Anda di halaman 1dari 39

HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA KESATUAN

REPUBLIK INDONESIA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan yang
diampu oleh:
Dr. H. Ismail, S.Sos, M.Si.

Disusun oleh Kelompok 2:

Sayyidah Balqis Radella (E03219033)


Siti Masruroh (E03219035)
Syafiqah Nur (E03219036)
Tiara Melati Putri Wiryawanto (E03219037)
Wulan Mufidah Lestari (E03219039)
Risalatul Khoffifah (E73219064)
Sulthon Falakhudin (E73219066)
Wintono (E73219068)
Yusron Fattah Muhammad (E73219069)
Zakiyatur Risa (E73219070)
Riza Rizkiyah (E93219117)
Sabitha Ayu N. P. M. (E93219120)
Septia Sekar M. S. (E93219122)
Tajul Muttaqin (E93219124)
Via Sinta M. W. (E93219126)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................2

KATA PENGANTAR ........................................................................................................3

A. LATAR BELAKANG ............................................................................................4


B. PENGERTIAN NKRI DAN HAKIKAT NEGARA ..............................................5
C. KONSEP NEGARA INTEGRALISTIK ................................................................19
D. PROSES PENENTUAN BENTUK NKRI .............................................................24
E. FUNGSI DAN TUJUAN NKRI .............................................................................30
F. UPAYA MEMPERTAHANKAN DAN MENJAGA KEUTUHAN NKRI ..........32
G. RINGKASAN .........................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................39

2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji
bagi Allah subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan anugerah kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini di waktu yang tepat.
Semoga keselamatan dan rahmat Allah serta keberkahannya-Nya senantiasa terlimpah
kepada para pembaca yang bersedia meluangkan waktu untuk mengamati dan memberikan
evaluasi pada makalah ini.
Terima kasih kepada para rekan yang membantu dalam memberikan pemikiran-
pemikiran dan tenaga serta biaya dalam proses pengerjaan makalah yang berjudul "Hakikat
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia” ini.
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Pancasila
dan Kewarganegaraan, Bapak Dr. H. Ismail, S.Sos, M.Si yang telah memberikan referensi dan
ilmu sehingga dapat memperjelas pemahaman kami pada makalah ini.
Makalah ini pasti tidak lepas dari kekurangan. Oleh karena itu, kami selaku pengarang
dan penyusun menerima semua masukan yang membangun agar makalah ini semakin
sempurna. Mudah-mudahan makalah ini berguna bagi para pembaca dan menambah
cakrawala. Demikian makalah ini dirancang, mohon maaf atas segala kalimat yang kurang
selaras dalam perasaan.

Surabaya, 30 September 2019

Penulis

3
A. LATAR BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), juga dikenal dengan nama Nusantara
yang artinya negara kepulauan. Wilayah NKRI meliputi wilayah kepulauan yang terbentang
dari Sabang sampai Merauke.
Letak wilayah NKRI berada di antara:
• dua benua, yaitu benua Asia dan benua Australia; serta
• dua samudra. yaitu samudra Hindia dan samudra Pasifik.
Indonesia terletak di benua Asia tepatnya di Asia Tenggara. Wilayah Indonesia berada
pada 6° lintang utara (LU) sampai 11° lintang selatan (LS), dan 95° bujur timur (BT) sampai
141° bujur timur (BT).
Karma letak wilayah Indonesia di sekitar khatulistiwa, maka Indonesia memiIlki iklim
traps dan rnerniliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pulau-pulau yang
termasuk dalam wilayah NKRI berjumlah 17.504 terdiri dari pulau besar dan kecil. Beberapa
di antaranya, yaitu 6.000 pulau tidak bepenghuni.
Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 meter di antara Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia 1.922.570 km 2 dan luas perairannya 3.257.483 km2.
Begitu pula dengan jumlah penduduk terpadat adalah pulau Jawa. Setengah dari jumlah
penduduk Indonesia menempati pulau Jawa. Berikut adalah Pulau-pulau besar Indonesia,
antara lain:
1.
Jawa dengan luas 132.107 km2
2.
Sumatera dengan luas 473.606 km2
3.
Kalimantan dengan luas 539.460 km2
4.
Sulawesi dengan luas 189.216 km2
5.
Papua dengan luas 421.981 km2
Pulau-pulau kecil, antara lain Pulau Nias, Pulau Siberut, Pulau Bangka, Pulau Belitung,
Pulau Madura, Pulau Bali, Pulau Lombok, Pulau Flores, Pulau Ambon, klan Pules Halniahera.
Perkermbangan jumlah provinsi Indonesia klan tahun ke tahun terus bertambah. Pada awal
kemerdekaan, Indonesia terdiri dari 8 provinsi hingga sekarang telah terbentuk 33 provinsi.
Pada awal kemerdekaan, Indonesia terdiri dari 8 provinsi hingga sekarang telah terbentuk 33
provinsi. Tujuan perkernbangan jumlah provinsi dan kabupaten adalah untuk memudahkan
pelayanan kepada masyarakat.

