitan dengan
Manusia dan Eksploitasi Pelacuran, 1949
hak perempuan memberikan sumbangan
adalah konvensi pertama yang memberi-
yang besar dalam perjalanan ini.
kan perhatian pada kerentanan perempuan
Hak-hak perempuan dibangun secara berta- dalamlingkungan/keadaan khusus. Setelah
hap, melalui perjuangan berat yang dipimpin mengakui tingginya prevalensi diskriminasi
perempuan di berbagai belahan dunia. Per- terhadap perempuan pekerja, pada pada ta-
juangan terjadi dalam berbagai konteks, hun 1951 ILO menjadi ujung tombak dalam
berkaitan dengan berbagai realitas ekono- menetapkan perjanjian antar negara yang
mi, politik, dan sosial. Perempuan mencatat menjamin pemberian upah yang sama bagi
keberhasilan dalam berbagai hal berkaitan laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan
dengan hak-hak pekerja, persamaan upah, yang sama nilainya. Setelah itu, masih dalam
hak sipil, dan bebas dari penjajahan – de i- kurun waktu sebelum adopsi CEDAW, PBB
nisi baru mengenai peran perempuan dan juga mengakui kerentanan perempuan ter-
mentransformasi masyarakat. utama dalam situasi kon lik bersenjata dan
dengan demikian melarang perlakuan tidak
Pada akhir Perang Dunia Kedua, perempuan
manusiawi dalam situasi seperti itu melalui
membuat kemajuan penting dalam upaya
agar suara perempuan didengar. Semua ini
menghasilkan dimasukkannya “persamaan 1 Arvonne S. Fraser, “Becoming Human: The Ori-
hak laki-laki dan perempuan” ke dalam De- gin and Development of Women’s Rights,” dalam
Women, Gender and Human Rights: A Global
Perspective, ed. Marjorie Agosin, 15-64 (Jaipur:
Rawat Publications, 2003),
Artikel ini dikutip dari CEDAW RESTORING RIGHTS TO WOMEN

162 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 162 12/05/2015 20:39:00


Deklarasi Perlindungan Perempuan dan Anak-anak dalam Keadaan
Sesi 4
Darurat dan Kon lik Bersenjata, 1974. 300 Menit
Beralih dari instrumen yang menargetkan kelompok-kelompok khu-
sus tersebut, Konvensi Hak-hak Politik Perempuan tahun 1952 men-
jamin partisipasi politik perempuan. Sampai adanya Konvensi 1952
tersebut, usaha-usaha ke arah penghapusan diskriminasi terhadap
perempuan masih terbatas dalam ranah publik. Setelah itu adalah
163
Konvensi Tambahan tentang Penghapusan Perbudakan tahun 1956
dengan tujuan menghapus praktek-praktek dan kelembagaan dima-
na perempuan dipindahtangankan seperti sapi (dalam perkawinan,
sebagai pembayaran atas sesuatu, pewarisan perempuan kepada
orang lain setelah meninggalnya suami, dan lain-lain).
Walaupun sorotan masih terbatas pada norma dan praktek terkait
perbudakan dalam ruang privat, sampai batas tertentu, Konvensi
ini dapat dikatakan sudah mulai memasuki ranah utama dalam
masyarakat—yaitu keluarga. Konvensi ini dapat pula disebut se-
bagai yang paling awal (terutama mengenai ketidaksetaraan dan
ketidakadilan dalam ranah privat) dalam rangkaian Konvensi yang
kemudian mengarah pada kesepakatan komprehensif dalam bentuk
CEDAW.
Tidak berselang lama setelah Konvensi Tambahan tentang Peng-
hapusan Perbudakan, muncul Konvensi tentang Kewarganegaraan
Perempuan yang Menikah, 1957, memasuki ruang privat pernikahan
yang dianggap mempunyai dampak terhadap hak-hak perempuan
di ranah publik, dan mencoba untuk memisahkan antara ranah pu-
blik dan ranah privat. Instrumen ini menyatakan kewarganegaraan
perempuan tidak tergantung pada status perkawinan mereka dan
dengan demikian tidak tergantung pada kewarganegaraan suami
mereka.
Setelah itu, Konvensi mengenai Ijin Perkawinan, Usia Minimum
Perkawinan dan Pencatatan Perkawinan, 1964, menandai langkah
besar dalam penanganan isu-isu ketidaksetaraan dan ketidakadilan
dalam ranah privat tanpa mengaitkan dampaknya terhadap hak-
hak lainnya. Konvensi ini tidak hanya mengakui persamaan hak
bagi perempuan untuk memilih pasangan hidup, tetapi juga hak
memasuki perkawinan yang sepenuhnya didasarkan atas keingin-
an sendiri. Usaha terus menerus yang dilakukan berbagai kelom-
pok perempuan berbarengan dengan adanya berbagai kesepakatan
multilateral yang mengarah pada terwujudnya traktat lengkap yang
menghormati perempuan—yaitu CEDAW.

HAMBG_02-04-04.indd 163 12/05/2015 20:39:00


Tahap Perkembangan di PBB

NO TAHUN NAMA INSTRUMEN INTERNASIONAL


1 1949 Konvensi Pemberantasan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi
Pelacuran
2 1951 Konvensi ILO 100 tentang Persamaan Upah
3 1952 Konvensi tentang Hak Politik Perempuan
4 1956 Konvensi Tambahan tentang Penghapusan Perbudakan
5 1957 Konvensi mengenai Kewarganegaraan Perempuan yang Menikah
6 1962 Konvensi mengenai Ijin Perkawinan, Usia Minimum Perkawinan
dan Pencatatan Perkawinan
7 1974 Deklarasi Perlindungan Perempuan dan Anak-anak dalam Situasi Darurat
dan Kon lik Bersenjata
8 1979 Adopsi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan
9 1981 CEDAW mulai berlaku efektif1
10 2000 Protokol Opsional CEDAW 2

1 CEDAW mulai berlaku setelah 30 hari setelah ratiϔikasi 20 pihak, Pasal 27 (1)
2 Lihat Daftar Istilah.

164 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 164 12/05/2015 20:39:00


Sesi 4
UNSUR-UNSUR 300 Menit
POKOK CEDAW
165
W alaupun Konvensi pada pokoknya
mengacu pada teks dari traktat,
isi dan substansinya berasal dari ber-
bagai sumber lainnya. Sebagaimana
perundangan lainnya, CEDAW merupa-
kan dokumen hidup dan dinamis yang
memperkaya sekaligus mengembangkan
maknanya dari beragam aplikasi, penggu-gu-
naan dan perjuangan yang makin memperdalam dan mem-
perluas pemahaman tentang hak asasi perempuan.
Rekomendasi Umum (General Recommendation) dan Komen-
tar Akhir (Concluding Comments) yang merupakan bagian
dari Konvensi meNGubah ketetapan statis dari traktat yang
dikodi ikasi pada tahun 1979 menjadi perundangan yang len-
tur, yang secara aktif menyerap dan merespon tantangan-tan-
tangan baru yang timbul. Rekomendasi Umum dan Komentar
Akhir bersama-sama dengan pasal-pasal traktat membentuk
bangunan Konvensi.

Teks Konvensi
Konvensi terdiri dari Mukadimah dan 30 Pasal. Mukadimah
memuat dasar pikiran tentang penghapusan diskriminasi,
Pasal 1 mende inisikan istilah diskriminasi dan Pasal 2-4
berisi kewajiban umum yang diemban Negara Pihak. Pasal 5
sampai 16 merupakan ketentuan substantif—menjelaskan
berbagai bidang yang secara khusus berpengaruh terhadap
perempuan serta kewajiban negara berkaitan dengan itu; bi-
dang- bidang yang pada umummya terjadi diskriminasi ter-
dapat dalam pasal-pasal tersebut adalah pendidikan1 ketena-
gakerjaan2, kesehatan3 dan partisipasi politik4. Ini merupakan

1 Kovenan Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan,


1979, Pasal 10.
2 Id., Pasal 11.
3 Id., Pasal 12.
4 Id., Pasal 7. 21

Artikel ini dikutip dari CEDAW RESTORING RIGHTS TO WOMEN

HAMBG_02-04-04.indd 165 12/05/2015 20:39:01


daftar yang bersifat indikatif semata dan espon diskriminasi yang terjadi karena
bukan merupakan cakupan lengkap dari pembagian kerja berdasarkan jenis ke-
diskriminasi gender yang diperhatikan lamin dalam usaha keluarga dan dalam
CEDAW. Pasal-pasal selanjutnya, 17- rumah tangga; dan Rekomendasi 23 dan
30, menjelaskan secara rinci dasar dan 24 bertujuan menghapus diskriminasi
fungsi Komite5, proses pengkajian dan terhadap perempuan dalam kehidupan
prosedur pelaporan kepada Komite dan politik dan publik serta dalam akses
komunikasi dengan badan-badan PPB pada pelayanan kesehatan.
lainnya.
Komentar Akhir
Rekomendasi Umum (Concluding Comments)
Rekomendasi Umum didasarkan pada Bagian penting dari setiap undang-
tinjauan yang dilakukan Komite terh- undang adalah penerapannya dalam
adap laporan dan informasi yang di- kasus-kasus khusus. Hal ini terdiri dari
terima dari Negara Pihak. Rekomendasi kumpulan pengetahuan yang didapat
tersebut merupakan komentar yang dari penerapan hukum dalam situasi
bersifat intepretatif terhadap pasal- riil. Setiap penerapan merupakan “pre-
pasal Konvensi yang menjadi perhatian seden” yang memberikan kontribusi
Komite dalam proses pengkajian dari terhadap makna dari ketentuan suatu
laporan-laporan. Rekomendasi Umum undang-undang, dan demikianlah hu-
adalah cara yang digunakan Komite un- kum dikembangkan. Komentar Akhir
tuk merespon pada berbagai isu kon- adalah rekomendasi yang dibuat oleh
temporer dan saling berkaitan guna Komite berdasarkan peninjauan atas
menjelaskan dan memperluas ruang laporan yang disampaikan oleh Negara
lingkup Konvensi. Sampai saat ini, telah Pihak. Anggota Komite memberikan
dihasilkan 25 Rekomendasi6. Di antara ulasan/komentar terhadap kemajuan
rekomendasi-rekomendasi tersebut, yang dicapai oleh Negara Pihak dalam
terdapat beberapa rekomendasi yang melaksanakan kewajiban seperti diten-
signi ikan yaitu: Rekomendasi Umum 19 tukan dalam Konvensi dan menyusun
tentang kekerasan terhadap perempuan rekomendasi perbaikannya. Hal ini ada-
yang meminta pertanggungjawaban dari lah penerapan CEDAW dalam konteks
Negara Pihak untuk ”mengambil tinda- negara yang berbeda-beda, sama dengan
kan yang tepat dan efektif dalam menga- “legal precedence”.
tasi segala bentuk kekerasan berbasis
gender, baik yang terjadi di ranah publik Komentar akhir juga merupakan re lek-
maupun privat”; Rekomendasi Umum 21 si penilaian Komite terhadap apa yang
tentang kesetaraan bagi perempuan da- telah dicapai oleh Negara Pihak. Seca-
lam perkawinan dan hubungan keluar- ra kiasan, teks adalah batang pohon
ga; Rekomendasi Umum 16 dan 17 mer- dan Rekomendasi Umum merupakan
cabang-cabang yang menyaring dan
5 Lihat Daftar Istilah mengenai dasar dan fungsi memperluas makna Konvensi berkaitan
Komite yang dibentuk di bawah CEDAW. dengan berbagai isu yang timbul dan
6 Ini adalah keadaan pada bulan October 2004. saling berkaitan. Komentar Akhir ada-
Pembicaraan mengenai Rekomendasi Umum 26 lah penerapan Konvensi dalam konteks
tentang kewajiban negara dalam Pasal 2 CEDAW
sedang dilakukan.
negara yang berbeda-beda yang sedang

166 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 166 12/05/2015 20:39:01


ditelaah. Proses Perumusan Rekomendasi Umum dan Ko- Sesi 4
mentar Akhir merupakan proses yang interaktif yang mem- 300 Menit
beri sumbangan terhadap pembangunan CEDAW. Traktat ini
merupakan kerangka dari standar-standar yang digunakan
untuk mengukur kemajuan yang dicapai dan tindakan yang
dilakukan oleh suatu pemerintah. 167
Kajian mengenai laporan dari negara-negara itu mengangkat
isu-isu baru, tantangan, dan permasalahan yang terkait satu
sama lain. Komite melaksanakannya dalam dua tahap: perta-
ma, secara langsung memberikan tinjauan sebagai Komentar
Kesimpulan yang ditujukan pada Negara Pihak bersangkutan;
dan kedua, dalam kaitannya dengan isu ketimbang negara,
melalui rekomendasi umum. Rekomendasi Umum ditujukan
kepada semua Negara Pihak dalam hal menetapkan persyarat-
an pelaporan kepada Committee. Oleh karena itu, Konvensi
ini tidak dibangun oleh teks perjanjian saja, tetapi juga mela-
lui ulasan Negara dan Rekomendasi Umum yang merupakan
produk dari “treaty at work”.

HAMBG_02-04-04.indd 167 12/05/2015 20:39:01


KERANGKA DASAR CEDAW
H ak asasi perempuan da-
lam CEDAW didasar-
kan pada tiga prinsip: ke-
p
pilihan dan haknya? Dengan
kata lain, apakah kesetaraan
akan menentukan hasil yang
setaraan, nondiskriminasi dicapai ataukah suatu pros-
dan kewajiban negara. Da- es yang menjadi alat untuk
lam ketiga prinsip tersebut memperluas kesempatan ba-
terletak ‘prisma’ hak asasi gi orang-orang dalam memilih
perempuan, yang menjadi lensa sa dan menentukan hasil?1 Per-
untuk memeriksa dan mengoreksi se- masalahan utama di sini adalah makna
gala bentuk diskriminasi gender. Lebih istilah “kesetaraan”.
penting lagi, kerangka tujuan, kewa-
Pendekatan yang tradisional dan yang
jiban, hak, pengaturan dan akuntabilitas
paling umum ialah memberikan arti
hanya dapat dibangun melalui pemaha-
“memperlakukan sama seperti.” Tu-
man konsep-konsep dasar ini. Walau-
juan utamanya adalah menghindarkan
pun masing-masing konsep berbeda dan
adanya perlakuan berbeda terhadap
memiliki nuansa tersendiri, masingmas-
orang-orang dalam situasi yang sama.
ing saling berhubungan dan saling mem-
Perlakuan yang berbeda itu dianggap
perkuat dan menjadi inti CEDAW.
sebagai suatu masalah tersendiri, teru-
KESETARAAN tama karena memperlakukan anggota
suatu kelompok yang sama secara ber-
Apa arti cita-cita atau aspirasi keseta- beda-beda; bukan melindungi orang-
raan dalam dunia dimana manusia dila- orang dalam kelompok yang sama atas
hirkan dengan perbedaan jenis kelamin, keuntungan atau kerugian yang timbul
kemampuan dan ketidakmampuan isik, dengan cara yang tidak semestinya. Se-
ukuran dan warna kulit, kondisi ke- cara logika, pembedaan perlakuan di
hidupan dalam budaya dimana mereka hadapan hukum dibolehkan bagi mer-
dilahirkan, status ekonomi dan sistem eka yang tidak “sama” atau mereka yang
politik tempat mereka hidup, maupun berada dalam situasi yang berbeda.
keistimewaan dan ketidakberuntungan Tantangan utama dalam operasional-
yang ditimbulkan oleh atribut-atribut isasi pendekatan ini adalah penentuan
tersebut? Apa yang ingin dicapai den- apakah suatu kelompok itu “sama” atau
gan kesetaraan—apakah ingin membuat “berbeda.” Identi ikasi perbedaan di da-
semua manusia menerima satu jenis
pengelompokan saja? Ataukah agar ma- 1 Didasarkan pada proposisi bahwa hak itu send-
nusia dapat menggunakan kemampuan- iri tidak dapat dinikmati kecuali bila manusia
sudah memiliki kemampuan melalui pengaturan
nya untuk mendorong dan memperluas
material, kelembagaan, dan hukum. Selanjutnya,
guna melaksanakan dan mewujudkan kemampuan memberikan kebebasan untuk men-
golah pilihan ketimbang menentukan ‘pilihan’
Artikel ini dikutip dari atau capaian. Martha Nussbaum, Women and
CEDAW RESTORING RIGHTS TO WOMEN Human Development: The Capabilities Approach
(Delhi: Kali, 2000).

168 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 168 12/05/2015 20:39:01


lam suatu kelompok; bukan perbedaan asal muasal, dasar
Sesi 4
dan akibat dari perbedaan-perbedaan tersebut, dianggap se- 300 Menit
bagai hal utama dalam implementasi persamaan. Jika “perbe-
daan” diakui atau diterima, maka perbedaan perlakuan akan
diberikan. Sebaliknya, bila perbedaan tidak terlihat, maka
perbedaan perlakuan tidak boleh dilakukan. 169
Berdasarkan pada pemahaman tradisional tersebut terda-
pat dua pendekatan yang biasa diterapkan dalam kesetaraan
gender. Pendekatan pertama mena ikan perbedaan gender
antara laki-laki dan perempuan dan memperlakukan mereka
‘sama’; yang kedua menerima perbedaan tersebut dan mem-
perkuatnya dengan pemberian perlakuan yang berbeda-be-
da. Berkaitan dengan kesetaraan perempuan, kedua praktek
yang dominan ini disebut model kesetaraan ‘formal’ dan ‘pro-
teksionis’.
Di samping itu, terdapat pendekatan ketiga yaitu yang ber-
fokus pada asumsi-asumsi di balik pembedaan tersebut serta
dampaknya terhadap perempuan, yang membantu mengi-
denti ikasi dan mengoreksi ketidakberuntungan. Pendekat-
an ini disebut pendekatan ‘korektif’ atau model kesetaraan
substantif dan merupakan pendekatan yang diadopsi oleh
CEDAW. Bagian ini akan menjelaskan ketiga pendekatan ter-
sebut, membandingkan perbedaan masing-masing untuk
memperdalam pemahaman konseptual tentang kesetaraan
bagi perempuan yang diadopsi di dalam CEDAW2.
Pendekatan formal atau pendekatan kesamaan (sameness)
memperlakukan perempuan sama dengan laki-laki. Pendeka-
tan ini percaya bahwa setiap pengakuan atas perbedaan
gender dalam hukum berarti pengakuan terhadap adanya
stereotip negatif yang dilekatkan kepada perempuan yang
memperkuat posisi subordinasi mereka terhadap laki-laki.
Tujuan utama yang ingin dicapai adalah “perlakuan yang
sama”; bukan persamaan hasil. Karena perempuan dan laki-
laki dianggap sama, legislasi yang memperlakukan perem-
puan berbeda dianggap melanggar prinsip kesetaraan.
Dengan demikian, hukum harus netral gender dan aturan
harus didasarkan pada “satu standar.” Namun, pendekatan
ini memiliki kekurangan karena tidak mempertimbangkan
perbedaan biologis dan perbedaan gender serta ketidak-
beruntungan atau kerugian yang diderita perempuan dalam

2 Ratna Kapur dan Brenda Cossman, Subversive Sites: Feminist Engage-


ments with Law in India (New Delhi: Sage Publications, 1996), 175-177.

HAMBG_02-04-04.indd 169 12/05/2015 20:39:02


jangka panjang3. Dengan tujuan mem- Pendekatan ini menganggap perem-
perlakukan laki-laki dan perempuan puan sebagai kelompok yang berbeda
secara sama, pendekatan ini menyubur- dengan laki-laki bedasarkan asumsi so-
kan “buta gender—gender blindness” sial yang menganggap perempuan seba-
yang akan memperkuat standar domi- gai lemah, subordinat dan memerlukan
nan yang hanya didasarkan pada pengal- perlindungan. Perbedaan perlakuan
aman dan kepentingan laki-laki. Keung- dalam pendekatan ini didasarkan pada
gulan laki-laki dalam pembuatan hukum asumsi seperti itu. Pendekatan ini tidak
dan ideolgi gender berperan secara berfokus pada hal-hal eksternal, struk-
berbarengan dalam pembentukan dan tural atau sistemik yang menyebabkan
pelestarian standar laki-laki. Akibat- terjadinya subordinasi perempuan.
nya, akan muncul beban tambahan bagi Karenanya, dalam melakukan koreksi,
perempuan, yaitu keharusan untuk me- pendekatan ini mendukung nilai-nilai
menuhi standar laki-laki. Padahal dalam gender negatif yang dilekatkan pada
kenyataannya, perempuan memiliki real- perempuan. Inilah yang disebut ‘protek-
itas sosial dan ekonomi yang tidak sama sionis’ karena menganggap subordinasi
dengan laki-laki. Karena tidak diuntung- perempuan sebagai hal yang alami, in-
kan oleh adanya peran, tanggungjawab, heren, dan tidak dapat dirubah; bukan
dan sumber daya gender, maka hanya menentang asumsi-asumsi tentang pe-
sedikit saja perempuan yang akan dapat rempuan yang sudah dianggap lazim.
mencapai standar laki-laki.
Pendekatan ketiga adalah pendekatan
Model berbeda atau proteksionis me- substantif atau korektif. Pendekatan ini
lihat laki-laki dan perempuan sebagai tidak hanya berfokus pada perlakuan
‘terkondisikan’ berbeda dan dengan yang sama di hadapan hukum, tetapi ke-
demikian tidak memerlukan perlakuan setaraan dalam arti dampak aktual dari
yang sama. Model ini menganggap per- hukum. De inisi kesetaraan substan-
bedaan biologis dan asumsi-asumsi tif mempertimbangkan dan memberi-
sosial sebagai standar peran dan kapa- kan fokus pada keragaman, perbedaan,
sitas yang dilekatkan pada laki-laki ketidakberuntungan dan diskriminasi.
dan perempuan. Perbedaan-perbedaan Pendekatan ini mengakui perbedaan an-
tersebut membenarkan perbedaan per- tara laki-laki dan perempuan, tetapi bu-
lakuan terhadap laki-laki dan perem- kan dalam arti menerima perbedaan se-
puan. Undangundang Dasar India dipen- bagai sesuatu yang ‘sudah dari sananya’.
garuhi oleh interpretasi arti kesetaraan
Sebaliknya, pendekatan ini meneliti
seperti ini. Masalah dalam pendekatan
asumsi-asumsi di balik perbedaan-
ini bukan pada pengakuan atas perbe-
perbedaan tersebut dalam usahanya
daan, tetapi pada bagaimana memper-
menganalisa dan menilai ketidakberun-
lakukan perbedaan.
tungan yang timbul. Pendekatan ini
berusaha mengembangkan “perlakuan
3 Perbedaan gender merupakan perbedaan yang yang berbeda” atau respon yang mem-
diciptakan secara sosial antara laki-laki dan bongkar ketidakberuntungan tersebut.
perempuan didukung oleh ideologi dan dilanjut- Pendekatan substantif berusaha meng-
kan oleh proses-proses sosial. Perbedaan gender hapus diskriminasi yang diderita oleh
berbeda dengan perbedaan jenis kelamin, yang
bersifat biologis.
kelompok-kelompok yang tidak berun-

170 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 170 12/05/2015 20:39:02


tung pada tingkat individu, kelembagaan, dan sistem, melalui
Sesi 4
tindakan-tindakan korektif dan positif. Perhatian utamanya 300 Menit
adalah memastikan agar hukum melakukan koreksi atas
ketidakseimbangan yang ada dan memberi pengaruh pada
hasilnya dengan memastikan adanya persamaan kesempat-
an, akses, dan manfaat bagi perempuan. Untuk itu, pendekat-
an ini berusaha memgubah paradigma dari “perlakuan yang
171
sama” menjadi “persamaan hasil.” (equality of outcomes)
Respon ‘proteksionis’ berbeda dengan ‘korektif’ walaupun
keduanya dapat menghasilkan ketentuan-ketentuan khusus
bagi perempuan. Protektionis cenderung tidak melibatkan
perempuan dalam wilayah-wilayah yang ‘tidak aman’ atau
‘tidak cocok’ bagi perempuan.
Sebaliknya, pendekatan substantif memfasilitasi kesetaraan
dalam kesempatan dengan cara memperkuat kemampuan
perempuan dalam memperluas pilihan mereka di wilayah
non-tradisional, dan dengan memberlakukan langkah-lang-
kah khusus untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang
mungkin mereka hadapi.
Sebagai contoh, kasus seorang perempuan yang bekerja seba-
gai penjaga dalam penjara untuk penjahat berat dan penjahat
seks.4 Respon proteksionis adalah memindahkan perempuan
itu dari pekerjaan tersebut karena dianggap berbahaya bagi
perempuan. Pendekatan formal tidak akan mempedulikan
kemungkinan adanya bahaya khusus bagi perempuan dan
membolehkan perempuan bekerja di tempat tersebut dengan
resiko ditanggung sendiri. Pendekatan korektif akan mem-
pelajari risiko—khusus atau umum, dan menerapkan lang-
kah-langkah pengamanan khusus untuk melindungi perem-
puan dan dengan demikian memastikan kesempatan kerja
yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Fokusnya adalah
penanganan resiko bagi perempuan ketimbang tidak mem-
bolehkan perempuan atau tidak mempedulikan resiko-resiko
khusus yang mungkin dihadapi perempuan. Pendekatan pro-
teksionis sebenarnya mengekalkan diskriminasi gender da-
lam hukum atas nama perlindungan perempuan ketimbang
mempertanyakan sumber penyebab diskriminasi.
CEDAW mengadopsi model kesetaraaan substantif. Tujuan
kesetaraan menurut CEDAW adalah menghasilkan keluaran

4 Studi kasus didasarkan pada ‘Dothard v. Rawlinson’, 433 U.S. 321 (1997),
Building Capacity for Change: Training Mannual on the Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women, IWRAW, Asia
Paciϔic, 2001.

HAMBG_02-04-04.indd 171 12/05/2015 20:39:02


untuk memastikan persamaan kesem- ap pembedaan, pengucilan, atau pem-
patan (hukum, kebijakan, program), ke- batasan yang dibuat atas dasar jenis
setaraan dalam akses, dan kesetaraan kelamin yang mempunyai pengaruh
dalam memperoleh manfaat nyata/riil. atau tujuan untuk mengurangi atau
Konvensi mewajibkan setiap negara un- menghapuskan pengakuan, penikma-
tuk memastikan dicapainya persamaan tan, atau penggunaan hak asasi manu-
dalam hasil (equality of outcomes), dan sia dan kebebasan-kebebasan pokok di
dengan demikian, memberikan kewa- bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
jiban kepada negara untuk menunjuk- sipil atau apapun lainnya bagi kaum
kan adanya capaian, atau hasil nyata perempuan terlepas dari status pekaw-
yang dinikmati. Dengan kata lain, Kon- inan mereka atas dasar persamaan laki-
vensi lebih memperhatikan kesetaraan laki dan perempuan.
dalam akses dan kesetaraan manfaat,
Walaupun Pasal di atas dengan jelas
ketimbang kesetaraan perlakuan.
menjabarkan de inisi diskriminasi, ke-
dalaman dan cakupannya lebih dapat
NON-DISKRIMINASI/ dipahami melalui ketentuan-ketentuan
DISKRIMINASI substantif Konvensi. Pasal 4 menentu-
Kapan perbedaan gender dan pembe- kan diskriminasi positif atau ‘korektif’
daan perlakuan disebut diskriminasi? sebagai aspek penting penghapusan
Dua pendekatan kesetaraan (dibahas di diskriminasi dan Rekomendasi Umum
atas) memandang perlu adanya perbe- 19 memperluas cakupannya dengan
daan perlakuan untuk mencapai kese- memasukkan bentuk-bentuk kekerasan
taraan. Kapan perbedaan perlakuan di- khusus gender (gender-speciϔic forms of
anggap sebagai sebab diskriminasi dan violence). Pelaksanaan dan kewajiban
kapan ia merupakan langkah mencapai yang diembannya meliputi ranah publik
kesetaraan? Dan lebih khusus, apa arti dan ranah privat dan juga negara dan
dan lingkup diskriminasi? Diskriminasi bukan-negara sebagai pelaku. De inisi
dilarang dalam lebih dari satu traktat dalam Pasal 1 dapat juga diaplikasikan
hak asasi manusia. Kovenan Interna- pada diskriminasi yang dijabarkan da-
sional tentang Hak Sipil dan Politik (IC- lam ICCPR. Menurut CEDAW, diskrimi-
CPR) melarang pembedaan berdasarkan nasi terjadi bila ada elemen-elemen
ras, warna, jenis kelamin, dan bahasa berikut yang berkaitan satu dengan lain-
sebagai jaminan atas hak individu. nya:
Pembedaan dalam pemberian hak atas Ideologi
dasar yang manapun merupakan tinda-
kan diskriminatif dan bukan perlakuan Asumsi-asumsi berbasis gender tentang
berbeda yang memfasilitasi kesetaraan peran dan kemampuan perempuan. Dis-
pengakuan, penikmatan, dan penerap- kriminasi yang ditentukan dalam CE-
an hak yang sama bagi semua. CEDAW DAW tidak terbatas pada pembedaan
memberikan arti yang lebih komprehen- perlakuan yang didasarkan hanya pada
sif tentang diskriminasi pada Pasal 1: jenis kelamin tetapi juga diskriminasi
yang bersumber dari asumsi-asumsi
Dalam Konvensi ini istilah “diskrimina- sosial budaya negatif yang dilekatkan
si terhadap perempuan” berarti seti- pada keadaan karena dia adalah “perem-

172 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 172 12/05/2015 20:39:03


puan’”— atau yang disebut “ideologi gender.” Konstruksi ide-
Sesi 4
ologis peran dan kemampuan perempuan mempengaruhi 300 Menit
akses perempuan dalam memperoleh berbagai kesempatan
di berbagai tingkat: individu, kelembagaan, dan sistem.
Sebagai contoh, kenyataan bahwa pekerjaan yang dilakukan
perempuan sebagian besar adalah pekerjaan-pekerjaan ter- 173
tentu saja dan di sisi lain tidak adanya perempuan dalam jenis-
jenis pekerjaan lainnya merupakan akibat dari asumsi-asum-
si ideologi bahwa perempuan hanya cocok untuk pekerjaan
tertentu saja. Bahwa perempuan lebih banyak mengerjakan
pekerjaan pengasuhan, pelayanan dan pekerjaan-pekerjaan
subordinat lainnya didasarkan pada pilihan dan kesempatan
yang diberikan kepada perempuan pada lingkup pekerjaan
tersebut, dan bukan karena perempuan tidak mampu atau
tidak berminat untuk pekerjaan lain. Asumsi gender seperti
ini telah membatasi kesetaraan kesempatan bagi perempuan
di tempat kerja.

