Anda di halaman 1dari 38

1

PROFIL GURU YANG EFEKTIF MENDIDIK


PESERTA DIDIK KELAS III SD NEGERI 182 TENGATENGAE TAHUN AJARAN 2014/2015

OLEH :
HJ. SAMSIAH
NO.POKOK

PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal ini berjudul PROFIL GURU YANG EFEKTIF MENDIDIK
PESERTA DIDIK KELAS III SD NEGERI 182 TENGA-TENGAE TAHUN
AJARAN 2014/2015. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada
Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni
al-quran dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Proposal ini merupakan salah satu tugas mata kuliah di program studi Penelitian
dan Evaluasi Pendidikan PPs UNM. Selanjutnya penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampuh mata kuliah dan kepada
segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan
proposal ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan
dalam penulisan proposal ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan proposal ini.

Makassar, Juli 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................
B. Identifikasi Masalah ........................................................................
C. Pembatasan Masalah........................................................................
D. Rumusan Masalah ...........................................................................
E. Tujuan Penelitian .............................................................................
F. Manfaat Penelitian ...........................................................................

4
5
6
6
7
7

BAB II LANDASAN TEORI


A. Tinjauan Pustaka..............................................................................
B. Kerangka Berpikir ...........................................................................

8
26

BAB III METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ........................................................
C. Sumber Data ....................................................................................
D. Teknik Sampling .............................................................................
E. Teknik Pengumpulan Data ..............................................................
F. Validitas Data ...................................................................................
G. Analisis Data ...................................................................................
H. Prosedur Penelitian .........................................................................

28
29
29
30
31
34
36
36

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

41

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tugas guru saat ini banyak dimaknai hanya sekedar tugas pedagogis yaitu
menyampaikan materi Ajaran yang tujuannya untuk peningkatan prestasi
akadamik, seolah-olah melupakan pembentukan pribadi peserta didik yang baik.
Sehingga kita masih sering menyaksikan dan mendengar peserta didik yag

perilakunya tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik.
Misalnya merokok, rambut gondrong, butceri (rambut dicat sendiri), membolos,
tidak mengrjakan pekerjaan rumah, membuat keributan di kelas, melawan guru,
berkelahi, bahkan hal-hal yang bersifat kriminal. Dengan kata lain banyak peserta
didik yang tidak berkepribadian baik. Kondisi tersebut menuntut guru untuk
senantiasa memberikan suritauladan dan memiliki profil yang baik yaitu
berkepribadian yang baik agar dapat mendongkrak kualitas pendidikan menjadi
manusia yang berbudi atau berkepribadian baik.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomer 19 tahun 2005 dalam Aunnurahman
(2009: 192) ditetapkan 4 kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi
pedagogis, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kopetensi kepribadian.
Didalam proses pembelajaran guru harus dapat mengaktualisasikan tugastugasnya

dengan baik sehingga siswa dapat berkembang dengan baik sesuai

dengan potensi yang dimilikinya. Berdasarkan hal tersebut tugas guru tidak
terpaku pada kemampuan pedagogik saja.
Sebagai individu yang berkecimpug dalam pendidikan, guru harus memiliki
kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Ungkapan yang sering
dikemukakan bahwa guru digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesanpesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola
hidupnya bisa ditiru atau diteladani.
Peserta didik kelas III berada pada masa oprasional konkrit, pada tahap ini
anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta
perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objekobjek konkret, dan mampu melakukan konservasi. Anak lebih banyak meniru
tentang segala tingkah laku yang ada di sekelilingnya, di sini peran guru sebagai
pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik,
dan lingkungannya, menjadi sangat penting. Oleh karena itu, guru harus memiliki
standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup taggung jawab, wibawa, mandiri
dan disiplin. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku
disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan
berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin.
Guru seharusnya mempunyai profil teladan agar efektif di dalam mendidik
anak, khususnya usia kelas III, dimana mereka lebih banyak mencontoh segala
yang ada di lingkungannya, peran guru tidak hanya sekedar memeberikan materi

untuk tujuan akademik saja apabila hal ini terus berlanjut maka proses pendidikan
untuk mencapai keefektifan tujuan belajar yaitu membentuk manusia yang cerdas
dan berbudi pekerti luhur tidak akan tercapai, maka profil guru dalam hal ini
kepribadian guru sangat diperlukan yaitu berkepribadian yang baik agar dapat
mendongkrak kualitas pendidikan menjadi manusia yang berbudi atau
berkepribadian baik.
Berdasarkan kondisi yang ada peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tentangm Profil Guru yang Efektif Mendidik Peserta Didik Kelas
III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas peneliti mengidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Profil guru yang efektif memberikan Ajaran kepada peserta didik kelas III SD
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015;


Profil guru yang efektif membentuk kepribadian peserta didikkelas III SD
Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015;
Kompetensi kepribadian guru yang efektif memebrikan Ajaran kepada peserta
didik kelas III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015;
Kompetensi kepribadian guru yang efektif membentuk kepribadian peserta
didik kelas III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015;
Kompetensi pedagogis guru yang efektif membentuk kepribadian peserta
didik kelas III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015;
Kompetensi profesional guru yang efektif membentuk kepribadian peserta
didik kelas III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015;
Kompetensi sosial guru yang efektif membentuk kepribadian peserta didik
kelas III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015;
Cara guru untuk mengembangkan kepribadian peserta didik kelas III SD
Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015.
C. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori dan supaya penelitian lebih

terfokus dan mendalam maka peneliti membatasi penelitian pada variabel tertentu
saja yaitu:
1. Kompetensi kepribadian guru yang efektif mengembangkan kepribadian
2.

peserta didik kelas III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015;
Cara guru untuk mengembangkan kepribadian peserta didik kelas III SD
Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015.
D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas maka peneliti


merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kompetensi kepribadian guru yang efektif

mengembangkan

kepribadian peserta didik kelas III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun


Ajaran 2014/2015?
2. Bagaimana cara guru yang efektif untuk mengembangkan kepribadian peserta

didik kelas III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di
atas adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana kompetensi kepribadian guru yang efektif
mengembangkan kepribadian peserta didik kelas III SD Negeri 182 TengaTengae Tahun Ajaran 2014/2015;
2. Untuk mengetahui cara guru yang efektif untuk mengembangkan kepribadian
peserta didik kelas III SD Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran 2014/2015.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini ada dua macam,
yaitu manfaat secara praktis dan manfaat secara teoretis.
1. ManfaatSecaraTeoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
maupun sebagai masukan bagi peneliti berikutnya serta pada lembaga-lembaga
pendidikan dalam meningkatkan kepribadian peserta didik.
2. ManfaatSecaraPraktis
a. Bagi kepala sekolah untuk meningkatkan kopetensi kepribadian bagi para staf
pendidiknya, agar berkepribadian baik sehingga tercipta peserta didik yang
b.

berbudi luhur.
Bagi guru dapat meningkatkan kopetensi kepribadiannya agar menjadi

c.

teladan yang baik bagi peserta didiknya.


