Anda di halaman 1dari 223

PENDIDIKAN ISLAM

DAN SISTEM PENJAMINAN MUTU


Menuju Pendidikan Berkualitas
di Indonesia

PENDIDIKAN ISLAM
DAN SISTEM PENJAMINAN MUTU
Menuju Pendidikan Berkualitas
di Indonesia

Dr. Deden Makbuloh, M.Ag.

Divisi Buku Perguruan Tinggi


PT RajaGrafindo Persada
JAKARTA

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)

MM

Makbuloh, Deden
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu
Menuju Pendidikan Berkualitas di Indonesia/Deden Makbuloh
Ed. 1.Cet. 1.Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
viii, 216 hlm., 23 cm
Bibliografi: hlm. 201
ISBN 978-979-769-967-3


1. Pendidikan Islam.
I. Judul.

297.73

Hak cipta 2016, pada penulis

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit
2016.xxxx RAJ
Dr. Deden Makbuloh, M.Ag
PENDIDIKAN ISLAM DAN SISTEM PENJAMINAN MUTU
Menuju Pendidikan Berkualitas di Indonesia
Cetakan ke-1, Januari 2016

Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Jakarta


Desain cover oleh octiviena@gmail.com

DU

Dicetak di Kharisma Putra Utama Offset


PT RajaGrafindo PersadA

Kantor Pusat:
Jl. Raya Leuwinanggung No. 112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Kota Depok 16956
Tel/Fax : (021) 84311162 (021) 84311163
E-mail : rajapers@rajagrafindo.co.id Http: //www.rajagrafindo.co.id
Perwakilan:

Jakarta-14240 Jl. Pelepah Asri I Blok QJ 2 No. 4, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara, Telp. (021) 4527823.
Bandung-40243 Jl. H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi Telp. (022) 5206202. Yogyakarta-Pondok Soragan Indah
Blok A-1, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan Bantul, Telp. (0274) 625093. Surabaya-60118, Jl. Rungkut Harapan Blok.
A No. 9, Telp. (031) 8700819. Palembang-30137, Jl. Macan Kumbang III No. 10/4459 Rt. 78, Kel. Demang Lebar
Daun Telp. (0711) 445062. Pekanbaru-28294, Perum. DeDiandra Land Blok. C1/01 Jl. Kartama, Marpoyan Damai,
Telp. (0761) 65807. Medan-20144, Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rossa No. 3A Blok A Komplek Johor Residence Kec. Medan
Johor, Telp. (061) 7871546. Makassar-90221, Jl. ST. Alauddin Blok A 14/3, Komp. Perum. Bumi Permata Hijau, Telp.
(0411) 861618. Banjarmasin-70114, Jl. Bali No. 31 Rt. 05, Telp. (0511) 3352060. Bali, Jl. Imam Bonjol g. 100/V No.
5B, Denpasar, Bali, Telp. (0361) 8607995, Bandar Lampung-35115, Perum. Citra Persada Jl. H. Agus Salim Kel.
Kelapa Tiga Blok B No. 12A Tanjung Karang Pusat, Telp. 082181950029.

Y
MM
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji milik Allah, penulis bersyukur bahwa


karya ini telah diselesaikan dengan baik, karena pertolongan Allah Taala.
Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw.,
keluarga, sahabat dan pengikut risalahnya hingga akhir zaman.

DU

Buku ini ditulis dengan tujuan untuk menyebarluaskan pemikiran


dalam bidang pendidikan Islami yang dihubungkan dengan sistem
penjaminan mutu. Penulis berpikir bahwa pendidikan Islami di Indonesia
sangat strategis untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Investasi jangka panjang adalah pendidikan. Jika pendidikan gagal
mempersiapkan generasi masa depan, maka gagal pula pembangunan
Indonesia.
Dalam kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada Prof. Dr. Arndt
Graf selaku Direktur Dept. of Southeast Asian Studies, Goethe University
of Frankfurt, Germany, yang telah menjadwalkan presentasi seminar
tentang pendidikan Islam Indonesia dan berdiskusi tentang kelayakan
terbit buku ini selama penulis melaksanakan POSFI di Jerman bulan

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

Oktober-Desember 2015. Program ini terwujud atas fasilitas Direktorat


Jenderal Pendidikan Islam, sehingga diucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. Kamaruddin Amin; Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.; Drs. Imam
Safei, M.P.d.; Ratnasari Nurhayati Yusuf, M.Si.; Dr. Abd. Mukti Bisri, M.A.;
Drs. M. Nuryasin, M.Pd., dan seluruh staf di Subdit Ketenagaan Diktis
Kementerian Agama RI Jakarta.

MM

Buku ini terbit atas bantuan penerbit PT RajaGrafindo Persada di


Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Magdalena
selaku direktur penerbit, Bapak Embun selaku editor yang sangat teliti
dalam mengedit naskah sehingga menghasilkan naskah yang konsisten.
Semoga amal kebaikan kita mengalir sampai akhirat. Amiin.
Selanjutnya, penulis berterima kasih kepada Titin Sukaesih (istri),
Ulya Nur Azizah (anak), Muhammad Akbar Nur Aziz (anak) dan Hanifah
Nur Azizah (anak) atas kesabarannya. Khusus pada Fathiyah Nur Azizah
(almarhumah) yang meninggal pada bulan April 2010, semoga hidup
di sorga dengan bahagia, yang sangat memberi makna tersendiri dalam
hidup penulis. Kepada ibunda Emin Karminah dan ayahanda Abdul Rojak
tercinta terima kasih atas doa yang selalu diberikan kepada saya agar
menjadi manusia yang sukses di manapun berada.

DU

Penulis dengan rendah hati semata-mata hanya mengharap ridha


dari Allah Taala, mengharapkan saran-saran dari pembaca untuk
kesempurnaan dan kelengkapan karya ilmiah bidang ilmu pendidikan
Islam ini dalam edisi terbitan selanjutnya.

vi

Daftar Isi

Frankfurt, Desember 2015


Dr. Deden Makbuloh, M.Ag.

Y
MM
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

v
vii

BAB PENDAHULUAN

DU

A. Latar Belakang Penelitian

B. Permasalahan Aktual

10

C. Tujuan Penulisan

14

D. Tinjauan Penelitian Terdahulu

14

E. Kerangka Pikir

19

F. Metode Pembahasan

29

BAB 2 TEORI-TEORI MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN

31

A. Konsep Mutu

32

B. Konsep Manajemen Mutu Pendidikan

34

C. Strategi Manajemen Mutu Pendidikan

45

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

vii

D. Pentingnya Perencanaan dalam Pendidikan

48

E. Pengorganisasian dalam Pendidikan

71

F. Kinerja Pendidikan

72

G. Pengendalian Sistem dalam Pendidikan

74

75

A. Konsep Pendidikan Islami

75

B. Landasan Teori Pendidikan Islami

77

C. Pengembangan Pendidikan Islami

84

D. Sistem Jaminan Mutu Pendidikan Islami

89

E. Implementasi Perencanaan Pendidikan Islami

95

MM

BAB 3 SISTEM PENDIDIKAN ISLAMI

F. Pendekatan Perencanaan Pendidikan Islami

132

BAB 4 SISTEM PENJAMINAN MUTU DALAM



PENDIDIKAN ISLAMI
139



A. Orientasi Mutu Pendidikan Islami

140

B. Penjaminan Mutu SDM Guru

142

C. Penjaminan Mutu Peserta Didik

178

D. Penjaminan Mutu Kepemimpinan

191

DU

BAB 5 KESIMPULAN

199

DAFTAR PUSTAKA

201

BIODATA PENULIS

215

viii

Daftar Isi

MM

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

DU

Manajemen mutu merupakan salah satu sistem untuk penjaminan


mutu. Manajemen mutu dapat diterapkan dalam bidang pendidikan Islam.
Pendidikan Islam di Indonesia sangat penting eksistensinya. Demikian
pula manajemen mutu sangat penting dalam pendidikan Islam. Sebab,
di Indonesia lembaga-lembaga pendidikan Islam tumbuh subur dengan
berbagai macam nama, jenis, afiliasi, dan karakteristik keunggulan yang
bermacam-macam. Apa pun macam-macam tersebut, sebagai lembaga
pendidikan Islam formal telah diakui kedudukannya sebagai sub-sistem
pendidikan nasional. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional
(UUSPN),1 pendidikan Islam yang bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI)
sejajar dengan Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) sejajar
dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA) sejajar
dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, Bab VI Pasal 18 ayat 3, (Jakarta: Dharma Bakti, 2003), 12.
1

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

(SMK). Pada level perguruan tinggi, Pendidikan Tinggi Agama Islam sejajar
dengan Pendidikan Tinggi Umum. Jika semua lembaga pendidikan sudah
disejajarkan dalam UUSPN, maka persaingan pasti terjadi ketat, terutama
persaingan dalam meraih minat calon pendaftar. Dalam persaingan meraih
minat calon pendaftar, sering kali menjadi persaingan tidak sehat.

DU

MM

Pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia sudah banyak dikotori


oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab. Kita dapat amati dari
sudut yang sedang berkuasa, intervensi penguasa yang dominan sering
campur tangan yang mengakibatkan ketidakadilan pelayanan pendidikan
masyarakat. Misalnya, pejabat memberikan kemudahan-kemudahan
kepada orang/kelompok/organisasi/yayasan tertentu dalam memberikan
izin pendirian lembaga pendidikan, sementara bagi kelompok yang lainnya
dipersulit dengan berbagai persyaratan macam-macam. Dalam kasus ini,
terdapat unsur subjektivitas bukan kelayakan secara objektif. Akibat
kebijakan yang tidak bijak macam ini, banyak berdiri lembaga pendidikan
abal-abal. Lembaga pendidikan abal-abal akhirnya menjadi beban berat
bagi semua pihak. Banyak tumbuh subur lembaga pendidikan, tetapi
banyak pula masalah berat yang dihadapi pendidikan. Aneh memang,
semakin banyak lembaga pendidikan bukannya semakin hilang masalah
bangsa Indonesia, bahkan cenderung semakin rumit seperti sulitnya
menegakkan benang basah yang sudah kusut. Apakah setiap pergantian
eksekutif terutama para menteri, harus pergantian kebijakan pendidikan?
Apakah setiap pergantian legislatif, harus pergantian undang-undang
pendidikan? Mereka terkadang tidak jujur dan tidak adil dalam bidang
pendidikan?

Kita juga dapat mengamati dari sudut pengelola pendidikan, kotornya


pendidikan Indonesia karena banyak perilaku anomali. Pengelola lembaga
pendidikan ingin mengelola, tetapi tidak mau menegakkan rambu-rambu
kualitas secara menyeluruh. Mengelola tetapi tidak mau sesuai dengan
tata kelola yang excellence, transparan, akuntabel, jujur, adil, dan objektif.
Misalnya, lembaga pendidikan yang sudah dinilai berkualitas, ternyata
di dalamnya terjadi perilaku jual beli kursi seleksi calon peserta didik.
Akibatnya, nepotisme menjadi subur di lembaga-lembaga pendidikan yang
sudah mencapai kualitas. Uang dan titipan menjadi ukuran diterima atau

Bab 1 | Pendahuluan

MM

tidaknya calon peserta didik. Akibatnya, timbul persaingan tidak sehat di


kalangan masyarakat yang ingin memilih lembaga pendidikan tersebut.
Bagi pengelola lembaga pendidikan yang sepi pendaftar, sama sekali tidak
ada proses seleksi, bahkan tidak ada standar baku yang digunakan dalam
proses pendidikan yang diselenggarakannya. Bahkan sering kali terjadi
manipulasi data peserta didik demi memperoleh bantuan dana. Peserta
didik yang tidak sekolah/tidak kuliah tapi ijazah terbit.

Lagi-lagi aneh memang, lembaga pendidikan tetapi tidak mendidik.


Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat masyarakat belajar
kejujuran dan keadilan, malah mempertontonkan kebohongan dan
diskriminasi. Lembaga pendidikan seharusnya mempersiapkan generasi
bangsa yang gigih dan tekun mengukir sejarah positif, tetapi malah
menanamkan kemalasan, benih korupsi dan nepotisme.

DU

Kita amati juga dari sudut masyarakat, pola hidup semakin pragmatis
sehingga memilih pendidikan bukan karena prosesnya yang berkualitas,
tetapi karena mudah cepat selesai dan dapat nilai rapor, transkrip nilai
sangat baik, tanpa harus hasil ketekunan belajar. Tentu perlu penulis
tegaskan di sini bahwa yang terbaik adalah mampu cepat selesai dan nilai
tinggi disertai bukti capaian standar kompetensi unggul secara jujur. Akan
tetapi, yang perlu dikritik yaitu pragmatisme yang mendorong masyarakat
untuk memilih pendidikan yang serba instan. Hal ini mengakibatkan
para pengelola pendidikan menyesuaikan dengan selera masyarakat yang
pragmatis. Ujungnya, pendidikan di Indonesia selalu berubah-ubah tanpa
kejelasan landasan teori dan paradigma.
Untuk menyelamatkan bangsa Indonesia di masa depan yang memiliki
jumlah populasi penduduk lebih dari 300 juta dan sebagian besar adalah
Muslim lebih dari 75 persen, maka perlu diperbaiki sistem pendidikan yang
menjamin kualitas. Sebab, jika sistem pendidikan Islam rusak maka akan
rusak generasi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, perlu sistem penjaminan
mutu dalam pendidikan Islam.
Manajemen mutu memiliki fokus pada kepuasan pelanggan. Oleh
karena itu, berbagai strategi dilakukan agar para pelanggan mendapatkan
tingkat kepuasan yang sempurna sesuai dengan apa yang diharapkan.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

Adanya kepuasan sering kali menjadi ukuran sukses tidaknya dalam


manajemen suatu organisasi. Banyak teori tentang manajemen mutu.

MM

Kajian kritis perlu dilakukan dalam menghadapi keragaman teori


manajemen mutu. Sebab, terkadang suatu teori yang tepat digunakan
dalam bidang tertentu, belum tentu tepat untuk bidang lainnya; teori yang
berkembang pesat di suatu negara, belum tentu berkembang di negara
lainnya mengingat adanya perbedaan-perbedaan yang secara alamiah tidak
dapat dipungkiri. Hal ini sering kali mengundang perdebatan akademik
berkaitan dengan perkembangan suatu teori. Demikian juga terjadi dalam
teori manajemen mutu pendidikan.

DU

Sukses yang telah diraih oleh para ahli dalam bidang ekonomi-industri
banyak mengilhami para ahli dalam bidang pendidikan untuk menerapkan
manajemen mutu berdasarkan konsep-konsep tokoh bisnis walaupun
melalui adaptasi-adaptasi teori. Sebab, ketika teori manajemen mutu
dalam bidang ekonomi diadopsi ke dalam bidang pendidikan, ternyata
banyak menimbulkan masalah, karena adanya perbedaan karakteristik
antara ekonomi-industri dengan pendidikan. Hal ini menimbulkan kajian
menarik di kalangan para pemikir/pakar pendidikan untuk mengkaji
relevansi manajemen mutu dengan indikator-indikator mutu dalam bidang
pendidikan. Konstruksi berpikir antara manajemen mutu pendidikan
dengan manajemen mutu ekonomi-industri sangat berbeda, sehingga
faktor kunci tercapainya mutu itu sendiri menjadi sangat berbeda dan
lebih kompleks dalam bidang pendidikan.2 Misalnya, para peserta didik

Beberapa tokoh pendidikan menilai mutu dalam bidang pendidikan jauh


lebih sulit dibandingkan dengan bidang ekonomi-industri, misalnya: Nuria Lopez
Mielgo dkk., Are Quality and Innovation Management Conflicting Activies?, dalam
Technovation, (Vol. 29, 2009), 537-545; Nina Becket dan Maureen Brookes, Quality
Management Practice in Higher Education: What Quality Are We Actually Enhancing,
dalam Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education, (Vol. 7, No. 1, 2007), 4054; John Biggs, The Reflective Institution: Assuring and Enhancing the Quality of
Teaching and Learning, dalam Higher Education, (Vol. 41, 2001), 221-238; Rhonda K.
Reger dkk., Reframing the Organization: Why Implementing Total Quality is Easier
Said Than Done, dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3, 1994), 565584. Demikian juga tokoh pendidikan Indonesia, seperti: Dede Rosyada, Paradigma
Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2007); Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi
Kualitatif, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2003), 34.
2

Bab 1 | Pendahuluan

MM

di sekolah sebagai manusia dinamis turut serta menentukan tercapai


tidaknya mutu yang ditetapkan sekolah. Hal ini tidak sedikit, gagalnya
pencapaian mutu, karena para peserta didik tersebut tidak berusaha
mewujudkannya. Sedangkan dalam bidang ekonomi-industri, bahan baku
yang diproduksi tergantung sepenuhnya pada proses dan prosedur baku
yang sudah didesain sedemikian rupa. Atas dasar perbedaan ini perlu
dikaji dan dirumuskan model manajemen mutu untuk lembaga-lembaga
pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya.

DU

Paradigma sistem pendidikan di Indonesia sejalan dengan otonomi


daerah,3 telah berubah dari paradigma sentralistik menjadi otonomi
pendidikan. Paradigma sentralistik telah diketahui banyak menyimpan
kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol yaitu adanya ketergantungan
baik dalam teoretis maupun praktis di lembaga-lembaga pendidikan,
karena terbiasa menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
dari pusat. Kemajuan lembaga pendidikan sangat bergantung pada
political will (kebijakan) pemerintah pusat. Sedangkan di daerah hingga
para kepala sekolah tidak melakukan kreasi-kreasi dan inovasi apa pun
kecuali melaksanakan perintah dan petunjuk dari pemerintahan pusat
melalui kementerian masing-masing. Selain itu juga, para kepala sekolah
sebagai seorang manajer dan leader dalam lingkungannya tersebut tidak
dilibatkan dalam proses-proses perumusan kebijakan strategis dalam
mengatasi masalah-masalah pendidikan. Akibatnya, banyak terjadi
perbedaan kebutuhan antara lembaga pendidikan dan masyarakat di satu
pihak dengan pemerintah pusat di pihak lain.
Kelemahan-kelemahan yang sering kita saksikan dalam
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, antara lain: pertama, kebijakan
pendidikan nasional yang sangat birokratis dan terpusat, sehingga
cenderung mengabaikan kenyataan yang sangat beragam baik kondisi
sosial, ekonomi, wawasan, adat, dan budaya masyarakat Indonesia di
berbagai daerah. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia
lebih berorientasi kepada pencapaian target kuantitatif, seperti target
nilai ujian nasional, target kurikulum baru, sehingga mengabaikan proses
Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, (Bandung: Citra Umbara,
2001), 23.
3

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

pembelajaran yang efektif dan mampu menjangkau seluruh ranah dan


potensi peserta didik sehingga hidup menjadi manusia yang mandiri.

MM

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Bab III Pasal 4 ayat 6
mengamanatkan agar pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan.4 Undang-undang tentang
sistem pendidikan nasional tersebut telah menjadi kesepakatan bersama
dan kebutuhan untuk mengatur model sistem pendidikan nasional. Semua
lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta perlu menjadikan UUSPN
sebagai arah kebijakan dalam tata kelola dan manajemen pendidikan
sehingga visi, misi, target dan tujuan pendidikan semakin terarah dan
jelas indikator ketercapaian hasilnya.

DU

Standar Nasional Pendidikan lebih lanjut diatur secara terperinci


dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005. Pasal 3 PP tersebut dinyatakan bahwa standar nasional pendidikan
berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.5
Dengan demikian, tujuan pengaturan standar nasional pendidikan
yaitu untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Jaminan mutu perlu
dilakukan dalam sistem pendidikan nasional sejak tingkat dasar, menengah
hingga pendidikan tinggi. Sebagaimana yang terjadi dalam perdebatan
internasional tentang manajemen mutu yaitu masalah standar. Apakah
standar dirumuskan oleh pihak internal atau pihak eksternal. Demikian
pula dengan pengukuran mutunya apakah oleh pihak internal lembaga
masing-masing atau eksternal. Hal ini menjadi perdebatan aktual dalam
teori manajemen mutu.
Masalah yang dihadapi oleh lembaga pendidikan bukan hanya
karena paradigma yang sentralistik, tetapi juga banyak tantangan baru
yang dihadapi dalam sistem pendidikan yang menganut paradigma
desentralistik dan otonomi yaitu tingkat kemandirian dan percaya diri.

4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta: Dharma Bakti, 2003), 7.
5
Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: LekDis, 2005), 14.

Bab 1 | Pendahuluan

MM

Sumber daya manusia yang berkiprah dalam bidang pendidikan masih


banyak yang kurang percaya diri dan takut kalau harus mandiri. Oleh sebab
itu, masih tersimpan kesan lembaga-lembaga pendidikan sebagian besar
di Indonesia banyak ketergantungan. Akibatnya tidak tercipta akselerasi
mutu pendidikan yang sedang diselenggarakannya sebagaimana yang
diharapkan dalam konteks otonomi daerah yang telah terbukti di negara
maju. Keadaan ini memperkuat pendapat bahwa teori yang berkembang
di negara maju belum tentu cocok diadopsi mutlak di negara-negara
berkembang. Hal ini menunjukkan semakin kompleks permasalahan
pendidikan, antara persaingan standar tingkat internasional dan kenyataan
potensi yang dimiliki. Bagaimana menemukan solusi dan benang merah
atas dilema tersebut.

DU

Para ahli telah memberikan kontribusi pemikiran terhadap regulasiregulasi pendidikan desentralistik dan otonomi. Fasli Jalal6 menulis buku
Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah yang membahas adanya peluang
dan tantangan dalam pengelolaan sistem pendidikan. Peluang yang
muncul yaitu mengembangkan kreasi-kreasi secara luas tanpa intervensi
pemerintah pusat dalam pengaturan operasional program pendidikan.
Tantangannya yaitu adanya persaingan ketat antara lembaga pendidikan
yang menghadapi keragaman budaya, ekonomi, sosial, dan politik
daerah. Kelemahannya yang muncul yaitu sumber daya manusia yang ada
masih belum profesional. Oleh karena itu, diperlukan manajemen mutu
berdasarkan kekuatan-kekuatan lembaga pendidikan tersebut dengan
melibatkan peran serta masyarakat.
Kajian tentang otonomi daerah, manajemen berbasis sekolah/
madrasah dan kurikulum tingkat satuan pendidikan mestinya melahirkan
lembaga-lembaga pendidikan yang maju dan mandiri. Akan tetapi, ditinjau
dari tingkat pencapaian mutu ternyata pendidikan di Indonesia masih
memprihatinkan. Perhatian dan kesungguhan pihak pemerintah dan
masyarakat dalam ikut serta mengatasi keprihatinan pendidikan masih
banyak kendala. Anggaran pendidikan yang diamanatkan undang-undang
20% banyak mengalami penyimpangan dalam penggunaannya. PelatihanFasli Jalal dan Dedi Supriyadi (Ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), 23.
6

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

pelatihan yang sudah dibiayai besar dalam proyek kegiatan hanya menjadi
rutinitas kegiatan yang kurang memiliki kesinambungan sehingga hanya
dapat menghasilkan target-target tertentu yang pragmatis. Akibatnya,
masalah-masalah pendidikan masih terus bermuncullan dan mengundang
pembahasan-pembahasan berbagai pihak.

MM

Investasi jangka panjang yang paling potensial untuk mendapat


perhatian yaitu sektor pendidikan. Walaupun masih terdapat masalahmasalah yang terjadi seperti banyak peserta didik yang hanya tamat
sekolah gagal menghadapi kenyataan hidup, karena gagal dalam proses
pendidikannya. Mereka asal tamat, tetapi tidak mengerti makna dari ilmu
yang diperoleh di bangku sekolahnya. Demikian pula, mereka yang ingin
melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi termasuk ke perguruan
tinggi yang didambakannya tidak berdaya menghadapi proses seleksi yang
kompetitif. Pengetahuan yang didapat pada pendidikan tingkat sebelumnya
tidak mampu memberikan bekal dalam mengatasi persoalan tes seleksi
di perguruan tinggi negeri maupun swasta yang favorit. Problematika di
atas terjadi dalam setiap jenis pendidikan di Indonesia, baik pendidikan
Islami maupun pendidikan secara umum.

DU

Kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan


seni mendorong masyarakat Muslim untuk mewujudkan cita-citanya
melalui proses pendidikan Islami yang bermutu. Timbulnya perubahan
kebutuhan tersebut sejalan dengan adanya perubahan zaman di segala
aspek kehidupan manusia yang kian hari makin bertambah kompleks.
Perubahan zaman yang kompleks ini tidak akan dapat diatasi dengan
baik, jika sumber daya manusia yang berperan di dalamnya tidak bermutu
tinggi. Oleh karena itu, perlu diwujudkan sumber daya manusia sebagai
prioritas program unggulan lembaga pendidikan Islam. Hal ini pada
gilirannya menuntut manajemen pendidikan Islam yang berfokus pada
mutu sehingga hasil-hasil pendidikan Islam relevan dengan konteks
tuntutan kebutuhan zaman.
Implementasi sistem manajemen paling dominan dalam menentukan
arah kebijakan pendidikan. Oleh karena itu, dalam upaya mempersiapkan
sistem pendidikan Islam yang bermutu berarti perlu berbicara tentang ilmu
manajemen pendidikan Islam secara baik. Sebab manajemen pendidikan

Bab 1 | Pendahuluan

MM

Islam merupakan proses kerja yang terarah dalam menyelenggarakan


pendidikan Islam. Manajemen Pendidikan Islam merupakan strategi
untuk mengatur sistem pendidikan Islam agar relevan dengan tuntutan
kebutuhan peserta didik dan masyarakat luas. Atas dasar pertimbangan
apa pun, pentingnya manajemen pendidikan Islam tidak diragukan lagi.
Sementara pada sisi lain, manajemen mutu pendidikan Islam belum banyak
dikaji, padahal kebutuhan umat Islam terhadap lembaga pendidikan yang
bermutu sudah semakin terasa mendesak. Setiap lembaga pendidikan
pasti ada seorang kepala sekolah yang melakukan fungsi manajemen.
Akan tetapi, realitasnya kepala sekolah belum banyak memahami teoriteori manajemen mutu, sehingga mutu pendidikan tetap saja rendah dan
terus-menerus menuai kritik.

DU

Masyarakat semakin rasional dan semakin membutuhkan jasa


pendidikan yang bermutu. Hal perlu segera disadari oleh para pengelola
pendidikan. Pendidikan itu agar bermutu perlu dikelola dengan baik.
Seluruh komponen yang terkait dengan mutu pendidikan perlu dikelola.
Manajemen mutu pendidikan yang baik akan menghasilkan output
pendidikan yang bermutu tinggi. Kebijakan itu dipahami dan dilaksanakan
oleh pihak yang berwenang dalam proses perencanaan, peningkatan
dan pengendalian mutu pendidikan. Sebab, kemerosotan mutu lembaga
pendidikan Islam ini terkesan hanya karena diselenggarakan tanpa
perencanaan, peningkatan dan pengendalian mutu yang sesuai dengan
konsep manajemen mutu pendidikan.
Pendidikan Islam sebagai sebuah proses yang berlangsung cepat
dan dinamis termasuk yang paling banyak menghadapi problematika.7
Masalah visi, misi, sasaran dan tujuan pendidikan dengan tidak adanya
target yang jelas, mengakibatkan lulusannya tidak jelas pula. Ilmu kurang
dikuasai sehingga di pasar kerja mereka tidak mampu bersaing. Padahal
persaingan yang kompetitif tidak dapat dihindari lagi. Kekalahan bersaing
mengarah pada ketidakberdayaan dan akhirnya menjadi tidak percaya diri
dan marginal.

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di


Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), ii.
7

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

MM

Masalah pendidikan timbul dalam komponen-komponen pendidikan


Islam, seperti tenaga pendidik masih jarang yang memaknai profesi
sebagai tugas pokok yang harus dilaksanakan secara profesional. Sumber
daya tenaga pendidik rata-rata di bawah kategori bibit unggul. Fakta
menunjukkan, bahwa di lembaga pendidikan Islam semisal madrasah
muatan kurikulum ilmu umum 100% penuh dan ditambah ilmu agama
100%. Akan tetapi, tenaga guru yang tersedia menunjukkan sebaliknya
yaitu guru dalam bidang keahlian ilmu agama penuh, sedangkan dalam
keahlian ilmu umum kurang. Akibatnya, guru agama mengajarkan ilmu
umum seperti matematika, fisika, kimia, biologi dan ilmu umum lainnya.
Materi yang diampu tidak sesuai dengan latar belakang basis keilmuan
tersebut, sehingga materi kurang dikuasai. Hasilnya kurang berbobot,
karena terjadi salah kamar dalam mengajar; tidak sesuai dengan keilmuan
yang menjadi latar belakang pendidikan guru tersebut.

DU

Metode-metode pengajaran yang digunakan oleh guru juga masih


terlihat banyak yang konvensional. Model pembelajaran aktif belum
menjadi pilihan utama. Umumnya masih menggunakan yang mudahmudah saja seperti ceramah biasa (metode ceramah baik jika digunakan
oleh guru yang ahli ceramah). Secara metodologis, masih banyak guru
yang kurang memiliki wawasan dalam metode alternatif mengajar,
sehingga proses pembelajaran tidak memiliki daya tarik, bahkan cenderung
membosankan bagi para peserta didiknya.

B. Permasalahan Aktual

Masalah-masalah pelik yang selalu muncul dalam kehidupan manusia


adalah kacaunya sistem pendidikan yang diselenggarakan. Ada lembaga
pendidikan yang bertujuan hanya untuk bisnis dunia, mencari uang
semata. Tugas pokok lembaga pendidikan untuk mengajar, mendidik,
melatih, membimbing, membina, memfasilitasi, memotivasi, dan
mengevaluasi banyak yang sudah melupakannya. Dalam hal ini, pendidikan
yang diselenggarakan tidak berbanding lurus antara tugas pokok dan
penghasilan. Bekerja di lembaga pendidikan seharusnya berbanding lurus
yakni semakin banyak tugas pokok yang dikerjakan dengan baik akan
semakin tinggi penghasilan yang didapatkan, demikian sebaliknya.

10

Bab 1 | Pendahuluan

MM

Masalah sertifikasi guru dalam lembaga pendidikan belum diatasi


dengan baik oleh pemerintah yang membayar tunjangan sertifikasi.
Demikian juga pejabat terkait yang mengatur kebijakan belum mengerjakan
tugas dengan baik. Masalah ini seolah-olah hanya masalah kesejahteraan
guru. Padahal visi pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
melayani para peserta didik dengan sepenuh hati, dan mewujudkan mutu
pendidikan jauh lebih penting malah terabaikan oleh para guru, pejabat
dinas dan pemerintah pusat dan daerah.

Kewajiban mengajar 24 jam bagi guru lulus sertifikasi dalam


inplementasinya belum menghayati substansi tugas pokok guru. Kita dapat
menyaksikan bahwa para guru mengajar 24 jam pada beberapa lembaga
pendidikan, sehingga meninggalkan sekolah/madrasah sendiri. Ada guru
mengajar 24 jam pada beberapa mata pelajaran walaupun bukan ahlinya,
hanya karena untuk mendapatkan 24 jam. Kewajiban 24 jam menjadi idola
yang didambakan oleh para guru demi kesejahteraan hidup dari tunjangan
sertifikasi. Jika hal ini terus dipertahankan, maka lembaga pendidikan
akan semakin kacau. Para guru sudah merasa sangat sibuk, akan tetapi
hasilnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pelayanan para
peserta didik sangat kecil.

DU

Masalah ujian nasional yang menjadi standar kelulusan peserta didik


belum dipetakan dengan baik. Ujian nasional yang diselenggarakan oleh
pemerintah dengan biaya 500-600 miliar per tahun belum menghasilkan data
mutu pendidikan Indonesia yang sebenarnya, masih penuh rekayasa kelulusan
oleh oknum yang mencari keuntungan uang atau demi jabatan. Kelulusan
peserta didik seharusnya orsinil mencerminkan tingkat kualitas masingmasing peserta didik sebagai bahan evaluasi pendidikan yang diselenggarakan.
Masalah kurikulum pendidikan di Indonesia masih banyak
mengundang pro dan kontra, sejak diberlakukannya Kurikulum 2013.
Banyak para pemikir yang kurang sependapat dengan model kurikulum
tematik dalam konsep Kurikulum 2013. Padahal istilah tematik dalam ilmu
tafsir sudah dianggap yang paling baik dalam menafsirkan ayat-ayat AlQuran. Dalam ilmu tafsir tematik ditempatkan sebagai salah satu metode
tafsir. Bertolak dari masalah sosial, kemudian dipecahkan berdasarkan
makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran secara menyeluruh

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

11

MM

dalam satu tema yang sama. Hal ini akan menghasilkan pemahaman
yang komprehensif untuk menjawab masalah-masalah sosial yang terus
muncul dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, ketika digunakan istilah
tematik dalam Kurikulum 2013 menjadi kacau bidang keilmuan. Para guru
harus menguasai semua ilmu, agar mampu menyatukan dalam satu tema.
Akhirnya para guru mengeluh, kesulitan, dan keberatan dengan Kurikulum
2013. Jika dalam ilmu tafsir, tematik digunakan oleh seorang mufasir
yang ahli dalam ilmu tafsir sangat baik, tetapi tematik dalam Kurikulum
2013 oleh para guru harus ahli semua mata pelajaran. Misalnya guru IPA
harus menguasai agama, dan guru agama harus menguasai IPA. Hal ini
perlu proses studi yang panjang, tidak instan hanya diperoleh melalui
sosialisasi, workshop, dan bimtek.

DU

Masalah Kurikulum 2013, akhirnya oleh Anis Baswedan selaku


Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah era pemerintahan Joko Widodo
pada tahun 2015 dihentikan, dan dinyatakan agar kembali ke KTSP tahun
2006. Hal ini menimbulkan masalah baru. Sebab, dalam hitungan waktu
tidak ada kembali, melainkan terus maju ke tahun selanjutnya. Dalam
kurikulum pendidikan sejatinya ada evaluasi setiap lima tahun selamalamanya untuk menyesuaikan dengan keadaan saat ini dan masa depan.
Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan adanya relevansi internal
dan eksternal dalam kurikulum yang diberlakukan. Jika kurikulum
sudah kurang memiliki relevansi eksternal misalnya maka harus segera
disesuaikan. Kurikulum yang tidak mendukung kebutuhan para peserta
didik untuk mampu berbekal kemampuan saat ini dan masa depannya,
maka harus diubah. Jadi perubahan kurikulum bukan karena selera
kekuasaan, suka-suka pemerintah, melainkan kebutuhan peserta didik
untuk hidup saat ini dan masa depan di dunia maupun di akhirat kelak.
Oleh sebab itu, semua evaluasi kurikulum harus berdasarkan hasil analisis
strength, weakness, opportunity, threat (SWOT). Analisis SWOT terhadap
kurikulum harus dilakukan dengan tuntas, lalu hasilnya digunakan untuk
mengambil keputusan baru.
Masalah sarana dan prasarana pendidikan belum diselesaikan dengan
baik. Alangkah banyak sekolah/madrasah yang tidak layak dalam sarana
dan prasarana yang dimiliki. Prasarana adalah gedung-gedung bangunan

12

Bab 1 | Pendahuluan

MM

yang dimiliki. Sarana adalah isi peralatan yang digunakan langsung untuk
pembelajaran. Gedung sekolah/madrasah banyak dibiarkan rusak, kotor,
kumuh dan banyak coretan nakal. Jumlah gedung toilet yang dimiliki
tidak mencukupi rasio minimal 1:40 siswa dan 1:30 siswi dalam keadaan
bersih dan harum. Gedung perpustakaan, laboratorium, masjid, UKS dan
gedung olah raga tidak dimiliki secara lengkap. Demikian pula sarana
di dalamnya sangat kurang. Setiap ruang kelas belum dilengkapi LCD,
Komputer, CCTV, dan jaringan internet. Peralatan laboratorium agama,
sains, bahasa, dan praktik lainnya tidak optimal. Sumber-sumber belajar
peserta didik seperti buku kurang tersedia secara variatif, inspiratif, dan
informatif. Buku pelajaran wajib pun terkadang masih terbatas jumlahnya
untuk memenuhi kebutuhan 1 buku untuk setiap siswa.

DU

Masalah manajemen pendidikan belum sesuai dengan teori manajemen.


Banyak lembaga pendidikan yang tidak mampu menyusun rencana strategis.
Perencanaan hanya berdasarkan keinginan sesaat, tidak dikaji melalui
evaluasi diri. Bahkan ada lembaga pendidikan yang tidak memandang
penting perencanaan. Di sisi lain ada yang memiliki perencanaan tetapi tidak
dapat dilaksanakan. Pelaksanaan manajemen tidak berdasarkan rencanarencana. Padahal, pelaksanaan yang tidak sesuai rencana sama buruknya
dengan rencana yang tidak dilaksanakan. Dalam konteks manajemen
pendidikan hal ini penting, karena harus ada pengukuran capaian hasil yang
menunjukkan peningkatan dari hari ke hari, tahun ke tahun dan seterusnya.
Alangkah banyak yang mau menjadi manajer pendidikan (kepala dinas,
kepala sekolah/madrasah, ketua, dekan, rektor, dirjen, dan menteri), tetapi
alangkah banyak yang tidak menguasai teori manajemen pendidikan.
Masalah rendahnya mutu pendidikan akhirnya menjadi akhir penilaian
secara umum. Standar mutu umumnya dinilai dari mutu tenaga pengajar
dan mutu lulusan yang dapat diserap oleh lapangan kerja atau diterima
di tingkat lanjutannya secara bersaing. Namun demikian, lulusan itu
dihasilkan dari proses pendidikan yang dikelola dengan baik. Hal ini
berkaitan dengan manajemen mutu yang diimplementasikan berdasarkan
data-data manajemen. Fenomena lainnya yang muncul, tumbuhnya
lembaga pendidikan Islam tampaknya belum diikuti dengan peningkatan
manajemen yang baik, sehingga secara kualitas masih mengalami gejala

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

13

kemerosotan. Kemerosotan kualitas lembaga pendidikan Islam ini terkesan


hanya karena mereka berdiri tanpa perencanaan yang matang.

MM

Masalah teori manajemen mutu merupakan masalah yang urgen dalam


sistem pendidikan Islam karena banyaknya kritik terhadap pendidikan
berkaitan dengan masalah mutu yang rendah, seakan-akan tidak
berjalannya manajemen dengan baik. Faktor manajemen dalam mengelola
sistem pendidikan memiliki kontribusi besar yang akan memengaruhi pada
proses-proses belajar mengajar yang akan menghasilkan lulusan, sebab
pada akhirnya sistem pendidikan adalah bertujuan untuk menghasilkan
lulusan tertentu sesuai dengan yang disyaratkan dalam standar pendidikan.
Perubahan budaya, perilaku dan pembaruan sistem dari yang standar
menjadi nilai tambah menjadi prasyarat tercapainya mutu tinggi.
Perubahan kondisi ini lebih dominan ditentukan oleh faktor manajemen.
Sebab, dalam manajemen menyatu di dalamnya kemampuan mendorong
keterlibatan semua anggota yang terkait dalam melaksanakan quality
improvement tersebut.

C. Tujuan Penulisan

DU

Karya ilmiah ini bertujuan untuk menawarkan gagasan penting


dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Saya bertekad
untuk berkontribusi dalam menemukan konsep-konsep dan peluang
implementasi quality assurance dalam bidang pendidikan Islami. Sebab,
berdasarkan latar belakang di atas bahwa pendidikan Islam menjadi tolok
ukur pendidikan di Indonesia untuk masa depan bangsa. Penulis berharap
karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk kebijakan
pemerintah, pengelola pendidikan dan praktisi di bidang pendidikan Islam.

D. Tinjauan Penelitian Terdahulu


Teori manajemen mutu (quality management) telah diterapkan dalam
berbagai bidang antara lain: industri dan akademik (industrial and academic
leaders), produksi dan jasa, profit dan non-profit, baik organisasi besar
maupun kecil bahkan dipercayai dan diletakkan sebagaia flurry of

14

Bab 1 | Pendahuluan

MM

activity.8 Hadirnya manajemen mutu telah mendorong anggota dalam


organisasi tersebut untuk sibuk dan bergerak menuju pencapaian mutu.
Deming merupakan tokoh kunci yang memberikan kontribusi pada
percepatan revitalisasi ekonomi Jepang setelah Perang Dunia II melalui
manajemen mutu.9 Walaupun Yoshida menyoal tentang manajemen mutu
yang telah diterapkan di Jepang tersebut untuk kemudian diterapkan
di Amerika Serikat yang hasilnya tidak sebaik di Jepang.10 Akan tetapi,
berdasarkan pemikiran Deming tersebut, kemudian banyak peneliti yang
mengemukakan bahwa metode manajemen Deming banyak diterapkan
dalam perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat.11
Manajemen mutu yang telah dikemukakan Deming dikritisi juga oleh
John C. Anderson dkk., yang menyatakan bahwa Deming sebenarnya
hanya memberikan semacam petunjuk (prescriptive), bukan menjelaskan
teori manajemen mutu.12 Oleh karena itu, Anderson dkk., merumuskan
teori manajemen mutu serta aplikasi praktis yang dapat digunakan untuk
penelitian lanjutan. Dalam hal ini, David A. Waldman meneliti relasi antara
individu-individu dalam organisasi dengan proses sistem manajemen
yang menyimpulkan bahwa manajemen mutu terpadu (total quality
management) memiliki kontribusi terhadap teori-teori pengembangan
sumber daya manusia dalam kesempurnaan kinerja.13 Waldman mengkaji
sistem manajemen dalam organisasi yang sebelumnya hanya dipandang
Pengertian a flurry of activity yaitu kegiatan yang sibuk secara tiba-tiba sehingga
menimbulkan kebingunan bagi pelakunya. Lihat Bussiness Week, The Quality Imperative:
What it Takes to Win For the Global Economy, (special issue, 25 Oktober 1992), 1-216.
9
W. Edward Deming, Out of the Crisis, (Cambridge University Press, Cambridge,
1986), 32; W. Edward Deming, Quality, Productivity, and Competitive Position, (Cambridge:
MIT, Center for Advanced Engineering Study, 1982), 21; M. Walton, The Deming
Management Method, (New York: Putnam, 1986), 121-238.
10
K. Yoshida, Deming Management Philosophy: Does it Work in The United States as
Well as in Japan? (Columbia Journal of World Business, Vol. 24, No. 3, 1989), 10-17.
11
A. Hodgson, Demings Never-ending road to Quality, (Personnel Management,
July 1987), 40-44; W.W. Scherkenbach, Performance Appraisal and Quality, (Fords New
Philosophy, Quality Progress, Vol. 18, No. 4, 1986), 40-46.
12
Lihat, John C. Anderson dkk., A Theory of Quality Management Underlying
the Deming Management Method, dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No.
3 tahun 1994), 472-509.
13
David A. Waldman, The Contributions of Total Quality Management to A
Theory of Work Performance, dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3
tahun 1994), 510-536.

DU

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

15

pengembangan SDM secara individual, padahal yang terpenting adalah


sistem organisasi.

MM

Nuria Lopez Mielgo dkk., meneliti tentang hubungan antara mutu


dengan manajemen inovasi yang sudah lumrah dianggap bertentangan
menurutnya.14 Hasil penelitian Mielgo menyatakan bahwa walaupun dua
kegiatan tersebut adalah kompleks, tetapi kenyataannya perusahaanperusahaan yang inovatif adalah perusahaan yang mengubah manajemen
dengan menemukan manajemen mutu. Menurut Mielgo, kemampuan
inovasi berhubungan dengan sumber nilai tertentu dan menjadi kemampuan
akumulasi yang melebihi batas waktu sehingga memiliki nilai tambah.
Oleh karena itu, dalam perusahaan atau organisasi diperlukan standar dan
kontrol mutu, sehingga muncul standar terhadap proses dan produk baru.
Sim B. Sitkin dkk., mendebat karakteristik total quality manajemen
dalam pendekatan tradisional yang hanya membatasi diri pada kontrol,
kontrol mutu karena tidak mengandung unsur pembelajaran.15 Sitkin
dalam penelitiannya mengkaji bahwa walaupun para penggagas awal total
quality management secara mendasar memberikan aturan yang terbatas,
tetapi teori manajemen mutu dapat diartikulasikan lebih luas, dan
diterapkan secara berbeda, namun menuntut pada proses pembelajaran.
Hal ini, Sitkin mengkaji lewat keragaman perspektif untuk menemukan
perbedaan antara kontrol mutu dan pembelajaran.

DU

Secara teoretis, manajemen mutu mudah dirumuskan, akan


tetapi dalam implementasinya banyak keragaman, bahkan kesulitan
sebagaimana dikaji dalam penelitian Rhonda K. Reger dkk.16 Hasil
penelitian Reger menyimpulkan bahwa kesuksesan organisasi tergantung
pada kemampuan manajemen dalam menyusun model yang dinamis
untuk mentransformasikan perubahan secara bertahap sesuai prioritas
organisasi.
14
Nuria Lopez Mielgo dkk., Are Quality and Innovation Management Conflicting
Activies?, dalam Technovation, (Vol. 29 tahun 2009), 537-545.
15
Sim B. Sitkin dkk., Distinguishing Control From Learning in Total Quality
Management: A Contingency Perspective, dalam Academy of Management Review, (Vol.
19 No. 3 tahun 1994), 537-564.
16
Rhonda K. Reger dkk., Reframing the Organization: Why Implementing Total
Quality is Easier Said Than Done, dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No.
3 tahun 1994), 565-584.

16

Bab 1 | Pendahuluan

T. Ravichandran meneliti manajemen mutu dalam pengembangan


sistem organisasi yang melibatkan 1.000 perusahaan dan agensi
pemerintahan dengan menyimpulkan bahwa mutu terbaik hanya dicapai
jika top manajemen menciptakan infrastruktur yang mengenalkan perbaikan
dalam desain proses dan menghubungkannya dengan stakeholders.17

MM

Manajemen mutu walaupun konotasinya positif, tetapi dalam


pengembangan manajemen mutu tidak selalu positif sebagaimana
pembelajaran dalam kenyataannya sulit dikembangkan.18 Jeliazkova
meneliti variasi penjaminan mutu di Eropa dengan menyimpulkan bahwa
dinamika eksternal dan internal sangat memengaruhi desain penjaminan
mutu. Kesimpulan ini berbeda dengan David Billing yang menyatakan
bahwa dalam internasionalisasi pendidikan, penjaminan mutu eksternal
menjadi model yang ditransfer dari negara satu ke negara lainnya.19
John Biggs meneliti penjaminan mutu dalam dua perdebatan
apakah sifatnya retrospective atau prospective.20 Kesimpulan penelitian
Biggs menyatakan bahwa penjaminan mutu itu sifatnya prospective yang
mengandung proses Quality Model, Quality Enhancement, dan Quality
Feasibility sebagai tahapan tercapainya mutu. Kesimpulan ini bertentangan
dengan Bowden yang menyimpulkan bahwa penjaminan mutu adalah
pengukuran terhadap apa yang sudah dilaksanakan dalam manajemen.21

DU

Jitse D.J. Ameijde dkk., menyimpulkan bahwa kesuksesan organisasi


(kasus yang diteliti yaitu University Kingdom) ditentukan oleh adanya
distribusi kepemimpinan (distributed leadership) yang membentuk tim,

17
T. Ravichandran, Quality Management in Systems Development: An Organizational
System Perspective, (MIS Quartely Research Article Vol. 24 No. 3, September 2000),
381-415.
18
Margarita Jeliazkova & Don F. Westerheijden, Systemic Adaptation to a Change
Environment: Toward a Next Generation of Quality Assurance Models, dalam Higher
Education, (Vol. 44, Tahun 2002), 433-448.
19
David Billing, International Comparisons and Trends in External Quality
Assurance of Higher Education: Commonality or Diversity, dalam Higher Education,
(Vol. 47, No. 1, January 2004, Kluwer Academic Publishers, Netherlands), 113-137.
20
John Biggs, The Reflective Institution: Assuring and Enhancing the Quality of
Teaching and Learning, dalam Higher Education, (Vol. 41, 2001), 221-238.
21
J. Bowden & F. Marton, The University of Learning, Beyond Quality and Competence
in Higher Education, Edisi I, (Kogan Page: London UK, 1998).

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

17

bukan pada perseorangan pemimpin.22 Penelitian ini menolak pendapat


yang menyatakan bahwa produktivitas ditentukan oleh individu sebagai
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.

MM

Dirk Van Damme menyimpukan bahwa penjaminan mutu (QA) harus


kolaborasi antara pemerintah dan institusi pendidikan dengan pengukuran
yang diperluas, walaupun dalam hal kasus mobilitas penerimaan peserta
didik dengan program yang sangat beragam.23 Hal ini dengan pertimbangan
bahwa stakeholders utama adalah pemerintah yang membutuhkan sumber
daya manusia yang andal.
Penjaminan mutu di Australia muncul diakibatkan adanya desakan
globalisasi namun juga hasilnya memberikan kontribusi pada globalisasi
secara simultan.24 Pemerintah telah memberikan kebijakan pada tahun
1990an agar lembaga pendidikan menempatkan customers utama yaitu
pemerintah sebagai pemilik dana yang membutuhkan sumber daya bagi
lapangan pekerjaan.
G. Srikanthan menyimpulkan pentingnya model holistik yang
menggabungkan idealitas pendidikan, pelayanan dan etos perilaku dalam
pendidikan tinggi sehingga terjadi sinergi antara pendidikan dan teori
organisasi.25 Penelitian Srikanthan bertolak pada hasil-hasil penelitian
sebelumnya yang saling bertentangan yaitu Harvey, 26 Bensimon, 27
Birnbaum28 dan Vazzana dkk.29

DU

Jitse D.J. Van Ameijde dkk., Improving Leadership in Higher Education


Institution: a Distributed Perspective, dalam High Education, (Vol. 58, 2009), 763-779.
23
Dirk Van Damme, Quality Issues in the Internationalisation of Higher
Education, dalam Higher Education, (Vol. 41, 2001), 415-441.
24
Lesley Vidovich, Quality Assurance in Australian Higher Education:
Globalization and Steering at a Distance, dalam Higher Education, (Vol. 43, 2002),
391-408.
25
G. Srikanthan, Developing a Holistic Model for Quality in Higher Education, akses
internet tanggal 12 Desember 2009, jam 16.00 Waktu Melbourne Australia, http://
www.unimelb.au.ed
26
Harvey, Beyond TQM, Quality in Higher Education, (Vol. 1, No. 2, 1995), 123-146.
27
Bensimon, Total Quality Management in the Academy: A Rebellious Reading,
dalam Harvard Educational Review, (Vol. 65, No. 4, 1995), 593-611.
28
Birnbaum mengatakan bahwa TQM hanya mitos dan ilusi. Lihat R. Birnbaum
dan J. Deshotels, Has the Adopted TQM? dalam Planning for Higher Education, (Vol.
28, No. 1, 1999), 29-37.
29
Vazzana dkk., A Longitudinal Study of Total Quality Management Processes in
Business Colleges, dalam Journal of Education for Business, (Vol. 76, No. 2, 2000), 69-74.
22

18

Bab 1 | Pendahuluan

MM

Berdasarkan uraian hasil-hasil penelitian tentang manajemen mutu,


perdebatan akademiknya terletak pada pengukuran dan mengelola mutu
itu sendiri, bukan pada penting tidaknya manajemen mutu. Nina Becket
dan Maureen Brookes menyatakan bahwa banyak negara mengadopsi
model pengukuran mutu seperti TQM, EFQM Excellence Model, Balanced
scorecard, Malcom Baldridge Award, ISO 9000 series, Business process
re-engineering, dan SERVQUAL.30

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu di atas dapat dipahami


bahwa masalah mutu pendidikan erat kaitannya dengan model manajemen
yang diimplementasikan dalam lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena
itu, manajemen mutu perlu dikelola dengan baik oleh seluruh komunitas
lembaga pendidikan, sehingga benar-benar sejalan dengan perkembangan
teori dan dinamika kebutuhan realitas yang berkembang dalam masyarakat.

E. Kerangka Pikir

DU

Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan terbaik untuk generasi


yang akan datang di Indonesia. Masyarakat Indonesia mayoritas beragama
Islam. Jumlah penduduk Indonesia terbanyak di Asia. Masyarakat Muslim
sebenarnya membutuhkan sistem pendidikan yang benar-benar mengakar
pada kebutuhan fitrah manusia. Sebab, hidup manusia di dunia ini mencari
dan terus mencari apa yang sesuai dengan kebutuhan fitrahnya. Pendidikan
harus mampu menghantarkan manusia untuk menemukan kebutuhan
dasar fitrah tersebut. Semua menjadi hampa tidak bermakna dalam
hidup, apabila ternyata yang didapatkan bertentangan dengan kebutuhan
fitrah. Dan Islam mengajarkan setiap manusia lahir dari rahim seorang
ibu ke alam dunia ini dalam keadaan fitrah. Pendidikan yang konsisten
berdasarkan pada ajaran Islam adalah pendidikan Islam.
Bentuk-bentuk lembaga pendidikan Islam di Indonesia sangat
beragam. Secara garis besar yang eksis sampai sekarang di tingkat dasar
dan menengah dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu bentuk
pesantren, madrasah dan sekolah. Walaupun bentuk madrasah atau sekolah
30
Nina Becket dan Maureen Brookes, Quality Management Practice in Higher
Education: What Quality Are We Actually Enhancing, dalam Journal of Hospitality,
Leisure, Sport & Tourism Education, (Vol. 7, No. 1, 2007), 44.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

19

MM

ada yang berdiri terpadu di pondok pesantren, tetapi dalam kepentingan


ilmiah tetap dapat dikaji dalam masing-masing bentuk yang memiliki
perbedaan antara pesantren, madrasah dan sekolah. Pertanggungjawaban
ilmiah ini yang menjadi perhatian penulis, sehingga dalam konteks
ilmu, berbeda nama semestinya berbeda karakteristik. Misalnya pondok
pesantren salafiyah berbeda dengan pondok pesantren modern dalam
karakteristik yang dapat dianalisis secara keilmuan. Tentu saja, dasarnya
sama yaitu ajaran Islam. Begitu pula, madrasah dan sekolah. Secara bahasa
sama, madrasah dalam bahasa Arab sedangkan sekolah dalam bahasa
Indonesia. Akan tetapi, secara struktural di Indonesia madrasah dan
sekolah berbeda. Madrasah dibina oleh Kementerian Agama RI dengan
ciri khasnya, sedangkan sekolah dibina oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI. Pendidikan Islam yang mengambil bentuk sekolah seperti
Sekolah Islam ditambah nama tertentu. Bahkan akhir-akhir mulai tahun
2008-an, banyak Sekolah Islam Terpadu.

DU

Pada level perguruan tinggi, pendidikan Islam di Indonesia juga sangat


beragam. Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu
bentuk sekolah tinggi, mahad aly, institut, dan universitas. Pada level
perguruan tinggi, pendidikan Islam di Indonesia sangat dinamis, karena
banyak yang mengalami transformasi dari sekolah tinggi ke institut, dari
institut ke universitas, dan bahkan bisa jadi sebaliknya jika perguruan
tinggi tersebut kondisinya memprihatinkan. Tentu saja, yang perlu disadari
oleh pengelola perguruan tinggi adalah karakteristik keunggulan ilmu
apa yang dikembangkan sesuai dengan nama yang disandangnya. Hal
ini jangan sampai nama universitas tetapi terasa institut atau sekolah
tinggi, bahkan terasa sekolah anak-anak kecil yang dininabobokan oleh
para pengelolanya. Pendidikan Islam di level perguruan tinggi sejatinya
memberikan pengalaman untuk menjadi manusia partisipatif, aktif,
inovatif, kreatif, kompetitif, dan mandiri berlandaskan nilai keislaman.
Hal ini masih sangat beragam dalam pendidikan tinggi di Indonesia.
Berdasarkan keragaman bentuk, nama, corak, dan karakteristik
dominan dalam pendidikan Islam maka isu besar yang dihadapi dalam
konstelasi kebutuhan hidup manusia adalah perbandingan. Masyarakat
Indonesia akhirnya akan membandingkan antara satu sekolah

20

Bab 1 | Pendahuluan

MM

dengan sekolah lainnya. Untuk saat ini, banyak masyarakat Muslim


Indonesia memilih menyekolahkan anaknya di Sekolah Kristen, karena
membandingkan mutu lulusan. Terlepas dari kesalahan membandingkan,
tetapi faktanya demikian. Perbandingan merupakan pekerjaan manusia
sehari-hari ketika dihadapkan pada berbagai keragaman. Dalam konteks
kemanusiaan, harus mencari kesamaan, tetapi dalam konteks keilmuan
perlu mencari titik perbedaan. Berdasarkan temuan penilaian itu, maka
manusia akan memilih yang terbaik. Perbandingan antara pendidikan
Islam dengan pendidikan Islam lainnya; perbandingan antara pendidikan
Islam dengan pendidikan umum yang lain. Menyebut pendidikan Islam
dan pendidikan umum juga dapat bermakna dikotomi, tetapi kepentingan
ilmu memang harus demikian sehingga dapat dibedakan ciri-ciri di
antara keduanya. Jika ciri-cirinya sama, maka penyebutan namanya juga
sama yaitu pendidikan titik. Ilmu itu berkembang karena didorong oleh
perbedaan. Setiap perbedaan mengandung konsekuensi perbandingan.
Setelah dibandingkan, pertanyaan besar adalah apakah pendidikan Islam
menempati mutu lulusan dalam urutan ranking pertama?

DU

Isu selanjutnya yang dihadapi oleh pendidikan Islam adalah


international competitiveness (persaingan internasional). Zaman globalisasi
adalah zaman internasionalisasi. Globalisasi tidak dapat dipungkiri,
sehingga harus dihadapi. Menghadapi globalisasi tidak dapat menutup
diri, tetapi harus membuka diri pada kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Persaingan internasional syarat dengan penguasaan
IPTEK. Melalui IPTEK, pendidikan Islam dapat mengkomunikasikan
kemajuan-kemajuan yang diraih. Kasus masyarakat Muslim Indonesia,
IPTEK ini seperti pisau bermata dua, yaitu mata positif dan mata negatif.
Dalam kenyataan ini, pendidikan Islam harus mampu membentengi sistem
mata negatif dengan sistem mata positif. Oleh sebab itu, menguasai IPTEK
harus powerfull (sepenuhnya/tidak tanggung).
Pendidikan Islam perlu adanya pengakuan dari semua pihak, yaitu
pemerintah, masyarakat, pengguna lulusan, dan orangtua. Pemerintah
sudah mengakui kedudukan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan
nasional, karena sudah nyata kontribusinya. Masyarakat juga sudah
mengakui pendidikan Islam sebagai tempat pendidikan yang baik.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

21

Orangtua pun demikian, sudah percaya kepada lembaga pendidikan


Islam, sehingga tidak sedikit para orangtua yang memilih tempat
pendidikan putra-putrinya. Akan tetapi pengguna lulusan masih
mempertanyakan apakah lulusan pendidikan Islam mampu bersaing
dengan lulusan sekolah umum dalam aspek ilmu pengetahuan, teknologi
dan bahasa internasional.

MM

Pengelolaan pendidikan Islam harus dilaksanakan penuh tanggung


jawab. Prinsip akuntabilitas pendidikan harus ditegakkan secara konsisten.
Sebab, pendidikan Islam menyangkut masa depan bangsa Indonesia yang
harus memberikan teladan bagi kehidupan masyarakat.