Tindakan
Perbedaan perlakuan, pembatasan atau pengucilan asumsi
berbasis gender telah memberikan dampak negatif pada hak
dan kebebasan perempuan dan menjadi sebab adanya dis-
kriminasi dalam hal-hal sebagai berikut:
Perbedaan perlakuan terhadap perempuan dibandingkan
dengan laki-laki: Dalam Pasal 1 CEDAW, perbedaan per-
lakuan terhadap laki-laki dan perempuan tidak dengan
sendirinya disebut sebagai diskriminasi, tetapi diskriminasi
terjadi bila perbedaan perlakuan tersebut menimbulkan
pengurangan atau penghapusan hak dan kebebasan perem-
puan. Dengan demikian, tindakan a irmasi untuk mengore-
ksi ketidakberuntungan yang dialami perempuan pada saat
ini (contemporary) atau yang sudah lama berlangsung (his-
toric) sebagai upaya untuk mencapai kesetaraan substantif
tidak masuk dalam cakupan de inisi ini.
Pembatasan hak dan kebebasan perempuan: Pembatasan
berarti pengurangan atau pembatasan yang dipaksakan
pada hal yang diakui sebagai hak. Pembatasan jam kerja,
pembatasan gerak/mobilitas, bekerja atau pindah kerja
harus dengan izin suami atau penanggung jawab lainnya
merupakan contoh diskriminasi seperti ini.
Pengucilan: Pengucilan adalah pengingkaran hak dan kebe-
basan perempuan berdasarkan jenis kelamin atau asumsi-
asumsi gender. Contoh dari pengucilan seperti ini adalah
tidak membolehkan perempuan ditahbiskan sebagai pen-

HAMBG_02-04-04.indd 173 12/05/2015 20:39:03


deta menurut ketentuan agama, me- perundangan yang memberikan hak
warisi harta pusaka, memilih, atau perwalian kepada bapak dan melimpah-
menduduki posisi tertentu kan hak tersebut kepada ibu hanya bila
bapak tidak ada [makna sebenarnya atau
Terjadinya perubahan kebijakan dapat
secara fungsional]6 mensubordinasi pe-
menyebabkan perubahan dari satu ben-
rempuan dalam kapasitasnya sebagai
tuk diskriminasi ke bentuk yang lain,
ibu terhadap laki-laki dalam kapasitas-
atau bahkan dapat mengakibatkan ke-
nya sebagai bapak. CEDAW mencakup
tiga bentuk diskriminasi tersebut ber-
diskriminasi tidak langsung yang meru-
laku secara bersamaan. Sebagai contoh,
pakan akibat dari apa yang kelihatannya
sesudah revolusi 1979 di Iran, perem-
sebagai netral, atau persyaratan yang
puan dilarang berpartisipasi dalam se-
mempunyai dampak diskriminatif terha-
mua jenis olah raga. Tetapi kemudian,
dap perempuan, walaupun tidak dimak-
para pemimpin politik membolehkan
sudkan sebagai tindak diskriminasi.
perempuan berpartisipasi dalam ber-
Diskriminasi tidak langsung merupakan
bagai jenis olah raga, kecuali sepak bola,
akibat dari suatu tindakan yang dilaku-
tetapi dengan syarat mereka harus ber-
kan atau tidak dilakukan karena meng-
pakaian sederhana dan badan tertutup
anggap bahwa dalam suatu keadaan
semuanya. Namun, syarat tersebut tidak
tertentu laki-laki dan perempuan adalah
berlaku bagi perempuan yang berolah
sama—padahal tidak demikian halnya.
raga di dalam fasilitas privat atau fasili-
tas terpisah laki dan perempuan5 Con- Dengan demikian, maka standar laki-laki
toh ini dengan jelas mere leksikan adan- diterapkan terhadap perempuan, suatu
ya perubahan, dari situasi pengucilan standar yang tidak memungkinkan atau
terhadap semua jenis olah raga ke da- menghilangkan hak perempuan untuk
lam situasi dimana tiga jenis bentuk dis- memperoleh kesempatan sama. Sebagai
kriminasi, yaitu pengucilan, pembatasan contoh, persyaratan mendapat kredit
dan perbedaan perlakuan, dilakukan se- keuangan yang mengharuskan adanya
cara bersamaan. agunan berupa harta tak bergerak atau
tanah. Dalam konteks atau keadaan di-
Niat mana hak waris perempuan dibatasi
Diskriminasi langsung atau tidak lang- berdasarkan kaidah hukum atau buda-
sung. Diskriminasi langsung adalah hasil ya, akan mena ikan atau menghalangi
dari tindakan-tindakan yang dirancang hak perempuan untuk memperoleh kre-
dan dimaksudkan untuk memperlaku- dit keuangan, walaupuan pengucilan se-
kan perempuan secara berbeda. Sebuah macam itu sebenarnya tidak dimaksud-
kan.
5 Juga lihat “Iranian Women are Competing in
Sports Again,” The Women’s Watch, International
Women’s Rights Action Watch, Minnesota, June 6 Lihat Githa Hariharan v. Reserve Bank of India,
1998, vol. 11, nos. 3 & 4, 8. AIR 1999 SC 1149

174 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 174 12/05/2015 20:39:03


AKIBAT PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
Sesi 4
PENGAKUAN, PENIKMATAN, PENGGUNAAN 300 Menit
HAK ATAU KEBEBASAN
Berbagai tindakan pembedaan perlakuan, pengucilan atau
pembatasan hak disebut diskriminasi tidak hanya karena
tindakan tersebut didasarkan pada asumsi berbasis gender,
175
tetapi juga bila tindakan itu mengakibatkan pengurangan
atau penghapusan pengakuan, penikmatan, dan penerapan
hak asasi manusia serta kebebasan dasar perempuan. Pen-
gurangan terjadi bila pembatasan atau persyaratan dilekat-
kan pada hak, yang mengakibatkan terbatasnya atau hilang-
nya pengakuan akan hak tersebut serta kemampuan untuk
menuntutnya. Penghapusan merupakan pencabutan hak dan
kebebasan perempuan dalam bentuk penolakan atas hak itu
atau tidak adanya lingkungan dan mekanisme yang memung-
kinkan perempuan untuk menegaskan atau menuntut hak
mereka.
Suatu keputusan dianggap diskriminatif jika keputusan terse-
but berdampak pada hak asasi perempuan dan kebebasan
dasar dengan cara:
Pengurangan atau penghapusan pengakuannya
Pengurangan atau penghapusan penikmatannya
Pengurangan atau penghapusan penggunaannya

DISKRIMINASI DALAM SEMUA BIDANG DAN


OLEH SETIAP PELAKU
Wilayah diskriminasi menurut ketentuan CEDAW tidak terba-
tas hanya pada ranah publik (yang terkait langsung dengan
negara dan aparat negara). Diskriminasi mencakup tindakan
dalam bidang-bidang “politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil
atau bidang lainnya.”7Diskriminasi mencakup tindakan yang
dilakukan oleh pelaku privat mulai dari individu sampai kor-
porasi bisnis, keluarga dan masyarakat. Diskriminasi menca-
kup hukum tertulis, asumsi sosio-budaya tentang perempuan
dan norma-norma yang diperlakukan terhadap perempuan.
Diskriminasi dapat bersifat historis, atau terjadi pada saat ini,
dan saling terkait satu sama lain (cross-cutting). Diskriminasi
historis artinya bila suatu kelompok menderita karena pengar-
uh diskriminasi di masa lalu, atau bila perlakuan diskriminatif

7 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan,


1979, Pasal 1.

HAMBG_02-04-04.indd 175 12/05/2015 20:39:03


semakin menekan suatu kelompok yang Pasal-pasal penting yang menjelaskan
secara historis mengalami penindasan cakupan kewajiban negara adalah Pasal
institusional dan sistemik. 1 sampai Pasal 4. Cakupan kewajiban
negara yang terdapat dalam de inisi dis-
Dengan jelas CEDAW menentukan bah-
kriminasi pada Pasal 1 termasuk dis-
wa sasaran diskriminasi itu terlepas dari
kriminasi di bidang politik, sosial, ekono-
tempat dimana itu terjadi atau asalnya.
mi, budaya, sipil dan bidang-bidang lain.
Untuk menjamin keluasan bidang yang
Pasal 2 (f ) dan 5 menegaskan kewajiban
dicakup CEDAW, Pasal 1 memperluas
negara dalam kaitannya dengan prak-
pelaksanaannya ke “setiap bidang lain.”
tek-praktek diskriminatif yang berasal
Bidang yang dicakup CEDAW termasuk
dari norma-norma sosial dan hukum
diskriminasi de jure8 seperti kedudukan
kebiasaan—dengan jelas memperluas
legal atau formal perempuan. CEDAW
tanggung jawab negara ke dalam ling-
juga mencakup diskriminasi de facto9
kup yang lebih luas daripada apa yang
meliputi praktek-praktek informal yang
pada umumnya diterima dalam hukum
tidak diberi sanksi hukum tetapi meng-
nasional. Pasal 2 dan 3 menjelaskan ke-
atur hak dan kebebasan perempuan.
wajiban negara dalam kaitannya dengan
penghapusan diskriminasi dan memas-
KEWAJIBAN NEGARA tikan kesetaraan substantif. Untuk itu,
Kewajiban negara tidak boleh dipandang Pasal 2 (e) memberikan tanggung jawab
hanya sebagai satu elemen dari trak- kepada negara untuk menghapus dis-
tat tetapi merupakan konsep penting kriminasi yang dilakukan oleh “setiap
dan integral dari kerangka kesetaraan orang, lembaga atau perusahaan,” me-
dan non-diskriminasi yang dikandung masukkan pelaku privat, individu atau
dalam Konvensi. Di samping sebagai kelompok, ke dalam cakupannya.
pendukung konstruksi kesetaraan dan Kedua Pasal tersebut memasukan lang-
non-diskriminasi terhadap perempuan, kah korektif, program, hukum, kebijakan
kewajiban negara menggunakan de inisi dan setiap tindakan yang diambil dalam
kesetaraan dan non-diskriminasi ter- cakupan kewajiban yang diemban nega-
hadap perempuan dalam menentukan ra. Pada akhirnya, Pasal 4 memperluas
cakupan pelaksanaannya. Kaitan antara tanggng jawab negara, tidak hanya pada
kewajiban negara, kesetaraan, dan non- tindakan formal tetapi pada hasil-hasil
diskriminasi memiliki sifat interaktif, yang dicapai di lapangan, dan mereko-
ketiganya merupakan perpaduan yang mendasikan tindakan a irmasi untuk
membangun pendekatan mengenai hak mempercepat terjadinya kesetaraan.
asasi perempuan.
Masing-masing elemen kewajiban nega-
ra dengan mengacu pada pasal-pasal
8 Lihat Daftar Istilah terkait, dibahas di bawah ini:
9 ibid 32

176 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 176 12/05/2015 20:39:04


Kewajiban Menyediakan Perangkat dan Ke-
Sesi 4
wajiban Mendapat Hasil Nyata 300 Menit
CEDAW menggarisbawahi dua jenis kewajiban—kewajiban
menentukan langkah-tindak dan hasil yang nyata. Yang perta-
ma adalah kewajiban untuk menciptakan perangkat (means),
dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki negara,
177
untuk mewujudkan kesetaraan. Implisit dalam kewajiban ini
adalah tuntutan perempuan terhadap alokasi atau redistri-
busi sumberdaya nasional untuk menciptakan kerangka kes-
etaraan substantif. CEDAW memahami bahwa perbedaan gen-
der membatasi dan menghalangi status, kesempatan, akses
dan sumber daya perempuan. CEDAW menyatakan bahwa ke-
bijakan dan hukum negara dapat mengatasi ketidakseimban-
gan seperti itu melalui pelaksanaan langkah-langkah korektif
atau perbaikan. Sumberdaya negara—normatif, kelembagaan,
kebijakan dan yang paling penting, perbaikan—harus dituju-
kan untuk memenuhi kewajiban menentukan langkah-tindak
dan penyediaan perangkat untuk memastikan kesetaraan da-
lam kesempatan, akses dan manfaat bagi perempuan.
Kewajiban kedua yang ditentukan CEDAW adalah lebih luas
daripada hanya menyediakan perangkat untuk memastikan
adanya persamaan hasil (kewajiban memberikan hasil nya-
ta). Dalam konteks partisipasi politik, berdasarkan hukum
formal atau de jure, perempuan memiliki hak untuk memilih.
Namun, kenyataan di lapangan atau situasi de facto mung-
kin sangat berbeda jika perempuan tidak dapat melaksana-
kan hak itu secara efektif, yaitu yang didasarkan atas penge-
tahuan dan pertimbangan yang bebas. Sekurang-kurangnya
diperlukan informasi pendaftaran pemilih perempuan, nama
calon, partai politik, dan aspek-aspek sejenis yang menentu-
kan pelaksanaan hak pilih10. Pasal 4 menyatakan “kewajiban
hasil nyata” itu dengan memberikan tekanan pada perlunya
tindakan a irmasi untuk mencapai kesetaraan de facto atau
kesetaraan substantif. Dengan kata lain, Konvensi lebih me-
nekankan pada kesetaraan dalam akses dan manfaat diban-
dingkan perlakuan yang sama.

Penghormatan, Pemenuhan
dan Perlindungan
Perwujudan penuh hak asasi manusia menghendaki bahwa
negara mengemban tiga tingkat tanggung jawab, yaitu: peng-

10 Rekomendasi Umum 23, ayat 20.

HAMBG_02-04-04.indd 177 12/05/2015 20:39:04


hormatan, pemenuhan dan perlindung- Tindakan af irmasi didasarkan pada pe-
an hak dan kebebasan. Masing-masing mahaman bahwa kesetaraan dan non-
tingkat saling terkait dan tidak dapat diskriminasi tidak berarti perlakuan
dipisahkan satu sama lain. Penghormat- yang sama. Pasal 4 dan ketentuan tema-
an memerlukan peneguhan melalui tik CEDAW mewajibkan Negara Pihak
pelaksanaan standar normatif yang untuk menghapus diskriminasi yang
mengakui hak asasi perempuan. Ini kini dihadapi atau di masa lalu dengan
merupakan syarat awal bagi penikma- mengambil langkah-langkah khusus,
tan hak dan kebebasan, dengan men- baik yang bersifat sementara maupun
ciptakan lingkungan, termasuk kerang- berkelanjutan. Sebagai contoh, ketidak-
ka kelembagaan, yang memungkinkan beruntungan historis dalam hal parti-
pemenuhan standar normatif tersebut. sipasi politik dapat diatasi dengan pe-
Terakhir, diperlukan mekanisme yang nentuan kuota atau penyediaan tempat
dapat diterapkan yang secara efektif —cara sementara yang memungkinkan
melindungi standar-standar tersebut tercapainya hasil dari kesetaraan. Ke-
dari ancaman pelanggaran. Ketiga peran bijakan yang ditentukan untuk menye-
ini sama dengan “pengakuan, penikma- diakan pekerjaan dan kenaikan pangkat
tan dan penerapan” penuh hak-hak dan bagi perempuan dalam situasi dimana
kebebasan oleh perempuan seperti di- perempuan kurang terwakili, yang dis-
jelaskan dalam Pasal 1 Konvensi. Dengan ebabkan karena ketidakberuntungan
demikian, tanggung jawab negara lebih historis atau prasangka yang sudah lama
dari sekedar kepastian konstitusional, berakar, juga merupakan suatu bentuk
pelaksanaan program, kebijakan dan ini- tindakan a irmasi.12
siatif yang meliputi tindakan publik dan
Pasal 4 mencakup langkah khusus un-
privat dalam setiap bidang. Lebih pent-
tuk tidak hanya memecahkan masalah
ing lagi, dalam tanggung jawab negara
diskriminasi historis ataupun yang kini
termasuk pula diciptakannya kerangka
dihadapi, tetapi juga kondisi yang me-
institusional yang efektif yang dapat
nyangkut kebutuhan biologis dan psikol-
melindungi hak dan kebebasan, dari pe-
ogis perempuan, seperti fungsi mengan-
langgaran sekecil apa pun.
dung dan melahirkan anak (maternity).
Langkah-langkah khusus tersebut tidak
Tindakan Afirmasi bersifat sementara tetapi berkelanjutan.
Tindakan af irmasi merupakan sarana/ Suatu langkah khusus, apakah semen-
cara yang dapat dan harus digunakan tara atau berkelanjutan, penting untuk
untuk mengatasi masalah ketidakberun- menyeimbangkan keadaan yang tidak
tungan perempuan. Hukum internasio-
nal dan undang-undang India mengakui rective or positive discrimination. Whereas privi-
adanya ”diskriminasi korektif” atau ”dis- lege is based on social convention and tradition,
kriminasi penyeimbang” seperti itu.11 positive discrimination is based on the rationale
that historical barriers faced by certain groups on
11 Walaupun istilah diskriminasi positif biasa any enumerated ground of discrimination must be
dipakai untuk menyebutkan tindakan afϔirmatif, overcome and eliminated.
Rekomendasi Umum 25 menyatakan kecenderun- 12 Lihat “The European Court of Justice has Ruled
gan pemakaian istilah diskriminasi ‘korektif’ in Favour of Job Preferences for Women,” The
atau ‘kompensatoris’ ketimbang diskriminasi Women’s Watch, International Women’s Rights
‘positif’. Privilege must be distinguished from cor- Action Watch, Dec 1997, vol. 11, No. 2, 6.

178 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 178 12/05/2015 20:39:04


seimbang (uneven playing ϔield). Istilah ‘langkah khusus’ tidak
Sesi 4
terkait dengan “kebutuhan” perempuan, karena hal ini “ka- 300 Menit
dang-kadang membuat perempuan dan kelompok lain yang
terdiskriminasi sebagai lemah, rentan dan memerlukan lang-
kah ekstra dan ‘khusus’.”13 Istilah ‘khusus’ tidak terkait de-
ngan kelemahan tetapi langkah-tindak yang diperlukan untuk
mengatasi diskriminasi; tetapi terkait dengan tujuan khusus
179
yang ingin dicapai. Kata ‘sementara’ tidak berarti suatu kurun
waktu yang ditentukan terlebih dahulu, tetapi bahwa diskrimi-
nasi dapat digantikan dan dihapuskan dengan melaksanakan
langkah-langkah khusus. Karenanya, langkah sementara akan
terus dilanjutkan sampai ketidaksetaraan berhasil diatasi.

Uji Kelayakan (Due Diligence)


Konvensi mewajibkan Negara Pihak untuk bertanggung
jawab atas pelanggaran yang dilakukan aktor privat baik da-
lam ranah publik maupun ranah privat. Negara Pihak dengan
demikian tidak hanya diharuskan untuk menunjukkan bah-
wa mereka sudah melaksanakan “uji kelayakan” untuk me-
menuhi tanggung jawab formal atau tanggung jawab de jure,
tetapi juga bahwa mereka sudah mengambil “langkah” yang
memungkinkan, mengatur dan melindunginya. Rekomendasi
Umum 19 CEDAW menentukan bahwa Negara Pihak sepatut-
nya bekerja keras dalam mengatur dan melindungi perem-
puan dari bentuk-bentuk kekerasan sistemik seperti kekeras-
an domestik dan pelecehan seksual di tempat kerja. Sampai
sejauh mana uji tuntas dilaksanakan dapat dinilai melalui
adanya peraturan perundang-undangan, kebijakan, program,
dan efektivitas dari akses pada mekanisme perbaikan.

Harmonisasi Nasional
Rati ikasi Konvensi oleh suatu negara mencakup pengakuan
dan persetujuan akan tujuan-tujuan yang ditentukan dalam
traktat dan komitmen untuk melaksanakannya dengan niat
baik. Prinsip kedaulatan membolehkan Negara Pihak menilai
cara, langkah, dan jangka waktu yang diperlukan untuk me-
menuhi kewajiban-kewajiban tersebut. Dengan demikian,
Negara Pihak dapat memberikan syarat atau mengubah ke-
wajibannya terhadap suatu ketentuan khusus dalam traktat
dengan cara reservasi14 atau deklarasi.15 Untuk memastikan

13 Rekomendasi Umum 25, ayat 21.


14 Lihat Daftar Istilah.
15 Ibid

HAMBG_02-04-04.indd 179 12/05/2015 20:39:04


hak kedaulatan ini dijalankan secara ten, maka dengan menggunakan argu-
bertanggung jawab, reservasi memi- mentasi bahwa penikmat perjanjian hak
liki syarat-syarat tertentu.16 Rati ikasi asasi manusia adalah manusia, sehingga
memerlukan tanggung jawab pada dua rati ikasi dapat menjadi pemenuhan
tingkatan—pertama, pada tingkat inter- harapan yang absah (legitimate expecta-
nasional—terhadap sistem PBB melalui tion) setiap orang sebagai penerima atau
prosedur tinjauan negara17; kedua, tang- penikmat hak asasi manusia; dan bahwa
gung jawab untuk melaksanakan traktat harapan seperti itu dapat ditegaskan
di tingkat nasional—melalui harmoni- terhadap suatu Negara Pihak dalam per-
sasi ke dalam hukum domestik, apakah adilan nasional.19 Dengan demikian, hak
melalui legislasi, kebijakan, interpretasi yang bersumber dari rati ikasi hukum
yang tepat, atau langkah-langkah lain- internasional hak asasi manusia tidak
nya.18 tergantung pada sistem politik, apakah
struktur pemerintahan federal atau
Dalam situasi dimana hukum nasional
suatu negara kesatuan—tetapi meru-
tidak berlaku atau bahkan tidak konsis-
pakan suatu kewajiban yang diemban
oleh negara sebagai suatu kesatuan un-
16 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Dis-
kriminasi Terhadap Perempuan, 1979, Pasal 28
tuk meningkatkan pemenuhan harapan
(2) dan Vienna Law of Treaties, 1969, menjelas- yang absah (legitimate expectation) bagi
kan syaratsyarat reservasi yang sah, Ditentukan terpenuhinya hak asasi manusia dalam
bahwa Reservasi harus konsisten dengan maksud wilayah yurisdiksinya.
dan tujuan traktat, spesiϔik dan tidak samar-sa-
mar, dan dibuat dengan niat baik Negara Pihak.
17 Negara-negara Pihak diwajibkan untuk me-
nyampaikan laporan periodik setiap empat tahun
kepada Komite yang akan melakukan penilaian
atas kemajuan yang dicapai sesuai dengan kewa- 19 Walaupun harmonisasi nasional memer-
jiban yang ditentuakn dalam perjanjian (treaty) lukan legislasi, ada preseden hukum yang men-
18 Contoh-contoh dari berbagai cara har- dukung penetapan standar internasional yang
monisasi nasional lihat Bringing Equality Home: didasarkan pada harapan yang absah (legitimate
Implementing the Convention on the he Elimi- expectation) Minister of Immigration and Ethnic
nation of All Forms of Discrimination Against Affairs v. Teoh, (1994) 128 ALR 353 (High Court of
Women, ed. Landberg Lewis (New York: United Australia and Vishaka v. State of Rajasthan (1997)
Nations Development Fund for Women, 1998). 6 SCC 241 (Supreme Court of India).

180 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 180 12/05/2015 20:39:04


Sesi 4
LINGKUP & 300 Menit
CAKUPAN CEDAW
181
K onvensi menerapkan kerangka dasarnya pada dua belas
bidang diskriminasi gender yang dijabarkan dalam Pasal
5 sampai 16. Dua belas bidang ini merupakan beberapa bi-
dang yang dominan dan bukan merupakan cakupan menye-
luruh Konvensi. Pemahaman tentang ketentuan-ketentuan
dalam traktat digabungkan dengan Rekomendasi Umum dan
Komentar Penutup menegaskan bahwa bidang-bidang yang
dicakup dalam traktat hanya berupa gambaran dan belum se-
cara menyeluruh (exhaustive).
Teks Konvensi tidak dan tidak mungkin dapat mencakup se-
mua kondisi dimana diskriminasi terhadap perempuan dapat
terjadi. Konvensi pada pokoknya menetapkan suatu kerangka
kesetaraan, non diskriminasi dan kewajiban negara—meli-
puti bidangbidang yang dominan seperti kesehatan, parti-
sipasi politik, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
Kerangka ini harus dapat diterapkan dalam berbagai kondisi
dan issu/permasalahan yang timbul menghapus diskriminasi
dalam “bidang apa pun.”1 Ada beberapa masalah dan kondisi
yang tidak disebutkan secara eksplisit di dalam teks traktat,
tetapi disebut dalam Rekomendasi Umum, seperti diskrimi-
nasi terhadap perempuan dalam strategi nasional pencegah-
an AIDS,2kekerasan terhadap perempuan,3 dan situasi khusus
perempuan dengan kecacatan.4 Begitu pula halnya dengan
berbagai kondisi seperti migrasi perempuan, perempuan da-
lam pengungsian dan kon lik internal, seperti yang tere lek-
sikan dalam penilaian laporan negara dan dalam intervensi
khusus5 yang dilakukan oleh Komite.
Bab ini membahas lingkup dan cakupan Konvensi. Bagian per-
tama mengemukakan garis besar dari unsur utama ketentuan
1 Mengacu pada deϔinisi diskriminasi dalam Pasal 1
2 Rekomendasi Umum 15.
3 Rekomendasi Umum 19.
4 Rekomendasi Umum 18
5 Komite mencari laporan lain sebagai tambahan pada laporan periodik
dari Bosnis, Rwanda, Congo dan India berkaitan dengan kekerasan berbasis
gender dalam konϔlik internaal di negara-negara tersebut.

HAMBG_02-04-04.indd 181 12/05/2015 20:39:04


substantif CEDAW dalam Pasal 5 sampai 16, serta Rekomendasi Umum yang terkait
dengan pasal-pasal tersebut. Bagian kedua menyajikan unsur-unsur pokok CE-
DAW—unsur-unsur yang dipahami dalam ketentuan teks. Bagian pertama memberi
gambaran bagaimana Konvensi dikontekstualisasikan dalam pasalpasal substantif
traktat. Sedangkan bagian kedua menjelaskan unsur-unsur CEDAW yang tidak se-
cara eksplisit dinyatakan dalam pasal tetapi dapat dipahami dari pembacaan teks
secara holistik. Bagian-bagian ini merupakan pedoman penting tidak hanya dalam
memahami Konvensi itu sendiri, tetapi juga bagaimana Konvensi memahami dis-
kriminasi gender.

CAKUPAN SUBSTANTIF SETIAP PASAL


(1) Kesetaraan Sosial
PASAL 5
Pencapaian kesetaraan de facto bagi perempuan dalam ranah sosial meng-
haruskan dihapuskannya perilaku atau praktek-praktek yang didasarkan
pada subordinasi perempuan/stereotip gender. Pasal 5 mewajibkan negara
merubah stereotipe sosial budaya, norma, praktek dan kebiasaan yang dis-
kriminatif. Termasuk di dalamnya adalah tanggungjawab merubah ‘keluar-
ga’—tempat paling utama dan ranah privat adanya ketidaksetaraan—untuk
mengubah perilaku kebiasaan dan sosial yang stereotipe dan membatasi
peran dan kapasitas perempuan. Pasal 5 (b) memperluasnya secara lebih
khusus berkaitan dengan tanggungjawab bersama pengasuhan anak antara
laki-laki dan perempuan melalui pendidikan keluarga yang didasarkan pada
pengakuan kehamilan sebagai fungsi sosial. Pemahaman seperti itu mem-
bebaskan perempuan dari kebiasaan melekatkan peran perempuan dengan
pengasuhan anak, dan dengan demikian merubah pembagian kerja berdasar-
kan jenis kelamin dan membuka pengakuan serta penciptaan kesempatan
baginya untuk melakukan pilihan-pilihan kegiatan lain.