Orang tua agar dapat memberikan contoh yang baik untuk perkembangan
pribadi anaknya sehingga anak akan berkebang menjadi manusia yang
berbudi pekerti luhur.

BAB II
LANDASAN TEORI

a.

A. Tinjauan Pustaka
1. Kepribadian Peserta Didik Kelas III
Karakteristik Peserta Didik Kelas III
Peserta didik berdasarkan UUD No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 4
mencantumkan bahwa Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang
berusah mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu .Masa usia sekolah
dasar sebagai mesa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun
hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun. Karakteristik utama
siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan
individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan dalam
intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan
kepribadian dan perkembangan fisik anak.
Perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai
memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting
pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan dengan
tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar mereka tidak hanya
terjadi di sekolah. Anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang
berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap
anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental
mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi
lingkungan sosial maupun non sosial meningkat.
Menurut Piaget dalam Rochman (2010) ada lima faktor yang
menunjang perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan (maturation),
pengalaman fisik (physical experience), penyalaman logika matematika
(logical mathematical experience), transmisi sosial (social transmission), dan
proses keseimbangan (equilibriun) atau proses pengaturan sendiri (selfregulation). Mereka mengembangkan rasa percaya dirinya terhadap
kemampuan dan pencapaian yang baik dan relevan. Meskipun anak-anak

membutuhkan keseimbangan antara perasaan dan kemampuan dengan


kenyataan yang dapat mereka raih, namun perasaan akan kegagalan atau
ketidakcakapan dapat memaksa mereka berperasaan negatif terhadap dirinya
sendiri, sehingga menghambat mereka dalam belajar.
Piaget dalam Rochman (2010) mengidentifikasikan

tahapan

perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : 1) tahap sensorik motor


usia 0-2 tahun, 2) tahap operasional usia 2-6 tahun, 3) tahap opersional
kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, 4) tahap operasional formal usia 11 atau 12
tahun ke atas.
Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar kelas III berada pada
tahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran
logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu
berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkrit, dan mampu
melakukan konservasi.
Karakteristik anak SD mempunyai beberapa tahapan perkembangan
yaitu:
1) Perkembangan Intelektual dan Emosional
a) Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor
utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan
pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual
tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki
kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam
berkomunikasi dengan teman-temannya.
b) Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya
perbedaan jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan
orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan
emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik
dan bangsa.
c) Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya
gangguan kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang
sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh.
Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali
tidak dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya

sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai


anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan
dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan
sepele juga dapat mempengaruhi keseimbangan emosional anak.
d) Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali
bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada
perkembangan emosional anak.
e) Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh
orang tua dan anak, biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli,
misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan
berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan
anak dengan sebaik mungkin dan dapat

menghindarkan segala

sesuatu yang dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan


mental dan emosional anak.
f) Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran
orang tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang
sering kali timbul. Sedangkan dari pihak orang tua yang menyebabkan
stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering kali
mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak
disuruh melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri
dengan

lingkungan,

penerimaan

lingkungan

serta

berbagai

pengalaman yang bersifat positif selama anak melakukan berbagai


aktivitas dalam masyarakat.
2) PerkembanganBahasa
Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 - 5 bulan. Orang tua
yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai
dari yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi
dengan mempergunakan bahasa. Oleh karena itu bahasa berkembang
setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan
kesediaan orang tua membimbing anaknya.

10

Fungsi dan tujuan berbicara antara lain: a) sebagai pemuas


kebutuhan, b) sebagai alat untuk menarik orang lain, c) sebagai alat untuk
membina hubungan sosial, d) sebagai alat untuk mengevaluasi diri
sendiri, e) untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain,f)
untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal, yaitu: a)
kematangan alat berbicara, b) kesiapan mental, c) adanya model yang
baik untuk dicontoh oleh anak, d) kesempatan berlatih, e) motivasi untuk
belajar dan berlatih dan f) bimbingan dari orang tua. Di samping adanya
berbagai dukungan tersebut juga terdapat gangguan perkembangan
berbicara bagi anak, yaitu: anak cengeng, anak sulit memahami isi
pembicaraan orang lain.
3) Perkembangan Moral, Sosial, danSikap
a) Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain membrikan
bimbingan juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam
masyarakat dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi
anak, mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan
meberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada anak apabila
berbuat atau berprilaku positif.
b) Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak,
yaitu yang berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan
dengan maksud agar pada kemudian hari anak berperilaku lebih
positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas.
c) Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (1) memiliki nilai pendidikan,
(2) memberikan motivasi kepada anak, (3) memperkuat perilaku dan
(4) memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.
d) Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: (1) fungsi
restruktif, (2) fungsi pendidikan, (3) sebagai penguat motivasi.
e) Syarat pemberian hukuman adalah: (1) segera diberikan, (2)
konsisten, (3) konstruktif, (4) impresional artinya tidak ditujukan
kepada pribadi anak melainkan kepada perbuatannya, (5) harus

11

disertai alasan, (6) sebagai alat kontrol diri, (7) diberikan pada tempat
dan waktu yang tepat.
Anak kelas tiga, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama
yang lebih tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah
laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan.Bertitik tolak pada
perkembangan intelektual dan psikososial siswa sekolah dasar, hal ini
menunjukkan bahwa anak kelas III, berada pada masa oprasional konkrit
karena berusia 8-10 tahun,Anak aktif bergerak dan mempunyai perhatian
yang besar pada lingkungan, mereka mempunyai karakteristik sendiri, di
mana dalam proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari dunia
kongkrit atau hal-hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial anak
usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka
tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah
b.

diharapkan pada dunia pengetahuan.