4
B. PENGERTIAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DAN
HAKIKAT NEGARA
1. Pencetus Istilah NKRI
Mohammad Natsir adalah seorang tokoh yang lahir pada 17 Juli 1908 di Alahan
Panjang, Lembah Gumanti, kabupaten Solok, Sumatera Barat. Ia merupakan anak dari
pasangan Mohammad Idris Sutan Saripado dan Khadijah. Ia mempunyai tiga saudara kandun
gyang bernama Yukinan, Rubiah, serta Yohanusun. Ayahnya sebagai pegawai pemerintahan
di Alahan Panjang, sedangkan kakeknya adalah seorang ulama. Mohammad Nasttsir nantinya
akan menjadi pemangku untuk kaumnya yang berasal Maninjau, Tanjung Raya, Agam,
dengan gelar Datuk Sinaro nan Panjang.[1]
Sepanjang hidupnya, Mohammad Natsir dikenal tidak mempunyai pakaian bagus, jasnya
pun banyak tambalan. Dia dikenang sebagai menteri yang tidak mempunyai rumah serta
menolak di beri hadiah mobil elegan Chevrolet Impala walau sebenarnya di tempat tinggalnya
dia cuma mempunyai mobil tua merk De Soto. Natsir mulai mengenyam pendidikan selama
dua tahun di Sekolah Rakyat Maninjau, kemudian ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di
Padang dan dititipkan di rumah saudagar, Haji Musa. Tak hanya belajar di HIS pada siang
hari, ia juga belajar pengetahuan agama Islam di Madrasah Diniyah saat malam hari. Ia
kemudian pindah setelah tiga tahun ke HIS di Padang bersama-sama kakaknya. Kemudian
tahun 1923, ia meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) lalu
ia pun bergabung dengan Pandu Nationale Islamietische Pavinderij dan Jong Islamieten
Bond.
Pada tahun 1927 Natsir pergi ke bandung dan melanjutkan pendidikan di AMS
(Algemene Middlebare School) dan mulai mengenal pergaulan fisik dengan multi etnis
maupun secara intelektual dengan beragam pemikiran yang berkembang. Natsir juga
mendapat nilai tertinggi karena bekal kemampuannya berbahasa asing, seperti Arab, Belanda,
Jerman, Inggris, Latin dan Perancis. Di usianya yang ke 21 tahun, Natsir sudah fasih
menjelaskan peradaban dunia yang berbasis pada Islam, Romawi, Yunani dan Barat.[2]
Di tahun 1928-1932, ia menjadi ketua Jong Islamieten Bond (JIB) Bandung. Ia juga
menjadi pengajar setelah menerima pelatihan guru selama dua tahun dan memperoleh
pendidikan Islam di Sumatera Barat serta memperdalam pengetahuan agamanya di Bandung,
termasuk dalam bidang tafsir Al-Qur'an, hukum Islam, serta dialektika. Kemudian di tahun
1932, Natsir berguru pada Ahmad Hassan, yang nantinya akan menjadi tokoh organisasi
Persatuan Islam.
Karier politik Natsir diawali sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
yang berlangsung pada 1945-1946. Kemudian menjadi Menteri Penerangan Republik
Indonesia pada Kabinet Syahrir ke-1 dan kabinet Hatta ke-1. Dari tahun 1949-1958 ia