REKOMENDASI UMUM 19
Sikap, prasangka, dan praktek tradisional yang membenarkan kekerasan
berbasis gender seperti kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan paksa,
kematian sebagai mas kawin (dowry deaths), sunat perempuan, dll. akan
mengekalkan subordinasi perempuan, tidak hanya di dalam rumah dan di
masyarakat, tetapi juga dalam semua bidang kehidupan. Dampak dari nilai
dan praktek semacam itu melampaui batasan wilayah tempat kejadian
karena dapat memperlambat perempuan memperoleh pengetahuan tentang
hak asasi manusia dan kurangnya pengakuan yang lebih luas mengenai hak-
hak tersebut. [Ayat 11]

REKOMENDASI UMUM 3
Merekomendasikan adopsi program pendidikan dan informasi publik untuk
mencapai kesetaraan sosial (social equality).

182 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 182 12/05/2015 20:39:05


(2) Pemberantasan Traϐiking Manusia dan Eksploi-
Sesi 4
tasi Pelacuran 300 Menit
PASAL 6
Kewajiban negara dalam pasal ini berbeda berkenaan
dengan perdagangan perempuan dan prostitusi. Pasal
ini mewajibkan setiap negara untuk memberantas
183
tra iking manusia tetapi tidak mengartikan prostitusi
dalam istilah yang sama. Bahasa yang dipakai tidak
secara khusus ditujukan pada prostitusi atau perem-
puan dalam prostitusi tetapi pada eksploitasi prostitusi
perempuan.

REKOMENDASI UMUM 19
Untuk mendesain langkah-langkah yang spesi ik gen-
der dalam mengatasi kondisi yang menambah keren-
tanan perempuan, diperlukan pengakuan bahwa berba-
gai hal seperti kemiskinan, pengangguran, perang, dll.
akan memperbesar resiko bagi perempuan. Kewajiban
negara untuk mengambil langkah-tindak pencegahan
dan perlindungan harus diperluas dan hendaknya meli-
puti semua kondisi yang membuat perempuan menjadi
kelompok yang rentan terhadap eksploitasi seksual.
Timbulnya bentuk-bentuk baru eksploitasi perempuan
seperti pariwisata seks juga perlu mendapat perhatian.
[Ayat 13,14,15,16,24(g)]

(3) Kehidupan Politik dan Publik


PASAL 7
Pasal ini menyoroti non-diskriminasi dalam semua as-
pek kehidupan politik dan publik dan memastikan hak
perempuan dalam hal-hal berikut:
Untuk memilih dan dipilih dan berkompetisi dalam
pemilihan di lembaga-lembaga publik, dan men-
duduki jabatan publik
Membuat keputusan dan melaksanakannya; dan
Berpartisipasi dalam organisasi non-pemerintah
atau asosiasi-asosiasi (yang berkaitan dengan ke-
hidupan politik dan publik).

REKOMENDASI UMUM 23
Harus diakui bahwa rintangan sosial ekonomi, stereoti-
pe budaya, dan terbatasnya akses pada informasi telah

HAMBG_02-04-04.indd 183 12/05/2015 20:39:05


memaksa perempuan berada hanya di ranah privat dan mengucilkannya dari
kehidupan politik dan posisi-posisi tinggi di lembaga-lembaga publik. Negara
berkewajiban untuk mengidenti ikasi dan mengatasi hambatan yang merin-
tangi partisipasi perempuan, tidak hanya dengan menerbitkan legislasi dan
memastikan bahwa perempuan paham dan tahu cara menggunakan hak pilih-
nya, tetapi juga dengan mencermati sikap budaya dan sosial dan mendorong
perempuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik melalui langkah-
langkah berikut:
Mengubah sikap-sikap yang diskriminatif;
Menempatkan perempuan dalam jabatan senior pembuatan keputusan dan
Mewujudkan keseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan dalam
posisi-posisi yang didasarkan pada pemilihan;
Meminta pendapat perempuan dalam berbagai isu;
Mendorong partai politik, serikat dagang, organisasi non pemerintah, dll.
untuk menganut prinsip kesetaraan dalam kesempatan; dan
Melaksanakan tindakan-tindakan khusus sementara untuk memastikan
penikmatan hak partisipasi perempuan dalam kehidupan publik. [Ayat
15, 18, 22, 26, 28, 29, 32, 34, 42, 43, 45, 47].

(4) Partisipasi dan Perwakilan Internasional


PASAL 8
Pasal ini bertujuan memastikan adanya kesempatan yang sama bagi perem-
puan untuk mewakili negara di tingkat internasional dan bekerja dalam or-
ganisasi-organisasi internasional. Hal ini akan memperluas partisipasi dan
perwakilan perempuan dari arena lokal dan nasional ke arena internasional.

REKOMENDASI UMUM 8 dan 23


Segera melaksanakan dan menggunakan ‘tindakan khusus sementara’ yang
secara kusus direkomendasikan untuk meningkatkan perwakilan perem-
puan. [Ayat 43]

REKOMENDASI UMUM 23
Partisipasi yang rendah atau konsentrasi pekerja perempuan pada tingkat
yunior dalam bidang diplomasi dan hubungan luar negeri, organisasi dan kon-
ferensi internasional maupun regional, terutama disebabkan karena adanya
asumsi peran gender yang dapat dibuktikan dengan tidak adanya kriteria
yang obyektif dalam proses penunjukan dalam jabatan. Perwakilan perem-
puan dalam jumlah yang memadai diperlukan bagi pengintegrasian perspek-
tif gender dalam pelaksanaan hubungan internasional termasuk perundingan
internasional, bantuan kemanusiaan, dll. Untuk itu, tindakan khusus semen-
tara dirancang untuk memastikan terwujudnya keseimbangan gender dalam
bidang-bidang tersebut. [Ayat 35, 36, 37, 38, 39, 40, 49] .

184 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 184 12/05/2015 20:39:05


(5) Kewarganegaraan
Sesi 4
PASAL 9 300 Menit
Permasalahan kewarganegaraan merupakan hal yang
sangat penting terutama bagi perempuan yang menikah
dengan laki-laki berkewarganegaraan berbeda. CEDAW
menyatakan bahwa kewarganegaraan perempuan harus
185
tidak tergantung pada kewarganegaraan suami mereka.
Negara wajib memberikan hak yang sama bagi perem-
puan dalam mendapatkan, mengubah, atau mempertah-
ankan kewarganegaraan mereka dan tidak membuatnya
tergantung pada suami atau ayah mereka. Negara wajib
memberikan mandat hak yang sama bagi perempuan da-
lam menentukan kewarganegaraan anak-anak mereka.

REKOMENDASI UMUM 21
Kewarganegaraan perempuan sangat penting artinya
bagi partisipasi penuh perempuan dalam masyarakat
dan akses pada layanan publik seperti kesehatan, pen-
didikan, dll. Dengan demikian, kewarganegaraan harus
dapat diubah oleh perempuan dewasa dan tidak ditentu-
kan oleh atau tergantung pada kewarganegaraan suami
atau ayah mereka. [Ayat 6]

(6) Pendidikan
PASAL 10
Pasal ini dimaksudkan demi tercapainya kesetaraan dan
penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dalam
bidang pendidikan melalui cara-cara sebagai berikut:
Dengan menciptakan kondisi yang sama untuk bim-
bingan karir dan pekerjaan terkait melalui akses dan
capaian pada semua tingkatan pendidikan;
Dengan menciptakan akses yang sama untuk mem-
peroleh pendidikan di semua tingkatan, standar pen-
didikan yang sama, infrastruktur pendidikan, pro-
gram untuk melanjutkan pendidikan dan informasi
pendidikan khusus tentang kesehatan dan keluarga
berencana;
Dengan menghapus stereotip gender dalam pen-
didikan dan mengurangi angka putus-sekolah siswa
perempuan; dan
Dengan menciptakan kesempatan yang sama untuk

HAMBG_02-04-04.indd 185 12/05/2015 20:39:05


memperoleh beasiswa, hibah untuk belajar, dan berpartisipasi dalam olah-
raga dan pendidikan isik.

REKOMENDASI UMUM 19
Merekomendasikan agar pendidikan dan informasi publik ditujukan untuk
menghapus segala prasangka yang merugikan perempuan. [Ayat 24(f)]

(7) Pekerjaan
PASAL 11
Merupakan legislasi pelindung yang sangat penting dalam memastikan persa-
maan dalam pekerjaan, terutama terkait dengan:
Hak bekerja, kebebasan memilih profesi dan kesempatan kerja yang sama;
Hak untuk memperoleh upah, tunjangan dan kondisi pelayanan yang
sama;
Hak atas jaminan sosial, perlindungan kesehatan dan kondisi kerja yang
aman, termasuk perlindungan fungsi reproduksi perempuan dengan mem-
berikan cuti hamil dengan tetap menerima bayaran dan tunjangan lainnya;
dan
Mencegah terjadinya diskriminasi terhadap perempuan berkaitan dengan
status perkawinan dan kehamilan, dan pada saat yang sama menciptakan
model kesetaraan substantif untuk meningkatkan layanan kehamilan di
tempat kerja.

REKOMENDASI UMUM 13
Merekomendasikan rati ikasi Konvensi ILO No. 100 untuk melaksanakan prin-
sip upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.

REKOMENDASI UMUM 16
Negara wajib mengambil langkah-langkah untuk memastikan diberikannya ja-
minan sosial dan tunjangan sosial bagi perempuan yang bekerja di perusahaan
keluarga.

REKOMENDASI UMUM 19
Rekomendasi ini mende inisikan pelecehan seksual sebagai salah satu bentuk
diskriminasi gender di tempat kerja dan menganggap bahwa hal tersebut mem-
batasi kesetaraan bagi perempuan dalam pekerjaan. Secara khusus diberikan
rekomendasi untuk diberikannya pelatihan, kesempatan kerja dan pemantauan
kondisi pekerja rumah tangga untuk melindungi mereka dari kekerasan. [Ayat
17, 18, 24 (p)] .

186 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 186 12/05/2015 20:39:06


(8) Perawatan Kesehatan
Sesi 4
PASAL 12 300 Menit
Pasal ini bertujuan menghapus diskriminasi terhadap
perempuan untuk memperoleh layanan kesehatan dan
pelayanan kesehatan lain yang spesi ik gender seperti
yang terkait dengan kehamilan dan layanan pasca mela-
187
hirkan. Beberapa konteks yang penting dalam Rekomen-
dasi Umum yang berdampak terhadap kesehatan perem-
puan disebutkan di bawah ini.

REKOMENDASI UMUM 14
Direkomendasikan beberapa langkah yang perlu diambil
untuk menghapus sunat perempuan, seperti monitoring
dan pengumpulan data; diseminasi data untuk meng-
ubah sikap; mendukung usaha organisasi perempuan,
pendidikan umum; kebijakan kesehatan yang sesuai dan
kerjasama dengan lembaga/badan PBB.

REKOMENDASI UMUM 15
Sebagai antisipasi terhadap resiko dan dampak AIDS,
terutama bagi perempuan dan anak-anak, direkomen-
dasikan adanya program untuk memerangi AIDS yang
mengintegrasikan hak dan kebutuhan perempuan teru-
tama dalam kaitannya dengan peran reproduksi dan po-
sisi subordinasi mereka. Partisipasi perempuan dalam
perawatan kesehatan dan program pencegahan infeksi
HIV juga harus ditingkatkan.

REKOMENDASI UMUM 19
Rekomendasi ini menyatakan bahwa kekerasan terhadap
perempuan secara umum akan membawa risiko bagi ke-
sehatan dan kehidupan mereka. Juga perlunya memper-
hatikan beberapa praktek tradisional yang berbahaya
bagi kesehatan perempuan dan anak-anak, seperti sunat
perempuan, larangan konsumsi beberapa jenis makanan
tertentu bagi ibu hamil dan kecenderungan lebih senang
mempunyai anak laki-laki. Rekomendasi ini juga bertu-
juan untuk mencegah pemaksaan terhadap perempuan
berkaitan dengan fertilitas dan reproduksi, dan mere-
komendasikan kontrol fertilitas untuk menghindarkan
penggunaan prosedur medis yang tidak aman. [Ayat 19,
20, 24(m)] .

HAMBG_02-04-04.indd 187 12/05/2015 20:39:06


REKOMENDASI UMUM 24
Hubungan kekuasaan yang tidak setara yang berdasarkan gender dan berbagai
praktek tradisional yang berbahaya seperti mutilasi alat kelamin perempuan,
poligami dan perkosaan dalam perkawinan menyebabkan perempuan rentan
terhadap AIDS. Dengan demikian, negara diminta memastikan hak perempuan
untuk mendapat informasi kesehatan seksual, pendidikan dan layanan (ter-
masuk bagi penduduk ilegal perempuan dan mereka yang pernah menjadi kor-
ban tra iking manusia dengan tetap mpertimbangkan kerahasiaan). Rekomen-
dasi ini mengakui kebutuhan khusus layanan kesehatan yang diperlukan oleh
perempuan yang berada dalam situasi sulit seperti mereka yang berada dalam
situasi kon lik bersenjata, prostitusi atau yta iking manusia, dan perempuan
dengan kerentanan seperti perempuan renta dan perempuan dengan kecacat-
an. Rekomendasi ini juga meminta negara untuk memastikan layanan keseha-
tan yang memperhatikan kebutuhan khusus perempuan. [Ayat 16,18,24,25]

(9) Kehidupan Ekonomi dan Sosial


PASAL 13
Perlu dipastikan kesetaraan di bidang sosial dan ekonomi, di dalam dan di luar
keluarga. Dengan demikian, negara wajib menghapus diskriminasi dalam ke-
hidupan sosial dan ekonomi yang dilakukan tidak hanya oleh pemerintah tetapi
juga oleh para aktor privat seperti lembaga keuangan dan keluarga. Hasilnya,
kesetaraan dalam kehidupan ekonomi dan sosial meliputi:
Tunjangan keluarga;
Kredit keuangan; dan
Partisipasi dalam akti itas kebudayaan dan rekreasi.

(10) Perempuan Pedesaan


PASAL 14
Kekhususan konteks dimana mereka hidup sangat menentukan status dan
tingkat kerentanan perempuan. Ketidakberuntungan dan keberuntungan ter-
kait dengan konteks tersebut, sama dengan bagaimana ideologi gender lebih
mengistimewakan laki-laki dibanding perempuan. Sebagai hasilnya, maka
gabungan antara konteks dan identitas menciptakan ketidaksetaraan di antara
perempuan. Dengan memperhatikan akan pentingnya konteks tersebut, Pasal
14 memberikan perhatian kepada perempuan pedesaan yang sumbangan
ekonominya, kebutuhan hidup dan ketidakberuntungannya memerlukan per-
hatian khusus, dalam merencanakan kerangka yang tepat untuk mencapai ke-
setaraan substantif. Negara wajib mengambil langkah-langkah dalam hal-hal
yang memerlukan perhatian sebagai berikut:
Partisipasi dalam akti itas kemasyarakatan, dalam perencanaan dan imple-
mentasi program pembangunan sehingga kebutuhan perempuan terinte-
grasi dalam semua aspek pembangunan, dan

188 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 188 12/05/2015 20:39:06


Akses pada fasilitas kesehatan, pendidikan,
Sesi 4
pelatihan, kondisi hidup yang layak, kesempatan 300 Menit
ekonomi, termasuk dukungan bagi bisnis perta-
nian dan jaminan sosial.[Ayat 2]

REKOMENDASI UMUM 19 189


Perempuan pedesaan hidup dengan resiko kekerasan
berbasis gender yang khusus karena adanya sikap-sikap
tradisional dan keterpaksaan melakukan migrasi ke kota
untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian san-
gat diperlukan akses untuk mendapat layanan bagi para
korban kekerasan dan layanan khusus bagi perempuan
pedesaan dan kelompok terpencil. [Ayat 21, 24 (o)]

(11) Persamaan Di Hadapan Hukum


PASAL 15
Pasal ini menyatakan perlunya persamaan di hadapan
hukum dalam urusan sipil, prosedur, maupun pembua-
tan kontrak, dan melarang dibatasinya kecakapan hukum
perempuan (misalnya hak yang sama untuk melakukan
moblitas dan kebebasan untuk memilih tempat tinggal
dan domisili) dan akses pada hukum. Begitu juga halnya
dengan setiap pembatasan hak sipil 44 dan pembuatan
kontrak yang dikaitkan dengan kecakapan hukum dan
status perempuan harus dinyatakan batal berdasarkan
hukum.

REKOMENDASI UMUM 21
Pembatasan bagi perempuan untuk menandatangani
kontrak, akses pada kredit keuangan, menganggap kes-
aksian perempuan kurang bernilai, atau pilihan domisili,
semuanya merupakan pengingkaran hak atas kesetaraan.
Pembatasan, penghapusan atau menyebabkan kapasitas
perempuan tergantung atau tersubordinasi pada laki-la-
ki walaupun melalui kesepakatan pibadi juga merupakan
suatu bentuk pembatasan. [Ayat 7, 8, 9, 10]

(12) Hukum Perkawinan dan Keluarga


PASAL 16
Pasal ini menyorot diskriminasi dan ketidaksetaraan
dalam unit utama ranah privat—yaitu keluarga. Tanpa
memperhatikan asal dari ketidaksetaraan (norma sosial
maupun budaya, hukum tradisional atau modern), harus

HAMBG_02-04-04.indd 189 12/05/2015 20:39:06


dijamin kesetaraan dalam perkawinan dalam arti hak untuk memasuki jenjang
perkawinan, selama perkawinan, dan pada saat terjadi perceraian.
Hak-hak sebelum memasuki jenjang perkawinan: Usia minimum perka-
winan, pilihan mengenai kapan perkawinan dilakukan dan dengan siapa,
persyaratan atas dasar persetujuan yang bebas dan sepenuhnya, pencatat-
an perkawinan, dan pernyataan bahwa pernikahan di bawah umur sebagai
hal yang tidak sah dan melanggar hukum. Perkawinan harus dilakukan di
antara orang yang sudah dewasa karena perkawinan di bawah umur akan
mempengaruhi kesejahteraan perempuan dan membatasi perkembangan
diri mereka. Usia minimum perkawinan harus ditetapkan sama antara laki-
laki dan perempuan dan setiap perkawinan wajib dicatat.
Hak-hak selama perkawinan dan bila terjadi perceraian, meliputi hal-hal
berikut:
Hak reproduksi, penentuan jumlah anak, dan jarak kelahiran, hak dan
tanggung jawab yang sama berkaitan dengan status perkawinan, hak
yang sama dalam adopsi anak, pengasuhan dan hal-hal sejenis.
Kebebasan pribadi—hak yang sama dalam memilih nama keluarga, pro-
fesi, pekerjaan, memiliki atau menjual hak milik.
Rekomendasi Umum menyoroti isu-isu yang saling terkait seperti kekerasan
dalam rumah tangga, hak reproduksi dan dampak yang ditimbulkannya terha-
dap partisipasi perempuan dalam kehidupan publik.

REKOMENDASI UMUM 19
Mewajibkan sterilisasi dan aborsi merupakan pelanggaran hak perempuan un-
tuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran. [Ayat 22]
Kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga mengurangi hak mereka un-
tuk berpartisipasi dalam kehidupan keluarga dan kehidupan publik. [Ayat 23]
Ditentukan rekomendasi bahwa penanggulangan kekerasan dalam rumah tang-
ga dilakukan melalui langkah-langkah sipil dan kriminal, menyediakan layanan
dukungan berupa rumah aman (shelter) dan pusat pemulihan dari krisis. [Ayat
24 (r)]
REKOMENDASI UMUM 21
Hukum dan tradisi yang memberi hak kepada laki-laki untuk memperoleh
harta benda lebih banyak (melalui waris, pemutusan perkawinan atau hubung-
an de-facto) adalah tindakan diskriminatif. Negara harus mengakui dan mem-
fasilitasi pemberian hak yang sama untuk memiliki, menjual atau memperoleh
keuntungan dari harta benda yang dikumpulkan dan dimiliki selama perka-
winan atau hubungan de-facto. Mengenai pembagian harta benda, sumbangan
inansial dan non- inansial harus dipertimbangkan sama. [Ayat 28, 30, 31, 32,
33]. Hak-hak perempuan harus dilindungi terlepas dari status perkawinannya.
[Ayat 29]

190 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 190 12/05/2015 20:39:06


Sesi 4
MENEGASKAN 300 Menit
UNSUR-UNSUR CEDAW
191
T idak semua unsur CEDAW tercakup secara lengkap dalam
setiap pasal. Berbagai unsur penting yang menjelaskan
sifat dan kompleksitas diskriminasi gender hanya dapat di-
pahami melalui pembacaan setiap pasal berbarengan dengan
Rekomendasi Umum. Kesetaraan substantif, sebagai contoh,
tidak dijelaskan dalam suatu ketentuan khusus CEDAW, tetapi
dapat dipahami melalui telaah mendalam isi substantif Kon-
vensi dikaitkan dengan ‘tindakan khusus sementara’ (Pasal
4) yang menjadi tiang penyangga utama “pendekatan korek-
tif” dari kesetaraan. Prinsip-prinsip yang dipahami melalui
telaah interaksi antar berbagai ketentuan CEDAW membantu
membangun diskursus hak asasi perempuan, dan sangat ber-
guna dalam pembahasan bagian ini.

Keterkaitan antara Ideologi,


Struktur dan Tindakan Individu
CEDAW memahami bahwa setiap individu hidup dalam struk-
tur tertentu dan bahwa tindakan mereka dipengaruhi oleh
ideologi yang ada. Pasal 5 Konvensi dengan jelas mendorong
adanya “perubahan pola sosial dan budaya . . . yang didasar-
kan pada inferioritas dan superioritas salah satu jenis kelamin
atau pada peran stereotip laki-laki dan perempuan.” Pemaha-
man peran nilai-nilai ideologi dan sosial yang mengkondisi-
kan tindakan individu merupakan kontribusi penting CEDAW,
dan merupakan keunikan traktat ini dibandingkan dengan
berbagai instrumen hak asasi manusia lainnya.
Dengan menganggap perlu adanya perubahan ideologi dan
struktur yang mempengaruhi dan melanggengkan subordi-
nasi perempuan, CEDAW menyimpulkan bahwa ideologi dan
struktur, digabungkan dengan tindakan individu, merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan. Karenanya, ketiga unsur
pokok ini perlu disorot secara simultan dalam usaha pengha-
pusan subordinasi perempuan. Sebagai contoh, perempuan
bersama laki-laki memiliki “hak yang sama untuk secara

HAMBG_02-04-04.indd 191 12/05/2015 20:39:07


bebas dan bertanggungjawab memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak-anak
mereka.”1
Namun, pengalaman perempuan di “berbagai negara mulai dari Meksiko, Afrika
Selatan dan Bangladesh menunjukkan bahwa persetujuan pasangannya merupakan
satu-satunya penentu utama pemakaian kontrasepsi perempuan.”2 Seperti yang ter-
lihat dalam contoh tersebut, ideologi dan struktur patriarkal telah mengkondisikan
perempuan ke dalam subordinasi dan memberikan keistimewaan kepada laki-laki.

Meniadakan Perbedaan Antara


Ranah Publik dan Ranah Privat
Ranah publik dan privat merupakan pengelompokan yang terbangun secara keliru,
dan telah memisahkan berbagai sisi kehidupan seperti keluarga, rumah, hubungan
sosial, masyarakat dll., dari kegiatan politik dan ekonomi yang dilakukan di luar em-
pat dinding rumah. Garis demarkasi dibangun untuk membenarkan “pernyataan
kecilnya nilai ekonomi, sosial dan politik kegiatan perempuan dalam ranah yang
dide inisikan sebagai ranah privat” karena “sifat gender dari pembagian tersebut.”3
Pemisahan juga telah menyebabkan terjadinya pembedaan perlakuan bagi kedua
ranah tersebut yang mengakibatkan adanya pemberian nilai dan pembandingan
yang berbeda bagi masingmasing ranah. Karenanya, pekerjaan perempuan di ru-
mah, yang memungkinkan para suami pergi ke luar rumah untuk bekerja untuk
memperoleh dan mengumpulkan harta benda, tidak pernah dianggap memiliki nilai
ekonomi hanya karena dilakukan di dalam lingkup empat dinding runah, yaitu da-
lam ranah privat. Di sisi lain, pekerjaan laki-laki yang dilakukan di luar rumah di-
anggap memiliki nilai ekonomi yang lebih besar karena dapat menyumbang pada
pertumbuhan PDB negara.
Dalam konstruksi tentang diskriminasi dan penanganan dari permasalahan terse-
but, Konvensi menyorot ranah publik dan privat dan diskriminasi secara simultan,
memberikan tekanan pada keterkaitan antara keduanya. Dengan demikian, Kon-
vensi menganggap diskriminasi dalam keluarga, masyarakat, tempat kerja dan ke-
bijakan maupun hukum negara, sebagai saling berkaitan dan merupakan hal yang
dapat diintervensi oleh negara.

1 Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women, 1979, Article 16 (e).
2 “Men – New Focus for Family Planning Programmes,” Population Reports, Series J, No. 33, 1986.
Bangladesh data from D. Lawrence Kincaid et.al. “Family Planning and the Empowerment of Women
in Bangladesh,” makalah disajikan dalam Pertemuan Tahunan ke-119 the American Public Health As-
sociation, Atlanta, GA, November 13, 1991, dalam Lori L. Heise, “Freedom Close to Home: The Impact of
Violence Against Women on Reproductive Rights,” dan Rebecca Cook, “ International Human Rights and
Women’s Reproductive Health,” dalam Women’s Rights Human Rights: International Feminist Perspec-
tive, eds. Julie Peters dan Andrea Wolper, 238, 256 (London: Routledge 1995) 242.
3 onna Sullivan, “ The Public/Private Distinction in International Human Rights Law,” in Women’s
Rights Human Rights: International Feminist Perspective eds. Julie Peters and Andrea Wolper, 126-134
(London: Routledge, 1995), 128. See also Rekomendasi Umum 23 ayat 8.

192 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 192 12/05/2015 20:39:07


Contoh, anggapan bahwa perempuan terampil dalam peker-
Sesi 4
jaan rumahtangga dan pekerjanan-pekerjaan feminin tere lek- 300 Menit
si dalam stereotip pekerjaan yang tersedia bagi perempuan di
tempat kerja serta pengupahan yang tidak adil dibandingkan
dengan pekerjaan ‘maskulin’ yang bernilai sama.4 Demikian
pula dengan diskriminasi terhadap perempuan dalam keluar-
ga dikaitkan dengan akses dan kontrol terhadap sumber daya
193
keluarga sering terlihat dalam hukum keluarga berkaitan de-
ngan pembagian waris.5 Sambil meniadakan dikotomi antara
publik–privat, Konvensi membongkar pemisahan hak sipil
politik dan sosio-ekonomi dan budaya untuk mengembalikan
hak asasi manusia kepada perempuan.

Hubungan antara Non-diskriminasi


dan Kesetaraan
Prinsip non-diskriminasi melekat secara integral dalam kon-
sep kesetaraan. Prinsip nondiskriminasi merupakan dimensi
preventif yang menyoroti hal-hal yang salah, sementara kebu-
tuhan akan kesetaraan menjadi aspirasi dan desain dari refor-
masi atau pengaturan struktural dalam mewujudkan hak asasi
manusia. Kesetaraan memastikan ketersediaan sumberdaya,
kewajiban, dan pengaturan yang memungkinkan kesetaraan
dalam akses, kesempatan, dan manfaat tanpa diskriminasi
bagi perempuan dan kelompok marjinal. Keadaan tersebut
hanya mungkin dinikmati, apabila dilaksanakan model kes-
etaraan melalui tindakan khusus sementara yang meniadakan
ketidakberuntungan yang ada dan saling kait mengkait serta
bersifat historis, dengan melarang tindakan dan pengaturan
yang melanggengkan ketidakberuntungan tersebut. Kedua-
nya dilaksanakan secara bersamaan, saling memperkuat satu
sama lain, serta menunjukan kewajiban yang berbeda-beda
untuk mencapai tujuan yang sama.

4 R. H. Jajurie, “ The Problem of Occupational Segregation: The Philippines’ Worst Case


Scenario in Relation to CEDAW,” Saligan, (Makalah disampaikan pada Asia Pacific Forum
for Women Law and Development, 1996). Studi ini memberikan gambaran bagaimana
usaha perempuan meningkatkan partisipasinya di dunia kerja dibatasi pada pekerjaan yang
“secara tradisional adalah kerja perempuan” yang bergaji rendah, dengan sedikit pilihan
untuk pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi.. Hal ini menunjukan adanya pelanggaran atas
kebebasan memilih jenis pekerjaan oleh perempuan, karena tidak ada norma dan sistem yang
menegakan ketentuan upah yang sama untuk kerja yang sama nilainya.
5 See Vasudha Dhagamwar, “Marriage and Family Laws,” Indian NGOs
Report on CEDAW, 1995 (Coordination Unit for the Fourth World Conference
on Women).