Adanya kebijakan pemerintah tentang desentralisasi pendidikan dan


otonomi daerah mendorong pendidikan Islam untuk mampu menjadi
pioner pendidikan Indonesia. Kemampuan dalam aspek perencanaan mutu
yang komprehensif mutlak diperlukan dalam pendidikan Islam. Sebab,
desentralisasi yang sudah dipraktikkan di negara-negara maju telah membuka
kesempatan sektor pendidikan untuk mandiri. Pendidikan menyusun
kebutuhan sendiri dan melaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

DU

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk Muslim


terbesar di dunia. Di samping itu, penduduk Muslim Indonesia memiliki
jumlah lembaga-lembaga pendidikan terbanyak di dunia. Wilayah Indonesia
yang luasnya dari Merauke sampai Sabang terdapat ribuan jumlah lembaga
pendidikan Islam.
Adanya pendidikan menjadi modal utama untuk membangun sumber
daya manusia yang unggul. Pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek
yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi masa mendatang.
Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas
dan bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan.
Muhaimin31 mengatakan bahwa pendidikan dapat berfungsi untuk
mengantisipasi terjadinya berbagai perubahan dan perkembangan umat
manusia. Pendidikan senantiasa mengantarkan, membimbing perubahan,
dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia.

Muhaimin, Konsep Pendidikan Islami: Suatu Telaah Komponen Dasar Kurikulum,


(Bandung: Trigenda Karya, tt), 9.
31

22

Bab 1 | Pendahuluan

Dalam proses pendidikan, manusia diarahkan pada perubahan yang


positif. Semakin cepat perubahan yang positif, akan semakin tinggi
kualitas hidup manusia tersebut. Perubahan ini dibimbing dalam proses
pendidikan yang baik.

MM

Dalam konteks peranan pendidikan tersebut di atas, dapat dianalisis


sekurang-kurangnya ada tiga hal penting yang perlu dicermati berkaitan
dengan pendidikan. Pertama, pendidikan itu dapat menciptakan manusia
yang berkualitas dan bertanggung jawab. Kedua, pendidikan itu dapat
mengantisipasi masa depan yang sarat dengan perubahan. Ketiga,
pendidikan itu dapat membimbing perubahan ke arah tujuan hidup
manusia yang terbaik.

Walaupun masalah pendidikan merupakan masalah yang kompleks,


akan tetapi dapat dipahami bahwa tema pokok yang perlu dirumuskan
yaitu tentang sistem pendidikan Islam yang unggul. Sistem pendidikan
Islam yang unggul merupakan harapan bagi semua pihak. Para orang tua
di rumah tangga mengharapkan sistem pendidikan Islam yang unggul,
para peserta didik di sekolah, para masyarakat, bangsa dan negara juga
membutuhkan sistem pendidikan yang unggul.

DU

Sudah sejak manusia ada para ahli pendidikan memikirkan tentang


pendidikan yang unggul. Mereka para ahli dengan segala kemampuannya
telah berupaya, menyumbangkan pemikiran dalam mengembangkan
sistem pendidikan Islam yang unggul. Hasil pemikiran para ahli tersebut
disusun menjadi teori pendidikan Islam. Umat Islam memiliki teori untuk
mewujudkan lembaga-lembaga pendidikan yang unggul. Teori itu menjadi
baik apabila dipraktikkan oleh para praktisi dan para pengelola yang secara
langsung diberi amanah untuk memimpin lembaga pendidikan.
Pendidikan Islam dipandang mampu untuk mewujudkan manusia
yang berkualitas. Hal ini sudah merupakan pendapat yang tidak perlu
diragukan lagi. Oleh karena itu, pendidikan ditempatkan sebagai proses
untuk mewujudkan suatu cita-cita. Apa yang dicita-citakan umat Islam
selalu menjadi perhatian yang serius di kalangan para ahli pendidikan
Islam. Cita-cita umat Islam harus tinggi, melebihi tingginya cita-cita orang
non Islam. Cita-cita yang tinggi itu mencapai level dunia-akhirat secara
berkesinambungan.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

23

MM

Lembaga yang dapat bertanggung jawab untuk menyebarluaskan ilmu


pengetahuan yang benar seperti yang telah dilakukan para Nabi adalah
lembaga pendidikan Islam. Ilmu pengetahuan yang benar akan tetap benar
dan terus berkembang jika dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan
yang memiliki visi pada kenabian. Dalam visi kenabian terdapat hubungan
dengan Allah Swt. yang telah memilih para Nabi dan Rasul. Pendidikan
Islam yaitu berhubungan erat dengan materi pembelajaran yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pokok diutusnya Nabi dan Rasul. Oleh sebab itu,
lembaga pendidikan yang tidak menghubungkan dengan ajaran Nabi dan
Rasul dapat dipastikan gagal dunia dan gagal akhirat.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, masalah pendidikan memang
selalu terakumulasi pada masalah kualitas. Lembaga pendidikan ada
bahkan sudah lama beroperasi, tetapi tidak berkualitas hingga saat ini.
Kualitas pendidikan dapat dipandang secara individu pada orang-orang
yang bekerja dalam lembaga pendidikan tersebut atau secara sosialkemasyarakatan yang dapat dirasakan dampaknya secara luas.

DU

Hasan Langgulung32 mengatakan bahwa pendidikan sangat penting


pada semua aspek pertumbuhan individu, yaitu: dalam bidang jasmani,
pendidikan dapat membantu menumbuhkan jasmani dari segi strukural
dan fungsional; dalam bidang pertumbuhan akal, pendidikan dapat
meningkatkan kemampuan-kemampuan akalnya dan memberinya
pengetahuan yang perlu dalam hidupnya; dalam bidang pertumbuhan
psikologis, pendidikan dapat menolong individu menimbulkan perasaan
kemanusiaan yang mulia, menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri
dan dengan masyarakatnya; dalam bidang pertumbuhan spiritual dan
moral, pendidikan yang baik dapat menolong individu menguatkan iman
terhadap Tuhan-nya, pemahaman yang sadar terhadap ajaran Agama dan
menerapkannya pada setiap bentuk tingkah laku; dalam bidang sosial,
pendidikan dapat menyiapkan individu menghadapi kehidupan sosial
yang berhasil dan produktif. Pendapat ini memperkuat pemikiran tentang
pentingnya kualitas secara individu yang pada gilirannya akan produktif
dalam kehidupan sosial.
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992),

32

35.

24

Bab 1 | Pendahuluan

MM

Zuhairini 33 mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha


dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam
membimbing, melatih, mengajar, dan menanamkan nilai-nilai serta dasardasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi
manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya
sebagai manusia. Pendapat ini juga memperkuat perlunya kualitas secara
individu dan sosial kemasyarakatan.

Ahmad D. Marimba34 mengatakan bahwa pendidikan merupakan


bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
parkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Walaupun pendidikan masih mengandung kesan
terbatas pada aktivitas pengembangan potensi anak didik oleh pendidik
berupa orang, harus selalu ada orang lain yang mendidik, tetapi yang
penting dari pernyataan tersebut yaitu proses pendidikan yang dapat
menanamkan nilai-nilai, menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab,
serta menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

DU

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dengan pendidikan itu benarbenar akan dapat menghasilkan perubahan baru dalam diri individu yang
mengalami proses pendidikan yang lebih sempurna.Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa pendidikan yang paling bertanggung jawab untuk
menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Sumber daya
manusia yang unggul itulah yang diharapkan oleh berbagai kalangan dari
hasil-hasil pendidikan.
Sehubungan dengan strategis dan pentingnya proses pendidikan bagi
kehidupan manusia, dalam Islam sejak ratusan tahun yang lalu tengah
memberikan perhatian serius terhadap pendidikan. Hal ini dapat ditelusuri
sejak turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu, QS
Al-Alaq ayat 1-5, Allah Swt. menegaskan agar manusia melakukan aktivitas
membaca. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan; Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah Tuhanmu yang
Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 11.
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Almaarif,
1989), 19.
33
34

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

25

Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia


mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.35

MM

Menurut Zuhairini36 bahwa QS Al-Alaq (96): 1-5 merupakan suatu


perintah untuk menguasai kemampuan baca dan tulis dan penghargaan
pena yang hanya sebagai alat penggali ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
yang menjadi inti dalam pendidikan dapat digali melalui aktivitas membaca
dan menulis.

Kemampuan baca tulis merupakan pokok yang berkaitan dengan


masalah-masalah pendidikan. Berkembangnya ilmu pengetahuan berkat
adanya karya yang ditulis dan kemudian dapat dibaca untuk pengembangan
ilmu pengetahuan selanjutnya. Membaca yang dimaksud secara luas tentu
tidak terbatas pada bacaan-bacaan berupa teks, melainkan dapat membaca
segala apa yang dapat diamati dan dipikirkan manusia, seperti membaca
alam dan segala perilaku kehidupam manusia. Islam menyuruh manusia
untuk membaca.
Membaca melibatkan proses mental yang tinggi, melibatkan proses
pengenalan, ingatan pengamatan, pengucapan, pemikiran dan kreativitas.
Jadi, membaca sebagaimana yang diperintahkan Islam yaitu melibatkan
keseluruhan struktur mental manusia.

DU

Dalam Al-Quran, telah digambarkan tejadinya proses pendidikan


ketika Nabi Adam as. menerima pengajaran dari Allah Swt., QS AlBaqarah (2): 31: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama bendabenda seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada malaikat. Lalu
berfirman: sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yang benar.37

Semangat dan jiwa perintah melaksanakan proses pendidikan telah


tertanam dalam diri para pendahulu Islam. Sejak zaman Rasulullah Saw.
umat Islam mampu memimpin peradaban dunia; dapat memberikan warna
yang segar dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini tentu yang
menjadi cita-cita Islam.

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1079.


Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 58.
37
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 14.
35
36

26

Bab 1 | Pendahuluan

MM

Aminuddin Rasyad dalam Ahmad Tafsir38 mengatakan bahwa Islam


menginginkan manusia individu dan masyarakat menjadi orang-orang
yang berpendidikan berarti berilmu, berketerampilan, berakhlak mulia,
berkepribadian luhur, pandai bermasyarakat, dan bekerja sama untuk
mengolah bumi dan alamnya beserta semua isinya untuk kesejahteraan
umat manusia di dunia dan akhirat serta dekat dengan Khaliknya. Ciriciri orang berpendidikan tersebut pastinya dapat diterima oleh semua
kalangan. Ciri-ciri tersebut juga, sebenarnya telah dimiliki oleh para
pendahulu Islam.
Menurut Mastuhu dalam Ahmad Tafsir,39 bahwa sejarah pendidikan
Islam tepatnya kebudayaan Islam pernah mampu memimpin kehidupan,
di mana manusia mampu sepenuhnya mengendalikan ciptaannya sehingga
kehidupan benar-benar aman, nyaman, dan sekaligus maju serta dinamis,
yaitu ketika pada zaman keemasan Islam Abad ke-8-13 M.
Menurut Mujayin Arifin40 bahwa kita mengetahui dan mengakui
bahwa sejak Islam diartikulasikan melalui dakwahnya dalam masyarakat
sampai kini, proses kependidikan Islam telah berlangsung 14 abad lamanya.
Selama belasan abad tersebut pendidikan Islam telah mengacu dalam
masyarakat yang beraneka ragam kultur dan struktur, dan selama itu pula
jasa-jasanya telah tampak mewarnai sikap dan kepribadian manusia yang
tersentuh oleh dampak-dampak positif dari proses keberlangsungannya.

DU

Seiring dengan perkembangan waktu, kebutuhan masyarakat Muslim


pada khususnya untuk mewujudkan cita-citanya melalui proses pendidikan
semakin meningkat dan ingin semakin berkualitas. Perubahan kebutuhan
tersebut sebagai akibat dari tuntutan zaman yang kian hari semakin
bertambah kompleks. Hal ini tentu akan berpengaruh kepada sistem
pendidikan yang diselenggarakan. Sistem pendidikan yang dikehendaki
adalah sistem pendidikan yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan
zaman.

38
Ahmad Tafsir, Epistemologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: IAIN Sunan
Gunung Djati, 1996), 15.
39
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosdakarya,
1995), 41.
40
Mujayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu Pendekatan
Filosofis, Pedagogis, Psikososial, dan Kultural, (Jakarta: Golden Trayon Press, 1991), 7.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

27

Mempersiapkan suatu sistem pendidikan berarti perlu membahas


desain pendidikan Islam sejak dirumuskannya perencanaan. Sebab
perencanaan pendidikan merupakan salah satu langkah penting dan suatu
momen dalam keseluruhan sistem pendidikan. Perencanaan pendidikan
merupakan suatu alat untuk mengatur sistem pendidikan, penyesuaiannya
dengan kebutuhan dan aspirasi peserta didik dan masyarakat.

MM

Fungsi perencanaan adalah untuk meyesuaikan sistem pendidikan


dengan gambaran masyarakat sekarang dan akan datang. Dengan
perencanaan pendidikan dapat menolong untuk tujuan pendidikan secara
lebih efektif dan efisien. Perlunya perencanaan untuk mempersiapkan
sistem pendidikan yaitu selaras dengan tujuan masyarakat Islam.
Sementara itu, di sisi lain perencanaan pendidikan Islam belum banyak
didesain secara kokoh dan mapan, padahal kebutuhan terhadap pendidikan
di kalangan masyarakat Muslim semakin terasa perkembangannya. Oleh
sebab itu, perlu juga dibahas perencanaan pendidikan Islam yang mampu
menyiapkan lembaga pendidikan Islam yang unggul.

DU

Isi pendidikan harus mencakup semua kompetensi peserta didik


yang dicapai dalam setiap satuan pendidikan secara terukur jelas. Proses
pembelajaran harus menyenangkan baik bagi pendidik maupun peserta
didik. Oleh sebab itu, tenaga pendidik harus memiliki kompetensi
pedagogik, profesional, sosial, personal dan manajerial. Demikian juga
tenaga administrasi harus ulet bekerja melayani pendidikan yang didukung
dengan kemampuan teknologi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mudah
jika peserta didik memiliki motivasi belajar yang baik. Oleh sebab
itu, lulusan harus mencakup kemampuan sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan dan keterampilan.
Kualifikasi sumber daya mausia dalam pendidikan Islam perlu
diperhatikan oleh pemerintah. Sebab, bukan hal yang mustahil, jika sumber
daya manusia rendah hanya akan menjadi beban berat bagi pemerintah
dalam membenahi sektor pendidikan. Guru dalam pendidikan Islam
setidaknya harus memiliki 5 kompetensi, yaitu kompetensi pedagodik,
profesional, sosial, personal dan manajerial. Semua jenis kompetensi
dijabarkan dalam indikator kualitas yang terukur.

28

Bab 1 | Pendahuluan

Timbulnya kesadaran semua pihak bahwa perubahan sosial-kultural


yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan
menyebabkan pula perubahan kebutuhan dan harapan akan sistem
pendidikan. Hal tersebut pada gilirannya menuntut pula pada perubahan
pola dan sistem pendidikan yang mampu dan relevan dengan kondisi
pendidikan itu diselenggarakan.

MM

Pada sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan


sekarang ternyata dihadapkan pada masalah-masalah yang semakin berat.
Banyaknya tuntutan yang semakin kompleks menyebabkan pendidikan
dipandang kurang mampu melahirkan kader-kader yang diharapkan umat
khususnya dalam pendidikan Islam. Adanya krisis sistem pendidikan
yang ada sekarang, yaitu salah satu aspek yang memprihatinkan adalah
pendidikan. Tidak ada kata lain yang mampu melukiskan keadaan sistem
pendidikan di negeri-negeri kaum Muslimin kecuali perasaan terenyuh
dan mengenaskan.
Ilustrasi tersebut di atas, menunjukkan bahwa pada saat sekarang
dan yang akan datang diperlukan pola dan sistem pendidikan yang dapat
mewujudkan kader-kader yang dibutuhkan umat. Sekarang telah menjadi
keharusan bagi umat Islam untuk mempersiapkan suatu sistem pendidikan
yang selaras dengan cita-cita Islam sejalan dengan semangat dan jiwa lslam
yang termaktub dalam Al-Quran dan Al-Sunnah.

DU

F. Metode Pembahasan

Buku ini dibahas menggunakan metode kualitatif yang mengutamakan


penafsiran makna quality assurance yang diteliti dari berbagai sumber
literatur. Sumber data dari referensi terkait dengan quality assurance dikaji
dan dipahami untuk kemudian ditransformasikan implementasinya dalam
bidang pendidikan Islami.
Pengujian data dan argumentasi ilmiah dilakukan melalui uji pakar
yaitu dipresentasikan dalam forum ilmiah. Pemikiran yang dituangkan
dalam buku ini disajikan dalam berbagai forum. Untuk level pendidikan
dasar dan menengah, karya ilmiah ini dipresentasikan dalam forum kepala
madrasah, guru, pengawas, dan asesor akreditasi. Untuk level pendidikan
tinggi, karya ini dipresentasikan di kalangan dosen dan mahasiswa yang

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

29

dilibatkan dalam membahas pemikiran ini melalui berbagai pertemuan


kuliah di kampus. Di samping itu, pemikiran ini digulirkan juga dalam
berbagai forum seminar ilmiah baik nasional maupun internasional.

DU

MM

Buku ini disusun dalam lima bab, yaitu pendahuluan sebagai bab
pertama. Bab kedua membahas landasan teori tentang teori-teori dalam
manajemen mutu pendidikan. Bab ketiga membahas tentang sistem
pendidikan Islami. Bab ketiga ini sangat penting, karena menggunakan
istilah pendidikan Islami, sementara yang umum menyebutnya pendidikan
Islam. Perbedaan istilah ini dibahas pada bab ketiga. Bab keempat
membahas tentang pentingnya implementasi manajemen mutu dalam
bidang pendidikan Islami. Dan kelima merupakan bab penutup yang berisi
kesimpulan dan rekomendasi.

30

Bab 1 | Pendahuluan

MM

TEORI-TEORI MANAJEMEN
MUTU PENDIDIKAN

DU

Teori manajemen mutu dalam bidang pendidikan mulai diperkenalkan


tahun 1990an setelah mencapai sukses dalam bidang industri pada tahun
1980an di Jepang. Meskipun manajemen mutu dalam bidang industri
sukses, tetapi dalam bidang pendidikan masih terjadi perdebatan berkaitan
dengan pengukuran dan sistem penjaminan mutu itu sendiri. Beberapa
negara menggunakan model penjaminan dan pengukuran mutu yang
berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan standar tertentu yang digunakan
dan bagaimana proses yang harus dilalui untuk mencapai standar tersebut.
Di samping itu, terdapat perdebatan pula tentang standarnya apakah
menurut internal atau eksternal? Hal ini didudukkan sebagai teori yang
berkembang dalam manajemen mutu pendidikan. Kedudukan teori
ini sebagai dasar untuk mengkritisi teori-teori manajemen mutu yang
dikembangkan dalam sistem pendidikan.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

31

A. Konsep Mutu

Para Ahli silang pendapat dalam mendefinisikan mutu, antara lain


mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar,1 kecocokan penggunaan
produk untuk memenuhi dan kepuasan pelanggan,2 kepuasan pelanggan
sepenuhnya,3 sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.4

MM

Implementasi mutu memiliki dua aspek utama, yaitu pertama


produknya memenuhi tuntutan pelanggan. Kedua, produk sesuai dengan
standar.5 Ciri aspek yang pertama apabila memiliki ciri-ciri produk yang
istimewa, berbeda dari produk pesaing dan dapat memenuhi harapan.
Dalam hal ini memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan
pelanggan, produk laku terjual, dapat bersaing, meningkatkan pangsa
pasar dan volume penjualan meningkat. Sedangkan ciri aspek kedua,
apabila produk sesuai dengan standar mutu sehingga tidak ada yang cacat
sedikitpun. Produk yang sudah sesuai dengan standar dapat mengurangi
tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali, tidak pemborosan,
mengurangi pembayaran garansi, meningkatkan hasil dan kinerja yang
sempurna.

DU

Pendapat para pakar di atas memberikan gambaran yang tampak jelas


bahwa konsep mutu bersifat dinamis. Kualitas adalah kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan
tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.6
1
W. Edward Deming, Out of the Crisis (Cambridge: Cambridge University Press,
1986), 23; W. Edward Deming, Quality, Productivity, and Competitive Position (Cambridge:
MIT, Center for Advanced Engineering Study), 30.
2
J.M. Juran, Juran on Leadership for Quality (New York: Macmillan, 1989), 21; J.M.
Juran, Quality Control Handbook, 4th Edition (New York: McGraw-Hill, 1988), 30; Juran,
The Quality Trilogy: A Universal Approach to Managing for Quality (Quality Progress, Vol.
19, No. 8, 1986), 19-24; J.M. Juran, Quality Planning and Analysis (New York: McGrawHill, 1980), 21.
3
A.V. Feigenbaum, Total Quality Control, 4th ed (New York: McGraw-Hill, 1991), 32.
4
Philip B. Crosby, Quality is Free: The Art of Making Quality Certain (New York:
McGraw-Hill, 1879), 34; Philip B. Crosby, Quality Without Tears: The Art of Hassle-Free
Management (Milwaukee, WI: Quality Press, 1984), 25.
5
Konsep mutu yang memadukan ketercapaian dua aspek, yaitu standar dan
kepuasan pelanggan adalah konsep yang mendekati sempurna bila suatu organisasi
dan/atau perusahaan dapat mewujudkannya.
6
M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 3.

32

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

MM

Konsep mutu dalam bidang pendidikan berbeda dengan industri.


Perbedaannya terletak pada unsur manusiawi yang diproses sebagai
hasil.7 Oleh karena itu, akhir penilaian mutu yaitu pada mutu lulusan.
Mutu lulusan sangat beragam dan kompleks antara satu dengan lainnya
dalam kelompok lulusan yang sama. Penilaian sederhana yaitu jika lulusan
dapat diterima bekerja sesuai bidang keilmuannya dan/atau diterima di
perguruan tinggi terkemuka bagi yang melanjutkan studi, maka lembaga
pendidikan tersebut dinilai sangat bermutu. Akan tetapi, berapa orang dan
berapa persen dari total lulusan yang mampu demikian; sangat beragam
dan kompleks. Guru yang profesional, kepala sekolah/madrasah yang
kompeten, sarana prasarana yang lengkap belum tentu seratus persen
menghasilkan lulusan yang bermutu, jika dari siswa itu sendiri tidak
memiliki kemauan dan kemampuan untuk bermutu. Dalam hal ini, sangat
kompleks mengelola mutu pendidikan jika dilihat dari mutu lulusan,
karena terjadi pergantian peserta didik yang begitu cepat dari tahun ke
tahun. Oleh karena itu, yang terpenting dalam pembahasan mutu adalah
standar dan cara pengukuran standar tersebut.

DU

Konsep mutu dipandang sebagai konsep yang relatif, tidak mutlak.


Bermutu menurut satu perspektif belum tentu bermutu menurut perspektif
lain. Pandangan ini benar, tetapi perlu ada yang ditegaskan bahwa ada
mutu yang pasti dengan ukuran yang pasti, itulah perlunya standar baku.
Suatu produk atau jasa baru dapat dinilai mutunya apabila barang atau
jasa tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya.
Dalam bidang pendidikan, mutu lulusan baru dapat dinilai mutunya
7
Fion Lim C.B., Quality Assurance of Australian Offhore Education: The
Complexity and Possible Frameworks for Understanding the Issues, dalam PostScript: Postgraduate Journal of Education Research, (Vol. 8, No. 1, August 2007), 19-36;
Departemen of Education, Training and Youth Affairs, The Australian Higher Education
Quality Assurance Framework, (Australia: Occasional Paper Series 2000-H, Commonealth
of Australia, 2000), 51-67; Jouni Kekale, Quality Assesment in Diverse Disciplinary
Settings, dalam Higher Education, (Vol. 40, No. 4, December 2000, Kluwer Academic
Publishers, Netherlands), 465-488; David Billing, International Comparisons and
Trends in External Quality Assurance of Higher Education: Commonality or Diversity,
dalam Higher Education, (Vol. 47, No. 1, January 2004, Kluwer Academic Publishers,
Netherlands), 113-137; David Pardy, Quality Assurance, (Conference Paper CP516,
Blagdon, The Staff Colledge, Januari 1992), 24; Edward Sallis dan Peter Hingley, College
Quality Assurance Systems, (Mendip Paper MP 020, Blagdon, The Staff College, 1991), 35.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

33

MM

apabila mereka telah memiliki kemampuan sesuai dengan perencanaan


dalam kurikulum yang ditetapkan. Salah satu pendapat mengatakan bahwa
pihak eksternal memiliki otoritatif dalam penjaminan mutu, sedangkan
pendapat lain mengatakan sebaliknya bahwa pihak internal yang memiliki
kebutuhan terhadap mutu pendidikan. Pemahaman ini mendorong pada
pentingnya teori manajemen mutu pendidikan yang substantif mencapai
standar mutu dan memberikan kepuasan stakeholders secara nyata.
Konsep mutu dalam bidang pendidikan di sini adalah kesesuaian sistem
pendidikan dengan standar yang ditetapkan serta memenuhi harapan dan
kepuasan stakeholders layanan jasa pendidikan.

B. Konsep Manajemen Mutu Pendidikan

Menurut Luther Gulick, manajemen dipandang sebagai suatu bidang


pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan
bagaimana orang bekerja sama.8 Gulick memandang bahwa manajemen
menjadi suatu ilmu, jika teori-teorinya mampu menuntun manajer dengan
memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu
dan memungkinkan mereka meramalkan akibat-akibat dari tindakannya.
Seorang pimpinan harus mampu membaca masa depan, apa yang menjadi
kecenderungan manusia di kemudian hari.

DU

Pengertian manajemen dari sudut fungsinya yaitu proses kegiatan


perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan dan pengendalian
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.9
Berdasarkan aktivitasnya, manajemen merupakan proses merencana,
mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan
segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.10
Pengertian manajemen tersebut, banyak dielaborasi menjadi fungsi-fungsi
manajemen. Dalam hal ini, jika membaca buku-buku tentang manajemen,
8
Luther Gulick, Paper on The Science of Administration in Organization and Management
Theory and Practice, (Washington: The American University Press, 1957), 34.
9
Walaupun fungsi manajemen dikemukakan oleh para ahli secara berbeda-beda,
akan tetapi dapat diambil persamaannya yaitu mencakup planning, organizing, actuating
dan controlling (POAC). Akan tetapi, berbeda dengan manajemen mutu terpadu yaitu
planning, doing, check, action (PDCA).
10
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2000), 1.

34

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

maka akan ditemukan fungsi-fungsi manajemen yang sama persis dengan


pengertian manajemen mencakup perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan.

MM

Praktik manajemen mutu pendidikan tidak selamanya berjalan


mulus dan lancar, kadang-kadang muncul berbagai kendala dalam
mewujudkan mutu pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Penyebab
kegagalan mencapai mutu pendidikan yaitu berkenaan dengan rendahnya
kemampuan mendesain kurikulum, sistem dan prosedur kerja tidak cocok,
pengaturan waktu tidak mencukupi, kurangnya sumber, pengembangan
staf yang tidak memadai, gedung tidak memadai, dan lingkungan kerja
tidak menunjang. Secara lebih khusus penyebab terhambatnya manajemen
mutu yaitu karena prosedur dan peraturan tidak dipatuhi, staff tidak
memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap sebagaimana mestinya,
kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi, serta perlengkapan yang
tidak memadai. Untuk mengatasi kendala dalam manajemen mutu,
perlu dilandasi oleh perubahan sikap dan cara bekerja. Pemimpin harus
memotivasi bawahannya agar bekerja lebih baik, misalnya dengan jalan
menciptakan iklim kerja yang menyenangkan, menyediakan sarana yang
memadai, menetapkan sistem dan prosedur kerja yang jelas, serta memberi
penghargaan atas keberhasilan dan prestasi bawahan.

DU

Manajemen mutu dalam bidang pendidikan banyak mengalami


kesulitan. Kesulitan yang dihadapi dalam bidang pendidikan antara lain:11
Pertama, lembaga pendidikan berbeda dengan layanan jasa dan
perdagangan lainnya, karena tugas pendidikan agar siswa memiliki
berbagai nilai dan kepercayaan yang semuanya sukar untuk diukur. Dalam
layanan jasa dan perdagangan mudah untuk dihitung berapa modal, berapa
barang terjual, dan berapa keuntungan diperoleh. Akan tetapi, bukan
sama sekali dalam pendidikan tidak dapat diukur, ada pula aspek yang
dapat diukur seperti prestasi dan kecerdasan kognitif. Akan tetapi, tidak
selalu paralel dengan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh lembaga
pendidikan tersebut. Artinya, dapat saja diperoleh melalui otodidak siswa
yang bersangkutan.
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat
dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007).
11

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

35

Kedua, tujuan pendidikan termasuk yang sukar diukur tingkat


ketercapaiannya pada saat siswa selesai proses belajar mengajarnya di
sekolah. Tujuan pendidikan bersifat jangka panjang yaitu menyiapkan
manusia yang baik. Manusia yang baik kadangkala tidak langsung dirasakan
sebagai bukti tercapainya tujuan pendidikan tersebut, melainkan setelah
mengalami proses panjang dalam rentang kehidupan manusia tersebut.

MM

Ketiga, peserta didik di satu pihak sebagai pelanggan yang harus


diberikan pelayanan pendidikan dan pembelajaran terbaik, namun di sisi
lainnya sebagai manusia dapat menentukan sendiri pilihan terbaiknya.
Pembentukan manusia tidak sama dengan pembentukan barang yang
mudah direkayasa menjadi bentuk-bentuk yang baru.
Keempat, kepala sekolah dan guru memiliki profesi yang sama yaitu
latar belakang guru. Sistem koordinasi antara kepala sekolah dan guru
terkadang menjadi saling bergesekan; tidak sebagai atasan dan bawahan
sebagaimana dalam perusahaan.

Kelima, manajemen sekolah menghadapi masalah fragmentatif,


sehingga pengambilan keputusan sekolah banyak dipengaruhi oleh
faktor tuntutan dari pihak luar, seperti wali siswa, pemerintah, dan
lapangan kerja. Unsur-unsur tersebut berada di luar dan sangat beragam
kepentingan, tidak dalam jajaran manajemen sekolah, sehingga tarik
menarik kepentingan sukar dihindarkan.

DU

Keenam, kepala sekolah memiliki tugas mengajar yang sering menjadi


sibuk, sehingga kurang memiliki waktu untuk melaksanakan manajemen
mutu sekolah. Tugas rangkap sering kali menyebabkan tidak optimalkan
tugas tersebut, karena tugas satu dengan yang lainnya tidak dapat dibatasi
jelas. Menjadi guru harus profesional, demikian juga menjadi kepala
sekolah harus profesional. Profesional dalam dua bidang secara bersamaan
sering kali menjadi kendala.
Permasalahan yang terjadi dalam bidang pendidikan di atas
menjadi fenomena yang melekat dengan lembaga pendidikan. Kesulitan
mewujudkan manajemen mutu dalam lembaga pendidikan yaitu pelanggan
pendidikan ikut memerankan peran penting dalam mutu belajarnya.
Pelanggan pendidikan memiliki fungsi yang unik dalam menentukan
mutu dari apa yang mereka terima dari dunia pendidikan. Manajemen

36

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

mutu dalam pendidikan menyangkut mutu pengalaman peserta didik.


Oleh karena itu, manajemen mutu juga perlu diterapkan dalam kelas-kelas
pembelajaran. Penyusunan feedback dengan mengadakan evaluasi bagi
setiap siswa sangat penting untuk proses pembentukan quality assurance
(jaminan mutu). Evaluasi ini harus merupakan proses yang berjalan terusmenerus dan hasilnya harus didiskusikan dengan peserta didik.

MM

Manajemen mutu secara aktual maupun ideal, dipengaruhi oleh


konteks mutu organisasi. Dalam hal ini mencakup dukungan organisasi
terhadap mutu, performance mutu di masa lalu, pengetahuan manajerial,
dan perluasan permintaan mutu eksternal. Atas dasar itu, Saraph dkk.,
mengemukakan delapan faktor penting bagi praktik manajemen mutu,
yaitu:
Role of management leadership and quality policy, role of the quality department,
training, product/service design, supplier quality management, process management,
quality data and reporting, serta employee relations.12

Edward Sallis, mengemukakan bahwa yang menentukan terhadap


mutu pendidikan, mencakup aspek-aspek berikut:
Well-maintained buildings, outstanding teacher, high moral values; excelent
examination results, specialization, the support of parents, business and local
community, plentifull resources, the application of the lates technology, strong and
purposeful leadership, the care and concern for pupils and students, a well-balanced
curriculum, or some combination of these factors.13

DU

Perbaikan mutu dalam bidang pendidikan bukanlah semata-mata soal


physical-product, seperti yang terjadi dalam bidang industri atau pabrik,
karena raw input pendidikan adalah manusia dan hasil pendidikan adalah
manusia yang akan teruji lagi kemampuannya pada saat individu itu
berinteraksi dengan manusia lain dalam hidup dan kehidupan.14 Mutu hasil
pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh mutu input dan mutu proses

12
Saraph, J.V., Benson, P.G., & Schoeder, R.G. An Instrumen for Measuring the
Critical Factors of Quality Management, Decision Sciences, (Vol. 20 tahun 1989), 810-829.
13
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, (London: Kogan Page,
1993), 12.
14
Barbara MacGilchrist, Improving Self-Improvement?, (Research Paper in Education,
Vol. 15, No. 3, 2000), 325-338; Ismat Riaz, Schools for Change: a Perspective on School
Improvement in Pakistan, dalam Improving Schools, (Vol. 11, No. 2, July 2008), 143-156.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

37

pembelajarannya.15 Oleh karena itu, seluruh komponen dalam sistem


sekolah diarahkan secara terpadu untuk mendukung terciptanya proses
transformasi yang sebaik-baiknya.

Faktor kesuksesan dalam manajemen mutu sektor pendidikan


menurut Fusco16 antara lain:

MM

Pertama, kepemimpinan yang kuat. Semua unsur pimpinan harus


mendukung penerapan filosofi manajemen mutu. Mutu pendidikan akan
terwujud apabila dilaksanakan secara menyeluruh, bukan departemental.

Kedua, perbaikan sistem secara berkesinambungan. Sistem merupakan


serangkaian proses yang merupakan satu kesatuan dan saling terkait satu
sama lain. Dalam lembaga pendidikan, sistem dimulai dari penerimaan
pegawai (staf edukatif dan staf administrasi) dan sistem penerimaan
peserta didik. Sistem tersebut harus memegang pedoman mutu adalah
nomor satu (quality first).
Ketiga, metode statistik, yang dimaksud di sini, bahwa setiap personel
yang melaksanakan manajemen mutu harus berani berbicara berdasarkan
data atau fakta. Jadi mutu, bukan hanya diukur secara kualitatif, melainkan
kuantitatif.

DU

Keempat, memiliki visi dan nilai bersama. Visi dan nilai bersama
mengandung arti sepakat. Sepakat untuk menjadikan mutu sebagai the
way of life.

Teori tersebut tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, sebab dalam pandangan lain
bahwa yang terpenting adalah proses yang diperbaiki. A. Hodgson, Demings Neverending road to Quality, (Personnel Management, July 1987), 40-44; W.W. Scherkenbach,
Performance Appraisal and Quality: (Fords new Philosophy, Quality Progress, Vol. 18,
No. 4, 1986), 40-46; Lihat, John C. Anderson dkk., A Theory of Quality Management
Underlying the Deming Management Method, (Academy of Management Review, Vol.
19 No. 3 tahun 1994), 472-509; David A. Waldman, The Contributions of Total Quality
Management to A Theory of Work Performance, (Academy of Management Review, Vol. 19
No. 3 tahun 1994), 510-536.
16
Fusco, A.A., Translating TQM into TQS, dalam Quality Progress Journal, (May,
1994), 73.
15

38

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

Kelima, pesan dan perilaku konsisten disampaikan kepada pelanggan.

1. Desain kurikulum,

Menurut Edward Sallis17 bahwa bervariasi faktor yang memengaruhi


mutu pendidikan yaitu:
2. Sarana prasarana dan pemeliharaannya,

MM

3. Lingkungan belajar,
4. Sistem dan prosedur,

5. Sumber daya dan pengembangan staf.

Menurut Ariani, 18 manajemen mutu untuk sektor pendidikan


berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu:
1. Kurikulum,

2. Penggunaan sumber daya,


3. Pengaturan biaya,

4. Penggunaan teknologi,
5. Pembelajaran,

6. Hubungan kerja sama dengan sektor lain,


7. Masalah peraturan pemerintah.

DU

Konsep manajemen pendidikan untuk mencapai produktivitas


sekolah yang tinggi, dapat dianalisis dan dikaji dari berbagai dimensi,
yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Menurut Sim B. Sitkin,19
hal ini mencakup:

Edward Sallis, Op. Cit., 50.


Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitatif, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2003), 249.
19
Sim B. Sitkin dkk., Distinguishing Control From Learning in Total Quality
Management: A Contingency Perspective, dalam Academy of Management Review, (Vol.
19 No. 3 tahun 1994), 537-564; Rhonda K. Reger dkk., Reframing the Organization:
Why Implementing Total Quality is Easier Said Than Done, dalam Academy of
Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 565-584; T. Ravichandran, Quality
Management in Systems Development: An Organizational System Perspective, (MIS Quartely
Research Article Vol. 24 No. 3, September 2000), 381-415.
17
18

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

39

1. Upaya untuk mengadakan perbaikan yang berkelanjutan,


3. Mengurangi pengulangan kerja,
4. Berpikir jangka panjang,

2. Mempertemukan kebutuhan pelanggan,

5. Meningkatkan keterlibatan pegawai dalam teamwork,

MM

6. Competitive benchmarking,

7. Pemecahan masalah dengan cara team-based, dan


8. Pengukuran hasil.

Menurut Ariani, konsep manajemen mutu berkaitan erat dengan


konsep just in time. 20 Artinya, just in time mendukung pelaksanaan
manajemen mutu. Pendidikan yang menganut just in time dapat ditunjukkan
dengan partisipasi dari para peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran
efektif adalah pembelajaran yang menggunakan just in time yang dicapai
dengan simulasi atau partisipasi aktif lain. Pada dasarnya, just in time
dalam lembaga pendidikan menghendaki perubahan pikiran, mengkritisi
kondisi yang mapan, menghilangkan pemborosan, menghilangkan aktivitas
yang tidak perlu, menata keorganisasian, perbaikan terus-menerus dan
berkesinambungan.

DU

Pemborosan dalam pendidikan yang berulang atau sama pada lebih


dari satu mata pelajaran harus dihindari. Pemberian pretest terlalu
berlebihan sehingga hanya menimbulkan pengerjaan kembali produk
cacat yang tidak ada proses pembelajaran baru harus dihindari. Pengaturan
heregistrasi yang rumit dan memakan waktu lama, dan seterusnya perlu
diatur yang mudah dan cepat.

Sallis21 berpendapat bahwa dalam suatu sistem mutu pendidikan


harus mengandung elemenelemen antara lain:
1. Rencana pengembangan kelembagaan (strategy plan) untuk
mewujudkan pelayanan mutu terpadu.
2. Mutu merupakan kebijaksanaan yang diarahkan kepada pelanggan
(internal dan eksternal).
20

21

40

Dorothea Wahyu Ariani, Op. Cit., 253.


Edward Sallis,Op. Cit., 35.

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

3. Tanggung jawab pengelola yang tergantung juga pada peran dari tim
manajemen senior.

4. Badan pengendali mutu merupakan kelompok pengarah mutu untuk


menciptakan upaya peningkatan mutu dan transformasi budaya.
5. Pemasaran dan publikasi yang disampaikan kepada pemakai jasa.

6. Informasi terhadap ketentuan penerimaan siswa yang perlu diperbarui.

MM

7. Program pengenalan bagi calon siswa serta pemakai jasa pendidikan.


8. Penjelasan tentang kurikulum yang selengkapnya.

9. Memberikan bimbingan dan konseling terhadap siswa.


10. Manajemen pengajaran.

11. Bentuk kurikulum yang menunjukkan tujuan dan spesifikasi program.


12. Pengembangan staf dan latihan.

13. Pemerataan kesempatan bagi staf dan siswa.


14. Pemantauan dan evaluasi.

15. Ketentuan administrasi yang jelas.

16. Pengkajian ulang terhadap keberhasilan dan kegagalan yang dihadapi


sebaiknya oleh pengawas dari luar.

DU

Tuntutan manajemen mutu menghendaki adanya perubahan budaya,


yaitu dari budaya slogan (buzzword) menjadi budaya kepuasan pelanggan
(customer satisfaction), sehingga meletakkan mutu di atas segala-galanya.
Kondisi ini memerlukan tekad menyeluruh mulai dari pimpinan puncak
sampai staf sebagai pelaksana. Pelaksanaan tugas bukan hanya karena
kewajiban jam kerja, melainkan semangat budaya customer satisfaction.
Oleh karena itu, tantangan yang harus diubah yaitu dari pelayanan
sesempatnya menjadi pelayanan prima. Dalam manajemen mutu seperti
ini lebih lanjut harus menjadi perubahan budaya (culture change). Culture
change dalam manajemen mutu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
dan harapan pelanggan, baik pelanggan internal yang meliputi staf edukatif
maupun non-edukatif juga pelanggan eksternal meliputi peserta didik,
orang tua, pemerintah, stakeholder, lapangan kerja dan masyarakat luas
lainnya. Kebutuhan dan harapan seluruh pelanggan pendidikan tersebut
dapat terwujud apabila dicapai tingkat kepuasan dari pemberi jasa.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

41

Hal ini memerlukan mutual trust antara pimpinan lembaga pendidikan


dengan seluruh civitas akademika. Seluruh civitas akademika tidak akan
memberikan yang terbaik bila mereka tidak dipercayai dan tidak didengar
kontribusi gagasannya.

MM

Eduardo Morato memberikan panduan untuk memahami


pengembangan manajemen mutu terpadu, dengan akronim BIG (Blindingly,
Insightful, Guideline), yaitu:

BIG 1, management and workers must both be coached in empowerment and


TQM, and these two transitions must occur in parallel-simultaneously. BIG 2,
the competencies and values needed to function in an organization committed to
empowerment and TQM apply to team members and their facilitators just as readily
as to management. All can (-and should) receive the same training and coaching.
BIG 3, given BIG 2, team members, team leaders and managers can now train and
coach new employees, thereby relieving the training department. The responsibility
for training can now rest where it has always belonged, with the people responsible
for TQM in the workplaceeveryone.22

Diagram fishbone memetakan dan menginventarisasi faktor-faktor


yang memengaruhi mutu proses pencapaian hasil, berdasarkan teknik
brainstorming.23 Diagram ini merupakan visualisasi yang terstruktur dari saling
ketergantungan antar faktor, untuk membantu mengidentifikasi penyebab
timbulnya masalah serta faktor pendukung terhadap perbaikan mutu.

DU

Menurut Ishkawa bahwa manajemen mutu terpadu telah menghasilkan


berbagai inovasi manajerial, yaitu:
1. quality circles,
2. equity circles,

3. supplier partnerships,

4. cellular manufacturing,

5. just-in-time production, and


6. hoshin planning.24

Eduardo Morato, The Essence of Quality: Two Essays, dalam Jurnal The Asian
Manager, (Januari, 2003), 55.
23
Kaoru Ishkawa, Guide to Quality Control, Asian Productivity Organization, (New
York: UNIPUB, 1996), 47.
24
Ibid.
22

42

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

Jerry Banks menyarankan agar dalam mengembangkan mutu organisasi


seyogyanya diawali dari semangat (human spirit) dengan arah/saluran
komunikasi bottom-up, kemudian memperkenalkan kepemilikan yang
terpadu, pemberian wewenang (pembagian tugas) dalam teamwork, serta
akuntabilitas sampai pada level yang terbawah.25 Oleh karena itu, dalam
operasionalnya lebih menekankan pada desentralisasi dan self-correcting.

MM

Bill Creech26 mengemukakan lima pilar yang memberikan dasar kuat


sebagai tumpuan sistem manajemen mutu yaitu: 1) Produk (barang atau
jasa) merupakan mata pencaharian suatu organisasi. 2) Produk yang
bermutu tidak akan tercapai tanpa proses kerja yang bermutu. 3) Proses
kerja yang bermutu tidak akan timbul tanpa adanya organisasi yang
dikelola dengan baik. 4) Organisasi akan sia-sia tanpa kepemimpinan yang
benar dan profesional. 5) Pilar tersebut tidak akan seperti yang diharapkan
tanpa adanya komitmen. Dalam melaksanakan manajemen mutu, kelima
pilar tersebut tidak terpisah, melainkan satu sama lain saling mendukung
dan saling memengaruhi, demi tercapainya standar mutu yang dapat
memuaskan seluruh pengguna (internal maupun eksternal).

DU

Implikasi dari kelima pilar di atas terhadap manajemen mutu


pendidikan Islami, dapat dilukiskan dalam uraian berikut. Pendidikan
Islami sebagai unit organisasi terdepan yang berhubungan langsung dengan
proses pembelajaran peserta didik, memerlukan seorang kepala pendidikan
Islami sebagai pemimpin yang profesional dan dapat memotivasi guru dan
stafnya, agar menampilkan unjuk kerja yang bermutu disertai komitmen
tinggi terhadap visi dan misi pendidikan Islami. Pada akhirnya, kerja
sama seluruh personel dalam ikatan kerja yang terpadu, diharapkan dapat
menghasilkan lulusan pendidikan Islami yang memuaskan para pengguna,
baik orangtua di rumah, masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.
Selanjutnya, Juran mengemukakan konsep The Juran Trilogy dalam
pengembangan manajemen mutu. Trilogi ini mencakup tiga langkah
penting yaitu: pertama, quality planning: set goals, identify customers and their
needs, develop products and processes. Kedua, quality control: evaluate performance,

25
Jerry Banks, Principles of Qualities Control, (Singapore: John Willey & Sons,
1994), 23.
26
Bill Creech, Winning the Quality War, dalam World Executives Digest, Juli 1994.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

43

compare to goals and adapt. Ketiga, quality improvement: establish infrastructure,


identify projects and teams, provide resources and training, establish controls.27

MM

Langkah pertama, perencanaan mutu berdasarkan pada data hasil-hasil


audit mutu internal sebelumnya. Dalam perencanaan mutu ditetapkan
tujuan-tujuan yang fokus pada pencapaian mutu terbaik. Tujuan yang
ditetapkan menempatkan quality first sebagai patokan yang diukur pada
proses-proses lanjutannya. Dalam perencanaan pula diidentifikasi siapa
yang menjadi pelanggan dan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Jika
pendidikan Islami mengidentifikasi para siswa sebagai pelanggan, maka
perlu diketahui dengan baik apa yang dibutuhkan pada siswa tersebut.
Selanjutnya mengembangkan mutu proses dan mutu hasil berupa lulusan.
Jika mutu lulusan sebelumnya mencapai angka cukup, maka kemudian
dikembangkan menjadi angka baik untuk lulusan berikutnya hingga mutu
terbaik.

DU

Langkah kedua, untuk memastikan bahwa apa yang direncanakan


tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan aturan yang ditetapkan
dalam rangka mencapai mutu terbaik, maka diperlukan kontrol mutu.
Mutu dapat dikontrol dengan cara evaluasi kinerja para pegawai. Dalam
hal ini diperlukan audit kinerja secara internal. Sebab, cacat mutu dapat
disebabkan oleh kinerja pegawai yang lemah, tidak trampil dan tidak
sesuai aturan. Oleh karena itu, juga kontrol mutu dapat dibandingkan
antara pelaksanaan dan rencana yang ditetapkan. Jika pelaksanaan sudah
benar-benar seratus prosen sesuai dengan apa telah direncanakan, maka
dapat dinilai sudah bermutu.
Langkah ketiga, perbaikan mutu mengingat apa yang telah dicapai
dalam mutu perlu terus ditingkatkan. Perbaikan mutu dilakukan jika
terdapat kesalahan yang menyebabkan mutu tidak tercapai dengan baik.
Akan tetapi, jika mutu sudah tercapai, maka yang dilakukan adalah
peningkatan standar mutu untuk kemudian diukur kembali pencapaian
hasil yang baru. Dalam memperbaiki dan mengembangkan mutu ini
diperlukan infrastruktur yang mapan, tim yang solid, tersedianya sumbersumber daya terlatih profesional, dan pengawasan yang teratur dan berkala.

Juran, The Quality Trilogy: A Universal Approach to Managing for Quality, (Quality
Progress, Nomor 19. Vol. 8, 1996), 19.
27

44

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

MM

Berdasarkan uraian di atas, maka sistem penjaminan mutu internal


pendidikan Islami mutlak diperlukan seiring dengan tuntutan kebutuhan
pendidikan Islami itu sendiri terhadap mutu. Sebab, mutu pendidikan
Islami akan menentukan masa depan pendidikan Islami secara keseluruhan.
Semakin baik mutu pendidikan Islami, semakin meningkat kepercayaan
masyarakat dan pemerintah pada pendidikan Islami. Jika kepercayaan
sudah meningkat, semakin sejahtera para komunitas pendidikan Islami.
Pendidikan Islami akan mampu bersaing dengan tuntutan mutu yang
terus berkembang dengan adanya sistem penjaminan mutu internal di
samping penjaminan mutu eksternal. Sistem penjaminan mutu internal
berfungsi sebagai penguatan kapasitas kelembagaan secara substansial,
sedangkan penjaminan mutu eksternal sebagai nilai tambah kompetitif
dalam perbandingan mutu dengan pendidikan Islami/sekolah lainnya.

C. Strategi Manajemen Mutu Pendidikan

Gregory Watson menyebutkan bahwa a strategy is board, basic plan of


action by which an organization intends to reach its goals.28 Gambaran strategi
yang dimaksud di sini diartikan sebuah rencana besar yang luas dari suatu
tindakan organisasi untuk mencapai suatu sasaran.

DU

Teori manajemen mutu adalah sistem manajemen yang menempatkan


mutu sebagai strategi dan berorientasi pada kepuasan pelanggan. Dalam
manajemen mutu dilakukan perbaikan terus menerus dalam meraih daya
saing. Oleh karena itu, dalam manajemen mutu diperlukan benchmark.
Manajemen mutu digunakan untuk tingkat persaingan dengan organisasi
lain. Manajemen mutu memerlukan ekspansi pemikiran dan perbandingan
dengan standar tertinggi yang ada, sehingga nilai kompetitifnya tinggi.
Agar manajemen mutu berjalan lancar diperlukan nilai-nilai yang dianut
bersama dalam organisasi yaitu membentuk budaya mutu. Budaya mutu
dapat diubah, dari tidak bermutu menjadi bermutu; dari rutinitas menjadi
rencana mutu. Atas dasar ini, yang terjadi adalah persaingan mutu antara
organisasi yang dikelola dengan baik.

Gregory Watson, Strategic Benchmarking, dalam Sound Executive Book


Summaries, (Bristol: Volume 15, July 1993), 67.
28

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

45

MM

Implementasi manajemen mutu harus berjalan sesuai dengan


kebutuhan bersama, sehingga penerapannya perlu komitmen tim
manajemen. Pemerintah atau departemen pendidikan pusat dan daerah
harus memiliki komitmen kuat dan kebulatan tekad untuk menerapkan
manajemen mutu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Komitmen pembiayaan diperlukan berkaitan dengan agenda besar
yang membutuhkan dana dan biaya yang tidak sedikit, maka dari
itu pemerintah atau departemen pendidikan pusat dan daerah harus
mampu mengalokasikan dana khusus bagi pelaksanaan dan penerapan
manajemen.
Pelaksanaan dan penerapan manajemen mutu ini perlu tim yang solid
sehingga perlu dibentuk gugus-gugus penjamin mutu. Anggotaanggota
penyelenggara terdiri atas orangorang yang menguasai teori manajemen
dan mempunyai perhatian tentang mutu. Anggotaanggota tersebut
dipilih dan ditunjuk oleh pemerintah atau departemen pendidikan, dan
pemerintah pusat berperan sebagai pengawas.

DU

Perencanaan mutu dilakukan secara matang sebelum melakukan


hal-hal teknis. Manajemen mutu perlu diawali perencanaan yang matang
oleh sumber daya yang profesional dalam membaca kecenderungan
masa depan. Hal ini berkaitan dengan visi, misi, dan prinsip lainnya bagi
penerapan manajemen di sekolah masingmasing. Hal ini pula yang akan
memperjelas tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Tujuan, target dan
sasaran diselaraskan dengan visi yang telah ditetapkan.
Manajemen mutu perlu mempertimbangkan prinsip fokus, terukur,
tercapai, rasional, dan tepat waktu. Fokus merupakan strategi positif untuk
mendekatkan yang jauh sehingga tampak jelas apa yang sedang dihadapi.
Selama fokus masih dipertahankan, maka dalam keadaaan tersebut capaian
menjadi target yang harus dipenuhi. Penentuan fokus ini akan menentukan
pengukuran, apakah tercapai atau belum apa yang menjadi target tersebut.
Oleh karena itu, ada prinsip ketercapaian yang artinya model manajemen
memiliki makna jika apa yang difokuskan bersama dapat tercapai. Agar
hal ini tercapai maka segala yang ditetapkan sebagai fokus harus rasional,
sehingga ketercapaiannya pun tepat waktu. Tepat waktu bagian penting

46

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

dalam manajemen, karena akan berkaitan etat dengan proses lanjutan


yang memerlukan waktu yang berbeda-beda.

MM

Keberhasilan penerapan manajemen mutu dalam sistem pendidikan


ditentukan oleh komitmen dan kerja sama yang baik antara departemen
pendidikan pusat, departemen pendidikan daerah serta sekolah dan
perguruan tinggi dalam melaksanakan perencanaan, proses kegiatan dan
evaluasi terhadap hasil.

Seiring dengan kebijakan negara tentang adanya otonomi daerah,


maka berkembang istilah manajemen berbasis sekolah (MBS). Konsep MBS
sejalan dengan otonomi daerah baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di
Indonesia, otonomi daerah diatur dalam UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah dalam pelaksanaannya adalah otonomi luas, nyata
dan bertanggung jawab. Otonomi daerah dalam pelaksanaan pendidikan
dimulai 1 Januari 2001 sejalan dengn reformasi dan demokratisasi
pendidikan. Dengan kebijakan otonomi daerah dalam pendidikan berarti
kewenangan pengelolaan pendidikan diserahkan kepada pemerintahan
daerah (pemda) baik administrasi pegawai, keuangan, perlengkapan dan
dokumen pendukungnya.

DU

Implementasi MBS memerlukan prinsip yaitu: kesadaran, kesiapan,


keterlibatan, kelembagaan, kemandirian, ketahanan dan komitmen.
Warga sekolah harus memiliki kesadaran bersama pentingnya mutu yang
dikelola dengan sistem MBS. Sekolah harus siap baik mental maupun fisik
untuk menerapkan MBS. Semua pihak terlibat dan melibatkan diri dalam
mendukung tercapainya mutu. Secara kelembagaan harus dikukuhkan
legalitas formalnya. Keputusan dan kebijakan dilakukan secara mandiri.
Sekolah harus memiliki ketahanan dalam menghadapi perubahan sehingga
berjalan terus. Semua di atas memerlukan komitmen yang tinggi dari
semua warga sekolah.
Manajemen sekolah di Indonesia selama Orde Baru sangat sentralistik
dan telah menempatkan sekolah secara marginal, kurang diberdayakan
sehingga kurang mandiri, pasif dan menunggu instruksi. Akan tetapi,
setelah otonomi daerah, Depdiknas terdorong untuk melakukan
reorientasi manajemen sekolah menjadi MBS. Perubahan ini memerlukan

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

47

penyesuaian dari kebiasaan lama kepada kebiasaan baru, baik teori maupun
praktik. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 51 ayat (1)
berbunyi: Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan
minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

MM

Tujuan otonomi daerah di bidang pendidikan yaitu: pertama,


meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih dekat, cepat, mudah,
murah, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menekankan
pada demokratisasi dan berkeadilan, menjunjung tinggi hak manusia, nilai
keagamaan, kultural, sistemik dan multimakna. Kedua, pembudayaan dan
pemberdayaan sumber daya. Ketiga, mengembangkan kreativitas sekolah.
Keempat, meningkatkan daya saing di era global.

D. Pentingnya Perencanaan dalam Pendidikan

DU

Perencanaan ialah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara


sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. 29
Pendapat lain mengatakan bahwa perencanaan ialah perhitungan
dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka
mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, di mana,
dan bagaimana cara melakukannya.30 Dengan demikian, perencanaan
sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang
menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama
bahwa perencanaan ialah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan
untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan untuk
mencapai sasaran tertentu.31
Menurut Handoko, perencanaan meliputi pemilihan atau penetapan
tujuan-tujuan organisasi, penentuan strategi, kebijakan, proyek, program,

29
Oemar Hamalik, Perencanaan dan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Mandar Maju,
1991), 45.
30
E. Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem,
(Yogyakarta: Adicita, 2000), 56.
31
Beberapa pendapat ahli tentang perencanaan ini banyak dimuat dalam bukubuku yang diterbitkan Diknas. Lihat, Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan
Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 66.

48

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

MM

prosedur, metode, sistem, anggaran, dan standar yang dibutuhkan untuk


mencapai tujuan.32 Dalam lembaga pendidikan di Indonesia ini sering
kali dapat disaksikan bahwa antara perumus tujuan dengan perencana
program terpisah. Pada saat program dibahas, hanya terbatas pada apa
programnya dan berapa anggarannya. Semestinya, apa tujuan pendidikan,
lalu apa programnya, prosedurnya, standarnya dan berapa anggarannya.
Karena hal demikian sering terabaikan, maka perencanaan identik dengan
pembagian proyek yang hanya sibuk dengan anggaran dan program.
Program dan anggaran sangat diperlukan, tetapi proses-proses lainnya
yang menjadi ruang lingkup perencanaan juga tidak boleh diabaikan,
sehingga tidak terjadi penghabisan anggaran tanpa standar pencapaian
hasil untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam lembaga
pendidikan tersebut. Dalam hal ini, posisi perencanaan dapat menentukan
sukses tidaknya suatu lembaga pendidikan. Ini menjadi tugas manajemen
mutu yang baik.

DU

Perencanaan mutu di sekolah harus dilakukan kepala sekolah sebelum


mengerjakan yang lain, jika tidak ada perencanaan maka program sekolah
tidak akan terarah, tidak jelas apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu
dan tidak tahu apa yang dituju. Oleh karena itu, perlu penyusunan
perencanaan. Dalam penyusunan perencanaan dikaitkan dengan apa yang
akan dihasilkan, bagaimana menghasilkannya, darimana sumber dananya,
siapa yang melakukannya, tempatnya di bagian mana, dan kapan dilihat
hasilnya. Semua harus dirumuskan secara komprehensif agar sekolah
menjadi bermutu.
Perencanaan dapat disusun dalam tiga kategori yaitu jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang. Jangka pendek yaitu dibuat setiap
tahun atau rencana tahunan yang sifatnya operasional dengan targettarget tertentu. Jangka menengah yaitu dibuat setiap empat tahun sekali
dan sifatnya capaian antara jangka pendek dan jangka panjang. Artinya,
jika jangka pendek sudah tercapai, maka masuk jangka menengah sebagai
indikator ukuran ketercapaian program tahunan tersebut. Sebab, rencana
tahunan tidak boleh terputus dan ini akan terjadi selamanya. Nah, jika jangka
menengah sudah tercapai, maka indikator selanjutnya yaitu ketercapaian apa
32

Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE-UGM, 2003), 20.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

49

MM

yang direncanakan jangka panjang yang sifatnya strategis, dapat dibuat per
delapan tahun untuk sekolah. Ketiga istilah tersebut sukar dipisahkan, atau
jangan pula berjalan masing-masing. Dalam implementasinya yang paling
penting diukur adalah rencana tahunan (jangka pendek), sehingga tampak
kemajuan dari tahun ke tahun. Jika rencana strategis (jangka panjang) sudah
tercapai, maka dibuat kembali rencana jangka menengah dan jangka panjang
selanjutnya sebagai standar yang harus dicapai. Demikian berproses terus,
antara rencana jangka pendek, menengah dan panjang. Ketiga istilah tersebut
bukan hanya semata-mata menyangkut waktu, tetapi juga menyangkut
metode dan strategi pencapaiannya.
Konsep perencanaan pendidikan seperti halnya yang dialami dalam
berbagai disiplin ilmu lainnya, belum ada konsep dalam rumusan tunggal
yang dapat diterima dan mewakili berbagai kalangan. Adanya perbedaan
konsep dapat dipahami karena memang adanya perspektif dan sudut
pandang yang berbeda di antara para ahli tersebut. Ahli ekonomi misalnya,
memahami perencanaan pendidikan dari sisi pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan penentu dan pendorong pembangunan
bangsa dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh sebab itu, investment
yang baik menuntut diselenggarakannya pola dan sistem serta kualitas
hasil-hasil pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan manpower yang
diperlukan dalam kehidupan ekonomi.