Kepribadian
1) PengertianKepribadian
Menurut Kartini dan Dali Gulo dalam Sjarkawi (2009: 6)
mengungkapkan bahwa,
Kepribadian (personaliy) adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang
yang membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dari
sruktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendirian, kemampuan dan
potensi yang dimiliki seseorang; segala sesuatu mengenai diri seseorang
sebagaimana diketahi oleh orang lain.
Sedangkan menurut Sarjawi (2009: 11) Kepribadian adalah ciri atau
karakter atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga
pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas kepribadian adalah sebuah
kata yang menandakan ciri pembawaan dan pola kelakuan seseorang
yang khas bagi pribadi itu sendiri. Kepribadian meliputi tingkah laku,
cara berpikir, perasaan gerak hati, usaha, aksi, tanggapan terhadap
kesempatan, tekanan dan cara sehari-hari dalam berinteraksi dengan
orang lain.
2) FaktoryangMempengaruhiKepribadian

12

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang


dapat dikelompokan ke dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
a) FaktorInternal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang
itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis
atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa
bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan dari salah
satu sifat sifat yang dimiliki dari salah satu orang tuanya. Oleh
karena itu, sering kita mendengar istilah buah jatuh tidak jauh dari
pohonnya. Misalnya, sifat mudah ramah yang dimiliki seorang ayah
bukan tidak mungkin akan menurun pula pada anaknya.
b) FaktorEksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang bersal dari luar orang
tersebut. Faktor eksternal ini beiasanya merupakan pengaruh yang
berasal dai lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecil,
yakni keluarga, teman, tetangga, sekolah dalam hal ini guru, sampai
dengan pengaruh dari berbagai media audiovisual seperti TV dan
VCD, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya.
Ligkungan keluarga, tempat seorang anak tumbuh dan
berkembang akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang
anak. Terutama dari cara para orang tua mendidik dan membesarkan
anaknya. Sejak lama peran sebagai orang tua tidak dibarengi
pemahaman mendalam tentang kepribadian. Akibatnya, mayoritas
orang tua hanya mencari kambing hitambahwa si anaklah yang
sebenarnya tidak beres ketika terjadi hal-hal yang negatif
mengenaiperilaku keseharian anaknya. Seseorang anak memiliki
perilaku yang demikian karena meniru cara berpikir dan berbuat
yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh orang tua mereka.
Tidak hanya orang tua, guru juga memeiliki peran yang penting di
dalam pembentukan pribadi anak, karena kurang lebih anak berada
di sekolah selama 8 jam, anak juga terkadang memebawa
masalahnya ke sekolah, di sini kepribadian guru juga dapat
membentu pembentukan kepribadian anak

13

Kepribadian orang tua dan guru berpengaruh terhadap cara


orang tua dan guru dalam mendidik dan membesarkan anaknya yang
pada gilirannya juga akan berpengaruh terhadap kepribadian si anak
tersebut.
2. Profil Guru
a.

Pengertian Profil Guru


Secara etimologis, istilah guru berasal dari bahasa India yang artinya
orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara. guru dapat
diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan emosional,
intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Dalam pengertian ini, makna guru
selalu dikaitkan dengan profesi yang terkait dengan pendidikan anak di
sekolah, di lembaga pendidikan, dan mereka yang harus menguasai bahan
ajar yang terdapat dalam kurikulum. Secara umum, baik dalam pekerjaan
ataupun sebagai profesi, guru selalu disebut sebagai salah satu komponen
utama pendidikan yang sangat penting. Guru adalah seseorang yang memiliki
tugas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat belajar dan mengembangkan
potensi dasar dan kemampuannya secara optimal.
Profil adalah suatu pandangan atau gambaran terhadap sesuatu, yang
melekat pada benda tersebut. Jadi profil guru adalah gambaran terhadap
seorang pengajar atau pendidik tentang fakta-fakta khusus yang melekat
padanya.

b.

Tugasdan Peran Guru


Dalam Peraturan

Pemerintah

Nomer

19

tahun

2005

dalam

Aunnurahman (2009: 192) ditetapkan 4 kompetensi yang harus dimiliki guru,


yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan
kopetensi kepribadian. Didalam proses pembelajaran guru harus dapat
mengaktualisasikan tugas-tugasnya

dengan baik sehingga siswa dapat

berkembang dengan baik sesuai dengan potensi yang dimilikinya.


Tujuan dan peranan guru adalah mendidik peserta didiknya
sebagaimana adanya, lalu membantu mereka sesuai dengan potensinya.Guru
harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran
sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi

14

peserta didik. Dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young, Manam,


Yelon and Weinstein, dalam E. Mulyasa (2009: 37) dapat diidentifikasikan
beberapa peran guru, yakni sebagai berikut,
1) Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan
identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu,
guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup
taggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta
memahami nilai, norma moral, dan sosial serta berusaha berprilaku dan
berbuat sesuai dengan nlai dan norma tersebut. Guru juga harus
bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di
sekolah dan dalam kehidupan bermasyarakat.
Berkenaan dengan wibawa: guru harus memiliki kelebihan dalam
merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual
dalam pribadinya, seeta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu
pengetahuan,

teknologi,

dan

seni

sesuai

dengan

bidang

yang

dikembangkan.
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri,
terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta
didik dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan mengambil
keputusan secara cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama
berkaitan dengan masalah pembelajaran peserta didik, tidak menunggu
atasan atau kepala sekolah.
Sedangkan disiplin; bahwa guru harus mematuhi berbagai
peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional,
karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di
sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam
menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam
berbagai tindakan dan perilakunya.
2) Guru Sebagai Pengajar
Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kopetensi,
dan memahami materi standar yang dipelajari. Kegiatan belajar peserta

15

didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan,


hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat
kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika
faktor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik
dapat bekerja dengan baik.
3) Guru Sebagai Pembimbing
Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas,
menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh,
menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan
berdasarkan kerjasama yang baik , tetapi guru memberikan pengaruh
utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai pembimbing, guru
memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang
direncanakan dan dilaksanakannya.
4) Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan
pembelajaran memerlukan latihan
keterampilan, baik intelektual maupun motorik sehingga menutut guru
untuk bertindak sebagai pelatih. Pelatihan yang dilakukan, di samping
harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus
mampu

memperhatikan

perbedaan

individu

peserta

didik

dan

lingkungannya. Untuk itu, guru harus banyak tahu meskipun tidak


mencakup semua hal. Meskipun demikian, tidak mustahil kalau suatu
ketika menghaapi kenyataan bahwa guru tidak tahu tentang sesuatu yang
seharusnya tahu. Dalam keadaan demikian, guru harus berani berkata
jujur, dan berkata saya tidak tahu. Kebenaran adalah sesuatu yang amat
mulia, namun jika guru terlalu banyak berkata saya tidak tahu maka
bukanlah guru profesional. Untuk itu guru harus selalu belajar, belajar
sepanjang hayat, dan belajar adalah sesuatu yang tidak dapat diwakilkan
orang lain.
5) Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi
orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai
penasehat dan dalam beberapa hal tidak berharap untuk menasehati
orang. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan,