HAMBG_02-04-04.indd 193 12/05/2015 20:39:07


Kekerasan Berbasis Gender
Walaupun tidak terdapat pasal khusus dalam Konvensi mengenai kekerasan terha-
dap perempuan, Rekomendasi Umum 19 menganggap kekerasan terhadap pe-
rempuan sebagai bentuk diskriminasi gender yang berkaitan dengan berbagai ke-
tentuan substantif Konvensi. Rekomendasi ini mende inisikan kekerasan berbasis
gender sebagai tindakan apapun yang “ditujukan kepada perempuan karena dia
adalah perempuan” atau apa pun yang “berdampak terhadap perempuan secara
tidak proporsional.”6 Kekerasan semacam itu merupakan suatu bentuk diskriminasi
gender karena berbeda dengan bentuk kekerasan pada umumnya—dalam niat, sifat
dan konsekuensinya. Niat di balik kekerasan seperti itu, kejadian dan deskripsinya,
juga dampak jangka pendek dan jangka panjangnya terhadap perempuan, merupa-
kan dasar klasi ikasi yang berbeda, yang mengharuskan adanya pemahaman khusus
tentang masalah tersebut. Hal ini mewajibkan setiap Negara Pihak untuk memahami
dan mempunyai pengetahuan mengenai kekerasan berbasis gender serta mende-
sain langkah-tindak yang tepat untuk menanganinya.
Respon yang netral gender terhadap kekerasan semacam itu hanya akan melanggeng-
kan dan memperkuat diskriminasi, yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan
penderitaan yang lebih jauh, daripada mengatasinya melalui sistem peradilan. Se-
bagai contoh, tempat kerja yang tidak menganggap pelecehan seksual sebagai pe-
langgaran hanya akan mengaburkan adanya tekanan, permusuhan, dan penderitaan
yang dialami perempuan, yang akhirnya mendorong perempuan memilih untuk
berhenti bekerja. Hal seperti itu tidak hanya akan menghasilkan pengampunan bagi
pelecehan seksual dan menyebabkan perempuan makin rentan terhadap kejahatan,
tetapi juga akan memaksa perempuan untuk menyerah, dan dengan demikian men-
gurangi persamaan kesempatan kerja dan mendapat perlindungan yang sama dari
kejahatan di tempat kerja.

Diskriminasi yang Saling Berkaitan dan Kompleks


Referensi dalam Konvensi dan Rekomendasi Umum serta Komentar Penutup me-
ngenai kelompok-kelompok perempuan tertentu, seperti perempuan pedesaan,
perempuan Dalit7 perempuan dengan HIV positif, perempuan dalam situasi kon-
lik, perempuan yang diperdagangkan, perempuan dalam prostitusi dll. dengan jelas
menunjukan bahwa Konvensi tidak menganggap perempuan sebagai suatu kesatu-
an yang seragam. Konvensi memahami bahwa gender terkait dengan identitas-iden-
titas lain dari perempuan, juga dengan masing-masing konteksnya.
Pengalaman diskriminasi perempuan berbeda-beda tergantung keistimewaan atau
ketidakberuntungan yang dilekatkan pada identitas serta lingkungan mereka. Se-
bagai contoh, pengalaman seorang perempuan dari etnis minoritas dalam konteks

6 Rekomendasi Umum 19, Para 6.


7 Concluding Comment to India’s initial review (January 2000), at paras 75 and 76, Komite mendesak
Pemerintah India untuk menegakan hukum mencegah tindak diskriminasi terhadap perempuan Dalit
dan juga menyatakan keprihatinan tentang eksploitasi anak perempuan dalam prostitusi..

194 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 194 12/05/2015 20:39:07


urban yang multikultural akan berbeda dengan pengalaman
Sesi 4
perempuan yang sama dalam konteks lingkungan pedesaan 300 Menit
dengan pembedaan kasta yang kental. Begitu juga halnya de-
ngan kondisi seorang ibu kepala rumah tangga yang bekerja
akan berbeda dengan pengalaman perempuan kaya yang ber-
asal dari kasta tinggi. 195
Konvensi memberikan perhatian pada keterkaitan setiap
tindak diskriminasi dan mencari respon yang sesuai dengan
kekhususan dari ketidakberuntungan itu, dan tidak menga-
nut satu jenis solusi yang berlaku bagi semua perempuan.
Pendekatan ini merupakan perpanjangan dari model persa-
maan substantif yang mendorong adanya respon yang dide-
sain untuk memberikan hasil dalam setiap situasi diskrimi-
nasi yang berbeda-beda; dan tidak menjamin perlakuan yang
sama bagi semua perempuan.

Budaya dan Hak-hak Perempuan


CEDAW bertujuan merubah norma hukum, pola sosial dan
praktek-praktek budaya yang diskriminatif terhadap perem-
puan. Kebebasan budaya dan agama dijamin dalam traktat
pokok hak asasi manusia, ICCPR dan ICESCR. CEDAW selang-
kah lebih maju dalam memberikan pandangan yang lebih
kompleks tentang budaya. CEDAW bermaksud memecahkan
permasalahan yang terkait dengan budaya dan kesetaraan
bagi perempuan, tertutama melalui, walaupun tidak terbatas,
pada Pasal 5.8
Ketidakcocokan antara nilai-nilai kesetaraan bagi perempu-
an dan budaya terbukti dengan banyaknya reservasi terha-
dap CEDAW oleh Negara Pihak berkaitan dengan keragaman
politik, regional dan budaya masing-masing. Mesir membuat
reservasi terhadap Pasal 9 paragraf 2, mengenai hak perem-
puan yang sama berkaitan dengan kewarganegaraan anak-
anaknya dengan dasar bahwa, “. . . biasanya ketika menikah
dengan orang berkewarganegaraan asing seorang perempuan
setuju bahwa anak-anaknya akan mengikuti kewarganega-
raan suaminya.” Deklarasi oleh India berkaitan dengan Pasal
16 (2) mengenai pencatatan perkawinan, dinyatakan bahwa
penerapan Pasal ini tidak praktis di India yang memiliki ker-
agaman budaya, adat kebiasaan, agama dan tingkat melek hu-
ruf yang rendah.” Kuwait membuat reservasi terhadap Pasal

8 Pasal 5 Konvensi bermaksud merubah norma dan praktek diskriminatif


yang bersumber dari aturan sosial atau budaya. Dengan demikian, tidak
dimaksudkan menetang budaya per se tetapi praktek-praktek budaya yang
diskriminatif terhadap perempuan..

HAMBG_02-04-04.indd 195 12/05/2015 20:39:08


16(f) dengan alasan “pasal ini bertentangan dengan ketentuan hukum Sharia Islam,
karena Islam merupakan agama resmi negara” Nigeria membuat reservasi blanket
terhadap Pasal 5 paragraf (a) “berkaitan dengan perubahan pola sosial budaya dan
perilaku laki-laki dan perempuan.”
Dalam menyikapi kompleksitas dan kontradiksi dalam budaya, CEDAW dengan jelas
menyatakan bahwa budaya tidak bersifat statis atau seragam. Budaya merupakan
arena persaingan dan perbenturan berbagai kepentingan, sama seperti hukum mo-
dern. Beberapa memang adil-gender, tetapi yang lain masih usang dan diskriminatif.
Budaya, lebih jauh lagi, seperti halnya hukum modern, merupakan satu sumber pe-
nentuan norma dan pengaturan perilaku.
Apa yang ditentang oleh CEDAW, berkaitan dengan budaya atau hukum modern,
adalah yang diskriminatif terhadap perempuan. Dengan demikian, Konvensi men-
dudukan norma dan praktek pada standar kesetaraan dan nondiskriminasi terha-
dap perempuan. Pendekatan CEDAW dalam memecahkan kon lik tersebut tidak
selalu disetujui. Perbedaan pendekatan hukum dari Mahkamah Agung di India
dan Vanuatu adalah contoh perbedaan kekuatan budaya terhadap perempuan dan
pendekatan CEDAW.
Dalam kasus Madhu Kishwar melawan Negara Bagian Bihar,9Mahkamah Agung In-
dia menolak membatalkan suatu hukum adat tentang pewarisan yang diskriminatif
terhadap perempuan dari suatu suku tertentu, walaupun dikatakan di dalam Un-
dang Undang Dasar Negara bahwa persamaan merupakan hak mendasar. Namun,
dalam kasus yang mirip, John Noel melawan Obed Toto10 Mahkamah Agung Vanu-
atu memutuskan bahwa prinsip persamaan dalam Undang-Undang Dasar lebih
kuat dibandingkan dengan hukum adat, jika antara keduanya terjadi pertentangan.
Keputusan tersebut diambil walaupun terdapat ketentuan dalam Konstitusi yang
menyatakan bahwa hukum adat digunakan dalam mengatasi perselisihan mengenai
kepemilikan dan pemanfaatan lahan.

Indikatif dan Tidak Konklusif


Mungkin unsur paling penting dari CEDAW adalah menempatkan tujuan kesetaraan
bagi perempuan sebagai unsur utama. Pasal 23 Konvensi dengan jelas memberikan
kewenangan untuk menggunakan undang-undang nasional maupun internasional
untuk berada di atasnya, jika undang-undang tersebut “lebih kondusif bagi penca-
paian kesetaraan” dibandingkan dengan CEDAW.
Walaupun cakupan isu-isu substantifnya hanya ilustratif dan tidak menyeluruh,
tetapi patut dicatat bahwa Konvensi dengan jelas memberikan prioritas pada per-
undangan lain yang mungkin lebih progresif. Konvensi didasarkan pada perhatian
nyata terhadap kesetaraan dan keadilan bagi perempuan dan kenyataan dari se-

9 1996) 5 SCC 125, cited in A Digest of Case Law on the Human Rights of Women, 32-36 (Thailand: Asia
Paciϔic Forum on Women Law and Development, 2003), 34
10 Case no. 18 of 1994, Supreme Court of Vanuatu, cited in A Digest of Case Law on the Human Rights of
Women, 81-84 (Thailand: Asia Paciϔic Forum on Women Law and Development, 2003), 83.

196 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 196 12/05/2015 20:39:08


jarahnya sendiri—dimana konsensus dan kemajuan dicapai
Sesi 4
secara bertahap. Ini merupakan pengakuan bahwa gerakan 300 Menit
kesetaraan bagi perempuan tidak mencapai puncaknya ka-
rena CEDAW tetapi bahwa Konvensi telah memberi warna
dan mempercepat langkah-langkah perubahan.
Bila Pasal 23 membiarkan pelaksanaan persamaan tetap 197
bersifat terbuka atau tidak terbatas, kerangka dasar CEDAW
tetap jelas. Dalam hal ini, tujuan penghapusan diskriminasi
melalui pendekatan kesetaraan korektif tidak dipertanyakan
lagi, walaupun standar dan mekanisme lain yang mungkin
lebih baik tetap mendapat tempat, sesuai dengan ketentuan
pasal tersebut.

HAMBG_02-04-04.indd 197 12/05/2015 20:39:08


198 Sesi 4: CEDAW

HAMBG_02-04-04.indd 198 12/05/2015 20:39:08


Sesi 5
120 Menit

199

Sesi 5
INSTITUSI-INSTITUSI
HAM NASIONAL

HAMBG_02-05.indd 199 12/05/2015 20:39:55


200 Sesi 5: Institusi-Institusi HAM Nasional

HAMBG_02-05.indd 200 12/05/2015 20:40:06


Sesi 5
Sesi 5 120 Menit

INSTITUSI-INSTITUSI 201
HAM NASIONAL

Foto: jaringnews.com

Pengantar
Pembukaan UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa pembentukan Pemerintah
Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ke-
hidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ke-
merdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Hal ini sejalan dengan prinsip
dalam hukum internasional tentang HAM yang menyatakan bahwa Pemerintah
(atas nama Negara) merupakan pihak yang bertanggung jawab memenuhi, melin-
dungi, dan memajukan hak asasi manusia.
Upaya Pemerintah Indonesia dalam memenuhi, melindungi, dan memajukan HAM
antara lain diwujudkan melalui keberadaan institusi-institusi HAM nasional. Dalam
pelatihan ini, kita akan mengenali tiga institusi HAM nasional, yaitu Komnas Perem-
puan, Komnas HAM, dan Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Jika waktu latihan memungkinkan, sangat disarankan kegiatan mengenal institusi-
institusi HAM nasional dilakukan dengan bentuk kegiatan kunjungan lapangan (ϔield
visit), agar peserta dapat secara langsung melihat dan mengenal keberadaan insti-
tusi-institusi HAM. Jika waktu terbatas. Maka kegiatan ϔield visit ini diubah menjadi
kegiatan diskusi dengan narasumber selama sekitar 2 jam.

HAMBG_02-05.indd 201 12/05/2015 20:40:06


Tujuan
Penambahan/penguatan pengetahuan.

Alur Acara
1 5’ Pengantar
2 45’ Presentasi narasumber
3 60’ Diskusi
4 10’ Rangkuman dan penutup
120’ Total

Alat Bantu yang Diperlukan


Makalah narasumber
Brosur/lea let/publikasi Komnas HAM, Komnas
Perempan, KPAI.

Langkah-Langkah
a. Karena waktu sangat terbatas, hanya 2 jam, maka
keseluruhan kesempatan dimaksimalkan un-
tuk berdiskusi dengan narasumber. Diharapkan
narasumber dapat memberikan gambaran umum
tentang
• Keberadaan masing-masing institusi HAM,
sejarah pembentukannya
• Apa persamaannya, dan apa yang membeda-
kan ketiganya secara mendasar.
• Bagaimana mekanisisme kerjanya
• Apasaja tonggak-tonggak keberhasilannya
dalam memajukan HAM
• Apa saja tantangannya
b. Setelah peseta berdiskusi dengan narasumber,
fasilitator bisa menghimpun pembelajaran ber-
harga yang dipetik oleh para peserta tentang sesi
ini.

202 Sesi 5: Institusi-Institusi HAM Nasional

HAMBG_02-05.indd 202 12/05/2015 20:40:06


Sesi 5
120 Menit

203

Lampiran
PERANGKAT KEGIATAN
SESI LIMA
Sekilas tentang Komnas HAM, Komnas Perempuan,
dan Komnas Perlindungan Anak Indonesia
Daftar Instrumen HAM di Indonesia

HAMBG_02-05.indd 203 12/05/2015 20:40:07


204 Sesi 5: Institusi-Institusi HAM Nasional

HAMBG_02-05.indd 204 12/05/2015 20:40:07


Sesi 5
KOMISI NASIONAL 120 Menit

HAK ASASI MANUSIA 205

Foto: suarakampung.blogspot.com

K omisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) adalah


lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan
lembaga negara lain yang berfungsi melaksanakan pengka-
jian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak
asasi manusia.
Komnas HAM bertujuan:
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan
hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan
Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi ma-
nusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia
seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai
bidang kehidupan.
Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari
Sidang Paripurna dan Subkomisi. Disamping itu, Komnas Ham
mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayan
Pada awalnya, Komnas HAM didirikan dengan Keputusan
Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia. Sejak 1999 keberadaan Komnas HAM didasar-

Sumber: www.komnasham.go.id/pro il-6/renstra-komnas-ham

HAMBG_02-05.indd 205 12/05/2015 20:40:07


kan pada Undang-undang, yakni Undang- Instrumen Nasional:
undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga
a. UUD 1945 beserta amandemenya;
menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi,
b. Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
keanggotaan, asas, kelengkapan serta
c. UU No. 39 Tahun 1999;
tugas dan wewenang Komnas HAM.
d. UU No. 26 Tahun 2000;
Di samping itu, menurut UU No. 39 Ta- e. UU No. 40 Tahun 2008;
hun 1999, Komnas HAM juga berwenang f. Peraturan perundang-undangan
melakukan penyelidikan terhadap pe- nasional lain yang terkait.
langgaran hak asasi manusia yang berat
Instrumen Internasional :
dengan dikeluarkannya UU No. 26 Tahun
2000 tantang Pengadilan Hak Asasi Ma- a. Piagam PBB, 1945;
nusia. Berdasarkan Undang-undang No. b. Deklarasi Universal HAM 1948;
26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi c. Instrumen internasioanl lain me-
Manusia, Komnas HAM adalah lembaga ngenai HAM yang telah disahkan
yang berwenang menyelidiki pelang- dan diterima oleh Indonesia.
garan hak asasi manusia yang berat. Da-
lam melakukan penyelidikan ini Komnas Renstra
HAM dapat membentuk tim ad hoc yang Komnas HAM 2010 - 2014
terdiri atas Komisi Hak Asasi Manusia
dan unsur masyarakat. Tujuan Strategis

Komnas HAM berdasarkan Undang- 1. Mendorong terwujudnya kebijakan


Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang dan implementasi di bidang ekosob
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Et- dan sipol yang berbasis HAM dan
nis, mendapatkan tambahan kewenan- keadilan social (social justice);
gan berupa Pengawasan. Dimana Peng- 2. Memperkuat kesadaran aparat Ne-
awasan adalah serangkaian tindakan gara dan civil society tentang pen-
yang dilakukan oleh Komnas HAM de- tingnya perlindungan dan pema-
ngan maksud untuk mengevaluasi ke- juan HAM;
bijakan pemerintah baik pusat maupun 3. Mendorong reformasi dan supre-
daerah yang dilakukan secara berkala masi hukum berbasis HAM;
atau insidentil dengan cara memantau, 4. Meningkatkan kinerja Komnas HAM
mencari fakta, menilai guna mencari dan dalam perlindungan, pemajuan dan
menemukan ada tidaknya diskriminasi pemenuhan hak ekosob;
ras dan etnis yang ditindaklanjuti de- 5. Memperkuat posisi kelembagaan
ngan rekomendasi. Komnas HAM.
Visi
Instrumen Acuan Terwujudnya lembaga yang mandiri dan
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan terpercaya dalam perlindungan, pema-
wewenang guna mencapai tujuannya juan dan penegakan HAM.
Komnas HAM menggunakan sebagai acu-
Misi
an intrumen-instrumen yang berkaitan
dengan HAM, baik nasional maupun in- 1. Meningkatkan kinerja seluruh un-
ternasional. sur organisasi Komnas HAM;

206 Sesi 5: Institusi-Institusi HAM Nasional

HAMBG_02-05.indd 206 12/05/2015 20:40:07


2. Meningkatkan kemandirian dan profesionalitas lemba-
Sesi 5
ga, khususnya pada aspek penganggaran, tata organisasi, 120 Menit
dan sumber daya manusia;
3. Memperkuat posisi kelembagaan dan kewenangan Kom-
nas HAM melalui penyempurnaan perundang-undangan
dan peraturan pelaksanaannya;
4. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi-fungsi dalam bi-
207
dang pengkajian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi;
5. Mendorong terwujudnya kebijakan dan implementasi
yang berbasis Hak Asasi Manusia dan keadilan sosial (so-
cial justice);
6. Memperkuat kesadaran aparatur negara dan civil society
atas pentingnya perlindungan dan pemenuhan HAM;
7. Mengembangkan dan mengefekti kan jejaring kerjasama
di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional de-
ngan para pemangku kepentingan (stake-holder) dalam
rangka perlindungan, pemajuan dan penegakan HAM di
Indonesia.

Sasaran dan Kebijakan


a. Sasaran meningkatnya kesadaran HAM masyarakat dan
aparatur negara melalui peraturan perundang-undangan
yang berspektif HAM merupakan sasaran utama yang pa-
ling diharapkan. Karena fungsi Komnas HAM sebagai salah
satu lembaga negara yang mempunyai kewajiban untuk
memberikan perlindungan pemajuan, penegakan HAM.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Komnas HAM memper-
siapkan strategi kebijakan antara lain berupa:
• Penyebarluasan wawasan dan peningkatan kesadaran
HAM masyarakat dan aparatur negara dilakukan mela-
lui lembaga pendidikan formal dan non-formal serta
kerjasama dengan organisasi lainnya baik di tingkat
nasional, regional maupun internasional dalam bidang
HAM;
• Penguatan peraturan perundang-undangan yang ber-
perspektif HAM mulai pengkajian dan penelitian pera-
turan perundang-undangan nasional dan internasional;
Sasaran terlaksananya penanganan dan penyelesaian kasus
pelanggaran HAM yang dilakukan aparatur penegak hukum
dan instansi terkait. Strategi kebijakan yang dipersiapkan
Komnas HAM antara lain berupa:
• Penanganan pengaduan kasus pelanggaran HAM;
• Pemantauan kasus pelanggaran HAM;

HAMBG_02-05.indd 207 12/05/2015 20:40:07


• Penyelidikan kasus pelanggaran keprotokolan dan kerjasama Komnas
HAM berat; HAM. Strategi kebijakan yang dite-
• Penyelesaian kasus pelanggaran tapkan adalah sebagai berikut:
HAM melalui mediasi. • Peningkatan kualitas perencanaan
Sasaran peningkatan pelayanan umum melalui penyusunan Rencana
Komnas HAM dilakukan melalui strategi kerja Tahunan (RKT), penetapan
kebijakan berikut: Kinerja dan Rencana Kerja, Ang-
garan serta Renstra komnas HAM
• Penyusunan dan penyempurnaan
2015-1019;
kebijakan melalui kebijakan, pe-
doman dan SOP Komnas HAM; • Peningkatan kerjasama dengan
lembaga di lingkup nasional, re-
• Pengembangan SDM melalui pen-
gional dan internasional;
didikan pelatihan teknis dan fung-
sional dalam rangka peningkatan • Peningkatan kualitas laporan ki-
kompetensi pegawai; nerja dan laporan tahunan melalui
• Mempertahankan kualitas laporan pembuatan laporan Komnas HAM
keuangan Komnas HAM; dalam bahasa asing, penyusunan
dan pelaksanaan instrumen peng-
• Peningkatan kualitas administrasi
ukuran terhadap kinerja dan pe-
dan pengelolaan BMN;
nyusunan manajemen resiko;
• Peningkatan sarana dan prasara-
na kerja. • Peningkatan kualitas pelayanan
persidangan.
b. Sasaran peningkatan koordinasi pe-
rencanaan, pelayanan persidangan,

208 Sesi 5: Institusi-Institusi HAM Nasional

HAMBG_02-05.indd 208 12/05/2015 20:40:08


Sesi 5
KOMISI NASIONAL 120 Menit

ANTI KEKERASAN 209


TERHADAP PEREMPUAN

Foto: langitperempuan.com

K omisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perem-


puan atau Komnas Perempuan adalah lembaga neg-
ara independen di Indonesia yang dibentuk sebagai meka-
nisme nasional untuk menghapuskan Kekerasan terhadap
Perempuan. Komnas Perempuan didirikan tanggal 15 Ok-
tober 1998 berdasarkan Keputusan Presiden No. 181/1998
yang diperbarui oleh Perpres no 65 dan 66 tahun 2005. Kom-
nas Perempuan merupakan 1 dari 3 lembaga HAM Nasional.
2 Lembaga HAM Nasional lainnya adalah Komnas HAM dan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, ter-
utama kaum perempuan kepada pemerintah untuk mewujud-
kan tanggung jawab negara dalam menangapi dan menangani
persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut
berakar dari tragedi kekerasan seksual yang dialami terutama
perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di ber-
bagai kota besar di Indonesia.

Sumber: id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Perempuan)

HAMBG_02-05.indd 209 12/05/2015 20:40:08


Untuk pengeluaran rutin, Komnas Pe- judkan tanggung jawab negara dalam
rempuan memperoleh dukungan dari menanggapi dan menangani persoalan
Anggaran Pengeluaran dan Belanja Ne- kekerasan terhadap perempuan. Tuntu-
gara (APBN) dan hibah dari lembaga tan tersebut berakar pada tragedi kek-
donor. Komnas Perempuan melakukan erasan seksual yang terutama dialami
pertanggungjawaban publik tentang oleh perempuan etnis Tionghoa dalam
program kerja maupun pendanaanya. kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota
Hal ini dilakukan melalui laporan tertu- besar di Indonesia.
lis yang bisa diakses oleh publik mau-
Berdasarkan laporan Tim Gabungan
pun melalui acara “Pertanggungjawaban
Pencari Fakta Kerusuhan 13-15 Mei
Publik” di mana masyarakat umum dan
1998 (TGPF) Peristiwa Kerusuhan Mei
konstituen Komnas Perempuan dari
1998, fakta menunjukkan setidaknya
lingkungan pemerintah dan masyarakat
ada 85 kasus kekerasan seksual terha-
dapat bertatap muka dan berdialog lang-
dap perempuan, mayoritas dari etnis
sung.
Tionghoa; 52 perkosaan gang rape, 14
Susunan organisasi Komnas Perempuan perkosaan dengan penganiayaan, 10 pe-
terdiri dari komisi Paripurna dan Badan nganiayaan serta 9 pelecehan seksual.
Pekerja. Anggota komisi Paripurna be-
Yang dimaksud dengan kekerasan sek-
rasal dari berbagai latar belakang pen-
sual berdasarkan Deklarasi PBB ten-
didikan, profesi, agama dan suku yang
tang penghapusan kekerasan terhadap
memiliki integritas, kemampuan, penge-
perempuan adalah setiap tindakan
tahuan, wawasan kemanusiaan dan ke-
berdasarkan perbedaan jenis kelamin
bangsaan serta tanggung jawab yang
yang mengakibatkan kesengsaraan atau
tinggi untuk mengupayakan tercapainya
penderitaan secara isik, seksual atau
tujuan Komnas Perempuan.
psikologis, termasuk ancaman tindakan
tertentu, pemaksaan, atau perampasan
Latar Belakang kemerdekaan secara sewenang-wenang.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terh-
adap Perempuan (Komnas Perempuan) Landasan Kerangka Kerja
adalah salah satu lembaga nasional Hak Komnas Perempuan
Asasi Manusia (NHRI, National Human
Rights Institution), yang berfokus pada 1. Konstitusi, yaitu Undang-Undang Da-
penegakan hak asasi manusia perem- sar Negara Republik Indonesia Tahun
puan Indonesia. Komnas Perempuan 1945
adalah lembaga negara yang independen 2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1984
yang dibentuk melalui Keputusan Presi- tentang Pengesahan Konvensi Peng-
den No. 181 Tahun 1998, pada tanggal hapusan Segala Bentuk Diskriminasi
15 Oktober 1998, yang diperkuat de- terhadap Perempuan (CEDAW)
ngan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998
2005. tentang Pengesahan Konvensi Me-
nentang Penyiksaan dan Perlakuan
Komnas Perempuan lahir dari tuntutan
atau Penghukuman Lain yang Kejam
masyarakat sipil, terutama kaum perem-
atau tidak Manusiawi (CAT)
puan, kepada pemerintah untuk mewu-

210 Sesi 5: Institusi-Institusi HAM Nasional

HAMBG_02-05.indd 210 12/05/2015 20:40:08


Tujuan Komnas Perempuan
Sesi 5
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan
120 Menit
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pene-
gakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia.
2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan se-
gala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlind- 211
ungan hak-hak asasi perempuan.

Mandat dan Kewenangan Komnas Perempuan


1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk keke-
rasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan se-
gala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap ber-
bagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta
berbagai instrumen internasional yang relevan bagi per-
lindungan hak-hak asasi perempuan. Foto: quice-creative.com
3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan
pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan
pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan ha-
sil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-
langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan pena-
nganan.
4. Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lem-
baga legislatif, dan yudikatif, serta organisasi-organisasi
masyarakat guna mendorong penyusuanan dan penge-
sahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala ben-
tuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan,
penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.
5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional gu-
na meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penang-
gulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
Indonesia, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan
hak-hak asasi perempuan.