DU

Sedangkan ahli sosial memandang perencanaan pendidikan dan sisi


social demand, yaitu tuntutan sosial yang berkembang dalam masyarakat.
Dan ahli politik memandang perencanaan pendidikan dan sisi political will,
yaitu kehendak politik suatu negara. Kebijakan dan segala keputusan dalam
perencanaan pendidikan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
kepentingan politik suatu negara yang bersangkutan. Namun demikian,
bukan berarti tidak adanya pengertian perencanaan pendidikan yang dapat
dipegang dalam dunia pendidikan. Para ahli pendidikan telah banyak
yang berhasil merumuskan konsep perencanaan pendidikan. Mereka
telah memberikan batasan-batasan perencanaan pendidikan yang dapat
diterapkan. Mereka dengan penuh keterbukaan mempertimbangkan aspekaspek lain dalam suatu masyarakat separti aspek ekonomi, sosial, politik,
budaya, agama dan keyakinan. Dengan demikian, konsep perencanaan

50

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

pendidikan bersifat universal. Sejalan dengan hal tersebut, St. Vembriarto


mengatakan: Konsep-konsep dan prinsip-prinsip perencanaan pendidikan
itu bersifat universal, applicable untuk setiap masyarakat, hanyalah
penetapannya tergantung pada keadaan33.

MM

Menurut Phillips H. Cooms dalam Vembriarto bahwa perencanaan


pendidikan adalah: Penggunaan analisis yang bersifat rasional dan
sistematiis terhadap proses pengembangan pendidikan yang bertujuan
untuk menjadikan pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien dalam
menanggapi kebutuhan dan tujuan murid-murid dan masyarakat 34.
Pengertian yang dikemukakan oleh tokoh ini telah populer di kalangan
ahli pendidikan.
Apabila pengertian Phillips H. Cooms tersebut dianalisis kembali,
maka sekurang-kurangnya dapat ditemukan lima hal penting, yaitu:
1. Parencanaan pendidikan menggunakan analisis yang bersifat rasional
dan sistematis. Penggunaan analisis ini menunjukkan pentingnya
suatu metodologi dan pendekatan-pendekatan tertentu dalam
perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan dalam pengertian
tersebut dapat dilakukan dengan cara, melihat hubungan antara sistem
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat luas.

DU

2. Perencanaan pendidikan berkaitan dengan proses pengembangan


pendidikan. Dalam hal ini perencanaan pendidikan dilakukan dalam
rangka reformasi pendidikan, inovasi dan restrukturisasi pendidikan.
Artinya perencanaan pendidikan bertugas untuk mengubah suatu
kondisi kepada kondisi lain yang lebih baik.
3. Perencanaan pendidikan memegang prinsip efektivitas dan efisiensi.
Perencanaan pendidikan dilakukan secara tepat guna dan tepat sasaran.
Pengaturan waktu dan pemanfaatannya benar-benar didayagunakan
secara maksimal. Upaya perencanaan pendidikan tentunya dilakukan
dengan mempertahankan potensi-potensi yang ada. Dalam hal ini
tentu menuntut adanya prioritas atas kebutuhan yang paling pantig
dan paling mendesak.
St. Vembriarto, Pengantar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1993), 29.
Ibid., 28.

33

34

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

51

MM

4. Perencanaan pendidikan berkaitan dengan asas kebutuhan. Perencanaan


pendidikan dilakukan dengan cara melihat keadaan kebutuhan sekarang
dan juga meneropong ke masa depan yang menjadi kebutuhan para
peserta didik dan masyarakat luas sebagai pengguna hasil-hasil
pendidikan. Sedangkan masa lampau dapat dijadikan sebagai bahan
pelajaran yang penuh hikmah sebagai fungsi informasi yang banyak
memberikan fakta dan data. Dalam hal ini bahwa masa depan akan dapat
ditentukan dengan melihat keadaan masa lampau dan masa sekarang.

5. Perencanaan pendidikan berjalan berdasarkan suatu tujuan. Tujuan


yang jelas dan strategi yang mantap dapat menentukan terhadap
kelancaran dan pelaksanaan pendidikan yang memuaskan. Tujuan
perencanaan pendidikan tentunya harus sejalan dengan tujuan peserta
didik dan masyarakat. Atau secara singkatnya perencanaan pendidikan
harus berjalan seiring dengan hakikat tujuan hidup manusia.

DU

Menurut Y. Dror yang dikutip Djumberansyah Indar bahwa


perencanaan pendidikan yaitu: As the process of preparing a set of decision for
action in the future for the overall economic and a social development of a countri.35
Berdasarkan pendapat tersebut yaitu suatu proses mempersiapkan
keputusan-keputusan untuk tindakan di masa depan dalam upaya
pencapaian suatu tujuan secara optimal untuk pengembangan ekonomi
dan sosial suatu negara. Pengertian tersebut penekanannya terletak pada
proses mempersiapkan keputusan di masa depan. Dengan demikian,
secara konseptual bahwa perencanaan pendidikan ditentukan oleh cara,
sifat dan proses pengambilan keputusan suatu negara. Dalam hal ini tentu
akan sangat tergantung kepada pemegang suatu kebijakan yaitu negara.
Perencanaan pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan
dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan
mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi,
sosial, dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan
anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.36

35
M. Djumberansyah Indar, Perencanaan Pendidikan: Strategi dan Implementasi,
(Surabaya: Abditama, 1995), 9.
36
Ibid.,10.

52

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

MM

Dalam perencanaan harus menghitung pembiayaan. Aspek biaya


pendidikan dihitung dengan cermat untuk mengembangkan sistem
pendidikan yang berkualitas. Memang pendidikan itu memerlukan
pembiayaan. Pentingnya biaya terbukti bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan masih sering kali terdengar kurangnya biaya yang menyebabkan
kurang optimalnya proses kependidikan. Misalnya saja gaji guru yang
kurang mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari yang menyebabkan guru
yang bersangkutan kurang tertarik dan mencari penghasilan di luar, sarana
yang kurang lengkap, fasilitas belajar yang kurang memadai, lokasi yang
kurang kondusif dan lain sebagainya yang menunjukkan kurang optimalnya
proses kependidikan. Untuk mengatasi semuanya itu tentu memerlukan
perencanaan biaya pendidikan yang disesuaikan dengan potensi dan
kenyataan-kenyataan yang dihadapi.

DU

Sistem pendidikan yang baik, harus ada usaha melihat ke masa


depan ketika menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan yang
disertai mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang dihadapi baik
dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan agama merupakan arahan
perencanaan pendidikan. Selain itu, memenuhi kebutuhan peserta didik
dan masyarakat luas yang perlu dilayani oleh sistem pendidikan menjadi
dimensi baru yang dipertahankan dalam perencanaan pendidikan. Atas
dasar itu, perencanaan pendidikan diarahkan kepada pencapaian tujuan
bersama secara optimal dengan melalui persiapan keputusan-keputusan
dan alternatif-alternatif kebijakan untuk kegiatan di masa depan dalam
bidang pembangunan pendidikan.
Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa perencanaan bukan hanya
merencanakan pertumbuhan pendidikan, melainkan pula mengadakan
reformasi pendidikan. Oleh karena itu, dalam perencanaan pendidikan
harus selalu diiringi oleh hasil-hasil penelitian tentang kekurangan
dan kelebihan sistem pendidikan yang sedang berjalan. Perencanaan
pendidikan perlu melihat sistem pendidikan sebagai lembaga yang hidup
dan memiliki potensi untuk tumbuh dan untuk memajukan pembaruan,
penyempumaan, serta, penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang
sedang dan akan berubah.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

53

Oleh karena itu, dan segi kualitatif bahwa perencanaan pendidikaan


selalu memperhankan hubungan kualitas sistem pendidikan dengan
kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara luas. HaI ini yang
menyebabkan perencanaan pendidikan memerlukan suatu proses yang
kontinu, dengan terus-menerus mempertahankan berbagai aspek dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan.

MM

Dengan demikian, tugas pokok perencanaan pendidikan adalah


menentukan keadaan yang sebaik-baiknya dalam hubungan intemal maupun
eksternal dalam sistem pendidikan secara dinamis dan mengarah kepada
perubahan yang diinginkan. Hal ini dimaksudkan agar sistem pendidikan yang
diselenggarakan menuju ke arah pertumbuhan yang diinginkan bersama baik
oleh pihak kemasyarakatan maupun pihak kelembagaan itu sendiri.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, penulis dapat memahami bahwa


pengertian perencanaan pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan
hal-hal yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang untuk mencapai
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan.
Alhasil, penekanan perencanaan pendidikan terletak pada kegiatan di
masa depan tentunya dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan
yang sedang terjadi.

DU

Pemikiran tentang perencanaan pendidikan yang bersifat filosofis telah


dikemukakan oleh para ahli filsafat dan pendidikan pada zaman dahulu.
Mereka telah menunjukkan kepiawaiannya dalam menyusun pola-pola
pemikiran dalam bidang pendidikan. Pola pemikiran mereka terutama
didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan negara pada saat
itu. Gagasan mereka pada dasarnya tertuju pada analisis hubungan antara
sistem pendidikan yang ada dengan kebutuhan serta tujuan masyarakat dan
negara sehingga melalui jasa mereka, masyarakat dan negara pada saat itu
dapat mengubah dirinya dan dapat mencapai kehidupan yang lebih baik.
Xenephon pernah mengemukakan dalam konstitusi lacedaemonianya
yang menunjukkan kepada orang-orang Athena, bagaimana orangorang Sparta pada 2500 tahun yang lalu merencanakan pendidikan yang
disesuaikan dengan tujuan militer, sosial dan ekonomi.37

37

54

M. Djumberansyah Indar, Ibid., 4.

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

Pola dan sistem pendidikan yang direncanakan oleh suatu negara


selalu berdasarkan pada nilai-nilai falsafah hidup suatu masyarakat dan
bangsa tersebut. Sehingga dengan demikian sistem pendidikan yang
diselenggarakan selalu selaras dengan hakikat tujuan hidupnya. Artinya
bahwa tujuan hidup itu dioperasionalkan melalui tujuan-tujuan pendidikan
yang berdasarkan falsafah suatu negara.

MM

Menurut Hasan Langgulung38 bahwa: orang-orang Sparta salah


satu kerajaan Yunani lama dahulu berpendapat bahwa tujuan hidup
adalah untuk berbakti kepada negara, untuk memperkuat negara.
Untuk memperkuat negara dalam pandangan orang-orang Sparta adalah
dengan kekuatan fisik. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Sparta sejalan
dengan tujuan hidup mereka yaitu memperkuat, memperindah, dan
memperteguh jasmani. Orang-orang yang mempunyai kekuatan fisik,
dapat memenangkan pertandingan dianggap pahlawan di masyarakat
Sparta. Sejalan dengan hal tersebut, masyarakat Sparta merencanakan
pendidikan yang berorientasi kepada tujuan militer, sosial dan ekonomi
sebagai sasaran menumbuhkan kekuatan fisikjasmani.

DU

Sebaliknya orang Athena Yunani, berpendapat bahwa tujuan hidup


adalah mencari kebenaran (truth) dan kalau bisa menyirnakan diri pada
kebenaran itu39. Atas dasar itu, pendidikan yang direncanakan oleh
masyarahat Athena sejalan dengan falsafah hidupnya yang berorientasi
pada pengembangan dan penjagaan kekuatan akal, membersihkan dan
memeliharanya. Akal merupakan sesuatu yang diagungkan dan dipujapuja oleh masyarakat Athena.
Kedua pola pemikiran tersebut di atas yaitu Sparta dan Athena telah
banyak memengaruhi perkembangan pendidikan pada generasi selanjutnya.
Mazhab-mazhab pendidikan Eropa dan Amerika sesudah Descartes (15961650 M) mengambil dari kedua Mazhab Yunani yaitu Sparta dan Athena,
dengan keistimewaan bahwa dunia inilah tujuan hidup.40

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna,


1992), 305.
39
Ibid.
40
Ibid., 306.
38

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

55

MM

Selanjutnya, Plato telah menyodorkan perencanaan pendidikan


disesuaikan dengan kebutuhan pimpinan dan kebutuhan politik Athena41.
Dalam pandangan Plato bahwa tujuan pendidikan ialah kebahagiaan
individu dan kesejahteraan negara, tugas pendidikan adalah mencapai
tujuan tersebut melalui lembaga-lembaga pendidikan di mana masingmasing individu harus menyesuaikan dengan tujuan tersebut melalui
proses seleksi.

Kemudian John Knot pada pertengahan abad ke-16 mengusulkan suatu


rencana untuk sistem persekolahan dan kursus-kursus nasional, sehingga
secara khusus bangsa Scotlandia memiliki suatu bentuk perpaduan antara
kepuasan spiritual dengan kesejahteraan materiil. Demikian pula rencana
Rousseau yang mengatakan agar setiap warga negara Polandia memperoleh
pendidikan.42
Perencanaan pendidikan dalam bentuk modern dalam rencana lima
tahunannya yang pertama dipelopori oleh Uni Soviet pada tahun 1923
secara komprehensif dan berkesinambungan. Dengan perencanaan
pendidikan itu Uni Soviet berhasil mengubah suatu bangsa besar yang
dua per tiga pendidikannya buta huruf, menjadi salah satu bangsa
yang paling maju pendidikannya di dunia, dalam waktu kurang dari 50
tahun.43

DU

Demikian pula pada zaman modern ini dan zaman yang akan datang
membuktikan semakin pentingnya perencanaan pendidikan dalam
kaitannya antara sistem pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan
negara. Sebab perencanaan pendidikan akan menolong suatu masyarakat
untuk mengubah dirinya dan mencapai tujuan hidup yang lebih baik.
Pendidikan merupakan suatu usaha yang sangat kuat untuk mencapai
perubahan (reformasi) sosial dan untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik. Dengan perencanaan yang tepat, pendidikan akan dapat mencapai
tujuan pendidikan itu sendiri secara lebih efektif dan efisien. Dengan
demikian, tidak dapat diragukan lagi tentang arti penting (signifikan)
perencanaan dalam bidang pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa
St, Vembriarto, Op. Cit., 30.
M. Djumberansyah Indar, Op. Cit.
43
Ibid., 31.
41
42

56

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

tanpa melalui perencanaan yang rasional dan sistematis, pendidikan akan


mengalami kehilangan arah dan tujuan yang jelas.
Alasan pentingnya perencanaan dalam mencapai suatu tujuan
dikemukakan Djumberansyah Indar,44 yaitu:

MM

1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan


kegiatan, adanya pedoman-pedoman bagi pelaksanaan kegiatankegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.

2. Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting)


terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dinilai.
Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek
perkembangan tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan risikorisiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya
ketidakpastian dapat dibatasi sedini mungkin.
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai
alternatif tentang cara yang terbaik (the best alternatif) atau kesempatan
untuk memilih kombinasi cara yang terbaik (the best combination).
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih
urutan-urutan dan segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun
kegiatan usahanya.

DU

5. Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur atau
standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi.
Selain itu Burhanuddin45 mengemukakan manfaat perencanaan secara
konkret, yaitu:
1. Agar kegiatan-kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan tertentu, tertib
dan lancar.
2. Mendorong suatu pelaksanaan kegiatan organisasi (pendidikan) secara
produktif.

Ibid., 3.
Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 179-180.
44

45

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

57

3. Mengusahakan penggunaan alat-alat dan sumber-sumber lainnya


secara efisien dan benar-benar mendukung bagi pencapaian tujuan
organisasi (pendidikan).
4. Memberikan gambaran yang lengkap bagi seluruh kegiatan yang akan
dikerjakan.

MM

5. Dapat memberikan petunjuk bagi segenap personel, khususnya


pemimpin organisasi (pendidikan) untuk mengadakan pengawasan
dan menilai segenap kegiatan yang dilakukan, apakah sudah sesuai
dengan harapan-harapan sebelumnya.

6 Selanjutnya, atas dasar poin 5 di atas, para administrator dapat


melakukan pembinaan organisasi (pendidikan) secara terarah, sesuai
dengan kebutuhan yang dirasakan.
Dengan demikian, perencanaan pendidikan akan dapat menolong
pencapaian suatu tujuan pendidikan secara efisien, tepat waktu dan lebih
mudah dievaluasi dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, perencanaan
pendidikan sebagai langkah pertama dalam fungsi manajemen menempati
kedudukan yang amat penting dan amat menentukan.

DU

Selain itu, pentingnya perencanaan pendidikan ditandai dengan adanya


berbagai masalah pendidikan yang perlu ditangani melalui perencanaan
yang logis dan sistematis. Misalnya masalah keinginan masyarakat untuk
hidup lebih baik yang menyebabkan membanjirnya arus peserta didik
untuk masuk sekolah. Adanya desakan terhadap lembaga pendidikan
untuk mengadakan informasi dan reformasi yang menyebabkan perlunya
menggunakan berbagai pendekatan dalam suatu proses perencanaan
pendidikan.
Untuk melihat dan menghayati betapa pentingnya perencanaan
pendidikan dalam rangka menanggulangi masalah pendidikan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Pertama, masalah pendidikan yang sacara sistematis diperlukan
identifikasi mengenai program pendidikan (kurikulum), tenaga pengajar,
peserta didik, metode, sarana dan prasarana, dan alat evaluasi pendidikan;
masalah sistem pendidikan yang usang. Semua itu perlu diidentifikasi dan
berbagai kriterianya disesuaikan dengan tujuan pendidikan itu sendiri.

58

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

Dan masalah-masalah pendidikan tersebut dalam penanggulangannya


memerlukan persiapan yang mantap melalui perencanaan.

MM

Kedua, masalah landasan-landasan kebijakan. Landasan ini bertolak


dan nilai-nilai filosofis yang menjadi pandangan hidup suatu bangsa.
Landasan ini yang memberikan arah penentu pada tujuan perencanaan
pendidikan. Oleh karenanya perencanaan pendidikan dalam rangka
mempersiapkan kebijakan dan keputusan terbaik di masa depan harus
memiliki asas dan pandangan yang tepat agar kebijakan tidak menyimpang
dari aspirasi dan perubahan yang diinginkan.

Ketiga, masalah perencana pendidikan. Bahwa tenaga perencana


pendidikan diharapkan memiliki kemampuan, yaitu:46 (a) menganalisis
data pendidikan dan data lainnya yang diperlukan dalam rencana; (b)
menerjemahkan implikasi rencana ekonomi makro ke dalam sektor
pendidikan; (c) menganalisis proyeksi tenaga kerja nasional untuk
seterusnya dikaitkan kepada lulusan atau output pendidikan menurut
tingkat dan program studi; (d) menggunakan rumus matematis dalam
perhitungan-perhitungan tertentu; (e) menerjemahkan kebijaksanaan
dalam suatu rencana yang operasional; (f) menjabarkan suatu rencana
pembangunan pendidikan ke dalam proyek-proyek.

DU

Berkaitan dengan masalah yang memerlukan perencanaan pendidikan


yaitu mengingat seorang perencana pendidikan tidak akan mampu
menguasai semua aspek yang diperlukan dalam proses perencanaan. Oleh
karena itu, perlu menjalin kerja sama dan konsultasi dengan para ahli lain
yang menguasai bidang-bidang tertentu melalui perencanaan.
Melihat pentingnya perencanaan pendidikan yang tidak dapat ditawartawar lagi, maka sudah selayaknya sistem pendidikan yang diselenggarakan
berjalan atas dasar perencanaan yang jelas, kokoh berlandaskan pada
filsafat pendidikan yang relevan. Sebab tanpa dilandasi dengan kerangka
filosofis yang jelas, perencanaan pendidikan akan mengalami shock yang
diakibatkan dari keragu-raguan dan kebimbangan yang semakin berantai
dari adanya perubahan sosio-kultural yang demikian cepat. Oleh karena
itu, yang perlu ditekankan dalam perencanaan pendidikan adalah sistem
Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 12.

46

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

59

analisis yang mempertimbangkan kesatuan dan keseimbangan berbagai


aspek dalam kaitannya dengan kebutuhan hidup.

MM

Dalam hal ini penulis tidak bermaksud mengemukakan teori-teori


perubahan sosial secara mendetil, akan tetapi sekadar berkepentingan
untuk menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perubahan sosiokultural dengan konsep perencanaan pendidikan. Perubahan sosio-kultural
yang dimaksud adalah perubahan-perubahan orientasi dan kebutuhan yang
terjadi dalam suatu masyarakat. Dan perubahan-perubahan tersebut yang
pada giIirannya akan memengaruhi pada sistem pendidikan dan strategi
perencanaannya.

Menurut St. Vembriarto 47 bahwa: Ada beberapa faktor yang


memengaruhi perubahan sosial, yaitu faktor lingkungan, faktor penduduk
dan faktor sosio-kultural. Hal tersebut akan mendorong pada terjadinya
perubahan sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup suatu
masyarakat. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut dapat disederhanakan
menjadi faktor dari dalam dan faktor dari luar.

DU

Dengan demikian, proses perubahan sosial dapat terjadi karena


pengaruh-pengaruh yang datang dari luar masyarakat dan/atau perubahan
yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Perubahan yang terjadi dalam
masyarakat dapat terjadi karena penemuan (discovery). Sedangkan
perubahan sosial yang terjadi karena pengaruh dari luar terjadi melalui
percampuran kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk
melalui penyesuaian-penyesuaian akan berpadu dengan unsur-unsur
kebudayaan masyarakat penerima. Dalam pencampuran unsur-unsur
kebudayaan tersebut dapat menimbulkan akibat berantai pada proses
perubahan yang lebih luas.
Dalam proses perubahan sosial akan terjadi pergeseran-pergeseran
tatanan nilai suatu masyarakat penerima. Sehingga sering kali terjadi
ketegangan-ketegangan dan konflik dalam masyarakat penerima tersebut.

Menurut St. Vembriarto48 bahwa pengaruh unsur-unsur kebudayaan


dari luar itu dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan pada masyarakat
47
48

60

St. Vembriarto, Op. Cit., 4.


Ibid., 5.

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

penerima. Hal itu dapat menjurus ke disintegrasi sosial apabila unsurunsur kebudayaan yang datang dari luar itu secara radikal bertentangan
dengan nilai-nilai sosial yang terdapat dalam masyarakat penerima.

MM

Dalam mengamati perubahan sosial perlu meneliti implikasi-implikasi


di balik perubahan itu dalam rangka menemukan duduk permasalahannya.
Dari sini mulai diperlukan sistem pendidikan yang mampu menyaring
nilai-nilai yang datang dan luar yang akan berakibat buruk. Bahkan lebih
dari itu agar sistem pendidikan yang diselenggarakan memberikan jaminan
terhadap aspirasi kebutuhan masyarakat. Nilai-nilai sosial yang melembaga
dan yang mendukung pada kemauan masyarakat perlu diaktualisasikan
berdasarkan perubahan orientasi kebutuhan peserta didik yang dipandu
dengan pengaruh lingkungan kultural. Untuk mewujudkan semua yang
menjadi harapan dan cita-cita masyarakat, maka diperlukan perencanaan
pendidikan yang mengarah pada harapan-harapan tersebut. Atas dasar
itu, perencanaan pendidikan selalu memandang bahwa seluruh proses
kependidikan sebagai suatu sistem yang berorientasi kepada perubahan
sosio-kultural dan dilaksanakan ke dalam perbuatan yang konkret.

DU

Kelembagaan pendidikan merupakan subsistem dari sistem


masyarakat yang dalam operasionalnya harus mengacu dan tanggap
terhadap pertubuhan perkembangan masyarakat. Tanpa bersikap demikian,
maka lembaga pendidikan akan dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan
kultural. Dalam kesenjangan sosial maupun dalam kesenjangan kultural
tersebut, dapat menjadi sumber konflik sistem pendidikan yang ada dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat, walaupun dalam intensitasnya berbedabeda menurut taraf rising demand masyarakat itu sendiri.
Perencanaan pendidikan dalam kaitannya dengan perubahan sosial
berfungsi untuk menetapkan secara sistematis pengetahuan yang tepat
guna untuk mengontrol dan mengarahkan arah kecenderungan perubahan
menuju suatu tujuan yang ditetapkan. Terjadinya perubahan sosio-kultural
menjadi pengembangan logis dalam mengadakan perencanaan pendidikan
yang terintegrasi dengan perubahan tersebut. Sehingga pendidikan tidak
mengalami ketinggalan dan justru sebagai pioner dalam mengadakan
perubahan dan kemajuan masyarakat.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

61

MM

Sedemikian jelas peranan pendidikan didesak untuk melakukan


reformasi, inovasi, dan perubahan sistem pendidikan beserta
kelembagaannya dalam upaya memenuhi tuntutan kebutuhan.
Dalam hal ini menjadi jelas pula bahwa perencanaan pendidikan akan
menempati posisi yang amat penting dan amat menentukan dalam
rangka penyesuaian-penyesuaian sistem pendidikan dengan penambahan
sosio-kultural tersebut. Tidak lain, bahwa penyesuaian perencanaan
pendidikan terhadap difersifikasi kebutuhan masyarakat dan kualitas
pendidikan yang menunjang peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
membentuk keterkaitan satu dengan yang lainnya. Atas dasar pengertian
ini, terdapat pengaruh yang signifikan dari perubahan sosio-kultural
terhadap perencanaan pendidikan.
Perencanaan pendidikan sebagai disiplin ilmu pengetahuan dapat
dianalisis dari sudut sistemik. Dari sudut ini, perencanaan pendidikan
dipandang sebagai sistem yang terdiri dari komponen-homponen yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Pendekatan sistem
telah muncul sejak zaman Aristoteles yang mengemukakan bahwa
keseluruhan adalah lebih dari jumlah bagian-bagian. Artinya keseluruhan
yang membentuk suatu sistem akan dapat dimengerti dan ditinjau dari
barbagai aspek secara keseluruhan, bukan bagian-bagian secara terpisah.

DU

Menurut Oemar Hamalik,49 bahwa:Teori umum sistem beranjak dan


asumsi bahwa hukum-hukum dan konsep-konsep umum membentuk
fondasi dari berbagai bidang keilmuan ..., hukum-hukum atau prinsipprinsip tersebut digunakan untuk memadukan ilmu pengetahuan.
Pendekatan sistem bermula untuk merumuskan prinsip-prinsip yang dapat
digunakan dalam berbagai analisis kajian pada umumnya. Memahami
suatu sistem berarti dapat mengatakan bahwa pengertian bagian-bagian
tidak cukup untuk memahami hubungan antara bagian-bagian itu. Sistem
merupakan interelasi antara bagian-bagian yang dengan itu adanya
interaksi yang saling memengaruhi secara keseluruhan.
Berkaitan dengan itu, maka pendekatan sistem dapat ditinjau dan
berbagai komponen atau aspek penting yang memengaruhi sistem

49

62

Oemar Hamalik, Op. Cit., 2.

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

perencanaan pendidikan. Oemar Hamalik50 mengemukakan tiga komponen


penting yang perlu dipertahankan, yaitu:

1. Sistem filsafat, yakni cara berpikir untuk memikirkan suatu


fenomena dalam rangka keseluruhan itu yang diaplikasikan dalam
memformulasikan suatu strategi.

MM

2. Sistem analisis, yakni merupakan metode ilmiah dalam rangka


memecahkan masalah atau pengambilan keputusan untuk sejak dari
penyadaran masalah sampai pada pengambilan keputusan untuk
penyelesaian dalam bentuk program pembuatan.
3. Sistem manajemen, yang berkenaan dengan cara mengelola suatu
organisasi.
Sistem manajemen bertugas untuk mengintegrasikan operasi-operasi
melalui desain dan menekankan pada hubungan-hubungan antara berbagai
komponen. Sistem manajemen berkenaan dengan aplikasi dari sistem
konsep perencanaan pendidikan dengan menggunakan metode sistem dan
tugasnya mengkoordinasikan operasi secara keseluruhan. Oleh karena itu,
dalam sistem manajemen berorientasi pada tujuan.

DU

Sistem manajemen dalam kaitannya dengan pendidikan seyogyanya


mengandung dua dimensi yang saling terkait dan konsisten. Dimensi
tersebut yaitu dimensi yang berdasarkan konsep-konsep manajemen
dan dimensi yang berdasarkan pada konsep-konsep pendidikan. Artinya
pengembangan sistem manajemen pendidikan berupaya, memadukan
kedua dimensi tersebut.
Walaupun pendekatan sistem masih terdapat beberapa kelemahan,
namun pendekatan ini sudah sedemikian luas penggunaannya.
Pendekatan sistem bukan saja mensepakati alat yang ampuh dalam sistem
berpikir dan analisis, melainkan juga merupakan sistem perencanaan
itu sendiri.
Pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan di masa depan
tentulah dapat digunakan mengingat adanya situasi dan kondisi yang
semakin kompleks, dinamis dan permintaan selalu tumbuh. Dalam
50

Ibid., 7.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

63

MM

hal ini, dapat dimanfaatkan penggunaannya dalam mempersiapkan


konsep-konsep untuk memperbaiki efektivitas dan efisiensi pendidikan.
Pendekatan sistem memberikan suatu kerangka untuk mempersiapkan
dan merencanakan metode dan sistem pendidikan yang lebih efektif dan
efisien kendatipun dalam proses yang evolusionistis. Di masa mendatang
penggunaan sistem-sistem pendekatan tersebut akan menjadi semakin
berarti. Sistem filsafat akan memberikan landasan konseptual bagi semua
kajian. Sistem analisis akan semakin aplikatif dalam pemecahan masalah,
dan pada gilirannya sistem manajemen akan semakin meningkat fungsi
dan tugasnya.

Dengan demikian, dalam sistem perencanaan pendidikan perlu


mempertahankan beberapa faktor, yakni faktor lingkungan masyarakat
dan faktor kelembagaan itu sendiri. Perhatian tersebut merupakan bahanbahan pertimbangan agar perencanaan pendidikan yang dirumuskan
sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kondisi masyarakat yang ada.
Bahkan yang lebih penting, perencanaan pendidikan perlu melihat
perubahan sosio-kultural yang terjadi untuk melakukan estimasi dan
penyesuaian-penyesuaian sistem pendidikan dengan perubahan tersebut.
Oleh karenanya, perencanaan pendidikan sebagai persiapan dalam suatu
tindakan perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut: ketersediaan
sumber-sumber; sistem nilai masyarakat, budaya, agama dan keyakinan;
dan iklim kerja sama untuk menggunakan potensi secara terpadu.

DU

Perencanaan merupakan proses persiapan untuk menetapkan kegiatan


bagi masa yang akan datang dalam mencapai suatu tujuan pendidikan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien diperlukan
perencanaan yang logis dan sistematis sesuai dengan kebutuhan peserta
didik dan tuntutan masyarakat. Dalam pengertian tersebut, bahwa
perencanaan pendidikan memerlukan proses tertentu secara disengaja
bukan dengan proses apa adanya. Secara alamiah perencanaan pendidikan
memerlukan suatu proses yang berdasarkan hasil pemikiran rasional.
Dalam proses perencanaan pendidikan menurut Soebijanto
Wirojoedo51 perlu memerhatikan berbagai masalah, yaitu:
51

57.

64

Soebijanto Wirojoedo, Teori Perencanaan Pendidikan, (Yogyakarta: Liberty, 1985),

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

1. Politik dan sosial ekonomi sebagai aspek strategis.

2. Transformasi pembangunan sosial ekonomi.

3. Struktur dan kerangka pembangunan nasional.


4. Tuntutan pendidikan.

MM

Memerhatikan masalah politik dan sosial ekonomi sebagai strategi


dalam perencanaan pendidikan dapat dipahami mengingat bahwa
perencanaan pendidikan yang bertentangan dengan kehendak politik
dan kurang didukung oleh kekuatan ekonomi yang memadai sering
kali mengalami kegagalan. Walaupun kedua hal tersebut tentu bukan
hanya satu-satunya masalah yang menentukan, akan tetapi memang
masalah politik dan ekonomi tersebut memiliki pengaruh yang tidak
kecil terhadap keberlangsungan perencanaan pendidikan. Situasi
politik yang memaksakan kehendaknya dan kurang mendukung pada
keberlangsungan perekonomian pendidikan akan menjadi hambatan
besar yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun mengalami kegagalan.
Dalam kondisi demikian akan sukar membangun kultur ilmiah dalam
perspektif pendidikan walaupun mendesak untuk dikembangkan dalam
lembaga pendidikan. Oleh karena itu, aspek strategis dalam perencanaan
pendidikan yaitu masalah politik dan sosial ekonomi.

DU

Sedangkan menurut Burhanuddin52 bahwa proses perencanaan sebagai


masalah yang harus dipecahkan secara ilmiah dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Mengetahui hakiki masalah yang dihadapi.
2. Mengumpulkan data.
3. Menganalisis data.

4. Penetapan beberapa alternatif.

5. Memilih alternatif yang terbaik.


6. Melaksanaan alternatif yang terpilih.

52

Burhanuddin, Op. Cit., 186-187.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

65

MM

Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, dalam perencanaan


pendidikan perlu mengetahui tujuan yang akan dicapai sehingga akan
diketahui masalah hakiki yang dihadapi. Masalah dapat diketahui dengan
benar, apabila adanya ketidaksesuaian antara rencana dengan tujuan yang
ditetapkan. Tujuan dapat dicapai dengan cara memerhatikan faktor-faktor
penghambat dan faktor pendukungnya. Artinya dalam proses perencanaan
pendidikan berlangsung penilaian-penilaian terhadap situasi dan kondisi
yang sedang dan akan terjadi. Sedangkan langkah-langkah selanjutnya
dapat dilakukan secara sistematis sesuai dengan masalahnya tersebut.
Menurut Oemar Hamalik53 bahwa proses perencanaan berlangsung
secara sistematis melalui langkah-langkah:
1. Melakukan penilaian dan kajian terhadap masa depan bidang politik,
ekonomi, kompetisi, dan lingkungan teknologi.
2. Melakukan penilaian terhadap nilai-nilai, minat dan aspirasi para
manajer dan peserta untuk jangka panjang (masa datang yang jauh).
3. Menggambarkan secara visual peranan sosial ekonomi yang diinginkan
dalam lingkungan organisasi masa depan.
4. Menganalisis sumber-sumber dan kemampuan-kemampuan organisasi
sehubungan dengan pelaksanaan peranan yang diinginkan itu.

DU

5. Merancang suatu strategi yang tepat berdasarkan lingkungan


masa depan, nilai-nilai dan aspirasi, peranan sosial ekonomi yang
diinginkan, dan sumber-sumber ekonomi.
6. Mengembangkan tujuan-tujuan khusus dan rencana yang harus
mengarahkan usaha-usaha keseluruhan organisasi tersebut.
7. Menerjemahkan perencanaan luas ini menjadi usaha-usaha
fungsional yang lebih rinci yang mendasari penelitian, rancangan dan
pengembangan, produksi, distribusi, dan pelayanan.
8. Mengembangkan perencanaan yang lebih rinci dan pengawasan
terhadap pendayagunaan sumber-sumber dalam setiap daerah
fungsional tersebut yang selalu dikatakan dengan upaya perencanaan
keseluruhan.

53

66

Oemar Hamalik, Op. Cit., 39-40.

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

9. Menyediakan suatu sistem komunikasi dan arus informasi agar para


peserta dapat berperan serta dalam proses perancangan.
10. Mendesain suatu sistem informasi balikan dan pengawasan untuk
menentukan kemajuan dan masalah-masalah dalam kerangka
pelaksanaan rencana.

MM

Dengan demikian, proses perencanaan pendidikan tidak lain


merupakan gambaran suatu siklus kegiatan yang berlangsung sepanjang
waktu dan berjalan berulangkali. Sehingga hampir sukar memisahkan
antara awal proses dengan akhir suatu proses perencanaan pendidikan.
Dalam kaitan ini, instrumen analisis yang digunakan akan banyak
bergantung kepada tingkat proses perngambilan kebijakan dan keputusan.

1. Pengumpulan Data

Perencanaan pendidikan harus bertitik tolak dari landasan yang jelas


untuk dapat menentukan arah dan sasaran yang akan dicapai karena itu
proses perencanaan pendidikan didahului dengan pengumpulan data dan
informasi yang lengkap, akurat, mutakhir dan sesuai dengan keperluan.
Misalnya data yang menyangkut sistem pendidikan dikumpulkan sebagai
masukan. Misalnya data tentang peserta didik, pendidik, metode, proses
belajar-mengajar, sarana prasarana, dan evaluasi pendidikan.

DU

Sebagaimana halnya dalam perencanaan pendidikan perlu


memerhatikan aspek internal lembaga pendidikan dan kondisi eksternal di
luar sistem pendidikan. Oleh karena itu, pula data yang diperlukan tidak
hanya terbatas pada data tentang pendidikan, melainkan data dan informasi
penduduk, geografis, lapangan kerja dan sebagainya. Melalui pengumpulan
data yang sempurna, maka sistem pendidikan dapat melakukan proyeksiproyeksi perkiraan ke masa depan.

2. Diagnosis

Setelah data dan informasi terkumpul, maka dilakukan analisis-analisis


menurut kenyataan-kenyataan sebagai hasil pelaksanaan dalam melakukan
diagnosis. Menurut Jusuf Enoch,54 bahwa: Seseorang perencana yang
54

Jusuf Enoch, Op. Cit., 46.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

67

MM

mendiagnosis keadaan pendidikan yang sedang berlangsung tidak


ubahnya seperti seorang dokter yang sedang memeriksa dan mendiagnosis
pasiennya .... Dengan demikian, dalam proses perencanaan pendidikan
perlu memilih cara dan strategi yang sesuai untuk memeriksa keadaan
sistem pendidikan dengan menggunakan data informasi yang ada.
Penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah perlu
diidentifikasi secara akurat dan tepat.

Mendiagnosis keadaan sistem pendidikan dapat dilakukan dengan


menilai apakah usaha pendidikan yang sedang berlangsung telah
memadai, relevan dan meyakinkan untuk berhasil atau tidak. Apakah
segala sesuatu yang telah direncanakan itu telah mendukung pencapaian
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan atau tidak. Atau tegasnya dalam
mendiagnosis pendidikan harus menggunakan kriteria-kriteria dan
efisiensi.

3. Perumusan Kebijakan

DU

Kebijakan (policy) merupakan suatu pembatasan ruang gerak tentang


apa-apa yang akan dijadikan keputusan oleh orang lain. Secara umum
kebijakan dipegang oleh para pemegang kebijakan yaitu pemerintahan.
Akan tetapi, para perancang juga, berperanan penting dalam memberikan
usulan-usulan, masukan dan nasihat-nasihat dalam menunjukkan
kepincangan sistem pendidikan untuk peningkatan mutu, relevansi,
efektivitas dan efisiensi. Sehingga kebijakan-kebijakan baru dapat
dilakukan dengan tujuan untuk memperbarui sistem pendidikan yang
tepat. Dalam pengertian tersebut, perumusan kebijakan sebagai alat yang
relevan dengan kebutuhan-kebutuhan peserta didik dan masyarakat dalam
mengembangkan sistem pendidikan.

4. Perkiraan Kebutuhan Masa Depan


Perencanaan pendidikan dilakukan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan peserta didik dan masyarakat. Kebutuhan masa depan
masyarakat dapat ditentukan dengan melihat kebutuhan masa sekarang
dan masa lampau. Kebijakan yang digariskan dalam pendidikan tidak boleh
bertentangan dengan aspirasi dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat

68

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

yang semakin mendesak dan semakin penting. Berdasarkan kebijakan


yang telah disahkan, perencana pendidikan harus menjabarkannya ke
dalam kebutuhan-kebutuhan. Perencanaan harus mampu memprediksi
kebutuhan masa depan dalam rangka pembangunan pendidikan sesuai
dengan kebijakan yang telah ada.

MM

5. Penetapan Kebutuhan Biaya

Biaya merupakan alat yang penting dalam suatu kegiatan, walaupun


bukan seharusnya yang dapat melancarkan kegiatan tersebut. Akan
tetapi, sebenarnya tidak ada perbedaan yang prinsip dalam memandang
pentingnya biaya. Oleh karena itu, kebutuhan biaya perlu diinventarisir
dalam perencanaan pendidikan. Alokasi dana harus dilakukan secara
rasional berdasarkan prioritas kebutuhan dalam pendidikan. Dalam
mempergunakan biaya dapat ditentukan untuk setiap keperluan dengan
memerhatikan fluktuasi keadaan.

6. Penetapan Sasaran

DU

Setelah dapat diperkirakan segala kebutuhan beserta potensi-potensi


yang mendukungnya, maka dapat ditetapkan sasaran-sasaran yang perlu
dicapai. Sasaran yang dilakukan tentu tidak terlepas dari landasan filosofis
dan berorientasi kepada tujuan pendidikan itu sendiri secara hakiki.
Penetapan sasaran yang akan dituju, menjadi sangat penting dalam proses
perencanaan pendidikan, supaya tidak menyimpang dari hal-hal yang
menjadi target semula.

7. Perumusan dan Perincian Rencana


Perumusan rencana yang dimaksud di sini tidak lain daripada usaha
merumuskan tujuan, kegiatan, dan sasaran yang akan dicapai dalam waktu
tertentu, ancar-ancar biaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran tadi,
unsur pelaksanaan serta jadwal kegiatan.55 Dalam perumusan rencana di
atas dapat digambarkan pentingnya perencanaan secara lebih rinci agar
sasaran dapat dengan mudah dilakukan proses pencapaiannya.
55

Jusuf Enoch, Op. Cit., 58.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

69

Proses perincian rencana seperti dikemukakkan oleh M. Djumberansyah


Indar56 terdiri dari dua langkah pokok, yaitu:

a. Penyusunan Program (programing), yaitu membagi-bagi rencana ke


dalam kelompok kegiatan, setiap kegiatan dalam kelompak ini saling
menunjang dan menuju kepada pencapaian suatu tujuan yang sama.

MM

b. Identifikasi dan perumusan proyek. Setiap program terdiri dari


kegiatan-kegiatan yang dapat dikelompokkan menjadi suatu unit
untuk keperluan pelaksanaan atau perhitungan biaya. Proyekproyek dalam satu program merupakan alat dari program dan saling
menunjang untuk, mempermudah pencapaian tujuan program tadi.

8. Implementasi rencana

DU

Suatu rencana pendidikan mulai dilaksanakan. Apabila masing-masing


proyek sudah bisa dilaksanakan dan relevan dengan kebutuhan ini berarti
bahwa keberhasilan perencanaan pendidikan erat kaitannya. dengan pola
operasional rencana yang akan disusun. Menurut Jusuf Enoch bahwa suatu
pola operasional yang baik harus mempunyai paling sedikit ciri-ciri berikut:
Tujuan yang dirumuskan secara (jelas), hasil yang diharapkan harus konkret,
sistem dan mekanisme pelaksanaannya jelas.57 Yang perlu ditegaskan di sini
bahwa implementasi rencana yang dimaksud adalah perencanaan pendidikan
yang telah dilakukan periode sebelumnya. Sebab dalam rumusan perencanaan
pendidikan yang disusun sekarang tidak sampai pada tahap implementasi,
akan tetapi baru menentukan rencana berbuat. Oleh karena itu, maksud
implementasi itu artinya penerapan rencana yang lalu setelah dievaluasi
untuk kemudahan dapat dirumuskan kembali perencanaan yang lebih baik.

9. Evaluasi dan Revisi Rencana

Evaluasi rencana dapat membantu kegiatan pengambilan keputusan


yang bertujuan untuk mengupayakan supaya pelaksanaan kegiatan berjalan
sesuai dengan rencana. Apabila ada penyimpangan-penyimpangan dapat
segera diadakan tindakan korektif.
56
57

70

M. Djumberansyah Indar, Op. Cit., 61.


Jusuf Enoch, Op. Cit., 46.

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

Evaluasi juga dilaksanakan sebagai pendukung tahap penyusunan


rencana yakni dengan penilaian atas situasi sebelum rencana dimulai.
Hasilnya dapat digunakan bagi perbaikan-perbaikan tahap perencanaan
berikutnya di samping menjadi umpan balik bagi penyesuaian konsep
perencanaan pendidikan yang dirumuskan.

MM

Dengan demikian, penilaian dilakukan dalam keselurusan mata rantai


siklus perencanaan pendidikan yang berjalan tanpa berhenti. Perencanaan
pendidikan dalam prosesnya menuju tujuan yang terarah dan jelas. Oleh
karenanya perencanaan pendidikan sebagai suatu strategi yang mantap
perlu memiliki landasan yang mantap pula. Landasan yang sesuai dengan
falsafat hidup masyarakat yang terkait dengan perencanaan pendidikan
tersebut. Sehingga bangunan konsep perencanaan pendidikan sesuai
dengan tujuan, hakiki masyarakat, asas-asas dan keyakinan pandangannya.
Perencanaan pendidikan bertugas untuk mewujudkan nilai-nilai
suatu pandangan secara operasional dalam kenyataan. Dengan demikian,
bahwa perencanaan pendidikan merupakan alat yang amat penting untuk
mewujudkan cita-cita dan harapan-harapan masyarakat terhadap sistem
pendidikan.

E. Pengorganisasian dalam Pendidikan

DU

Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugastugas yang lebih kecil, memberikan tugas-tugas itu kepada orang yang
sesuai dengan kemampuannya, mengalokasikan sumber daya, serta
mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan.
Mengorganisir kekuatan sekolah sangat penting, sehingga kelemahan
menjadi tertutupi oleh kekuatan yang terorganisir walaupun hanya
dimiliki oleh orang per orang. Dalam hal ini perlu seorang pemimpin yang
memfungsikan kekuatan tersebut secara organisatoris.
Pemimpin pada hakikatnya adalah orang yang mempunyai kemampuan
untuk memengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya. Fungsi
memimpin meliputi deskripsi bagaimana agar orang lain melaksanakan
tugas dengan menyenangkan. Pekerjaan jika dilaksanakan dengan
menyenangkan akan menghasilkan kinerja optimal dan terus-menerus. Hal

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

71

ini sesuai dengan prinsip dalam manajemen mutu terpadu, berkelanjutan.


Suatu pekerjaan akan berkelanjutan jika disenangi dengan baik.

MM

Teknik-teknik dalam delegasi wewenang yaitu: berikan delegasi kepada


individu yang mau dan mampu melaksanakan tugasnya, berikan petunjuk
yang jelas dan dapat dilaksanakan, berikan motivasi, pantau pekerjaan
yang didelegasikan, minta umpan balik, dan tunjukkan kepercayaan pada
bawahan. Delegasi wewenang akan berjalan dengan baik, bila dipahami
bersama antara pemberi dan penerima delegasi. Oleh karena itu, diperlukan
pengarahan dan penjelasan. Proses mengarahkan, mengoordinasikan,
dan memengaruhi operasional organisasi untuk memperoleh hasil yang
diinginkan, serta meningkatkan performa organisasi secara keseluruhan
menjadi bagian dalam manajemen.58 Manajemen adalah proses koordinasi
yang terus-menerus dilakukan oleh seluruh anggota organisasi untuk
menggunakan seluruh sumber daya dalam upaya memenuhi berbagai
tugas organisasi yang dilakukan dengan efisien.59

F. Kinerja Pendidikan

DU

Pelaksanaan yang baik diiringi dengan pengarahan dalam meningkatkan


kinerja. Pelaksanaan yang baik perlu diukur dengan penilaian. Penilaian
ialah penentuan derajat kualitas berdasarkan indikator yang ditetapkan
terhadap penyelenggara pekerjaan. Penilaian dilakukan untuk mengevaluasi
kinerja organisasi. Setelah individu dalam organisasi diberi tugas, maka
setiap tahun dilakukan penilaian kinerjanya untuk melihat prestasi kerja.
Penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuran-ukuran yang telah
disepakati bersama dalam standar kerja.

Karakteristik kinerja tinggi menurut Blanchard yaitu: purpose and values,


empowerment, relationship and communication, flexibility, optimal productivity,
recognition and appreciation; dan morale.60 Tujuan dan nilai-nilai menjadi ciri
kinerja karena tujuan yang jelas dapat menyamakan persepsi, gerak, dan

58
Howard M. Carlisle, Management Essentials, Concepts for Productivity and Innovation,
(Chicago: Science Research Associates, 1987), 10.
59
Tony Bush, Theories of Educational Management, (London: Paul Chapman
Publishing, 1986), 1.
60
Blanchard, K., Leading at a Higher Level, (New Jersey: Upper Sadle River, Prentice
Hall, 2007), 20.

72

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan yang jelas memotivasi tim
untuk mencapainya. Tim akan memiliki nilai-nilai bersama. Nilai positif
seperti menghargai mutu, nilai kolegial, nilai kerja keras, nilai kejujuran
dapat meningkatkan kinerja. Bahkan nilai positif akan mempersatukan
dalam bekerja.

MM

Pemberdayaan merupakan sifat yang dimiliki oleh tim yang bekerja


tinggi. Segala potensi yang dimiliki anggota tim mendapat pengakuan
dan penghargaan. Jika orang diberdayakan, maka ia akan merasa dihargai.
Penghargaan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam
pemberdayaan, setiap tim memiliki peluang untuk berkembang dan
berprestasi.

Hubungan dan komunikasi dapat memengaruhi kinerja tinggi


karena adanya keterbukaan. Masing-masing tim dapat mengungkapkan
perasaan, pikiran, opini, sikap, dan perbuatan-perbuatannya. Mereka akan
saling mengisi dan konflik akan dapat diatasi dengan adanya komunikasi
terbuka. Banyaknya masalah yang tidak ditemukan jalan keluarnya
karena terputusnya komunikasi. Dalam proses komunikasi akan terjadi
keterbukaan dalam mengemukakan pikiran dan perasaan yang akan
berdampak pada kesiapan untuk bekerja lebih lanjut.

DU

Keluwesan dapat mewujudkan kreasi dan inovasi. Sebaliknya, kaku


akan mewujudkan kemandulan. Oleh karena itu, dalam organisasi yang
luwes dapat berkembang cepat karena masing-masing anggota memiliki
kesempatan untuk mengekspresikan potensinya.
Produktivitas yang optimal dapat diwujudkan jika anggota merasa
terikat dengan hasil kerja berdasarkan standar mutu yang harus dicapai.
Produktivitas merupakan istilah yang mengandung makna positif dalam
menghasilkan karya-karya yang diperlukan. Semakin produktif seseorang
dan/atau suatu organisasi, maka akan semakin maju.
Pengakuan dan apresiasi sangat penting karena prestasi yang dicapai
memiliki makna tersendiri setelah ada pengakuan dan apresiasi. Dalam
hal ini tidak dilihat besar atau kecilnya prestasi, tetapi hal itu akan terus
ditingkatkan jika diakui dan diberikan apresiasi. Banyak pekerjaan kecil
yang diakui dan diberikan apresiasi, lama kelamaan menjadi besar, karena
pengakuan merupakan bukti satu kesatuan dalam tim yang menimbulkan

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

73

rasa semangat. Semangat yang tinggi akan mendorong pada hasil yang
tinggi.

MM

Moral diperlukan dalam suatu pekerjaan, karena dengan moral kerja


anggota tim memiliki etos kerja. Etos kerja menjadi bagian penting dalam
kinerja, sebab etos kerja bersamaan dengan bekerja ikhlas yang didorong
secara internal. Jika etos kerja dipelihara dalam suatu organisasi maka
akan tumbuh keberhasilan yang didasarkan pada nilai-nilai keikhlasan.
Ikhlas ini menjadi sifat yang tumbuh dalam jiwa yang akan mengarahkan
setiap pekerjaan pada proporsinya, tanpa adanya paksaan yang umumnya
mengganggu pada tercapainya prestasi suatu organisasi.

G. Pengendalian Sistem dalam Pendidikan

DU

Pengendalian dalam pendidikan sangat penting, karena program yang


baik harus dipastikan terlaksana dengan baik yaitu melalui pengendalian.
Hal-hal yang dikendalikan mencakup aspek perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian itu sendiri perlu dikendalikan. Lemahnya
pengendalian akan menimbulkan penyimpangan antara apa yang telah
direncanakan dengan apa telah dilaksanakan. Dalam pengendalian terdapat
proses monitoring, evaluasi dan pelaporan untuk menemukan relevansi
antara yang seharusnya dengan apa yang sebenarnya. Jika terdapat
kesenjangan, maka dilakukan perbaikan guna pencapaian target yang
belum tercapai. Jika sudah relevan, maka dilakukan peningkatan mutu
berkelanjutan.

Tujuan pengendalian yaitu: pertama, untuk menghindarkan adanya


kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, dan pemborosan. Kedua, untuk
mencegah terulangnya kembali kesalahan. Ketiga, untuk mendapatkan
cara-cara dan prosedur yang lebih baik. Keempat, untuk meningkatkan
kinerja lembaga pendidikan.

74

Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan

MM

SISTEM PENDIDIKAN ISLAMI

A. Konsep Pendidikan Islami

DU

Dalam ilmu pengetahuan, konsep itu sangat penting. Dalam konsep


terdapat definisi yang menggambarkan ciri-ciri khusus. Konsep pendidikan
Islami perlu dijelaskan di sini mengingat masih baru, sebab yang sudah
lama umumnya konsep pendidikan Islam. Artinya, pendidikan Islam sangat
berbeda dengan pendidikan Islami. Dalam buku ini, saya menggunakan
istilah pendidikan Islami.

Pendidikan Islami merupakan sistem pendidikan yang berdasarkan


nilai-nilai Islam.1 Teori-teori yang digunakan dalam pendidikan Islami
yaitu teori yang disusun berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadis. Al-Quran
banyak dikembangkan oleh para mufasir dalam berbagai karya tafsir.
Al-Hadis juga banyak dikembangkan oleh para ahli hadis. Jadi para ahli
tafsir dan ahli hadis dapat dijadikan rujukan dalam menyusun teori
pendidikan Islami.
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam; Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu
Memanusiakan Manusia, (Bandung: Rosdakarya, 2006), 276.
1

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

75

MM

Sedangkan pendidikan Islam merupakan pendidikan agama Islam.


Islam nama agama, sehingga pendidikan Islam dalam istilah yang sama
yaitu pendidikan agama Islam. Pendidikan Agama Islam dibakukan sebagai
nama kegiatan dalam mendidikkan agama Islam.2 Materi yang dibahas
dalam PAI yaitu materi-materi pokok ajaran Islam, yaitu akidah, syariah
dan akhlak dengan segala cabang-cabangnya. Hal ini menjadi nama mata
pelajaran di sekolah maupun nama mata kuliah di perguruan tinggi. Hal
ini sejajar dengan pendidikan olah raga, pendidikan fisika, pendidikan
biologi, pendidikan ekonomi, pendidikan politik, dan seterusnya.
Pendidikan Islami sebagai sistem pendidikan membahas komponenkomponen utama pendidikan, yaitu:
1. tujuan pendidikan,

2. kurikulum pendidikan,

3. proses belajar mengajar,

4. tenaga pendidik-kependidikan,
5. peserta didik,
6. metode,

7. sarana-prasarana, dan

8. evaluasi pembelajaran.

DU

Semua komponen bermuara pada terwujudnya sosok manusia yang


diidealkan. Dalam pendidikan Islami, yang diproses adalah manusia.
Manusia akan dijadikan apa? Memanusiakan manusia. Dalam pendidikan
Islami, manusia dibantu untuk mewujudkan dirinya berdasarkan nilainilai Islam.
Pendidikan Islami sebagai sub sistem pendidikan nasional di Indonesia
harus memenuhi delapan standar, yaitu:
1. Standar isi,

2. Standar proses,

3. Standar lulusan,

4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan,


2

76

Ibid., 277.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

6. Standar pembiayaan,
7. Standar sarana prasarana,
8. Standar penilaian.

5. Standar pengelolaan,

MM

Komponen-komponen dalam standar nasional pendidikan tersebut


dapat dipakai untuk mewujudkan sosok manusia berdasarkan nilai-nilai
Islam. Dalam hal ini dapat diterapkan dalam sistem pendidikan Islami.
Mutu pendidikan Islami dapat dikembangkan dengan mengembangkan
teori manajemen mutu yang dianut dan diimplementasikan secara
berkesinambungan. Pendidikan Islami harus berhasil mengembangkan
mutu dengan melakukan penjaminan mutu internal di samping penjaminan
mutu eksternal. Namun, umumnya para pengelola pendidikan Islami
mendapat kesulitan dalam meraih mutu tertinggi karena tidak mengenali
teori-teori manajemen mutu yang cocok untuk mengembangkan mutu
pendidikan Islami.

DU

Sistem pendidikan Islami di Indonesia walaupun milik masyarakat


Muslim, tetapi menjadi aset bagi pemerintah Indonesia. Ironis jika di
negara penduduk mayoritas Muslim, tetapi sistem pendidikan yang
dimiliki umat Islam terbelakang. Oleh karena itu, pendidikan Islami
menjadi ukuran fundamental kemajuan umat Islam sehingga perlu
dikembangkan sistem pendidikan yang benar-benar Islami.

B. Landasan Teori Pendidikan Islami


Pendidikan Islami harus memiliki landasan teori yang kuat pada
nilai-nilai Islam. Pendidikan Islami harus tegas menolak sekularisasi
ilmu. Sebab sekularisasi akan menyebabkan manusia hidup hanya untuk
duniawi. Hidup hanya duniawi akan terjebak dalam materiilisme, yang
sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Hidup manusia menjadi
hampa, kering makna, dan putus asa. Dalam proses pendidikan yang
sekuler sering terjadi hal-hal tersebut.
Perkembangan ilmu pengetahuan modern di Barat hanya terjadi atas
penggunaan rasio yang menyaring data dari pancaindra, sehingga sangat

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

77

MM

mungkin tidak terkendali dalam menghasilkan ilmu.3 Ilmu menjadi berat


sebelah pada rasio yang menganalisis fenomena lahiriah yang materiilistis.
Jika ilmu yang diperoleh sudah menafikan hal-hal yang metafisik,
menafikan keyakinan, dan menolak yang gaib maka akan jauh dari Tuhan
Pencipta yang tampak dan yang tidak tampak pancaindra. Peradaban Barat
yang bertolak dari rasionalisme sesungguhnya sudah hancur.4 Pendidikan
Islami tidak boleh terpesona oleh pendidikan Barat (pendidikan yang
berdasarkan nilai-nilai Barat/Rasionalisme).
Orang Muslim harus menggunakan ilmu yang berdasarkan nilai-nilai
Islam. Al-Quran dan Al-Hadis harus dijadikan referensi untuk membuat
hipotesis atau asumsi ilmu. Watak dari hipotesis/asumsi yaitu tertolak
atau diterima. Jika hipotesis/asumsi yang disusun ternyata tertolak dalam
pembuktian ilmiah, maka hipotesisnya atau asumsinya keliru; bukan AlQuran atau Al-Hadis yang tertolak. Sebab Al-Quran dan Al-Hadis harus
diletakkan sebagai petunjuk yang sudah diyakini kebenarannya. Sedangkan
hipotesis/asumsi adalah ijtihad manusia untuk mengimplementasikannya
dalam kegiatan pendidikan Islami. Oleh sebab itu, perlu disusun hipotesis/
asumsi yang baru. Demikian seterusnya sehingga ilmu berkembang dalam
pendidikan Islami.