1
Furqan jurdi, 3 April 1950, Mosi Integral Mohammad Natsir dan Lahirnya NKRI, kompasiana.com, diakses
pada 3 Oktober 2019 pukul 22:28
2
Herry Mohammad, dkk., Tokoh-Tokoh Islam…, hlm. 48

5
diangkat menjadi Ketua Masyumi. Puncak karier Natsir dalam bidang politik terjadi ketika
Natsir terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan di tahun 1956-1957 ia
menjadi anggota Konstituante Republik Indonesia.
Natsir tidak terlepas dari langkah strategisnya dalam mengemukakan mosi integral pada
sidang parlemen republik Indonesia Serikat (RIS) pada tanggal 3 april 1950. Mohammad
Hatta yang menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pada waktu itu mendorong
keseluruhan pihak untuk berjuang dengan tertib dan sangat merasa terbantu dengan adanya
mosi yang dapat memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang pada mulanya berupa serikat.
Awalnya, 16 negara kecuali RI diciptakan Belanda yang tergabung dalam Negara
Indonesia Serikat yang sudah merdeka dan berdaulat. Meskipun Tinta pengakuan
kemerdekaan belum kering, kabupaten Malang pada 30 Januari 1950 menyatakan keluar dari
Negara Jawa Timur ciptaan Van Mook dan menggabungkan diri dengan Republik Jogya.
Tindakan ini segera disusul oleh Kabupaten Sukabumi, kotapraja Jakarta Raya, Sulawesi
Selatan. Mohammad Natsir tidak mau melihat Soekarno dan Hatta menjadi Presiden dan
Wakil Presiden dari satu federasi yang kosong. Dalam sebuah potongan pidato Mosi
Integralnya, dia menegaskan “…Semuanya itu diliputi oleh suasana nasional dengan arti yang
tinggi serta terlepas dari soal atau paham unitarisme, federalisme dan propinsionalisme.”[3]
Pada tahun 1949, Mohammad Natsir berhasil membujuk Syafruddin Prawiranegara dan
Sudirman yang merasa tersinggung dengan perundingan Roem-Royen untuk kembali ke
Yogyakarta. Muhammad Natsir juga berhasil melunakkan hati Daud Beureuh yang menolak
bergabung dengan Sumatera Utara pada tahun 1950 karena keyakinan Daud Beureuh akan
kesalehan Natsir.
Akhirnya diadakan perundingan antara Republik Indonesia yang berpusat di Jogja dan
RIS yang bertindak juga atas nama Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur.
Maka, kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950 yang dalam DPR memilih Soekarno
dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden. Mohammad Natsir mendapat kehormatan
untuk mengantarkan Negara Kesatuan Indonesia yang pulih kembali sebagai Perdana Menteri.
Bangsa ini memang menjadi rebutan ideologi raksasa pasca kemerdekaannya. Sehingga
dalam debat konstituante 1955 ia mengutarakan bahwa dasar negara yang harus dianut bangsa
ini adalah dasar negara yang jiwanya telah berurat-akar pada diri rakyat Indonesia.
Dia adalah tokoh yang gigih memperjuangkan islam sebagai asas negara, namun
bukanlah seorang yang berpikiran tertutup, fanatik, dan jumud. Dia menyatakan dukungan
pada demokrasi sepenuhnya. Natsir menunjukkan sikap Demokratisnya dengan tegas dan jelas
“Selama negara kita ini sila demokrasi masih dipertahankan sebagai salah satu dasar