Pelaksana Mandat 2010 - 2014


Rapat paripurna komisioner Komnas Perempuan adalah oto-
ritas tertinggi dalam pengambilan keputusan dan penang-
gung jawab pelaksanaan mandat Komnas Perempuan. Para
komisioner berasal dari latar belakang yang beragam dan
memenuhi prinsip-prinsip Paris untuk sebuah mekanisme
hak asasi manusia. Pemilihan komisioner diselenggarakan se-

HAMBG_02-05.indd 211 12/05/2015 20:40:08


cara terbuka, dilaksanakan oleh sebuah Keuangan, bidang Recourse Centre (RC),
tim seleksi independen, dan melalui serta bidang Perencanaan, Monitoring
konsultasi dengan mitra-mitra Komnas dan Evaluasi (PME)
Perempuan dalam penentuan kriteria
dan proses penyeleksian. Guna memas- Peran dan Isu Krusial
tikan keberlanjutan inisiatif organisasi Komnas Perempuan
sekaligus merawat demokrasi, seorang
komisioner dapat dipilih kembali se- Peran
banyak-banyaknya satu kali dan jumlah Dalam menjalankan mandatnya, Kom-
komisioner yang menjabat untuk peri- nas Perempuan mengambil peran seba-
ode kedua paling banyak adalah seper- gai berikut:
tiga dari total anggota paripurna.
• Pemantau dan pelapor tentang pe-
Ada 15 orang komisioner yang bertugas langgaran HAM berbasis gender dan
untuk masa bakti 2010-2014. Seorang kondisi pemenuhan hak perempuan
ketua dan dua wakil ketua dipilih di an- korban;
tara mereka. Selebihnya, para komisio- • Pusat pengetahuan (resource center)
ner membagi diri dalam Subkomisi dan tentang Hak Asasi Perempuan;
Gugus Kerja untuk mengawal pelaksana-
• Pemicu perubahan serta perumusan
an mandat Komnas Perempuan.
kebijakan;
Saat ini ada 5 Subkomisi dan 3 Gugus • Negosiator dan mediator antara pe-
Kerja, yaitu: merintah dengan komunitas korban
• Subkomisi Pemantauan, dan komunitas pejuang hak asasi
• Subkomisi Pengembangan Sistem perempuan, dengan menitikberat-
Pemulihan Perempuan Korban Keke- kan pada pemenuhan tanggungjawab
rasan, negara pada penegakan hak asasi
• Subkomisi Reformasi Hukum dan Ke- manusia dan pada pemulihan hak-
bijakan, hak korban;
• Subkomisi Pendidikan, • Fasilitator pengembangan dan pen-
• Subkomisi Partisipasi Masyarakat guatan jaringan di tingkat lokal, na-
sional, regional dan internasional
• Gugus Kerja Papua,
untuk kepentingan pencegahan, pen-
• Gugus Kerja Pekerja Migran (GK-PM), ingkatan kapasitas penanganan dan
• Gugus Kerja Perempuan dalam Kons- penghapusan segala bentuk kekeras-
titusi dan Hukum Nasional (GK- an terhadap perempuan.
PKHN)
Dalam kerjanya, para komisoner didu- Sebelas Isu Krusial Komnas
kung oleh badan pekerja yang dipimpin Perempuan 2010-2014
oleh seorang Sekretaris Jendral. Badan
• Kekerasan terhadap perempuan
pekerja terbagi dalam divisi dan unit se-
akibat pemiskinan perempuan, ter-
suai dengan subkomisi dan gugus kerja
masuk dalam konteks migrasi, ek-
yang ada, serta dalam lima bidang kesek-
sploitasi tenaga kerja di pabrik dan
retariatan, yaitu Bidang Umum, Bidang
rumah tangga, eksploitasi sumber
Sumber Daya Manusia (SDM), bidang
daya alam, dan pengungsian;

212 Sesi 5: Institusi-Institusi HAM Nasional

HAMBG_02-05.indd 212 12/05/2015 20:40:08


• Kekerasan terhadap perempuan akibat politisasi identitas
Sesi 5
dan kebijakan berbasis moralitas dan agama; 120 Menit
• Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks pelanggar-
an HAM masa lalu dan kon lik;

213
• Penguatan mekanisme hak asasi manusia bagi perem-
puan;
• Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks tahanan
dan serupa tahanan;
• Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks perka-
winan dan keluarga;
• Kekerasan terhadap perempuan dalam praktik budaya;
• Kekerasan terhadap perempuan rentan diskriminasi,
antara lain penyandang cacat, anggota masyarakat adat,
dan anggota komunitas minoritas;
• Kekerasan seksual dalam berbagai konteks lainnya, ter-
masuk oleh pejabat publik, pendidik, pemuka komunitas,
dan di media;
Foto: quice-creative.com
• Perlindungan dan dukungan bagi Perempuan Pembela
HAM;
• Kekerasan terhadap perempuan dalam praktik politik, ter-
masuk pemilu dan pemilukada;

Sejarah Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan


Terhadap Perempuan
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16
Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampa-
nye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapus-
an kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Sebagai
institusi nasional hak asasi manusia di Indonesia, Komnas
Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di Indonesia. Ak-
tivitas ini sendiri pertama kali digagas oleh Women’s Global
Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center
for Women’s Global Leadership. Setiap tahunnya, kegiatan ini
berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari
Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi
Manusia (HAM) Internasional.
Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka
menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap
perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan
terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggar-
an HAM. Keterlibatan Komnas Perempuan dalam kampanye
16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) telah

HAMBG_02-05.indd 213 12/05/2015 20:40:09


dimulai sejak tahun 2003. Dalam kam- Strategi yang diterapkan dalam kegiatan
panye 16 HAKTP ini, Komnas Perem- kampanye ini sangat beragam dari satu
puan selain menjadi inisiator juga se- daerah ke daerah lain. Hal ini sangat
bagai fasilitator pelaksanaan kampanye dipengaruhi oleh temuan tim kampa-
di wilayah-wilayah yang menjadi mitra nye di masing-masing daerah atas kon-
Komnas Perempuan. Hal ini sejalan de- disi ekonomi, sosial, dan budaya, serta
ngan prinsip kerja dan mandat Komnas situasi politik setempat. Apapun strategi
Perempuan yakni untuk bermitra de- kegiatan, yang pasti strategis ini diarah-
ngan pihak masyarakat serta berperan kan untuk:
memfasilitasi upaya terkait pencegahan • Meningkatkan pemahaman menge-
dan penghapusan Kekerasan terhadap nai kekerasan berbasis jender seba-
Perempuan. gai isu Hak Asasi Manusia di tingkat
lokal, nasional, regional dan interna-
Mengapa 16 Hari? sional
Penghapusan kekerasan terhadap pe- • Memperkuat kerja-kerja di tingkat
rempuan membutuhkan kerja bersama lokal dalam menangani kasus-kasus
dan sinergi dari berbagai komponen kekerasan terhadap perempuan
masyarakat untuk bergerak secara se- • Membangun kerjasama yang lebih
rentak, baik aktivis HAM perempuan, solid untuk mengupayakan pengha-
Pemerintah, maupun masyarakat secara pusan kekerasan terhadap perem-
umum. Dalam rentang 16 hari, para ak- puan di tingkat lokal dan interna-
tivis HAM perempuan mempunyai wak- sional
tu yang cukup guna membangun strategi • Mengembangkan metode-metode
pengorganisiran agenda bersama yakni yang efektif dalam upaya pening-
untuk: katan pemahaman publik sebagai
• menggalang gerakan solidaritas ber- strategi perlawanan dalam gerakan
dasarkan kesadaran bahwa kekeras- penghapusan segala bentuk keke-
an terhadap perempuan merupakan rasan terhadap perempuan
pelanggaran HAM, • Menunjukkan solidaritas kelompok
• mendorong kegiatan bersama untuk perempuan sedunia dalam melaku-
menjamin perlindungan yang lebih kan upaya penghapusan segala ben-
baik bagi para survivor (korban tuk kekerasan terhadap perempuan
yang sudah mampu melampaui pen- • Membangun gerakan anti kekerasan
galaman kekerasan), terhadap perempuan untuk mem-
• mengajak semua orang untuk turut perkuat tekanan terhadap pemerin-
terlibat aktif sesuai dengan kapasi- tah agar melaksanakan dan mengu-
tasnya dalam upaya penghapusan payakan penghapusan segala bentuk
segala bentuk kekerasan terhadap kekerasan terhadap perempuan.
perempuan.

214 Sesi 5: Institusi-Institusi HAM Nasional

HAMBG_02-05.indd 214 12/05/2015 20:40:09


Sesi 5
KOMISI 120 Menit

PERLINDUNGAN 215
ANAK INDONESIA

Foto: viva.co.id

K omisi Perlindungan Anak Indonesia, disingkat KPAI, ada-


lah lembaga independen Indonesia yang dibentuk ber-
dasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektivitas
penyelenggaraan perlindungan anak. Keputusan Presiden
Nomor 36/1990, 77/2003 dan 95/M/2004 merupakan dasar
hukum pembentukan lembaga ini.
Lembaga ini bersifat independen, tidak boleh dipengaruhi
oleh siapa dan darimana serta kepentingan apapun, kecuali
satu yaitu “ Demi Kepentingan Terbaik bagi Anak ” seperti dia-
manatkan oleh CRC (KHA) 1989.
Visi dari KPAI adalah meningkatnya efekti itas penyeleng-
garaan perlindungan anak demi terwujudnya anak Indonesia
yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Misi dari KPAI adalah melakukan sosialisasi seluruh keten-
tuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan de-
ngan perlindungan anak, melakukan pengumpulan data dan
informasi tentang anak, menerima pengaduan masyarakat,
melakukan penelaahan, pemantauan, dan evaluasi terhadap

HAMBG_02-05.indd 215 12/05/2015 20:40:09


penyelenggaraan perlindungan anak, pengawasan terhadap penyelenggaraan per-
lindungan anak, memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada
Presiden dalam rangka Perlindungan Anak.
Tujuan dari KPAI adalah meningkatkan efekti itas penyelenggaraan perlindungan
anak demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan se-
jahtera
Pelayanan yang diberikan KPAI sesuai dengan pasal 75 UU Perlindungan Anak di-
cantumkan bahwa tugas pokok KPAI ada 2, yaitu:
• Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perlindungan anak; mengumpulkan data dan informasi ten-
tang anak; menerima pengaduan masyarakat; melakukan penelaahan, peman-
tauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak;
• Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden da-
lam rangka perlindungan anak.

Instrumen HAM di Indonesia


1. UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Ben-
tuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
2. UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
3. UU No. 5 tahun 1998 tentang Rati ikasi Konvensi Anti Penyiksaan atau Penghu-
kuman Yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat.
4. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
5. UU No. 9 tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat.
6. UU No. 11 tahun 1998 tentang Amandemen terhadap UU No. 25 tahun 1997.
Tentang Hubungan Perburuan.
7. UU No. 19 tahun 1999 tentang Rati ikasi Konvensi ILO No. 105 tentang Pengha-
pusan Pekerja secara Paksa.
8. UU No. 20 tahun 1999 tentang Rati ikasi Konvensi ILO No. 138 tentang Usia
Minimum Bagi Pekerja.
9. UU No. 21 tahun 1999 tentang Rati ikasi Konvensi ILO No. 11 tentang Diskrim-
inasi Dalam Pekerjaan.
10. UU No. 26 tahun 1999 tentang Pencabutan UU No. 11 tahun 1963 tentang Tin-
dak Pidana Subversi.
11. UU No. 29 tahun 1999 tentang Rati ikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi.
12. UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
13. UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
14. UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

216 Sesi 5: Institusi-Institusi HAM Nasional

HAMBG_02-05.indd 216 12/05/2015 20:40:09


Sesi 6
210 Menit

217

Sesi 6
PERAN GURU DALAM
PENDIDIKAN HAM &
KEADILAN GENDER

HAMBG_02-06.indd 217 12/05/2015 20:40:39


218 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 218 12/05/2015 20:40:48


Sesi 6
Sesi 6 210 Menit

PERAN GURU DALAM 219


PENDIDIKAN HAM &
KEADILAN GENDER

Foto: www.ei-ie.org

Pengantar
Kita sepakat bahwa peran pendidikan yang utama adalah
memanusiakan manusia dan menghasilkan generasi yang se-
hat seutuhnya. Kita berharap—melalui proses pendidikan—
anak didik akan menjadi manusia yang berbudi luhur, berka-
pasitas, dan mampu menyesuaikan diri. Untuk itu HAM perlu
menjadi acuan dalam proses pendidikan.
Di sisi lain kita menyadai bahwa sejak lama—dan hingga kini
masih saja—perempuan berada dalam posisi rentan terhadap
pelanggaran HAM, sebagaimana yang terlihat dalam sesi-sesi
pelatihan kita. Dari waktu ke waktu, paling tidak dari sesi ke
sesi dalam pelatihan ini kita makin menyadari betapa pent-
ingnya menginternalisasi HAM Berperspektif Gender ke da-
lam pendidikan untuk memanusiakan manusia.
Sesi ini ditujukan untuk menggali lebih jauh peran pendidik-
an di tingkat SLTA (khususnya pendidikan Sejarah dan PKN
serta kegiatan Bimbingan Konseling) dalam pengajaran HAM
Berperspektif Gender .

HAMBG_02-06.indd 219 12/05/2015 20:40:48


Tujuan
Pengintegrasian prinsip-prinsip HAM berperspektif gender ke
dalam mata pelajaran Sejarah dan PKN dan dalam kegiatan
bimbingan konseling SLTA.

Indikator
Peserta dapat merumuskan upaya-upaya mengintegrasikan
HAM berperspektif gender dalam sistem pendidikan SLTA.
Peserta dapat merumuskan upaya-upaya yang dibutuhkan
untuk meningkatkan kapasitas guru dalam memahami HAM
berperspektif gender agar dapat menerapkannya dalam
proses pendidikan (belajar-mengajar) di SLTA.
Peserta dapat merumuskan tantangan yang dihadapi dan du-
kungan yang tersedia untuk menerapkan HAM Berperspektif
Gender dalam proses pendidikan di SLTA.

Metode
Diskusi berputar antar peserta (“World Café Dialogue”).

Alur Acara
1 10’ Pengantar Fasilitator
2 90’ 3 putaran dialog (metode “world café dialogue”)
3 30’ Perumusan per café
4 60’ Presentasi dan diskusi pleno
5 20’ Rangkuman penutup
210’ Total

Alat yang Dibutuhkan


Panduan pertanyaan diskusi

220 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 220 12/05/2015 20:40:48


Sesi 6
Langkah-Langkah
1. Fasilitator memberikan apresiasi pada seluruh capaian
210 Menit
proses pelatihan sampai hari ini, yang meneguhkan keya-
kinan kita bahwa tujuan pendidikan utama adalah mema-
nusiakan manusia;
2. Peserta mendapatkan introduksi tentang metode Diskusi
221
Berputar atau yang juga dikenal dengan nama World Café
Dialogue. Untuk menyesuaikan dengan waktu yang terse- Guru yang
dia, akan ada tiga café tempat dialogue, masing-masing humanis
cafe akan memiliki topik dialog yang berbeda, semua harus tepat
peserta akan berputar masuk ke dalam tiga cafe tersebut dalam mema-
yang dijaga atau dilayani (hosted by) oleh salah satu dari hami hubun-
peserta yang bersedia. gan antara
3. Penjaga café tidak akan kemana-mana tetapi menunggu kesadaran
tamu-tamu yang datang ke cahenya untuk mendiskusikan manusia dan
topik pembicaraan café-nya masing-masing. Pemilik café dunia.
akan memberitahu apa yang telah dibicarakan, apa yang (Paulo Freire)
menjadi perdebatan panas, dan apa yang masih harus di
bahas.
4. Waktu berdiskusi dalam masing-masing cafée, hanya 30
menit, secara paralel, dan kemudian berputar agar semua
peserta bisa masuk ke semua café.
5. Topik/menu bahasan masing-masing café adalah sbb;
• Café 1: Bagaimana memastikan agar prinsip-prinsip
HAM Berperspektif Gender masuk di dalam sistem
pendidikan SLTA? Bagaimana HAM Berperspektif
Gender dapat diintegrasikan ke dalam kegiatan Bim-
bingan Konseling, dalam mata pelajaran terkait se-
perti PKN dan Sejarah.
• Cafe 2: Bagaimana meningkatkan kapasitas guru da-
lam memahami HAM Berperspektif Gender untuk di-
terapkan pada proses pendidikan SLTA?
• Cafe 3: Apa saja tantangan yang dihadapi dan dukung-
an yang tersedia untuk menerapkan HAM Berpers-
pektif Gender dalam proses pendidikan di SLTA?
6. Peserta dibagi tiga secara merata dan berputar dari satu
café ke café berikutnya setelah berdiskusi secara paralel
di masing-masing café selama 30 menit.
7. Setelah usia seluruh café, hostess/host diberi kesempatan
untuk membuat rangkuman dan persiapan presentasi se-
cara menyeluruh sekitar 30 menit.
8. Presentasi dan diskusi dilakukan dalam pleno selama satu
jam untuk keseluruhan topik.

HAMBG_02-06.indd 221 12/05/2015 20:40:49


222 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 222 12/05/2015 20:40:49


Sesi 6
210 Menit

223

Lampiran
PERANGKAT KEGIATAN
SESI ENAM
Membaca Statistik Pendidikan dari Perspektif Gender,
Yustina Rostiawati
Bias Gender dalam Buku Pelajaran, Yustina Rostiawati
Pendidikan yang Humanis, Paulo Freire
Kutipan UNESCO: “Peran Kualitas Pengajaran”
Kutipan tulisan Soedjatmoko: “Anak Sebagai Potensi Sumber
Daya Manusia”
Merdeka Berilmu-Pengetahuan, Iwan Pranoto
40 Hak Konstitusional dalam 14 Rumpun
Peran Guru Sebagai Agen Perubahan, UNESCO
Peran Kualitas Pengajaran
Guru Sebagai “Social Engineer” dan Agen Perubahan
Kurikulum 2013 dan Guru

HAMBG_02-06.indd 223 12/05/2015 20:40:49


224 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 224 12/05/2015 20:40:50


Sesi 6
MEMBACA STATISTIK 210 Men
210 Menit
Dunia Pendidikan dengan
Kaca Mata Keadilan Gender 225
Justina Rostiawati

1. Kesenjangan antara laki-laki dan


perempuan di lihat dari angka melek
huruf.
Dari data statistik yang tersedia, tahun
1998-2011 terlihat ada peningkatan
angka melek huruf. Tetapi, perbandingan
antara melek huruf laki-laki dan perem-
puan berbeda besar, laki-laki bergerak
lebih cepat daripada perempuan.
2. Kesenjangan laki-laki dan perempuan
Ilustrasi: wunmin.com
semakin terlihat antara kota dan desa.
Dari data Susenas 2009-2011 tentang pendidikan terting-
gi. Kita lihat perbedaan antara kota dan desa, dan laki-laki
dan perempuan di tempat itu. Di kota, yang belum sekolah
L&P 4,00% sedangkan desa itu dua kali lipat 08.87%. Be-
lum lagi kalau kita lihat kesenjangan antara laki-laki dan
perempuan. Laki-laki di kota 2% sedangkan perempuan
hampir 6% yang belum pernah sekolah. Kalau di desa
5.51% laki-laki dan 12.21% perempuan desa belum seko-
lah. Kalau lihat ke kanan, kita melihat semakin tinggi ting-
kat pendidikan, gap-nya semakin besar.
3. Anak perempuan yang drop-out sebagian besar ka-
rena menikah muda.
Sempat ada kajian tentang alasan putus sekolah. Ada 4 kat-
egori besar yaitu kesulitan ekonomi, rendahnya motivasi
sekolah, menikah usia muda, melanjutkan usaha keluarga.
Kalau dilihat angka ini yang mengerikan ada dua. Untuk
laki-laki, untuk alasan tidak mampu secara ekonomi itu
rata-rata sama. Kalau untuk melanjutkan usaha keluarga,
sejak SD angka laki-laki yang melanjutkan usaha keluarga
itu sudah banyak. Kalau perempuan, rata-rata drop out
di SMA dengan kategori menikah usia dini. Ini berbicara

HAMBG_02-06.indd 225 12/05/2015 20:40:50


data. Ada kesesuaian survei dengan apa yang kita bahas
kemarin tentang anak perempuan yang menikah muda.
4. Relasi antara rendahnya pendidikan perempuan, me-
nikah usia dini dan angka kematian bayi yang tinggi.
Ini data pendidikan rata-rata lama sekolah dari 4,5 tahun
(kelas 1 SD) sampai 10 tahun (SMA) di axis. Pada garis
horisontal, yaitu angka kematian bayi.
Kalau dihubungkan dengan lama sekolah ibu/perempuan,
paling tinggi angka kelahiran bayi di provinsi NTB. Kalau
ditarik garis ke bawah, lama sekolah para ibu itu di kelas
5 SD. Artinya si ibu SD saya tidak lulus, dan angka kema-
tian bayinya tinggi. AKB yang kecil itu Yogya, Sulut dan
DKI Jakarta. Rata-rata lama sekolah perempuan di situ
tinggi. Intinya lulus SMP. Jadi ada risikonya kalau perem-
puan menikah di usia muda karena kematian bayi tinggi.
Kenapa? Apa artinya? Pengetahuannya kurang, akses un-
tuk mencari informasi tentang kesehatan sulit, dan buntu
juga kalau sudah begini mau apa, secara psikologis tidak
siap, dan lapangan pekerjaan tidak tersedia. Pabrik saja
sekarang mintanya lulusan SMA. Bagaimana dengan mer-
eka? Perusahaan besar bahkan mensyaratkan pendidikan
yang lebih tinggi. Ini perlu diperhatikan guru, bagaimana
mempersiapkan pendidikan agar siswa siap, apalagi dunia
kerja kompetisinya besar, kebijakan harus berpihak pada
mereka yang terpinggirkan. Tidak bisa sekolah itu alasan-
nya banyak.

226 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 226 12/05/2015 20:40:50


Sesi 6
BIAS GENDER 210 Menit
dalam Buku Pelajaran
227
Justina Rostiawati

P enelitian saya tahun 96-98. Ada 22 buku (Bahasa Indonesia dan


PPKN), ada terbitan Erlangga, Yudistira, Intan Pariwara, Balai
Pustaka. Ini contoh gambar bias gender di buku PPKN kelas 1 SD. Bi-
asanya anak disajikan gambar. Guru akan berperan dalam soal tafsir.
1. Tugas ibu merapikan pakaian anak
• Tugas ibu di rumah
• Anak laki-laki melayani
• Meskipun baru berangkat, anak laki-laki di kelompok paling
kanan tidak rapi
• Laki-laki duduk di meja, perempuan duduk manis
• Laki-laki suka usil
2. Dalam soal tolong menolong. Apa yang disampaikan di sini?
• Semuanya laki-laki
• Yang kuat adalah laki-laki jadi harus menolong, melindungi
• Yang terjatuh adalah perempuan
3. Dalam soal menjaga diri
Dalam gambar ini kelihatan perempuan itu dirumah, sedangkan
laki-laki di jalan dan di berbagai tempat.
4. Dalam soal kreativitas
Sebagian besar gambar adalah laki-laki, gambar perempuan ha-
nya ada di dua kotak, dan yang dikerjakan adalah menjahit dan
menggunting.
Selain kalimat, teks dalam buku pelajaran juga banyak yang bias
gender. Digambarkan bahwa anak perempuan tidak kuat, harus dil-
indungi, dan laki-laki yang melindungi. Di sini juga terlihat soal anak
perempuan yang tidak mandiri.
Setiap tahun saya melatih anak SMA di St. Ursula untuk melatih sen-
sitivitas gender. Sudah mulai berubah. Sekarang lebih banyak ilus-
trasi foto, dan teks pun sekarang lebih banyak ambil berita-berita.
Tetapi kalau dicermati, sebagai guru kita harus memberi penjelasan
lebih.

HAMBG_02-06.indd 227 12/05/2015 20:40:50


Rujukan dari Tulisan
PAULO FREIRE

Foto: scumakers.wordpress.com

• Bentuk pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang membangun


kesadaran. Dengan usahanya sendiri orang bisa menghidupkan kembali pros-
es alamiah dimana kesadaran timbul dari kemampuan mempersepsi diri.
• Kesadaran re lektif menyebabkan manusia digolongkan sebagai mahluk yang
mampu memamahmi sesuatu dan sekaligus memahami diri sendiri.
• Kesadaran timbul sebagai hasrat bukan sebagai wadah kosong yang harus
diisi.
• Misti ikasi terhadap realitas merupakan upaya untuk membuat dunia agar
nampak berbeda dari yang sebenarnya dan dalam proses selanjutnya, untuk
menanamkan sebuah kesadaran arti icial kepada masyarakat.
• Proses pembebasan ini melibatkan arkeologi kesadaran sehingga manusia
secara alamiah dapat membangun kesadaran baru yang sanggup merasakan
keberadaan dirinya. Ini berbeda dengan proses dominasi atau mifti ikasi yang
tidak mengembangkan kesadaran baru, namun justru irasionalitas
• Kami tidak bermaksud mengatakan bahwa kapasitas re lektif yang sederhana
tidak cukup untuk mengungkapakan proses pembebasan. Jelas bahwa pem-
bebasan membutuhkan transformasi relitas yang obyektif, menindas dan de-
humanis. Namun, karena tidak ada re leksi otentik tanpa aksi, dan begitu juga
sebaliknya, maka pada akhirnya kedua hal ini merupakan sebuah pengertian
yang utuh yang menjelaskan keberadaan manusia di dunia. Tanpa ini pembe-
basan tidak akan terjadi

228 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 228 12/05/2015 20:40:50


Sesi 6
Pentingnya 210 Menit
KUALITAS
229
PENGAJARAN
P entingnya kualitas pengajaran, dan begitu juga guru,
tidak bisa dilebih-lebihkan. Pada tahap awal pendidikan
dasarlah terbentuk sikap-sikap prinsipil atas belajar dan atas
citra diri pelajar. Peran guru pada tahap ini sangat krusial.
Semakin besar keterbatasan anak-anak yang masuk sekolah
yang harus di atas—terkait dengan kemiskinan, lingkungan
sosial yang sulit, atau gangguan isik—maka semakin besar
tuntutan pada guru.
Untuk menjadi efektif, guru—laki-laki dan perempuan—harus
memanfaatkan keluasan terampilan mengajar sebagaimana
juga memanfaatkan kualitas empati yang manusiawi, kesabar-
an dan kerendahan hati, sebagai pelengkap dari otoritas.
Ketika guru pertama dari anak-anak atau orang dewasa tidak
terlatih dan kurang bermotivasi, maka dasar-dasar utama
tempat pembelajaran berikutnya akan dibangun akan men-
jadi tidak sehat.
Komisi Delor merasa bahwa penegaskan kembali pentingnya
guru dalam pendidikan dasar dan meningkatkan kuali ikasi
guru adalah tugas dimana semua pemerintah harus menga-
tasinya sendiri.
Perlu langkah-langkah merekrut calon guru dari kalangan
mahasiswa yang paling bermotivasi, meningkatkan pelatihan
mereka dan mendorong yang terbaik diantara mereka untuk
mengambil posisi paling sulit; keseluruhannya perlu ditetap-
kan terkaut dengan keadaan khusus dari masing-masing ne-
gara, tetapi langkah-langkah tersebut harus diambil, karena,
tanpa langkah-langkah itu, tidak mungkin ada peningkatan
yang signi ikan dalam kualitas yang dibutuhkan mereka.

Diterjemahkan dari Learning: The Treasure Within, UNESCO, 1996, hlm 146

HAMBG_02-06.indd 229 12/05/2015 20:40:51


Anak Sebagai Potensi
SUMBER DAYA MANUSIA
Soedjatmoko

B erikut adalah beberapa tonggak uta-


ma pemikiran saya, mengenai cara-
cara untuk mempersiapkan anak kita da-
lam manghadapi masa depan.
1. Masa depan yang kita hadapi bersa-
ma akan ditandai oleh berbagai jenis pe-
rubahan yang kompleks. Masa depan ini
melahirkan sejumlah problematika yang
tidak akan dapat dihadapi secara me-
madai berdasarkan kebijakan tradisional
semata-mata.
2. Langkah paling tepat untuk mengha-
dapi situasi semacam ini adalah memu-
puk kemampuan belajar pada anak-anak.
Mereka harus mampu belajar secara
terus menerus untuk selalu memperba-
rui perbendaharaan pengetahuan dan
keterampilan mereka. Hanya dengan ke-
Foto: arsuka.wordpress.com
mampuan belajar semacam ini mereka
mampu menjadi sumber daya manusia
yang memiliki kreativitas dan kadar retrainability yang tinggi, yaitu kemam-
puan untuk memperbarui diri sendiri secara terus-menerus.
3. Untuk meningkatkan kemampuan belajar semacam ini ada tiga langkah dasar
yang perlu di laksanakan, yaitu melindungi anak dari praktik-praktik eksploita-
si; meningkatkan kesejateraan anak, terutama terhadap anak-anak yang hidup
dalam lingkungan keluarga miskin; dan mempersiapkan program pembinaan
anak yang terdiri dari pendidikan formal reguler serta pemupukan keterampi-
lan-keterampilan sosial baru melalui jalur jalur nonformal.
4. Problematika yang muncul di masa depan akan mengharuskan generasi men-
datang mengembangkan tata nilai mereka sendiri, yakni suatu tata nilai yang

Dikutip dari MENJADI BANGSA TERDIDIK menurut Soedjatmoko, KOMPAS, Januari 2010, 187-189

230 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 230 12/05/2015 20:40:51


lebih memadai untuk menghadapi persoalan-persoalan Sesi 6
baru yang hingga sekarang belum pernah muncul dalam 210 Menit
masyarakat kita. Untuk memungkinkan pertumbuhan ka-
pasitas semacam ini, generasi tua tidak bisa memaksakan
tata nilai yang telah ada untuk di anut secara mutlak. Apa
yang dapat di lakukan ialah mewariskan tata nilai yang
telah ada untuk digunakan secara modal dalam mengem-
231
bangkan tata nilai baru. Cara yang paling tepat untuk itu
ialah meneruskan tata nilai tersebut melalui keteladanan
dan kejujuran, dan tidak melalui orasi verbal yang eksesif
dan muna ik.
5. Sesuai dengan sikap ini, generasi tua harus mengem-
bangkan sikap membimbing (supportive) terhadap anak.
Seyogiannya anak tidak dipandang sebagai kelanjutan
dari diri orang tua yang dapat dibentuk menurut ke-
hendak orang tua. Setiap anak mempunyai pola potensi
sendiri. Pola khas yang ada pada setiap anak hanya bisa
berkembang secara optimal dalam suatu lingkungan
yang bernapaskan suasana belajar.
6. Masa depan yang akan datang adalah masa depan anak
anak, buka masa depan generasi tua. Bangsa kita hanya
memiliki masa depan bila anak-anak kita nerkeyakinan
bahwa mereka mempunyai masa depan. Marilah kita
songsong masa depan bersama anak-anak kita.