16

dan penasehat secara lebih mendalam ia harus memahami pskologi


kepribadian dan ilmu kesehatan mental. Untuk menjadi manusia dewasa,
manusia

harus

belajar

dari

lingkungan

selama

hidup

dengan

menggunakan kekuatan dan kelemahannya. Pendekatan mental dan


menta health di atas akan banyak menolong guru dalam menjalankan
fungsinya sebagai penasehat, yang telah banyak dikenal bahwa ia banyak
membantu peserta didik untuk dapat membantu kepurusannya sendiri.
6) Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model dan teladan bagi para peserta didik dan
semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Menjadi teladan
merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang guru
tidak mau menerima atau menggunakannya secara konstrutif maka telah
mengurangi keefektifan pembelajaran.
Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru
akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya
yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu,
beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian didiskusikan para
guru.
a) Sikap dasar: postur psikologis yang akan nampak dalam masalahmasalah penting, seperti keberhasilan, kegagalan, pembelajaran,
kebenaran, hubungan antar manusia, agama, pekerjaan, permainan
dan diri.
b) Bicara dan gaya bicara: ppenggunaan bahasa sebagai alat berpikir.
c) Kebiasaan bekerja: gaya yang di pakai seseorang untuk bekerja yang
ikut mewarnai kehidupanya.
d) Sikap melalui pengalaman dan kesalahan: pengertian hbungan antara
luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari
e)

kesalahan.
Pakaian: merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan

f)

menampakkan ekspresi seluruh kepribadian.


Hubungan kemanusiaan: diwujudkan dalam semua pergaulan
manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana

berprilaku.
g) Proses berpikir: cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi
dan memecahkan masalah.

17

h) Perilaku

neurotis:

suatu

pertahanan

yang

digunakan

untuk

i)

melindungi diri dan bisa juga untuk menyakiti orang lain.


Selera: pilihan yang secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang

j)

dimiliki oleh pribadi yang bersangkutan.


Keputusan: keterampilan rasional dan intuitif yang dipergunakan

untuk meniali setiap situasi.


k) Kesehatan: kualitas tubuh, pkiran dan semangat yang merefleksikan
l)

kekuatan, prespektif, sikap tenang, antusias dan semangat hidup.


Gaya hidup secara umum: apa yang dipercaya seseorang tentang
setiap

aspek

kehidupan

dan

tindakan

untuk

mewujudkan

kepercayaan itu.
Guru tetap manusia biasa yang tidak lepas dari kemungknan khilaf.
Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang
diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian ia menyadari
kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan perlu diikuti dengan sikap
merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya
7) Guru Sebagai Pribadi Guru
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus
memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Ungkapan
yang sering dikemukakan bahwa guru digugu dan ditiru. Digugu mak
sudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk
dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Guru sering
dijadikan panutan ole masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilainilai yang dianut dan berkembang di masyarakat tempat melaksanakan
tugas dan bertempat tinggal.
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian adalah rangsangan
yang memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, karena
guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan
ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajran
serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekuatiran
untuk dimarahi dan hal ini membelokan konsentrasi peserta didik.
8) Guru Sebagai Pendorong Kreativitas
Kreativitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan
merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai
oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada
dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan ntuk

18

menciptakan sesuatu. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha


untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melanyani peserta didik,
sehingga pserta didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif dan
tidak melakukan ssuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukan apa
yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah
dikerjaka sebelumnya dan apa yang akan dikerjakan di masa yang akan
datang lebih baik dari sekarang.
9) Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta
didik, menghormati setiap insan, dan menyadari bahwa kebanyakan isan
merupakan

budak

stagnasi

kebudayaan.

Ketika

masyarakat

membicarakan rasa tidak senang kepada peserta didik tertentu, guru


harus mampu mengenal kebutuhan peserta didik tersebut akan
pengalaman, pengakuan dan dorongan. Dia tahu bahwa pengalaman,
pengakuan dan dorongan sering kali membebaskan peserta didik dri
self image yang tidak menyenangkan, kebodohan, dan dari perasaan
tertolak dan rendah diri. Dalam hal ini, guru harus mampu melihat
sesuatu yang tersirat di samping yang tersurat, serta mencari kemugkinan
pengembangannya.
Untuk memiliki kemampuan melihat sesuatu yang tersirat, perlu
memanfaatkan pengalaman selama bekerja, ketekunan, kesabaran dan
tentu saja kemampuan menganalisis fakta yang dilihatnya, sehingga guru
mampu mengubah keadaan peserta didik dari status terbuang menjadi
dipertimbankan oleh masyarakat. Guru telah melaksanakan fungsinya
sebagai emansipator, ketika peserta didik yang telah menilai dirinya
sebagai pribadi yang tidak berharga, merasa dicampakan orang lain atau
selalu diuji dengan berbagai kesulitan sehingga hampir putus asa,
dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri. Ketika peserta
didik hampir putus asa, diperlukan ketelatenan, keuletan dan seni
memotivasi agar timbul kembali kesadaran, dan bangkit kembali
harapannya.
c.

Guru yang Baik

19

Guru yang baik adalah guru yang mempunyai kepribadian yang baik,
mengerti perkembangan sisiwa, dan mempunyai sifat-sifat yang baik, berikut
ini merupakan sifat-sifat guru yang baik.
1) Guru yang hangat dan menimbulkan keakraban, memberikan pengaruh
yang positif terhadap kesenangan, kegairahan anak dalam belajar.
Disamping itu kemndirian anak untuk melakukan disiplin juga tinggi,
sehingga peraturan-peraturan dalam kelas terlaksana dengan baik tanpa
paksaan.
2) Guru dengan kualitas pertanyaan yang bagus, bukan hanya sekedar
meminta jawaban anak dalam bentuk pengulangan kembali apa yang telah
dipelajari atau apa yang ada dalam buku. Tetapi guru ini memberikan
pertanyyan yang menuntut anak mengembangkan atau memperluas
pemahamannya melebihi dari apa yang dipelajarinya dan dibacanya di
dalam buku. Pertanyaan guru seperti ini mendorong anak untuk menalar
lebih

tinggi.

Sebaliknya

pertanyaan

yang

dangkal

menyebabkan

pengetahuan dan cara pikir anak yang dangkal pula.