DU

Ilmu dalam pendidikan Islami penerapannya pun perlu menggunakan


akhlak Islam guna kepentingan keselamatan umat manusia di dunia
maupun di akhirat. Praktik yang baik adalah berdasarkan teori yang baik.
Demikian juga teori yang baik adalah teori yang dipraktikkan. Pendidikan
Islami jangan terjebak oleh pragmatisme. Alasan pragmatis sering kali
menabrak nilai-nilai Islam. Pragmatis berbeda dengan praktis. Nilai-nilai
Islam pasti praktis, bukan sesuatu yang sulit dipraktikkan. Oleh sebab itu,
praktiknya adalah justru untuk mengamalkan nilai-nilai Islam. Pendidikan
Islami harus menjadi contoh dalam mengamalkan nilai-nilai Islam dalam
sistem pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia harus mendapatkan
contoh terbaik dari pendidikan Islami yang menjamin keselamatan
manusia di dunia dan di akhirat; yang memadukan penggunaan rasio

AM. Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung, Mizan,


1993), 35.
4
Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban, (penerjemah M. Thoyibi), (Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya, 1998), 9.
3

78

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

akal sehat dan keyakinan qalbu sehat; membina jasmani dan rohani;
mewujudkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.

MM

Dalam mengembangkan gagasan pemikiran mengenai niscayanya


perumusan teori dalam perspektif Islam, terlebih dahulu perlu memahami
Islam sebagai paradigma berpikir. Paradigma berpikir yang benar sangat
penting karena pada dasarnya realitas sosial itu dikonstruksi oleh
mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang pada gilirannya akan
menghasilkan mode of knowing tertentu pula.5 Paradigma dalam pengertian
ini berarti suatu konstruksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan itu
dibangun dalam Islam berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadis dengan tujuan
agar manusia memiliki hikmah yang atas dasar itu dapat dibentuk perilaku
yang sejalan dengan nila-nilai ideal Al-Quran dan Al-Hadis, baik pada
level teoretis maupun praktis. Jadi, di samping memberikan gambaran
aksiologis, paradigma Al-Quran dan Al-Hadis juga dapat berfungsi untuk
memberikan wawasan epistemologis.

DU

Pendekatan untuk memahami Islam salah satunya adalah dengan


pendekatan integratif. Pendekatan ini memposisikan bahwa pada dasarnya
kandungan Al-Quran dan Al-Hadis itu terdiri dari prinsip-prinsip
universal. Pada konsep-konsep didapati banyak istilah Al-Quran maupun
Al-Hadis yang merujuk kepada pengertian-pengertian normatif, doktrindoktrin etik, aturan-aturan legal dan ajaran-ajaran keagamaan. Istilahistilah itu diangkat dari konsep-konsep yang dikenal oleh masyarakat Arab
pada waktu Al-Quran diturunkan, atau dapat juga merupakan istilah
baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep yang ingin
diperkenalkan oleh Allah Taala. Istilah-istilah itu kemudian diintegrasikan
ke dalam pandangan dunia Al-Quran. Konsep-konsep dalam Al-Quran
yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman yang komprehensif
mengenai ajaran Islam, maka perlu disertai dengan kisah-kisah historis
dan perumpamaan, sehingga dapat melakukan perenungan dalam rangka
mendapatkan petunjuk dan pelajaran.
Jika pada bagian norma, konsep, dan petunjuk diperkenalkan dengan
pelbagai idealisme tentang apa yang harus dilakukan, maka dalam bagian

Kuntowijoyo, Paradigma Islam, (Bandung: Mizan, 1990), 328.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

79

MM

kisah dan perumpamaan diajak untuk mengenal realisme tentang kondisikondisi nyata yang unik tetapi maknanya bersifat universal. Tujuannya
agar manusia dapat menarik pelajaran moral dari peristiwa empiris
yang terjadi dalam sejarah. Artinya bukan peristiwa sejarahnya yang
dipentingkan, tetapi pesan moralnya yang bersifat universal dan abadi. Hal
ini, perlu merenungkan pesan-pesan moral dalam rangka mensintesiskan
penghayatan dan pengalaman dengan ajaran Al-Quran dan Al-Hadis.
Inilah pendekatan dalam memahami Islam sebagai landasan yang dapat
dikembangkan dalam sistem pendidikan Islami.
Dalam pendekatan memahami Islam sebagai landasan pendidikan
Islami dapat saja subjektif. Oleh karena itu, masih perlu pendekatan lain
yang perlu dipakai untuk mengoperasionalkan konsep-konsep normatif
menjadi empiris. Jika sudah menjadi bukti empiris, maka akan bersifat
objektif.

DU

Pendekatan lain memposisikan Al-Quran dan Al-Hadis sebagai


sumber data. Dalam pendekatan ini, ayat-ayat Al-Quran sesungguhnya
merupakan pernyataan-pernyataan normatif yang harus diterjemahkan
pada level yang objektif. Hal itu berarti Al-Quran perlu dirumuskan
dalam bentuk konstruk-konstruk teoretis yang baru untuk kepentingan
operasional manusia. Sebagaimana kegiatan analisis data akan
menghasilkan konstruk, maka demikian pula terhadap data-data dari AlQuran dan Al-Hadis akan menghasilkan konstruk teoretis Islam. Elaborasi
terhadap konstruk-konstruk teoretis Islam inilah yang pada gilirannya
merupakan kegiatan perumusan teori pendidikan Islami.
Informasi Wahyu itu amat penting dalam epistemologi Islam. Hal
ini yang membedakan dengan epistemologi Barat yang besar, seperti
rasionalisme dan empirisme yang mengakui sumber pengetahuan sebagai
hanya berasal dari akal saja atau observasi saja.6 Epistemologi dalam
pendidikan Islami yaitu berdasarkan informasi wahyu, akal, qalbu, dan
pancaindra.
Pernyataan bahwa apa yang tidak logis adalah tidak real seperti
dalam doktrin Rasionalisme, dan pernyataan apa yang tidak real adalah
6

80

Ibid., 331.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

tidak logis seperti dalam doktrin Empirisme, tampak menjadi terlalu


sederhana jika dilihat dari perspektif epistemologi Islam. Menurut
epistemologi Islam, unsur petunjuk transendental yang berupa wahyu
juga menjadi sumber pengetahuan yang penting.

MM

Konstruk pengetahuan yang menempatkan wahyu sebagai salah


satu sumbernya berarti mengakui adanya struktur transendental sebagai
referensi untuk menafsirkan realitas. Meskipun Al-Quran dapat dianggap
sebagai suatu dokumen historis karena hampir setiap pernyataannya
mengacu kepada peristiwa-peristiwa aktual sesuai dengan konteks
sejarahnya ketika ia diturunkan, tetapi pesan utamanya sesungguhnya
bersifat transendental dan melampaui zaman. Untuk keperluan
pemahaman ini, diperlukan metodologi yang mampu mengangkat teks
Al-Quran dan Al-Hadis dari konteksnya. Warisan dan khazanah pemikiran
Muslim, dalam hal ini akan membantu dalam memperkaya perspektif. Oleh
karena itu, hasil-hasil pemikiran para pemikir Muslim terutama dalam
bidang pendidikan Islami, amat berharga dalam rangka merumuskan
teori-teori yang dikembangkan.

DU

Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang


didasarkan pada perspektif Islam, jelas akan memperkaya khazanah ilmu
pengetahun umat manusia. Kegiatan ini, bahkan dapat menjadi alternatif
bagi munculnya ilmu-ilmu pengetahuan. Jadi, premis-premis ajaran Islam
dapat dirumuskan menjadi teori-teori yang empiris dan rasional. Ilmu-ilmu
empiris dan rasional yang diwariskan oleh peradaban Barat pun berasal
dari paham-paham etik dan filosofis yang bersifat normatif. Dari ide-ide
normatif, perumusan ilmu-ilmu dibentuk sampai kepada tingkat yang
empiris, dan sering dipakai sebagai basis untuk kebijakan-kebijakan aktual.
Perumusan teori yang didasarkan pada perspektif Islam, adalah
sebuah ide normatif dan filosofis yang dapat dirumuskan menjadi
perspektif teoretis. Ia akan memberikan kerangka bagi pertumbuhan ilmu
pengetahuan empiris dan ilmu pengetahuan rasional yang relevan dengan
kebutuhan amal saleh masyarakat Muslim, yaitu mengaktualisasikan
misinya sebagai khalifah di muka bumi. Islam mewarisi sumbangan
ilmu pengetahuan yang dihasilkan untuk kepentingan amal saleh umat
manusia.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

81

MM

Sehubungan dengan hal di atas, Allah Swt., menurunkan ajaran Islam


kepada Nabi Muhammad Saw., untuk menjadi rahmat li al-alamin (rahmat
bagi semesta alam); berguna bagi seluruh kehidupan umat manusia. Jika
Islam dipandang bukan hanya untuk sebagian umat manusia melainkan
untuk keseluruhan umat. Ini artinya bahwa, dalam Islam sudah terkandung
eksplanasi (penjelasan) tentang segala sesuatu. Al-Quran merupakan
sumber rujukan utama yang menempati posisi sentral bagi seluruh disiplin
ilmu keislaman. Kitab suci tersebut, di samping menjadi hudan (petunjuk),
juga bayyinat min al-huda (penjelasan bagi petunjuk-petunjuk tersebut) serta
menjadi furqan (tolok ukur pemisah antara yang benar dan yang salah).
Firman Allah Swt., dalam surat Al-Baqarah (2): 185: Bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang batil).

DU

Melalui petunjuk dan penjelasan Al-Quran tersebut, manusia dapat


memahami, memikirkan, dan menafsirkan maknanya untuk kemudian
menghimpun ilmu pengetahuan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan tersebut
diamalkan dalam segala aspek kehidupan. Dengan ilmu pengetahuan yang
diamalkan tersebut (ilmu sekaligus amal), maka secara esensial Islam
benar-benar akan menjadi rahmat bagi semua umat manusia. Karena
sifatnya yang demikian, maka dalam Al-Quran tidak ada sesuatu pun
yang terlewatkan, bahkan menjadi petunjuk segala sesuatu.7 Firman Allah
Swt. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al-Kitab.
Selanjutnya firman Allah dalam surat An-Nahl (16): 89: (Dan ingatlah)
akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad)
menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu
Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
Sudah merupakan keyakinan yang aksiomatik pada orang-orang
Muslim bahwa Agama Islam mendukung ilmu pengetahuan. Keyakinan
ini didasarkan kepada adanya berbagai ungkapan Al-Quran dan Al-Hadis

82

lihat QS Al-Anam (6): 38; QS An-Nahl (16): 89.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

yang memerintahkan kepada kaum beriman agar berpikir, menggunakan


akal dan memerhatikan gejala-gejala dalam kehidupan manusia. Dalam
Al-Quran bertebaran ayat-ayat yang memerintahkan, mendorong
serta membimbing umat Islam, misalnya menggunakan akal, berpikir,
bertafakur, bertafakkuh, menggunakan rayu, mengadakan penyelidikan,
penelitian dan sebagainya.8 Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam secara
jelas memerintahkan manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
melalui pengembangan teori-teori.

Perintah Nabi Muhammad Saw., dalam banyak Hadis agar kaum


beriman menuntut ilmu pengetahuan. Lafadz al-ilma dalam Hadis tentang:
Tuntutlah ilmu pengetahuan sejak dari buaian sampai ke liang lahad,
bersifat aam, mencakup jenis ilmu pengetahuan, baik itu ilmu yang
berkaitan dengan keimanan, hukum, maupun ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan teknologi, industri, ilmu pengetahuan alam, ilmu logika dan
sebagainya.9 Jadi, semua ilmu pengetahuan harus dikembangkan, karena
diperlukan dalam kehidupan manusia.
Semua ilmu pengetahuan yang didasari oleh iman maka akan
menghantarkan seseorang pemilik ilmu kepada derajat kemanusiaan yang
lebih mulia. Oleh karena itu, Islam tidak melarang untuk mengambil dan
mempelajari ilmu pengetahuan apa pun selama ia tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Islam.

DU

Seluruh ilmu pengetahuan yang diterima seorang Muslim haruslah


berdasarkan ajaran Islam; baik hal itu yang berkaitan dengan kehidupan
pribadi, hubungan antara sesama Muslim, masalah politik, ekonomi,
sosial, pendidikan dan masalah apa pun yang berkaitan dengan kehidupan
dunia dan akhirat. Islam sebagai standar penilaian, diterima atau tidaknya
suatu ilmu pengetahuan. Selama serasi dan konsisten dapat dilaksanakan
dengan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka tidak dilarang
untuk mengambilnya.
Selanjutnya, ilmu pengetahuan dapat dipelajari dari siapa saja
yang telah mempunyai ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan yang bersifat

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 109.


Abdurrahman Al-Baghdadi, Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah Islam
(terjemahan), (Jawa Timur: al-Izzah, 1996), 47.
8
9

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

83

umum boleh dipelajari tanpa melihat asal (sumber ilmu tersebut), baik
itu dari bangsa Barat maupun Timur, dengan syarat tidak menyimpang
dari kurikulum dan tujuan pendidikan Islam. Masyarakat Islam adalah
masyarakat yang terbuka, bisa menerima pengaruh yang baik dari
masyarakat lain.10

MM

Islam dalam kerangka di atas ditempatkan sebagai tolok ukur yang


memberikan landasan nilai bagi penggalian dan diskursus-diskursus
ilmu pengetahuan apa pun jenis dan bentuknya, termasuk dalam hal ini
teori pendidikan Islami. Al-Quran merupakan kitab suci berisi tentang
pendidikan dan pengajaran secara umum, dan juga pendidikan sosial,
moral dan spiritual secara khusus. Islam menganjurkan seorang Muslim
untuk memandang bukan hanya kulit luar kandungan Al-Quran, tetapi
mensistematisasikan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Quran
supaya dapat mengambil pelajaran darinya. Al-Quran dan Al-Hadis
sebagai petunjuk yang dapat memperkuat kesadaran moral sekaligus
meningkatkan kemampuan bertindak sesuai dengan kehendak Allah Swt.

C. Pengembangan Pendidikan Islami

DU

Pengembangan pendidikan Islami adalah proses peningkatan dari


kondisi pendidikan Islami saat ini menuju kondisi mutu pendidikan
Islami yang lebih sempurna melalui pemikiran dan tindakan terhadap
teori manajemen mutu yang dikembangkan. Dalam pengembangan teori
dapat dilakukan melalui proses penyempurnaan teori dengan rekayasa
ulang atas teori-teori yang telah dibangun.
Menurut Ahmad Tafsir bahwa mengembangkan teori dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu: merevisi teori, mengganti teori lama dengan teori
baru, dan membuat teori.11 Revisi teori artinya merevisi teori yang sudah
ada untuk disempurnakan. Dalam revisi teori, tidak semua teori lama
dibuang, tetapi diubah untuk disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Jika
teori lama diganti semuanya dengan teori baru pasti ada penyebabnya yaitu

Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (Terjemahan), (Jakarta: Bulan Bintang,


1979), 177-178.
11
Ahmad Tafsir, Epistemologi untuk Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1995), 1.
10

84

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

teori lama tidak dapat dipertahankan lagi karena bertentangan dengan


hasil-hasil temuan baru, sehingga teori lama tidak mampu menyelesaikan
masalah. Jika teori sudah tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada,
maka teori itu perlu diganti dengan teori baru. Sedangkan membuat teori
yaitu menciptakan atau menemukan teori yang sebelumnya tidak ada.
Dalam hal ini bukan membuat teori baru tetapi membuat teori; karena
sama sekali belum ada sebelumnya.

Semua model pengembangan teori di atas, dapat dilakukan dalam


pengembangan teori manajemen mutu pendidikan Islami. Pengembangan
manajemen mutu pendidikan Islami berkaitan dengan model manajemen
yang dianut oleh pendidikan Islami. Manajemen mutu meletakkan mutu
di atas segala-galanya. Mutu perlu dikelola dengan baik, yaitu dengan cara
mengembangkan model-model manajemen mutu.

DU

Model merupakan gambaran kognitif yang menunjukkan kerangka


ideal sebagai acuan bagi aktivitas-aktivitas lainnya. Model pada umumnya
disusun dalam bentuk bagan. Hal ini dapat dipahami untuk memudahkan
pemahaman sehingga mudah dijadikan sebagai acuan dalam aktivitas
praktis. Namun, tidak berarti model ini merupakan sesuatu yang sempurna.
Oleh karena itu, model umumnya mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh si pembuat model.
Pembuat model banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor
internal sebagai cita-cita dan obsesi pribadi. Selanjutnya faktor eksternal
yaitu perkembangan dunia luar yang menimbulkan inspirasi-inspirasi
kognitif sehingga merespon dengan cara menyusun model tertentu.
Namun demikian, perpaduan antara faktor internal dan eksternal akan
melahirkan entitas tersendiri yang bernilai bagi pengembangan pola pikir
yang menghantarkan pada terbentuknya sebuah model yang teruji baik
secara teoritik maupun empirik. Hal ini yang disebut dengan validitas teori
oleh para pakar dan validitas empirik oleh hasil pengujian empirik dalam
kegiatan praktis. Model yang sudah divalidasi tersebut, dapat dijadikan
sebagai acuan bersama tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Model hanya
dibatasi oleh model-model lainnya sebagai alternatif yang baru. Dengan
demikian, model akan meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

85

MM

Model-model yang dirumuskan oleh para ahli pendidikan merupakan


representasi kognitif yang akan dijadikan acuan dalam kegiatan praktis
kependidikan khususnya dalam pembelajaran. Dalam impelemntasinya,
guru dalam pembelajaran dapat memilih salah satu di antara model-model
untuk pengembangannya. Khusus berkaitan dengan model pengembangan,
diperlukan rumusan yang memiliki landasan kuat secara teoretis sehingga
dapat dipertanggungjawabkan sebagai sesuatu yang dapat dijadikan acuan
oleh para teoritikus dan praktisi pendidikan.
Menurut Winardi, model merupakan satu pendekatan untuk
memahami atau mendekati realitas.12 Menurut Neale bahwa model
merupakan abstraksi dari real life system (RLS), dan bukanlah yang
sebenarnya.13 Pengertian model tersebut adalah abstraksi visual atau
konstruksi dari suatu konsep. Dalam pendidikan diartikan bahwa model
adalah pola, pendekatan atau konstruksi pemikiran seseorang yang dapat
digunakan untuk kepentingan praktis. Dalam bidang evaluasi dijelaskan
oleh Laura Desimone bahwa suatu model pengembangan evaluasi yang
diwujudkan untuk melakukan perubahan-perubahan meliputi: homeostatic
change, incremental change, dan neomobolitic change.14

DU

Lebih lanjut dalam tataran implementasi, Johansson memandu


penyusunan model dengan mengemukakan empat kriteria antara lain:
kognitif (human concepts) yang diwujudkan dalam penalaran dan persepsi
termasuk pembuatan keputusan, normatif (purpose oriented) diwujudkan
dalam penggambaran fungsi-fungsi suatu sistem, deskriptif (descriptive
models) yang diwujudkan orientasi tingkah laku untuk tujuan saintifik
dan teknologikal, fungsional (action and control oriented) yang direalisasikan
dalam tindakan nyata dan berorientasi pada pengawasan terhadap fungsi
dalam melaksanakan model yang efektif.15

Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1992), 20.
I. M. Neale, Modelling Expertise for KBS Development, (London: Great Britain,
1990), 447.
14
Laura Desimone, How Can Comprehensive School Reform Models be
Successfully Implented?, dalam Jurnal Review of Educational Research, (Vol. 72, No.
3, 2002), 433.
15
Johansson dkk., System Modelling and Identification, (New York: Prentice-Hall
International Inc, 1993), 2.
12

13

86

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

R. Clark menjelaskan bahwa dalam pembelajaran ada empat rumpun


model, meliputi: information processing, personal, social, dan behavioral yang
semuanya bermuara kepada tujuan.16 Oleh karena itu, pertimbangan utama
dalam memilih model pengembangan pendidikan Islami adalah tujuan atau
sasaran apa yang akan dicapai. Model yang mutlak untuk diberlakukan pada
setiap keadaan sulit ditemukan, karena perubahan terus terjadi berkaitan
erat dengan sistem dan tuntutan kehidupan. Model yang diterapkan selama
bertahun-tahun diyakini memberikan kontribusi terhadap produktivitas
kerja, dalam kurun tertentu dapat saja gugur disebabkan tuntutan zaman
sudah berubah. Demikian pula pergeseran model pengembangan mutu
pendidikan Islami sepertinya harus menyesuaikan diri dengan zaman.
Model kebijakan yang dikembangkan oleh Darling Hammond
disebut sebagai the top down approach. 17 Menurutnya, untuk dapat
mengimplementasikan kebijaksanaan organisasi secara sempurna (perfect
implementation) diperlukan sejumlah persyaratan, antara lain: perkecil
hambatan eksternal, persediaan waktu yang memadai, perpaduan dan
persediaan sumber-sumber, hubungan kausalitas yang andal dengan
meminimalkan mata rantai, saling bekerja secara mandiri, pemahaman
dan kesepakatan terhadap tujuan, dan loyalitas.

DU

Berbeda dengan model kebijakan yang dikembangkan oleh M. G.


Fullan disebut sebagai a model of the policy implementation process yang
bertolak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam
implementasi dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan.18 Oleh karena itu,
sangat dibutuhkan adanya perubahan, kontrol, dan kepatuhan bertindak.
Tiga hal tersebut merupakan sarana prosedural untuk mewujudkan
efektivitas kebijaksanaan, serta mengarahkan berbagai kegiatan sesuai
dengan pedoman kegiatan.

R. Clark, Effective Professional Development Schools: Agenda for Education in a


Democracy, (San Francisco: Jossey Bass Publishers, 1999), 13.
17
Darling Hammond, Policy for Restructuring, dalam A. Lieberman (Ed), The
Work of Restructuring Schools: Building from the Ground Up, (New York: Teachers College
Press, 1995), 157-175.
18
M. G. Fullan, Coordinating top-down and buttom-up Strategies for Educational
Reform, dalam R.J. Anson (ed.), Systemic Reform: Perspectives on Personalizing Education,
(Washington DC: Departemen of Education, 1994), 35.
16

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

87

MM

Selanjutnya model kebijaksanaan yang dikembangkan oleh Fuhrman,


sebagai a framework for implementation analysis bertolak dari asumsi bahwa
model kebijaksanaan tergantung pada hasil analisis tentang suatu
variabel.19 Oleh karena itu, dalam model tersebut diperlukan analisis
variabel yang akurat sebelum kebijakan diputuskan. Sebab, dalam variabel
terkandung variasi nilai dan keragaman pola yang secara potensial dapat
dikembangkan secara terpadu.

Untuk sistem pendidikan Islami, pengembangan dapat dilakukan


dengan beberapa fase, yaitu:
Pertama, mendiagnosis kebutuhan pengembangan. Kebutuhan
ini berkaitan erat dengan kebutuhan peserta didik, guru, pemerintah,
masyarakat dan kebutuhan kelembagaan. Rencana pengembangan tersebut
harus menjawab kebutuhan secara komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan khusus ditandai dengan pengetahuan spesifik
dan keahlian tertentu dalam jabatan dan profesi. Potensi yang dimiliki
sumber daya manusia menjadi bekal untuk dikembangkan dan semuanya
tentu harus diawali dengan diagnosis untuk kepentingan rencana
pengembangan dengan fokus pada mutu pendidikan Islami.

DU

Kedua, merancang rencana pengembangan dengan menyusun program


pengembangan sebagai pendahuluan. Pada fase ini perlu adanya deskripsi
tujuan khusus dan seleksi tujuan berdasarkan dampak yang diharapkan.
Agar program dapat berjalan, perlu menentukan pihak-pihak yang
turut berpartisipasi, merekrut SDM yang andal. Agar terukur masingmasing kinerja, perlu menyusun deskripsi standar operasional prosedur,
menetapkan mekanisme monitoring evaluasi kegiatan secara keseluruhan.
Ketiga, melaksanakan program pengembangan yang sesuai dengan
rencana dan dukungan berbagai komponen untuk menilai relevansi
program yang dipilih dan dilaksanakan pada kesempatan tersebut,
serta melakukan koordinasi terutama dalam rangka mewujudkan
profesionalisme.

Fuhrman, Designing Coherent Education Policy: Improving the System, (San Francisco:
Jossey Bass, 1993), 67.
19

88

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

Keempat, tindakan evaluasi program pengembangan. Arah kegiatan


evaluasi melihat kinerja administrasi dan rasionalisasi prosedur yang
digunakan selama program pengembangan dilaksanakan. Intinya adalah
untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengembangan dilihat dari
jalur yang tidak menyimpang dari rencana.

MM

Urgensi pengembangan mutu pendidikan Islami melihat pada


kondisi realitas yang berkembang, tidak dapat ditunda-tunda lagi. Ilmu
pengetahuan semakin berkembang. Teori manajemen mutu sudah banyak
dikembangkan oleh para pakar mulai bidang industri hingga bidang
pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Pendidikan Islami di Indonesia
perlu melakukan internasionalisasi mutu agar sejajar dengan kemajuankemajuan di berbagai belahan dunia. Semua dapat dilakukan terlebih
dahulu dengan penguatan kapasitas pendidikan Islami secara internal
dengan melakukan penjaminan mutu internal yang konsisten, terencana
dan berkelanjutan. Dalam konteks ini untuk pengembangan pendidikan
Islami diperlukan sistem manajemen mutu yang memadukan kekuatan
internal dengan eksternal, sehingga mampu meraih prestasi terbaik. Jika
pendidikan Islami sudah bermutu maka masyarakat pun akan percaya
menjadikan pendidikan Islami sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan.

D. Sistem Jaminan Mutu Pendidikan Islami

DU

Sistem jaminan mutu internal pendidikan Islami perlu dikembangkan


berkaitan dengan potensi kekuatan yang dimiliki pendidikan Islami yang
mengarah pada kebutuhan nyata terhadap mutu secara substansial. Dalam
sistem jaminan mutu pendidikan Islami, perlu disusun rencana mutu
pengembangan yang menjadi awal rangkaian kegiatan sesuai dengan visi,
misi dan tujuan pendidikan Islami secara makro. Kemudian secara mikro
melakukan analisis kebutuhan dengan menerapkan pendekatan SWOT
untuk menawarkan program yang sesuai kebutuhan.
Pendidikan Islami yang memiliki masa depan mampu bersaing
sehingga tetap eksis diwujudkan melalui sistem jaminan mutu internal.
Perlu disadari oleh komunitas pendidikan Islami bahwa terdapat ciri-ciri
program pendidikan yang baik dalam praktik, antara lain high expectation,
coherence in learning, integrated education and experience, active learning, ongoing

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

89

MM

practice of learned skill, assessment and prompt feedback, respect for diverse talents.20
Jika dikembangkan aspek-aspek tersebut, bagaimana pendidikan Islami
menjadi harapan yang sangat tinggi dari kalangan masyarakat pengguna
jasa pendidikan Islami. Lebih dari itu, menjadikan satu-satunya pilihan
pendidikan yaitu kepada pendidikan Islami. Dalam hal ini, pendidikan
Islami harus mampu bersaing dengan sekolah lainnya dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan yang menjadi dasar pengembangan keahlian.

Proses kegiatan yang berjalan di pendidikan Islami memiliki koherensi


dengan proses pembelajaran. Jika proses pembelajaran dijadikan komitmen
komunitas pendidikan Islami, maka apa pun yang terjadi dan apa pun yang
dihadapi dipandang sebagai proses pembelajaran yang baik. Banyak hal
yang terjadi di kalangan praktisi pendidikan, meletakkan persoalan hanya
sebagai kejadian yang sambil lalu, tidak direfleksi sebagai pembelajaran,
sehingga tidak mendapatkan hikmah dan perbaikan di masa-masa
depannya. Kecerobohan dalam hal ini menyebabkan praktisi pendidikan
terjebak pada masalah yang sama dan berulang dari waktu ke waktu.
Berbeda sekali dengan cara pandang pembelajaran, maka kegagalan pun
dapat dipadang sebagai proses menuju sukses.

DU

Pengalaman merupakan modal yang berharga dalam pendidikan.


Integrasi antara pengalaman dan pendidikan melahirkan kematangan
berpikir, bersikap dan bertindak untuk menjadi lebih baik. Demikian
pula dalam manajemen mutu pendidikan Islami, dapat memanfaatkan
pengalaman yang ada dengan perkembangan teori manajemen pendidikan.
Sebagai pendidikan modern, pendidikan Islami perlu menerapkan
sistem pembelajaran aktif sebagaimana berkembang di dunia Internasional.
Pembelajaran aktif menjadi populer di kalangan pendidikan karena sejalan
dengan tuntutan kebutuhan untuk mengaktifkan kedua belah pihak antara
pendidik dan peserta didik. Peserta didik dipandang sebagai manusia
dinamis yang aktif. Melalui keaktifan tersebut, maka dipandang akan

20
Aspek-aspek yang disebutkan di sini sejalan dengan upaya yang dilakukan
oleh National Center for Higher Education Management System (NCHEMS) di Amerika
Serikat untuk mengidentifikasi indikator good practice dalam program pendidikan.
Lihat G. Stanley, International Trends in Quality in Higher Education, dalam Judith
Chapman (ed), School Based Decision Making and Management, (London: The Falmers
Press, 1997), 47.

90

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

lebih cepat dan mudah memahami apa yang menjadi isi pesan dan materi
pembelajaran yang diajarkan seorang pendidik.

MM

Dalam era yang penuh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,


maka pendidikan Islami dituntut agar memberikan keterampilan kepada
peserta didik bersifat ongoing (berjalan), yang artinya tidak kembali ke
masa lalu, melainkan maju ke masa depan. Masa depan perlu ditatap
dengan kekuatan prediksi akan terjadi perubahan sehingga ajarkanlah
kepada peserta didik dalam pendidikan Islami tentang apa yang akan
terjadi di masa depan; berikan keterampilan untuk digunakan di masa
depan. Kemampuan membaca masa depan, dapat terjadi jika memiliki
cukup bekal pengalaman, sehingga mampu menghubungkan antara masa
lalu, masa kini dan masa depan.

DU

Kebutuhan komunitas pendidikan Islami semakin berkembang,


oleh karena itu perlu pengukuran kebutuhan dengan melakukan
berbagai strategi hubungan timbal balik dari apa yang telah dikerjakan.
Kebutuhan sifatnya berkembang sealur dengan perkembangan zaman.
Pendidikan Islami perlu memberikan respons terhadap perkembangan
kebutuhan tersebut. Dalam hal ini pendidikan Islami menjadi wahana
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan pendidikan, sehingga mereka
menjadi puas. Kepuasan customers menjadi fokus dalam manajemen
mutu modern termasuk dalam layanan pendidikan Islami yang tidak
terlepas dari adanya stakeholders sebagai customers yang harus dipenuhi
kebutuhannya. Komunitas pendidikan Islami perlu menghubungkan antara
pelanggan dengan pihak pendidikan Islami sehingga terjadi sinergi yang
berkelanjutan.
Atas dasar itu semua, pendidikan Islami perlu responsif terhadap
pengembangan bakat. Semua komunitas pendidikan Islami baik tenaga
pendidik, tenaga kependidikan dan siswa itu sendiri memiliki bakat yang
harus dikembangkan. Oleh karena itu, program pengembangan tidak
semata-mata karena faktor tuntutan dari pihak eksternal, tetapi secara
alami, pihak internal memiliki bakat yang perlu dikembangkan. Hal ini
harus direspons dalam lembaga pendidikan Islami masa depan sebagai
indikator kemajuan mutu pendidikan Islami.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

91

Sistem penjaminan mutu pendidikan Islami dapat diukur dengan


beberapa indikator sebagaimana dijelaskan oleh Thomas C. Powell,
misalnya: committed leadership, adoption and communication of TQM, closer
customer relationships, benchmarking, increased training, open organization,
employe empowerment, zero-defects mentality, process improvement, dan
measurement.21

MM

Faktor dominan yang memengaruhi manajemen mutu yaitu


kepemimpinan. Kepemimpinan yang diperlukan dalam menerapkan
manajemen mutu yaitu komitmen. Komitmen merupakan bukti nyata bahwa
apa yang disepakati dan direncanakan bersama, kemudian dilaksanakan
sesuai kesepakatan. Oleh karena itu, komitmen kepemimpinan dapat diukur
jika perencanaan mutu melibatkan semua pihak komunitas pendidikan
Islami. Tidak ada komitmen, jika tidak ada kesepakatan bersama terlebih
dahulu. Dalam manajemen mutu terpadu, keterlibatan semua komponen
anggota organisasi sifatnya mutlak. Jika dalam pendidikan Islami, mulai
kepala sekolah/madrasah, dewan guru, tenaga teknis, peserta didik dan
pembuat kebijakan semua harus terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan mutu.

DU

Salah satu framework dalam manajemen mutu pendidikan Islami


yaitu total quality management sebagai teori modern yang berkembang
secara global. Pendidikan Islami dapat mengadopsi manajemen mutu
terpadu yang disosialisasikan kepada seluruh komunitas pendidikan
Islami. Kemampuan menerapkan kegiatan tersebut menjadi ukuran
manajemen mutu di dalam lembaga pendidikan Islami. Model
manajemen mutu terpadu dapat dikembangkan dalam sistem penjaminan
mutu internal, sehingga kekuatan yang ada dapat meraih peluang yang
ada hingga terbentuk mutu pendidikan Islami dalam konteks persaingan
internasional.
Agar pendidikan Islami mudah mengukur sejauhmana standar mutu
dapat diukur maka diperlukan benchmarking dengan standar mutu tertinggi
yang sedang berkembang. Benchmarking pendidikan Islami tidak terbatas
21
Thomas C. Powell, Total Quality Management As Competitive Advantage. A
Review and Empirical Study, dalam Jurnal, Strategic Management Journal, (John Wiley
& Sons Ltd. Final Revision Received 21 February 1995, Volume 16), 15-37.

92

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

pada jenis-jenis pendidikan Islam lain, melainkan dengan sekolah lainnya


baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Pendidikan Islami yang
tidak memiliki benchmarking maka lembaga tersebut akan sulit mengukur
tingkat penjaminan standar mutu. Sebab, pendidikan Islami tidak mungkin
lagi asyik terlena dengan mengukur capaian diri sendiri, melainkan perlu
diukur dengan perkembangan mutu di luar pendidikan Islami.

MM

Agar pendidikan Islami terus berkembang, maka sumber daya


manusia yang berkiprah di dalamnya perlu mendapatkan pelatihan.
Pelatihan dilaksanakan bukan hanya pada saat ada program dari pihak
eksternal, melainkan inisiatif pihak pendidikan Islami secara internal
untuk menyelenggarakan pelatihan. Tentunya pelatihan dapat dimaknai
sebagai proses peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang dapat
dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah sebagai pelatih. Jika kepala
sekolah/madrasah belum mampu memberikan pelatihan langsung oleh
dirinya, maka dapat melakukan perluasan jaringan dengan memanfaatkan
profesi pihak ketiga dalam bentuk kerja sama terprogram.

DU

Dalam konteks era modern, pendidikan Islami sebagai suatu


organisasi modern memerlukan sistem terbuka yang transparan baik dalam
kebijakan maupun teknis pelaksanaan. Semua pihak perlu mengetahui
jenis dan bentuk program apa yang harus dilakukan secara bersamasama. Masalah yang dihadapi oleh pendidikan Islami semakin kompleks,
tidak hanya masalah pembelajaran dengan peserta didik, melainkan juga
masalah politik yang memengaruhi keberpihakan pada pendidikan Islami
agar mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak.
Sebagaimana dalam standar nasional pendidikan bahwa setiap
unit dan satuan pendidikan, harus mengacu pada norma standar mutu
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Mereka dalam istilah lain
disebut pegawai yang harus diberdayakan kemampuannya. Pegawai
pendidikan Islami harus diberdayakan sesuai dengan potensi yang dapat
dikembangkan masing-masing dalam bentuk pilihan pegawai tersebut
untuk memilih bidang apa yang paling diminatinya. Pekerjaan yang
dipilih dengan kesadaran akan mempermudah dalam memberdayakannya,
berbeda dengan pekerjaan yang dipaksakan, hanya akan dikerjakan karena
terpaksa dan hasilnya tidak akan berkembang maksimal.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

93

MM

Mentalitas pegawai tentang zero defects perlu dikembangkan dalam


budaya mutu pendidikan Islami. Setiap pekerjaan harus dimulai dari
proses awal yang benar. Sebab, jika awal pekerjaan sudah salah maka
proses lanjutannya akan salah. Dalam hal ini logis dikatakan bahwa
pekerjaan yang berawal dari yang benar pun dapat terjadi penyimpangan
dalam proses lanjutannya. Oleh karena dalam prinsip zero defects yang
dibutuhkan adalah pekerjaan yang tidak menyimpang baik sejak awal,
maupun proses lanjutannya hingga hasil yang dicapai tidak mengalami
kesalahan. Sebab, kesalahan akan berakibat pada pemborosan baik waktu,
materi maupun tenaga. Kesalahan bertentangan dengan prinsip efektif
dan efisien; tidak mungkin terjadi efektivitas dan efisiensi jika yang
terjadi adalah kesalahan. Jika program pendidikan Islami dilaksanakan
mengandung cacat, maka artinya perlu waktu untuk melaksanakan kembali
program tersebut, yang di dalamnya perlu biaya dan tenaga kembali. Hal
ini yang disebut pemborosan dalam pendidikan. Demikian juga adanya
pengulangan-pengulangan materi pembelajaran termasuk pemborosan,
program remidial dan sejenisnya yang bersifat mengulang masuk dalam
kategori pemborosan sehingga dapat disebut tidak ada mental zero defects
dalam pendidikan Islami tersebut.

DU

Mental zero defects tidak bertentangan dengan prinsip kaizen yang


menyatakan bahwa kesempurnaan mutu dapat dicapai secara berproses.
Dalam prinsip kaizen perlu dilakukan perbaikan mutu berkelanjutan.
Benar, suatu pekerjaan tidak ada yang langsung sempurna, pasti masih
ada kekurangan di sana sini. Akan tetapi, prinsip kaizen lebih mengarah
pada proses lanjutan untuk menuju kesempurnaan, bukan melakukan
pengulangan pada program yang sama. Prinsip perbaikan berkelanjutan
artinya dinamis yang mengandung inovasi dan inisiasi.
Proses manajemen mutu harus berakhir pada pengukuran mutu,
baik pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Pengembangan mutu
pendidikan Islami harus terukur tingkat capaiannya. Hasil pengukuran
dijadikan sebagai landasan untuk melakukan tindakan-tindakan apakah
perbaikan pada aspek tertentu yang belum mencapai standar atau lanjutkan
pada standar baru yang lebih tinggi. Pengukuran dapat dilakukan dengan
adanya program monitoring dan evaluasi secara berkala. Dalam hal monev

94

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

menjadi bagian yang paling sulit, karena di dalamnya terdapat kegiatan


analisis variabel-variabel dan hasilnya akan menjadi informasi dalam
pengambilan kebijakan strategis internal pendidikan Islami.

E. Implementasi Perencanaan Pendidikan Islami

MM

Dalam Islam, istilah perencanaan memiliki padanan dengan kata


azam yang artinya suatu proses mempersiapkan hal-hal yang akan
dikerjakan pada waktu yang akan datang dalam mencapai suatu tujuan.
Makna dasar kata azam yaitu cita-cita untuk mencapai tujuan. Firman
Allah Swt. dalam QS Ali-Imran ayat 159, yaitu:
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad (cita-cita) maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakal kepada-Nya.

Menurut al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hal yang patut


dilakukan orang yang berakal ialah mementingkan masa depan, bersiapsiap menghadapinya, dan giat bekerja untuk menyongsong keberhasilan
dan kebahagiaan di masa depan.22 Dalam menyongsong keberhasilan
di masa depan tidak akan dapat tercapai secara efektif, kecuali melalui
perencanaan yang matang, sistematis dan penuh persiapan.

DU

Makna azam yaitu ketetapan hati untuk melakukan suatu perbuatan,


atau memutuskan niat untuk melakukan suatu perbuatan. Harun Nasution
dalam ensiklopedi Islam Indonesia menyatakan bahwa azam berarti
cita-cita atau ketetapan hati.23 Cita-cita dalam dimensi filosofis selalu
berkaitan erat dengan persiapan di masa depan untuk mencapai tujuan.
Dalam Islam pada umumnya menggunakan istilah niat untuk
menunjuk pada suatu rencana. Akan tetapi, secara kritis dapat dibedakan
letak penggunaan dan perbedaan istilah niat dengan azam, walaupun
kedua istilah tersebut hampir tidak dapat dipisahkan. Oleh karena
itu untuk kepentingan ilmu secara filosofis dapat dianalisis letak
perbedaan antara niat dan azam. Azam merupakan awal proses

22
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, (Semarang: CV Toha
Putra, 1974), 190.
23
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1993), 143.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

95

MM

dalam memutusksan hal-hal yang akan dikerjakan pada masa depan.


Masa depan yang dimaksud yaitu dimulai pada saat ini sampai waktu
sesudahnya. Dalam pemahaman ini, azam memiliki jangka waktu tertentu
yang berkaitan dengan keputusan-keputusan di masa depan. Oleh karena
itu, azam didasari dengan pertimbangan-pertimbangan dan pemikiranpemikiran yang matang. Ketika seorang ber-azam, maka dia tentu sudah
mempertimbangkan segala konsekuensinya.

Sedangkan niat itu sendiri melekat dalam perbuatannya. Artinya, pada


saat pekerjaan itu dimulai, maka pada saat itu pula kedudukannya niat.
Misalnya dalam shalat, niat terletak pada saat dimulainya serangkaian
shalat. Dalam hal ini, tidak ada satu perbuatan pun yang tidak dimulai
dengan niat, sebab niat itu sendiri melekat dalam perbuatannya.
Atas dasar analisis tersebut, maka azam memiliki pengertian yang
lebih luas daripada niat. Azam meliputi segala sesuatu yang direncanakan.
Azam memiliki keterkaitan waktu tertentu di masa depan. Dalam
prosesnya azam merupakan langkah pertama dalam keseluruhan tindakan
di masa depan.

DU

Berdasarkan pada analisis tersebut, maka dapat dipertegas bahwa


kata azam lebih tepat dipergunakan untuk istilah perencanaan dalam
Islam. Suatu perbuatan pada masa depan selalu menuntut diawali terlebih
dahulu dengan azam. Artinya suatu perbuatan akan terarah, tersusun,
sistematis dan terencana jika didahului dengan azam. Perbuatan yang tidak
didasarkan pada azam bukanlah merupakan keputusan yang direncanakan,
melainkan perbuatan yang berjalan secara naluri alamiah.
Berkaitan dengan hal tersebut, Harun Nasution24 menyatakan secara
jelas dan tegas bahwa: Azam dan perbuatan itu tidak dapat dipisahkan,
sebab kalau ini terjadi, maka perbuatan itu bukan merupakan ikhtiar
manusia. Dari kutipan ini yang perlu digarisbawahi yaitu bahwa
perbuatan itu bukan merupakan ikhtiar manusia jika tidak melalui proses
azam. Jika perbuatan yang dikerjakan terlepas dari azam, maka perbuatan
tersebut bukan melalui proses perencanaan. Hal ini, tentu mudah dipahami
secara akal sehat (common sense) bahwa azam dalam prosesnya lebih dahulu
24

96

Ibid., 144.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

daripada niat dalam menetapkan keputusan-keputusan di masa depan. Jadi,


segala ikhtiar manusia untuk meraih sukses di masa depan merupakan
suatu tindakan yang memerlukan perencanaan.

MM

Selanjutnya, berdasarkan Al-Quran surat Al-Imran ayat 159 di atas,


setelah menetapkan perencanaan di masa depan, Islam memerintahkan
kaum beriman untuk bertawakal kepada Allah. Bangun konsep
perencanaan yang disertai dengan bertawakal kepada Allah merupakan
ciri pokok yang sesuai dengan jiwa dan idealitas Islam. Bertawakal
merupakan suatu keharusan dalam Islam, sebab tidak cukup untuk
menyongsong keberhasilan suatu perencanaan masa depan jika tidak
disertai dengan pertolongan Allah Swt. Sebab hambatan-hambatan dan
rintangan terkadang tidak dapat diduga sebelumnya. Atas dasar tersebut,
maka perencanaan yang dirumuskan dalam pendidikan Islam memiliki
keterkaitan erat dengan perintah Allah Swt. yang telah terangkum menjadi
prinsip-prinsip pendidikan Islam dalam Al-Quran dan Al-Hadis.
Perencanaan yang disertai bertawakal kepada Allah, tentu bertujuan
untuk memberantas dari perencanaan yang bersifat khayali, mistis dan ilusi.
Artinya perencanaan yang dirumuskan dalam pendidikan Islam benarbenar hasil pemikiran yang mendalam. Dalam Hadis Nabi, pikirkanlah
masak-masak, kemudian bertawakal.25

DU

Bertawakal bukan berarti manusia harus melupakan andil darinya,


akan tetapi hendaknya seseorang dalam berencana selalu memerhatikan
sebab-sebab lahiriah yang dapat menghantarkan ke arah keberhasilan,
hanya saja dalam waktu yang sama perlu memerhatikan sebab-sebab yang
berkaitan dengan kekuasaan Allah Swt. Dalam hal ini, bertawakal bukan
berarti menyerah (lepas andil), melainkan meneliti dan memerhatikan
sebab-sebab tertentu bersamaan dengan menerima keterlibatan Allah
dalam menentukan kesuksesan rencana. Bahkan perencanaan yang disusun
seyogyanya dilakukan untuk memelihara hikmah Illahi. Implikasinya jika
rencana sukses tidak menjadi sombong dan jika rencana gagal tidak putus
asa, bahkan meneliti kembali sebab-sebab kegagalan rencana tersebut.
Dengan demikian, konsep perencanaan dalam pendidikan Islami tidak

25

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Op. Cit., 197.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

97

disandarkan pada perkiraan-perkiraan hampa, melainkan berdasarkan pada


hasil pemikiran yang mengakar pada faktor-faktor penyebab keberhasilan.

MM

Pengertian azam di atas tentu bersifat umum dan karena itu dapat
diterapkan dalam segala aktivitas orang beriman termasuk dalam dunia
pendidikan Islam. Artinya pengertian yang umum tersebut memberikan
keterbukaan terhadap perumusan konsep perencanaan pendidikan menurut
Islam. Atau pengertian generik tersebut dapat diturunkan ke dalam bidang yang
lebih khusus yaitu bidang pendidikan Islam. Sehingga pada gilirannya dapat
dilakukan perumusan konsep perencanaan pendidikan Islam di Indonesia.

DU

Dari hasil penelaahan yang seksama, dapat ditemukan kesamaan


pendapat di kalangan para ahli (jumhur) bahwa pendidikan Islam
merupakan pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam merupakan
warna esensi dalam pendidikan. Islam yaitu ajaran yang berdasarkan
Al-Quran dan Al-Hadis. Jadi dapat dikatakan juga bahwa pendidikan
Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadis. Jika
Islam merupakan dasar dan landasan keberpijakan dalam pendidikan
Islam; landasan segala aktivitas seorang Muslim, maka demikian halnya
dalam perencanaan pendidikan Islam yaitu perencanaan pendidikan
yang berdasarkan Islam (Al-Quran dan Al-Hadis). Artinya rumusan
konsep perencanaan pendidikan yang serasi dan konsisten dalam Islam.
Perencanaan pendidikan yang bertentangan dengan Islam tidak boleh
diterima, dan sebaliknya selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
Islam dalam Al-Quran dan Al-Hadis boleh diterima. Jadi, Islam merupakan
standar penilaian terhadap konsep perencanaan pendidikan.
Islam mementingkan kesatuan dan keseimbangan antara aspek
rasional, spiritual dan aspek materiil. Sealur dengan itu, perencanaan
pendidikan dalam Islam menggunakan analisis integralis dalam berbagai
aspek tersebut. Bahkan realisasi dari ketiga aspek tersebut merupakan
tugas perencanaan pendidikan Islam. Artinya perencanaan pendidikan
dalam Islam berkewajiban untuk menyesuaikan sistem pendidikan Islam
yang diselenggarakan dengan cita-cita dan kebutuhan masyarakat Muslim
yang mampu mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik;
memerhatikan pengembangan aspek akal, hati dan jasmani secara
berkualitas tinggi.

98

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

Atas dasar itu, konsep perencanaan pendidikan menurut Islam


harus terbina di atas landasan yang mempertimbangkan keseimbangankeseimbangan aspek rasional, spiritual, dan aspek materiil. Atau dengan
istilah lain, konsep perencanaan pendidikan yang dirumuskan berkaitan erat
dengan prinsip-prinsip dan tujuan Islam yang menteorikan keseimbangan
dan kesempurnaan; tidak boleh bertentangan dengan idealitas dan citacita masyarakat Muslim. Sehingga melalui perencanaan pendidikan Islam
dapat dicapai kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di
akhirat kelak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa yang membedakan
perencanaan pendidikan Islam dengan perencanaan pendidikan pada
umumnya yaitu dari segi processing yang disertai tawakal kepada Allah
Swt. Dari permulaan proses yang benar sesuai dengan cita-cita Islam
tentunya akan mengeluarkan hasil yang benar pula sesuai dengan jiwa
dan prinsip-prinsip Islam. Dalam perencanaan pendidikan Islam segala
keputusan dilakukan semata-mata untuk memelihara nilai-nilai Islam
dan mengagungkan hikmah Illahi melalui sistem pendidikan yang
diselenggarakan.

DU

Dalam Islam, perencanaan pendidikan bukan hanya sekadar reaksi


terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, akan tetapi merupakan
antisipasi dan solusi yang berorientasi pada masa depan. Firman Allah
Swt. dalam surat Al-Hasyr (59): 18, yaitu:

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


hendaklah setiap diri manusia memerhatikan hal-hal apa yang
hendak dilakukan bagi hari esok. Dan bertakwalah kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.26

Ayat ini mengandung anjuran supaya kita senantiasa memerhatikan


apa yang berguna bagi kita di masa yang akan datang. Dalam beberapa
tafsir, kata ghad diartikan dengan hari kiamat. Tapi juga ada yang
mengartikan besok, karena dekatnya, sebab segala yang akan datang
adalah dekat. Alhasil, maksud ayat tersebut adalah anjuran supaya orang
beriman senantiasa memerhatikan apa yang berguna di masa depan baik
26

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 19.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

99

MM

kehidupan dunia maupun akhirat. Atau dengan kata lain tidak hanya
dalam mempersiapkan untuk kehidupan akhirat, melainkan juga persiapan
di dunia yaitu melalui perencanaan-perencanaan yang akan bermanfaat.
Sebab dalam Islam pada prinsipnya kehidupan akhirat itu akan ditentukan
oleh kehidupan di dunia. Akhirat itu hanyalah akibat dari perbuatan di
dunia. Oleh karena itu, yang penting dan mendesak untuk diperhatikan
adalah persiapan masa depan melalui perencanaan pendidikan Islam yang
bermanfaat.
Penyelenggaraan pendidikan Islam adalah perbuatan yang bermanfaat.
Sebab melalui proses pendidikan Islam dapat mewujudkan manusia yang
berjiwa Islami, dan dapat membawa manusia dari kegelapan ke arah terang
benderang. Oleh karena itu, berdasarkan Al-Quran surat Al-Hasyr ayat
18, memerhatikan perencanaan pendidikan Islam adalah diperintahkan
kepada kaum beriman. Tujuan perencanaan pendidikan Islam untuk
mengantisipasi rencana-rencana yang buruk (dzalim), yang mengandung
tipu daya dan sekuler yang menghendaki agar cahaya dan bara nilai-nilai
Islam dipadamkan melalui sistem pendidikan yang direncanakan. Oleh
karena itu, untuk menghidupkannya kembali cahaya Islam diperlukan
ikhtiar kaum beriman melalui perencanaan pendidikan Islam.
Kemungkinan tersebut telah diingatkan oleh Allah Swt. dalam surat
Ath-Thariq (86): 15-16, yaitu:
Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat
dengan sebenar-benarnya. Dan akupun membuat rencana (pula)
dengan sebenar-benarnya.27

DU

Ayat ini berkaitan dengan rencana kaum kuffar untuk membujuk


dan menipu orang-orang agar menentang Al-Quran (Islam) dengan
menyebarkan fitnah dan keraguan. Maka untuk mengantisipasinya, Allah
Swt. merencanakan balasan tipu daya mereka dengan menerangkan RasulNya dan memuliakan Islam.
Dalam surat Ath-Thariq ayat 15 dan 16 tersebut di atas, yang menarik
untuk diperhatikan secara seksama yaitu bahwa Allah Swt. menanamkan
kebaikan dengan kata kaid, atau kebaikan itu berada dalam bentuk kaid,
27

100

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1049.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

padahal menurut Al-Maraghi28 bahwa kata kaid adalah semacam tipu


daya. Menurut Al-Maraghi hal itu disebabkan Allah Swt. berbuat kepada
mereka apa yang secara lahir bermanfaat bagi kaum kuffar, tetapi Allah
Swt. sebenarnya menghendaki rencana itu sebagai bencana. Sehubungan
dengan hal tersebut, perencanaan pendidikan Islam dirumuskan dalam
upaya menghindari tipu daya yang menjerumuskan kaum Muslim pada
kehancuran baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Perencanaan pendidikan Islam tidak hanya menyangkut aspek duniawi


sebagaimana dalam pendidikan sekuler, melainkan mementingkan kesatuan
dan keseimbangan dunia akhirat secara integral. Islam mementingkan
keseimbangan aspek akal, hati dan jasmani. Berdasarkan hal tersebut,
maka dapat dirumuskan bahwa konsep perencanaan pendidikan Islam
yaitu suatu proses penggunaan analisis integralis dan sistematis terhadap
pengembangan sistem pendidikan Islam supaya efektif dan efisien sesuai
dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Analisis integralis
dalam perencanaan pendidikan Islam meliputi aspek rasional, spiritual,
dan materiil.

DU

Islam adalah ajaran agama yang telah ada dan telah menegaskan
kebenaran abadi. Kebenaran abadi tersebut bersumber dari Allah dan
Rasulnya dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Kebenaran Islam telah menjadi
kenyataan yang aksiomatis di kalangan kaum Muslimin. Keyakinan itu
terutama didasarkan pada beberapa ayat Al-Quran yang menegaskan
tidak ada keraguan di dalam kitab Allah, bahkan Al-Quran merupakan
petunjuk bagi orang yang bertakwa. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah
(2): 2, yaitu:

Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi


mereka yang bertakwa.29

Menurut Ziauddin Sardar30 bahwa: Firman Tuhan yang diwahyukan


ini, merupakan pengejawantahan dari kebenaran, dan dasar bagi jalan
hidup Islami. Jika hal tersebut telah menjadi keyakinan yang teguh,
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Op. Cit., 75.
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 8.
30
Ziauddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Umat Islam, (Bandung: Mizan, 1996), 29.
28
29

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

101

maka segala aktivitas manusia berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam


sebagaimana terangkum dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

MM

Al-Quran sebagai sumber pedoman hidup umat manusia telah


menggelarkan wawasan terhadap masa depan hidup manusia dengan
rentangan akal pikirannya yang mendalam dan meluas sampai pada
penemuan ilmu dan teknologi yang secanggih-canggihnya. Islam
menghantarkan pada suatu jalan hidup masa depan yang menekankan pada
kesatuan dan keseimbangan antara aspek materiil, spiritual dan rasional.
Realisasi semua aspek tersebut merupakan fungsi dari perencanaan
pendidikan Islam.
Dalam upaya pencarian prinsip-prinsip perencanaan pendidikan Islam,
perlu diketahui terlebih dahulu prinsip-prinsip perencanaan pendidikan
yang telah dikemukakan oleh para ahli. Hal ini menjadi penting untuk
menilai keberpijakan yang telah digunakan oleh para ahli tersebut.
Dan selanjutnya akan dilakukan perumusan terhadap prinsip-prinsip
perencanaan pendidikan Islam.

DU

Perencanaan pendidikan harus menunjang pada pencapaian sasaran


dan tujuan pendidikan. Dalam proses pencapaian tujuan, perencanaan
pendidikan merupakan langkah yang pertama dalam keseluruhan
manajemen pendidikan. Selain itu pula perencanaan pendidikan harus
melibatkan semua pihak mulai dari yang paling atas, sampai yang paling
bawah. Sehingga proses pencapaian tujuan dalam perencanaan pendidikan
dapat dilakukan seefisien mungkin dengan memanfaatkan sumber-sumber
yang tersedia.
Perencanaan pendidikan merupakan persiapan tindakan untuk masa
yang akan datang dalam upaya mencapai tujuan secara efektif dan efisien,
oleh karenanya dalam penyusunannya perlu memerhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Perencanaan harus berdasarkan dan disesuaikan dengan ketersediaan
sumber-sumber, baik yang telah tersedia maupun yang harus
disediakan.
2. Perencanaan harus memerhatikan kondisi dan situasi dalam
masyarakat.

102

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

3. Suatu perencanaan hendaknya dilandasi oleh rasa tanggung jawab


untuk membina kepentingan lembaga pendidikan dan masyarakat
seluruhnya.
4. Dalam proses pelaksanaan program menuntut iklim kerja sama antara
semua pihak yang terlibat di dalamnya.
5. Perencanaan harus bersifat komprehensif.

MM

6. Perencanaan pendidikan harus bersifat integral.

7. Perencanaan pendidikan harus memerhatikan aspek kualitatif dan


kuantitatif.
8. Perencanaan pendidikan harus bersifat kontinu.

9. Perencanaan pendidikan harus didasarkan efisiensi.

10. Perencanaan pendidikan harus dibantu oleh organisasi administrasi


yang efisien dan data yang diandalkan.

DU

Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan tersebut di atas, dapat digunakan


dalam perencanaan pendidikan Islam. Namun demikian, bukan berarti sudah
cukup puas dengan prinsip-prinsip perencanaan pendidikan yang telah ada
tersebut. Sebab walau bagaimanapun merasa puas dengan hasil yang ada
hanya akan menunjukkan ketidakmampuan dalam menyusun wawasan baru.
Sehubungan dengan itu, Islam telah memberikan wawasan dasar terhadap
prinsip-prinsip perencanaan pendidikan Islam. Prinsip-prinsip perencanaan
pendidikan yang bertolak dari Islam itulah yang lebih meyakinkan pada
kebenaran abadi dan kesesuaiannya dengan tujuan Islam secara hakiki.
Dengan demikian, dapat dilakukan perumusan kembali beberapa
prinsip dalam perencanaan pendidikan Islam, yaitu:
1. Perencanaan pendidikan Islam harus memegang prinsip syumuliyah
(menyeluruh). Firman Allah dalam surat Al-Zalzalah (99): 7-8
menegaskan:

31

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarahpun,


niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan
melihat balasannya pula.31

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1087.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

103

Implikasi ayat di atas menunjukkan bahwa perencanaan pendidikan


Islam tidak hanya tertuju pada satu aspek saja, melainkan perlu
ditinjau secara keseluruhan. Islam memerhatikan keseimbangankeseimbangan antara aspek materiil, spiritual, dan rasional; kebutuhan
untuk kehidupan di dunia dan kepentingan untuk kehidupan di
akhirat. Demikian pula dalam masalah keseimbangan antara aspek
kualitatif dan kuantitatif.