HAMBG_02-06.indd 231 12/05/2015 20:40:51


MERDEKA
BERILMU-PENGETAHUAN
Iwan Pranoto

D alam setahun belaka-


ngan ini, media kerap
memberitakan bahwa pen-
didikan di Indonesia me-
nekankan sisi kognitif. Ter-
lebih, tak jarang pendidikan
yang mengembangkan sisi
kognitif dipertentangkan
dengan pendidikan karak-
ter. Bahkan, sesekali pen-
didikan yang menekankan
Foto: bincangedukasi.com sisi kognitif di tuduh seba-
gai penyebab masalah, sep-
erti tawuran. Tak pernah ada penelitian yang mengatakan semakin tinggi sisi kog-
nitif seseorang, semakin tinggi peluang kekerasan. Yang terjadi justru pendidikan
di Indonesia saat ini terlalu menceramahkan moral, sekaligus lalai menumbuhkan
kecakapaan berpikir kritis dan analitas
Hasil survei Programme for Internalional Student Assessment dan Trends in Inter-
national Mathematics and Science Study berkala sejak sebelum tahun 2000 sampai
2011 justru menunjukan sisi kognitif siswa Indonesia sangat lemah dan stagnan.
Memang betul siswa Indonesia sangat kuat dalam domain ”mengingat”, yang tak bu-
tuh mengolah informasi. Namun, pada tingkatan yang perlu pemrosesan informasi,
siswa Indonesia sangat lemah. Ini berarti pembelajaraan Matematika dan IPA di In-
donesia belum berhasil mengembangkan sisi kognitif.
Sisi kognitif dan karakter pada praktiknya mustahil dipisahkan. Keduanya beri-
ringan. Sekolah yang berhasil dalam pendidikan karakter juga mengembangkan at-
mosfer yang mendukung dan merawat proses berpikir (Costa dan Kallik, 2009, hal
76).
Pengetahuan Ilmiah
Sesudah menyalahkan pendidikan yang menekankan domain kognitif sebagai pe-

Iwan Pranoto guru besar ITB, artikel ini dimuat dalam harian KOMPAS, 20 Juni 2013.

232 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 232 12/05/2015 20:40:51


nyebab kekacauan sosial, kemudian tampaknya tercetus ga- Sesi 6
gasan dan hasrat memorali pengetahuan ilmiah. Moral yang 210 Menit
sejak 1980an gagal ditumbuhkan melalui penataran ratusan
jam sekarang hendak dipaksakan lewat jalan pintas lain, yakni
di sisipkan di pengetahuan ilmiah. Dari pergerakan elektron
di Kimia sampai perhitungan akuntasi di Ekonomi disuntikan
perbendaharaan kata-kata moral. Penyusun kurikulum 2013
233
secara gamblang mengompromikan pengetahuan ilmiah, tan-
pa rasa secuil pun.
Upaya memorali memang tak selalu salah, tetapi masalahnya
moral yang terkandung dalam pengetahuan ilmuah belum ten-
tu sama degan moral sehari-hari. Sikap jujur atau patuh ter-
hadap hukum dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Namun, di matematika, misalnya, tak dikenal norma jujur. Jika
siswa menuliskan 2 + 3 = 7, itu bukan tak jujur, tetapi salah.
Jika seseorang menghitung luas persegi panjang dengan cara
menjumlahkan—bukan mengalikan—panjang dan lebar, itu
bukan tak patuh, tetapi salah. Dengan pemaksaan memorali
ini, subtansi disiplin keilmuan dibengkokkan, dicocok-cocok-
kan, hingga menghasilkan sains berwujud aneh dan keliru. Ini
gambaran kelahiran pseudoscience/sains semu.
Secara umum, setiap cabang pengetahuan ilmiah sudah me-
ngandung moralnya sendiri. Lebih cerdas dan berguna sebe-
narnya mengenali sekaligus mengembangkan moral yang
berasal dari hasil proses berilmu-pengetahuan. Contohnya
bertanggung jawab itu adalah norma alamiah yang terkan-
dung dalam proses berilmu-pengetahuan, yakni senantiasa
memberikan alasan pada setiap pernyataan ilmiah.
Dalam kasus kejadian pelangaraan hakikat berilmu pengeta-
huan di tataran kebijakan nasional seperti di singgung di atas,
sebenarnya sudah tersedia mekanisme pengendaliannya.
Akademisi pendidikan tinggi sejatinya menjadi garda penjaga
berjalannya hakikat keilmuan. Namun, mengapa mekanisme
tersebut tidak berfungsi sekarang ini? Misalnya pada kekisru-
han kasus UN dan Kurikulm 2013, dapat dilihat bagaimana
justru kebanyakaan perguruan tinggi menutup mata. Mem-
pertaruhkan pendidikan tinggi dengan menerima mahasiswa
baru berdasarkan UN yang terang benderang ringkih dasar
penalarannya sekaligus semrawut pelaksanaannya justru di-
lakukan oleh perguruan tinggi sendiri. Kemudian, kenyataan
penyusunan buku ajar untuk Kurikulum 2013 yang kurang
saksama, dengan mutu meragukan, dan hanya 1,5 bulan
(Kompas, Sosok, 7/6) juga tak meresahkan perguruan tinggi.

HAMBG_02-06.indd 233 12/05/2015 20:40:52


Dengan tata kelola perguruan tinggi seperti sekarang, sulit mengharapkan akademisi
peduli, merdeka berpendapat, dan gigih menyampaikan koreksi. Kemdikbud terke-
san bak adi-retorat untuk semua perguruan tinggi di Indonesia. Pemikiran tentang
perlunya kemerdekaan pengelolaan perguruan tinggi yang tak sekedar kemandi-
rian mengurus keuangan ini di sampaikan 20-an akademisi pada saat bertandang
ke kantor Wakil Presiden, 21 Mei 2013.
Agar pengetahuan ilmiah dapat berkembang, bermanfaat, dan memajukan bangsa,
perlu atmosfer yang menjamin kemerdekaan berilmu-pengetahuan. Untuk men-
ciptakan atmosfer seperti ini dibutuhkan jajaran kepemimpinan yang percaya diri
dan berdaya sehingga berani berbagi kewenangan serta kekuasaan. Ini senada
pernyataan di Tanjuk Recana (Kompas, 4/6) bahwa Kemdikbud perlu melakukan
reformasi birokrasi. Ini tak sulit. Jika menyusun buku ajar sekaligus melatih guru
yang bergitu rumit dengan sangat yakin dapat dikerjakaan secepat kilat, semestinya
menuntaskan reformasi atau revolusi budaya birokrasi sebelum tahun ini berakhir
tak sulit.

234 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 234 12/05/2015 20:40:52


Sesi 6
40 Hak Konstitusional 210 M
Menit
DALAM 14 RUMPUN
235
I. Hak Atas Kewarganegaraan
1. Hak status kewarganegaraan — Pasal 28 D [ 4 ]
2. Hak atas kesamaan kedudukan di dalam hukum dan
pemerintahan — Pasal 27 [ 1 ], Pasal 28 D [ 1 ], Pasal
23 D [ 3 ]
II. Hak Atas Hidup
3. Hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan
kehidupannya — Pasal 28 A, Pasal 28 I [ 1 ]
4. Hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkem-
bang — Pasal 28 B [ 2 ]
III. Hak Untuk Mengembangkan Diri
5. Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenu-
han kebutuhan dasar, mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya — Pasal 28 C [ 1 ]
6. Hak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat — Pasal 28 H [ 3 ]
7. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh infor-
masi untuk mengembangkan pribadi dan sosial —
Pasal 28 F
8. Hak mendapatkan pendidikan — Pasal 31 [ 1 ], Pasal
28 [ 1 ]
IV. Hak Atas Kemerdekaan Pikiran dan Kebebasan
Memilih
9. Hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani —
Pasal 28 I [ 1 ]
10. Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan — Pasal
28 E [ 2 ]
11. Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya — Pasal 28 E [ 1 ], Pasal 29 [ 2
12. Hak untuk bebas memilih pendidikan dan pengaja-
ran, pekerjaan, kewarganegaraan, tempat tinggal —
Pasal 28 E [ 1 ]
13. Hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul —
Pasal 28 E [ 3 ]

HAMBG_02-06.indd 235 12/05/2015 20:40:52


14. Hak untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai
dengan hati nurani — Pasal 28 E [ 2 ]
V. Hak Atas Informasi
15. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh infor-
masi — Pasal 28 F
16. Hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, meny-
impan, mengolah dan menyampaikan informasi den-
gan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia
— Pasal 28 F
VI. Hak Atas Kerja dan Penghidupan Yang Layak
17. ak atas pekerjaan da penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan — Pasal 27 [ 2 ]
18. Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan dan per-
lakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja —
Pasal 28 D [ 2 ]
19. Hak untuk tidak diperbudak — Pasal 28 I [ 1 ]
VII. Hak Atas Kepemilikan dan Perumahan
20. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi — Pasal 28
H[4]
21. Hak untuk bertempat tinggal — Pasal 28 H [ 1 ]
VIII. Hak Atas Kesehetan dan Lingkungan Hidup
22. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin — Pasal
28 H [ 1 ]
23. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat — Pasal 28 H [ 1 ]
24. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan —
Pasal 28 H [ 1 ]
IX. Hak Berkeluarga
25. Hak membentuk keluarga-Pasal 28 B [ 1 ]
X. Hak Atas Kepastian Hukum dan Keadilan
26. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil — Pasal 28 D [ 1 ]
27. Hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum —
Pasal 28 D [ 1 ], Pasal 27 [ 1 ]
28. Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum
— Pasal 28 I [ 1 ]
XI. Hak Bebas Dari Ancaman, Diskriminasi dan Kekeras-
an
29. Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi — Pasal 28 G [ 1 ]

236 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 236 12/05/2015 20:40:52


30. Hak untuk bebas dan penyiksaan atau perlakuan
Sesi 6
yang merendahkan derajat dan martabat manusia 210 Menit
— Pasal 28 G [ 2 ]
31. Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas
dasar apa pun — Pasal 28 I [ 2 ]
32. Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan danmanfaat
237
yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
— Pasal 28 H [ 2 ]

XII. Hak Atas Perlindungan


33. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, ke-
hormatan, martabat dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya — Pasal 28 G [ 1 ]
34. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif — Pasal 28 I [
3]
35. Hak atas perlindungan identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional yang selaras dengan perkem-
bangan zaman dan perdaban — Pasal 28 I [ 3 ]
36. Hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskrimi-
nasi — Pasal 28 B [ 2 ], Pasal 28 I [ 2 ]
37. Hak untuk memperoleh suaka politik dari Negara
lain — Pasal 28 G [ 2 ]
XIII. Hak Memperjuangkan Hak
38. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuang-
kan haknya secara kolektif — Pasal 28 C [ 2 ]
39. Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat — Pasal 28, Pasal 28 E [ 3 ]
XIV. Hak Atas Pemerintahan
40. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama da-
lam pemerintahan — Pasal 28 D [ 3 ], Pasal 27 [ 1 ]

HAMBG_02-06.indd 237 12/05/2015 20:40:52


PERAN GURU
Sebagai Agen Perubahan

P entingnya peran guru sebagai seorang agen perubahanmempromosikan pe-


mahaman dan toleransi tidak pernah lebih nyata dari hari ini. Bahkan nam-
pak lebih kritis di abad kedua puluh satu. Perlunya perubahan—dari nasionalisme
sempit ke universalisme, dari prasangka etnis ke budaya toleransi, pemahaman dan
pluralisme, dari otokrasi menuju demokrasi dalam berbagai manifestasinya, dan
dari dunia yang secara teknologi terbagi dimana teknologi tinggi merupakan hak
istimewa beberapa gelintir orang saja ke dunia yang secara teknologi bersatu—me-
nempatkan tanggung jawab besar pada guru yang berpartisipasi dalam pencetakan
karakter dan pikiran generasi baru. Taruhannya tinggi dan nilai-nilai moral yang
terbentuk di masa kecil dan sepanjang hidup menjadi begitu penting.
Meningkatkan kualitas pendidikan tergantung pada pertama meningkatkan pere-
krutan, pelatihan, status sosial, dan kondisi kerja guru; mereka membutuhkan
pengetahuan dan ketrampilan yang cukup, karakteristik pribadi, prospek profe-
sional dan motivasi jika mereka ingin memenuhi harapan yang ditempatkan di atas
mereka.

Diterjemahkan dari Learning: The Treasure Within, UNESCO, 1996, halaman 141-42

238 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 238 12/05/2015 20:40:52


Sesi 6
PERAN 210 Menit

KUALITAS PENGAJARAN 239


P entingnya kualitas pengajaran, dan begitu juga guru, tidak bisa dilebih-lebih-
kan. Pada tahap awal pendidikan dasarlah terbentuk sikap-sikap prinsipil atas
belajar dan atas citra diri pelajar. Peran guru pada tahap ini sangat krusial. Semakin
besar keterbatasan anak-anak yang masuk sekolah yang harus diatasi—terkait de-
ngan kemiskinan, lingkungan sosial yang sulit, atau gangguan isik—maka semakin
besar tuntutan pada guru.
Untuk menjadi efektif, guru—laki-laki dan perempuan—harus memanfaatkan kelu-
asan terampilan mengajar sebagaimana juga memanfaatkan kualitas empati yang
manusiawi, kesabaran dan kerendahan hati, sebagai pelengkap dari otoritas.
Ketika guru pertama dari anak-anak atau orang dewasa tidak terlatih dan kurang
bermotivasi, maka dasar-dasar utama tempat pembelajaran berikutnya akan diba-
ngun akan menjadi tidak sehat.
Komisi Delor merasa bahwa penegaskan kembali pentingnya guru dalam pendidik-
an dasar dan meningkatkan kuali ikasi guru adalah tugas dimana semua pemerin-
tah harus mengatasinya sendiri.
Perlu langkah-langkah merekrut calon guru dari kalangan mahasiswa yang pal-
ing bermotivasi, meningkatkan pelatihan mereka dan mendorong yang terbaik di
antara mereka untuk mengambil posisi paling sulit; keseluruhannya perlu ditetap-
kan terkait dengan keadaan khusus dari masing-masing negara, tetapi langkah-
langkah tersebut harus diambil, karena, tanpa langkah-langkah itu, tidak mungkin
ada peningkatan yang signi ikan dalam kualitas yang dibutuhkan mereka.

Diterjemahkan dari Learning: The Treasure Within, UNESCO, 1996, hlm 146-47.

HAMBG_02-06.indd 239 12/05/2015 20:40:52


Guru Sebagai
“SOCIAL ENGINEER” &
AGEN PERUBAHAN
M enurut sejarawan dan pemikir terkemuka, HG Wells (1866-1946), “Guru ada-
lah pembuat sejarah yang sebenarnya”.
Menurut Dr S. Radhakrishnan, “Guru bertindak sebagai poros transmisi intelektual
aruditedan keterampilan teknis dari generasi ke generasi, yang membantu menjaga
lampu peradaban terus nyala. Ia tidak hanya membimbing individu, tetapi bisa dika-
takan, mengarahkan nasib bangsa “
Komisi Nasional Guru Sekolah India (1983-1985) menyatakan, “Kami menggaris-
bawahi bahwa tugas utama guru adalah membangun manusia, bernama memba-
ngun India masa depan.” Komisi Nasional Guru Pendidikan Tinggi India (1983-
1985) menulis, “Guru adalah agen perubahan”.
Prof. Ottway berpikir bahwa guru-guru di sekolah dapat memiliki pengaruh pal-
ing kuat di komunitas yang mereka pilih. Organisasi dan serikat guru profesional
merupakan salah satu kelompok penekan ortodoks dan mereka dapat membawa
pandangan . Laporan Mc Nair tentang pelatihan guru di Inggris menyatakan, “adalah
suatu paham kebenaran untuk mengatakan bahwa setiap guru, dengan kapasitas
sederhana bagaimanapun, mereka—laki atau perempuan—yang mengajar secara
langsung dan vocationally terlibat dalam pencetakan bentuk dari hal-hal yang da-
tang. Jika paham kebenaran (truism) itu benar.“ Prof. W.O. Lester Smith dari Univer-
sitas London mengamati bahwa: “pada saatnya nanti di mana warga negara muda
kita akan menjalani kehidupan, bagi mereka yang bercita-cita untuk mengajar harus
berpikir dan harus terus berpikir tentang masalah masyarakat dengan semua ke-
cerdasan di tempat mereka bekerja.”
Seorang pendidik Amerika, Edmund W. Gordon telah menunjukkan bahwa tugas
guru adalah mendidik—mendidik untuk perubahan—mendidik melalui perubahan
revolusi yang direncanakan secara teratur. Jika perlu mendidik melalui aksi yang
lebih revolusioner.
Cara-cara Guru Memainkan Peran “Social Enginering. Seorang guru dapat me-
nyampaikan dan menyebarkan sikap dan nilai-nilai kepada siswa melalui cara beri-
kut:

Diterjemahkan dari: J.C. AGGARWAL, BASIC IDEAS OF EDUCATION, SHIPPRA, 2001, Hlm. 80-81

240 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 240 12/05/2015 20:40:53


(I) pengajaran langsung.
Sesi 6
(Ii) memberikan kesempatan siswa untuk hidup dan mem- 210 Menit
praktekkan kebajikan sekularisme, sosialisme dan de-
mokrasi.

241
(Iii) Guru sendiri menjadi model mewujudkan sikap dan
nilai-nilai yang diinginkan.
(Iv) Melakukan program-program kebangkitan sosial.
Kompetensi yang diinginkan pada Guru untuk Berperan
dalam Perubahan Sosial. Dikatakan bahwa nasib bangsa
dibentuk di kelas dan guru merupakan instrumen yang sa-
ngat penting dalam pencetakan takdir itu. Agar dapat melak-
sanakan tanggung jawab besar seperti itu, maka perilaku guru
harus menunjukkan usaha melakukan tugas dengan benar.
Kepribadiannya harus mencerminkan karakteristik warga
negara yang baik. Guru sendiri harus menunjukkan konsep
kebebasan, ekualitarianisme, martabat individu, hak dan ke-
wajiban dll, sehingga ia dapat mengirimkan hal yang sama un-
tuk generasi muda.
Kendala Guru dalam memainkan Peran Perubahan Sosial.
Prof. SP Ruhela dan KC Vyas mengajukan pertanyaan ini da-
lam konteks situasi di India, “Bagaimana mereka bisa jadi be-
gitu jika penempatan guru sekolah sejauh ini belum mampu
memunculkan sebuah profesi dalam pengertian yang seksa-
ma karena mereka tidak tercerahkan secara efektif dan tidak
berkomited dalam organisasi profesi, dan ketika banyak lem-
baga pelatihan guru masih terus menjadi kantong-kantong
pendidikan yang kumuh menjijikkan, kamp konsentrasi, fak-
sionalisme dan kelambanan, di mana guru disosialisasikan,
dilatih dan dimotivasi dengan buruk untuk berpikir dan ber-
tindak kreatif atau inovatif.“

HAMBG_02-06.indd 241 12/05/2015 20:40:53


KURIKULUM 2013
DAN GURU

R iuhnya wacana masalah pendidikan selalu berakhir antiklimaks. Tidak melang-


kah maju, tetapi mundur. Maju mundur, mundur maju. Ibarat tarian Poco-Poco.
Kalau keadaan ini terus terjadi, benar pendapat bahwa anak didik sebagai objek
eksperimen. Seolah-olah dikembangkan demokratisasi pendidikan, padahal yang
sebenarnya strategi komunikasi “memenangkan perang”. Masukan yang mengun-
tungkan dipungut untuk mendukung pengambilan keputusan dan kebijakan yang
sudah disiapkan.
Taruhlah contoh aktual yang berkembang. Masalah guru dan penerapan kurikulum
2013. Program serti ikasi yang berlanjut pada pemberian tunjangan profesi kegu-
ruan awalnya gaduh luar biasa, tetapi berakhir dengan seolah-olah selesai. Padahal,
banyak guru lulus tes, tetapi masih daftar tunggu terima tunjangan bertahun-ta-
hun.
Begitu juga rencana penerapan Kurikulum 2013. Dilempar ke publik, isu rencana
perubahan. Wacana pro-kontra. Hampir semua oke perubahan kurikulum, tetapi
yang kontra mengatakan jangan sekarang. Siapkan infrastruktur, sarana, dan ke-
siapan psikologisnya. Argumentasi kontra lebih masuk akal. Namun karena “harus
dilaksanakan tahun ini”, yang bicara tak lagi logika, tetapi kekuasaan.
Kita apresiasi strategi komunikasi politik yang dikembangkan. Kita apresiasi ke-
beranian membuat keputusan sesuai tugasnya. Namun jauh lebih baik kalau pe-
merintah dalam hal ini Kemendikbud, mempersiapkan infrastruktur dan sarana
yang diperlukan. Kalau tidak, yang terjadi antiklimaks. Kurikulum 2013 dilempar
ke public seolah agar mendapat masukan, padahal sekedar bagian dari sarana “me-
menangkan perang”.
Tidak ada yang meragukan kelebihan kurikulum 2013. Namun karena kurikulum ini
memiliki kekhasan konsep, taruhlah di antaranya tematik integratif, tanpa diper-
siapkan matang yang terjadi “penafsiran praktis-pragmatis”. Terjadi kembali seperti
selama ini: kurikulum di atas kertas berbeda dengan kurikulum di lapangan. Po-
sisi guru strategis, tetapi di lapangan kurang memperoleh perhatian. Mereka diberi
perhatian ketika dibutuhkan, bahkan disalah gunakan jauh dari fungsi pokoknya
sebagai pendidi. Guru dijadikan tim sukses dalam pilkada.

Dikutip dari Tanjuk Rencana KOMPAS, 5 Juli 2013

242 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 242 12/05/2015 20:40:53


Kongres guru 2013 yang sedang berlangsung tentu mengkaji
Sesi 6
kembali seberapa jauh fungsi keguruan didudukkan pada yang 210 Menit
seharusnya. Bisa ikut menggaris bawahi dan menjabarkan
bentuk konkrit konsep dan kebijakan otonomi pendidikan.
Bisa mengingatkan agar dihentikan kegemaran demokratisa-
si pendidikan seolah-olah , padahal hanya bagian dari strategi
“memenangkan perang” sehingga semua tidak selalu berakhir
243
dengan ati klimaks. Upayakan agar janji Mentri Muhammad
Nuh saat pembukaan kongres terealisasi, yakni dalam tiga bu-
lan akan menyelesaikan persoalan guru yang menyangkut isu
otonomi pendidikan, guru honorer, guru bantu, dan kekurang-
an guru.

Otonomi daerah telah menyebabkan pendidikan diba-


wa ke ranah politik. Guru, kepala sekolah di sejumlah
daerah dipaksa untuk menjadi tim sukses kepala daerah.
Jika menolak atau gagal meraih suara, guru dimutasi.
“Guru diperlakukan sebagai perangkat birokrasi, bukan
profesi”. Pencarian tunjangan fungsional dan tunjangan
profesi guru di sejumlah daerah masih sering terlambat.
Jumlahnya pun masih sering tidak sesuai dengan yang
seharusnya diterima guru.
(Sulityo, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, dikutip da-
lam Kompas 4 Juli 2013, halaman 15)

HAMBG_02-06.indd 243 12/05/2015 20:40:53


Arti Ajaran Ki Hajar Dewantara
TUT WURI HANDAYANI
S alah satu Ajaran dari Ki Hajar Dewantara yang sa-
ngat populer adalah “Seorang pemimpin harus
memiliki tiga sifat yang terangkum pada: Ing Ngarso
Sun Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Han-
dayani, di mana ketiga kalimat tersebut memiliki arti
sebagai berikut:
1. Ing Ngarso Sung Tulodo artinya Ing ngarso itu di
depan/dI muka, Sun berasal dari kata Ingsun yang
artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing
Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin
harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-
orang di sekitarny sehingga yang harus dipegang te-
guh oleh orang adalah kata suri tauladan.
2. Ing Madyo Mangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mangun ber-
arti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk ke-
mauan atau niat. Jadi makna dari kalimat itu adalah orang di tengah kesibukan-
nya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Karena itu
orang juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi di lingkungannya dengan
menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk keamanan dan kenyamanan.
3. Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani
berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga arti Tut
Wuri Handayani ialah orang harus memberikan dorongan moral dan semangat
kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang-orang di
sekitar kita untuk menumbuhkan motivasi dan semangat.
Jadi secara tersirat Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri
Handayani berarti igur orang yang baik adalah di samping menjadi suri tauladan
atau panutan, tetapi juga harus mampu menggugah semangat dan memberikan do-
rongan moral dari belakang agar orang-orang di sekitarnya dapat merasa situasi
yang baik dan bersahabat sehingga kita dapat menjadi manusia yang bermanfaat di
temgah masyarakat.

244 Sesi 6: Peran Guru dalam Pendidikan HAM

HAMBG_02-06.indd 244 12/05/2015 20:40:53


Sesi 7
180 Menit

245

Sesi 7
EVALUASI & PENUTUP

HAMBG_02-07.indd 245 12/05/2015 20:41:11


246 Sesi 7: Evaluasi & Penutup

HAMBG_02-07.indd 246 12/05/2015 20:41:20


Sesi 7
Sesi 7 180 Menit

EVALUASI & 247


PENUTUP

Tujuan
Memastikan adanya pemenuhan harapan peserta dan pe-
nyelenggara atas proses training yang berlangsung.

Indikator/Ukuran Capaian Sesi


Adanya rangkuman dari peserta tentang keseluruhan
acara.
Adanya evaluasi spontan (dan atau tertulis) dari pe-
serta tentang keseluruhan acara.

Perangkat Alur Acara


Majalah bekas 1 10’ Pengantar Fasilitator
Lem
Gunting
2 50’ Membuat landscape (dari potongan gambar-
gambar dalam majalah) yang dapat meng-
Cutter
gambarkan apa saja yang diperoleh dari
Kertas plano
pelatihan ini. Buat karya instalasi kelompok
Lembar evalu-
(5 atau 4 kelompok)
asi tertulis
Lembar pan- 3 60’ Presentasi dan masukan
duan evaluasi 4 10’ Rangkuman Kesepakatan Rencana Tindak
spontan/ter- Lanjut
buka
5 30’ Evaluasi dari peserta tentang pelatihan ini
Rekomendasi
3 60’ Presentasi dan masukan
180’ Total

HAMBG_02-07.indd 247 12/05/2015 20:41:20


Langkah-Langkah Proses Fasilitasi Sesi Penutup
1 5’ Pengantar
Fasilitator mengantarkan acara penutup dengan kembali
mengucapkan penghargaan atas partisipasi aktif seluruh
peserta. Sesi akhir ini akan digunakan untuk membuat rang-
kuman, melakukan evaluasi, dan penutupan.

2 50’ Kerja Kelompok Membuat Rangkuman


Selama sekitar 30-50 menit peserta bekerja dalam kelom-
pok untuk membuat rangkuman secara kreatif yaitu dengan
menggunakan gambar-gambar yang ada dalam majalah be-
sar untuk memberi ilustrasi apa saja yang mereka dapatkan
dalam pelatihan ini. Selain itu mereka wajib mencantumkan
tindak lanjut apa yang menurut mereka perlu dan akan di-
lakukan.
Kelompok 1 membuat karya dari sesi perkenalan
Kelompok 2 membuat karya dari sesi patriarki
Kelompok 3 membuat karya dari sesi CEDAW
Kelompok 4 membuat karya dari sesi Institusi-institusi
HAM Nasional
Kelompk 5 membuat karya dari sesi peran pendidikan
SLTA.
Setiap peserta boleh menambahkan elemen pada karya ke-
lompok lain jika dianggap mendesak dan amat perlu.

3 60’ Presentasi dan Diskusi


Setiap kelompok mempresentasikan hasil karyanya sekitar
5 menit dan terbuka pada masukan dari peserta lainnya juga
dari fasilitator. Fasilitator perlu memperhatikan dan mena-
nyakan apakah peserta merasa pelatihan ini memenuhi hara-
pannya. Beri contoh atau alasan tentang pendapat tersebut.

4 10’ Rangkuman Kesepakatan


Fasilitator merangkum Butir-butir pemikiran/usulan
peserta tentang Tindak-tindak Lanjut yang dimuncul-
kan oleh masing-masing kelompok dan mengklari ikasikan
rangkumannya kepada peserta. Setelah tidak ada keberatan,
rangkuman tersebut menjadi bagian dari hasil resmi pelatih-
an.