3
M. Natsir, Capita Selecta Jilid 2, (Jakarta: PT. Abadi bekerjasama dengan Panitia Peringatan Refleksi Seabad
M. Natsir dan Perjuangannya dan yayasan Capita Selecta, 2008), hlm. 8

6
bernegara, tentulah parta-partai akan terus ada, dan sebaliknya selagi masih ada kebebasan
untuk berpartai, selama itu ada demokrasi.”
Moh. Natsir mengkritik aliran Komunisme yang tendensius untuk menjadikan asas
negara yang bebas agama dengan mengatakan:
“Konsekuensi dari prinsip demokrasi itu jika dipakai untuk membentuk sesuatu negara,
tidak bisa lain daripada bahwa negara itu harus pertama-tama mencerminkan apa yang
sesungguhnya hidup sebagai falsafah hidup daripada sebagian besar mayority rakyatnya.
Kedua, prinsip tadi pun mengharuskan memberi ruang hidup bagi golongan-golongan yang
berpendapat lain dari pendapat mayority. Yang aneh ialah, saudara ketua, bilamana prinsip
demokrasi itu dipergunakan untuk menghadapi Islam sebagai suatu faham yang berada
dalam negara, maka orang menyimpang daripadanya lalu berkata: “Jangan dipakai Islam
sebagai dasar negara sebab Islam itu adalah satu paham hidup yang didukung oleh hanya
satu golongan di Indonesia ini sedangkan di Indonesia ada pula golongan lain-lain yang
bukan islam”…. Penjelasan itu didasarkan, bukan kepada penilaian tentang merites
(hasanatnya), isi dan sifat dari faham hidup Islam itu sendiri tidak pula didasarkan kepada
soal berakar atau tidaknya faham mayority di Indonesia ini… alasan bagi penolakan yang
demikian itu tidak dapat dinamakan sesuai dengan prinsip demokrasi.”[4]
Bersatunya agama dan Negara adalah buah dari sejarah. Islam adalah sumber kekuatan
politik di bumi pertiwi. Dan dibuktikan dengan kenyataan sejarah dari kerajaan-kerajaan
Islam. Islam sebagai dasar Negara karena Islam adalah agama yang dipeluk oleh mayoritas
masyarakat. Jika Islam minoritas, maka tidak ada alasan dijadikan dasar negara. Dia juga
menunjukkan sikap seorang pemimpin dengan menulis:
Selain itu Kekuasaan diterima atas pilihan dan kerelaan rakyat. Kekuasaan
dipergunakan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, diantara seluruh rakyat baik yang
lemah ataupun yang kuat. Penguasa berhak atas ketaatan rakyat selama dia menjalankan
kekuasaan dan kebenaran. Rakyat berhak membetulkan perjalanan Penguasa-Penguasa bila
dia salah. Undang-undang berdaulat atas kedua pihak, sebai yang memberi kata putus dalam
menentukan mana yang salah mana yang benar, point of reference, tempat memulangkan
persoalan.
Perjuangan memperoleh kemerdekaan hingga tertatih-tatih adalah awal bagi setiap
bangsa yang ingin mejadi bangsa yang besar. Bahwa dialektika antar ideologi adalah hal yang
sudah pasti. Namun Sayyid Qutb mengatakan bahwa yang penting adalah di kelompok mana
kita berada. Api perjuangan Islam sebagai asas negara telah ada dari dulu. Seandainya api itu
mati, maka seharusnya sudah berangus di zaman orde baru. Namun cahaya masih menyala di
dada para Pejuang. Para ulama dan negarawan Muslim telah berjuang dalam panitia sembilan
hingga menghasilkan Piagam Jakarta, yang masih menjadi tanda tanya bagi penulis logika