3) Guru yang suka menghargai keberhasilan murid walau sebesar apapun
keberhasilan itu, dapat meningkatkan ide atau aspirasi murid. Guru yang
suka menghargai usaha dan prestasi anak menyebabkan anak memiliki
dorongan yang kuat untuk beride dan beraspirasi yang tinggi tanpa ada
perasaan takut untuk dikritik.
4) Guru yang memiliki kematangan sosial emosional, pengetahuan yang luas
dan daya nalar yang tinggi, guru ini dapat menggerakkan proses belajar
mengajar, sehingga anak mau belajar. Hal ini disebabkan timbulnya dalam
diri anak perasaan kagum kepada guru dan ingin menyerupai guru.
5) Guru yang mengetahui kebutuhan dan perkebangan setiap peserta didiknya
sehingga guru tidak akan keliru didalam menentukan langkah Ajaran
maupun perlakuan yang harus dilakukan terhadap peserta didiknya,
sehingga peserta didik dapat berkembang sesuai dengan potensi.
Selain beberapa sifat guru yang telah diuraikan diatas menurut Elida
Prayitno (1992:40) kepribadian guru sangat menentukan kemampuannya
dalam menjalankan profesinya secara tepat dan baik sebagai guru.
Kepribadian guru yang dapat membantu dalam menjalankan profesinya
sebagai guru adalah sebagai berikut:
1) Mencintai anak-anak.

20

2) Senang berkomunikasi dan menjelaskan sesuatu sampai anak mengerti.


3) Senang menanggapi pembicaraan anak dengan penuh perhatian tanpa
cepat bosan.
4) Tidak suka menuntut anak untuk bertindak selalu benar. Guru ini mampu
mentoleransi kesalahan yang diperbuat anak yang bukan disengaja oleh
anak itu.
5) Mampu dan mau menghargai pendapat dan hasil kerja anak.
6) Ramah tamah mempunyai minat yang luas, terbuka dan mempunyai
perasaan humor.
7) Mempunyai daya kreativitas yang tinggi dalam berbagai bidang
kehidupan, khususnya dalam kehidupan profesinya.
8) Menamplkan kemampuan berkomuikasi yang menarik, khususnya bagi
anak-anak.
9) Memiliki penyesuaian sosial yang tinggi baik dengan anak, maupun
lingkungan sosial yang lebih luas.
10) Mempunyai moral yang tinggi sehingg menjadi tokoh identifikasi bagi
anak.
d. Cara Guru dalam Mengembangkan Kepribadian Peserta Didik

Terdapat beberapa langkah atau kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru
di dalam mengembangkan kepribadian anak diantaranya yaitu,
1) Mengembangkan KecerdasanEmosi
Pembelajaran
untuk
meningkatkan
kualitasnya

dengan

mengembangkan kecerdasan emosi, karena dengan mengembangkan


kecerdasan emosi akan menghasilkan manusia yang utuh, seperti yang
diharapkan oleh pendidikan nasional. Oleh karena itu, jika guru dan
kepala sekolah mengharapkan pencapaian kualitas pendidikan dan
pembelajaran di sekolahnya secara optimal, peru diupayakan bagaimana
membina diri dan peserta didik untuk memiliki kecerdasan emosi yang
stabil. Melalui kecerdasan emosi diharapkan semua unsur yang terlibat
dalam pendidikan dan pembelajaran dapat memahami diri dan
lingkungannya secara tepat, memiliki rasa percaya diri (PD), tidak iri
hati, dengki, cemas, takut, murung, tidak mudah putus asa, dan tidak
mudah marah. Kecerdasan emosional dapat menjadi peserta didik: a)
jujur, disiplin, dan tulus pada diri sendiri, membangun kekuatan dan
kesadaran diri, mendengarkan suara hati, hormat dan tanggung jawab; b)
memantapkan diri, maju terus, ulet, dan membangun inspirasi secara

21

berkesinambungan;

c)

membangun

watak

dan

kewibawaan,

meningkatkan potensi, dan mengitegrasi tujuan belajar ke dalam tujuan


hidupnya, d) memanfaatkan peluang dan menciptakan masa depan yang
lebih cerah.
Menurut E. Mulyasa (2009: 162-163) terdapat beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut,
1. Menyediakan lingkungan yang kondusif.
2. Menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis.
3. Mengembangkan sikap empati, dan merasakan apa yang sedang
dirasakan oleh peserta didik.
4. Membantu peserta didik menemukan solusi dalam setiap
masalah yang dihadapinya.
5. Melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajaran,
baik secara fisik, sosial maupun emosional.
6. Merespon setiap perilaku peserta didik secara positif, dan
menghindari respon yang negatif
2) Mendisiplinkan Peserta Didik dengan Kasih Sayang
Dalam pembelajaran guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik
dengan berbagai macam latar belakang, sikap, dan potensi, yang
kesemuanya itu berpengaruh terhadap kebiasaan dalam mengikuti
pembelajaran dan berprilaku di sekolah. Kebiasaan tersebut masih
banyak yang tidak menunjang bahkan menghambat pembelajaran. Kita
masih sering menyaksikan dan mendengar peserta didik yag perilakunya
tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik. Misanya
merokok, rambut gondrong, butceri (rambut dicat sendiri), membolos,
tidak mengrjakan pekerjaan rumah, membuat keributan di kelas,
melawan guru, berkelahi, bahkan hal-hal yang bersifat kriminal. Dengan
kata lain banyak peserta didik yang tidak disiplin, dan menghambat
jalannya pembelajaran. Kondisi tersebut menuntut guru untuk senantiasa
mendisiplinkan

peserta didik

agar dapat mendongkrak

kualitas

pendidikan menjadi manusia yang berbudi atau berkepribadian baik.