MM

2. Perencanaan pendidikan Islam harus memegang prinsip relevansi.


Firman Allah dalam surat Ar-Rum (30): 8, yaitu:

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang diri mereka?


Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang
ditentukan....32

Implikasi prinsip relevansi itu bahwa perencanaan pendidikan Islam


dalam penerapannya harus sesuai dengan situasi dan kondisi yang
melatarbelakanginya. Perencanaan pendidikan Islam seiring dengan
perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan, dengan tetap
tidak menyimpang dari tujuan Islam. Menurut Islam segala sesuatu
pasti berakhir kecuali Allah Swt.

3. Perencanaan pendidikan Islam harus memegang prinsip objektivitas.


Firman Allah dalam surat Al-Maidah (5): 8, yaitu:
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.33

DU

Prinsip objektivitas telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.


yaitu Nabi Muhammad pernah bersabda: Andaikata Fatimah binti
Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan memotong
kedua tangannya. Objektif dalam pengertian ini dilakukan secara
benar, jujur, ikhlas, amanah dan taawun.
32
33

104

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 642.


Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 159.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

Implikasi dari prinsip objektivitas bahwa perencanaan pendidikan


Islam tidak merugikan pada salah satu golongan tertentu sementara
hanya menguntungkan golongan yang lain, melainkan dirancang
untuk merealisasikan keadilan. Sehingga pemerataan kualitas hasilhasil pendidikan Islam dapat dirasakan oleh keseluruhan masyarakat
dan pendidikan Islam benar-benar menjadi rahmat bagi semesta alam.

MM

4. Perencanaan pendidikan Islam harus memegangi prinsip istiqomah


(kontinuitas). Firman Allah dalam surat Al-Ahqaaf (46): 13-14, yaitu:

Sesungguhnya orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah,


kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran
bagi mereka dan mereka tiada pula berduka cita. Mereka itulah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya sebagai
balasan atas apa yang mereka kerjakan.34

Implikasi ayat di atas menunjukkan bahwa perencanaan pendidikan


Islam dilaksanakan secara maju berkelanjutan. Islam memerintahkan
orang beriman, apabila telah selesai mengerjakan suatu pekerjaan,
maka kerjakanlah yang lain. Jika hal ini terus-menerus dikerjakan
secara istiqomah, maka pada gilirannya akan tiba kesempurnaan suatu
tujuan. Dengan prinsip ini keputusan yang diambil akan memiliki
daya validitas dan realibilitas. Prinsip istiqomah tentu berkaitan erat
dengan prinsip Islam yang mengandung kebenaran abadi.

DU

5. Perencanaan pendidikan Islam harus bersifat efektif dan efisien. Firman


Allah dalam surat Al-Israa (17): 26, yaitu:

Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara


boros.35

Kemudian dalam surat Al-Asr (103): 1-3, Allah berfirman:


Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam


kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran
dan nasihat mensehati supaya menetapkan kesabaran.36

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 824.


Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 428.
36
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 428.
34
35

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

105

Implikasi ayat di atas menunjukkan bahwa perencanaan pendidikan


Islam harus memanfaatkan sumber-sumber yang ada secara optimal,
baik sumber yang bersifat materiil maupun non materiil. Perencanaan
pendidikan Islam harus secara tepat pada sasaran sesuai dengan
tingkat keperluannya. Sehingga perencanaan pendidikan Islam
terhindar dari perbuatan mubazir (sia-sia) yang merugikan. Dalam
perencanaan pendidikan Islam dapat mendayagunakan waktu, tenaga,
biaya dan sumber-sumber lain secara tepat dan cermat sehingga
hasilnya memadai dan dapat memenuhi harapan.

MM

6. Perencanaan pendidikan Islam harus memegangi prinsip tanggung


jawab. Firman Allah dalam surat Al-Israa (17): 36, yaitu:

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai


pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.37

Kemudian dalam surat Al-Kahfi (18): 29, Allah berfirman:


Implikasi dari ayat di atas bahwa apa pun yang menjadi keputusan
dalam perencanaan pendidikan Islam harus dilandasi dengan penuh
rasa tanggung jawab. Segala keputusan diambil pada masa sekarang
akan memiliki akibat sebagai konsekuensi logis pada masa yang akan
datang. Oleh karena itu, prinsip tanggung jawab dalam perencanaan
pendidikan Islam adalah mutlak.

DU

Dan katakanlah: Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka


barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman dan
barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir.38

7. Perencanaan pendidikan Islam harus memegangi prinsip kerja sama.


Firman Allah dalam surat Al-Maidah (5): 2, yaitu:

...Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa,


dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.39

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 429.


Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 448.
39
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 157.
37
38

106

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

Implikasi dari ayat di atas menunjukkan bahwa dalam perencanaan


pendidikan Islam menuntut iklim kerja sama semua pihak yang
terkait di dalamnya. Dengan prinsip kerja sama dalam perencanaan
pendidikan Islam akan dapat memperkokoh potensi yang bersatu
padu; bersumber-sumber yang sederhana dapat menjadi besar sehingga
tujuan perencanaan pendidikan Islam relatif mudah untuk diwujudkan.

MM

Prinsip-prinsip yang telah dikemukakan tersebut di atas, perlu


diletakkan sebagai kerangka ideal yang menjiwai proses manajemen
pendidikan Islam, terutama pada aspek fungsi manajemen sebagai
perencanaan. Oleh karena itu, perencanaan pendidikan Islam yang
berpegang pada prinsip-prinsip ajaran Islam tersebut merupakan bahan
renungan dan pemikiran di kalangan para ahli pendidikan Muslim. Dengan
meletakkan prinsip-prinsip perencanaan pendidikan Islam yang kokoh dan
konsisten dengan nilai kebenaran mutlak itulah yang lebih meyakinkan
untuk suksesnya perencanaan, mencapai kebahagiaan dunia dan juga
kebahagiaan akhirat. Sebab dari prinsip-prinsip yang berbeda antara Islam
atau sekuler akan menghasilkan keputusan yang berbeda-beda pula sesuai
dengan prinsip tersebut.

DU

Berdasarkan analisis historis, didapatkan informasi yang akurat


tentang pengalaman penting yang menyangkut pemikiran pendidikan
Islam. Pendidikan Islam dalam sepanjang sejarah pernah sukses yang
menghantarkan kejayaan Islam dan sekaligus dunia Islam menjadi pusat
ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, kenyataan sejarah tersebut
sudah lama menyempit walaupun pada saat yang sama selalu diteorikan
bahwa Islam adalah ajaran yang sempurna; meliputi segala sesuatu.
Sehingga persoalan yang timbul yaitu terdapatnya ketegangan antara
teori pendidikan Islam dengan kenyataan historis umat Islam. Atas dasar
itu diperlukan analisis historis kritis untuk menemukan kembali sistem
pendidikan Islam yang terencana sesuai dengan situasi dan kondisi yang
melatarbelakanginya. Dari hasil penemuan historis yang pernah suskes
tersebut, selanjutnya sebagai bahan pertimbangan perencanaan pendidikan
Islam di masa depan.
Belajar pada sejarah tentu akan bermanfaat dan diperintahkan dalam
Islam. Firman Allah dalam surat Yusuf (12): 111, yaitu:

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

107

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi


orang-orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu, dan segala petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang beriman.40

MM

Sejarah mengandung logika dan mempunyai kemampuan explanatory


tentang sesuatu masalah. Selain itu juga kenyataan sejarah dapat
memberikan daya prediksi ke masa depan. Berkaitan dengan itu Fuad
Hashem41 mengatakan, sejarah juga mampu memberi petunjuk bagi sikap
dan tindakan di masa kini maupun di masa mendatang.

Dalam sejarah pendidikan Islam terdapat gagasan, ide dan tujuantujuan yang jelas. Hal ini merupakan kebutuhan pokok dalam menentukan
sikap dan tindakan para pemerhati pendidikan Islam untuk masa depan.
Jalaluddin42 secara tegas mengatakan bahwa: Melalui pendekatan sejarah
diharapkan dapat diketahui bagaimana konsep-konsep pendidikan dari
zaman silam, perkembangan pemikiran, faktor-faktor yang memengaruhi
perbuatan, serta latar belakang yang mendorong lahirnya konsep-konsep
tentang rancangan pendidikan Islam .

DU

Dalam melihat gambaran perencanaan masa depan, dapat ditentukan


oleh gambaran masa lampau dan masa sekarang. Rencana masa depan
memerlukan analisis menyangkut pengalaman masa lampau, dan pelajaran
dari masa kini.43 Dalam pengertian ini bahwa masa depan merupakan
fungsi dari masa lampau dan masa kini.
Dengan demikian, untuk mengungkap sukses yang pernah dicapai
dalam pendidikan Islam, tentu memerlukan analisis historis dan penelitian
yang mendalam. Penelitian yang relevan dengan kebutuhan pokok ini
berkaitan erat dengan program, lembaga dan sarana yang mendukung
pada keberhasilan pendidikan Islam sebagai unsur-unsur penting dalam
perencanaan pendidikan Islam.
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 336.
Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru, (Bandung:
Mizan, 1996), 17.
42
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
1996), 31.
43
Ziaudin Sardar, Op. Cit., 14.
40

41

108

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

Abdurrahman Al-Baghdadi melakukan suatu pengkajian terhadap


program pendidikan Islam, menurutnya yaitu: Program-program
pendidikan ini (Islam) harus diwujudkan dalam khalifah Islam, sehingga
hanya dikenal satu-satunya sistem pendidikan untuk khalifah Islam
yang berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam yang mengatur kurikulum
pendidikan, menentukan teori, tujuan dan program pendidikan yang
dikehendaki oleh khalifah Islam dalam tujuannya mencetak umat yang
berkualitas, umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk seluruh manusia,
dan umat yang paling kuat dalam peradaban, kebudayaan, pengetahuan,
teknologi dan daya ciptanya.44
Berdasarkan hasil penelahan penulis, program-program pendidikan
yang dimaksud di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Bahasa yang dipergunakan dalam bahasa pendidikan adalah bahasa
Arab.
2. Program pendidikan harus seragam. Tidak diperbolehkan terdapat
program apa pun selain program pendidikan yang telah ditetapkan
oleh negara. Sekolah swasta harus mengikuti kurikulum pendidikan
khalifah dan sekaligus mengikuti teori dan target pendidikan tersebut,
dengan syarat bukan sekolah asing.

DU

3. Tsaqafah Islam wajib diajarkan di seluruh tingkat pendidikan, termasuk


di dalamnya ilmu kedokteran, matematika, ilmu pengetahuan alam,
dan ilmu pengetahuan lainnya.
4. Dalam pelaksanaan pendidikan, harus terpisah jelas antara ilmuilmu kebudayaan. Ilmu teknik dipelajari tidak terikat oleh jenjang
pendidikan. Sedangkan ilmu-ilmu kebudayaan dan pengetahuan
umum dipelajari di tingkat dasar sesuai dengan teori pendidikan yang
tidak bertentangan dengan konsep dan hukum Islam. Di tingkat atas,
ilmu-ilmu kebudayaan diajarkan sebagai pengetahuan umum dengan
syarat tidak keluar dari tinjauan pendidikan yang ditetapkan.
5. Ilmu-ilmu kesenian dan keterampilan dapat dimasukkan sebagai ilmu
pengetahuan seperti perdagangan, pelayaran, pertanian, planologi dan

44

Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 39.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

109

lain-lain. Kesemuanya boleh dipelajari tanpa terikat oleh syarat-syarat


lain selama tidak bertentangan dengan Islam, misalnya perbankan,
asuransi dan lain-lain.
6. Waktu pelajaran untuk ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab setiap
minggunya harus disesuaikan dengan waktu pelajaran untuk ilmuilmu umum lainnya baik dari segi jumlah maupun waktu.

MM

7. Ilmu-ilmu terapan seperti teknik dan sejenisnya hendaknya diajarkan


dalam bentuk yang mampu mewujudkan tanaga-tenaga ahli di
kalangan umat yang dapat menemukan dan menciptakan sesuatu,
sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan tampak kemajuan
dalam bidang industri dan lain sebagainya.

Program-progam pendidikan yang dikemukakan tersebut mungkin


menyebabkan keberatan sebagian kalangan. Keberatan tersebut dapat
muncul dari suatu pandangan yang mementingkan substansi dari
suatu tujuan. Jika suatu proses ingin tercapai dengan baik tentu harus
disampaikan dalam bahasa yang dapat dimengerti, yaitu bahasa kaumnya
sendiri. Sedangkan bahasa Arab hanya dapat dipahami dengan baik oleh
kalangan bangsa Arab, dan ini tepat diterapkan dalam sistem pendidikan
yang ada di kawasan Arab, akan tetapi tidak secara otomatis tepat untuk
di semua tempat.

DU

Kemudian keberatan dalam program yang disamakan tentu


lahir dari suatu anggapan bahwa pendidikan itu harus disesuaikan
dengan kebutuhan. Jika kebutuhannya berbeda-beda, berarti program
pendidikannya pun harus berbeda.
Beberapa alasan tersebut sebenarnya mudah dipahami, akan tetapi
yang perlu diperhatikan dalam suatu analisis di sini bahwa dengan
penggunaan bahasa Arab dalam bahasa pendidikan memberikan
kemungkinan yang lebih besar untuk memahami Islam itu sendiri. Karena
memang ajaran Islam termuat dalam Al-Quran dan Al-Hadis dalam bahasa
Arab. Sehingga dengan demikian memberikan dorongan yang kuat kepada
kaum Muslim untuk belajar bahasa Arab sebagai kunci untuk memahami
Islam dari sumber-sumbernya yang asli.

110

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa bukti pentingnya bahasa


Arab sebagai bahasa pengantar di seluruh jenjang pendidikan. Rasulullah
dalam surat menyurat dengan raja-raja di luar negeri, Misalnya kepada
raja Kisra di Persia, Muqauqis di Mesir, Kaisar Heracleius di Romawi,
dan raja-raja lain di sekeliling jazirah Arab. Surat-surat Rasulullah ditulis
dalam bahasa Arab, padahal saat itu memungkinkan untuk diterjemahkan
ke dalam bahasa-bahasa lain. Menurut Al-Baghdadi45 bahwa: Rasulullah
tidak menggunakan bahasa mereka dalam surat-suratnya, padahal mereka
bukanlah orang Arab, sedangkan surat-surat beliau saat itu mengajak
mereka kepada Islam.
Sedangkan masalah program yang disamakan oleh negara, sebenarnya
akan berkaitan erat dengan suatu idealitas dan cita-cita kaum Muslimin
untuk memberikan kesempatan pendidikan kepada semua warga negara.
Islam memerintahkan untuk menikmati pendidikan kepada semua
orang dengan tidak membeda-bedakan antara yang satu dengan yang
lainnya. Semuanya mempunyai kesempatan yang sama. Oleh karena
itu, kesempatan pendidikan yang sama akan terwujud dengan cara
menyamakan program pendidikan itu sendiri. Artinya semua individu
perlu dibekali ilmu pengetahuan yang sama supaya bersama-sama
memperoleh derajat yang mulia di sisi Allah Swt.

DU

Tampaknya alasan tersebut dapat diterima, karena memang sukar


untuk diingkari. Akan tetapi, program pendidikan yang berkaitan dengan
pengembangan ilmu pengetahuan dapat diterima selama akan bermanfaat
bagi pola pengembangan kehidupan manusia baik di dunia maupun di
akhirat. Oleh karena itu, yang terpenting dalam program pendidikan yang
diajukan oleh Al-Baghdadi sebenarnya terletak pada asas akidah Islam
sebagai satu-satunya asas. Artinya programnya harus berdiri di atas landasan
akidah Islam, serasi dan konsisten dengan Al-Quran dan Al-Hadis.
Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat ditentukan bahwa Islam
telah menetapkan akidahnya sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan
seorang Muslim. Atas dasar akidah Islam inilah diletakkan pula segala
aspek mengenai program pendidikan Islam.

45

Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 40.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

111

MM

Akidah Islam merupakan tujuan pokok yang hendak dicapai dalam


pendidikan Islam. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu diperlukan
program pendidikan Islam yang dapat menghantarkan pada tujuan tersebut.
Sehingga antara tujuan dan program pendidikan perlu ada kesesuaian dan
kesinambungan. Tujuan yang hendak dicapai berarti harus tergambar
dalam program yang ditetapkan, program itulah yang mencerminkan arah
dan tujuan yang diinginkan dalam proses kependidikan.

Segi akidah Islam merupakan aspek yang amat penting dan paling
mendalam pengaruhnya terhadap segala aspek kehidupan lainnya. Oleh
karena itu, tujuan pertama dari pendidikan Islam yaitu membentuk
manusia yang beriman kepada Allah.
Iman bukanlah kata-kata yang diucapkan atau semboyan yang
dibanggakan, melainkan suatu hakikat yang meresap ke dalam akal,
menggugah perasaan dan menggerakkan kemauan. Keimanan dalam hati
dibuktikan kebenarannya dengan amal perbuatan. Itulah makna iman
dalam pendidikan Islam. Sesuai dengan Firman Allah dalam surat AlHujurat (49): 15, yaitu:

Sesungguhnya orang-orang yang sebenarnya beriman hanyalah orangorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.46

DU

Iman dalam pendidikan Islam bukanlah semata-mata pengetahuan


dalam otak dan bukan pula semata-mata perasaan jiwa yang menerawang
dalam hati, akan tetapi iman merupakan kesatuan semua itu. Iman tidak
menyimpang dari kebenaran, melainkan menumbuhkan kretaivitas yang
menyebarkan kebenaran dan kebaikan serta membimbing manusia ke
jalan yang benar. Itulah segi akidah Islam yang perlu ditanamkan dalam
sistem pendidikan Islam.
Jika diteliti lebih mendalam lagi, maka didapatkan informasi bahwa
program pendidikan Islam yang meletakkan akidah Islam sebagai asas
pokoknya sudah berlangsung sejak Nabi Adam as. Menurut Zuhairini47
46
47

112

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 848.


Zuhairini, Op. Cit., 10.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

bahwa Adam, sebagai manusia pertama dan sekaligus juga Rasul Allah yang
pertama, telah merintis dan menancapkan tonggak budaya awal di bidang
tarbiyah, talim dan tadib langsung dengan petunjuk Allah. Bimbingan Allah
berikutnya datang, manakala dalam proses pewarisan budaya dari generasi
ke generasi berikutnya mengalami kemacetan dalam perkembangannya, atau
menyimpang dari tujuan semula, atau manusia menghadapi situasi kritis
yang memerlukan penentuan alternatif yang harus dipilih.
Pendapat Zuhairini tersebut tampak jelas dan dapat diterima secara
umum karena hal tersebut akan tetap relevan untuk setiap waktu dan
tempat. Walaupun bimbingan langsung dari Allah sudah tidak dapat
diidentifikasi lagi, akan tetapi wahyu Allah sebagai fungsi bimbingan telah
terabadikan dalam Al-Quran dan dicontohkan pelaksanaannya oleh Nabi
Muhammad Saw. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menghindari
ketetapannya petunjuk-petunjuk Allah dalam proses kependidikan Islam.
Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 38, yaitu:

Kemudian jika datang petunjuk kepadamu, maka barang siapa yang


mengikuti petunjuk-Ku niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka,
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.48

DU

Ayat tersebut merupakan jaminan Allah, apabila menetapkan program


pendidikan yang sesuai dengan petunjuk-petunjuk-Nya, maka tidak
perlu khawatir akan mengalami kegagalan dan kesesatan. Sebab Allah
itu Maha Pintar yang serba mengetahui baik yang tampak maupun yang
tersembunyi; baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Namun
demikian, program yang didasarkan pada petunjuk-petunjuk Allah
tersebut dalam pelaksanaannya harus terintegrasi dan berproses bersama
pertumbuhan dan perkembangan budaya umat manusia. Sehingga program
pendidikan Islam dapat berfungsi dan operasional di lapangan. Oleh karena
itu, uraian penjabaran program pendidikan memerlukan ikhtiar manusia
secara terencana.
Selanjutnya, berdasarkan catatan sejarah pendidikan Islam yang
dilaksanakan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah terakhir dan
penyempurna ajaran Islam secara konsisten menetapkan tauhid sebagai
48

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 15.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

113

MM

asas yang pokok dalam pendidikannya. Pendidikan Tauhid atau akidah


Islam benar-benar menempati prioritas utama dan diupayakan secara
sungguh-sungguh agar terpatri dalam jiwa. Setelah akidah mantap dan
kokoh, maka program pendidikan selanjutnya yaitu pengajaran AlQuran. Al-Quran merupakan intisari dan sumber pokok dalam program
pendidikan yang disampaikan Nabi Muhammad kepada umatnya. Dan
itu dilaksanakan selama masa pembinaan pendidikan Islam di Makkah
(keimanan dan baca tulis Al-Quran).
Program pendidikan selanjutnya yaitu masalah-masalah sosial, ekonomi,
bahasa, politik, dan teknologi. Program pendidikan lanjutan dilaksanakan
setelah umat memiliki akidah yang mantap dan pandai baca tulis Al-Quran.
Pendidikan sosial, politik dan ekonomi diberikan yaitu ketika hijrah di
Madinah. Hal ini karena dalam suasana baru tersebut (Madinah) diperlukan
jalinan kemasyarakatan sebagai kunci keberhasilan pembangunan dan dakwah
Islam. Dalam hal ini pula disesuaikan dengan kondisi kota Madinah.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa segala program pendidikan
apa pun harus terpancar dari sinar akidah Islam yang terhindar dari
kesesatan dan patamorgana. Apabila program pendidikan sudah didasarkan
pada akidah Islam, maka akan tercipta manusia yang cerdas dan
menebarkan rahmat kepada sekalian alam.

DU

Agar program pendidikan yang berlandaskan akidah Islam tersebut


aplicable, maka perlu diuraikan ke dalam rencana-rencana program
yang berkaitan dengan faktor keberhasilan pendidikan Islam secara
nyata. Berikut ini beberapa hal yang perlu di telaah secara seksama
sebagai bandingan analisis terhadap sistem pendidikan Islam yang perlu
direncanakan.
Kurikulum pendidikan Islami perlu direncanakan. Dalam Ensiklopedia
pendidikan, Kurikulum adalah suatu kelompok pelajaran dan pengalaman
yang diperoleh si pelajar di bawah bimbingan sekolah. Dalam pandangan
tersebut, kurikulum tidak hanya terbatas pada mata pelajaran atau bidang
studi tertentu, melainkan segala aktivitas yang terajdi dalam proses belajar
mengajar ( kependidikan). Kurikulum mencakup rancangan tentang pokokpokok pikiran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan, serta metode
yang digunakan untuk menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut.

114

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

Dengan demikian, kurikulum pada hakikatnya amat kompleks yang


menyangkut banyak faktor yang terkait di dalamnya. Akan tetapi, pada
prinsipnya setiap kurikulum didasarkan pada asas-asas tertentu yang
menjadi landasannya. Asas filosofis misalnya, merupakan salah satu
asas yang menentukan tujuan umum kurikulum pendidikan. Dengan
asas filosofis yang berbeda-beda; religius atau sekuler, demokratis atau
otoriter, tentu turut menentukan hasil kurikulum yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, asas filosofis yang benar dan sesuai dengan falsafah
hidup suatu masyarakat akan turut menentukan struktur kurikulum yang
terkait di dalamnya.
Struktur kurikulum pendidikan terdiri dari beberapa komponen yang
sudah lazim dipertimbangkan. Setiap kurikulum memiliki komponenkomponen yang saling berkaitan erat, yaitu :
1. Tujuan

2. Bahan pelajaran

3. Proses belajar mengajar


4. Penilaian

DU

Dengan demikian, jika tujuan pendidikan Islam adalah untuk


mengembangkan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang
dan terpadu, maka bahan pelajarannya pun harus mendukung pada
arah tujuan tersebut. Dalam operasionalisasinya bahwa tujuan umum
pendidikan Islam tersebut perlu dianalisis menjadi tujuan yang lebih
spesifik, sehingga dapat diterjemahkan ke dalam kegiatan proses belajar
mengajar. Tujuan tersebut harus mempunyai isi yang diharapkan akan
dikuasai peserta didik sehingga dapat diketahui hingga manakah tujuan
dan penguasaan bahan itu dapat dicapai.
Jadi, agar tujuan pendidikan Islam memberi ruang untuk dapat
diwujudkan, dalam operasionalisasinya perlu direncanakan secara
khusus ke dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan diukur taraf
ketercapaiannya. Cara perumusan tujuan yang baik, yaitu:
1. Tujuan itu hendaknya berdimensi proses dan produk. Dimensi proses yaitu
menganalisis, menginterpretasi, mengingat dan sebagainya. Sedangkan
dimensi produk yaitu hasil yang dicapai dari setiap mata pelajaran.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

115

2. Tujuan yang bersifat umum dan kompleks dispesifikasikan sehingga


diperoleh bentuk kelakuan yang dapat diamati.
3. Memberikan petunjuk tentang pengalaman yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut.

4. Tujuan yang direncanakan dalam pencapaian dalam kurun waktu


tertentu yang memerlukan proses yang panjang.

MM

5. Tujuan harus realistis dan dapat diterjemahkan ke dalam pengalaman


belajar tertentu.

6. Tujuan itu harus komprehensif menjadi segala aspek yang menyangkut


potensi peserta didik.
Menurut Islam, kurikulum pendidikan yang diprogramkan harus
berdasarkan akidah Islam. Jika akidah Islam sudah menjadi asas yang
mendasar bagi segala aktivitas seorang Muslim, maka seluruh ilmu
pengetahuan yang diterimanya harus berdasarkan akidah Islam pula, baik
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan urusan kehidupan manusia di
dunia maupun urusan kehidupan akhirat. Demikian pula pada metode yang
digunakan harus mencerminkan dan berdasar pada akidah Islam. Artinya
tidak secara diametral bertentangan dengan petunjuk yang diperintahkan
Islam. Bahkan Islam yang memberikan epistemologi dan landasan pokokpokok pikirannya.

DU

Walaupun pada dasarnya tujuan pendidikan Islam yang pokok (ultimate


goal) itu tetap sama, namun tidak berarti bahwa kurikulum itu harus
tetap. Kurikulum justru harus berkembang sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat. Dengan demikian,
kurikulum bersifat progresif, berkembang dan dinamis-konstruktif. Oleh
karena itu, dalam kurikulum selalu ada penilaian (evaluasi) dan revisi
kurikulum pendidikan Islam.
Contoh tentang gambaran di atas digunakan Nabi Muhammad tatkala
mengajak manusia masuk Islam. Beliau mengajak mereka memeluk
akidah Islam terlebih dahulu, setelah itu, barulah beliau mengajari mereka
mengenai hukum-hukum Islam. Contoh lain ketika terjadi gerhana
matahari yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau, dan orang-orang
berkata bahwa gerhana matahari terjadi karena meninggalnya Ibrahim

116

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

(putra Nabi), maka Rasul segera menjelaskan bahwa sesungguhnya


gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran
seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah,
dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya.

MM

Berdasarkan di atas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. telah


menetapkan akidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan umum tentang
gerhana matahari. Mungkin itu hanya contoh sederhana dan sebenarnya
dapat diperluas dan digunakan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
yang semakin kompleks.
Sealur dengan itu, Al-Ghazali dalam Arifin mengatakan bahwa
pendidikan hendaknya ditujukan ke arah mendekatkan diri kepada
Allah dan dari sanalah akan diperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan
kebahagiaan di akhirat.49 Dalam hal ini, program yang ditujukan dalam
kurikulum pendidikan Islam harus menekankan akidah Islam secara
melekat dalam setiap masalah ilmu-ilmu pengetahuan umum lainnya.

DU

Namun demikian, hasil anailis kita tentu kurang sependapat jika


dianggap hanya akidah Islam satu-satunya sumber ilmu pengetahuan
umum. Sebab hal tersebut akan bertentangan dengan kenyataan bahwa
banyak ilmu pengetahuan umum yang bermanfaat, akan tetapi datang
dari hasil pemikiran rasio murni. Oleh karena itu, yang dimaksud
akidah Islam sebagai satu-satunya asas berarti Islam ditempatkan
sebagai standar penilaian terhadap ilmu pengetahuan. Ada pun yang
bertolak belakang dengan akidah Islam tidak boleh diyakini. Sedangkan
yang tidak bertentangan boleh diambil, walaupun dari mana saja asal
ilmu pengetahuan tersebut. Inilah sebenarnya yang selalu diteorikan
bahwa Islam meliputi segala sesuatu; baik yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya.
Dengan demikian, kurikulum yang dipandang baik untuk mencapai
tujuan pokok pendidikan Islam adalah yang bersifat komprehensif-integral;
mencakup segala ilmu pengetahuan tanpa memisahkan antara ilmu agama
dan ilmu umum; kurikulum yang dapat membina akal, hati dan jasmani
sebagai potensi yang dimiliki peserta didik. Hanya masalahnya sekarang
49

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 87.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

117

bagaimana cara menetapkan prioritas ilmu pengetahuan yang perlu


ditetapkan dalam kurikulum. Hal itu tentu harus diukur dengan tuntutan
kebutuhan masyarakat dan perubahan zaman. Sehingga kurikulum
pendidikan Islam bersifat dinamis konstruktif dalam arus proses
pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia menuju kesempurnaan.

MM

Jadi pada prinsipnya kurikulum pendidikan Islam yang direncanakan


dalam program pendidikan menghendaki keterkaitan yang erat
dengan akidah Islam di mana dan kapan pun lembaga pendidikan itu
diselenggarakan. Prinsip itu sesuai dengan ketetapan Allah dan Rasulullah.
Firman Allah Swt. Dalam surat Al-Qasas (28): 77, yaitu:

Carilah segala apa yang dikaruniakan Allah kepadamu mengenai


kehidupan akhirat dan janganlah kamu melupakan bagian kehidupan
di dunia dan berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu.50
Sabda Rasulullah Saw. yaitu:

Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaklah dia menguasai


ilmunya, barangsiapa menghendaki akhirat, maka hendaklah ia
menguasai ilmunya, dan barangsiapa menghendaki keduanya maka
hendaklah ia menguasai ilmu keduanya (Al-Hadis).

DU

Berikut ini untuk lebih memahami opersionalisasi bentuk kurikulum


dalam pendidikan Islam, yaitu:
1. Ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum secara terpadu
Rasulullah Saw. memerintahkan orang beriman untuk menimba ilmu
pengetahuan walaupun sampai ke negeri Cina. Perintah tersebut tidak
dikhususkan pada ilmu-ilmu tertentu, melainkan segala macam ilmu
secara umum. Itu artinya bahwa ilmu apa saja dan dari mana saja asalnya
boleh digali selama itu bermanfaat bagi kehidupan orang beriman.

Abdurrahman Al-Baghdadi51 memberikan penjelasan bukti-bukti


pentingnya ilmu pengetahuan yang bermanfaat di dunia. Suatu ketika
Nabi Saw. pernah mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman untuk
50
51

118

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971).


Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 43.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

mempelajari ilmu teknik pembuatan senjata yang mutakhir, terutama


sejenis alat perang yang dinamakan dabbabah. Alat perang tersebut
dipelajari karena berguna untuk menerjang pagar atau pertahanan musuh,
bahkan sebagai alat perlindungan kaum Muslimin dari serangan musuh.
Dalam peristiwa lainnya Rasulullah Saw. mendorong orang beriman
untuk membuat dan mengembangkan teknik pembuatan busur panah
dan tombak. Beliau berkata: Dengan ini, dengan busur-busur, tombak,
Allah Swt. mengokohkan kekuasaanmu di dalam negeri, dan menolong
kalian atas lawan-lawan. Selain itu Nabi Saw. menganjurkan kaum
wanita agar mempelajari ilmu tenun, menulis dan merawat orang-orang
sakit (pengobatan). Hal itu dianjurkan karena ilmu pengetahuan tersebut
bermanfaat untuk kehidupan orang Muslim.

DU

Contoh-contoh sejarah di atas merupakan bukti pentingnya


mempelajari ilmu pengetahuan umum dalam pendidikan Islam selain
ilmu keislaman. Selain fakta sejarah juga tentu banyak nash-nash yang
mengisyaratkan dibolehkannya mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan secara
umum. Sebab secara sadar dapat diterima bahwa ilmu-ilmu pengetahuan
tersebut sangat diperlukan dalam kehidupan umat. Atas dasar itu, maka
ilmu-ilmu sains (teknik) wajib dipelajari dan harus diprogramkan dalam
kurikulum pendidikan Islam tanpa dibatasi dengan syarat apa pun selama
tidak bertentangan dengan akidah Islam. Dan atas dasar itu pula, dalam
Islam tidak ada pembedaan antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu
pengetahuan Agama.

Abdurrahman Al-Baghdadi52 secara tegas mengatakan bahwa tidak ada


perbedaan tentang wajib mempelajari ilmu pengetahuan yang diperlukan
oleh umat baik yang bersifat umum seperti ilmu kedokteran, teknik, dan
engineering, ilmu fisika dan yang sejenisnya, maupun ilmu-ilmu yang
berhungan dengan tsaqofah Islam, seperti ilmu-ilmu bahasa, ilmu tafsir,
ilmu Hadis dan sejenisnya.
Dengan demikian, jika hanya mempelajari ilmu-ilmu Agama semata,
maka secara tidak disadari berarti bahwa orang tersebut mengingkari
keutamaan Islam. Demikian pula sebaliknya jika hanya mempelajari ilmu-

52

Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 45.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

119

ilmu sains (teknik), maka termasuk ke dalam orang-orang yang kafir. Jadi
kedua-duanya wajib dipelajari dalam pendidikan Islam.

Mengenai ilmu kesenian dan keterampilan dapat dikelompokkan


ke dalam ilmu pengetahuan umum dan ini tentu boleh dipelajari. Oleh
karenanya harus dimasukkan dalam program kurikulum pendidikan Islam.

MM

Berkaitan dengan itu, dalam sejarahnya Islam mengabadikan ribuan


ulama yang memiliki sifat-sifat seorang ilmuwan sempurna; sebagai
ulama dan sekaligus ilmuwan. Misalnya Ibnu Rusyd, dia ahli ilmu fiqh
juga ahli dalam pemikiran; Al-Kindi seorang tokoh yang mempelajari
filsafat, kedokteran, olahraga, syair, ilmu mantik, musik, dan sebagainya;
Ibnu Sina pandai Al-Quran dan ilmu-ilmu Islam, akan tetapi pada saat
yang bersamaan ahli dalam filsafat, ilmu pengetahuan alam, kedokteran,
mantik, syair dan matematika, dan masih banyak penulis Islam kaliber
yang terkenal dalam sejarah Islam menyangkut cabang ilmu yang dikuasai.

Tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan manusia yang berakal


cerdas, memiliki rohani yang berkualitas, serta jasmani yang sehat. Dengan
meletakkan seluruh aspek tersebut yang didasarkan pada nilai-nilai Islam,
maka hal tersebut akan terwujud dengan cara terpenuhinya akal dengan
ilmu pengetahuan Islam dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Atas dasar
itu, tidak berbeda pentingnya antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu
pengetahuan umum.

DU

Pentingnya kedua jenis ilmu yaitu tentang dunia dan tentang akhirat,
maka pembagian waktu untuk ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab setiap
minggu harus sama banyaknya dalam hal jumlah maupun waktunya
dengan ilmu pengetahuan umum. Pembagian waktu dan jumlah pelajaran
antara bidang keislaman dengan bidang studi umum secara adil tentu
bermaksud agar terciptanya pribadi Muslim yang beilmu, berkerampilan,
ahli pikir, ahli memproduksi alat-alat canggih sekaligus pada saat yang
sama ahli beribadah yang berkualitas. Mereka itu yang akan benar-benar
melaksanakan fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi sebagai
hamba yang taat beribadah. Sehingga mampu mengolah kekayaan alam
untuk kesejahteraan umat manusia serta bertanggung jawab pada Khaliknya.

120

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

2. Bahasa yang digunakan harus mudah dipahami

Bahasa sebagai alat komunikasi berfungsi untuk menyampaikan


pesan ilmu pengetahuan kepada orang lain. Oleh sebab itu, bahasa dalam
pendidikan harus mudah dipahami oleh peserta didik. Hal ini secara
bertahap mulai dari yang lain sederhana sampai yang paling kompleks.

MM

Misalnya jika guru akan memberikan penguraian tentang apa, tentang


peristiwa dan gejala yang dilihatnya yang dianggap benar menurut
kenyataan, maka ia harus menggunakan bahasa deskriptif. Bahasa ini yang
akan menunjukkan kesesuaian antara dunia realitas dengan tanggapannya
yang dituangkan dalam bentuk bahasa yang digunakan.
Bila seorang guru akan menjelaskan apa sebab sesuatu itu terjadi,
maka penggunaan bahasa deskriptif saja tidak memadai. Oleh karena itu,
ia harus meninjau peristiwa secara lebih mendalam agar dapat memahami
dan menjelaskannya. Untuk itu perlu menggunakan bahasa explanatory.
Dalam hal ini berarti perlu menggunakan istilah-istilah dan disiplin ilmu
lainnya, misalnya istilah psikologi dan sebagainya.

Apabila telah memberikan deskripsi tentang peristiwa dan kemudian


menjelaskannya, maka selanjutnya dapat menggunakan untuk mengadakan
spekulatif. Untuk itu perlu digunakan controlling language. Sehingga pada
akhirnya dapat menguraikan, menjelaskan dan meramalkan kemungkinankemungkinannya, dan dapat dipahami duduk persoalan yang sebenarnya.

DU

Namun selain itu, adakalanya bahasa yang digunakan untuk


membenarkan suatu tindakan dan untuk memberikan alasan bahwa
yang dilakukannya itu memiliki dasar yang sah, maka perlu digunakan
legitimating language. Atau sering disebut sebagai rasionalisasi.
Penggunaan bahasa lainnya yaitu dalam upaya mencari afiliasi dengan
tokoh-tokoh atau disiplin ilmu lainnya, tujuannya agar kajian materi yang
disampaikan ada pendukung ilmu-ilmu lainnya atau mengandalkan tokohtokoh di bidang pendidikan secara ilmiah. Dan akhirnya untuk meyakinkan
dan memengaruhi ide orang lain, maka digunakan bahasa preskriptif
(petunjuk) yang diwarnai nada etis, moral, politik, dan terkadang retorik.
Dalam hal ini perencanaan yang baik terhadap sosialisasi penggunaan
bahasa sesuai dengan fungsinya dalam lapangan pendidikan Islam

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

121

merupakan tugas dan pemikiran dalam perencanaan pendidikan Islam.


Agar kurikulum berjalan secara sistematis, maka dalam perumusannya
harus berpijak pada masa lampau dan sekaligus berorientasi pada masa
depan dengan harapan dapat membentuk sistem pendidikan Islam yang
lebih baik.
3. Pendidikan Islami untuk semua manusia

MM

Rasulullah Saw. telah mengajarkan hukum-hukum Islam kepada


kaum Muslimin baik itu laki-laki ataupun wanita, tua maupun muda,
tanpa membedakan umur antara anak-anak, remaja, dan orangtua
dalam hal pendidikan. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa Rasulullah
mengisyaratkan bahwa Islam mendidik kepada semua manusia. Setiap
orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Oleh
karena itu, dalam pendidikan Islam harus mampu dan dapat merealisasikan
kewajiban tersebut dalam menuntut ilmu pengetahuan kepada setiap
orang.

DU

Untuk dapat mewujudkan hak pendidikan kepada setiap warga negara,


maka dalam hal ini semua kalangan tentu turut bertanggung jawab dalam
melancarkan proses kependidikan baik orang tua, masyarakat maupun
negara. Sehingga dengan demikian bagi orang Islam tidak ada alasan untuk
tidak menikmati pendidikan hanya karena tidak ada biaya. Sebab dalam
hal ini negara berkewajiban penuh untuk membiayai pendidikan kepada
setiap warga negara. Negara wajib menyempurnakan sektor pendidikannya
melalui sistem pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Ilmu
pengetahuan adalah kebutuhan pokok. Oleh karena itu, menjamin
kebutuhan pokok rakyat merupakan kewajiban negara. Dengan cara seperti
itu, masyarakat Muslim dapat meningkatkan ilmu pengetahuannya dan
dapat menjadi manusia-manusia yang bermartabat tinggi dan juga di sisi
lain akan dapat meningkatkan martabat bangsanya.
Firman Allah Swt. Dalam surat Al-Mujadilah (58): 11, yaitu:

Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara


kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.53
53

122

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 910.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

Sistem pendidikan bebas biaya telah diterapkan oleh Rasulullah Saw.


Beliau mendorong kaum Muslimin agar menuntut ilmu pengetahuan dan
memberantas buta huruf yaitu pada awal berdirinya pemerintahan Islam
di Madinah. Setiap tawanan Perang Badar diharuskan mengajar sepuluh
orang kaum Muslimin sebagai tebusannya. Jadi tanpa biaya sepeserpun
proses pencarian ilmu pengetahuan masih dapat dilakukan dengan baik.
Hal itu tentu dengan syarat semua pihak mempunyai kewajiban yang
sama untuk memajukan pendidikan. Akan tetapi bukan berarti selalu
tanpa biaya sama sekali, melainkan biaya itu dapat diambil dari harta
negara yang merupakan milik bersama atau harta wakaf dan zakat umat
Islam yang kaya.
Keterangan lain yang menunjukkan sistem pendidikan hak setiap
warga negara dan menjadi tanggung jawab negara ialah ijma shahabat yang
menggunakan Baitul Maal untuk gaji para pengajar. Diriwyatkan dari Ibnu Abi
Syaibah dari Sadaqah Ad-Dimasyqi, dari Al-Wadliah bin Ath; Bahwasannya
ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar
bin Khattab memberi gaji lima belas dinar setiap bulan54.

DU

Di masa Khalifah Islam dahulu, belajar di Perguruan Tinggi tidak


dibatasi oleh persyaratan-persyaratan tertentu. Perguruan Tinggi terbuka
lebar bagi siapa pun yang hendak belajar dan melanjutkan pendidikannya.55
Lebih lanjut Al-Baghdadi menjelaskan, jika para peserta didik telah
menyelesaikan mata pelajaran tertentu, diberikan kepada mereka ijazah
yang membuktikan bahwa peserta didik tersebut telah menyelesaikannya
di bawah bimbingan guru tersebut. Tujuan diberikannya ijazah tidak lain
untuk mengakui kepandaian, ketekunan dan kerajinannya dalam menuntut
ilmu. Artinya ijazah diberikan bukan hanya karena telah selesai studi
dalam waktu tertentu, melainkan karena telah menguasai sebuah kitab
atau beberapa kitab karangan guru tersebut.
Dari situ kita dapat melihat bahwa seorang guru telah dapat
mengarang sebuah kitab. Hal ini menunjukkan bahwa guru adalah
seseorang yang profesional dan ahli dan mampu mengembangkan ilmunya
secara produktif. Sehingga akan sangat wajar seorang guru memiliki
54
55

Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 59.


Ibid., 81.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

123

otoritas penuh untuk memberikan ijazah kepada peserta didiknya sebagai


penghargaan.

MM

Dalam sepanjang sejarah pendidikan Islam hanya memberikan ijazah


bagi seorang peserta didik yang telah menekuni suatu ilmu dan telah
tampak penguasaan atas ilmu tersebut. Setelah terlihat penguasaan
terhadap ilmu, maka disebarkan pemberitahuan kepada para peserta didik
dan dewan guru. Kemudian diselenggarakan suatu sidang yang dihadiri
oleh para ulama dan para ilmuwan.
Untuk dapat mengukur kecakapan tersebut, tentu tidak dapat diukur
hanya melalui ujian tulisan, melainkan dengan cara diskusi dan ujian lisan
atau wawancara langsung. Dengan cara diskusi dan wawancara langsung
terhadap ilmu yang dikuasainya tentu bukan untuk mengejar gelar saja,
melainkan untuk melihat kemampuannya dalam hal mengajar, berijtihad,
berfatwa, dan berkreasi. Dari hasil-hasil diskusi dan wawancara oleh para
ulama dan para ilmuwan, hanya peserta didik yang telah manguasai dan
mampu dalam bidang studi tertentu yang diberikan hak sesuai dengan
ijazah yang diperoleh sebagai tanda kecakapan dan keistimewaan.
4. Lembaga Pendidikan Islami yang kokoh

DU

Islam mengenal lembaga pendidikan dalam pengertian yang utuh,


dengan tidak hanya terbatas pada sekolah saja, melainkan meliputi segala
bentuk yang memengaruhi pola perkembangan kehidupan Muslim.
Lembaga Pendidikan Islam dalam sepanjang sejarah dapat menggunakan
tempat-tempat di mana saja seperti rumah-rumah, istana-istana, padang
pasir (badiah), rumah sakit, toko-toko kitab, dan lain-lain sebagai pusat
pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam pengertian ini bahwa tempattempat tersebut mempunyai multifungsi dalam pemanfaatannya. Misalnya
di Rumah Sakit tidak hanya untuk pelayanan perawatan, melainkan juga
untuk pendidikan ilmu kedokteran dan pengembangan ilmu-ilmunya;
Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah ritual, akan tetapi juga digunakan
untuk mendiskusikan dan mempelajari ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
Sehingga dalam sejarah pendidikan Islam tercatat perkembangan ilmu
pengetahuan yang luar biasa dan mencapai masa kejayaannya.
Lembaga pendidikan Islam mencakup semua tempat yang dapat
digunakan proses belajar mengajar. Di masa Kekhalifahan Abbasiyah di

124

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

Baghdad tersebar majlis-majlis talim yang diadakan di rumah-rumah,


gedung-gedung pemerintahan, masjid-masjid yang diisi oleh para ulama
yang senantiasa mendiskusikan ilmu pengetahuan. Kegiatan tersebut
senantiasa diadakan dan dihadiri oleh pejabat-pejabat tinggi negara.
Khalifah menyediakan hadiah bagi siapa saja yang menuntut ilmu dengan
sungguh-sungguh, sehingga pada masa itu ilmu pengetahuan mengalami
puncak perkembangan yang gemilang.

Demikian pula menurut Zuhairini,56 dkk. bahwa masa kejayaan


pendidikan Islam yaitu ditandai dengan berkembang luasnya lembagalembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah (sekolah-sekolah)
formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan
Islam. Lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah dan universitasuniversitas tersebut tampak sangat dominan pengaruhnya dalam
membentuk pola kehidupan dan pola budaya kaum Muslimin. Berbagai
ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu
menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam budaya
kaum Muslimin.
Adapun faktor-faktor yang mendorong kaum Muslimin dahulu
(pemerintahan) untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan sebagai
pusat pengembangan ilmu pengetahuan antara lain, yaitu:

DU

a. Pada masa bangsa Turki mulai berpengaruh dalam pemerintahan


Bani Abbasiyah dan untuk mempertahankan kedudukan mereka
dalam pemerintahan, mereka berusaha untuk menarik hati kaum
Muslimin pada umumnya dengan jalan memerhatikan pendidikan dan
pengajaran bagi rakyat umum. Mereka berusaha untuk mendirikan
sekolah-sekolah di berbagai tempat dan dilengkapi dengan segala
sarana dan fasilitas yang diperlukan. Guru-guru digaji secara khusus
untuk mengajar di sekolah-sekolah yang mereka dirikan.
b. Mereka mendirikan sekolah-sekolah tersebut di samping dengan
harapan untuk mendapatkan simpati dari rakyat umum, juga berharap
mendapatkan ampunan dan pahala dari Allah. Para pembesar negara
pada masa itu dengan kekayaan yang luar biasa banyak hidup dalam
56

Zuhairini, Op. Cit., 88.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

125

kemewahan dan dengan mendirikan sekolah-sekolah berarti mereka telah


mewakafkan dengan membelanjakan harta bendanya di jalan Allah.

MM

c. Para pembesar negara dengan kekuasaannya telah berhasil


mengumpulkan harta yang banyak. Mereka khawatir harta yang
banyak tersebut kalau nantinya tidak bisa diwariskan kepada anakanaknya, karena diambil oleh Sultan. Untuk menghindari hal tersebut
mereka mendirikan madrasah-madrasah yang dilengkapi dengan
asrama-asrama dan sebagai wakaf keluarga.

d. Di samping itu didirikan madrasah-madrasah ada hubungannya


dengan usaha untuk mengembangkan paham-paham keagamaan
dari para pembesar negara yang bersangkutan. Dengan demikian,
paham keagamaan tersebut akan berkembang di masyarakat melalui
pendidikan.
Namun demikian, motivasi apa pun yang mendorong kaum
Muslimin mendirikan lembaga pendidikan Islam pada saat itu yang
jelas bahwa kaum Muslimin telah mendapatkan kesempatan yang luas
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Sehingga
lembaga pendidikan Islam sebagai cermin masyarakat Muslim telah ikut
mendorong dan bertanggung jawab dalam memajukan peradaban Islam;
tercipta manusia-manusia yang berkualitas baik ilmu, akhlak maupun
iman sebagai cermin akidah Islam.

DU

Menurut Hasan Langgulung57 bahwa: Lembaga pendidikan Islam


itu bukanlah lembaga beku, tetapi fleksibel, berkembang dan menurut
kehendak waktu dan tempat. Akan tetapi, semua usaha perubahan yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam harus dipertanggungjawabkan
di hadapan Allah Swt., apakah bermanfaat bagi manusia sebagai individu,
masyarakat maupun agama. Itulah sebabnya semua usaha untuk
menciptakan perubahan lembaga pendidikan Islam perlu dilandasi oleh
nilai-nilai yang tetap dan konstruktif yaitu nilai-nilai Islam yang terangkum
dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Lembaga pendidikan Islam merupakan syarat mutlak dalam suatu
masyarakat yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap proses belajar
57

126

Hasan Langgulung, Op. Cit., 111.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

mengajar peserta didik. Tanggung jawab lembaga pendidikan Islam


dalam segala jenisnya adalah berkaitan dengan usaha mensukseskan
misi dalam tuntutan hidup seorang Muslim. Sebab lembaga pendidikan
Islam yang berkembang dalam masyarakat merupakan cermin idealitas
umat Islam dan sekaligus sebagai pendobrak terhadap kejumudan dan
keterbelakangan umat Islam itu sendiri. Lembaga pendidikan Islam
merupakan dinamisator semangat dan dinamika umat yang terpancar
dari sumber idealitas umat Islam yang dianalisis dan dikembangkan oleh
lembaga pendidikan tersebut.
Sedangkan menurut Muhaimin58 bahwa: Bentuk lembaga pendidikan
Islam apa pun dalam merealisasikan tugasnya harus berpijak pada prinsipprinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya, hingga antara lembaga
satu dengan lembaga lainnya tidak terjadi semacam tumpang tindih.
Adapun prinsip-prinsip lembaga pendidikan Islam yang dimaksud adalah:
1. Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang membawa
manusia pada api neraka.

2. Prinsip pembinaan manusia menjadi hamba-hamba Allah yang


memiliki keseimbangan hidup sejahtera di dunia dan bahagia di
akhirat.

DU

3. Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar


keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan serta dapat
mendekatkan diri kepada Kholik-nya.
4. Prinsip amar maruf dan nahyi munkar.
5. Prinsip pengembangan daya pikir, daya rasa sehingga tercipta peserta
didik yang kreatif dan dapat memfungsikan segala potensi baik yang
dimilikinya.
Atas dasar uraian di atas, maka yang perlu mendapat penekanan dan
perhatian serius adalah masalah konsep perencanaan pendidikan Islam.
Sebab perencanaan pendidikan menempati posisi yang amat penting
dan menentukan proses perkembangan lembaga kependidikan Islam.
Bagaimana rencana yang diprogramkan akan tergambar dalam lembaga

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar


Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 286.
58

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

127

pendidikan. Atas dasar hal itu perencanaan pendidikan Islam menduduki


peranan yang strategis untuk membentuk manusia yang berkualitas di
masa depan.
5. Media Pendidikan Islami didukung teknologi mutakhir

MM

Untuk melaksanakan sistem pendidikan Islami yang bermutu perlu


dilengkapi media. Media pendidikan yang dimaksud adalah seluruh sarana
dan prasarana yang digunakan untuk melaksanakan berbagai program dan
kegiatan proses pendidikan. Dalam proses kependidikan harus dilengkapi
dengan sarana dan prasarana yang dapat mendorong terlaksananya
kegiatan tersebut. Dalam proses kependidikan dapat mendayagunakan
berbagai macam media pendidikan sesuai dengan kebutuhan. Sehingga
kreativitas dan daya cipta yang tinggi dapat diwujudkan sesuai dengan
tujuan pendidikan Islam.

DU

Berkaitan dengan media pendidikan Islam, Abdurrahman AlBaghdadi,59 menyatakan bahwa di masa lalu, media dan sarana pendidikan
terbatas pada kitab-kitab, laboratorium, planetarium, perpustakaan,
kantor-kantor, sekolah-sekolah, masjid dan universitas. Di masa sekarang
media dan sarana pendidikan telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat, ditandai dengan munculnya surat kabar dan majalah,
penerbitan-penerbitan, pesawat radio, televisi, gedung-gedung film,
kaset, video, overhead projektor, komputer dan laboratorium yang
canggih, juga hasil-hasil ilmu dan teknologi lainnya yang berkaitan
dengan sarana pendidikan.
Media pendidikan Islam baik yang berkaitan dengan media cetak maupun
media elektronik diperlukan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Islam.
Jika media sebagai penunjang pada kesempurnaan wajibnya mencari ilmu
pengetahuan, maka penyediaan media pendidikan tersebut adalah menjadi
wajib. Kaidah fiqh menyatakan: Sesuatu yang menjadi kesempurnaan suatu
kewajiban, maka sesuatu tersebut hukumnya wajib pula.
Pada masa kejayaan Khalifah Islam, di berbagai kota besar tersebar
perpustakaan-perpustakaan besar yang dibanggakan. Berbagai kitab dan
maraji yang langka turut melengkapi perpustakaan tersebut. Orang59

128

Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 103.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

orang dari berbagai negeri berdatangan ke sana untuk bermukim dan


mempelajari kitab-kitab yang tersimpan di sana. Mereka yang bermukim
dan mempelajari kitab-kitab yang tersimpan di sana. Mereka mendapatkan
tempat tinggal, makanan dan keperluan sehari-hari. Sehingga kaum
Muslimin pada masa itu, laki-laki maupun wanita, bersemangat menuntut
dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan tersebar luas di kalangan kaum
Muslimin.
Menurut M. Arifin,60 bahwa sarana-sarana lainnya yang bersifat fisik
seperti fasilitas peribadatan dan buku-buku bacaan yang bernilai moralreligius dan yang memotivasi perilaku susila dan sopan santun sosial dan
nasional, di samping mendorong terciptanya kemampuan kreatif dalam
berilmu pengetahuan, dan lain sebagainya, perlu disediakan di dalam
semua lingkungan pendidikan secara terencana dalam setiap RIP (Rencana
Induk Pengembangan) sekolah dan masyarakat.

DU

Dengan demikian, secara jelas menunjukkan bahwa media pendidikan


Islam sangat penting dalam menunjang keberhasilan pendidikan. Oleh
karena itu, perlu direncanakan secara sungguh-sungguh. Misalnya
masalah perpustakaan-perpustakaan, laboratorium, dan sarana lainnya
yang dapat mempermudah siapa saja yang hendak melakukan penelitian
dalam berbagai cabang ilmu, sehingga dapat mewujudkan kelompok besar
Mujtahid dan para pakar ilmuwan dan teknologi yang memiliki daya cipta
di kalangan kaum Muslim.
Berdasarkan pada catatan dalam sejarah yang telah diuraikan di atas,
maka sekurang- kurangnya dapat dijadikan cermin untuk melangkah lebih
maju lagi ke masa depan. Dalam hal ini bukan berarti kita harus kembali
lagi ke masa silam dengan menerapkan segala pola dan strategi pendidikan
Islam, akan tetapi yang terpenting adalah mengikuti jiwa dan semangat
prestasi (sukses) sejarah pendidikan Islam. Hal tersebut tentu mengingat
bahwa pada masa depan persoalan akan berbeda dan semakin kompleks.
Atas dasar itu, untuk perencanaan di masa depan pendidikan Islam harus
lebih mampu lagi menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek). Sehingga lebih tepatnya lagi, justru pendidikan Islam

M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), 88.
60

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

129

yang mampu merespons perkembangan zaman dengan menanamkan


iman dan taqwa (imtaq) dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek).

Menurut M. Arifin61 dalam perencanaan program pendidikan Islam


perlu mengidentifikasi 8 masalah pokok, yaitu:

MM

1. Apakah ajaran Islam memberikan ruang lingkup berpikir kreatif


manusia dan sejauh mana ruang lingkup tersebut diberikan kepada
manusia.
2. Potensi psikologis apa sajakah yang menjadi sasaran pendidikan Islam
terutama dalam kaitannya dengan kreativitas yang berhubungan
dengan perkembangan IPTEK.

3. Bagaimanakah sistem dan metode pendidikan yang tepat guna dalam


proses kependidikan Islam yang kontekstual dengan IPTEK tersebut.
4. Keterampilan-keterampilan apa sajakah yang diperlukan anak didik
dalam mengelola dan memanfaatkan IPTEK modern sehingga dapat
mensejahterakan kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam.
5. Sampai seberapa jauh peserta didik diharapkan mampu mengendalikan
dan menangkal dampak-dampak negatif dari IPTEK terhadap nilainilai etika keagamaan Islam dan nilai-nilai moral yang telah dan yang
harus dimapankan dalam kehidupan individu dan sosial.

DU

6. Sebaliknya apakah nilai moral dan sosial keagamaan mampu


memberikan dampak positif terhadap kemajuan IPTEK modern
tersebut.
7. Kompetensi guru apakah yang harus dimiliki sebagai hasil (produk)
lembaga pendidikan profesional keguruan yang dapat diandalkan
untuk menghadapi modernitas umat berkat kemajuan IPTEK tersebut.
8. Gagasan-gagasan apa sajakah yang harus dirumuskan kembali dalam
perencanaan pendidikan jangka panjang dan pendek yang terkait
dengan pengembangan kurikulum nasional yang terkait dengan
pendidikan Islam dalam semua jenjangannya.

61

130

Ibid., 49.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

Masalah-masalah masa depan yang menuntut pemecahan lembaga


pendidikan Islam dengan perencanaannya yang matang adalah justru
untuk menghidupkan tugas dan fungsi lembaga kependidikan itu
sendiri. Lembaga pendidikan Islam selain berlaku selektif dan korektif
terhadap ide-ide modernisme, juga ia melakukan penganalisisan yang
tajam terhadapnya yang berakhir dengan pengambilan keputusan apakah
ide-ide modernisme tersebut seirama dan konsisten dengan prinsip
Islam sehingga dapat diterima dan dikembangkan. Dengan demikian,
pendidikan Islam tidak hanya bergerak sepanjang sejarah, melainkan pula
perlu menyesuaikan mekanisme dan sistem dengan tuntutan masyarakat
teknologis dengan segala implikasinya.

Pendidikan Islam dalam menghadapi masa depan adalah sangat


tergantung pada dimensi filosofis dari masing-masing institusi
kependidikan itu sendiri. Hal tersebut menyangkut hubungan antara
sistem pendidikan beserta kelembagaannya dengan cara pandang suatu
masyarakat. Misalnya pendidikan manusia komunis, keduanya akan
berbeda dengan pendidikan borjuis dan kapitalis dan semuanya akan
berbeda dengan pendidikan Muslim. Dalam pendidikan Islam juga akan
berbeda antara pendidikan tradisional dengan pendidikan Muslim yang
kreatif. Pendidikan Islam dalam masyarakat yang diatur oleh Al-Quran
dan Al-Hadis berbeda dengan pendidikan Islam dalam masyarakat yang
diatur oleh ide-ide jahiliyah dan sekuler.