4
Ibid., hlm. 94 -95

7
pertimbangan penghapusan sila pertama. Begitu pula dalam Orde Baru hingga reformasi.
Perjuangan Islam yang merindukan syariat bukanlah cita-cita utopis dan angan-angan. Hanya
saja, jalan yang dilalui memang terjal dan berliku. Yang dibutuhkan adalah nafas panjang
yang tak kenal lelah.[5]
Santri dan ulama tidak pernah mengharapkan disebut dalam sejarah. Karena mereka
takut akan amalnya yang akan sirna. Jejak itu sangat jelas nampak bahwa kemerdekaan
Indonesia diperjuangkan para santri, ulama, dan umat Islam. Pancasila dan UUD 1945 berisi
gagasan dari para pejuang Islam hingga lahir Tujuh Kata yang dibuang “dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya” namun semangatnya masih tersisa dalam kata-
kata “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Ki Bagus Hadikusumo yang menandatangi perubahan itu
memastikan bahwa kata-kata itu maknanya adalah “Tauhid”. Sekalipun tidak berkonsekuensi
hukum, namun siapapun tidak bisa menyangkal kenyataan sejarah ini. Begitu pula dengan
penulisan “Atas berkat Allah yang Maha Kuasa” dalam Pembukaan UUD 1945. Semuanya
menjadi bukti bagaimana nafas islam bersatu dalam nafas kebangkitan bangsa dan Moh.
Natsir merupakan diantara yang meniupkan nafas itu.
Pemerintah Indonesia menuding Mohammad Natsir sebagai pemberontak serta
pembangkang, hingga dipenjarakan. Akan tetapi, oleh negara lain, Natsir benar-benar
dihormati serta dihargai, penghargaan yang dianugerahkan kepadanya begitu banyak.
Mohammad Natsir diakui sebagai pahlawan lintas bangsa dan negara. Bruce Lawrence
mengatakan bahwa Natsir adalah politisi yang paling menonjol yang membantu pembaruan
Islam. Di tahun 1957, Mohammad Natsir menerima bintang Nichan Istikhar (Grand Gordon)
dari Raja Tunisia, Lamine Bey atas jasanya menolong perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika
Utara. Penghargaan internasional yakni Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah pada tahun 1980,
serta penghargaan dari Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi serta Abul A'la Maududi.
Mohammad Natsir adalah seorang negarawan yang menguasai bahasa Inggris, Belanda,
Perancis, Jerman, Arab, serta Spanyol. Di dunia internasional, Natsir dikenal melalui
dukungannya yang tegas terhadap kemerdekaan negara-negara Islam di Asia Tenggara dan
Afrika, serta usahanya untuk menghimpun kerja sama antara negara yang baru merdeka.
Sebagai seorang senior dalam bidang politik, Natsir sering diminta nasihat dan pandangan
oleh tokoh politik negara-negara muslim seperti PLO Palestina, Mujahidin Afganistan, Moro
Filipina, Bosnia, Jepang dan Thailand. Atas semua ini, Dr. Inamullah Khan menjuluki natsir
sebagai tokoh besar Dunia Islam.[6]
Pada tahun 1980, Natsir dianugerahi penghargaan Faisal Award dari Raja Fahd Arab
Saudi lewat Yayasan Raja Faisal di Riyadh. Ia memperoleh gelar doktor kehormatan dalam
bidang politik Islam dari Kampus Islam Libanon pada tahun 1967. Pada tahun 1991, ia

5
Herry Mohammad, dkk., Tokoh-Tokoh Islam yang Bepengaruh Abad 20, Cet. Ke-2, (Jakarta: GIP, 2008), hlm.
51
6
Asro kamal rokan, https://www.antaranews.com/berita/972886/111-tahun-pak-natsir-menteri-berkemeja-
tambalan, diakses pada 3 Oktober 2019 pukul 22:41

8
memperoleh gelar kehormatan dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia
serta dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Sains Malaysia.
Mohammad Natsir wafat pada 6 Februari 1993 di Jakarta dengan meninggalkan enam
anak hasil pernikahannya dengan Nur Nahar. Beliau dimakamkan di TPU Karet, Tanah
Abang. Soeharto enggan memberikan gelar pahlawan pada Bapak Bangsa ini. Kemudian pada
masa pemerintahan B. J. Habibie, dia diberi penghargaan Bintang Republik Indonesia
Adipradana. [7]