Dalam pembelajaran, mendisiplinkan peserta didik harus dilakukan
dengan kasih sayang, dan harus ditujuan untuk membantu mereka
menemukan diri, mengatasi, mencegah timbulnya masalah disiplin, dan
berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan bagi kegiatan

22

pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala peraturan yang telah


ditetapkan. Disiplin dengan kasih sayang dapat merupakan bantuan
kepada peserta didik agar mereka mampu berdiri sendiri.
Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggungjawab mengarahkan,
dan berbuat baik, menjadi contoh, ssabar dan penuh pengertian. Guru
harus mampu mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang,
terutama disiplin diri (self-discipline). Untuk kepentingan tersebut, guru
harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Membantu peserta didik mengembangkan pola perilaku untuk
dirinya;
b) Membantu peserta didik meningkatkan standar perilakunya;
c) Mengunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan
disiplin.
Mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang dapat dilakukan
secara demokrati, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik, sedangkan
guru tut wuri handayani. Reisman and Payne dalam E. Mulyasa (2009:
171-172) mengemukakan strategi umum mendisiplinkan peserta didik
sebagai berikut.
1) Konsep diri (self-concept); strategi ini menekankan bahwa
konsep-konsep diri peserta didik merupakan faktor penting
dari setiap perilaku. Untuk menmbuhkan konsep diri, guru
disarankan bersifat empatik, menerima, hangat dan terbuka,
sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan
perasaannya dalam memecahkan masalah.
2) Keteramilan berkomunikasi (communicaion skills); guru harus
memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu
menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya
kepauhan peserta didik.
3) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and
logical); perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta
didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap
dirinya. Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku salah.
Untuk itu guru disarankan: a) menunjukkan secar tepat tujuan
perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik dalam
mengatasi perilakunya, dan b) memanfaatkan akibat-akibat
logis dan alami dari perilaku yang salah.
4) Klarifikasi nilai (values clarification); strategi ini dilakukan
untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya
sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya
sendiri.

23

5) Analisi transaksional (transactional analysis); disarankan agar


guru bersikap dewasa, terutama apabila berhadapan dengan
peserta didik yang menghadapi masalah.
6) Terapi realitas (reality therapy); guru perlu bersikap positif dan
bertanggung-jawab[sic] terhadap seluruh kegiatan di sekolah,
dan melibatkan peserta didik secara optimal dalam
pembelajaran.
7) Disiplin yang terintegrasi (asertive discipline); guru harus
mampu
mengendalikan,
mengembangkan
dan
mempertahankan peraturan, dan tata tertib sekolah, termasuk
pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan nama-nama peserta
didik yang berprilaku menyimpang.
8) Modifikasi perilaku (behavior modification); guru harus
menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, yang dapat
memodiifikasi perilaku peserta didik.
9) Tantangan bagi disiplin (dare to discipline); guru harus
cekatan, terorganisasi, dan tegas dalam mengendalikan disiplin
peserta didik.
Sebagai pembimbing, guru harus berupaya membimbing dan
mengarahkan perilaku peserta didik ke arah yang positif, dan menunjang
pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan
perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana
peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap
disiplin. Sebagai pengawas, guru harus senantiasa mengawasi seluruh
perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga
kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai
pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta
didik di sekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif
menggunakan alat pendidikan secar tepat waktu dan tepat sasaran, baik
dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir atau alur penalaran yang didasarkan pada masalah
penelitian dalam penelitian ini dapat dibuat menjadi skema atau bagan sebagai
berikut.
kggggjjj
Kepribadianpese
rtadidikkurang
penipeningkatangkat
anPeningkatankomp
kompetensi
etensikepribadian
kepribadian guru
guru

24

Kurangnya kompetensi
kepribadian untuk
mendidik peserta didik

Peserta didik menjadi


manusia yang
berkepribadian baik,
berbudi luhur

Gambar 1: Bagan alur penalaran, kerangka berpikir


Berdasarkan bagan alur penalaran, kerangka berpikir di atas dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Kurangnya kopetensi kepribadian guru di dalam mendidik peserta didik
dalam hal ini kepribadiannya ditandai dengan pelaksanan tugas guru yang hanya
memberikan materi untuk kepentingan peningkatan akademis berakibat peserta
didik tidak mempunyai kepribadian yang baik terbukti dengan seering kita lihat
seorang peserta didik yang membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah,
berkelahi, berani melawan guru dan beberapa tindakan lain yang megarah pada
perilaku kriminal.
Peserta didik kelas III yang berusia sekitar 8-10 tahun berada pada tahap
oprasional konkrit, dimana anak aktif bergerak dan mempunyai perhatian yang
besar pada lingkungan, mereka mempunyai karakteristik sendiri, di mana dalam
proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari dunia kongkrit atau halhal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial anak usia sekolah dasar
masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka tidak dapat dipisahkan
dari hal-hal yang dapat diamati.
Hal ini menunjukan perlunya teladan dari seorang guru karena peserta didik
akan mencontohnya, maka peningkatan kompetensi kepribadian guru mutlak
diperlukan agar peserta dapat berkembang lebih baik kepribadiannya, sehingga
peserta didik menjadi manusia yang berkepribadian baik dan berbudi pekerti
luhur.

25

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di SDN 182 Tenga-Tengae Kecamatan DonriDonri, Kabupaten Soppeng, Profinsi Sul-Sel. Lokasi SDN 182 Tenga-Tengae
cukup dekat dengan pusat kota Soppeng sehingga mudah dijangkau dari seluruh
penjuru Soppeng. SDN 182 Tenga-Tengae ini mempunyai 14 staf guru dan
karyawan denga Ibu Hj.Samsiah, S.Pd sebagai Kepala Sekolah, 6 guru mengampu
guru kelas, 4 guru mengampu guru mata Ajaran yaitu mata Ajaran Bahasa Inggris,
Bahasa Bugis, Penjaskes, dan Agama Islam. Satu sebagai staf administrasidan
seorang penjaga sekolah.
2. WaktuPenelitian
Penelitian ini direncanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Juli 2014
sampai dengan bulan Desember 2014 yang dimulai dengan pengajuan judul
sampai dengan penyelesaian penulisan laporan penelitian pada bulan Desember
2014. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Kegiatan

Juli

Agustus

Sept

Oktober

Nov

Des

26

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan

judul
Penyusunan

proposal
Konsultasi
Seminar

Revisi

Penyusuan

instrumen
Pengumpul

an data
Analisis

data
Seminar

instrumen
Revisi

Ujian

Revisi

Pelaporan

B. Bentuk dan Strategi Penelitian


Penelitian yang berjudul Profil Guru yang Efektif Mendidik Peserta
Didik Kelas III Sekolah Dasar Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran
2014/2015 adalah suatu judul yang di dalam permasalahannya belum jelas,
bersifat holistik, kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga, bentuk penelitian
ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Menurut
Sugiyono(2009: 9) menyatakan bahwa,
metode penelitian kualitatif adalahmetode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kndisi obyek
yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperiman) dimana peneliti adalah
insrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Dalam penelita kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan
dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman
jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata.
Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada
fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasiinterpretasi dunia. (Lexy J. Moleong, 2005: 15). Peneliti dalam pandangan