248 Sesi 7: Evaluasi & Penutup

HAMBG_02-07.indd 248 12/05/2015 20:41:21


5 30’
Sesi 7
Evaluasi
Fasilitator membangun suasana dan metode evaluasi yang
180 Menit
nyaman, terbuka, tulus, dan cermat demi perbaikan training
ke depan. Di akhir acara fasilitator juga meminta peserta un-
tuk menuliskan sebuah pesan
5.1. Jika tersedia waktu yang cukup luang (di atas 30 menit)
249
disarankan untuk membuat dua macam evaluasi yaitu
evaluasi tertulis dan evaluasi terbuka dalam bentuk
permainan. Kegunaan evaluasi tertulis lebih banyak un-
tuk penyelenggara dan fasilitator; sementara evaluasi
terbuka juga berguna langsung untuk peserta.
5.2. Jika waktu yang tersedia sangat sempit (di bawah 30
menit) maka disarankan untuk melakukan proses eva-
luasi terbuka dalam bentuk permainan. Fasilitator harus
berani menghadapi kritik yang muncul secara terbuka.

HAMBG_02-07.indd 249 12/05/2015 20:41:21


250 Sesi 7: Evaluasi & Penutup

HAMBG_02-07.indd 250 12/05/2015 20:41:21


Lampiran

251

Lampiran
KUMPULAN PERMAINAN
(GAMES) & “ENERGIZER”

HAMBG_02-08.indd 251 12/05/2015 20:41:45


252 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 252 12/05/2015 20:41:53


Lampiran
Lampiran
KUMPULAN 253
PERMAINAN & ENERGIZER
1. Kumpulan
1 K l Permainan
P i
1.1. Tekanan Udara
1.2. Cermin
1.3. Instruksi Tersamar
1.4. Reaksi Salah Kamar
1.5. Toko Buah
1.6. Kutahu Kalian Sedang Dimana ?
2. Kumpulan Puisi
2.1. The day the Mountains move
2.2. Karena aku Perempuan maka aku harus sekolah
2.3. Dia Mempersembahkan Bunga Padaku
2.4. He gave me lover
2.5. Surat Kartini pada Nyonya Abendanon
2.6. Driyarkara
3. Kumpulan Lagu-lagu Daerah
3.1. Ayam Den lapeh
3.2. Bungong Jeumpa
3.3. Manuk Dadali
3.4. Si jali-jali
3.5. Sue Ora jamu
3.6. Si Patokahan
4. Kumpulan Monolog
4.1. Christine de Pizan
4.2. Mary Wollstonecraft
4.3. Olympe de Gauge
4.4. Sojourner Truth
4.5. Jhon Struat Mill
4.6. Eleanor D. Roosevelt
4.7. Nawal El Saadawi

HAMBG_02-08.indd 253 12/05/2015 20:41:53


KUMPULAN PERMAINAN
1.1 Permainan Tekanan Udara
Fungsi Untuk mulai membangun kontak, rasa nyaman, dan kerjasama.
Jenis Permainan tanpa kata, hanya gerak sederhana, gerak tangan dengan po-
permainan sisi telapak tangan ke depan
Waktu 5 menit
Cara 1. Peserta diminta untuk berdiri berpasang-pasangan (si A dan si B
Bermain berdiri berpasangan)
2. Setiap pasangan bekerjasama, salah satu dari keduanya akan
memimpin gerakan secara bergantian
3. Keduanya diminta untuk mengangkat tangannya sampai di dada, tela-
pak tangan menghadap ke pasangan masing- masing. Kedua telapak
tangan pasangan tersebut tegak saling berhadap-hadapan. Telapak
tangan kanan si A berhadap-hadapan dengan telapak tangan si B
4. Dekatkan posisi telapak tangan kedua belah pihak sampai dekat tapi
tidak boleh bersentuhan
5. Pihak yang mendapat giliran memimpin menggerakkan telapak ta-
ngannya, ke atas, ke samping, ke bawah, atau berputar.
6. Pihak yang dipimpin mengikuti gerak telapak tangan tersebut hingga
berjalan bersamaan. Keduanya harus konsentrasi.
7. Setelah dua menit, posisi yang memimpin dalam pasangan berganti
melakukan hal yang sama.
Pertanyaan Bagaimana rasanya melakukan permainan ini?
Re lektif Apa yang menyenangkan, apa yang susah, dan apa yang mudah?
Apakah merasakan tekanan udara di telapak tangan anda?

254 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 254 12/05/2015 20:41:54


Lampiran

255
1.2 Permainan Cermin
Fungsi Melanjutkan upaya membangun kerjasama dan membangun suasana
yang menyenangkan (humoris).
Jenis Bisa tanpa atau dengan kata-kata gerak seluruh tubuh (kepala, muka/mi-
Permainan mik, tangan, badan, kaki)
Waktu 5 menit
Cara Bermain (Mirip permainan pertama, hanya beda gerakan yang diminta)
1. Peserta diminta untuk berdiri berpasang-pasangan (si A dan si B
berdiri berpasangan)
2. Setiap pasangan bekerjasama, salah satu dari keduanya akan menjadi
cermin dan pasangannya menjadi orang yang bercermin
3. Orang yang bercermin dapat melakukan gerakan apa pun, termasuk
mimik lucu, mimik marah, mimik sedih, gerak menyisir rambut, ber-
dandan, gerak tubuh, posisi tubuh, menari atau berpidato.
4. Cermin harus mengikuti apa yang dilakukan oleh yang bercermin,
sama sebangun
5. Setelah dua menit, posisi yang bercermin dan posisi cermin berganti.
Pertanyaan Bagaimana rasanya menjadi cermin dan menjadi orang yang bercer-
Re lektif min
Apa yang menyenangkan, apa yang susah, dan apa yang mudah ?

HAMBG_02-08.indd 255 12/05/2015 20:41:54


1.3 Permainan Instruksi Tersamar
Fungsi Memeriksa dan membangun Konsentrasi
Jenis Reaksi Cepat, semacam Cerdas Cermat.
Permainan
Waktu 5 menit
Cara 1. Peserta tetap dalam posisi di tempat duduknya, hanya diminta
Bermain berkonsentrasi mendengarkan penjelasan fasilitatorkarena mer-
eka nanti akan diuji. Fasilitator mengingatkan: “INGAT YA.. HANYA
IKUTI KATA KATA SAYA JANGAN YANG LAINNYA”.
2. Fasilitator membuat penjelasan tentang permainannya, peserta
diminta memperhatikan:Sambil mengacungkan satu jarinya fasili-
tator mengatakan “INI SATU”, lalu fasilitator mengacungkan dua
jari dan mengatakan DAN INI DUA; lalu mengacungkan tiga jari
seraya mengatakan KALAU YANG INI TIGA. OKAY. SEMUA SUDAH
FAHAM. (kalau perlu diulangi): INI ADALAH SATU, DAN INI DUA,
KALAU INI TIGA.
3. Setelah penjelasan itu, fasilitator memulai dengan mengatakan,
“KEPADA SIAPA MATA SAYA TERTUJU, MAKA ORANG YANG BER-
SANGKUTAN HARUS MENJAWAB: SATU DUA ATAU TIGA. Fasiliai-
tor memberi contoh:
INI ( tangannya mengacungkan 1 jari, dijawab SATU
DAN INI (tangannya mengacungkan jari 2), dijawab DUA,
KALAU INI (sambil mengacungkan jari 3, dijawab tiga
4. Sekarang kita mulai permainan. Fasilitator mengarahkan pandang-
annya bergantian pada para peserta; peserta diminta menjawab
spontan sesuai aturan main tadi, tapi, jari fasilitator sesekali tidak
sesuai dengan kata-katanya, agar peserta terkecoh.Misalnya me-
nyebut kata INI (tangannya mengacungkan 2 jari, padahal INI
adalah SATU. Fasilitator menyebut kata DAN INI (tangannya men-
gacungkan jari 1), padahal DAN INI adalah DUA. Hanya peserta
yang berkonsentrasi dan taat aturan mereka akan mengabaikan
jari fasilitator dan menjawab benar.
5. Setelah banyak peserta mendapatkan bagian, ada yang salah dan
ada yang benar. Fasilitator menghentikan permainan.
Pertanyaan Siapa yang tahu, mengapa ada yang salah menjawab?
Re lektif

256 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 256 12/05/2015 20:41:54


Lampiran

257
1.4 Permainan Reaksi Salah Kamar
Fungsi Membangun daya imajinasi , kreativitas, dan tertawa
Jenis Seni peran sederhana (kata-kata dan ekspresi)
Permainan
Waktu 15 menit (untuk lima macam kamar)
Cara 1. Minta lima orang voluntir. JIka kebetulan komposisi meja belajar
Bermain dalam bentuk kelompok-kelompok, jumlah voluntirnya mengikuti
jumlah kelompok
2. Para voluntir diminta untuk membuat reaksi karena mereka salah
masuk kamar, datang dari suatu tempat, bermaksud ke suatu tem-
pat (kamar), tetapi kamar yabng dimasuki salah. Reaksi semacam
apa yang mungkin atau biasanya muncul.
3. Kamar-kamar yang salah itu, bisa disepakati dengan kelompok, atau
juga ditetyapkan oleh fasilitator, misalnya
• Bermaksud ke WC perempuan tetapi masuk ke WC laki-laki dan
ada orang sedang buang air kecil disana
• Bermaksud ke kamar kerja kawan untuk gosip tetapi masuk ke
kamar kerja bos yang sedang serius bekerja
• Bermaksud ke kamar rawat inap istri/suami dengan membawa
bunga di rumah sakit tetapi masuk ke kamar pasien lainnya yang
nampak amat sangat menunggu/mendamba seseorang datang
• Bermaksud ke kelas mata pelajaran sejarah, tetapi masuk ke
kelas yang murid-muridnya siap berolah raga
• Bermaksud ke kamar tidur untuk istirahat tetapi masuk ke
dapur melihat pasngan (suami/istri) sedang sibuk menyiapkan
makanan
4. Voluntir diminta mengekspresikan reaksi dan tindakannya saat dia
masuk ke kamar yang salah.
5. Setelah semua voluntir mengekspresikan reaksinya, fasilitator mem-
beri kesempatan peserta lain untuk berkomentar
Pertanyaan Pelajaran apa yang didapat dari reaksi spontan salah kamar untuk mengha-
Re lektif dapi situasi yang tak dikehendaki?

HAMBG_02-08.indd 257 12/05/2015 20:41:54


1.5 Permainan Toko Buah
Fungsi Bergerak , konsentrasi, membangun kedekatan, dan tertawa
Jenis Gerak isik dan konsentrasi
Permainan
Waktu 5 menit
Cara 1. Peserta diminta berkelompok (jika sudah duduk berkelompok,
Bermain maka kelompok ini merupakan pengelompokan pertama)
2. Dalam pengelompokan pertama, masing-masing peserta dalam
kelompok diminta mengidenti ikasi dirinya dengan nama buah
(menuliskan nama buah tersebut dalam kertas dan dipegang
olehnya, bisa juga diletakkan di kepala atau di dada sesuai jenis
kertas dan alat yang tersedia) dalam satu kelompok bisa memi-
liki bermacam-macam buahPeserta juga diminta mengidenti ikasi
karakter buah yang menjadi dirinya, misalnya: manis, berwarna
hijau, kulit luarnya lembut/nbisa dimakan atau tidak bisa dima-
kan. Karakter ini perlu diingat untuk permainan.
3. Fasilitator mengatakan bahwa buah-buah ini semua ada di su-
per market, dan manajer akan mengelola penempatannya. Maka,
buah-buah tersebut harus berpindah sesuai pengelompokan. Yang
terlambat pindah akan dibuang ke tempat sampah. Fasilitator da-
pat bertindak sebagai manajer atau menunjuk salah satu peserta
menjadi manager. Jika manajer teriak juice campur/mixed juice,
peserta diminta merunduk atau tiarap. Jika manajer teriak pem-
beli datang semua berpose cantik dimana pun mereka berada:
4. Permainan dimulai. Satu instruksi untuk satu gerakan berpindah.
Jika ada yang salah atau lambat berpindah di buang ketempat
sampah (expired). Instruksi berikutnya dilakukan setelah instruk-
si sebelumnya selesai dilaksanakan oleh semua buah
• Instruksi: semua buah yang berwarna kuning di meja satu,
yang berwarna hijau di meja dua, berwarna coklat di meja tiga...
dst...
• Semua buah impor di meja satu, buah lokal di meja dua
• Buah yang terasa asam di depan, yang manis di belakang , yang
banyak air di belakang sekali....
• Teriakan mixed juice dan pembeli datang diselipkan di te-
ngah-tengah.
Pertanyaan Pertanyaan ini tidak bersifat re lektif, lebih bersifat “cooling down” peredaan
di Ujung setelah peserta berlari-larian dan penuh energi (“excited”).
Permainan
Bagaimana rasanya.... segar.... panas?... Mau juice...? Imajiner saja!

258 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 258 12/05/2015 20:41:54


Lampiran

259
1.6 Permainan “Kutebak kalian ada di...”
Fungsi Kerjasama, imajinatif, dan bersenang-senang (fun)
Jenis Kreativitas dan ekspresi artistik yang berarti secara kolektif
Permainan
Waktu 15 menit untuk lima kelompok
Cara 1. Peserta dibagi dalam kelompok (5-6 orang).
Bermain 2. Satu anggota kelompok diminta untuk menjadi Orang yang Mencari/
menebak; Satu orang ini akan disisihkan sementara sisa aggota kelom-
pok membuat diorama tentang suatu lokasi yang harus ditebak.
3. Lokasi yang dimaksud misalnya:
• Pantai (Kuta Bali, atau lainnya)
• Gunung (Rinjani, Merapi, atau lainnya)
• Pasar Malam (Jakarta Fair, atau Sekatenan..)
• Airport (SukarnoHatta, misalnya)
• Fashion Show (Jember Festifal misalnya)
Fasilitator membagikan kartu yang berisi tulisan satu lokasi pada ma-
sing-masing kelompok secara acak. Dan kelompok ditugaskan membuat
peragaan yang menunjukkan lokasi tersebut sekreatif mungkin agar
temannya dapat menemukan mereka. Mereka boleh membuat tanda-
tanda jalan, papan nama, iklan, dan memperagakan beberapa hal agar
penebak bisa menebak dengan jelas. Tetapi tidak boleh menuliskan
nama lokasi yang ada dalam kertas tugas. Kelompok mendapat tugas 5
menit untuk mempersiapkan peragaan ini.
4. Setelah melakukan persiapan bersama, secara bergantian kelompok
mempresentasilkan lokasi tersebut, teman yang Mencari/Menebak
datang dan berusaha untuk menebak dimana lokasi teman-temannya
itu. Fasilitator yang akan menemani, dengan mengatakan: Silakan kau
tebak, atau hampir kau temukan, atau masih jauh, bukan lokasi itu, ayo
sedikit lagi, dst, sampai dia dapat atau menyerah.
Pertanyaan Bagaimana membuat tanda-tanda dan menghubungkannya? Bagaimana
Re lektif membuat tanda agar dimengerti oleh orang lain?

HAMBG_02-08.indd 259 12/05/2015 20:41:55


KUMPULAN PUISI
Puisi 2.1

THE DAY THE MOUNTAINS MOVE


Yosano Akiko, 1911, Jepang

Terjemahan bebas
THE DAY THE MOUNTAINS MOVE HARI GUNUNG-GUNUNG BERGERAK

The day the mountains move has come Telah datang hari gunung gunung
I speak, but no one believes me bergerak
Aku bilang...! tapi, tak satu pun percaya
For a time the mountains have been
asleep Sementara saja gunung-gunung itu
But long ago they all danced with ire tertidur
It doesn’t matter if you believe this, Dulu, mereka semua menari-nari
bersama api
My friends, as long as you believe:
Tidak jadi masalah apakah kau mem-
All the sleepning women
percaya hal ini,
are now awake and moving
Temanku, sebagaimana kau kini
percaya
Semua perempuan yang tertidur
sekarang terjaga dan bergerak

*) Terjemahan bebas oleh Tati Krisnawaty

260 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 260 12/05/2015 20:41:55


Puisi 2.2
Lampiran
KARENA AKU PEREMPUAN
— MAKA AKU HARUS SEKOLAH
Kamla Bashin
261
Seorang ayah bertanya pada anaknya yang perempuan:
Sekolah...? Mengapa kamu harus sekolah? Aku punya anak banyak sekali yang bisa
sekolah. Perempuan, mengapa kamu harus sekolah?
Si anak perempuan berkata pada ayahnya:
Karena Ayah bertanya , inilah jawabku mengapa aku harus sekolah
Karena aku seorang perempuan, aku harus sekolah
Hak ini telah lama disangkal, aku harus sekolah
Untuk meraih mimpi-mimpiku, aku harus sekolah
Pengetahuan membawa cahaya baru, jadi aku harus sekolah
Untuk berjuang di berbagai medan tempur, aku harus sekolah
Karena aku seorang perempuan, aku harus sekolah
Untuk menghindari kemiskinan, aku harus sekolah
Untuk memenangkan kemerdekaan, aku harus sekolah
Untuk melawan frustrasi, aku harus sekolah
Untuk menemukan inspirasi, aku harus sekolah
Karena aku seorang perempuan, aku harus sekolah
Untuk melawan kekerasan laki-laki, aku harus sekolah
Untuk mengakhiri kebisuan diri, aku harus sekolah
Untuk menantang patriarki, aku harus sekolah
Untuk menghancurkan seluruh hirarki, aku harus sekolah
Karena aku seorang perempuan, aku harus sekolah
Untuk keyakinan yang bisa aku percaya, aku harus sekolah
Untuk membuat hukum yang adil, aku harus sekolah
Untuk menyapu debu berabad-abad, aku harus sekolah
Untuk menghadapi tantangan, aku harus sekolah
Karena aku seorang perempuan, aku harus sekolah
Untuk mengetahui yang benar dari yang salah, aku harus sekolah
Untuk menemukan suara yang kuat, aku harus sekolah
Untuk menulis lagu-lagu feminis, aku harus sekolah
Untuk membuat sebuah dunia di mana perempuan-perempuan,
aku harus mempelajari
Karena aku seorang perempuan, aku harus sekolah

HAMBG_02-08.indd 261 12/05/2015 20:41:55


Puisi 2.3

DIA PERSEMBAHKAN BUNGA PADAKU


(Penulis tidak diketahui)

Aku mendapat bunga hari ini.


Padahal bukan hari ulang tahunku atau hari istimewa lainnya.
Semalam kami bertengkar yang pertama kali dan
dia banyak bicara kasar yang benar-benar menyakiti aku.
Aku tahu bahwa dia menyesal dan tidak bermaksud untuk mengatakan hal-hal keji itu
karenanya ia mengirim bunga padaku hari ini.

Aku mendapat bunga hari ini.


Padahal bukan hari ulang tahun perkawinan kami atau hari istimewa lainnya.
Tadi malam ia men-jedut-jedut-kan aku ke dinding dan kemudian mulai mencekikku.
Rasanya seperti mimpi buruk, Anda ingin bangun dari mimpi itu untuk menemu-
kan bahwa hal itu tidak nyata.
Tapi, waktu aku bangun pagi ini, kulihat memar di sekujur tubuhku .
Aku tahu dia pasti menyesal—karena ia mengirim bunga padaku hari ini.

Aku mendapat bunga hari ini.


Dan itu bukan hari kasih sayang atau hari khusus lainnya
Tadi malam dia memukul saya dan mengancam akan membunuh saya.
Bedak tebal dan baju lengan panjang tidak bisa menyembunyikan luka dan memar
kali ini.
Aku tidak bisa pergi bekerja karena saku tidak ingin ada yang tahu
Tapi aku tahu dia menyesal - karena ia mengirim bunga padaku hari ini.

Aku mendapat bunga hari ini


dan itu bukan Hari Ibu atau hari istimewa lainnya.
Tadi malam dia memukuli aku lagi dan jauh lebih buruk dari yang sebelum-sebelumnya
Jika saya meninggalkan dia apa yang akan saya lakukan?
Bagaimana saya akan mengurus anak-anak?
Bagaimana dengan uang?
Aku takut padanya dan terlalu takut untuk meninggalkan dia!
Tapi dia harus menyesal - karena ia mengirim bunga padaku hari ini.

Aku mendapat bunga hari ini.


Hari ini adalah HARI YANG SANGAT ISTIMEWA.
Itu adalah hari pemakamanku.
Tadi malam akhirnya dia membunuhku. Aku dipukuli sampai mati.
Kalau saja aku mengumpulkan cukup keberanian dan kekuatan untuk meninggalkannya.
Saya mendapat bunga hari ini—untuk yang terakhir kalinya.

262 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 262 12/05/2015 20:41:55


Puisi 2.4
Lampiran
HE GAVE ME FLOWERS
(Author Unknown)

I got lowers today.


It wasn’t my birthday or any other special day.
263
We had our irst argument last night and he said a lot of cruel thingsthat really hurt
me.
I know that he is sorry and didn’t mean to say thethings he said –
because he sent me lowers today.

I got lowers today. It wasn’t our anniversary or any other special day.
Last night he threw me into a wall and then started to choke me.
It seemed like a nightmare but you wake up from nightmares to ind
that they aren’t real. I woke up this morning and bruised all over.
I know he must be sorry —
because he sent me lowers today.

I got lowers today. And it wasn’t Valentines Day or any other special
day. Last night he beat me and threatened to kill me.
Makeup and long sleeves didn’t hide the cuts and bruises this time.
I couldn’t go to work because I didn’t want anyone to know
But I know he is sorry –
because he sent me lowers today.

I got lowers today and it wasn’t Mother’s Day or any other special day.
Last night he beat me again and it was much worse than all the other
times. If I leave him what will I do? How will I take care of the kids?
What about money? I’m afraid of him and too scared to leave him!
But he must be sorry –
because he sent me lowers today.

I got lowers today. Today was a very special day.


It was the day of my funeral.Last night he inally killed me. I was beaten to death.
If only I would have gathered enough courage and strength to leave him.
So I got lowers today —
for the very last time.

HAMBG_02-08.indd 263 12/05/2015 20:41:55


2.5
Terjemahan Petikan Surat Kartini untuk Nyonya Abendanon
21 Januari 1901

Perempuan itu soko guru peradaban


Bukan karena perempuan yang dipandang cukup cakap untuk itu,
Melainkan karena saya sendiri yakin sungguh
Bahwa dari perempuan itu mungkin timbul pengaruh yang besar...
BahwaDialah yang paling banyak membantu memajukan kesusilaan manusia.

Dari perempuanlah pertama-tama manusia menerima didikannya –


Di haribaannyalah anak belajar merasa dan ber ikir, berkata-kata:
Dan makin lama makin tahulah saya, bahwa
Didikan yang mula-mula bukan tidak besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia
di kemudian harinya.
Dan betapakah ibu Bumiputra itu sanggup mendidik anaknya
Bila mereka sendiri tiada berpendidikan

2.6

BERMAINLAH
N. Driyarkara

Bermainlah dalam Permainan


Tetapi janganlah main-main !

Mainlah dengan sungguh-sungguh


Tetapi permainan jangan Dipersungguh
Kesungguhan Permainan
Terletak dalam ketidaksungguhannya
Sehingga permainan yang dipersungguh
Tidaklah sungguh lagi

Mainlah dengan Eros (Cinta)


Tetapi jangan mau dipermainkan Eros
Mainlah dengan Agon (perjuangan)
Tetapi janganlah mau dipermainkan dengan Agon

Barang siapa mempermainkan Permainan


Akan menjadi permainan-permainan

Bermainlah dengan Bahagia


Tetapi janganlah Mempermainkan Bahagia

264 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 264 12/05/2015 20:41:55


Lampiran
KUMPULAN
LAGU DAERAH 265
3.1 AYAM DEN LAPEH 3.2 MANUK DADALI

Luruihlah jalan Payakumbuah Bungong jeumpa, bungong jeumpa ...


Babelok jalan Kayu Jati meugah di aceh …
Dima hati indak kan rusuah bungong teuleubeh-teuleubeh indah
Ayam den lapeh, ohoi … ayam den lapeh lagoina

Mandaki jalan Pandaisikek bungong jeumpa, bungong jeumpa...


Manurun jalan ka Biaro meugah di aceh …
Di ma hati indak maupek bungong teuleubeh-teuleubeh indah
Awak takicuah, ohoi … ayam den lapeh lagoina

Reff: puteh kuneng ,


Sikua capang sikua capeh meujampu mirah
Saikua tabang sikua lapeh bungong si ulah
Tabanglah juo nan karimbo indah lagoina
Ai lah malang juo
lam sinar buleun, lam sinar buleun...
Pagaruyuang jo Batusangka angen peu ayon ..
Tampek mandaki dek urang Baso
Duduak tamanuang tiok sabanta duroh meususon ,
Oi takana juo meususon yang mala mala
mangat that mubee ,
Den sangko lamang nasi tuai meunyo tatem com
Kironyo tatumpah kuah gulai
Awak ka pasa alah usai leumpah that harom
Oi lah malang denai si bungong jeuma
mangat that mubee ,
O hoi … ayam den lapeh meunyo tatem com
O hoi … ayam den lapeh leumpah that harom
(Ciptaan Nurseha, Melodi si bungong jeumpa

HAMBG_02-08.indd 265 12/05/2015 20:41:55


3.3 MANUK DADALI 3.4 SI JALI-JALI

Mesat ngapung luhur jauh di awang- ini dia si jali-jali


awang lagunya enak lagunya enak merdu
Meberkeun jangjangna bangun taya sekali
karingrang capek sedikit tidak peduli sayang
Sukuna ranggaos reujeung pamatukna asalkan tuan asalkan tuan senang di
ngeluk hati
Ngapak mega bari hiberna tarik nyuru-
wuk palinglah enak si mangga udang
hei sayang disayang pohonnya tinggi
Saha anu bisa nyusul kana tandangna pohonnya tinggi buahnya jarang
Gandang jeung pertentang taya bandi- palinglah enak si orang bujang sayang
ngannana kemana pergi kemana pergi tiada yang
Dipikagimir dipikaserab ku sasama m’larang
Taya karempan kasieun leber wawanen-
na di sana gunung di sini gunung
hei sayang disayang di tengah-tengah
chorus di tengah-tengah kembang melati
Manuk Dadali manuk panggagahna di sana bingung di sini bingung sayang
Perlambang sakti Indonesia Jaya samalah-sama samalah-sama menaruh
Manuk Dadali pangkakon carana hati
Resep ngahiji rukun sakabehna
jalilah jali dari cikini sayang
Hirup sauyunan tara pahiri-hiri jali-jali dari cikini
Silih pikanyaah teu inggis bela pati jalilah jali sampai di sini
Manuk dadali ngandung siloka sinatria
Keur sakumna Bangsa di Nagara Indo-
nesia

Cipt. Sambas Mangundikarta

3.5 SUWE ORA JAMU 3.6 SI PATOKAAN

Suwe ora jamu Sayang sayang si patokaan


Jamu godhong tela Suwe ora ketemu Matego tego gorokan sayang
Ketemu pisan gawe gela Sayang sayang si patokaan
Matego tego gorokan sayang
Suwe ora jamu
Jamu godhong tela Suwe ora ketemu Sako mangemo tanah man jauh
Ketemu pisan gawe gela Mangemo milei leklako sayang

266 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 266 12/05/2015 20:41:56


Lampiran
KUMPULAN
NASKAH MONOLOG 267
Para Perintis Pengakuan & Perlindungan
Hak-hak Perempuan
Nama Tokoh NARASI MONOLOG
dan Latar
Belakangnya
1.1. Christine de Bonjour, Good day... Namaku Christine de Pizan, aku hidup
Pizan enam abad yang lalu, di akhir abad 14, awal abad 15 di Peran-
cis yang sangat dinamis. Akh... waktu seperti tidak bergerak
jika kulihat dari praktek diskriminasi terhadap perempuan...
Praktek itu telah berlangsung subur sejak masa hidupku...
sampai sekarang.
Andaikan kalian sempat membaca buku yang kutulis.... buku
itu kuberi judul La Livre de la Cite des Dams, atau Kota
Perempuan dalam bahasa kalian. Di buku itu aku membong-
kar praktek diskriminasi terhadap perempuan termasuk in-
stitusionalisasi diskriminasi melalui pendidikan.
Aku juga mengungkapkan adanya praktek kekerasan dalam
perkawinan dan kondisi perempuan di Prancis yang tidak
Hidup di Prancis punya hak pilih. Implementasi Magna Charta selama 200 ta-
pada akhir abad hun baru menyentuhkan hukum pada raja, belum pada laki-
XIV awal abad XV, laki yang menjadi suami, mereka berada di atas hukum.
Christine de Raungan kritikku di buku itu, tegas dan keras. Tapi, seperti
Pizan seorang anjing yang menggonggong dan ka ilah tetap berlalu... mayo-
single parent ritas rakyat Perancis waktu itu tidak peduli, mereka tidur,
tidak menyadari apa yang terjadi di sekelilingnya dan tidak
Penulis mau tahu apa yang terjadi di dalam dirinya sendiri, banyak
juga yang tidak jujur, tidak mau mengakui bahwa dirinya
Menulis buku menindas perempuan atau menjadi perempuan tertindas.
“Kota Perem-
puan” Tentu, ada juga yang tercerahkan dengan buku itu; dan ada
juga yang kalap menyerang, yang diserang bukan isi bu-
(La Livre de la kuku tapi statusku yang single parent. Saya memang terus
Cite des Dams) menjanda, setelah suami meninggal, saya bisa menghidupi
anak saya dari menulis. Mereka selalu memandang perem-
puan dengan sebelah mata dan penuh prasangka.