2. Pencetus “NKRI Harga Mati”


Frasa “NKRI Harga Mati” seringkali dibaca, didengarkan, maupun diucapkan, tetapi
tidak mengira bahwa pencetusnya adalah seorang ulama pendiri Pondok Pesantren Al-
Muttaqien Pancasila Sakti di Klaten, yakni almarhum KH Moeslim Rifa'i Imampuro, atau
yang akrab disapa Mbah Liem. Dalam berbagai kesempatan seperti kegiatan pondok,
pertemuan kiai, maupun acara umum, dia meneriakkan “NKRI Harga Mati”.
Menurut penuturan salah satu anaknya, slogan itu mulai didengungkan oleh ayahnya
sejak sekitar tahun 1990-an. "Pastinya saat itu beliau sudah tua. Paling tidak, itu saat
berdirinya pesantren ini, sekitar 1994-1995," ungkap Gus Zuhri, selaku anak dari KH
Moeslim Rifa’i saat ditemui di kediamannya, Sumberejo, Desa Troso, Kecamatan
Karanganom, Klaten.
Seiring berjalannya waktu, Mbah Liem melengkapi slogannya menjadi 'NKRI PAMD
Harga Mati'. PAMD adalah singkatan dari Pancasila Aman Makmur Damai. Mbah Liem
pernah menulis “Dari manapun kebangsaannya, yang ingin mengganti dasar negara Pancasila,
saya dhoif muslim wajib mengingatkan, mengingatkan.” Maksud disebut dua kali yaitu untuk
penekanan agar tidak ada yang boleh mengganti Pancasila.
Mbah Liem adalah seorang ulama kharismatik dari kalangan Nahdlatul Ulama. Dia
adalah keturunan Kiai Imampuro, ulama ternama dari Keraton Surakarta yang dekat dengan
kalangan petinggi negara hingga petani-petani miskin di pedesaan. Pernampilannya senantiasa
bersahaja, bahkan jarang mengenakan atribut seperti yang biasa dipakai oleh ulama. Mbah
Liem dikenal sangat akrab dan selalu mendampingi bahkan menjadi salah satu pembela utama
Gus Dur sejak muda hingga wafatnya.
Rasa nasionalisme yang tinggi merupakan cara KH Moeslim Rifa'i Imampuro menjaga
warisan para ulama’ dan pendiri bangsa yang memerdekakan Indonesia. Pancasila menurutnya
sudah final karena dasar negara selain Pancasila, ia pastikan tidak dapat digunakan di
Indonesia sehingga Islam yang rahmatan lil alamin justru benar-benar bisa diterapkan.
Di Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti, para santri MTs dan MA wajib
mengikuti upacara bendera. Di berbagai acara, pesantren juga tak pernah lupa menyanyikan

7
https://www.antaranews.com/berita/972886/111-tahun-pak-natsir-menteri-berkemeja-tambalan,
diaksses pada 3 Oktober 2019, pukul 22:47
9
lagu Indonesia Raya. "Kadang sebelum ngaji santri diminta menghafal Pancasila dan UUD
1945. Sebelum sholat pun kita selalu membaca doa untuk keselamatan NKRI dan
kesejahteraan bangsa. Doanya anak-anak pasti hafal semua itu. Kalau ada kyai enggak setuju
dengan itu ya artinya kyai liar," ungkap dia.
Mbah Liem meninggal pada tahun 2012 saat berusia 91 tahun. Makamnya berada di
sebuah joglo kompleks pondok pesantren yang dinamai Joglo Perdamaian Umat Manusia
Sedunia.[8]