27

fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa da kaitan-kaitannya terhadap


orang-orang yang berada pada situasi-situasi tertentu, yang ditekankan ialah aspek
subjektif dari perilaku orang.
C. Sumber Data
Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek
peneliti belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan
semuanya belum jelas. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan
berkembang setelah peneliti memasuki obyek penelitian. Penelitian dilakukan
pada obyek yang alamiah yaitu, obyek yang berkembang apa adanya tidak
dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika
pada obyek tersebut. Selanjutnya Nasution dalam Sugiyono (2009: 223)
menyatakan
Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan
manusia sebagai instrumen peneliti utama. Alasannya ialah bahwa, segala
sesuatuna belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian,
prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang
diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
sebelumnya. Segala sesuatunya masih perlu dukembangkan sepanjang
penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pastidan tidak jelas itu, tidak
ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang
dapat mencapainya.
Dalam penelitian kualitatif yang berjudul Profil Guru yang Efektif Mendidik
Peserta Didik Kels III Sekolah Dasar Negeri 182 Tenga-Tengae Tahun Ajaran
2014/2015 instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, dan setelah fokus
penelitian kemungkinan sumber data yang digunakan adalah guru yang mendapat
predikat guru teladan dan para guru pada umumnya di SDN 182 Tenga-Tengae,
peserta didik, dan orang tua peserta didik.
D. Teknik Sampling
Dalam penelitian kualitatif ini, sampel sumber data dipilih secara
purposivedan bersifat snowball sampling. Purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, pertimbangan ini
yaitu dipilih orang yang memiliki power dan otoritas pada situasi sosial atau
obyek yang diteliti sehingga mampu membukakan pintu kemana saja peneliti
akan melakukan pengumpulan data. Snowball sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lamalama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang

28

sedikit itu belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang
lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Penentuan sampel sumber
data, pada proposal masih bersifat sementara, dan akan berkembang kemudian
setelah peneliti di lapangan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap
situasi sosial yang diteliti, maka peneliti menggunakan 3teknik pengumpulan data
yaitu :
1.

Wawancara
Wawancara adalah metode pengambilan datadengan cara menanyakan
sesuatu kepada responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara
tatap muka.
Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara, dalam proses wawancara dengan menggunakan
pedoman umum wawancara ini, interview dilengkapi pedoman wawancara
yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa
menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan
yang eksplisit. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh data yang relevan
dari guru dan siswa tentang tingkah laku selama di sekolah.
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer
mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek
(check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau
ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan
bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat
tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat
wawancara berlangsung.
Wawancara memiliki 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara :
a.

Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan


yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh
interviewer dengan memberikan penjelasan;

29

b.

Fleksibel,

pelaksanaanya

dapat

disesuaikan

masing-masing

individu;
c.

Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat teknik lain


sudah tidak dapat dilakukan.

2.

Observasi
Menurut

Nasution

dalam

Sugiyono

(2009:

226)

menyatakan

bahwa,observasi adalahdasar semua ilmu pengetahuan. Observasi juga


memiliki pengertian yaitu, pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala
dalam objek penelitian.
Observasi in digunakan untuk memperoleh data berupa tingkah laku
yang ditunjukan oleh guru maupun siswa, untuk mengetahui apakah perilaku
guru benar-benar mempengaruhi perilaku peserta didiknya. Alasan peneliti
menggunakan observasi atau pengamatan karena, pengamat mengoptimalkan
kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak
sadar, kebiasaan dan sebagainya, pengamatan memungkinkan pengamat
untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada
saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengamatan subjek, menangkap
kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subjek pada waktu
itu. Pengamaan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan
dihayati oleh subjek shingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber
data, pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui
bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subjek.
Dalam penelitian observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses
terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam
konteksnya.Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap tingkah
laku subjek, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap
relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.
Menurut Patton dalam Sugiyono (2009: 228) dinyatakan bahwa
manfaat observasi adalah sebagai berikut.

30

1) Dengan observsi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami


konteks data dalam kseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat
diperoleh pandangan yang holistik aau menyeluruh.
2) Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung,
sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif,
jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.
Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan
atau discovery.
3) Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau
tidak diamati orang lain, kususnya orang yang berada dalam
lingkungan itu, karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak
akan terungkapkan dalam wawancara.
4) Dalam observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya
tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena
bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama
lembaga.
5) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar
persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang
lebih komprehensif.
6) Peneliti tidak hanya mengumpilkan daya yang kaya, tetapi juga
memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan suasana situasi
yang diteliti.
3. Catatan Lapangan

Selain wawancara dan observasi teknik pengumpulan data yang


digunakan adalah catatan lapangan. Menurut Bogdan dan Biklen dalam Lexy
J. Moleong (2005: 209) catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa
yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dala rangka pengumpulan data
dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.
Catatan ini berupa coretan seperlunya yang angat dipersingkat, brisi
kata-kata kunci, frasa, pokok-pokok isi pembicaraan atau pengamatan,
mungkin gambar, sketsa, sosiogram, diagram da lain-lain. Catatan ini barguna
hanya sebagai alat perantara, yaitu antara apa yang dilihat, didengar,
dirasakan, dicium dan diraba dalam catatannya dalam bentuk catatan lapagan.
Catatan itu baru diubah kedalam catatan yang lengkap dan dinamakan catatan
lapangan setelah peneliti tiba di rumah.
Alasan penggunaan catatan lapanga

adalah

karena penemuan

pengetahuan atau teori harus didukung oleh data kongkret dan bukan
ditopang oleh yang berasal dari ingatan. Pengajuan hipotesis kerja, hal-hal
yang menunjang hipotesis kerja, penentuan derajad kepercayaan dalam

31

rangka keabsahan data, semuanya harus didasarkan atas data yang terdapat
dalam catatan lapangan.
Pada dasarnya catatan lapangan berisi dua bagian.Pertama, bagian
deskriptif yang berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan
dan pembicaraan. Kedua, bagian refleksi yang berisi kerangka berpikir dan
pendapat peneliti, gagasan, dan kepeduliannya (Bogdan dan Biklen dalam
Lexy J. Moleong, 2005: 211)
F. Validitas Data
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek
penelitian data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data yang valid adalah data
yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang
sesugguhnya terjadi pada obyek penelitian.
Terdapat 4 kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu
penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah sebagai berikut:
1.

Keabsahan Konstruk (Construct validity)


Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa
yang diukur benar-benar merupakan variabel yang akan di ukur. Keabsahan
ini juga dapat dicapai denagn proses pengumplan data yang tepat. Salah satu
caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut
Wiliam WierismadalamSugiono (2009:273) ada 3 macam triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu:
a.