DU

Pendidikan Islam masa kini dan masa depan dihadapkan pada


tantangan yang jauh lebih berat dari tantangan dalam sepanjang sejarah
pendidikan Islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan
idealitas umat manusia yang serba multi-interest sejalan dengan tuntutan
hidup yang semakin kompleks. Oleh karena itu, di masa depan pendidikan
Islam beserta kelembagaannya menghadapi masalah kehidupan yang
kompleks yang berarti pula kompleksnya hidup kejiwaan umat manusia
yang tidak mudah menerima napas Islam.
Dengan demikian, efektivitas dan efisiensi pendidikan Islam di masa
depan menuntut para pemerhati atau perancang untuk menerapkan
berbagai rekadaya dan rekayasa yang disadari oleh akidah Islam dan
ditunjang dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

131

tujuan yang harus dicapai. Sehingga pendidikan Islam benar-benar berada


dalam posisi strategis yang mampu mengubah suatu keadaan masyarakat
pada keadaan yang lebih baik dan sesuai dengan semua realitas. Orientasi
masa depan menjadi penting dengan senantiasa konsisten dengan prinsipprinsip Islam.

MM

F. Pendekatan Perencanaan Pendidikan Islami

Kerangka ideal yang telah ditetapkan menjadi prinsip-prinsip


perencanaan pendidikan Islam dalam operasionalisasinya memerlukan
suatu pendekatan tertentu. Sebab hanya dengan menggunakan pendekatan
tertentu itu yang mampu mencapai efisiensi dan efektivitas pencapaian suatu
tujuan. Dengan suatu pendekatan yang tepat akan memberikan ruang gerak
yang mewarnai arah sasaran suatu keputusan dan tindakan yang benar.

DU

Karena perencanaan pendidikan Islam berkaitan dengan suatu


keputusan yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang, maka dalam
pendekatannya perlu mengarah pada proses pembentukan alternatifalternatif di masa depan. Alternatif-alternatif pada masa depan itu dapat
diproyeksikan melalui perkembangan kebutuhan masyarakat Muslim
sepanjang waktu. Atas dasar itu, perencanaan pendidikan Islam dapat
bertolak dari suatu asas kebutuhan perkembangan anak didik yang sejalan
dengan kebutuhan masyarakat luas. Alasan tersebut tentu mengingat
bahwa sistem pendidikan Islam beserta kelembagaannya sering kali harus
mengalami perubahan, inovatif dan peka terhadap sosial kemasyarakatan.
Dalam hal ini, penulis mencoba menganalisis suatu pendekatan yang
telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Analisis ini akan berkaitan
dengan kebutuhan perencanaan pendidikan Islam itu sendiri yang tentunya
ada sisi perbedaan cara pandang dan pertimbangan logis lainnya. Dari
cara pandang yang berbeda ini akan menghasilkan suatu keputusan yang
berbeda pula sesuai dengan cara pendekatan yang dilakukan.

Menurut Muhaimin 62 mengutip pendapat Harold G. Shane


bahwa: perencanaan pendidikan (harus) melihat masa depan dengan
memerhatikan tiga ciri pokok masyarakat mendatang, yaitu masa depan
62

132

Muhaimin, Op. Cit., 308.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

MM

sosio, masa depan tekno, dan masa depan bio dengan segala implikasi dan
segala dampaknya terhadap jiwa manusia. Masa depan sosio mengandung
fenomena penyebaran alternatif struktur rumah tangga yang lamban,
hubungan seksual dan moralitas sosial baru, serta reinterpretasi tentang
peranan agama dalam masyarakat. Masa depan tekno mengandung
fenomena terjadinya perubahan penggunaan terhadap hasil-hasil teknologi
tinggi. Dan masa depan bio secara prinsipil ditandai dengan makin
meningkatnya diskusi tentang pemakaian teknik modifikasi behavioral
dan genetika. Dalam pandangan tersebut bahwa semua itu tentunya akan
memiliki implikasi dan dampak terhadap nilai-nilai Islam.

Sedangkan menurut Yusuf Enoch63 bahwa: perencanaan pendidikan


dalam rangka mempersiapkan alternatif-alternatif pemecahan masalah
guna memenuhi kebutuhan pendidikan secara realistis harus berpedoman
kepada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara jelas dan terinci.
Berbagai tujuan pendidikan Islam yang telah ditetapkan akan turut
menentukan pola pendekatan perencanaan pendidikannya. Jika tujuan
pendidikan Islam yang ditetapkan adalah untuk mengembangkan aspek
akal, hati dan jasmani, maka berarti bahwa perencanaan pendidikan
Islam mengarah pada proses pembentukan aspek-aspek tersebut secara
optimal.

DU

Atas dasar pemikiran tersebut, perencanaan pendidikan Islam


perlu memusatkan pendekatan lewat pengamatan dan pemikiran yang
mendalam tentang hakikat pendidikan Islam hubungannya dengan
kedudukan kehidupan manusia menurut Islam. Pendidikan Islam tidak
hanya dirancang untuk mampu menerjemahkan keadaan masyarakat
Muslim untuk masyarakat itu sendiri, melainkan juga pendidikan Islam
secara kelembagaan perlu membawa perubahan ke masa depan yang lebih
baik, program-programnya yang merupakan refleksi terhadap kondisi
internal maupun eksternal lembaga kependidikan Islam. Oleh karena
itu, pendekatan perencanaan pendidikan Islam bersifat proaktif dalam
perubahan sosial dan segala aspek yang memengaruhi kebutuhan peserta
didik dan masyarakat.

Yusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 84.

63

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

133

Apabila dilakukan analisis kritis terhadap pendekatan perencanaan


pendidikan (umum) yang telah dirumuskan oleh para ahli pendidikan,
maka didapatkan bahwa pendekatan-pendekatan tersebut cenderung
bersifat keuntungan materiil semata sebagai ukurannya. Pendekatan
perencanaan pendidikan yaitu pendekatan social demand, pendekatan
manpower dan pendekatan rate of return.

MM

Oleh karena itu, dalam perencanaan pendidikan Islam yang


mementingkan kesatuan dan keseimbangan aspek materiil, spiritual
dan rasional, memerlukan pendekatan integralis yang tidak hanya
mempertimbangkan aspek materiil semata. Pendekatan yang demikian
berpangkal pada pengertian bahwa dalam proses kehidupan, manusia
menempati kedudukan yang terhormat secara sosio ekonomi dan
menempati derajat tinggi secara rasional dan spiritual di sisi Tuhan sebagai
hamba yang taat beribadah. Dengan demikian, perencanaan pendidikan
Islam hendaklah memerlukan pendekatan normatif deduktif yang bersumber
pada sistem nilai yang mutlak yaitu Al-Quran dan As-Sunnah dengan
pendekatan deskriptif induktif yang dapat memenuhi aspirasi kebutuhan
umat dalam proses perubahan sosial. Atas dasar itu, pendekatan dalam
perencanaan pendidikan Islam yang dapat dipertimbangkan yaitu:

1. Pendekatan Sosio-Kultural

DU

Pendekatan ini di dasarkan pada tujuan untuk memenuhi tuntutan


seluruh individu terhadap pendidikan Islam. Pendidikan Islam beserta
kelembagaannya didesak untuk memobilisasikan segala fasilitas dan
lembaga-lembaga pendidikan untuk menampung seluruh masyarakat
yang ingin menerima pendidikan. Pendekatan sosial ini menurut A.W.
Guruge sebagaimana dikutip oleh M. Djumberansyah Indar64 adalah
pendekatan tradisional, yaitu: The tradisional approach to education all
develoment by providing institutions and facilities to meet pressures of admission
and make allovance, for the free exercise of students and parents preferences. Bila
pendekatan sosial ini digunakan, maka perencanaan pendidikan harus
dapat memperkirakan kebutuhan pada masa yang akan datang dengan

M. Djumberansyah Indar, Perencanaan Pendidikan: Strategi dan Implementasi,


(Surabaya: Abditama, 1995), 30.
64

134

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

menganalisis: pertumbuhan penduduk, partisipasi masyarakat dalam


pendidikan, arus peserta didik dari waktu ke waktu dan keinginan setiap
individu tentang jenis pendidikan.

MM

Pendekatan sosial dalam perencanaan pendidikan sebagaimana


dimaksud cenderung akan menghasilkan tamatan yang sebenarnya kurang
diperlukan, dan justru akan kekurangan jenis tamatan yang dibutuhkan.
Kesimpulan dari hasil analisis tersebut sebenarnya kurang tepat jika
diterapkan dalam perencanaan pendidikan Islam. Sebab dalam Islam hasilhasil pendidikan tidak hanya diukur dari sisi materiil ekonomi semata,
akan tetapi ada ukuran lain yang lebih besar manfaatnya bagi kehidupan
dunia maupun akhirat. Misalnya melalui proses kependidikan manusia
dapat menimba ilmu pengetahuan yang dapat menghantarkannya kepada
derajat takwa, akhlakul karimah. Hal ini tentu tidak kecil manfaat dan
pengaruhnya terhadap sikap mental manusia sebagai kunci sukses dalam
meraih kebahagiaan di dunia maupun kemenangan di akhirat kelak. Oleh
karena itu, yang lebih penting melalui pendekatan sosial adalah bahwa
setiap individu dapat menikmati pendidikan secara adil dan merata yang
dapat menghantarkan pada derajat takwa di sisi Allah Swt. Alhasil, bahwa
pendekatan sosial dalam perencanaan pendidikan Islam adalah tepat
digunakan.

DU

Melalui proses pendidikan Islam secara adil dan merata, maka secara
kolektif masyarakat Muslim dapat memiliki daya mental disiplin hidup
untuk dinamis. Mampu meraih peradaban tinggi dan pusat pengembangan
ilmu pengetahuan. Proses pembentukan budaya disiplin dan cinta ilmu
pengetahuan pada gilirannya akan terwujud melalui proses pendidikan
yang panjang, dan ini merupakan kunci sukses kesajahteraan hidup di
dunia dan kebahagiaan di akhirat. Sesuai dengan hal tersebut, Firman
Allah dalam surat Ali-Imran (3): 110, yaitu:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah.65

65

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 94.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

135

2. Pendekatan Manpower

Pendekatan manpower bertujuan untuk mengarahkan kegiatan


pendidikan kepada persiapan tenaga kerja yang terampil. Dalam pendekatan
ini perencanaan pendidikan Islam dituntut untuk melaksanakan pendidikan
sedemikian rupa sehingga menjamin bahwa setiap individu dengan segala
kemampuannya menjadi tenaga kerja yang produktif.

MM

Dalam Islam, aspek kebutuhan terhadap materiil ekonomi perlu


diperhatikan dan untuk mendapatkannya tentu melalui bekerja yang
profesional. Pendekatan manpower berkaitan dengan kebutuhan jasmaniah
manusia yang dapat selesai dengan melalui pemenuhan materi. Firman
Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 186, yaitu:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syetan;
karena syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.66
Selanjutnya firman Allah Swt. dalam surat Al-Kahfi (18): 77, yaitu:

Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada


penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri
itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian
keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, maka khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.67

DU

3. Pendekatan Efisiensi Investasi

Pendekatan ini bertujuan untuk menghindarkan investasi yang tidak


memberikan hasil yang sepadan. Kegiatan pendidikan yang tidak produktif
dapat direduksi melalui proses pendekatan efisiensi investasi ini. Dalam
pendekatan ini perlu dipertimbangkan penentuan besarnya investasi dalam
pendidikan Islam sesuai dengan hasil yang akan diperoleh. Walaupun
hasil-hasil dalam pendidikan Islam tidak hanya diukur dengan bentuk
materi (uang) melainkan pula dengan kualitas mental sebagai pribadi
Muslim yang tangguh.
66
67

136

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 41.


Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 455.

Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami

Pendekatan ini selalu memiliki alternatif yang menghasilkan lebih


banyak keuntungan daripada biaya yang dikeluarkan. Artinya pembiayaan
pendidikan yang dikeluarkan terkonsentrasi pada bidang-bidang yang
lebih urgen dan dapat menghindari dari pembiayaan yang kurang berguna.
Dengan, demikian terdapat hubungan timbal balik antara hasil yang
diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan sesuai tingkat pendidikan Islam.

MM

Ketiga pendekatan di atas, merupakan pendekatan yang sudah


mapan digunakan dalam perencanaan pendidikan. Pendekatan itu
sudah populer di kalangan para ahli pendidikan (umum). Akan tetapi,
dalam analisis perencanaan pendidikan Islam masih perlu ditemukan
suatu pendekatan yang signifikan dengan strategi pendidikan Islam itu
sendiri. Misalnya bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai agama Islam
melalui lembaga pendidikan Islam diperlukan pendekatan religius. Kegiatan
pendidikan yang bertentangan atau membuka peluang untuk melanggar
prinsip-prinsip agama Islam dapat ditiadakan melalui pendekatan ini.
Bahkan dalam pendekatan religius, justru proses pendidikan yang
diselenggarakan akan dapat menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai
kebenaran dalam menganut keberagaman. Dalam pendekatan ini yang
perlu dipertimbangkan yaitu: nilai-nilai, moral, etika dan sikap peserta
didik dan masyarakat dalam memahami keyakinan hidup beragama dan
dalam cara memaknai kebenaran nilai-nilai agama.

DU

Selanjutnya bahwa perencanaan pendidikan Islam dalam penerapannya


bukan tanpa risiko, terutama dilihat dari segi perubahan sosial yang
bersumberkan dari kegiatan politik. Atas dasar itu, perencanaan pendidikan
Islam perlu menggunakan pendekatan politik. Pendekatan ini bertujuan
untuk mendapatkan jaminan secara politis bahwa pendidikan Islam yang
direncanakan itu dapat diwujudkan.
Dengan demikian, pendekatan perencanaan pendidikan Islami yang
dapat dipertimbangkan jika diurut kembali, yaitu:
a. Pendekatan religius

b. Pendekatan manpower (sumber daya manusia)


c. Pendekatan efisiensi investmen (ekonomi)
d. Pendekatan politik, dan

e. Pendekatan sosio kultural.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

137

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

MM

SISTEM PENJAMINAN MUTU


DALAM PENDIDIKAN ISLAMI

DU

Landasan teori manajemen mutu pada pembahasan sebelumnya


mengarah pada perlunya mengimplementasikan sistem penjaminan mutu
dalam pendidikan Islami. Salah satu teori yang berkembang dalam dunia
pendidikan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan Islami
secara komprehensif yaitu manajemen mutu secara terencana, terukur
dan berkelanjutan. Pembahasan dilakukan dengan menghubungkan
antara realitas yang berkembang di lembaga pendidikan Islami dengan
teori manajemen mutu yang berkembang. Oleh sebab itu, penjelasan
tentang teori dan data pada bab-bab sebelumnya akan dikemas menjadi
satu kesatuan pemikiran untuk memberikan penjelasan tentang mutu
pendidikan Islami yang diharapkan terjadi pada masa depan yang mampu
bersaing baik pada tingkat nasional maupun berskala internasional dengan
tetap berdiri kokoh pada ciri khas nilai-nilai keislaman.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

139

A. Orientasi Mutu Pendidikan Islami

MM

Lembaga pendidikan perlu berorientasi ke masa depan tentang apa


yang diharapkan sehingga mampu mengantisipasi kondisi dan kinerja yang
lebih baik di masa yang akan datang. Lembaga pendidikan Islami yang
memiliki nilai sejarah di Indonesia perlu mengantisipasi kecenderungan
perkembangan historis, kultural, dan nilai-nilai yang berkembang.
Kompetensi keunggulan dan keunikan pendidikan Islami perlu ditegaskan
sejalan dengan norma keislaman yang menjadi dasar pendidikannya.
Harapan mutu pendidikan Islami ke depan harus berada di atas standar
tertinggi berdasarkan ambisi dan aspirasi positif dari stakeholders. Kepala
pendidikan Islami harus mengoptimalkan inspirasi baru dan komitmen
tingkat tinggi.
Visi pendidikan Islami yang dirumuskan perlu melihat kaitan dengan
masa depan Islam di Indonesia.1 Dalam hal ini, visi memiliki nilai
antisipatif, perlu ada kemampuan memprediksi masa depan berdasarkan
indikator-indikator perubahan dan perkembangan yang teratur. Suatu
organisasi harus memiliki visi yang berani agar tetap eksis.2 Visi yang
berani merupakan unsur pokok dalam melakukan rekayasa ulang. Setiap
organisasi pasti ingin eksis dalam setiap perubahan zaman.

DU

Misi pendidikan Islami berupa tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan


rencana tindakan perlu dideskripsikan sehingga dapat dipahami seluruh
komunitas pendidikan Islami. Misi ini dirumuskan sesuai dengan visi
lembaga pendidikan pendidikan Islami. Dalam hal ini, terdapat kaitan
erat antara visi dan misi. Menurut A. Malik Fadjar, bahwa visi dan
misi harus jelas dan tegas bertumpu pada kenyataan.3 Oleh karena itu,
kenyataan internal dan eksternal perlu diidentifikasi dengan baik ketika
merumuskan visi dan misi pendidikan Islami. Pendapat ini memperkuat
perlunya penjaminan mutu internal dan eksternal.

Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islami di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001), 175.
Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Ardadizya Jaya,
2005), 273.
3
A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2005), 61.
1
2

140

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

Agar lembaga pendidikan Islami tetap eksis di tengah persaingan


global, perlu memiliki strategi peningkatan mutu dan cara pengukurannya.4
Strategi tersebut pada dasarnya bertumpu pada kemampuan memperbaiki
dan merumuskan visinya setiap zaman yang dituangkan dalam rumusan
tujuan pendidikan yang jelas. Tujuan tersebut, dirumuskan dalam programprogram dengan sasaran yang hendak dicapai.

MM

Turney C, et. all. menjelaskan tentang visi sebagai variabel kritis


yaitu bahwa visi yang tidak ditegaskan mirip sekali dengan ledakan
petir.5 Ia mungkin memancarkan cahaya untuk waktu singkat, tetapi ia
menyamar secara serampangan dan dapat berbahaya. Oleh karena itu, visi
harus dipersiapkan secara teliti yang mengandung sasaran dan nilai-nilai
organisasi. Visi merupakan indikator penting dalam mengelola sistem
organisasi. Visi sebagai kekuatan abstrak yang menjadi sumber energi
organisasi dalam mencapai tujuan. Visi harus dijabarkan ke dalam sejumlah
misi yang mengisyaratkan adanya kegiatan-kegiatan untuk dilaksanakan
sesuai kepentingan organisasi. Tatkala misi dilaksanakan, keberadaan
strategi menjadi agenda penting karena merupakan cara terbaik yang
dipilih dalam mencapai tujuan secara efektif.

DU

Menurut Sallis 6 bahwa diperlukan adanya proses di dalam


pengembangan mutu, yang terdiri atas misi yang jelas dan spesifik.
Pemakai jasa pendidikan harus mendapatkan perhatian yang jelas. Strategi
untuk mencapai misi melibatkan seluruh potensi baik internal maupun
eksternal. Pengembangan mutu pendidikan perlu pemberdayaan seluruh
pegawai dengan cara menghilangkan kendala dan membantu mereka
dalam meningkatkan kontribusi maksimal kepada lembaga melalui
pengembangan kelompok kerja efektif, penerapan dan evaluasi terhadap
efektivitas kelembagaan dilihat dari tujuan yang telah disepakati bersama.
Sedangkan sasaran manajemen mutu, antara lain fokus pada
pelanggan. Dalam manajemen mutu, pelanggan dibagi dua yaitu pelanggan
4
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islami di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), 171.
5
Turney C, et. all., The School Manager: Educational Management Roles and Task,
(Sydney Australia: Allen & Ubwin Pty Ltd, 1999), 64-65.
6
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, (London: Kogan Page,
1993), 36.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

141

MM

internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal yaitu siswa, guru


dan tenaga lain. Sedangkan pelanggan eksternal yaitu pemerintah,
masyarakat dan pihak swasta. Saran pendidikan Islami harus terobsesi
pada jaminan mutu. Mengembangkan jaminan mutu perlu pendekatan
ilmiah. Penjaminan mutu perlu komitmen semua pihak sehingga perbaikan
sistem terus-menerus baik melalui pendidikan pelatihan, maupun seminarseminar ilmiah. Sasaran manajemen mutu tersebut, dirumuskan bersama
dan dilaksanakan bersama untuk kemudian dievaluasi bersama.

Sasaran pendidikan Islami merupakan rumusan harapan secara


komprehensif yang harus dipenuhi dalam upaya menciptakan mutu
sumber daya manusia berupa lulusan. Sasaran harus tepat sesuai dengan
mutu pendidikan yang diharapkan. Hal-hal yang tidak mendukung pada
sasaran pencapaian mutu perlu dihindarkan.

DU

Tujuan pendidikan Islami merupakan hasil khusus yang diharapkan


sesuai dengan kebutuhan dan standar yang dituntut oleh pihak yang
berkepentingan internal dan eksternal, termasuk pasar kerja. Masingmasing pendidikan Islami memiliki tujuan. Namun demikian, tujuan perlu
dirumuskan dengan baik sesuai dengan keunggulan dan karakteristik
masing-masing. Bagaimana mutu peserta didik di pendidikan Islami
tentunya memiliki nilai tambah dibandingkan dengan sekolah lainnya,
karena di pendidikan Islami selain ilmu keislaman yang dipelajari juga
ilmu-ilmu sains, teknologi dan seni.
Dengan memerhatikan fokus jaminan mutu untuk mewujudkan
pengembangan teori manajemen mutu sesuai dengan kebutuhan
organisasi dan selanjutnya memberikan bukti kinerja manajemen yang
profesional sangat membantu dalam memberikan kepercayaan masyarakat
dan pemerintah terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islami.

B. Penjaminan Mutu SDM Guru


Sumber Daya Manusia (SDM) yang paling menentukan maju
mundurnya suatu pendidikan Islami adalah tenaga guru. Oleh sebab itu,
mutu guru dalam pendidikan Islami perlu dikaji secara mendalam, karena
selain terdapat perbedaan mendasar dengan konsep Barat, juga karena
telah terjadi pergeseran yang berarti dalam masyarakat Islam tentang

142

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

profesi guru. Pergeseran tersebut, telah disadari oleh para pakar pendidikan
Islam yang hidup dalam era globalisasi dan modernisasi sebagai akibat
dari ekspansi Barat ke berbagai kawasan Muslim.

MM

Guru pada pendidikan Islami memiliki ciri sebagai al-alim atau almuallim yang berarti orang yang mengetahui. Al-muallim banyak digunakan
oleh para ulama atau para ahli pendidikan untuk menunjuk pada konsep
guru.7 Istilah lain al-Ghazali menyebutkan al-mudarrith, al-muaddib atau
al-murabbi dan al-walid.8 Ahmad Tsalabi secara khusus menggunakan kata
al-mudarris yang berarti orang yang mengajar atau orang yang memberi
pelajaran.9 Di samping itu ada pula yang menyebut dengan istilah almuaddib yang merujuk kepada guru secara khusus mengajar di istana.10
Istilah muaddib ini kemudian digunakan oleh Naquib Al-Attas,11 sehingga
dia memilih istilah tadib untuk menunjukkan padanan istilah yang sesuai
dengan pendidikan; bukan al-tarbiyah sebagaimana yang dipakai oleh
kebanyakan para ahli pendidikan Islam. Selain itu, terdapat pula istilah
ustadh untuk menunjuk kepada guru yang khusus mengajar bidang ilmu
agama Islam dan istilah ini banyak digunakan oleh masyarakat Islam Asia.
Kemudian ada istilah syekh yang digunakan untuk merujuk kepada guru
dalam bidang tasawuf.12

DU

7
Di antara para ahli pendidikan Islam yang menggunakan kata al-alim atau almuallim adalah Imam al-Ghazali dalam kitab al-Fikr al-Tarbawi ind Imam al-Ghazali,
(Beirut, Dar Iqra, 1985), 34; Badruddin Ibn Jamaah al-Kanani, Tadhkirah al-Sami wa
al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Mutakallim (Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiyah), 67;
Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Adab al-Mutaallim f al-Fikr al-Tarbawi al-Islam
(Madinah: Dar al-Kitab al-Tauzi), 89; Al-Syaiban dalam kitab Min Usus al-Tarbawi alIslamiyah (Libanon: al-Munsiat al-Tsabiyah li al-nats wa al-Taudzi wa al-Ilan, 1979),
66; Abd al-Amir Sham al-Din, al-Fikr al-Tarbawi ind ibn Muqaffa al-Jahidh (Beirut, Dar
Iqra, 1985), 76; Aminah Ahmad Hasan, Nadrah al-Tarbawiyah f Al-Quran wa Tatbiquh
f Ahd Rasul Alaih al-Shalatu wa al-Salam (Mesir, Dar al-Maarif, 1985), 66; Maulana
al-Alam al-Hajar al-Husain bin Amin al-Muminin al-Mansur Billah al-Qashim bin
Muhammad bin Ali, Adab al-Ulama wa al-Mutaallim (Beirut, Dar al-Manahil, 1985), 32.
8
Al-Ghazali, Mizan al-Amal Jilid I (Kairo: Darul Maarif, 1961), 361.
9
Ahmad Thalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah (Mesir: Kasysyaf li al-Nasyr alThabaah wa al-Tauzi, 1954), 89.
10
Majdag Hanushi Saruji, Turuq al-Talim f al-Islam (Mesir: Mathbaah Dar alMasyriq li al-tarjamah wa al-Thabaah wa al-Nasyr, 1992), 10.
11
Al-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam (Bandung: Mizan, 1996), 35.
12
Abd al-Rahman al-Khaliq, al-Fikr al-Shufi f Dau al-Kitab wa al-Sunnah, (Kuwait:
Maktabah Ibn Taimiyah, 1986), 316.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

143

MM

Hasil Konferensi Internasional di Makkah tahun 1977, istilah guru


mengandung tiga konsep sekaligus, yaitu al-murabbi, al-muallim, dan almuaddib.13 Istilah al-murabbi mengisyaratkan bahwa seorang guru harus
orang yang memiliki sifat Allah seperti bijaksana, bertanggung jawab,
kasih sayang terhadap peserta didik dan berpengetahuan tentang Allah.
Konsep al-muallim mengandung makna bahwa mereka adalah seorang
ilmuwan yakni menguasai ilmu teoretis dan komitmen yang tinggi dalam
mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sedangkan al-muaddib mencakup
makna integral antara ilmu dan amal sekaligus.
Guru adalah orang dewasa, yang karena perannya berkewajiban
memberikan atau melakukan sentuhan pendidikan (relasi pedagogis)
dengan peserta didik. 14 Untuk menjadi pendidik yang sebenarnya
tergantung pada kemampuannya melakukan sentuhan pendidikan dengan
peserta didik dalam setiap relasinya. Secara spesifik guru yaitu orang yang
kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/pendidikan
Islami.15

DU

Predikat guru yaitu bagi seseorang yang dapat mengembangkan


pengetahuan dan mewariskan kepada orang lain (bersifat kognitif);
melatih keterampilan jasmani kepada orang (bersifat psikomotor); dan
menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif).16
Ketiga ranah tersebut merupakan wilayah kemampuan manusia yang
harus dibina secara seimbang.
Dalam Al-Quran, istilah yang menunjuk pada konsep guru adalah
al-alim atau al-muallim. Al-alim sebagai istilah yang merujuk pada
konsep guru digunakan dalam Al-Quran dan Al-Sunnah lebih banyak
daripada istilah-istilah lain seperti yang disebutkan di atas.17 Ayat
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),

13

11.

Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1992), 108.

14

Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta: Haji Masagung,
1989), 123.
16
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru (Bandung: Rosdakarya,
1995), 224.
15

QS Al-Ankabut (29): 43. Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami


buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang
yang berilmu. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: 1971), 634.
17

144

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

dimaksud digunakan dalam hubungannya dengan orang-orang yang


mampu menangkap hikmah atau pelajaran yang tersirat dalam berbagai
perumpamaan yang diceritakan dalam Al-Quran. Guru yang tidak hanya
mampu menyampaikan pelajaran, tetapi juga mampu memahami hikmah
yang ada di balik ilmu tersebut, sehingga mampu memanfaatkannya bagi
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia, dan mendorongnya untuk
mengagungkan kekuasaan Tuhan, sehingga ia tunduk dan patuh kepadaNya. Guru hanya takut kepada Allah, sehingga dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya sebagai pengajar dan pendidik semata-mata dalam
rangka melaksanakan perintah Allah.18

Seorang ulama memiliki sifat takut dan tunduk kepada Allah sebagai
akibat dari pengetahuannya yang mendalam terhadap rahasia kekuasaan Allah
yang tampak pada alam ciptaan-Nya seperti pada tumbuh-tumbuhan, binatang
ternak, ruang angkasa, air, udara dan alam sekitarnya. Semakin tinggi ilmu
seorang guru semakin rendah hati dan tunduk pada ketentuan Allah Taala.

DU

Dengan demikian, dalam Al-Quran, seorang ulama bukan hanya


orang yang memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas dan mendalam
saja, melainkan juga seorang ilmuwan yang menguasai ilmu sosial, politik,
ekonomi, kebudayaan, sejarah, matematika, fisika, pertanian, kedokteran,
psikologi, dan seni.19 Hal yang demikian, seperti diperlihatkan para ulama
Muslim dalam sejarah di abad klasik seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina,
al-Ghazali, dan Ibn Rusyd.20
Azyumardi Azra,21 ketika membahas tentang pendidikan Islam
dan kemajuan sains mengatakan bahwa Ilmu-ilmu non agama atau

QS Al-Fathir (35):28. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatangbinatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya
(dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Depag
RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: 1971), 700.
19
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius (Jakarta: Paramadina, 1997), 18-19.
20
Poeradisastra, Sumbangan Islam terhadap Peradaban Dunia (Jakarta: UI Press, 1978),
87; S.M. Ziauddin Alavi, Muslim Educational Thought in the Middle Ages (New Delhi:
Atlantics Publishers & Distributors, 1988), 24-32; Muhammad R. Mirza Muhammad
Iqbal Siddiqi, Muslim Contribution to Science (Lahore: Kazi Publications, 1986), 1-14.
21
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru
(Jakarta: Logos, 1999), ix.
18

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

145

keduniawian (profan) khususnya ilmu-ilmu alam dan eksakta yang


merupakan akar-akar pengembangan sains dan teknologi sejak awal
perkembangan pendidikan Islami dan al-jamiah sudah berada dalam
posisi yang marginal. Walaupun Islam sendiri tidak memisahkan antara
ilmu agama dan ilmu non agama, namun dalam praktiknya, supremasi
diberikan kepada ilmu-ilmu keagamaan.22

MM

Dalam ayat tersebut, istilah guru berkaitan dengan istilah al-rsikhna


f al-ilm, yaitu orang yang memahami pesan-pesan ajaran Al-Quran yang
memerlukan penalaran dan tawil. Selanjutnya, dalam ayat lain bahwa
orang berilmu disebutkan beriringan dengan kata Allah dan para malaikat
yang senantiasa bersikap teguh kepada kebenaran dan keadilan.23

Berdasarkan ayat tersebut sangat jelas bahwa bagaimana Allah


Swt. bersaksi memulai dengan diri-Nya, keduanya dengan malaikat
dan ketiganya dengan orang-orang ahli ilmu. Dengan ini cukup untuk
mengetahui kemuliaan, keutamaan, kejelasan dan kelebihan orang-orang
ahli ilmu.

DU

Berdasarkan uraian di atas, terdapat empat hal yang berkenaan dengan


guru sebagai al-alim, yaitu: pertama, seorang guru harus memiliki tingkat
kecerdasan intelektual yang tinggi, sehingga mampu menangkap pesanpesan ajaran Islam, hikmah, petunjuk dan rahmat Alah serta batiniah
yang kuat yang dapat mengerahkan hasil kerja dari kecerdasannya untuk
mengabdi kepada Allah. Kedua, guru harus dapat mempergunakan
kemampuan intelektual dan emosional spiritualnya untuk menyampaikan
22
QS Ali Imran (3): 7. Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada
kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi
Al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: 1971), 76.

QS Ali-Imran (3): 18. Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan


(yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).
Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: 1971), 78.
23

146

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

kebenaran kepada manusia lainnya. Ketiga, seorang guru harus dapat


membersihkan diri dari segala perbuatan dan akhlak tercela. Keempat, guru
harus berfungsi sebagai pembimbing, pemberi bekal ilmu pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan kepada orang-orang yang memerlukannya.

MM

Dalam Hadis Nabi Saw. istilah al-alim yang mengacu pada konsep
guru.24 Dengan demikian, guru dalam pendidikan Islami adalah bapak
spiritual yang memberi semangat kepada para peserta didik, dialah yang
memberikan santapan rohani dengan ilmu, membimbing dan meluruskan
akhlak para peserta didik, sehingga memperoleh keridhaan Allah Taala.
Di Barat, guru bertanggung jawab karena alasan materiil semata-mata;
takut kehilangan materi dan gaji.25 Akibat dari pandangan ini, menilai
kedudukan dan martabat guru dari segi materi, harta kekayaan dan jabatan
duniawi semata-mata.
Menurut Yusuf Qardhawi, pengaruh ilmu adalah memberi petunjuk
dan keutamaan.26 Oleh karena itu, kemuliaan guru terkait dengan
kemuliaan ilmu yang diamalkannya. Ilmu dalam dada ahli ilmu bukan
hanya sekadar perkataan yang dihafal, namun ia menjadi penjelas
yang menunjukkan secara gamblang akan keagungan, kemuliaan dan
kehormatan yang memiliki ilmu.

DU

Semua ilmu bersumber dan berpangkal dari Allah Swt. Walaupun


Al-Quran sudah tidak turun lagi, tetapi Allah tidak pernah berhenti
berhubungan dengan manusia, dan dengan rahmat-Nya serta kemurahanNya menganugrahkan karunia ilmu atas pilihan di antara hamba-hambaNya sebanding dengan berbagai tingkat ihsan mereka.27 Kitab Suci AlQuran merupakan pengetahuan yang paling baik dan kehidupan Nabi
Rijal Hadis ini dapat dipercaya. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabrani dalam
tiga kitab Mujam dan oleh al-Bazzar. Jadilah kamu sebagai orang yang alim (guru)
atau sebagai mutaalim, atau pendengar, atau sebagai pengikut setia, dan janganlah jadi
orang yang kelima, (yaitu orang yang tidak memilih salah satu dari posisi tersebut),
pasti kamu akan binasa. Lihat M. Ajaj al-Khatib, Al-Sunnah Qabla al-Tadwn (Beirut:
Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M.), 59.
25
M. Athiyah Al-Abrashi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 66.
26
Yusuf Qardhawi, Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta:
Gema Insani Press, 1999), 119.
27
Lihat QS Yunus (10):62; QS Al-Kahfi (18): 65; QS Luqman (31): 12; QS Shad
(38): 20. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: 1971).
24

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

147

merupakan tafsiran kitab suci Al-Quran yang paling baik dan sempurna.
Oleh karena itu sunnahnya, sebagai cara untuk menafsirkan hukum Allah
dalam kehidupan dan praktik sehari-hari sebagai bagian dari ilmu itu. Jadi
kitab suci Al-Quran, dan al-Sunnah adalah unsur-unsur esensial dari ilmu
manusia. Inilah yang menyebabkan ahli ilmu itu memiliki kedudukan yang
mulia dan terhormat.

MM

Menurut Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah,28 kedudukan ahli ilmu


itu setelah para nabi. Para nabi adalah makhluk yang paling unggul dan
ahli ilmu mengikuti mereka dalam martabat dan kedudukannya, karena
ahli ilmu itu pewaris para nabi. Para nabi itu, tidaklah mewariskan dinar
dan dirham, melainkan mereka itu mewariskan ilmu, maka ambillah ilmu
yang banyak. Pada kesempatan yang lain ia juga mengatakan, bahwa ilmu
itu sebagai perantara menuju kebahagiaan di dunia, bagi kebaikan dan
takwa dan kebahagiaan yang abadi di akhirat.29

DU

Barangsiapa yang berilmu dan kemudian mengamalkannya, ia


menjadi orang yang mulia dan agung di dunia ini, ia ibarat yang dapat
menyinari lainnya dan bersinar dalam dirinya sendiri, dan ia juga ibarat
minyak wangi misik yang dapat menebarkan wewangian bagi lainnya
dan ia sendiri wangi. Dan barangsiapa menyibukkan dirinya dengan
kegiatan mengajar, ia berarti telah menguasai dan memiliki sesuatu
yang agung dan kehormatan yang besar, maka dengan demikian jagalah
etika dan tanggung jawab mengajar secara baik.30 Orang yang berilmu,
tetapi tidak mengamalkannya adalah seperti buku yang memberi faedah
kepada yang lain, padahal ia sendiri tidak tahu; kosong dari ilmu, seperti
batu pengasah yang menajamkan yang lainnya tetapi ia sendiri tidak
dapat memotong, dan seperti sumbu lampu yang menerangi sedangkan
ia sendiri terbakar.31

28
Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Adab al-Mutaallim f Fikr al-Tarbawi al-Islami
(Madinah: Dar al-Nushur al-Tauzi), 40.
29
Ibid., 37.
30
Al-Imam Muhyidin Yahya bin Sharaf al-Nawawi, Kitab al-Ilm wa Adab al-Alim
wa al-Mutaallim, (Beirut: Dar Al-Khair, 1993), 102.
31
Badruddin Ibn Jamaah al-Kanani, Tadkirah al-Sami wa al-Mutakallim f Adab
al-Alim wa al-Mutaallim, (Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah), 106.

148

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

Agar guru dalam pendidikan Islam bermutu, maka ia harus menjadi


manusia yang sempurna, paling tidak sehat jasmani, cerdas akalnya,
dan berkualitas hatinya dengan iman kepada Allah. Kesempurnaan ini
pertama-tama perlu dimiliki oleh seorang guru, sebelum dia memberikan
pendidikannya kepada orang lain terutama kepada para peserta didik di
pendidikan Islami.

MM

Kedudukan guru yang mulia tersebut perlu disertai dengan konstruksi


semua ilmu yang dibangunnya berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadis dengan
tujuan agar manusia memiliki hikmah yang atas dasar itu dapat dibentuk
perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai Islami, baik pada pengembangan
ilmu maupun pada implementasi praktis di pendidikan Islami.

Guru pada pendidikan Islami harus konsisten dalam berpikir.


Keyakinan ini didasarkan kepada adanya berbagai ungkapan Al-Quran
dan Al-Hadis yang memerintahkan kepada kaum beriman agar berpikir,
menggunakan akal dan memerhatikan gejala-gejala dalam kehidupan
manusia. Dalam Al-Quran bertebaran ayat-ayat yang memerintahkan,
mendorong serta membimbing umat Islam, misalnya menggunakan
akal, berpikir, bertafakur, bertafakkuh, menggunakan rayu, mengadakan
penyelidikan, penelitian, dan sebagainya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Islam secara jelas memerintahkan guru sebagai ahli ilmu untuk
bersikap ilmiah.

DU

Semua pengamal ilmu pengetahuan yang didasari oleh iman maka


akan menghantarkan seseorang pemilik ilmu tersebut kepada derajat
kemanusiaan yang lebih mulia. Seluruh pengetahuan baik yang diterima
maupun yang diberikan seorang Muslim haruslah berdasarkan Islam; baik
hal itu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, hubungan antara sesama
Muslim, masalah politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan masalah apa
pun yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat.
Kedudukan yang terhormat dan tinggi itu diberikan kepada para guru,
karena berkat guru itulah peserta didik di pendidikan Islami dapat hidup
dengan baik, dan menyongsong tugas di hari depannya dengan gemilang.
Jadi pemberian hormat dan kedudukan yang tinggi kepada guru karena
jasanya yang demikian besar dalam mempersiapkan kehidupan bangsa
di masa yang akan datang. Diketahui bahwa suatu bangsa akan menjadi

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

149

baik apabila sumber daya yang memegang kekuasaan itu berperilaku baik.
Sumber daya yang berkualitas ini sebagian besar dibebankan pada peranan
yang dilakukan oleh guru.

MM

Guru pada pendidikan Islami memiliki tugas pertama, sebagai pemberi


ilmu pengetahuan yang benar kepada para peserta didik. Ilmu adalah
modal untuk mengangkat derajat manusia dan dengan ilmu itu pula
seseorang akan memiliki rasa percaya diri dan bersikap mandiri. Kedua,
guru sebagai pembina akhlak mulia yang merupakan tiang utama untuk
menopang kelangsungan hidup suatu bangsa. Banyak bangsa di dunia yang
gagah perkasa, maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi
kemudian menjadi bangsa yang hancur dan hidup dalam keadaan sengsara
disebabkan oleh akhlak yang rusak. Ketiga, guru pemberi petunjuk kepada
peserta didik tentang hidup yang baik, yaitu manusia yang tahu siapa
pencipta dirinya yang menyebabkan ia tidak menjadi orang sombong,
menjadi orang yang tahu berbuat baik kepada Rasul, kepada orang tua,
dan kepada orang lain yang berjasa kepada dirinya.

DU

Sudah jelas seorang guru pendidikan Islami telah mengemban


pekerjaan yang sangat penting, karena pendidikan Islami berintikan agama
yang mementingkan akhlak, meskipun ia mempunyai bermacam-macam
cabang ilmu dan tujuan.32 Oleh karena itu, ia memberi tempat yang
luas guna menjelaskan kemuliaan tugas seorang guru, karena guru itu
mempunyai tugas sangat tinggi dalam dunia ini, yaitu memberikan ilmu
sebagai makanannya, sebagai kebutuhan manusia yang tinggi, di samping
ia sebagai media untuk mengenal dekat kepada Tuhan.
Mahmud Yunus mengatakan bahwa guru mempunyai tugas yang
penting sekali, ialah mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperbaiki
akhlak masyarakat.33 Pendidikan Islami adalah pusat pendidikan untuk
pengembangan ilmu dan perbaikan akhlak. Tempat guru yang ikhlas
dalam mengangkat derajat umat, sehingga setarap dengan bangsa-bangsa
internasional yang telah maju. Gurulah yang menanamkan iman dan
keyakinan yang benar dalam jiwa peserta didik. Gurulah yang memasukkan
32
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1999), 166.
33
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya
Agung 1978), 20.

150

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

pendidikan akhlak dan keagamaan dalam hati sanubari peserta didik.


Bahkan gurulah yang memberikan pendidikan kemasyarakatan dan cinta
tanah air kepada peserta didik. Dengan demikian, seorang guru berurusan
langsung dengan hati dan jiwa manusia, dan wujud yang paling mulia di
muka bumi ini. Bagian paling mulia dari manusia adalah akal dan hati,
sedangkan guru adalah bekerja membersihkannya, mensucikannya dan
membawa hati dekat kepada Allah Swt.

Dengan kehormatan dan kemuliaan yang disandang guru membawa


konsekuensi logis bahwa guru sebagai figur teladan yang mesti ditiru. Oleh
karena itu, guru tidak hanya mengandalkan kepandaian atau disiplin ilmu
tertentu saja, melainkan ia harus orang yang berakhlak, beriman sekaligus
beramal. Jika hal ini sudah terjadi, maka rasa hormat peserta didik terhadap
guru akan muncul dengan sendirinya dan merasuk kepada otak dan qalbu
peserta didik. Hubungan ini pada gilirannya akan menjadikan guru menjadi
manusia yang terhormat sekaligus dihormati.

DU

Muhammad Naquib Al-Attas,34 secara filosofis mengatakan bahwa


manusia tahu bahwa ia tahu, dan pengalaman dari pengetahuan seperti itu
memberitahukan kepadanya bahwa ia adalah wujud dan eksistensi suatu
kesatuan. Ia bersifat abadi dan pada saat yang sama bersifat fana; pada
satu sisi ia permanen dan pada sisi yang lain berubah. Kepribadiannya,
sejak kelahiran hingga kematiannya, sebagai suatu wujud fenomenal
tetap tinggal tak berubah. Sekalipun demikian wujud fisiknya selalu
berubah dan akhirnya akan mengalami kemusnahan. Karena fakta inilah
maka kepribadian menunjuk kepada yang permanen padanya yaitu jiwa
rasionalnya. Seandainya bukan untuk sifatnya yang permanen inilah,
maka tidak mungkin bagi pengetahuan untuk bersatu padu dengannya.
Mengingat akan sifat kepribadiannya yang permanen. Kepribadian guru
merupakan suatu proses terus-menerus sepanjang masa hidupnya di bumi
dan meliputi setiap aspek kehidupan. Oleh karena itu, mereka adalah
orang-orang yang berakhlak mulia dan berpendidikan yang diharapkan
bertingkah laku yang sesuai dengan kedudukan guru, baik dalam
percakapan, maupun segala perbuatan. Demikian pula pengetahuan harus
Muhammad Naquib al-Attas, al-Talim al-Islami: Ahdaf wa Maqasidah,, (Beirut:
Dar al-Ilm wa Tauzi), 57.
34

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

151

MM

disanjung-sanjung dan dinikmati serta didekati dengan tindak tanduk yang


sesuai dengan sifatnya yang mulia. Karena alasan ini maka dapat dikatakan
secara analogis bahwa pengetahuan adalah santapan dan kehidupan dari
kepribadian. Berdasarkan hal ini pula maka guru perlu disiplin terhadap
pikiran dan jiwa, perolehan dari sifat-sifat dan atribut-atribut yang baik
dari pikiran dan jiwa, menunjukkan tindakan yang betul, yang benar
melawan yang batil, terbebas dari noda dan cela. Hal ini dikemukakan
oleh Peter M. Senge tentang disiplin berpikir sebagai framework konseptual
yang memandang tiap bagian saling berhubungan dan memengaruhi.35
Untuk menjadi seorang guru yang profesional tidaklah mudah,
karena ia harus memiliki syarat-syarat keguruan. Menurut Munir Mursi36
syarat-syarat guru dalam Islam yaitu umur harus sudah dewasa, kesehatan
harus sehat jasmani dan rohani, keahlian harus menguasai bidang yang
diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik (ilmu mengajar), dan harus
berkepribadian Muslim.

DU

Pendidik yang sukses dalam al-tarbiyah dan al-talim,37 yaitu pertama,


cakap dalam bidangnya, kreatif dalam pengajarannya, senang dengan
pekerjaannya, cinta kepada peserta didiknya. Kedua, harus menjadi qudwah
(suri teladan) yang baik bagi orang lain, baik dalam tutur kata maupun
dalam perbuatan, Ketiga, harus mengerjakan apa yang diperintahkan
kepada peserta didiknya, berupa adab akhlak dan ilmu-ilmu pengetahuan.
Keempat, harus mengetahui bahwa pekerjaannya mirip dengan pekerjaan
para nabi yang diutus Allah untuk memberikan petunjuk kepada manusia,
mengajari mereka, dan mengenalkan kepada Allah Pencipta mereka.
Kelima, dengan pilihan profesinya itu harus lapang dada terhadap
semua peserta didik. Keenam, harus saling menolong dengan temanteman guru lainnya, saling memberikan nasihat dan bermusyawarah
demi kemaslahatan anak-anak. Ketujuh, tawadhu dalam hal keilmuwan.
Kedelapan, jujur dan menepati janji. Kesembilan sabar.
35
Peter M. Senge, The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization
(MIT: Doubleday, 2006), 69.
36
Muhammad Munir Mursi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluh wa Tatawwuruha f
Bilad al-Arabi (Qahirah: Alam al-Kutub, 1977), 97.
37
Muhammad bin Jamil Zainu, Petunjuk Praktis bagi Para Pendidik Musli, (Solo:
Pustaka Istiqamah, 1997), 17-25.

152

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

Guru adalah teladan bagi peserta didiknya sebagaimana Rasulullah


Saw. teladan bagi umatnya. Sejauhmana guru memberikan teladan pada
peserta didiknya, maka sejauh itu pula ia akan berhasil mendidik mereka.
Selanjutnya berilmu merupakan syarat yang lahir dari asumsi bahwa ijazah
bukan satu-satunya ukuran, melainkan paling tidak sebagai cerminan bahwa
pemiliknya telah memiliki ilmu dan kesanggupan tertentu sesuai dengan
ijazahnya. Selanjutnya berkelakuan baik karena misi utama diutusnya Rasul
adalah untuk menyempurnakan akhlak. Demikian pula misi guru dalam
meneruskan perjuangan Rasulullah Saw., harus menegakkan akhlak yang
mulia dan tentu bermula dari kemuliaan dirinya sendiri.

Dalam penunjukan dan pemilihan guru itu jangan hanya didasarkan


pada kualitas akademiknya saja, melainkan iman dan tindak tanduk
mereka juga harus dipertimbangkan.38 Hadari Nawawi39 mengemukakan
persyaratan pendidik Muslim yang meliputi: guru harus berwibawa,
memiliki sikap tulus ikhlas dalam pengabdian, keteladanan, dan memiliki
sikap dan sifat-sifat baik yang lainnya, sehingga mampu menjalankan
kewajibannya dengan baik. Substansi dari persyaratan guru di sini adalah
kemampuan menjalankan kewajiban atas dasar keahliannya.

DU

Islam menitikberatkan setiap pekerjaan harus dijalankan oleh mereka


yang profesional.40 Bila suatu pekerjaan dikerjakan oleh orang yang
bukan ahlinya, maka tunggulah (lihat) akan kehancuran. Di sini Rasul
menekankan pentingnya sesuatu urusan diberikan kepada orang yang ahli
di bidangnya, karena jika tidak maka tunggulah kehancurannya. Ada dua
penekanan pokok dalam Hadis di atas, pertama perlunya mengerjakan
segala urusan dengan menggunakan kecakapan atau persyaratan yang
layak dalam urusan tersebut. Kedua, orang yang menerima urusan
harus dipahami sebagai suatu amanat.41 Dalam Hadis ini disebutkan:

Ali Asraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989),

38

112.

Hadari Nawawi, Op. Cit., 108.


Hadis ini derajatnya shahih. Lihat Shahih Bukhari, Kitab Ilmu Jilid I, Hadis
ke-6015, (Dar al-Fikr), 128; demikian juga, Musnad Ahmad Bin Hambal, Kitab alMakthirin, Hadis ke-8374.
41
Shahih Muslim, Kitab Muqaddimah, Hadis ke-6; Sunan Abu Dawud, Kitab Adab,
Hadis ke-4340.
39

40

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

153

bi kulli ma samia. Kata kullun dalam lisan al-Arab, mempunyai arti


keseluruhan.42 Jadi ini menunjukkan keseluruhan dari apa yang didengar.
Selanjutnya dalam Hadis ini ada isyarat bahwa pengetahuan yang akan
diajarkan haruslah terlebih dahulu dipahami dan dikuasai, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.

MM

Selanjutnya, dalam ayat lain mengisyaratkan agar seorang pendidik


memiliki syarat tertentu. 43 Menurut Abi Jafar Muhammad bin Hasan alThusi,44 dalam ayat ini, Allah Swt. menerangkan bahwa Nabi Muhammad
Saw. diajari oleh Malaikat Jibril as. dan Malaikat Jibril itu sangatlah kuat
baik ilmunya maupun amalnya. Lafadz quwwah artinya kemampuan;
dalam arti lain mengandung arti sangat, yang ada kaitannya dengan akidah
seperti kuatnya tali. Sedangkan lafadz dh mirrah (yang mempunyai
satu tali) itu adalah sifat Malaikat Jibril yang mempunyai kekuatan satu
kali. Asal lafadz mirrah adalah kuatnya menganyam yang tampak pada
sebuah tali ketika dipakai untuk menyambungkan anyaman tersebut.
Kemudian lafadz al-mirrah mempunyai arti al-qudrah (kekuatan),
karena seorang tidak mungkin untuk mengajarkan suatu ilmu apabila
seseorang tersebut tidak mempunyai ilmu yang akan diajarkannya. Firman
Allah dalam lafadz fatawa yang mempunyai arti Dia menguasai dengan
kekuatan yang mendalam yakni kekuatan berdasarkan bimbingan Allah
yang diberikan kepada Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada
Nabi Muhammad Saw.

DU

Ahmad Mustafa Al-Maraghi 45 mengungkapkan dalam tafsirnya


bahwa Malaikat Jibril mengajarkan kepada Nabi Muhammad Saw.
dengan kekuatan yang dahsyat baik berbentuk amaliah maupun ilmu

42
Abi Fadhl Jamal al-Din M. Ibn Mandzur al-Fikr, Lisan al-Arab (Beirut: Dar alShadr, 1990), 401.

QS Al-Najm (53): 5-6. Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang


sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas, dan (Jibril) itu menampakkan
diri dengan rupa yang asli. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta:
1971), 871.
44
Abi Jafar Muhammad bin Hasan at-Thusi, Tafsir al-Tibyan Jilid 5, (Beirut:
Dar Turast Araby, 547 H), 45.
43

45
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Jilid 15, terjemah Bahrun Abu
Bakar, (Semarang: CV Toha Putra, 1993), 45-47.

154

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

pengetahuan, dan jangan ragu pujian seorang guru merupakan pujian bagi
murid-muridnya. Kemampuan seseorang merupakan suatu syarat untuk
memahami perkataan dan merupakan suatu syarat untuk menjaga amanat
seseorang. Pengertian dh mirrah adalah yang mempunyai kecerdasan
pada akalnya, maka sifat yang pertama mengisyaratkan pada kuatnya akal,
kuatnya pandangan dan membekasnya hapalan dari bermacam-macam
ilmu tersebut. Malaikat jibril mengajarkan kepada Nabi Muhammad yakni
Al-Quran dengan semangat yang mendalam, kemudian Nabi Muhammad
mempelajari dan mengamalkannya. Jadi, seorang guru harus bersungguhsungguh dalam mengajar dan seorang guru harus mempunyai fisik yang
prima, di samping kecerdasan. Muhammad Jamaluddin al-Qasimi,46
menjelaskan dalam tafsirnya: Malaikat Jibril mengajari Muhammad Saw.
dengan kekuatan yang luar biasa.47

DU

Allah Swt. dalam menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad


Saw. dengan perantaraan Malaikat Jibril as. yang memiliki kecerdasan
dan kekuatan yang luar biasa. Hal ini merupakan suatu amanat yang
diberikan Allah kepada malaikat Jibril untuk mengajari Nabi Muhammad
Saw. melalui perantaraan wahyu tersebut. Kepercayaan yang Allah Taala
berikan kepada malaikat Jibril as., sebagai pendidik, karena kepercayaan
itu merupakan suatu syarat untuk seorang pendidik (guru) dalam
menyampaikan materi pelajarannya. Malaikat Jibril sebagai pendidik dapat
dipahami dalam beberapa aspek yaitu: mempunyai daya nalar yang kuat,
maksudnya adalah bahwa seorang pendidik itu harus mampu memahami
karakteristik peserta didiknya, menguasai bahan, memberikan pelayanan
yang baik, dan selalu memberi dorongan (motivasi) terhadap peserta
didiknya; Malaikat Jibril yaitu mempunyai kesempurnaan akal, maksudnya
adalah seorang pendidik itu harus cerdas, mempunyai wawasan ilmu
pengetahuan yang luas, dapat dipercaya, selalu ikhlas dalam beramal, tajam
dalam pemahamannya serta dalam memutuskan perkara selalu bersikap

46
Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Mizan, Jilid 5, (Beirut: Dar al-Fikr,
tt.), 5555-5557.
47
QS Al-Takwir (81): 19-20. Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar firman
Allah (yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan yang
mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arsy yang ditaati
di sana lagi dipercaya. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1029.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

155

adil dan bijaksana; Malaikat Jibril dalam kategori ini menampakkan bentuk
aslinya, maksudnya adalah seorang pendidik itu harus memberikan suri
teladan yang baik, berwibawa, lemah lembut, selalu memilih perkataanperkataan yang mulia dan baik.

MM

Selanjutnya, dalam surat Al-Najm ayat 5 dan 6 mengisyaratkan


kepada guru untuk bertanggung jawab atas tugasnya. Tanggung jawab
guru meliputi amal perbuatan.48 Kepercayaan adanya tanggung jawab
manusia memberikan makna mendalam bagi proses pendidikan. Tidak
diragukan lagi, bahwa ketika pendidik melaksanakan tanggung jawab
secara sempurna dan menjadikan hak-hak dengan penuh amanat dan
kemauan untuk membina individu umat dengan segala kekuatan dan
keistimewaan. Al-Quran dan Al-Hadis banyak memerintahkan kepada
para guru untuk memikul tanggung jawab dan memberikan kewajibankewajiban mereka. Semua itu dimaksudkan agar setiap guru mengetahui
betapa besarnya amanat dan tanggung jawab. Bertitik tolak dari perintah
Allah dan Nabi tersebut, maka wajib bagi setiap manusia mukmin, berakal
sehat dan bijak untuk menunaikan kewajiban dan bertanggung jawab
secara sempurna. Hal ini disertai dengan kesadaran bahwa Allah akan
murka bila menyia-nyiakan kewajiban dan azab jahanam akan menimpa
sebagai balasannya.49

DU

Kecakapan keguruan menuntut perkembangan dan pertanggungjawaban


secara berkesinambungan. Tujuan pendidikan Islam, hanya akan tercapai
jika para guru yang melaksanakan proses tersebut memiliki kecakapan
dan tanggung jawab yang maksimal. Kecakapan keguruan ini meliputi
kecakapan kognitif, kecakapan afektif dan kecakapan psikomotorik

QS Al-Baqarah (2): 286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai


dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan
ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami
terhadap kaum yang kafir". Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 72.
49
Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyyah al-Aulad f al-Islam, (Beirut: Dar al-Salam, Cet
III), 195.
48

156

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

di samping kecakapan kepribadian. Islam mengajarkan agar sesuatu


dikerjakan berdasarkan ilmunya.50

MM

Dengan demikian, dalam pendidikan Islami, guru yang diperlukan


adalah mereka yang benar-benar telah memiliki dan memenuhi segala
persyaratan keguruan. Hal ini bertujuan agar dapat menjamin mutu
pendidikan Islam dan mengembalikan citra guru yang telah dirusak
oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Seorang guru dalam
pendidikan Islam bukan hanya orang yang sekadar memiliki keinginan,
tetapi perlu ditunjang dengan kesiapan dan penguasaan ilmu yang
dikembangkannya.
Tugas yang dihadapi oleh guru tidak sederhana, sehingga perlu sifatsifat yang mendukung kepada pelaksanaan profesi yang berinteraksi dengan
peserta didik yang dinamis. Abdurrahman An-Nahlawi51 mengemukakan
sepuluh sifat seorang pendidik, yaitu: memiliki sifat Rabbani, ikhlas,
sabar, jujur, senantiasa meningkatkan wawasan, dan ilmu pengetahuan,
harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode yang variatif sesuai
dengan situasi dan materi pelajaran, harus mampu bersikap tegas dan
meletakkan sesuatu sesuai proporsinya, memahami ilmu psikologi, peka
terhadap fenomena kehidupan sehingga mampu memahami berbagai
kecenderungan dunia beserta dampak akidah dan pola pikir mereka, dan
adil terhadap seluruh peserta didik.