HAMBG_02-08.indd 267 12/05/2015 20:41:56


Nama Tokoh Narasi Monolog
1.1. Mary Hallo, saya Mary, seorang guru di Inggris, hidup di akhir
Wollstonecraft abad 18.... Saya melihat pendidikan yang berlangsung di
masyarakat saya sungguh salah kaprah. Pendidikan dibangun
di Inggris, Lon- di atas cara pandang yang merendahkan perempuan. Coba
don, akhir abad perhatikan pandangan JJ Roussau dalam bukunya: ”Emili”....
XVIII, Sunguh keterlaluan. Rousseau berpendapat bahwa, pendidi-
Era industri kan nalar hanya untuk laki-laki sementara perempuan harus
dididik untuk bisa menyenangkan dan menghibur laki-laki
saja.
Mary adalah Pendidikan yang keliru inilah yang membuat perempuan
seorang guru kelas menengah terperangkap dalam sarang emas, hanya
intelektual yang bisa memamerkan sayapnya tetapi tidak bisa terbang. Kese-
independen. hatan perempuan menjadi begitu rentan karena mereka
tidak bersentuhan dengan matahari.
Di sisi lain, kapitalisme, pabrik-pabrik mulai menarik kaum
perempuan muda untuk meninggalkan rumah dan bekerja
Ia menulis buku
sebagai buruh dengan upah murah karena perempuan di-
yang terkenal
anggap lebih lemah. ....
THE VINDICA- Saya melawan pemikiran dan tradisi yang tidak adil bagi
TION perempuan. Dalam buku Pemulihan Hak-hak perempuan
OF THE RIGHTS yang saya tulis, saya tegaskan bahwa perempuan bukan lon-
OF THE WOMEN ceng yang hanya berbunyi karena dikokang orang lain. Perem-
(pemulihan hak- puan adalah manusia utuh. Tuan rumah bagi hidupnya. Saya
hak perempuan) tegaskan juga di buku saya bahwa
pada tahun Tidak diakuinya hak politik, pendidikan, dan kesempatan
1792 kerja bagi perempuan merupakan penjajahan. Ketergan-
tungan ekonomi kaum perempuan terhadap suaminya da-
lam perkawinan sama saja dengan pelacuran legal
Perempuan dilahirkan setara dengan laki-laki, tetapi pen-
didikan yang keliru membuatnya subordinat dan lembek.
Pendidikan harus ditujukan untuk laki-laki dan perempuan
agar mereka berdiri sama tegak, tidak menjadi budak dan
memperbudak. Mari kita pul;ihkan hak asasi perempuan.
Kita mendidik dengan prinsip kesetaraan dan keadilan, un-
tuk laki-laki dan perempuan.

268 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 268 12/05/2015 20:41:56


Lampiran

Nama Tokoh Narasi Monolog


4.3 Olympe de Bounjour, apa kabar semua? Saya Olympe de Gauge dari
Perancis, masih ada yang ingat sejarah kelam negeriku,
269
Gauge
negeri yang terkenal dengan slogan besar: Liberte, Egalite,
dan Franernite itu? Di abad kehidupanku... ada lembar hi-
tam, ada titik hitam, Sayalah perempuan yang dipenggal
kepalanya dengan pisau guillotine, ya pisau guillotine!
Saya harus menghadapi hukuman itu, bukan karena men-
jadi raja yang menghalangi demokrasi, juga bukan kar-
ena perbuatan kriminal yang merusak negeri... Kepala saya
dipenggal karena saya menggelorakan semangat perlawan-
an perempuan, lewat pam let, gedung teater, dan aksi-aksi
jalanan
Saya ingin berbagi pengalaman: pada tahun 1791 saya me-
Prancis
nerbitkan Deklarasi Hak Perempuan dan Warga Negara
akhir abad 18 menyerukan perlawanan terhadap raja.
Saya sebetulnya bukan hanya menentang raja, saya pun
seniman
menentang perlakuan tidak adil ayah saya yang bangsawan
janda
terhadap ibu saya.
aktivis Saya membuat dan menyebarkan banyak pam let, gedung
hak asasi teater membludak, PRT, buruh perempuan, dan ibu-ibu
terinspirasi menyelenggarakan pertemuan-pertemuan
pembuat pam- dan berdemonstrasi menuntut penurunan harga roti, me-
let” perlawanan minta distribusi makanan, juga menggugat hak pilih. Ini
dan deklarasi hak saya masih menyimpan sobekan pam let yang saya buat:
perempuan dan
warga negara “PEREMPUAN, bangunlah... sadarlah atas hak-hakmu,
beranilah melawan keangkuhan penguasa yang ko-
kepalanya song dengan akal budi. Bersatulah kaum perempuan.
dipenggal oleh Gunakan seluruh Tenaga dan Kepribadian Anda “
penguasa
Karena pam let-pam let inilah orang tergerak berkumpul,
beraksi, menuntut .
Gerakan revolusioner ini tidak disukai penguasa, mereka
lalu menangkap saya, lalu dengan keji memenggal kepala
saya....
Tapi saya percaya... saya tidak sia-sia...saya membangun
kesadaran! Kepala saya boleh dipengal, tetapi kesadaran
akan tumbuh tak terelakkan.

HAMBG_02-08.indd 269 12/05/2015 20:41:56


Tokoh Narasi Monolog
4.4 Sojourner Dan saya Sojourner Truth, ... saya perempuan, kulit saya hitam,
Truth inilah penggalan pengalaman saya menjadi perempuan kulit
hitam di Amerika di pertengahan abad ke 19.
Amerika
Anak saya 13 orang, semuanya dirampas dari tangan saya
Berkulit hitam untuk dijadikan budak, dan saya pun dijebloskan ke dalam
anak 13 kubangan perbudakan. Bertahun-tahun...! Saya berhasil me-
pejuang yang larikan dari dari perbudakan dan dengan segala daya saya
gigih dan pandai membebaskan anak-anak saya... berhasil.!
berorasi Perjuangan melawan perbudakan adalah bagian utama dari
kehidupan saya; saya menjalaninya. Tetapi, hanya karena saya
seorang perempuan, saya tidak diperkenankan bicara dalam
konvensi-konvensi anti perbudakan. Pada tahun 1840 saya
datang jauh-jauh dari Amerika ke Inggris untuk menghadiri
konvensi anti perbudakan. Karena saya perempuan, saya di-
larang bicara. Karena itulah kami, perempuan, membuat kon-
vensi sendiri di Seneca Fall pada tahun 1848.
Kami terus berjalan, tak pernah berhenti berjuang melawan
perbudakan, dan karena kami perempuan kami terus ditolak
dalam konvensi anti perbudakan yang diselenggarakan laki-
lak kulit hitam, seperti yang terjadi di Ohoi tahun 1951. Mere-
ka mengejek kami, “Perempuan bisa apa? Untuk melompati
anjing pudel saja harus dibantu laki-laki.” Saya marah terhadap
ejekan ini, saya lalu melompat ke panggung dan berorasi:
“Saudara-saudara... lihatlah saya, saya adalah perempuan,
Saya pernah membajak, saya bercocok tanam, dan mengum-
pulkan hasilnya ke lumbung. Tak satupun laki-laki dapat lebih
cepat dari kerja saya ini. Bukankah saya perempuan? Saya da-
pat bekerja, bukankah saya perempuan? Saya tahan dicambuk,
saya dapat mengandung, bukankah saya perempuan?. Saya te-
lah melahirkan 13 orang anak dan membebaskan mereka dari
perbudakan, bukankah saya perempuan? AIN’T I A WOMEN?
.... And AINT A WOMEN, Bukanlah saya seorang Perempuan?
Saya tidak sependapat dengan dengan orang yang mengata-
kan bahwa perempuan harus selalu dibantu laki-laki dan kare-
nanya tidak punya hak pilih”....

270 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 270 12/05/2015 20:41:57


Lampiran

1.5.
Tokoh Narasi Monolog
Hallo ladies and gentlemen...
271
John Stuart Mill Saya seorang laki-laki.... saya malu sekali begitu banyak la-
ki-laki yang tidak menyadari adanya penindasan terhadap
perempuan.
Saya menulis buku khusus tentang ini, judulnya the Subjection
on Women. Penaklukan perempuan
Di buku ini saya menulis tentang posisi perempuan di masya-
rakat yang direndahkan. Saya menyaksikan standard ganda di
masyarakat ; standard ganda etis terhapa perempuan, di satu
sisi dia disanjung, di sisi lain dia dipasung. Perempuan tidak
memiliki kebebasan sipil dan kesempatan ekonomi seperti
laki-laki. Kondisi ini telah melukai kaum perempuan.
Karakter perempuan yang dipuja-puja adalah karakter ketidak-
berdayaan, dan ketidak-egoisan atau altruisme. Kemandirian,
otonomi, dan kebebasan dikonotasikan dengan perempuan
liar dan buruk.
Standar ganda itu telah memaksa perempuan berada di ru-
mah dan keluarga yang diberi label sebagai “tempat alamiah
perempuan”. Perempuan tidak dibiarkan bebas memasuki ru-
ang publik. Hal ini sudah berlangsung sejak abad 15.
Menurut saya perempuan punya hak penuh atas hidupnya
untuk itu hak pilih perempuan tidak boleh disangkal. Mereka
yang memenggal kepala Olympe, bukan hanya memenggal
perjuangan perempuan tetapi juga memenggal kemanusiaan.
Laki-laki merasa super bukan hanya laki-laki kulit putih; laki-
laki kulit hitam yang tertindas kulit putihpun mereka melaku-
kan penindasan terhadap perempuan kulit hitam.
Laki-laki merasa superior terhadap perempuan. Hubungan
kekuasaan laki-laki dan perempuan memang begitu pelik,
tersembunyi dalam ruang-ruang pribadi, dalam tradisi, juga
dalam politik. Saya menulis persoalan ini bersama kekasih
saya, Harriet pada tahun 1832 dengan judul: Early essays on
Marriege and Divorce. Esay-esay pendahuluan: Perkawinan
dan Perceraian.

HAMBG_02-08.indd 271 12/05/2015 20:41:57


4.6 Hello everyone.... good morning... Nama saya Eleanor D.
Eleanor D. Roosevelt. Orang mengenal saya sebagai ϔirst lady president
Roosevelt Amerika yang ke 35, Franklin D Roosevelt, tentu, tetapi saya
pun dikenal sebagai feminis yang aktif menolak diskriminasi
rasial, melakukan advokasi keadilan sosial di segala lini, ter-
masuk penulis kolom di surat kabar. Saya selalu katakan pada
diri saya: “You must do the thing you think you cannot do”
Ada banyak hal yang harus kita lakukan untuk meng-hentikan
tragedy kemanusiaan, termasuk perang dan diskriminasi ra-
sial dan seksual. Jangan terbawa pada stereotipe yang dibuat
orang di sekitarmu. No one can make you feel inferior without
your consent.”
Untuk mengakhiri diskriminasi rasial dan seksual, sebagai
irst lady saya mengundang ratusan tamu Kulit Hitam Afrika
Amerika ke Gedung Putih. Saya pun mengupayakan tempat
Amerika konsert untuk Marian Anderson penyanyi kulit hitam yang
ditolak konser di Washington Constitution Hall. Saya mem-
istri presiden
buat program komunikasi public dua arah di media massa
Amerika ke 32
untuk mengatasi isolasi sosial kaum perempuan; saya jugalah
Fraklin Delano
yang menyampaikan surat terbuka pada acara inagurasi Per-
Roosevelt
serikatan bangsa-bangsa yang pertama di London, surat itu
Ketua Komisi menyerukan pemerintah di seluruh dunia agar mendorong
HAM PBB per- perempuan mengambil peran lebih aktif dalam persoalan
tama nasional dan internasional. Seruan ini juga saya sampaikan
kepada kaum perempuan untuk ambil peran dalam berbagai
kerja rekonstruksi dan pedamaian.
Ketika PBB mendirikan Komisi HAM pada tahun 1946 saya
diminta untuk menjadi ketua komisi tersebut. Komisi ini seka-
rang menjadi Dewan HAM. Pada tahun yang sama muncul
usulan pembentukan Komisi Status Perempuan. Awalnya saya
tidak setuju komisi status perempuan terpisah dari Komisi
HAM, tetapi banyak delegasi perempuan dan NGO yang ber-
pandangan bahwa adanya badan khusus yang menangani
perempuan di PBB sangat dibutuhkan, maka pada tanggal 21
Juni 1946 lahirlah Komisi Status Perempuan, sebagai komisi
penuh bukan sub komisi. Saya menyadari hal itu memang
penting. Begitu banyak yang harus kita lakukan. Saya ingin
menggaris bawahi bahwa tragedi kemanusiaan seperti perang
dan diskriminasi harus diakhiri oleh kita semua laki -laki dan
perempuan. You gain strength, courage, and conϔidence by ev-
ery experience by which you really stop to look fear in the face.
Selamat berjuang.

272 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 272 12/05/2015 20:41:57


Lampiran
Tokoh Narasi Monolog
4.7. Assalamualaikum.... nama saya Nawal El Saadawi...
Nawal El
Saadawi

(mother of revo- 273


lution ) Saya pernah ke Indonesa beberapa tahun lalu,berjumpa de-
ngan penulis-penulis perempuan di Asia. Saya seorang penu-
lis, juga aktivis, dokter, psikiatris, dan pernah mencalonkan
diri menjadi presiden Mesir tahun 2005, mengundurkan diri
karena persyaratan yang begitu ketat.
Saya lahir di Mesir tahun 1931,
Di usia senja saya ini , kita bersama-sama menyaksikan per-
tunjukan kekerasan politik yang luar biasa di Mesir. Saya ada-
lah salah satu demonstran di Tahrir Square pada tahun 2011,
menuntut penghapusan instruksi agama di sekolah-sekolah
Mesir
Mesir.
radical feminist, Sebagai dokter praktek, saya melihat hubungan yang sangat
jelas antara penindasan budaya, patriarki, klas, dan imperialis
physician, aca- dengan kondisi kesehatan isik dan psikis perempuan.
demic,
Saya menulis banyak artikel dan novel tentang perempuan da-
dissident, revo- lam Islam, dan saya menaruh perhatian khusus pada masalah
lutionary, sunat perempuan yang sangat keji.
Tahun 1972 saya mempublikasikan buku Al-Mar’a wa Al-
anti-capitalist, Jins (Woman and Sex), mengkonfrontasi dan mengkonteks-
tualisasikan berbagai agresi terhadap tubuh perempuan
novelist. termasuk sunat. Buku itu menjadi teks dasar gelombang fe-
minisme kedua.
Karena buku itu saya dipecat dari posisi saya di Kementrian
Kesehatan. Tahun 1988 saya pun ditekan, diancam, dan di-
paksa untuk keluar dari Mesir, saya lalu menerima tawaran
untuk mengajar di beberapa universitas di Amerika.
Pada ahun 1991 saya kembali ke Mesir dan membantu mener-
bitkan majalah feminis KONFRONTASI, hasilnya saya ditang-
kap dan dipenjara.
“ Begitulah bahaya telah menjadi bagian dari hidup saya sejak
saya mengangkat pena dan menulis. Tidak ada yang lebih ber-
bahaya dari kebenaran pada dunia yang penuh kebohongan”.

HAMBG_02-08.indd 273 12/05/2015 20:41:57


Saya menyebut diri saya sebagai feminist radikal dalam konteks
Mesir dan dunia Arab yang membutuhkan berbagai perubahan:
konstitusi, hubungan keluarga, budaya, ekonomi.
Feminis saya menyangkut soal politik, ekonomi, sosial, dan neo-
kolonialisme Amerika dan Israel. Sangat luas. Saya mendirikan
dan menjadi presiden Arab Women’s Solidarity Association and
menjadi co-founder dari Arab Association for Human Rights.
Perjalanan masih panjang... lihatlah negeri kami yang berdarah-
darah. Kita sungguh-sungguh perlu belajar menjadi manusia
yang beradab. Menghargai kehidupan, menghentikan keboho-
ngan, menghentikan penindasan dan penghisapan.

274 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 274 12/05/2015 20:41:57


Daftar Pustaka Lampiran

275
Aggarwal, JC, BASIC IDEAS OF EDUCATION, Shipra publication, Delhi, 2001
Alec Fisher, CRITICAL THINKING, AN INTRODUCTION, Cambridge University Press, 2001
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Kementrian Negara Pemberdayaan Perem-
puan, UNFPA, BAHAN PEMBELAJARAN PENGARUSUTAMAAN GENDER, 2005
Bonnie G Smith (ed), WOMEN’S HISTORY IN GLOBAL PERSPECTIVE, University of Illionis
Press, 2004
Chandra Talpade Mohanty, FEMINISM WITHOUT BORDERS, DECOLONIZING THEORY
PRACTICING SOLIDARITY, Zubaan, Duke University Press, 2003
Cora Vreede-De Stuers, SEJARAH PEREMPUAN INDONESIA Gerakan dan Pencapaian,
Komunitas Bambu, Depok, 2008
Dom Helder Camara, SPIRAL KEKERASAN, Resist Book, 2005
Doni Tamblyn & Sharyn Weiss, THE BIG BOOK OF HUMOROUS TRAINING GAMES,
McGraw-Hill, 2000
Estelle B Freedmen, THE ESSENTIAL FEMINIST READER, The Modern Library, 2007
Frank Youngman, THE POLITICAL ECONOMY OF ADULT EDUCATION AND DEVELOP-
MENT, Zed Books London & New York, 2000
Freire, Paulo , POLITIK PENDIDIKAN: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, (ter-
jemahan dari The Politic of Education: Culture, Power, and Liberation), kerjasama Pustaka
Pelajar dan READ (Research Education and Dialogue, Yogjakarta, 1999
Gadis Arivia, FILSAFAT BERSFEKTIF FEMINIS, Yayasan Jurnal Perempuan, 2003
Gail Omvedt, VIOLENCE AGAINST WOMEN, New Movements and New Theories in India,
Kali for Women, 1990
Islam, Mahmuda, MASCULINITY, PATRIARCHY, GENDER AND WOMEN OPPRESSION,
Departement of Women and Gender Studies University of Dhaka, 2008
Jane Sahi, Akshar Mudra, EDUCATION AND PEACE, Vasant Palshaikar, Pune, 2002
John Adair, THE ART OF CREATIVE THINKNING, Golden Books, Jogjakarta, 2008
Joost Cote, REALIZING THE DREAM OF RA KARTINI, HER SISTERS’ LETTERS FROM
COLONIAL JAVA, KITLV Press, Leiden, 2008
Julia Suryakusuma, AGAMA, SEKS, & KEKUASAAN, Kumpulan Tuluisan 1979-2012, Komu-
nitas Bambu, Depok, 2012
Jurnal Perempuan, No 61, PENDIDIKAN, MEDIA, DAN GENDER, Desember 2008
Jurnal Perempuan No 66, PENDIDIKAN UNTUK SEMUA, (tanpa tahun)
Katarina Tomasevski, PENDIDIKAN YANG TERABAIKAN, Masalah dan Penyelesaiannya

HAMBG_02-08.indd 275 12/05/2015 20:41:57


(terjemahan dari Educational Denied), dipublikasikan oleh Dephukham bekerjasama den-
gan Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law, 2003
Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indone-
sia, HAK AZASI PEREMPUAN, INSTRUMEN HUKUM UNTUK MEWUJUDKAN KEADILAN
GENDER, 2004
Komnas Perempuan, MODUL PENDIDIKAN HAM BERPERSPEKTIF GENDER, (tanpa
tahun)
Komnas Perempuan, DISANGKAL, Tragedi Mei 1998 dalam Perjalanan Bangsa, 1998
Komnas Perempuan, TEMUAN TIM GABUNGAN PENCARI FAKTA PERISTIWA KERUSU-
HAN, MEI 1998, 1999
Komnas Perempuan LAPORAN PELAPOR KHUSUS PBB TENTANG KEKERASAN TERH-
ADAP PEREMPUAN, MISI KE INDONESIA DAN TIMOR TIMUR,1999
Komnas Perempuan, KITA BERSIKAP Empat Dasawarsa Kekerasan terhadap Perem-
puan dalam Perjalanan bangsa, 2009
Kowani, SEJARAH SETENGAH ABAD KESATUAN PERGERAKAN WANITA INDONESIA,
Balai Pustaka Jakarta, 1986
Krishnamurti J, SURAT UNTUK SEKOLAH, terjemahan Yayasan Krisnamurti Indonesia
(tanpa tahun)
Krishnamurti, J, JARINGAN KERJA PIKIRAN, Yayayan Krsihnamurti Indonesia, Malang,
1982
Kumary Jayawardena, FEMINISM AND NATIONALISM IN THE THIRD WORLD, Zed Books
Ltd, 1986
Mohit Chakrabarti, MODERN ISSUES IN EDUCATION, Kanishka Publiser, Distributor, New
Delhi, 2000
Mosse, Julia Cleves, GENDER DAN PEMBANGUNAN, diterbitkan atas kerjasama Ri ka An-
nisa Women’s Crisis Centre dengan Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2007
Muhamad Munadi & Barnawi, KEBIJAKAN PUBLIK DI BIDANG PENDIDIKAN, Arr Ruzz
Media, Jogjakarta, 2011
Murlidhar C Bhandare (ed), THE WORLD OF GENDER JUSTICE, Har Anand Publications
Pvt Ltd, 2000
101 MORE DRAMA GAMES FOR CHILDREN, a Hunter House Smart Fun, Book, 2002
Osho, THE BOOK OF CHILDREN: SUPPORTING THE FREEDOM AND INTELEGENCE OF A
NEW GENERATION, Foundation of New Humanity, St Martin’s Grif in New York, 2013
Partners for Law in Development, United Nations Development Fun for Women,
CEDAW,RESTORING RIGHTS TO WOMEN, New Delhi, 2004
Peter N. Stearns, SEXUALITY IN WORLD HISTORY, Routledge, 2009
PP Fatayat Nahdatul Ulama dan the Asia Foundation Jakarta, MODUL ANALISA GENDER,
Tim LKP2PP fatayat NU, 2003
Pramoedya Ananta Toer, PANGGIL AKU KARTINI SAJA, Lentera Dipantara, 2006
R.A Kartini, HABIS GELAP TERBITLAH TERANG, Door Duisternis tot Licht, Kumpulan
Surat R.A Kartini yang menginspirasi Wanita-wanita di Indonesia Sepanjang Masa, 2011

276 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 276 12/05/2015 20:41:58


Lampiran

277
Ronald A Howard and Clinton D Korver, ETHICS FOR THE REAL WORLD, CREATING A
PERSONAL CODE TO GUIDE DECISIONS IN WORK AND LIFE, Harvard Busoness Centre,
2008
Sita Thamar van Bemmelen, MENUJU MASYARAKAT ADIL GENDER, Veco Indonesia, 2009
Siti Soemandari Soeroto, KARTINI, SEBUAH BIOGRAFI, Gunung Agung, Jakarta MCMLXX-
VII, 1977
Soedjatmoko, MENJADI BANGSA TERDIDIK MENURUT SOEDJATMOKO, Kompas Penerbit
Buku, 2010
SS Mathur and Anju Mathur, SOCIO PSYCHOLOGICAL DIMENSIONS OF WOMEN EDUCA-
TION, Gyan Publishing House, New Delhi, 2001
Taisha Abraham, WOMEN AND THE POLITICS OF VIOLENCE, Shakti Books, 2002
Wazir Rekha, THE GENDER GAP IN BASIC EDUCATION, NGOs as Change Agents, sage
Publications, Delhi, 2000

HAMBG_02-08.indd 277 12/05/2015 20:41:58


UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih yang teramat tinggi dan tulus perlu disampaikan kepada banyak pihak
yang berkontribusi pada proses penulisan Modul ini. Kontribusi itu diberikan dalam bentuk
pemikiran dan ungkapan pengalaman yang amat berharga, terutama pengalaman sebagai
guru.
Kami mendapatkan kontribusi pemikiran dan sharing pengalaman dari para peserta per-
temuan konsultasi/lokakarya penulisan modul, yaitu:
Para peserta lokakarya/konsultasi penyusunan modul pendidikan ham berperspektif gen-
der untuk wilayah Jakartapada 27-29 Februari 2012 :
1. Retno Listyarti - SMAN 13
2. Drs. Ali Rahmat - Sekolah Avicenna
3. Euis Nurjanah - SMK PONCOL
4. Endah J. Ningtyas - SMA 110
5. Tintin Suprihatin - SMAN 114
6. Dra. Hj. Ida Kadariah, M.Pd - SMAN 6
7. Aisiyatun Na isah - SMAN 5 Kota Tangerang
8. Rosalinah - SMAN 5 Depok
9. R.M. Setiadi - SMK 15 Jakarta
10. Yurnila Yani - SMK 6 Jakarta
11. Supadi, M. Pd, - MAN 21 Jakarta
12. Dede Rosidah - SMAN 45 Jakarta
13. Hubertus Basuki Wibowo - SMA Mahatma Gading
14. Ade Candra S.Pd, M. Si - MAN 13 Jakarta
15. Susana Sri Swasti W - SMA Santa Ursula BSD
16. H. Mahfud, S.Ag, MM.Pd - MAN 8 Jakarta
17. Vincentius Raya Sitorus - SMA Katolik Abdi Siswa
Para peserta lokakarya / konsultasi penyusunan modul pendidikan ham berperspektif
gender untuk Wilayah Indonesia Timur di Manado pada 10-12 April 2012, yaitu:
1. Dra. Dince Yeni Sambeka - SMA Kristen 1 Tomohon
2. Roos Kopalit, S.pd - SMA Negeri 1 Manado
3. Dra. Saartje Katrien Gosal - SMA Negeri 7 Manado
4. Juhria Haji Ibrahim, S.pd - MAN Model Manado
5. Semce Boham, STH, MTH - SMK Negeri 2 Manado
6. Maartje M Sigar, S.Pd - SMK Negeri 1 Tumpaan
7. Drs. Djones Takalumang - SMA Negeri 1 Amurang
8. Arlyn I. Lengkong - SMA UNKLAB
9. Almaidah - SMA Negeri 1 Maligano
10. Rilan Sjahria, S.pd - SMK Negeri 1 Raha
11. Abdul Wahid Roroa - SMK PGRI Dobo
12. Dra. Naomi Pandie - SMK Negeri 2 Kupang
13. David D. E. Natun, S.pd - SMA Negeri 3 Kupang,
14. Menasetiabudi Ritha - SMA Negeri 1 Ambon
15. Abdul Asis - SMA Negeri 17 Makassar
16. Laorens Wantik - SMA Negeri 5 Jayapura
17. Drs. Dante Tombeg - Kepala Dinas Pendidikan Kota Manado

278 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 278 12/05/2015 20:41:58


Lampiran

279
Para peserta lokakarya / konsultasi penyusunan modul pendidikan ham berperspektif gen-
der Untuk Wilayah Indonesai Barat dan Tengah di Jakarta pada 18 - 20 Juni 2012, yaitu:
1. Agustina T, SMA ST Petrus Pontianak, Kalbar.
2. Sri Yoana, SMA 5 Balikpapan.
3. Edi Purwanto Nugroho, SMAN 5 DIY:
4. Herliadi, SMA Asuhan Daya Medan
5. Zul Al ia Hadi, MA HANRAIN NTB, Lombok Barat, Kecamatan Kediri.
6. Ibnu Abas, M. Aliyah Nusantara, Cirebon
7. Hikmah, SMKN I Sungai Liat Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.
8. Aniek Suhariyanti, SMKN 2 Surabaya
9. Etty Wahyunani, SMAN 10 Samarinda, Kaltim
10. Eva Setia Trisila, SMA Plus N 7, Bengkulu:
11. Zubaidah, SMA N 1 Baradatu, Waykanan, Lampung
12. Endang Iswani, SMAN 17 Palembang
13. Hizqil Afandi, SMA Labschool Unsyiah Banda Aceh.
14. Mettadewi W, SMA Dharma Suci, Jakarta
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para guru yang nama-namanya kami sebut di
halaman muka, yaitu meeka yang terlibat dalam pertemuan ujicoba modul di Bali. Terima
kasih yang tulus dan tak terhingga.
Sudah barang tentu banyak pihak yang bekerja di balik layar yang kami tak bisa sebutkan
namanya satu per satu. Khusus kepada Nurjannah, mantan Badan Pekerja Komnas Perem-
puan yang banyak mengkoordinir pertemuan konsultasi dan mendampingi proses penulisan
modul ini, kami mengucapkan ribuan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi.
Segala kebaikan dalam modl ini adalah hasil pemikiran bersama, namun demikian jika ada
kekurangan dan kelemahan pada modul ini, merupakan tanggung jawab penulis.
Berharap modul ini berguna untuk kita semua, terutama buta mereka yang telah berkontri-
busi dalam proses penyusunannya.

HAMBG_02-08.indd 279 12/05/2015 20:41:58


280 Lampiran: Kumpulan Permainan (Games) & “Energizer”

HAMBG_02-08.indd 280 12/05/2015 20:41:58

Anda mungkin juga menyukai