Triangulasi Sumber
Menguji keabsahan data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber, data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan
(member check) dengan beberapa sumber tersebut.

b.

Triangulasi Teknik
Teknik untuk menguji data dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh

32

dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi atau


kuasioner.
c.

Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dilakukan
dengan teknik wawancara maupun observasi maka hasilnya akan berbeda,
untuk itu dalam rangka pengujian keabsahan data dapat dilakukan dengan
cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknk lain
dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data
yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai
ditemukan kepastian datanya.

2.

Keabsahan Internal (Internal validity)


Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh
kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang
tepat. Aktifitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan
tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah
dilakukan uji keabsahan internal, tetapi ada kemungkinan munculnya
kesimpulan lain yang berbeda.

3.

Keabsahan Eksternal (Eksternal validity)


Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif
memeiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitiaan kualitatif tetapi
dapat dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama
kasus tersebut memiliki konteks yang sama.

4.

Keajegan (Reabilitas)
Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh
penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang
penelitian yang sama, sekali lagi.
Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti

selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi
dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian

33

kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan
data dan pengolahan data.
G. Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen dalam Lexy J. Moleong
(2005: 248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasi data, memilih-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang akan diceritakan kepada orang
lain.
Selanjutnya menurut Janice McDrury dalamLexy J. Moleong (2005: 248)
tahapan analisi data kalitatif adalah sebagai berikut.
1) Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan
yang ada dalam data,
2) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang
bersal dari data.
3) Menuliskan model yang ditemukan.
4) Koding yang telah dilakukan
Analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang
ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau
teori.
H. Prosedur Penelitian
penelitian kualitatif ini meliputibeberapa tahapan diantaranya yaitu tahappra
lapangan, tahappekerjaan lapangan, tahap analisis data dan terakhir tahap
penyusunan laporan. Berikut ini bagan prosedur penelitian,
Tahap Pra-lapangan

Tahap Penyusunan
Lapaoran

Tahap Pekerjaan
Tahapmemasuk
HLapangan
ilapangan
Tahap
analisis Data
Tahapanalisis
data

Gambar 2. Bagan prosedur penelitian kualitatif


Berdasarkan bagan tersebut uraiannya adalah sebagai berikut:
1.

Tahap Pra-Lapangan

34

Tahap ini dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan, hal yang


dilakukan pertama, menguraikan rancangan penelitian, memilih lapangan
penelitian, menguraikan perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih
dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian, persoalan
etika penelitian. Secara garis besar dapat diuraikan yaitu, peneliti membuat
pedoan wawancara yang disusun berdasarkan dimensi kebermaknaan hidup
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi subjek. Pedoman wawancara ini
berisi wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya
akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah
disusun, ditunjukan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing
penelitian untuk mendapat masukan mengenai isi pedoman wawancara.
Setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat
perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk
melakukan wawancara. Tahap persiapan selanjutnya adalah peneliti membuat
pedoman observasi yang disusun berdasarkan hasil observasi terhadap
perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau
setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan
pencatatan langsung yang dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi.
Namun apabila tidak memungkinkan maka peneliti sesegera mungkin
mencatatnya setelah wawancara selesai.
Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan karakeristik
subjek peneliti. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya
kepada subjek, tentang kesiapannya untuk diwawancarai. Setelah subjek
bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek
tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
2.

Tahap Pekerjaan Lapangan


Dalam tahap pekerjaan lapangan terdapat tiga bagian yaitu

a.

Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri


dalam hal ini peneliti membatasi latar dan peneliti, peneliti juga harus
menyusuaikan diri dengan kebiasaan, adat, tata cara, dan kultur latar

35

penelitian. Peneliti juga melakukan pembatasan waktu agar waktu yang


b.

digunakan di lapangan dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin.


Memasuki Lapangan
Saat memasuki lapangan peneliti keakraban pergaulan dengan subjek
perlu dipelihara selama bahkan sampai sesudah tahapan pengumplan
data. Jangan sampai terjadi seorang subjek dalam hubungan keakraban

c.

itu merasa dirugikan


Berperanserta Sambil Mengumpukan Data
Peneliti memperhitungkan keterbatasan waktu, tenaga, dan mungkin
biaya. Lalu mencatat data di lapangan yang dibutuhkan, meneliti suatu

3.

latar yang di dalamnya terdapat pertentanan


Tahap Analisis Data
Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk
proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian
kualitatif terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan Marshall
dan Rossman dalam Lexy J. Moleong (2005: 280) diantaranya :
a.

Mengorganisasikan Data
Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara
mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape
recoeder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya
dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk
tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang
agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan.

b.

Pengelompokan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban


Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap
data, perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang
muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan
pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis
sebagai acuan dan pedoman dalam mekukan coding. Dengan pedoman
ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan
melakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan
pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan
singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan
kerangka analisis yang telah dibuat.

36

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang


diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman
terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah
dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh
dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti
dapat menangkap penagalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi
pada subjek.
c.

Menguji Asumsi atau Permasalahan yang Ada Terhadap Data


Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji
data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini.
Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau
kemabali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II,
sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis
dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki
hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi
mengenai hubungan antara konsep-konsep dan factor-faktor yang ada.

d.

Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data


Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi
terwujud, peneliti masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan
kesimpulan yang telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa
perlu mencari suatau alternative penjelasan lain tetnag kesimpulan yang
telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada
alternative penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan
terdpat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir
sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternative lain
melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat berguna
pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.

e.

Menulis Hasil Penelitian


Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan

suatu hal yang membantu penulis unntuk memeriksa kembali apakah


kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang
dipakaiadalah presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil
penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek

37

dan significant other. Prosesdimulai dari data-data yang diperoleh dari


subjek dan significant other, dibaca berulang kali sehinggga penulis
mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis, sehingga didapat
gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya
dilakukan
4.

interprestasi

secara

keseluruhan,

dimana

di

dalamnya

mencangkup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian


Tahap Penyusunan Laporan
Peneliti membuat dinamika psikologis dan kesimpulan penelitian yang
telah dilakukan, kemudian peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://drive.google.com/file/d/0B8x5i8HaBJlOVTE0aWlKeHdrUFE/edit
https://drive.google.com/file/d/0B8x5i8HaBJlOZW9tM0hfWmZ2RzQ/edit
https://drive.google.com/file/d/0B8x5i8HaBJlOMUtNYU5kMFVsN0k/edit

38

Anda mungkin juga menyukai