DU

Pertama, sifat rabbani artinya selalu mengaitkan diri dengan Allah Yang
Maha Agung melalui pemahaman atas sifat-sifat-Nya. Jika seorang guru telah
bersifat rabbani, maka seluruh kegiatan pendidikannya bertujuan menjadikan
anak didik sebagai generasi rabbani yang memandang jejak keagungan-Nya.
Setiap materi yang dipelajarinya senantiasa menjadi tanda penguat kebesaran
Allah dan merasakan kebesaran itu dalam setiap lintasan sejarah, dalam
sunnah alam semesta atau dalam kaidah-kaidahnya.52

QS Al-Isra (17): 36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Depag RI, Al-Quran dan
Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 429.
51
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 170-175.
52
QS Ali Imran (3): 79. Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah
berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:
50

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

157

MM

Pendidikan Islam dalam pencapaian tujuan pendidikannya


diorientasikan kepada pembentukan manusia Rabbani. Manusia adalah
orang yang belajar, beramal dan mengajarkan ilmu. Hal ini sangat
ditekankan dalam pendidikan Islam karena belajar (mendalami ilmu),
beramal dan mengajarkan ilmu menjadi kebutuhan dan kewajiban para
guru yang bertanggung jawab dalam melestarikan nilai-nilai Islami di
bumi Allah ini.
Kedua, sifat ikhlas. Ikhlas adalah perbuatan membersihkan dan
memurnikan; sesuatu yang bersih dari campuran yang mencemarinya.
Jika suatu perbuatan bersih dari riya dan ditunjukkan bagi Allah Taala,
maka perbuatan itu dianggap khalis. Keikhlasan itu ialah ketiadaan melihat
ikhlas. Karena barangsiapa menyaksikan keikhlasan di dalam keikhlasan,
maka keikhlasannya membutuhkan keikhlasan.

DU

Aktivitas sebagai pendidik bukan semata-mata untuk menambah


wawasan keilmuan semata, tetapi lebih jauh dari itu ditunjukkan untuk
meraih keridhaan Allah serta mewujudkan kebenaran. Jika keikhlasan
itu hilang dari sifat guru, maka mereka akan saling mendengki dan
menjilat karena masing-masing merasa dirinya yang paling berhak
dan benar. Lapangan pendidikan akan menjadi sarana penyelewengan.
Tiada kemuliaan bagi umat ini kecuali menegakkan keikhlasan untuk
meraih keridhaan Allah. Seluruh aktivitas pendidikan diarahkan untuk
mewujudkan ketulusan dan perhatian yang betul-betul muncul dari
kedalaman lubuk jiwa seorang guru.
Ketiga, sifat sabar. Kesabaran terdiri dari pengetahuan, keadaan, dan
amal. Pengetahuan di dalamnya seperti pohon, keadaan seperti rantingranting, dan amal seperti buah. Atas dasar pengertian ini, Imam al-Ghazali
mengatakan bahwa maslahat keagamaan terdapat dalam kesabaran,
sehingga dalam diri manusia harus timbul kekuatan dan dorongan untuk
melakukan kesabaran. Guru memerlukan kesabaran dalam melaksanakan

Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah. Akan


tetapi (dia berkata): Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Depag RI,
Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 89.

158

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

tugasnya, sehingga tidak menyiarkan dan merusak kesabaran dengan


riya.53

MM

Allah Swt. memuji orang yang bersifat sabar. 54 Menurut


Abdurrahman An-Nahlawi, ketika guru harus memberikan latihan
yang berulang-ulang kepada anak didik, ia melakukannya dengan
kesabaran, karena sadar bahwa setiap anak didik memiliki kemampuan
yang berbeda.55 Dengan begitu ia tidak tergesa-gesa dan memaksakan
keinginannya kepada murid serta ingin segera melihat hasilnya berupa
murid yang siap pakai tanpa memerhatikan kedalaman ajaran serta
pengaruhnya dalam diri murid.

Keempat, ketika menyampaikan ilmunya kepada anak didik, seorang


guru harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang ia ajarkan
dalam kehidupan pribadinya. Jika apa yang diajarkan guru sesuai dengan
apa yang dilakukannya, anak didik akan menjadikan gurunya sebagai
teladan. Namun jika sebaliknya, perbuatan guru bertentangan dengan apa
yang diajarkan, maka akan dianggap sebagai lelucon saja yang tidak akan
berbekas secara sempurna dalam jiwa anak didik. Ketidakkonsekuenan
seorang guru bukan hanya akan membawa anak didik pada sikap sombong
dan takabur, melainkan Allah membenci orang-orang yang hanya mampu
mengatakan tetapi tidak melaksanakan apa yang dikatakannya.

DU

Kelima, seorang guru harus senantiasa meningkatkan wawasan ilmu


pengetahuan. Seorang guru harus memiliki ilmu yang mantap, mapan
sehingga dapat terpahamkan kepada anak didik. Banyaknya kekeliruan
yang dilakukan seorang pendidik akan mengurangi kepercayaan anak
didik kepadanya sehingga mereka merendahkan dan menyepelekannya
segala apa yang disampaikannya. Dan yang lebih berbahaya lagi,
kekeliruan guru dapat menimbulkan keraguan dalam diri murid. Oleh
53
QS Ibrahim (14): 12. Dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap
gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja
hendaknya orang-orang yang bertawakal. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya,
(Jakarta: 1971), 381.
54
QS Al-Sajdah (32): 24. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpinpemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar.
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 663.
55
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 170-175.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

159

karena itu, penambahan wawasan dan pengetahuan bagi seorang guru


merupakan hal yang penting sehingga dia dapat meraih simpati dan
minat anak didiknya.56

MM

Makna yang terkandung dalam Hadis ini adalah ilmu yang Allah
berikan bagaikan hujan lebat turun ke bumi. Tanah subur menyerap air
hujan bakal menghasilkan buah-buahan dan rumput berlimpah. Ini adalah
contoh orang yang memahami ajaran Allah, mempelajari dan mengajarkan
apa yang diketahuinya kepada orang lain.

Keenam, harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode


pengajaran yang variatif serta cocok dengan materi pelajaran. 57 Artinya
kepemilikan ilmu saja tidak cukup jika tidak mampu menyampaikannya
dengan tepat. Oleh karena itu dalam pendidikan perlu memiliki
pengalaman khusus, latihan yang baik, kerajinan untuk mempelajari
berbagai metode.58
Ketujuh, harus mampu bersikap tegas dan proporsional. 59 Jika situasi
menuntut tegas, maka tidak perlu lemah lembut lagi tetapi pada prinsipnya
tetap menjaga kasih sayang.60

DU

Kedelapan, guru harus memahami psikologi anak, psikologi


perkembangan dan psikologi pendidikan, sehingga ketika ia mengajar
dapat memahami dan memperlakukan anak didik sesuai dengan kadar
intelektual dan kesiapan secara psikologi. Agar guru tetap mulia karena
ilmunya, maka dia seharusnya mengamalkan ilmu kepada anak didiknya
berdasarkan hakikat sifat dasar manusia itu sendiri. Memahami sifat

56
Hadis ini derajatnya shahih. Lihat Sahih Muslim, (Kairo: Musthafal Babil Halabi,
1377 H), Hadis ke-4232.

QS An-Nahl (16): 125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu


dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 421.
57

58

Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., 173.

QS Al-Fath (48): 29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orangorang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya,
(Jakarta: 1971), 843.
59

60

160

Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., 173.

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

dasar manusia berarti mengetahui materi dan metode apa yang harus
dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif.61

MM

Kesembilan, guru harus peka terhadap fenomena kehidupan sehingga


dia mampu memahami berbagai kecenderungan dunia beserta akibatakibat yang ditimbulkannya terhadap anak. Jadi guru harus tanggap
terhadap problematika kehidupan kontemporer dan berbagai solusi Islam
yang luwes.62 Peter M. Senge menyebut sebagai shifting the burden yang
memberikan perhatian pada solusi.63
Kesepuluh, harus memiliki sifat adil terhadap seluruh anak didik. Sifat
adil ini banyak mendapat perhatian dari para ulama, demikian juga banyak
dimuat dalam Al-Quran. 64 Konsep seorang yang baik dalam Islam tidak
hanya mencakup baik dalam pengertian sosial, tetapi ia juga harus pertamatama baik terhadap dirinya, adil terhadap dirinya, karena seandainya ia
tidak adil terhadap dirinya bagaimana ia dapat sungguh-sungguh adil
terhadap orang lain. Nilai manusia sejati sebagai penghuni warga negara
dalam kerajaan mikrokosmosnya sendiri bukan sekadar nilainya sebagai
satu kesatuan fisik yang diukur dalam pengertian pragmatis, akan tetapi
memiliki dasar filosofis bagi tujuan dan sasaran pendidikan65.

DU

Banyak orang melihat bahwa persoalan keadilan berkaitan dengan


pemahaman bagaimana menerapkan suatu masalah sesuai dengan
keadaan. Keadilan merupakan bentuk praktis dari sumber baku Al-Quran.
Namun demikian, keadilan yang dikaitkan dengan sosial kemasyarakatan
tidak mungkin hanya dalam artian indrawi, melainkan keadilan sosial harus
dibarengi dengan konsep keadilan yang sempurna. Keadilan harus menyatu
dengan masalah-masalah akhlak dan berbagai bentuk perudang-undangan.

Ibid., 174.
Ibid., 174.
63
Peter M. Senge, Op. Cit., 104.
64
QS Al-Maidah (5): 8. Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 159.
65
Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., 175.
61
62

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

161

MM

Konsep keadilan secara epistemologis dalam konteks Qurani


menurut al-Baidhawi yaitu al-adl bermakna al-inshaf wa al-sawiyyat
(berada di pertengahan dan keseimbangan).66 Sejalan dengan pendapat
ini, menurut Sayyid Qutb bahwa dasar persamaan itu adalah sifat
kemanusiaan yang dimiliki setiap orang. Sayyid Qutb menyatakan bahwa
dalil-dalil tentang keadilan, menghendaki keadilan yang menyeluruh di
antara sesama manusia, bukan keadilan di antara sesama Muslim atau
sesama ahli kitab dan tidak pula atas sebagian manusia saja. Keadilan
adalah hak setiap manusia karena sifatnya sebagai manusia. Ini berarti
bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama karena sama-sama
manusia.
Akan tetapi, menurut al-Maraghi67 bahwa keadilan tidak dilihat dari
segi persamaan hak, tetapi menekankan aspek terselenggaranya atau
terpenuhinya hak-hak yang telah ditetapkan menjadi milik seseorang.
Setiap orang memiliki tingkatan hak yang berbeda-beda, dan keadilan
terletak pada pemenuhan hak seseorang sesuai dengan tingkatannya.
Dalam pendidikan, seorang guru tidak disebut adil jika memberikan
nilai yang sama kepada semua murid. Akan tetapi, guru yang adil adalah
mereka yang memberikan nilai sesuai dengan hak mereka masingmasing; ada yang cerdas dan ada yang kurang; ada yang rajin dan ada
yang malas.

DU

Pendapat lain mengaitkan keadilan dengan hukum agama. Pendapat


ini terlihat dalam tafsir Ibn Jarir dan al-Qurtubi.68 Demikian pula alShaukani dengan tegas menyatakan bahwa keadilan adalah menyelesaikan
perkara berdasarkan ajaran yang terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah,
bukan menetapkan hukum dengan pikiran. Surat Al-Anam (6):115
mengisyaratkan bahwa Al-Quran adalah keadilan, dan ini menguatkan
pendapat Ibn Jarir. Dengan demikian, Al-Quran bukanlah keadilan itu
sendiri melainkan berisi tentang ajaran-ajaran keadilan.
66
Nasr al-Din Abu al-Khair Abdullah bin Umar al-Baiddawi, Anwar al-Tanzil wa
Asrar al-Tawil, (Mesir: Mishr al-Halabi, 1939, I), 191.
67
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op. Cit., 10.
68
Muhammad Ibn Jarir Al-Thabariy, Jami al-Bayan f Tafsir Al-Quran, Jilid V, (Mesir:
al-Halabi, 1954), 146; Muhammad bin Ahmad al-Anshariy al-Qurthubiy, Al-Jami li
Ahkam Al-Quran, Jilid V, (Kairo: Dar al-Kitab, al-Arabaiy,1967), 258.

162

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

Nabi Muhammad diutus agar berbuat adil dalam masyarakat


berdasarkan wahyu yang diterimanya.69 Ayat di atas menunjukkan
keadilan yang relevan dengan martabat kemanusiaan. Selanjutnya Allah
menunjukkan konsep keadilan yang relevan dengan keadilan sosial.70

MM

Dengan demikian, makna keadilan menempati segala sesuatu dan


memiliki karakteristik tertentu; ia bermakna teoretis sekaligus praktis.
Oleh karena itu, pandangan Al-Quran dalam kerangka teoretis sebagai
prinsip pokok bagi kehidupan yang berlaku, sebab pada hakikatnya AlQuran selalu sejalan dengan waktu dan tempat. Sedangkan di luar itu,
tergilas oleh zaman dan ditinggalkan orang. Jadi dalam hal ini, perlu
memperlakukan al-Islam sebagai pengarah keadilan.
Dalam tradisi Islam, ijtihad selalu berkaitan dengan upaya menemukan
bentuk konkret dari keadilan. Umpamanya, Imam Abu Hanifah dengan
ijtihadnya memberikan hak kepada seorang wanita untuk melaksanakan
aqad nikahnya sendiri dalam rangka menghilangkan diskriminasi dan
menegakkan keadilan bagi semua hamba Allah.

DU

Keadilan dalam mazhab Syiah ialah suatu keyakinan kepada konsep


bahwa keadilan adalah sifat intrinsik Allah.71 Dengan demikian, setiap
tindakan manusia haruslah dinilai oleh Allah. Karena itu, keadilan
adalah infrastruktur sistem dunia dan pandangan dunia seorang Muslim
didasarkan atasnya. Konsekuensinya, jika suatu masyarakat tidak
dibangun atas landasan ini, maka ia adalah masyarakat yang sakit dan
menyimpang dari hukum Allah yang pasti akan hancur. Allah bersifat
adil dan penciptaan bertumpu di atas keadilan. Oleh karena itu, sistem

QS Al-Nahl (16):90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan


berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang kamu berbuat
keji dan munkar dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 415
70
QS Al-Anam (6): 152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu
berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. Depag RI, Al-Quran
dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 214.
71
Ali Syariati, Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, 1995), 66.
69

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

163

kehidupan haruslah juga didasarkan atasnya dan karena kenyataan ini,


maka kediktatoran dan ketidakadilan adalah sistem anti Tuhan yang
mesti dihancurkan.

MM

Dalam Islam, keadilan bukan hanya relevan dalam konteks keadilan


Tuhan di akhirat saja. Pemahaman ini keliru yang sejalan dengan ungkapan:
Berikan kepada raja apa yang menjadi haknya, dan berikan kepada Tuhan
apa yang menjadi hak-Nya pula. Dunia adalah wilayah kekuasan raja dan
akhirat adalah wilayah kekuasaan Tuhan. Ini jelas keliru mendudukan
keadilan dalam persoalan filosofis yang diperuntukkan buat akhirat saja.
Jadi dengan demikian, keadilan dalam Islam mengandung dimensi dunia
dan akhirat. Adil itu sebenarnya adalah sifat Allah sendiri dan Allah adalah
hakim yang paling adil. 72
Orang yang bertugas menegakkan sesuatu dan sebagai penegak ia
harus mempertahankan, memelihara atau menjamin yang ditegakkan
itu. Sebagai penegak dan penjamin, maka ia harus mampu menjalankan
fungsi atau tugasnya dengan karakter yang adil.

DU

Guru juga dapat membentuk pribadi yang mampu mewujudkan


al-adl (keadilan) Illahiyah dalam komunitas manusia. Islam amat
memerhatikan masalah keadilan ini. Konsep keadilan ini berbanding
lurus dengan timbulnya kesejahteraan. Semakin orang berlaku adil dalam
suatu komunitas, maka akan semakin sejahteralah kehidupan komunitas
tersebut. Dan sebaliknya, semakin orang berlaku tidak adil (dzalim),
maka akan terampaslah hak-hak orang lain dan pada saat yang bersamaan
hilanglah kesejahteraan orang lain itu.

QS Hud (11): 45. Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya
Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau
itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya. Depag RI, Al-Quran
dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 334; QS Al-Maidah (5): 8. Wahai orang-orang yang
beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia
kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. Depag RI, Al-Quran dan
Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 159.
72

164

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

Keberhasilan Nabi Muhammad sebagai pendidik didahului dengan


bekal kepribadian yang berkualitas unggul. Menurut Syed Mahmudunnasir73
sebelum diangkat menjadi rasul, di masa kanak-kanaknya beliau sudah
dikenal sebagai orang yang berbudi luhur, berkepribadian unggul sehingga
dijuluki al-amin, jujur, dapat dipercaya dan sangat dicintai semua orang.
Beliau juga memiliki semangat dan ketajaman dalam membaca, menelaah
fenomena alam dan sosial; mampu mempertahankan dan mengembangkan
kualitas iman dan takwa untuk diri dan umatnya; mampu beramal saleh;
mampu berjuang menegakkan kebenaran; memilki integritas kepribadian
yang patut diteladani.74
Menurut Majid Irsan al-Kailani 75 setelah mengkaji pemikiran
Ibnu Taimiyah, mengemukakan bahwa sifat yang harus dimiliki guru,
yaitu: suka saling tolong menolong atas kebajikan dan takwa; menjadi
teladan bagi peserta didik dalam kebenaran, dan berusaha memelihara
akhlak dan nilai-nilai Islam; berusaha keras untuk menyebarkan
ilmunya dan tidak menganggap remeh; dan berusaha mendalami dan
mengembangkan ilmu.

DU

Sifat-sifat guru tersebut tentu relevan dengan tujuan pendidikan


Islam itu sendiri yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah,76
mengemukakan tujuan pendidikan yang pertama peningkatan iman kepada
Allah, meliputi: mahabbah, tawakal, ikhlas, syukur, sabar, khauf dan raja.
Tujuan kedua adalah penyucian jiwa manusia, meliputi: peningkatan
norma-norma dalam bermasyarakat, penyucian jiwa dari penyakit hati
(al-kibr, hasud, al-isyq).

Menurut Abdul Barri al-Qurtubi,77 sifat yang harus dimiliki seorang


guru ialah tawadhu, santun, tenang dan berwibawa. Sedangkan menurut

73
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Rosdakarya,
1993), 104.
74
Muhaimin, et al. Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2001), 95.
75
Majid Irsan Al-Kailani, Al-Fikr al-Tarbawi Inda Ibn Taimiyyah, (Madinah: Maktabah
Dar al-Turats, 1986), 177-179.
76
Fauziyah Rida Amin Khiyath, Al-Ahdaf al-Tarbawiyah al-Sulukiyahinda Shaikh
al-Islam Ibn Taimiyah, (Mesir: Maktabah al-Munawarah), 119-148.
77
Abdul Barri al-Qurthubi, Al-Fikr al-Tarbawi f Andalusi 403-478 H, (Beirut: Dar
Al-Fikr Al-Arabi, 1946), 95.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

165

Imam Muhyiddin Yahya Bin Syarif Nawawi,78 bahwa adab seorang


alim yaitu zuhud dari kehidupan dunia, bersikap murah hati, akhlak
yang mulia, dermawan, wajah berseri-seri dan bersabar, wara, khusyu,
tenang, berwibawa, tawadhu, rendah hati, menghindari banyak tertawa,
membersihkan badan, dan menghindari bau-bau yang tidak disenangi.

MM

Abi Jafar Muhammd bin Hasan Al-Tsi79 menerjemahkan Al-Quran


surat At-Taubah ayat 128 dengan kalimat qasam artinya sumpah,
sehingga berbunyi: Demi Allah, sungguh telah datang kepadamu
seorang Rasul dari jenismu yang merasa tidak senang kamu mendapat
kesukaran lagi sangat bersungguh-sungguh dan sangat ingin kamu
mendapat petunjuk, lagi sangat penyayang, dan tetap pengasih kepada
orang-orang beriman. Adapun yang dimaksud penyayang adalah Nabi
Muhammad Saw. senantiasa menyeru kamu kepada kebenaran yang
melepaskan kamu dari siksa yang selalu memberikan kepada ilmu dan
marifat dengan jalan pelajaran.
Rasulullah sangat menginginkan keimanan dan ketakwaan mereka
dan akhirnya Rasulullah amat belas kasihan dan penyayang terhadap
orang-orang mukmin. Lafadz rauf adalah shigat mubalaghah (bentuk
pernyataan sangat) yang berarti shadid al-rahmah amat belas kasihan
yang didahului oleh kata bi al-muminn yang mengandung arti ikhtisas
(kekhususan) bagi orang-orang beriman saja.

DU

Sifat Rasul itu sangat menginginkan dan bersikeras untuk


meluruskan tingkah laku dan mendapat hidayah sehingga tertanam
dalam hatinya belas kasihan dan penyayang. Sifat belas kasihan dan
penyayang itu merupakan dua dari nama Allah yang baik (Asmaul Husna)
yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai pengagungan dan
tanda kemuliaan.

Jadi, pada ayat tersebut, Nabi digambarkan sebagai seorang yang amat
kasih sayang terhadap orang-orang mukmin. Pada ayat tersebut Allah
Swt. mensifati Nabi-Nya dengan rafah dan rahmah dalam arti bahwa
beliau adalah seorang yang memiliki sifat pengasih dan penyayang kepada
78
Imam Muhyiddin Yahya Bin Syarif Nawawi, Kitab al-Ilm Adab al-Alim wa alMutakallim, (Beirut: Dar Al-Khair), 87-101.
79
Abi Jafar Muhammad bin Hasan at-Thusi, Op. Cit., 45.

166

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

umatnya (mumin) dan bermaksud supaya umatnya mencapai kebahagiaan


di dunia dan kebahagiaan akhirat.80

MM

Sifat kasih sayang tersebut, selain didasarkan pada Al-Quran juga


didasarkan pada pemahaman bahwa bila seorang guru telah memiliki sifat
kasih sayang yang tinggi kepada murid-muridnya, maka guru tersebut
akan berusaha sekuat-kuatnya untuk meningkatkan keahliannya karena
ia ingin memberikan yang terbaik kepada muridnya.

Sifat kasih sayang dapat menghasilkan suatu bentuk hubungan antara


guru dan murid yang khas dalam pendidikan Islam. Kekhasan tersebut
akan diwarnai oleh nilai-nilai Islam yang transenden seperti keimanan,
keikhlasan dan ketawakalan kepada Allah Swt.
Al-Maraghi81 dalam tafsirnya mengatakan bahwa Rasul diibaratkan
seorang dokter yang baik hati dan seorang ayah yang belas kasihan
terhadap orang mukmin. Seorang dokter yang pandai akan mendahulukan
pengobatan yang sukar ditanggung oleh pasien. Begitu pula guru yang
baik yang punya kasih sayang perlu mengadakan bermacam-macam
pengobatan atas masalah-masalah yang terasa berat dirasakan oleh anak
didiknya.

DU

Dengan demikian, bagi seorang guru dituntut untuk bersifat kasih


sayang kepada para muridnya dan menciptakan pergaulan seperti pergaulan
seorang ayah terhadap anak-anaknya. Sebaliknya para murid pula dituntut
untuk menyenangi dan menghormati guru-gurunya. Terciptanya hubungan
personal yang bersifat kasih sayang antara guru dan murid bisa menjadi
faktor suksesnya jalannya proses belajar mengajar. Sukses itu sifatnya
membentuk spiral.82 Sukses seorang guru akan ditandai oleh tertanamnya
semangat kepercayaan dan kecintaan antara guru dan murid. Apabila guru
menyenangi murid-muridnya, dan mereka merasakan belaian kasih sayang
dari gurunya, maka problem-problem dan kesulitan di dalam pengajaran
akan mudah diatasi, dan yang sulit menjadi mudah. Adanya kebencian
seorang murid terhadap suatu ilmu pengetahuan disebabkan kebencian
terhadap guru yang mengajar ilmu tersebut. Sebaliknya, seorang murid
Muhammad Ali Al-Shabuni, Sofwah al-Tafsir, (Beirut: Dar al-Fikr), 58.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op. Cit., 96.
82
Peter M. Senge, Op. Cit., 25.
80
81

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

167

dapat menyenangi suatu ilmu pengetahuan disebabkan kesenangannya


kepada guru yang mengajar ilmu pengetahuan tersebut.

MM

Para ahli pendidikan Islam sadar akan pengaruh positif dari hubungan
kasih sayang antara guru dan murid dalam proses pendidikan dan
pengajaran. Mereka telah memberikan perhatian yang besar terhadap
kontak personal yang bersifat kasih sayang ini, mereka juga mengajar
sesuai dengan berbagai macam kecenderungan serta tingkat kemampuan
berpikir para murid. Mereka juga senantiasa mencari cara yang terbaik
untuk mengajarkan ilmu sesuai dengan pengetahuan murid, menggunakan
metode mengajar yang menyenangkan.
Selanjutnya digambarkan dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 159,
bahwa jika Rasulullah bersikap keras, maka umatnya akan berpaling dan
lari meninggalkan Rasulullah Saw.83 Itulah sebabnya beliau senantiasa
menerapkan kasih sayang dalam menyampaikan ajaran Islam, sehingga
Islam dapat diterima dengan penuh kesadaran.

DU

Selanjutnya, sifat penting lainnya bagi seorang guru adalah


keteladanan. Keteladanan guru menjadi faktor penting dalam
menentukan baik buruknya anak didik. Berkaitan dengan hal itu
Abdullah Nasih Ulwan84 mengatakan: Keteladanan dalam pendidikan
merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam
mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial
anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan
anak, yang tidak tanduk dan sopan santunnya disadari ataupun tidak
akan ditiru.
Seorang mumin yang benar-benar ikhlas imannya akan menjadikan
Rasulullah Saw. sebagai suri teladan yang ia ikuti dalam akhlaknya, tingkah

QS Ali Imran (3): 159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 103.
84
Abdullah Nasih Ulwan, Op. Cit., 4.
83

168

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

lakunya dan mengambil intisari biografinya yang agung. 85 Keteladanan


ini berkaitan dengan akhlak yang mulia. Seorang yang berakhlak adalah
orang yang mengisi dirinya dengan sifat-sifat terpuji dan menjauhi dari
sifat tercela.

MM

Selanjutnya, seorang guru harus memiliki sifat optimis. Optimis


merupakan salah satu sifat Rasulullah Saw. sebagaimana terdapat pada
ayat di atas, pada kalimat Dia sangat berharap keimanan dan ketaatan
mereka berarti beliau akan berusaha semaksimal mungkin untuk
mencapai harapan tersebut. Rasa optimis haruslah tertanam pada jiwa
guru ketika berhadapan dengan peserta didiknya. Allah Swt. melarang
orang-orang yang beriman berputus asa dalam rahmat Allah.86

Kemudian, sifat seorang guru yang terpenting di dalam menjalankan


tugasnya adalah memiliki kepribadian terpadu. Corak kepribadian guru
menentukan dalam menunjang keberhasilan pengajaran yang diharapkan.
Zakiah Daradjat 87 menyebutkan, kepribadian yang terpadu dapat
menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat, karena segala unsur
dalam pribadinya bekerja secara seimbang dan serasi. Pikirannya mampu
bekerja dengan tenang, setiap masalah dapat dipahaminya dengan objektif,
sebagaimana adanya. Kepribadian guru sangat menentukan apakah ia
menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah
akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya.88

DU

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan potensi pokok dalam


pendidikan Islami yang perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan
kemampuan profesional sesuai dengan kebutuhan institusi pendidikan
baik pendidikan Islami maupun di lingkungan Kantor Wilayah dan
Kementerian Agama RI. Menempatkan SDM sebagai potensi dalam

85
QS Al-Ahzab (32): 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah. Depag RI, Al-Quran
dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 670.
86
QS Yusuf (12): 87. Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang
Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. Depag RI, Al-Quran
dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 362
87
Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), 15.
88
Ibid., 16.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

169

sistem pendidikan mengandung arti bahwa sistem yang dikembangkan


jauh lebih penting yang di dalamnya harus ada potensi-potensi SDM yang
berkualitas. Memang terdapat perdebatan akademik, apakah pencapaian
mutu dipengaruhi oleh kemampuan individu atau karena sistem yang
berjalan dengan baik.

MM

Walaupun demikian, tetap SDM yang berkualitas itu penting


sehingga pengembangan SDM dalam mewujudkan institusi pendidikan
yang berkualitas, program pengembangan yang diberikan merupakan
pilihan terbaik dalam meningkatkan mutu pendidikan Islami. SDM yang
utama dalam sistem pendidikan yaitu SDM tenaga guru. Oleh sebab itu,
pengembangan kualitas guru mendapat prioritas sehingga diperlukan
model pengembangan yang efektif berdasarkan teoretis, langkah
operasional serta akuntabilitas dan jaminan mutu.

DU

Pergeseran citra wibawa guru di tengah masyarakat kian merosot


dirasakan bagi sekelompok guru yang berdomisili di daerah perkotaan. Tidak
demikian halnya bila mereka bertugas di pedesaan, karena penghargaan
tinggi dan dianggap mampu mengerjakan apa saja dalam bertugas
sebagai tenaga pengajar maupun tugas sosial, agama dan pembangunan
lainnya menyebabkan keberadaan mereka sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Persoalan utama bagi guru di pedesaan bukan sekitar citra
atau penghargaan masyarakat, namun titik beratnya justru pada kesulitan
memperoleh informasi ataupun upaya mendapatkan teknologi mutakhir
yang bermanfaatkan dalam menopang tugas profesi mereka. Dalam dua
kepentingan tersebut diperlukan pembinaan dan pengembangan, setidaknya
mengembalikan guru sebagai figur yang profesional.
Pemerintah menempatkan guru sebagai ujung tombak dalam
mendidik dan mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada siswa sehingga
pengetahuan, sikap dan keterampilan menjadi bekal dalam menjalankan
tantangan kehidupan. Dalam era Orde Baru, guru disebut pahlawan
tanpa tanda jasa, akan tetapi mereka adalah poin-poin politik pemerintah
dalam mencapai misi tertentu. Banyak yang telah diperbuat, mulai dari
melaksanakan tugas wajib hingga membantu kepala desa melaksanakan
pembangunan fisik, tugas kerohanian, ataupun ujung tombak politik
dalam menyukseskan pemilu.

170

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

Sesungguhnya dalam konteks kewenangan, guru diberikan tugas


melaksanakan kegiatan pengajaran. Tugas guru sangat berat dan kompleks
yaitu karena berkaitan dengan tugas memanusiakan manusia.89 Artinya
di sana terdapat dua misi utama yakni melaksanakan tugas duniawi
dan tugas-tugas berkaitan dengan kehidupan akhirat. Salah satu ikhtiar
menurut yang dapat membantu guru untuk melaksanakan dua misi utama
tersebut adalah memadukan peningkatan mutu antara akhlak dengan
mutu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi bekal
guru sebagai seorang inovator yang berakhlak mulia.90

Menyadari tugas berat yang diemban guru, sementara mereka dibatasi


oleh tingkat kemampuan; motivasi sebagai manusia kadangkala dapat
saja menurun atau tidak tertutup kemungkinan terjadinya konflik tugas
disebabkan belum dewasa menghadapi masalah pada gilirannya guru
sebagai individu akan dihadapkan pada persoalan amat pelik. Dalam
konteks inilah dibutuhkan pengembangan sebagaimana disebutkan
Randall S. Schuler bahwa pengembangan sebagai bagian kritis dari
manajemen sumber daya manusia dan karyawan yang dapat dilakukan
melalui kegiatan: human resource planning, job analysis and performance
appraisal, recruitment and selection, compensation. Di samping itu, terdapat
faktor internal yang sangat menentukan program pengembangan yakni
top management, changing technologi.91

DU

Nadler menegaskan bahwa urgensi pengembangan berkaitan dengan


kebutuhan organisasi atau bahkan kebutuhan individu.92 Tujuan tersebut
meliputi upaya memperoleh keterampilan, pengetahuan dan sikap.
Artinya individu yang akan dikembangkan memiliki tujuan yang jelas,
terutama menentukan unjuk kerja yang diharapkan sehingga proses
pengembangan merupakan perpaduan antara pendidikan dan pelatihan
serta pengalaman. Di sinilah perlunya kajian kritis untuk menentukan

Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosdakarya, 2000), 8.


Idochi Anwar, Meningkatkan Produktivitas Kerja, dalam Jurnal Pendidikan,
(Bandung: UPI, 1999), 12.
91
Randall S. Schuler, Personnel and Human Resource Management, (New York: West
Publishing Company, Third Edition, 1987), 394-396.
92
Nadler, Disigning Training Programs, (Chicago Amerika Serikat: Chicago Press,
1982), 34.
89
90

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

171

program pengembangan yang terbaik dalam mengatasi masalah profesi


guru pendidikan Islami.

MM

Agar pengembangan SDM guru lebih bermakna, maka pengembangan


tersebut harus menyentuh kebutuhan tugas pokok dan fungsi guru.
Aspek-aspek yang harus dikembangkan tersebut, antara lain: penguasaan
kurikulum, penguasaan materi, penguasaan metode mengajar, penguasaan
teknologi pembelajaran, penguasaan kemampuan penilaian hasil belajar,
serta, kemampuan melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala
pendidikan Islami, atau wali kelas. Kemudian pengembangan diarahkan
untuk mewujudkan perubahan budaya kerja dengan mengutamakan kerja
sama serta menyadarkan akan pentingnya kualitas kepada semua pihakpihak yang terlibat dalam menyelenggarakan pendidikan, terutama dalam
aspek pengelolaan dan kepemimpinan.

DU

Dalam pengembangan kemampuan profesional guru bahwa dalam


pembinaan mutu guru melalui pendidikan dalam jabatan, penekanan
diberikan kepada kemampuan guru agar dapat meningkatkan efektivitas
mengajarnya, mengatasi persoalan-persoalan praktis dalam pengelolaan
proses belajar mengajar, dan meningkatkan kepekaan guru terhadap
perbedaan individual para siswa yang dihadapinya.93 Salah satu pelajaran
dari reformasi pendidikan di negara maju adalah reformasi kebermaknaan
yang berdampak pada pendidikan Islami. Oleh karena itu, commitment to
change must be achieved at the scholl level perlu mendapat perhatian komunitas
pendidikan Islami. Komitmen pendidikan Islami dalam menjamin mutu
peserta didik yang diharapkan yaitu dengan cara mengembangkan
kemampuan profesional guru melalui program pendidikan yang ditawarkan
pemerintah atau inisiatif kepala pendidikan Islami untuk memilih program
pengembangan lain.
Uraian pentingnya pengembangan SDM tenaga guru memberikan
makna khusus bagi kepala pendidikan Islami untuk meningkatkan
manajemen mutu terpadu. Program pengembangan yang dilakukan
dengan paket pendidikan dalam jabatan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan profesional serta memiliki komitmen untuk melakukan
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (Ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), 263.
93

172

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

inovasi yang pada prinsipnya sebagai agen perubahan positif bagi


penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.

MM

Pengembangan tenaga guru bertujuan untuk memecahkan masalahmasalah tugas rutinitas serta dalam rangka mengisi posisi pada jabatan
tertentu dengan memberikan seperangkat kompetensi melalui pendidikan
dan latihan sehingga diperlukan suatu model aktual, sehingga program
pengembangan dapat dilaksanakan secara efektif dan memberikan makna
dalam meningkatkan kemampuan guru baik secara individual maupun
sistem kelembagaan.
Dalam pengembangan mutu guru, berkaitan dengan tugas-tugas
yang sibuk di pendidikan Islami, dapat memilih model pengembangan
on-the-job atau off-the-job. Model pengembangan tersebut dapat dipadukan
dengan self-study.

DU

Pengembangan guru selain meningkatkan mutu, juga bertujuan


untuk mengembangkan karier. Karier sebagai guru profesional pada
semua jenjang pendidikan perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga
cukup memberikan kepuasan kepada para guru untuk tetap berada dalam
jabatannya sebagai guru karena daya tarik jabatan guru.94 Rekomendasi
ini memberikan peluang strategis untuk melaksanakan program
pengembangan guru yang sesuai dengan kebutuhan. Arah dan strategi
yang diterapkan dari model yang dipilih sudah semestinya memiliki nilai
relevansi yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja dalam melaksanakan
tugas serta memperbaiki nasib guru.
Model pengembangan yang dijadikan kebijakan masih diskriminatif
sebagaimana dilakukan selama ini menyebabkan rendahnya tingkat
kepuasan guru sebagai implementator pendidikan dan ternyata
berimbas pada prestise. Semua itu bersumber dari model implementasi
pengembangan selama ini yang dirasakan masih belum sempurna sehingga
arah dan target pengembangan memerlukan fokus untuk mewujudkan
human resource champions.
Manusia-manusia unggul yang didapatkan dari program pengembangan
menjadi komoditas kebijakan pemerintah, tentunya harus direncanakan
94

Ibid., 278.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

173

MM

secara baik dengan melakukan analisis posisi bersamaan dengan


mencermati kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Peter M. Senge
membangun prinsip bahwa manusia berkembang secara terus-menerus
sesuai kapasitasnya untuk menciptakan hasil dan prestasi, bahkan manusia
belajar tentang bagaimana belajar bersama.95 Beberapa catatan penting
yang mesti dijadikan pertimbangan ketika program pengembangan SDM
guru yaitu asas equity dan equality. Semua asas tersebut memberikan
kesempatan kepada semua SDM dengan tidak membedakan antara tetap
atau honorer.

Banyak faktor yang menentukan keberhasilan peningkatan mutu


pendidikan di pendidikan Islami. Kunci utamanya terletak pada manajemen
mutu pendidikan Islami, khususnya dari perilaku kepemimpinan kepala
pendidikan Islaminya. Namun demikian, upaya perbaikan mutu pendidikan
di pendidikan Islami tetap harus dilaksanakan secara menyeluruh, dengan
diawali oleh perbaikan terhadap mutu input, proses pembelajaran dan
output siswanya yang mendapat dukungan penuh dari tenaga pendidik
maupun tenaga kependidikan yang memiliki sejumlah kompetensi dan
kualifikasi yang sepadan dengan tugasnya.

DU

Hal ini sejalan dengan pendapat Eric Hoyle, bahwa the strength of an
education system must largely depend upon the quality of its teachers.96 Demikian
pula Oteng Sutisna mengemukakan bahwa mutu program pendidikan
bergantung tidak saja kepada konsep-konsep program yang cerdas,
melainkan juga kepada personel pengajar yang mempunyai kesanggupan
dan keinginan untuk berprestasi.97
Dengan kekuatan sumber daya guru yang dimiliki, maka penciptaan
budaya mutu menjadi terlaksana dengan baik, yakni menempatkan
mutu di atas segalanya. Upaya pendidikan Islami untuk menciptakan
budaya mutu, harus ditunjang oleh pembinaan profesional yang
teratur dan terjadwal, agar implementasi program pendidikan Islami
bisa berhasil mencapai standar sesuai dengan yang diharapkan. Kepala

Peter M. Senge, Op. Cit., 3.


E. Hoyle, The Process of Management, in E523 Management and School, (Milton
Keynes, Open University Press, 1981), 9.
97
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoretis untuk Praktik Profesional,
(Bandung: Angkasa, 1991), 109.
95

96

174

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

pendidikan Islami memegang peranan kunci untuk mendukung upaya


merealisasikan berbagai kegiatan yang terarah fokus pada mutu
pendidikan Islami. Kondisi demikian, sangat menunjang terhadap
terjadinya higher order thinking skills, yang ditandai oleh adanya
kemampuan untuk berpikir kritis, analitis, kreatif, reflektif, dan
transformasional.

MM

Implementasi pengembangan SDM parameter keberhasilan


yang dikaitkan dengan faktor investasi. Gary S. Becker melihat
pengembangan individu melalui model pendidikan dalam jabatan
merupakan investasi penting dalam human capital.98 Investasi yang
ditanamkan dalam model pendidikan on-the-job menjawab tuntutan
jangka panjang. Pendidikan dan pelatihan memberikan solusi untuk
mengatasi masalah pekerjaan dari persoalan sederhana sampai pada
masalah yang paling sulit sehingga dapat diatasi melalui peningkatan
keterampilan dan pengetahuan. Model pendidikan on-the-job adalah
model yang lebih efisien terutama jika dikaitkan dengan tingkat
pengalaman yang bersangkutan. Jika diterapkan secara adil dan merata
sebagai model prioritas dalam pengembangan guru, maka semua guru
akan memiliki tingkat kompetensi yang dapat melaksanakan pekerjaan
secara baik dan memiliki kepuasan tertentu.

DU

Jika dikaitkan dengan fungsi manajemen mutu yang dikemukakan


pada pembahasan terdahulu, maka model pengembangan dalam kajian
ini diarahkan untuk mengungkapkan fungsi-fungsi tersebut yang menjadi
panduan untuk menelaah substansi pengembangan SDM.

G. Russel Davis menggambarkan tahapan program pengembangan


melalui pelatihan maupun pendidikan yang diawali dengan menilai
kebutuhan, penentuan tujuan yang selanjutnya menetapkan isi program
dan memilih pendidikan yang relevan serta menetapkan prinsip-prinsip
belajar.99 Kemudian disusun program kerja untuk menjawab kebutuhan
keahlian, pengetahuan, sikap para pegawai.

Gary S. Becker, Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis With Special
Reference to Education, (Chichago Amerika Serikat: Chicago Press, Third Edition, 1993),
30-31.
99
G. Russel Davis, Planning Education for Development: Volume Issue and Problems in
The Palnning of Education in Developing Countries, (Cambridge: Massachusetts, 1996), 287.
98

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

175

Tahapan pengembangan yang menerapkan program pelatihan di atas


dapat menjadi rujukan untuk kebijakan pengembangan pendidikan Islami
berkaitan dengan mutu guru. Menilai kebutuhan artinya bahwa apa yang
dibutuhkan pendidikan Islami? Dan apa yang dibutuhkan oleh stakeholders
pendidikan Islami?

MM

Castetter merinci langkah manajerial pengembangan mutu SDM


dengan memberikan panduan program pengembangan yang dapat
ditempuh melalui 4 (empat) langkah penting.100 Keempat langkah
yang hendak diimplementasikan tersebut diawali dengan menentukan
posisi jabatan atau tempat pendidikan yang ditetapkan sebagai lokasi
pengembangan. Setelah posisi jabatan disetujui menjadi kebutuhan
prioritas untuk dijadikan kebijakan dalam rangka mengisi formasi sekaligus
memperoleh tenaga-tenaga yang terampil dan cakap melaksanakan
tugas, maka dianalisis kebutuhan pengembangan. Hal ini dapat diukur
dari kriteria pendidikan formal, kemampuan mengajar, penguasaan
materi pelajaran, disiplin dan tanggung jawab, penyelesaian tugas-tugas
administratif, komitmen terhadap tugas dan budaya mutu, kreativitas
dalam menyelesaikan berbagai tugas.
Dalam platform pengembangan SDM, Malik Fajar101 menyusun
kerangka strategi dalam memberikan jaminan mutu dan juga berkaitan
dengan reformasi pendidikan meliputi:

DU

Pertama, melaksanakan otonomi dan desentralisasi. Manajemen


pengembangan SDM termasuk pengembangan tenaga kependidikan
dilaksanakan oleh daerah, yakni pemerintah kabupaten/kota sebagai
subjek pengembangan.
Kedua, melaksanakan manajemen berbasis sekolah/pendidikan Islami.
Pengembangan SDM berorientasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan otonomi dan pemberdayaan
pendidikan Islami. Sikap profesional tenaga kependidikan diharapkan

100
Castetter B. William, The Human Resource Function in Educational Administration,
(Ohio: Merril an Imprint of Prentice Hall, 1996), 236.
101
A. Malik Fajar, Platform Reformasi Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya
Manusia, (Jakarta: Depag RI, 1999), 57-61.

176

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

memberikan arti penting dalam peningkatan efisiensi, mutu dan


pemerataan pendidikan.

MM

Ketiga, melakukan review kurikulum; pengembangan tenaga


kependidikan memberikan peluang terhadap peningkatan mutu kurikulum
berbasis lingkungan yang dibekali kompetensi tertentu sehingga mampu
menjawab kebutuhan masyarakat setempat. Melalui relevansi pendidikan
diharapkan memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki daya kompetitif.
Keempat, menerapkan sistem manajemen mutu. Pengembangan tenaga
kependidikan diharapkan memberikan kemampuan manajerial untuk
menata kembali manajemen organisasi dengan memerhatikan pemberian
peran yang luas kepada masyarakat.
Kelima, penerapan student center learning; melalui pengembangan tenaga
kependidikan diharapkan memberikan solusi terhadap persoalan masa
depan berkaitan dengan kreativitas dan penciptaan proses pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik.

DU

Platform di atas memberikan makna bahwa jaminan mutu


pengembangan guru harus dilihat dari kebutuhan tugas, baik berkaitan
dengan siswa, manajemen kelas maupun penyelenggaraan pendidikan.
Jaminan mutu harus dipandang sebagai kegiatan yang bervariasi untuk
mewujudkan efisiensi, produktivitas dan memberikan keyakinan kepada
masyarakat tentang keandalan mutu.
Penerapan jaminan mutu dalam memilih program studi berkaitan
dengan relevansi kebutuhan kemampuan profesional, dan semakin dilengkapi
dengan jaminan mutu terhadap kinerja perencanaan dan pelaksanaan. Dalam
memberikan jaminan mutu tersebut, bahwa di dalam pengembangan sangat
dibutuhkan kinerja yang profesional. Agar tepat sasaran dalam pengembangan
mutu guru, maka perlu langkah berikut: pertama, identifikasi jabatan
baru dengan memastikan penambahan tenaga berdasarkan kebutuhan
melalui identifikasi jabatan dengan baik. Kedua, memastikan bahwa orang
yang diseleksi adalah orang yang terbaik. Ketiga, masa percobaan dengan
memberikan kesempatan bagi tenaga dan pimpinan organisasi dalam
mengevaluasi, tidaknya penunjukan mereka dalam program pengembangan

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

177

tersebut. Keempat, penilaian tujuan dengan memastikan sinkronisasi antara


tujuan organisasi dan tujuan pribadi. Kelima, pengembangan menjamin
kapasitas guru selalu sesuai dengan keperluan pelanggan dan juga memastikan
adanya peningkatan kepuasan profesi.

MM

Dengan memerhatikan fokus jaminan mutu untuk mewujudkan


pengembangan guru sesuai dengan kebutuhan organisasi dan
selanjutnya memberikan bukti kinerja manajemen yang profesional
sangan membantu dalam memberikan kepercayaan masyarakat terhadap
pendidikan Islami, terutama pada guru yang telah menyelesaikan
program pengembangan.

DU

Berdasarkan uraian ini, menunjukkan bahwa mutu pendidikan Islami


dapat dikembangkan terus berkelanjutan dengan menerapkan sistem
manajemen mutu baik internal maupun eksternal. Arah pengembangan
mutu pendidikan Islami terfokus pada mutu peserta didik sebagai layanan
utama. Untuk menciptakan mutu peserta didik diperlukan guru-guru
profesional yang mengutamakan mutu dalam setiap aktivitasnya. Oleh
sebab itu, pengembangan mutu pendidikan Islami yang paling pokok
yaitu mutu guru yang permanen bertugas di pendidikan Islami. Mutu guru
pendidikan Islami sesuai dengan pokok ajaran Islam yang mengutamakan
iman, ilmu, dan amal. Mutu SDM agar berjalan sistemik maka diperlukan
sistem manajemen mutu, sehingga yang dominan adalah sistem sebagai
ukuran, bukan individu; sistem lebih pokok untuk lancarnya program
penjaminan mutu.

C. Penjaminan Mutu Peserta Didik


Mutu peserta didik di pendidikan Islami perlu dikembangkan dengan
mengacu pada karakteristik pendidikan Islam itu sendiri. Peserta didik
disebut juga murid, yang berarti orang yang menginginkan (the willer), dan
menjadi salah satu sifat Allah Swt. yang berarti Maha Menghendaki.102
Seorang murid adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik untuk

Engr Sayyid Khaim Husayn Naqawi, Dictionary of Islamic Terms, (New Delhi:
Calcuta al-Lahabad, 1992), 235.
102

178

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

bekal hidupnya agar berbahagia di dunia dan akhirat dengan jalan belajar
yang sungguh-sungguh. Istilah murid ini digunakan dalam ilmu tasawuf
sebagai orang yang belajar mendalami ilmu tasawuf kepada seorang guru
yang dinamai syekh.103

MM

Selain kata murid dijumpai pula kata al-tilmidz yang juga berasal
dari bahasa Arab, yang memiliki arti pelajar. Kata ini digunakan untuk
menunjuk kepada peserta didik yang belajar di pendidikan Islami, dan
istilah ini antara lain digunakan oleh Ahmad Thalabi.104 Selanjutnya
terdapat pula kata al-mudarris, yang berarti orang yang mempelajari
sesuatu.105 Kata ini dekat dengan kata pendidikan Islami, dan seharusnya
digunakan untuk arti pelajar pada suatu pendidikan Islami, namun dalam
praktiknya tidak demikian.

Istilah lain, berkaitan dengan peserta didik adalah al-thlib yang berarti
orang yang mencari sesuatu.106 Konsep ini dapat dipahami karena seorang
pelajar adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan, pengalaman,
keterampilan dan pembentukan kepribadian untuk bekal kehidupannya
di masa depan agar berbahagia dunia dan akhirat. Istilah al-thlib lebih
bersifat aktif, mandiri, kreatif dan sedikit bergantung kepada guru.

DU

Selanjutnya, istilah yang berhubungan erat dengan peserta didik


yaitu al-mutaallim yang berarti orang yang mencari ilmu pengetahuan.107
Istilah al-mutaallim yang menunjukkkan peserta didik sebagai orang yang
menggali ilmu pengetahuan merupakan istilah yang populer dalam karyakarya ilmiah para ahli pendidikan Islam.108
Abd al-Rahmn Abd. al-Khalq, al-Fikr al-Sfi f Dau al-Kitb wa al-Sunnah,
(Kuwayt: Maktabah Ibn Taymiyyah, 1986), 316-349.
104
Ahmad Thalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Mesir: Kashshaf li al-Nashr wa
al-Thibaah wa al-Tauzi, 1954), 286-307.
105
Engr Sayyid Khaim Husayn Naqawi, Dictionary of Islamic Terms, (New Delhi:
Calcuta al-Lahabad, 1992), 375.
106
Ibid., 326.
107
Ibid., 323.
108
Para ahli pendidikan Muslim secara eksplisit menulis karya-karya ilmiah mereka
dengan menggunakan istilah al-mutaallim untuk merujuk pada pengertian peserta
didik. Misalnya, lihat Imam Burhanuddin al-Zarnuziy, Talm al-Mutaallim, (Mesir: Dr
al-Maarif, 1962), 34; al-Imam Muhyidin Yahya bin Sharaf al-Nawawiy, Kitab al-Ilm wa
Adab al-lim wa al-Mutaallim, (Beirut: Dr al-Khayr, 1993), 34; Ahmad Muhammad
Ibrahim Falatah, Adb al-Mutaallim f al-Fikr al-Tarbawiy al-Islmiy, (Mesir: Dr al-Jami
103

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

179

MM

Jika merujuk pada Al-Quran dan al-Hadis, dapat dijumpai penggunaan


kata al-mutaallim untuk arti orang yang menuntut ilmu pengetahuan.109
Allah bertindak sebagai al-muallim (yang mengajar) dan Nabi Adam berada
dalam posisi sebagai al-mutaallim (yang belajar). Nabi Adam sebagai
mutaallim menerima pengajaran tentang nama-nama konsep seluruhnya.
Melalui proses pengajaran tersebut, Nabi Adam dapat menguasai ilmu
pengetahuan, sehingga para malaikat pun menghormatinya. Manusia
berada pada posisi sebagai yang diberi ilmu (al-mutaallim). Allah Swt.
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui menjadi sesuatu
yang diketahui, sehingga dengan proses pengajaran tersebut ada perubahan
dari tidak mengetahui menjadi berpengetahuan.110 Istilah al-mutaallim
lebih bersifat universal, mencakup semua orang yang menuntut ilmu
pada semua tingkatan.

DU

Berdasarkan uraian di atas, karakteristik peserta didik dapat dicirikan


sebagai orang yang tengah mencari ilmu. Dalam ilmu pendidikan Islam
hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya
dilakukan melalui kegiatan belajar mengajar. Belajar dapat dilakukan oleh
diri sendiri atau melalui orang lain. Oleh karena ilmu itu bersumber dari
Allah, maka konsekuensinya seorang peserta didik perlu mendekatkan
diri kepada Allah dan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia yang
disukai Allah, dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan yang tidak
disukai Allah. Berkaitan dengan hal ini, muncullah aturan normatif
tentang perlunya kesucian jiwa bagi seseorang yang sedang menuntut
ilmu, karena ia sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugerah
Allah Taala.

al-Nushu al-Tauzi); Badruddin Ibnu Jamaah al-Kananiy, Tadkirah al-Sami wa alMutakallim f Adab al- lim wa al-Mutaallim, (Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiyyah), 44.
109
QS Al-Baqarah (2): 31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orangorang yang benar!". Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 14; Lihat
Ibn Majjah, Sunan Ibn Majjah, Juz Awwal, 83, Hadith Nomor 224.
110
QS Al-Alaq (96): 4-5. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Depag RI, Al-Quran
dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1079.

180

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

Ilmu itu hakikatnya cahaya dari Allah, dan hal itu hanya diberikan
kepada hamba-Nya yang taat kepada-Nya.111 Jelas bahwa Allah dapat
membimbing seseorang untuk mendapatkan cahaya-Nya jika Dia
menghendaki. Bertolak dari keyakinan bahwa ilmu itu datang dari Allah,
maka muncullah etika tentang muraqabah (pendekatan diri) kepada Allah
yang harus dilakukan oleh seorang peserta didik yang ingin mendapatkan
ilmu-Nya. Bagian ini yang membawa kepada penjelasan tentang syarat
dan sifat-sifat peserta didik dalam proses pendidikan di pendidikan
Islami.
Peserta didik merupakan unsur manusiawi yang sedang bersungguhsungguh mencari ilmu pengetahuan dan berusaha keras untuk
mendapatkannya. Orang yang senantiasa giat dalam mencari ilmu, berarti
ia berjalan di jalan yang menuju ridha Allah. Allah Taala memerintahkan
kepada manusia untuk mencari ilmu. Jika mencari ilmu diperintahkan,
maka melakukan pencarian ilmu berarti wujud ketaatan terhadap-Nya.112
Dalam pandangan Islam, ilmu dapat diperoleh dengan cara bertanya
kepada orang yang menguasai ilmu tersebut. Keberanian bertanya
merupakan salah satu faktor penting bagi kesuksesan belajar seorang
peserta didik. 113

DU

111
QS Al-Nur (24): 35. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di
dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang
(yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu)
dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi,
walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing
kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaanperumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Depag RI,
Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 550.
112
QS Al-Taubah (9): 122. Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mumin itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Depag RI, Al-Quran dan
Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 301.
113
QS An-Nahl (16): 43. Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orangorang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. Depag RI, Al-Quran dan
Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 408.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

181

Perintah bertanya dalam ayat tersebut, menunjukkan bahwa seorang


peserta didik berhak untuk bersikap kritis. Peserta didik dapat bertanya
tentang sesuatu yang belum jelas dan masih ragu-ragu, sehingga
memerlukan jawaban guru yang lebih meyakinkan.114

MM

Berdasarkan pada keterangan ayat tersebut, kedudukan peserta didik


dalam pendidikan Islami bukan objek yang tidak dapat mengemukakan
isi hati dan pikirannya dengan bebas. Jadi, tidak benar pemahaman yang
menganggap bahwa peserta didik adalah objek pendidikan yang dapat
dibentuk sekemauan seorang guru. Peserta didik dalam pendidikan Islami
adalah subjek didik yang bersifat dinamis. Kedudukan peserta didik adalah
partner bagi guru dalam proses belajar mengajar. Walaupun dalam halhal tertentu tidak dapat dihindarkan bahwa peserta didik adalah objek
pendidikan yang akan menyerap ilmu dari guru. Namun di sisi lain,
gurupun dapat menjadi objek yang menerima masukan dari murid. Oleh
karena itu, dalam pandangan pendidikan Islam, guru dan peserta didik
adalah berkedudukan sebagai subjek dalam pendidikan yang dapat saling
mengisi.

DU

Selanjutnya, kedudukan peserta didik dalam ajaran Islam ditempatkan


pada kedudukan yang terhormat dan dihormati. Semua makhluk Allah
senantiasa mendoakan kepada mereka para pencari ilmu.115 Berdasarkan
hadis, para malaikat dan segenap yang ada di langit dan di bumi ridha
terhadap para pencari ilmu. Hal ini dapat dipahami, karena dengan para
pemilik ilmu itu dapat menjaga amanat dan menegakkan keadilan dan
kebenaran di muka bumi ini. Tanpa ilmu, maka dunia ini akan terasa
kering dan gersang. Tanpa ilmu, hidup manusia berada dalam kegelapan.
Menurut al-Ghazali,116 ilmu itu kehidupan hati dari kebutaan, sinar
penglihatan dari kegelapan dan kekuatan badan dari kelemahan yang

QS Az-Zumar (39:) 18. Yang mendengarkan perkataan lalu mengikutinya


apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah
petunjuk dan mereka itulah ulul albab. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta:
1971), 748.
115
HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim dan ia menshahihkannya dari Hadis
Shafwan bin Assal. Lihat Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, (Beirut: Dr al-Fikr,
tt), 247.
116
Al-Ghazali, Mizan al-Amal Jilid I, (Kairo: Dr al-Maarif, 1961), 40.
114

182

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

menyampaikan hamba pada kedudukan orang-orang yang bijak dan


derajat yang tinggi. Dengan ilmu tersebut, Allah disembah dan dengan
ilmu dapat diketahui halal dan haram. Ilmu itu pemimpin dan amal adalah
pengikutnya.

MM

Berkaitan dengan hal tersebut, Asma Hasan Fahmi117 mengatakan,


bahwa para pelajar mendapat penghormatan dan penghargaan, karena
mereka mencari sesuatu yang amat tinggi nilainya dalam dunia ini,
yaitu ilmu pengetahuan. Dengan ilmu, seseorang dapat menjadi mulia,
sebagaimana Nabi Adam as. dihormati oleh para Malaikat karena ia
memiliki ilmu yang mulia.

Cara orang berilmu mencapai kesempurnaan yaitu ia mengetahui


kekurangan-kekurangan atas dirinya dan melenyapkan kekurangan
tersebut serta memperbaikinya. Semakin bertambah ilmu, maka semakin
melakukan perbaikan atas kekurangannya dan pada gilirannya ia akan
semakin sempurna. Orang yang berilmu melakukan suatu aktivitas untuk
menghilangkan ketidaksempurnaan dan demi kelangsungan hidupnya
yang bahagia.

DU

Oleh karena itu, hendaknya mereka para peserta didik tidak


menempatkan diri mereka kecuali di tempat yang terhormat, tempat
yang dapat dihargai tanpa bersikap sombong dan egois, dan tidak pula
menggunakan kemampuan mereka kecuali untuk tujuan-tujuan yang
tepat. Mereka mesti menjunjung tinggi agama mereka, tidak segansegan menyatakan diri sebagai orang Muslim, dan selalu melaksanakan
kewajiban-kewajiban yang ditetapkan pada mereka sebagai peserta didik.
Untuk itu, mereka dapat meneladani banyak tokoh yang mencurahkan
dedikasi mereka pada agama, seraya tetap berani melakukan kritik secara
terbuka terhadap kebobrokan moral yang merendahkan harkat dan
martabat kemanusiaan.
Sejalan dengan kemuliaan ilmu, seorang peserta didik harus
memelihara akhlak yang mulia, menjauhi akhlak yang tercela, jangan
pengecut, tidak sombong dan jangan tergesa-gesa dalam menuntut ilmu.

Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1999), 174.
117

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

183

Ia harus tawadhu, memelihara diri dan menjauhi dari perbuatan mubazir,


sehingga terpelihara kemuliaan diri sejalan dengan kemuliaan ilmu yang
dimilikinya.

MM

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat dipahami, bahwa


kedudukan seorang peserta didik dalam pendidikan Islam ditempatkan
pada posisi yang mulia dan dimuliakan. Dalam pendidikan Islam,
kemuliaan peserta didik ini pada mulanya karena kemuliaan ilmu itu
sendiri, baru kemudian kemuliaan pemilik ilmu tersebut. Kemuliaan
peserta didik dipengaruhi oleh persepsi tentang dorongan Islam untuk
belajar, sehingga menjadi orang berilmu yang dapat menghantarkan
pemiliknya kepada derajat takwa seperti terdapat dalam Al-Quran dan AsSunnah. Hal ini melahirkan pemikiran bahwa ilmu itu terus-menerus perlu
dikembangkan. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islami, ilmu tidak boleh
mengalami stagnasi (kemandegan) dalam berbagai aspeknya. Kemacetan
ilmu merupakan malapetaka terbesar yang akan menghancurkan sendisendi kehidupan manusia.118
Kedudukan peserta didik dalam pendidikan Islami semakin jelas
keutamaannya. Kedudukan pencari ilmu itu diangkat derajatnya, karena
mereka itu ahli Allah dan khassah-Nya.119 Hal ini patut mendapat perhatian
dari semua pihak tentang pentingnya menjadi seorang pencari ilmu.
Keutamaan ini diperoleh, selain di dunia juga di akhirat.

DU

Syarat utama yang dimiliki seorang peserta didik yaitu niat yang
lurus. Menurut al-Zarnuziy,120 seorang pelajar dalam menuntut ilmu

Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz XIII, Hadis
ke-7421, 161, dengan sanad shahih. Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud,
at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Lihat pula M. Ajaj al-Khatib, Al-Sunnah
Qabla al-Tadwin, (Beirut: Dr al-Fikr, 1401 H/1981 M.), 69. Barangsiapa menempuh
suatu jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke
surga, dan tidaklah suatu kaum berkumpul di rumah Allah, mereka membaca Kitab
Allah dan bersama-sama mempelajarinya, kecuali mereka akan mendapatkan sakinah
(ketenangan), dipenuhi oleh rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat dan Allah menyebut
kepada mereka yang ada di sisi-Nya, dan barangsiapa tidak diperoleh melalui amalnya
maka tidak dapat dipercepat karena keturunannya.
119
Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Adb al-Mutaallim f al-Fikr al-Tarbawiy
al-Islmi, (Madinah: Dar al-Kitab al-Nushu wa al-Tauzi), 39.
120
Al-Imam Burhan al-Islam Al-Zarnuziy, Talm al-Mutaallim, (Mesir: Maktabah
al-Nahdhah), 90.
118

184

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

agar berniat untuk mencari keridhaan Allah dan kebahagiaan hidup di


akhirat, menghilangkan kebodohan, dan menghidupkan agama Islam.
Kelangsungan hidup keberagamaan hanya dapat dilaksanakan dengan ilmu,
sehingga tidak benar jika seorang yang zuhud dan takwa tanpa disertai
dengan ilmu. Lebih lanjut, al-Zarnuziy mengatakan pencari ilmu jangan
berniat untuk mencari kehormatan dunia atau mencari kehormatan di
depan penguasa.121
Menurut Ahmad Muhammad Ibrahim al-Falatah,122 macam-macam
motivasi seorang mutaallim dalam mencari ilmu yaitu: motivasi atas dasar
dorongan ajaran agama Islam, dorongan ilmiah dalam mencari ilmu,
dorongan sosial; dan sebab-sebab dorongan ekonomi. Motivasi yang
berdasarkan pada ajaran Islam, bertolak dari pemahaman bahwa Islam
memberi kedudukan yang tinggi kepada ahli ilmu, bahkan ditempatkan
setelah tingkatan para nabi. Lebih lanjut dikatakan, wujud motivasi ini
yaitu niat yang ikhlas, bertujuan untuk diamalkan dan dilakukan secara
terus-menerus.123

DU

Akan tetapi, belajar terus-menerus tidak akan terlaksana jika seorang


peserta didik tidak memiliki loyalitas terhadap ilmu. Jadi, konsekuensi
dari belajar yang terus-menerus yaitu seorang peserta didik perlu
memiliki loyalitas yang tinggi terhadap ilmu. Dalam hal ini, peserta didik
perlu menjadikan para sahabat Nabi sebagai teladan dalam loyalitasnya
terhadap ilmu. Pada diri para sahabat telah mencapai derajat yang mampu
mengambil perhatian untuk selalu memerhatikan keterangan-keterangan
dan keadaan mereka yang menunjukkan loyalitas terhadap ilmu dan
menunjukkan pengetahuan mereka yang tinggi. Menurut Muhammad
Rafat Said124 bahwa ambisi para sahabat terhadap ilmu begitu besar,
sehingga pada saat-saat sibuk dengan urusan lain seperti perang f
sabilillh dan sebagainya, mereka mewakilkan kepada beberapa orang
untuk tetap tinggal bersama Rasulullah Saw. dan mendengarkan HadisHadis yang diucapkannya. Sekembalinya dari peperangan orang-orang
Ibid.
Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Op. Cit., 35-61.
123
Ibid.
124
Muhammad Rafat Said, Rasulullah Saw. Profil Seorang Pendidik, alih bahasa Amir
Hamzah Fachrudin dan Zaenal Arif Fachrudin RM, (Jakarta: Firdaus, 1994), 143.
121
122

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

185

yang dipercayakan tadi menyampaikan apa-apa yang diucapkan Rasul.


Demikianlah cara mereka belajar.

MM

Seorang peserta didik yang loyal terhadap ilmu, maka ia akan


senantiasa mendalami ilmu tersebut hingga benar-benar menguasainya.
Para sahabat nabi yang telah dilandasi oleh iman yang kuat, mempelajari
ilmu untuk memahaminya, menghafalnya dan mengamalkannya lalu
menyampaikannya, seperti yang diriwayatkan oleh Anas r.a. seperti juga
Hadis-Hadis lain bahwa para sahabat mendalami ilmu sampai betul-betul
meresap dan tertanam di dalam hati.

Demikian pula menurut al-Nawawi, seorang pelajar harus membersihkan


hati sebagai prasarat untuk menuntut ilmu, bersihnya hati untuk ilmu seperti
bersihnya bumi untuk tanaman.125 Selanjutnya, menurut al-Nawawi, syarat
peserta didik yaitu bersikap tawadhu terhadap ilmu dan guru, karena hanya
dengan sikap tawadhu itulah ilmu dapat tercapai.126 Ilmu itu musuhnya sifat
sombong seperti banjir tidak suka dataran yang tinggi. Dan bermusyawarahlah
dalam setiap masalah, serta mengikuti petunjuk guru seperti pasien mengikuti
petunjuk dokter yang menasihatinya dengan baik. Jangan mengambil ilmu
dari seseorang kecuali yang sempurna keahliannya dan jelas keagamaannya
dan nyata marifatnya, termashur kehati-hatian dan kemuliannya.

DU

Syarat peserta didik yang lainnya mengharap ridha guru dengan


sungguh-sungguh walaupun berbeda pandangan, jangan mengupat
dan mencelanya.127 Seorang peserta didik perlu bersungguh-sungguh
dalam belajarnya dan dapat memanfaatkan seluruh waktunya baik siang
maupun malam, baik ketika sedang diam atau dalam perjalanan.128 Jangan
menyia-nyiakan waktu sedikitpun selain dalam ilmu kecuali dalam kondisi
darurat seperti untuk makan dan tidur atau sesuatu yang mesti dikerjakan
seperti istirahat sebentar. Bukan orang yang berakal, jika ia mempunyai
kesempatan tetapi mengabaikannya.

al-Imam Muhyidin Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Kitab al-Ilm wa Adab al-Alim
wa al-Mutaallim, (Beirut: Dar al-Khair, 1993), 103.
126
Ibid., 104.
127
Ibid., 105.
128
Maulana al-Alam al-Hajar al-Husain bin Amir al-Muminin al-Mansur bi Allah
al-Qhasim bin Muhamad Ali, Adab al-Ulama wa al- Mutaallim, (Beirut: Dar al-Manahir,
1985, Cet. I), 79-88.
125

186

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

Secara akademis Conny Semiawan129 menyatakan bahwa seorang


peserta didik harus memiliki kesiagaan mental, kemampuan pengamatan
(observasi), keinginan untuk belajar, daya konsentrasi, daya nalar,
kemampuan membaca, ungkapan verbal, kemampuan menulis, dan
kemampuan mengajukan pertanyaan yang baik. Oleh karena itu, seorang
peserta didik berambisi untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Ia juga
menjadi mandiri dalam memberikan pertimbangan, dan ulet menghadapi
tugas yang diminta.
Adapun adab seorang peserta didik menurut Ibn Jamaah al-Kanani,130
yaitu: hendaklah ia mensucikan hatinya dari sifat kotor, hasud, dan akidah
yang lemah agar ia mampu menangkap ilmu dan menghapalnya serta
menyingkap berbagai rahasianya. Karena ilmu adalah ibadahnya hati dan
taqarubnya jiwa. Sebagaimana shalat tidak sah kecuali suci dari najis, maka
ilmu pun tidak sah kecuali bersihnya hati dari kejelekan sifat.

DU

Peserta didik harus segera mengisi kesempatan di pendidikan Islami


dengan menuntut ilmu dan tidak terpedaya dengan sikap santai. Karena
satu detik waktu yang telah berlalu, tidaklah ada gantinya. Ia juga harus
mampu menyingkirkan berbagai rintangan dalam menuntut ilmu tersebut
dengan segala keseriusan dan semangat yang tinggi. Harus qanaah dengan
bekal yang dimiliki. Karena sabar dengan kesempitan bekal, adalah jalan
menuju keleluasaan ilmu dan ketegaran hati. Sebagai pribadi seorang
peserta didik harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa agar dapat
dengan mudah dan benar dalam menangkap pelajaran, menghapal dan
mengamalkannya.131

Selanjutnya seorang pelajar juga harus bersikap rendah hati pada ilmu
dan guru. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya. Ia juga harus
menjaga keridhaan gurunya. Ia jangan menggunjing di sisi gurunya, juga
jangan menunjukkan perbuatan yang buruk, mencegah orang lain yang
menggunjing gurunya. Dalam pada itu, ia berupaya untuk lebih dekat
Conny Semiawan, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, (Jakarta: Grasindo, 1997),

129

22-23.

Badruddin Ibn Jamaah al-Kanani, Tadkirah al-Sami wa al-Mutakallim fi Adab


al-Alim wa al-Mutaallim, (Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah), 67-83.
131
HR Bukhari-Muslim. Lihat Al-Imam Muhyidin Yahya bin Syaraf al-Nawawi,
Kitab al-Ilm wa Adab al-Alim wa al-Mutaallim, (Beirut: Dar Al-Khair, 1993), 102-106.
130

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

187

dengan guru agar mendapatkan pemahaman yang sempurna dan tidak


sulit, jangan mengajukan pertanyaan atau permasalahan kecuali setelah
mendapatkan izin dari guru.132

MM

Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat bahwa seorang peserta


didik harus bersih hatinya agar mendapatkan pancaran ilmu dengan
mudah dari Tuhan. Ia juga harus menunjukkan sikap akhlak yang
tinggi. Terutama terhadap gurunya, pandai membagi waktu yang baik,
memahami tata krama dalam majelis ilmu, berupaya menyenangkan hati
sang guru, tidak menunjukkan sikap yang memancing ketidaksenangan
guru, giat belajar dan sabar dalam menuntut ilmu. Sikap yang demikian
itu sebagai prasyarat untuk mencapai keberhasilan dalam menuntut
ilmu pengetahuan.
Di samping syarat-syarat yang telah dikemukakan di atas, seorang
peserta didik juga perlu memiliki sifat-sifat khusus yang berkaitan dengan
kedudukannya sebagai pencari ilmu. Peserta didik sebagai sosok manusia
memiliki dua kecenderungan yaitu sifat baik dan buruk. Akan tetapi, dalam
pendidikan Islam yang diselenggarakan berfungsi untuk menumbuhkan
sifat yang baik dan mengendalikan sifat yang buruk.133

Peserta didik diharuskan untuk mencari dan memperjelas


pemahaman atas suatu hal yang belum diketahui.134 Ayat Al-Quran
(mengikuti) merupakan bentuk
menggunakan kalimat
penyamaan atas apa yang dilakukan oleh orang yang diikuti. Ungkapan
mengandung arti keinginan seseorang untuk menjadikan dirinya

sebagai pengikut yang konsekuensinya harus selalu tunduk dan patuh,


tanpa banyak membantah pada orang yang diikuti. Dengan demikian,
kalimat bolehkah aku mengikutimu? merupakan ungkapan yang lebih
halus daripada kalimat bolehkah aku menjadi peserta didikmu?. Jadi,
merupakan kalimat permohonan kepada orang yang diajak

bicara, dengan jalan merendahkan hati sebagai bagian dari kesopanan.


Dalam kalimat tersebut, tidak ada muatan pemaksanaan terhadap orang

DU

Badruddin Ibn Jamaah al-Kanani, Op. Cit., 106.


QS Al-Kahfi (18): 66. Musa berkata kepada Khidhr: Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 454.
134
Badr al-Din Al-Zarkashi, Al-Burhan fi Ulum Al-Quran, (Mesir: Al-Halabi, 1957),
326.
132
133


188

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

yang ingin diikuti, melainkan sebuah ungkapan akan pengharapan


sesuatu dari mukhattab.135

Dengan demikian, kalimat


menggambarkan secara
jelas sikap Nabi Musa sebagai seorang calon murid yang menjaga
kesopanan terhadap calon guru dan berendah hati dengan mengajukan
pertanyaan yang berupa permohonan. Nabi Musa tidak menggunakan
(saya ingin mengikutimu), karena kalimat
kalimat
tersebut berkonotasi pembenaan terhadap yang dimohon. Berbeda
yang seakan-akan mengatakan jika tidak keberatan,
dengan
izinkanlah aku mengikutimu. Kalimat yang santun ini tidak ada pihak
yang merasa dibebani oleh pihak yang lain. Dalam hal ini mengandung
makna sopan santun dalam bertindak bagi seorang peserta didik.

MM

Sifat selanjutnya, yaitu sabar dalam menghadapi godaan dan hambatan


memahami ilmu.136 Menurut Thabathabai,137 sulit bersabar atas apa
yang tidak diketahui maknanya. Hal ini yang dikhawatirkan seorang
guru karena dapat menyebabkan kegagalan di tengah-tengah perjalanan
menuntut ilmu. Namun dengan jawaban, Nabi Musa, meyakinkan seorang
guru bahwa dirinya akan bersabar. Sabar ini merupakan sifat yang harus
dimiliki seorang murid.

DU

Selanjutnya, kreativitas sebagai sifat yang diperlukan dalam peserta


didik. Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk membuat kombinasikombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur,
data atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya.138 Kreativitas terletak pada
kemampuan untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau objek-objek yang
sebelumnya tidak ada atau tidak tampak hubungannya.
Kreativitas dapat muncul dalam semua bidang kegiatan manusia,
tidak terbatas dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, teknologi serta
tidak terbatas pula pada tingkat usia, jenis kelamin, suku, bangsa atau

135
Abdullah bin Muhammad al-Anshari al-Qurthubiy, Jami al-Ahkam Al-Quran,
Jilid 9, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah), 9.
136
QS Al-Kahfi (18): 67. Dia menjawab: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
akan sanggup sabar bersamaku. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971),
454.
137
M.H. Thabathabi, Tafsir al-Mizan, (Beirut: Muasasah al-Alam, 1991), 338.
138
Conny Semiawan, Op. Cit., 11.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

189

kebudayaan tertentu. Sifat kreatif pada hakikatnya ada pada setiap orang,
namun ditinjau dari segi pendidikan, yang lebih penting adalah bahwa sifat
kreatif dipupuk dan dikembangkan karena sifat itu dapat pula terhambat
dan tidak terwujud.

MM

Jika merujuk pada Al-Quran, istilah ulul albab yang mengandung sifatsifat manusia yang baik berkaitan dengan pemahaman ilmu pengetahuan.
Menurut Al-Quran, ulul albab adalah kelompok manusia tertentu yang
diberi keistimewaan oleh Allah Swt. berupa hikmah, kebijaksanaan, dan
pengetahuan, di samping science.139 Ulul albab adalah kelompok orang
yang sungguh-sungguh dalam menekuni ilmu, sehingga ilmu menjadi
mendalam.140 Termasuk bersungguh-sungguh dalam menekuni ilmu yaitu
kegemaran mentafakuri ciptaan Allah di langit dan di bumi.141 Tafakur ini
yang sekarang disebut science.142

DU

Uraian penjelasan di atas, mengindikasikan bahwa mutu peserta


didik pada pendidikan Islami tidak hanya dilihat dari mutu lulusan saja,
melainkan mutu dalam proses belajar untuk mendapatkan ilmu. Oleh
karena itu, visi, misi, dan tujuan pendidikan Islami tidak semata-mata
dikaitkan dengan peserta didik yang diharapkan setelah lulus, melainkan
bagaimana pula merumuskan mutu proses belajar mengajar peserta
didik sebagai indikator mutu pendidikan Islami. Mutu peserta didik pada
pendidikan Islami sebagai basis standar mutu dalam merumuskan visi,
139
QS Al-Baqarah (2): 269. Allah memberikan hikmah kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sessungguhnya telah diberi
kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul
albab. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 67.
140
QS Ali-Imran (3): 7. Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada
kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi
Al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari tawilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui tawilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) kecuali
ulul albab. Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 76.
141
QS Ali-Imran (3): 190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dalam pergantian siang dan malam, adalah tanda-tanda bagi ulul albab. Depag RI,
Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 109.
142
Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1997), 213.

190

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

misi, dan tujuan pendidikan Islami menjadi semakin jelas memerlukan


manajemen mutu terpadu yang meletakkan mutu sebagai fokus dan
dilaksanakan secara terencana, terukur dan berkelanjutan.

D. Penjaminan Mutu Kepemimpinan

DU

MM

Teori orang-orang terkemuka mempelajari sifat-sifat yang menonjol


dan pemimpin dengan keberhasilan tugas yang dijalankan terutama
berkenaan dengan kemampuan memimpin. Teori lingkungan meyakini
bahwa faktor situasi lingkungan sosial yang penuh tantangan telah
melahirkan pemimpin yang mampu mengatasi berbagai masalah.
Situasi itu merangsang pemimpin untuk segera bertindak sesuai
dengan tuntutan masalah yang dihadapi pada zamannya. Teori situasi
personal beranggapan bahwa setiap individu memiliki kemampuan
atau kelebihan tertentu, seperti dalam kepandaian, sikap dan tingkah
laku, serta kepribadian. Keberhasilan pemimpin sangat dipengaruhi
oleh kepribadian orang yang terlibat maupun peristiwanya itu sendiri.
Interaksi antara pemimpin dengan situasi tersebut membentuk tipe
kepemimpinan tertentu. Teori interaksi harapan menganggap adanya
tiga variabel yang mewarnai kepemimpinan, yaitu: aktivitas, interaksi
dan sentimen (emosi). Harapan masyarakat dapat direalisasikan
apabila tercipta suasana yang kondusif, berdasarkan struktur interaksi
yang mendorong penentuan arah aktivitas mereka. Teori humanistik
berpendapat bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengatur kebebasan
individu dalam merealisasikan motivasi para pengikutnya agar dapat
mencapai tujuan bersama. Teori ini dilandasi oleh adanya unsur
organisasi yang baik, yang dapat memerhatikan kebutuhan anggotanya.
Teori pertukaran menganggap bahwa interaksi sosial akan menghasilkan
bentuk perubahan di mana para pengikutnya akan berpartisipasi
aktif. Dalam teori ini menekankan pada terjalinnya interaksi positif
yang melahirkan keseimbangan dan kepuasan bersama, baik pada diri
pemimpin maupun para pengikutnya. Pemimpin bersifat interaktif, tidak
mementingkan diri sendiri. Dia mengakui dan menghargai partisipasi
atau peran para pengikutnya, sebaliknya pengikut pun merasa dihargai
dan puas.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

191

Pendekatan sifat kepribadian pemimpin dilandasi oleh pengkajian


tentang sifat-sifat bawaan, yang dimiliki pemimpin sejak dia dilahirkan.
Kelemahan pendekatan ini terutama karena ketidakmampuannya
menggeneralisasikan sifat-sifat kepemimpinan yang dimiliki seseorang.
yang juga bisa diberlakukan bagi orang lain.

MM

Pendekatan keperilakuan memandang bahwa kepemimpinan dapat


dipelajari dari pola tingkah laku bukan dari sifat-sifat pemimpin. Perilaku
pemimpin dapat berorientasi pada tugas keorganisasian atau pada
hubungan dengan para pengikutnya.

DU

Teori managerial grid dari Robert K. Blake dan Jane S. Mouton


membedakan dua dimensi kepemimpinan yaitu: perhatian terhadap
hubungan kemanusiaan (concern for people) dan perhatian terhadap tugas
(concern for production).143 Berdasarkan interaksi dari kedua dimensi ini
dapatlah dirumuskan lima macam gaya kepemimpinan yaitu: pertama,
menggunakan usaha sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu, namun
dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi. Kedua, mengutamakan
hubungan informal antar individu, yang disertai oleh keramahtamahan
dan kegembiraan di antara mereka. Ketiga, mengutamakan efisiensi
faktor utama penentu keberhasilan organisasi, dan oleh karena itu sangat
menekankan pada penampilan individu dalam organisasi. Keempat,
menekankan pada keseimbangan yang optimal antara aspek tugas dan
hubungan manusiawi. Kelima, menyeimbangkan organisasi pada hasil
kerja sama, yang dilandasi oleh saling percaya, saling memerlukan, dan
saling menghargai.
Teori kepemimpinan berdasarkan dinamika kelompok, menggolongkan
tujuan kelompok ke dalam dua kategori, yaitu: pencapaian tujuan itu
sendiri dengan memberikan arah kepada bawahan untuk mencapai tujuan,
dan pemeliharaan integritas kelompok itu sendiri dengan memperbaiki
hubungan di antara para anggota kelompok.144

R.R. Shepard Blake & J.S. Mouton, The Managerial Grid, (Houston Texas: Gulf
Publishing Company, 1964), 20.
144
J.P Dunnete Campbell, et. all., Managerial Behavior, Performance, and Effectiveness,
(New York: McGraw Hill, 1970), 43
143

192

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

MM

Manning & Curtis mengembangkan kedua dimensi di atas menjadi


empat sistem model efektivitas manajemen. Sistem pertama, ditandai
oleh tidak ada kepercayaan. Ancaman dan hukuman merupakan alat
utama untuk menggerakkan bawahan, komunikasi berlangsung top down,
tertutup, formal dan instruktif.145 Pada sistem kedua, sudah ada sedikit
kepercayaan dan komunikasi sudah agak terbuka. Selain ancaman dan
hukuman, pemimpin mulai memberikan penghargaan. Hubungan kerja
bersifat tuan dan hamba. Sistem ketiga berdasarkan kepercayaan, namun
belum penuh. Partisipasi bawahan mulai terbuka, namun keputusan
penting tetap berada di tangan pemimpin. Komunikasi semakin terbuka
walaupun masih ada pembatasan. Sistem keempat merupakan sistem ideal,
didasarkan pada kepercayaan dan partisipasi penuh, komunikasi terbuka
disertai penghargaan dari pemimpin, dan hubungan antar individu yang
bersifat informal sehingga menimbulkan suasana organisasi yang sehat
dan segar.
Pendekatan kontingensi atau situasional dalam kepemimpinan telah
dipelopori dan dikembangkan oleh sejumlah ahli. Robert Tannenbaum
dan Warren H. Schmidt mengemukakan teori kontinum, di mana gaya
kepemimpinan itu bergerak dari ujung otokratis ke demokratis.146 Di antara
kedua ujung ekstrim tersebut, terdapat sejumlah gaya kepemimpinan yang
fleksibel, sesuai dengan tuntutan situasi orang yang dihadapinya.

DU

Fiedler mengembangkan model kepemimpinan kontingensi, yang


berlandaskan pada tiga variabel penentu bagi terciptanya situasi yang
favourable, yaitu hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin, rincian
struktur tugas, dan kekuasaan kedudukan.147 Fiedler menyarankan agar
pemimpin bersikap fleksibel dalam mengatur situasi, supaya dapat cocok
dengan gaya kepemimpinan yang dibutuhkan.
William J. Reddin mengemukakan teori tiga dimensi, yaitu perilaku
tugas, perilaku hubungan dan efektivitas situasi kepemimpinan. Teori
145

30.

G. Manning & K. Curtis, The Art of Leadership, (New York: McGraw Hill, 2003),

R. Tannenbaum & W.H. Schmidt, How to Choise a Leadership Pattern, dalam


Harvard Bussiness Review, (Maret-April, 1958), 56.
147
B. Fiedler, Strategic Management for School Development Leading Your Schools
Improvement Strategy, (London: A. Sage Publication Company, 2005), 30.
146

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

193

MM

ini melahirkan delapan gaya kepemimpinan, yaitu executive, compromiser,


developer, missionary, bureucrat, diserter, benevolent, dan autocrat. 148
Karakteristik execuitve yaitu tujuan didasarkan pada kebutuhan kelompok
sehingga hubungan kelompok menjadi keras dan kohesif. Compromiser
yaitu pemecahan masalah didasarkan pada kompromi antara hubungan,
sehingga tidak berorientasi pada hasil. Developer yaitu memberikan
kepercayaan dan peluang kepada anggota untuk berkembang. Missionary
yaitu hanya mengutamakan harmoni sehingga tidak mau mengorbankan
hubungan harmonis walaupun tujuan tidak tercapai. Bureucrat yaitu
mengutamakan delegasi wewenang dalam membuat keputusan. Diserter
yaitu tidak memberikan struktur yang jelas sehingga tidak ada dukungan
moral. Benevolent yaitu adanya tata kerja terstruktur dan jelas. Autocrat
yaitu semua kebijakan ditentukan sendiri, sehingga tidak memedulikan
anggota lain.

DU

Martin Evans149 dan Robert House150 memperkenalkan path-goal


theory of leadership (teori jalur tujuan). Teori ini menekankan pada
persepsi bawahan tentang pengaruh perilaku pemimpin terhadap
motivasi, kepuasan, dan penampilan kerja bawahan. Dasar utama untuk
mengimplementasikannya adalah teori motivasi. Dengan dilandasi oleh
pendapat Evans, lebih jauh Charney151 mengemukakan teori lima dimensi,
yang berpijak dari kerangka berpikir logis manusia atas imbalan yang
diharapkan diterima atas prestasi kerjanya. Dimensi yang pertama ialah
valensi (valence). Kedua, dimensi harapan (expectancy), yaitu menumbuhkan
keinginan untuk maju dan memberi keyakinan bahwa melalui prestasi
kerjanya mereka dapat meraih sesuatu yang bermakna bagi diri dan
keluarganya. Dimensi ketiga menyangkut alat perangsang (instrumentality),
yaitu pemberian insentif secara tepat sehingga menjadi motivator bagi
semua pihak, dalam rangka menampilkan potensi dirinya secara optimal.
W.J. Reddin, The 3D Management Style Theory, Training and Development, (Journal,
1970), 8-17.
149
M.G. Evans, The Effects of Supervisory Behavior on The Path-Goal Relationship,
Organizational Behavior and Human Performance, (Journal, May, 1970), 277-298.
150
R.J. House, A Path Goal Theory of Leadership Effectiveness, Administrative Science
Quarterly, (Journal September, 1971), 321-339.
151
C. Charney, The Leaders Tool Kit Hundreads of Tips and Techniques for Developing the
Skills You Need, (New York: Amacon, 2006), 30.
148

194

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

Keempat, menyangkut dimensi peranan manajemen, dengan menampilkan


berbagai karakteristik perilaku berdasarkan situasi yang dihadapi,
seperti: perilaku direktif, suportif, partisipatif dan berorientasi pada
prestasi. Dimensi yang kelima ialah bawahan dan situasi, yaitu dengan
menciptakan situasi kerja yang kondusif bagi tercapainya prestasi kerja
yang memuaskan.

MM

Vroom mengembangkan model pengambilan keputusan kepemimpinan


pada situasi yang beragam dengan tingkat partisipasi yang sesuai.152 Teori
ini merasa yakin, bahwa tidak ada satupun gaya ideal yang cocok bagi setiap
situasi. Pemimpin harus cukup fleksibel untuk mengubah gaya disesuaikan
dengan situasi.

DU

Pendekatan social learning menekankan pada peranan perilaku


kepemimpinan, kelangsungan dan interaksi timbal balik. Pemimpin
dan bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan
semua perkara yang timbul. Interaksinya hidup (dinamis) dan secara
sadar berusaha untuk menemukan cara penyempurnaan perilaku masingmasing. Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard153 mengembangkan
life cycle theory of leadership. Teori ini berlandaskan pada hubungan
garis lengkung di antara kadar bimbingan dan arahan (perilaku
tugas) yang diberikan pemimpin, kadar dukungan sosioemosional
(perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin, serta tingkat kesiapan
(kematangan) yang diperlihatkan para pengikut dalam pelaksanaan
tugas, fungsi atau tujuan tertentu. Kematangan di sini diartikan sebagai
kemampuan dan kemauan para pengikut untuk bertanggung jawab dan
mengarahkan perilaku mereka sendiri, terutama dalam hubungan dengan
tugas-tugas spesifik mereka.

Berdasarkan konsep-konsep kepemimpinan di atas, Imam Soepardi


mengemukakan tiga jenis kepemimpinan,154 yaitu pertama, kepemimpinan
yang simbolik, menitikberatkan pada atribut serba positif yang dimiliki
pemimpin. Cirinya antara lain: memiliki sifat serba istimewa, bijaksana,
V.H. Vroom, Work and Motivation, (New York: John Wiley & Sons, Inc, 1964), 21.
P. Hersey & P. Blanchard, Management of Organizational Behavior Utilizing Human
Resources, (London: Prentice Hall International Edition, 9th Edition, 1995), 15.
154
Imam Soepardi, Dasar-dasar Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Proyek PLPTK
Dirjen Dikti Depdiknas, 1988), 57-59.
152

153

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

195

adil, jujur, berbudi tinggi, dapat dipercaya, bertanggung jawab, berwibawa,


komunikatif, memiliki karisma, dan sifat-sifat baik lainnya. Kedua,
kepemimpinan formal, menitikberatkan pada posisi formal untuk berperan
sebagai pemimpin. Ketiga, kepemimpinan fungsional, menitikberatkan
pada fungsinya sebagai pemimpin kelompoknya maupun organisasi yang
dipimpinnya.

MM

Menurut Ross bahwa pergeseran dari budaya tradisional menuju


ke arah budaya mutu ditandai oleh sejumlah karakteristik yang melekat
pada fokus aktivitas, yaitu planned change, future strategic issues, participant,
empowerment, quality measures, top-down and bottom up, cross functions,
integrative, and continuous processes all function. 155

Eduardo Morato menyebutkan tiga unsur penting yang dapat


menciptakan budaya mutu. 156 Unsur pertama ialah kepemimpinan
(leadership) yang dapat menciptakan iklim/lingkungan kerja yang kondusif
untuk mengembangkan potensi setiap orang. Pemimpin tidak memaksakan
terjadinya sesuatu, melainkan mendorong agar sesuatu itu terjadi. Unsur
kedua ialah visi bersama (a common vission). Hal ini sangat penting untuk
menetapkan arah yang jelas, berdasarkan indikator unjuk kerja yang
diharapkan. Unsur ketiga ialah sistem nilai. Sistem nilai yang disepakati
(a shared values system), dapat mengikat dan memperkuat komitmen orangorang terhadap organisasi.

DU

Selanjutnya, Eduardo Morato menjelaskan tiga manifestasi budaya


mutu. Manifestasi pertama tampak dari kegiatan anggota organisasi yang
berlangsung secara sinkron, saling mendukung, dan tiap orang mengetahui
apa yang diinginkan orang lain.157 Dalam pelaksanaan tugasnya, mereka
tidak menduga-duga, tidak menunggu perintah, tidak mencari-cari alasan,
dan tidak banyak mengeluh. Manifestasi kedua, selalu memunculkan
gebrakan-gebrakan organisasi yang menghasilkan tingkat prestasi yang
lebih tinggi. Manifestasi ketiga, tampak dari prestasi organisasi yang

155

Joel E. Ross, Total Quality Management, (London: Kogan Page,1996), 42.

Eduardo Morato, The Essence of Quality: Two Essays, dalam The


Asian Manager, (January/February, 1993), 30.
156

Eduardo Morato, The Essence of Quality: Two Essays, dalam The Asian
Manager, (January/February, 1993).
157

196

Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami

semakin intuitif dan kreatif, berkat usaha gigih para personel untuk
selalu menemukan cara kerja terbaik dalam menemukan jawaban serta
pemecahan yang paling tepat atas berbagai persoalan yang dihadapi.

MM

Hasil analisis Hoy & Miskel dengan menggunakan pendekatan


kompetensi kepala sekolah dari segi kemampuan mengembangkan
berbagai kompetensi, terutama yang berkaitan dengan responding to social
change, evaluating school processes and products, administering and improving
the institusional program, making effective decission, preparing the organization
for effective response to change, achieving effective human relations and morale.158

DU

Berdasarkan uraian tentang kepemimpinan, maka dapat dipahami


bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islami memerlukan kepemimpinan
yang penuh integritas. Pendidikan Islami harus konsisten dalam
menjalankan operasional pendidikan, menggerakkan sistem organisasi,
dan menjadi contoh teladan bagi masyarakat luas. Dengan demikian,
pendidikan Islami yang terwujud di Indonesia adalah sistem pendidikan
yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Manusia yang cinta bangsa
Indonesia adalah cinta pendidikan bermartabat, menyelamatkan hidup
manusia di dunia dan juga di akhirat kelak akan selamat.

W.K. Hoy & C.G. Miskel, Educational Administration Theory, Research, and Practice,
(New York: Random House Inc, 2005), 45.
158

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

197

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

MM

KESIMPULAN

DU

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat


disimpulkan bahwa pendidikan Islami dapat diwujudkan kualitasnya
melalui sistem penjaminan mutu yang dilaksanakan secara menyeluruh
dan konsisten. Pada level pertama yang menjadi fokus jaminan mutu
pada tiga komponen yaitu SDM guru, peserta didik dan kepemimpinan.
Pada level kedua fokus pada tiga komponen yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran, dan sarana prasarana. Pada level ketiga fokus pada dua
komponen yaitu pembiayaan dan penilaian. Dengan demikian, mutu
pendidikan Islami yang menjadi harapan bangsa dan negara Indonesia
dapat terwujud.
Masa depan pendidikan Islami harus berorientasi pada mutu;
quality first (mutu di atas segala-galanya). Semua komponen-komponen
pendidikan Islami harus memiliki standar dan semua pihak berpartisipasi
serta berkontribusi pada capaian standar yang ditetapkan. Standar
pendidikan Islami mencakup standar untuk eksis di dunia persaingan
internasional dan standar untuk bekal hidup di akhirat kelak. Inilah

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

199

pendidikan sejati, yang mampu mempersiapkan manusia sukses di dunia


dan sukses di akhirat.
Melalui implementasi sistem penjaminan mutu maka pendidikan di
Indonesia menuju bangsa yang bermartabat akan terwujud. Alasannya,
karena dapat dilakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan, dapat
akuntabilitas, dan dapat pengakuan.

MM

Karena perbaikan mutu sebenarnya yang paling bertanggung jawab


adalah pihak internal lembaga pendidikan, maka pihak internal harus
menguasai teori-tori penjaminan mutu. Setelah dikuasai teori tersebut
dilaksanakan secara berkala dalam program kerja internal lembaga
pendidikan Islam bersangkutan. Dampak dari hasil-hasil ini secara cepat
ataupun lambat, akan menjamin terwujudnya kualitas pendidikan. Dengan
demikian, maka lembaga pendidikan Islam akan tumbuh dan berkembang
pesat dalam meraih era kompetitif dan era komparatif.
Lembaga pendidikan Islam masa depan perlu memiliki sistem yang
kuat untuk menjamin mutu yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
stakeholders. Dengan demikian, perlu ada keseimbangan sistem penjaminan
mutu antara internal dan eksternal yang secara bertahap akan mencapai
mutu secara komprehensif yang memiliki relevansi dengan perkembangan
kebutuhan stakeholders.

DU

Mutu hanya dapat diraih oleh mereka yang memiliki komitmen yang
dicontohkan oleh pemimpin puncak (top leader). Sebab, komitmen itu
bergeraknya dari atas ke bawah. Jika di top leader tidak ada komitmen,
maka ke bawahnya akan mengalir pesimis. Sikap pesimis ini yang akan
menghancurkan bangunan program yang direncanakan. Oleh sebab itu,
top leader harus memberikan nilai-nilai optimis melalui komitmen yang
ditampilkan dalam setiap keputusan.

200

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu

Y
MM
DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Rahmn Abd. al-Khalq, al-Fikr al-Sfi f Dau al-Kitb wa al-Sunnah,


Kuwayt: Maktabah Ibn Taymiyyah, 1986.
Ibn Majjah, Sunan Ibn Majjah.

DU

A. Hodgson, Demings Never-ending road to Quality, Personnel Management,


July 1987.
A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2005.
_________, Platform Reformasi Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya
Manusia, Jakarta: Depag RI, 1999.
A.V. Feigenbaum, Total Quality Control, 4th ed, New York: McGraw-Hill,
1991.

Abd al-Amir Sham al-Din, al-Fikr al-Tarbawi ind ibn Muqaffa al-Jahidh, Beirut,
Dar Iqra, 1985.
Abdul Barri al-Qurthubi, Al-Fikr al-Tarbawi f Andalusi 403-478 H, Beirut:
Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1946.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

201

Abdullah bin Muhammad al-Anshari al-Qurthubiy, Jami al-Ahkam AlQuran, Jilid 9, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad f al-Islam, Beirut: Dar al-Salam,
Cet.III.

Abdurrahman Al-Baghdadi, Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah Islam


(terjemahan), Jawa Timur: al-Izzah, 1996.

MM

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan


Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
Abi Fadhl Jamal al-Din M. Ibn Mandzur al-Fikr, Lisan al-Arab, Beirut: Dar
al-Shadr, 1990.
Abi Jafar Muhammad bin Hasan at-Thusi, Tafsir al-Tibyan Jilid 5, Beirut:
Dar Turast Araby, 547 H.
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Kitab Adab.

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam


di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2003.
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT
Almaarif, 1989.
Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Adab al-Mutaallim f al-Fikr al-Tarbawi
al-Islam, Madinah: Dar al-Kitab al-Tauzi.

DU

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Semarang: CV


Toha Putra, 1993.
Ahmad Tafsir, Epistemologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: IAIN Sunan
Gunung Djati, 1996.
___________, Filsafat Pendidikan Islam; Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu
Memanusiakan Manusia, Bandung: Rosdakarya, 2006.
___________, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, Bandung:
Rosdakarya, 1995.
Ahmad Tsalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah, Mesir: Kasysyaf li al-Nasyr
al-Thabaah wa al-Tauzi, 1954.
Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Beirut: Dr al-Fikr, tt.
Al-Ghazali, Mizan al-Amal Jilid I, Kairo: Darul Maarif, 1961.
Ali Asraf, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.

202

Daftar Pustaka

Ali Syariati, Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, Bandung: Mizan, 1995.

Al-Imam Burhan al-Islam Al-Zarnuziy, Talim al-Mutaallim, Mesir:


Maktabah al-Nahdhah.
Al-Imam Muhyidin Yahya bin Sharaf al-Nawawi, Kitab al-Ilm wa Adab alAlim wa al-Mutaallim, Beirut: Dar Al-Khair, 1993.

Al-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, Bandung: Mizan, 1996.

MM

Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (Terjemahan), Jakarta: Bulan Bintang,


1979.
_________, Min Usus al-Tarbawi al-Islamiyah, Libanon: al-Munsiat al-Tsabiyah
li al-nats wa al-Taudzi wa al-Ilan, 1979.

AM. Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, Bandung,


Mizan, 1993.
Aminah Ahmad Hasan, Nadrah al-Tarbawiyah f Al-Quran wa Tatbiquh f Ahd
Rasul Alaih al-Shalatu wa al-Salam, Mesir, Dar al-Maarif, 1985.
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1999.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru, Jakarta: Logos, 1999.
B. Fiedler, Strategic Management for School Development Leading Your Schools
Improvement Strategy, London: A. Sage Publication Company, 2005.

DU

Badr al-Din Al-Zarkashi, Al-Burhan fi Ulum Al-Quran, Mesir: Al-Halabi,


1957.
Badruddin Ibn Jamaah al-Kanani, Tadkirah al-Sami wa al-Mutakallim f Adab
al-Alim wa al-Mutaallim, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah.
Barbara MacGilchrist, Improving Self-Improvement?, Research Paper in
Education, Vol. 15, No. 3, 2000.

Bensimon, Total Quality Management in the Academy: A Rebellious


Reading, dalam Harvard Educational Review, Vol. 65, No. 4, 1995.
Bill Creech, Winning the Quality War, dalam World Executives Digest,
Juli 1994.
Blanchard, K., Leading at a Higher Level, Upper Sadle River, Prentice Hall,
New Jersey, 2007.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

203

Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan,


Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Bussiness Week, The Quality Imperative: What it Takes to Win For the Global
Economy, special issue, 25 Oktober 1992.

C. Charney, The Leaders Tool Kit Hundreads of Tips and Techniques for Developing
the Skills You Need, New York: Amacon, 2006.

MM

Castetter B. William, The Human Resource Function in Educational


Administration, Ohio: Merril an Imprint of Prentice Hall, 1996.
Conny Semiawan, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, Jakarta: Grasindo,
Jakarta, 1997.
Darling Hammond, Policy for Restructuring, dalam A. Lieberman (Ed),
The Work of Restructuring Schools: Building from the Ground Up, New York:
Teachers College Press, 1995.
David A. Waldman, The Contributions of Total Quality Management to
A Theory of Work Performance, dalam Academy of Management Review,
Vol. 19 No. 3 tahun 1994.

David Billing, International Comparisons and Trends in External Quality


Assurance of Higher Education: Commonality or Diversity, dalam
Higher Education, Vol. 47, No. 1, January 2004, Kluwer Academic
Publishers, Netherlands.

DU

David Pardy, Quality Assurance, Conference Paper CP516, Blagdon, The


Staff Colledge, Januari 1992.
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007.
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: 1971.
Departemen of Education, Training and Youth Affairs, The Australian Higher
Education Quality Assurance Framework, Australia: Occasional Paper
Series 2000-H, Commonwealth of Australia, 2000.
Dirk Van Damme, Quality Issues in the Internationalisation of Higher
Education, dalam Higher Education, Vol. 41, 2001.
Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitatif,
Bogor: Ghalia Indonesia, 2003.

204

Daftar Pustaka

E. Hoyle, The Process of Management, in E523 Management and School, Milton


Keynes, Open University Press, 1981.
E. Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan
Sistem, Yogyakarta: Adicita, 2000.

Eduardo Morato, The Essence of Quality: Two Essays, dalam Jurnal The
Asian Manager, Januari, 2003.

MM

Edward Sallis dan Peter Hingley, College Quality Assurance Systems, Mendip
Paper MP 020, Blagdon, The Staff College, 1991.

Edward Sallis, Total Quality Management in Education, London: Kogan Page,


1993.
Engr Sayyid Khaim Husayn Naqawi, Dictionary of Islamic Terms, New Delhi:
Calcuta al-Lahabad, 1992.
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (Ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks
Otonomi Daerah, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001.
Fauziyah Rida Amin Khiyath, Al-Ahdaf al-Tarbawiyah al-Sulukiyahinda Shaikh
al-Islam Ibn Taimiyah, Mesir: Maktabah al-Munawarah.
Fion Lim C.B., Quality Assurance of Australian Offhore Education: The
Complexity and Possible Frameworks for Understanding the Issues,
dalam Post-Script: Postgraduate Journal of Education Research, Vol. 8, No.
1, August 2007.

DU

Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban, (penerjemah M. Thoyibi), Yogyakarta:


Yayasan Bentang Budaya, 1998.
Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru, Bandung:
Mizan, 1996.
Fuhrman, Designing Coherent Education Policy: Improving the System, San
Francisco: Jossey Bass, 1993.
Fusco, A.A., Translating TQM into TQS, dalam Quality Progress Journal,
May, 1994.
G. Manning & K. Curtis, The Art of Leadership, New York: McGraw Hill,
2003.
G. Russel Davis, Planning Education for Development: Volume Issue and
Problems in The Palnning of Education in Developing Countries, Cambridge:
Massachusetts, 1996.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

205

G. Srikanthan, Developing a Holistic Model for Quality in Higher Education, akses


internet tanggal 12 Desember 2009, jam 16.00 Waktu Melbourne
Australia, http://www.unimelb.au.ed
G. Stanley, International Trends in Quality in Higher Education, dalam
Judith Chapman (ed), School Based Decision Making and Management,
London: The Falmers Press, 1997.

MM

Gary S. Becker, Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis With Special
Reference to Education, Chichago Amerika Serikat: Chicago Press, Third
Edition, 1993.
Gregory Watson, Strategic Benchmarking, dalam Sound Executive Book
Summaries, Bristol: Volume 15, July 1993.
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Jakarta: Haji
Masagung, 1989.
__________, Pendidikan Dalam Islam, Surabaya: al-Ikhlas, 1992.
Handoko, Manajemen, Yogyakarta: BPFE-UGM, 2003.

Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1993.


Harvey, Beyond TQM, Quality in Higher Education, Vol. 1, No. 2, 1995.
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Alhusna,
1992.

DU

Howard M. Carlisle, Management Essentials, Concepts for Productivity and


Innovation, Science Research Associates, Chicago, 1987.
Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta:
Bumi Aksara, 2009.
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islami di Indonesia, Jakarta: Logos, 2001.
I. M. Neale, Modelling Expertise for KBS Development, London: Great Britain,
1990.
Idochi Anwar, Meningkatkan Produktivitas Kerja, dalam Jurnal Pendidikan,
Bandung: UPI, 1999.
Imam Ahmad, Musnad Ahmad Bin Hambal.
Imam al-Ghazali, al-Fikr al-Tarbawi ind Imam al-Ghazali, Beirut: Dar Iqra,
1985.
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr.

206

Daftar Pustaka

Imam Burhanuddin al-Zarnuziy, Talm al-Mutaallim, Mesir: Dr al-Maarif,


1962.

Imam Muhyiddin Yahya Bin Syarif Nawawi, Kitab al-Ilm Adab al-Alim wa
al-Mutakallim, Beirut: Dar Al-Khair.
Imam Muslim, Sahih Muslim, Kairo: Musthafal Babil Halabi, 1377 H.

MM

Imam Soepardi, Dasar-dasar Administrasi Pendidikan, Jakarta: Proyek PLPTK


Dirjen Dikti Depdiknas, 1988.

Ismat Riaz, Schools for Change: a Perspective on School Improvement


in Pakistan, dalam Improving Schools, (Vol. 11, No. 2, July 2008),
143-156.
J. Bowden & F. Marton, The University of Learning, Beyond Quality and
Competence in Higher Education, Edisi I, Kogan Page: London UK, 1998.
J.M. Juran, Juran on Ledership for Quality, Newyork: Macmillan, 1989.
__________, Quality Control Handbook, 4th Edition, New York: McGrawHill, 1988.
__________, Quality Planning and Analysis, New York: McGraw-Hill, 1980.
__________, The Quality Trilogy: A Universal Approach to Managing for Quality
(Quality Progress, Vol. 19, No. 8, 1986), 19-24;
J.P Dunnete Campbell, et. All., Managerial Behavior, Performance, and
Effectiveness, New York: McGraw Hill, 1970.

DU

Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali


Press, 1996.
Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, Bandung: Mizan, 1997.
Jerry Banks, Principles of Qualities Control, Singapore: John Willey & Sons,
1994.
Jitse D.J. Van Ameijde dkk., Improving Leadership in Higher Education
Institution: a Distributed Perspective, dalam High Education, (Vol.
58, 2009), 763-779.
Joel E. Ross, Total Quality Management, London: Kogan Page,1996.
Johansson dkk, System Modelling and Identification, New York: Prentice-Hall
International Inc, 1993.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

207

John Biggs, The Reflective Institution: Assuring and Enhancing the


Quality of Teaching and Learning, dalam Higher Education, (Vol. 41,
2001), 221-238;

John C. Anderson dkk., A Theory of Quality Management Underlying the


Deming Management Method, dalam Academy of Management Review,
(Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 472-509.

MM

Jouni Kekale, Quality Assesment in Diverse Disciplinary Settings, dalam


Higher Education, (Vol. 40, No. 4, December 2000, Kluwer Academic
Publishers, Netherlands), 465-488;
Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

K. Yoshida, Deming Management Philosophy: Does it Work in The United States


as Well as in Japan? (Columbia Journal of World Business, Vol. 24, No.
3, 1989), 10-17.
Kaoru Ishkawa, Guide to Quality Control, Asian Productivity Organization, New
York: UNIPUB, 1996.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Bandung: Mizan, 1990.

Laura Desimone, How Can Comprehensive School Reform Models be


Successfully Impelented?, dalam Jurnal Review of Educational Research,
(Vol. 72, No. 3, 2002).

DU

Lesley Vidovich, Quality Assurance in Australian Higher Education:


Globalization and Steering at a Distance, dalam Higher Education,
(Vol. 43, 2002), 391-408.
Luther Gulick, Paper on The Science of Administration in Organization and
Management Theory and Practice, Washington: The American University
Press, 1957.
M. Ajaj al-Khatib, Al-Sunnah Qabla al-Tadwn, Beirut: Dar al-Fikr, 1401
H/1981 M.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
________, Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara,
1995.
M. Athiyah Al-Abrashi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah, Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996.

208

Daftar Pustaka

M. Djumberansyah Indar, Perencanaan Pendidikan: Strategi dan Implementasi,


Surabaya: Abditama, 1995.

M. G. Fullan, Coordinating top-down and buttom-up Strategies for


Educational Reform, dalam R.J. Anson (ed.), Systemic Reform:
Perspectives on Personalizing Education, Washington DC: Departemen
of Education, 1994.

MM

M. Walton, The Deming Management Method, (New York: Putnam, 1986),


121-238.

M.G. Evans, The Effects of Supervisory Behavior on The Path-Goal Relationship,


Organizational Behavior and Human Performance, (Journal, May, 1970),
277-298.
M.H. Thabathabi, Tafsir al-Mizan, Beirut: Muasasah al-Alam, 1991.
M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Hida Karya
Agung 1978.
Majdag Hanushi Saruji, Turuq al-Talim f al-Islam, Mesir: Mathbaah Dar
al-Masyriq li al-tarjamah wa al-Thabaah wa al-Nasyr, 1992.
Majid Irsan Al-Kailani, Al-Fikr al-Tarbawi Inda Ibn Taimiyyah, Madinah:
Maktabah Dar al-Turats, 1986.

DU

Margarita Jeliazkova & Don F. Westerheijden, Systemic Adaptation to a


Change Environment: Toward a Next Generation of Quality Assurance
Models, dalam Higher Education, (Vol. 44, Tahun 2002), 433-448.
Maulana al-Alam al-Hajar al-Husain bin Amin al-Muminin al-mansur
Billah al-Qashim bin Muhammad bin Ali, Adab al-Ulama wa alMutaallim, Beirut, Dar al-Manahil, 1985.
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islami: Suatu Telaah Komponen Dasar Kurikulum,
Bandung: Trigenda Karya, tt.
_________, dkk. Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya, 2001.
__________, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar
Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Muhammad Ali Al-Shabuni, Sofwah al-Tafsir, Beirut: Dar al-Fikr.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

209

Muhammad bin Ahmad al-Anshariy al-Qurthubiy, Al-Jami li Ahkam AlQuran, Jilid V, Kairo: Dar al-Kitab, al-Arabaiy,1967.

Muhammad bin Jamil Zainu, Petunjuk Praktis bagi Para Pendidik Muslim, Solo:
Pustaka Istiqamah, 1997.
Muhammad Ibn Jarir Al-Thabariy, Jami al-Bayan f Tafsir Al-Quran, Jilid V,
Mesir: al-Halabi, 1954.

MM

Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Mizan, Jilid 5, Beirut: Dar alFikr, tt.
Muhammad Munir Mursi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluh wa Tatawwuruha
f Bilad al-Arabi, Qahirah: Alam al-Kutub, 1977.
Muhammad Naquib al-Attas, al-Talim al-Islami: Ahdaf wa Maqasidah, Beirut:
Dar al-Ilm wa Tauzi.
Muhammad R. Mirza Muhammad Iqbal Siddiqi, Muslim Contribution to
Science Lahore: Kazi Publications, 1986.
Muhammad Rafat Said, Rasulullah Saw. Profil Seorang Pendidik, alih bahasa
Amir Hamzah Fachrudin dan Zaenal Arif Fachrudin RM, Jakarta:
Firdaus, 1994.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru, Bandung:
Rosdakarya, 1995.

DU

Mujayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu


Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial, dan Kultural, Jakarta: Golden
Trayon Press, 1991.
Nadler, Disigning Training Programs, Chicago Amerika Serikat: Chicago
Press, 1982.

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Rosdakarya,


2000.
Nasr al-Din Abu al-Khair Abdullah bin Umar al-Baiddawi, Anwar al-Tanzil
wa Asrar al-Tawil, Mesir: Mishr al-Halabi, 1939, I.
Nina Becket dan Maureen Brookes, Quality Management Practice in
Higher Education: What Quality Are We Actually Enhancing, dalam
Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education, (Vol. 7, No. 1,
2007), 40-54;

210

Daftar Pustaka

Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina, 1997.

Nuria Lopez Mielgo dkk., Are Quality and Innovation Management


Conflicting Activies?, dalam Technovation, (Vol. 29, 2009), 537-545;

Oemar Hamalik, Perencanaan dan Manajemen Pendidikan, Bandung: Mandar


Maju, 1991.

MM

Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoretis untuk Praktik Profesional,


Bandung: Angkasa, 1991.

P. Hersey & P. Blanchard, Management of Organizational Behavior Utilizing


Human Resources, London: Prentice Hall International Edition, 9th
Edition, 1995.
Peter M. Senge, The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning
Organization, MIT: Doubleday, 2006.
Philip B. Crosby, Quality is Free: The Art of Making Quality Certain, New York:
McGraw-Hill, 1879.
____________, Quality Without Tears: The Art of Hassle-Free Management,
Milwaukee, WI: Quality Press, 1984.
Poeradisastra, Sumbangan Islam terhadap Peradaban Dunia, Jakarta: UI Press,
1978.
R. Birnbaum dan J. Deshotels, Has the Adopted TQM? dalam Planning
for Higher Education, Vol. 28, No. 1, 1999.

DU

R. Clark, Effective Professional Development Schools: Agenda for Education in a


Democracy, San Francisco: Jossey Bass Publishers, 1999.
R. Tannenbaum & W.H. Schmidt, How to Choise a Leadership Pattern,
dalam Harvard Bussiness Review, Maret-April, 1958.
R.J. House, A Path Goal Theory of Leadership Effectiveness, Administrative Science
Quarterly, (Journal September, 1971), 321-339.
R.R. Shepard Blake & J.S. Mouton, The Managerial Grid, Houston Texas:
Gulf Publishing Company, 1964.
Randall S. Schuler, Personnel and Human Resource Management, New York:
West Publishing Company, Third Edition, 1987.
Rhonda K. Reger dkk., Reframing the Organization: Why Implementing
Total Quality is Easier Said Than Done, dalam Academy of Management
Review, (Vol. 19 No. 3, 1994), 565-584.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

211

S.M. Ziauddin Alavi, Muslim Educational Thought in the Middle Ages, New
Delhi: Atlantics Publishers & Distributors, 1988.

Saraph, J.V., Benson, P.G., & Schoeder, R.G. An Instrumen for Measuring
the Critical Factors of Quality Manajemen, Decision Sciences, (Vol. 20
tahun 1989), 810-829.

MM

Sim B. Sitkin dkk., Distinguishing Control From Learning in Total


Quality Management: A Contingency Perspective, dalam Academy of
Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 537-564.
Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Ardadizya
Jaya, 2005.

Soebijanto Wirojoedo, Teori Perencanaan Pendidikan, Yogyakarta: Liberty,


1985.
St. Vembriarto, Pengantar Perencanaan Pendidikan, Jakarta: Gramedia, 1993.
Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: LekDis, 2005.

Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Rosdakarya,


1993.
T. Ravichandran, Quality Management in Systems Development: An
Organizational System Perspective, (MIS Quartely Research Article Vol.
24 No. 3, September 2000), 381-415.

DU

Thomas C. Powell, Total Quality Management As Competitive Advantage.


A Review and Empirical Study, dalam Jurnal, Strategic Management
Journal, (John Wiley & Sons Ltd. Final Revision Received 21 February
1995, Volume 16), 15-37.
Tony Bush, Theories of Educational Management, London: Paul Chapman
Publishing, 1986.
Turney C, et. all., The School Manager: Educational Management Roles and Task,
Sydney Australia: Allen & Ubwin Pty Ltd, 1999.
Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, Bandung: Citra
Umbara, 2001.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta: Dharma Bakti, 2003.
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Rosdakarya, 2000.

212

Daftar Pustaka

V.H. Vroom, Work and Motivation, New York: John Wiley & Sons, Inc, 1964.

Vazanna dkk., A Longitudinal Study of Total Quality Management


Processes in Business Colleges, dalam Journal of Education for Business,
(Vol. 76, No. 2, 2000), 69-74.
W. Edward Deming, Out of the Crisis, Cambridge: Cambridge University
Press, 1986.

MM

_________, Quality, Productivity, and Competitive Position, Cambridge: MIT,


Center for Advanced Engineering Study, 1982.
W.J. Reddin, The 3D Management Style Theory, Training and Development,
(Journal, 1970), 8-17.
W.K. Hoy & C.G. Miskel, Educational Administration Theory, Research, and
Practice, New York: Random House Inc, 2005.
W.W. Scherkenbach, Performance Appraisal and Quality, Fords New
Philosophy, Quality Progress, Vol. 18, No. 4, 1986.

Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1992.


Yusuf Qardhawi, Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Ziauddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Umat Islam, Bandung: Mizan, 1996.
Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

DU

__________, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

213

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

Y
MM
BIODATA PENULIS

DU

Dr. Deden Makbuloh, M.Ag. Lahir di Ciamis, 03


Mei 1973. Gelar Sarjana (S-1) jurusan PAI di IAIN
Sunan Gunung Djati Bandung, lulus cumlaude tahun
1998. Gelar Magister (S-2) bidang Pendidikan
Islam di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulus
tahun 2001. Gelar Doktor (S-3) bidang Pendidikan
Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lulus
tahun 2010.

Pengalaman Short Course di Melbourne


University, Australia tahun 2009. Pengalaman Post Doctoral (POSFI) di
Goethe University of Frankfurt, Germany tahun 2015.
Profesi saat ini sebagai Dosen IAIN Raden Intan Lampung dalam
Jabatan Fungsional Lektor Kepala, Golongan IV/c. Penulis mengajar di
S-1, S-2, dan S-3 pada mata kuliah bidang Pendidikan Islam.
Penulis juga bekerja sebagai Asesor Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi (BAN-PT) di Jakarta sejak tahun 2011 hingga sekarang.

Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Deden Makbuloh

215

DU

MM

Jabatan yang pernah dialami antara lain: Kepala Pusat Penjaminan


Mutu Pendidikan IAIN Lampung tahun 2007-2012; Ketua Program Studi
PAI S-2 Pascasarjana IAIN Lampung tahun 2012-2015; Ketua Pusat
Penelitian dan Penerbitan LP2M IAIN Lampung Periode 2015-2019.

216

Biodata Penulis

Anda mungkin juga menyukai