3. Pengetian NKRI
• NKRI Menurut Letak Geografis
NKRI adalah negara yang terletak pada 6o Lintang Utara - 11o Lintang Selatan dan
antara 95o Bujur Timur - 141o Bujur Timur yang terletak di kawasan iklim tropis dan berada
di belahan timur bumi dan membuat NKRI selalu disinari matahari sepanjang tahun. NKRI
hanya mengalami dua kali pergantian musim dalam setahun yaitu musim kemarau dan
musim hujan. NKRI memiliki perbedaan waktu yang dibagi menjadi tiga daerah waktu yaitu
Indonesia bagian timur (WIT), Indonesia bagian tengah (WITA), dan Indonesia bagian barat
(WIB).[9]
• NKRI Menurut Letak Astronomis
Kepulauan NKRI dapat dikategorikan menjadi tiga daerah, yaitu daerah dangkalan
Sunda; daerah dangkalan Sahul; daerah antara dangkalan Sunda dan dangkalan Sahul.
Nusantara bagian barat merupakan bagian dari Benua Asia, bagian timur merupakan bagian
dari Benua Australia, dan bagian tengah merupakan peralihan (Wallace). Dari segi jalur
pegunungan, kepulauan Nusantara terletak di antara pegunungan Sirkum Mediterania dan
pegunungan Sirkum Pasifik.
Sehingga, NKRI memiliki banyak gunung api aktif, laut pada bagian Indonesia barat dan
lndonesia timur menjadi dangkal, laut menjadi dalam di Indonesia bagian tengah, dan NKRI
sebagai penyimpan banyak barang tambang mineral, serta wilayah NKRI termasuk daerah
yang labil dan sering mengalami gempa bumi tektonik dan vulkanik. [10]
• NKRI Menurut Pemahaman Umum
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau yang lebih umum disebut Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau dan mempunyai
nama lain Nusantara. Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan
negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia.

8
Bayu Ardi Isnanto, Mbah Liem, Ulama Kharismatik Pencetus Slogan 'NKRI Harga Mati',
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3602059/mbah-liem-ulama-kharismatik-pencetus-slogan-nkri-
harga-mati, diakses pada 3 Oktober 2019, pukul 20:47
9
Idianto Mu’in MK, Pengetahuan Sosial Geografi, Grasindo, Bekasi, 2004, hlm. 13
10
Munawir, S.Pd dkk, Cakrawala Geografi 2, Yudhistira, Jakarta Timur, 2006, hlm.
10
NKRI bernama awal Hindia Belanda dan menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang
Dunia II setelah berada di bawah penjajahan Belanda, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945.
NKRI di kemudian waktu merupakan negara yang mendapat berbagai tantangan dan persoalan
berat, mulai dari seringnya terjadi bencana alam, praktik korupsi yang masif, konflik sosial,
gerakan separatisme, proses demokratisasi, dan periode pembangunan, perubahan dan
perkembangan sosial-ekonomi-politik, serta modernisasi yang pesat.
NKRI merupakan negara yang terbentang dari Sabang di ujung Aceh sampai pulau Rote
di Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan rumpun bangsa, NKRI terdiri atas bangsa asli pribumi
yakni Mongoloid Selatan (Austronesia) dan Melanesia. Jawa adalah suku bangsa terbesar
dengan populasi 41,7% dari penduduk Nusantara. Semboyan nasionalnya yakni "Bhinneka
tunggal ika". NKRI memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati
terbesar kedua di dunia.
NKRI merupakan anggota PBB dan satu-satunya anggota yang pernah keluar dari PBB
pada tanggal 7 Januari 1965 dan bergabung kembali pada 28 September1966 dan tetap
dinyatakan sebagai anggota ke-60. NKRI merupakan anggota dari organisasi ASEAN
(Association of South East Asian Nations), KAA (Konferensi Asia-Afrika), APEC (Asia-
Pacific Economic Cooperation), OKI (Organisasi Kerjasama Islam), G-20 (Grup of Twenty
Finance Minister atau Kelompok 20 Ekonomi Utama), dan OECD (Organisation fo Economic
Cooperation and Development).[11]
• NKRI Menurut Pasal 18 UUD 1945
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang
2. Pemerintahan Daerah Provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dengan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum
4. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokrasi
5. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
7. Susunan dan tata cara penyelenggaran pemerintahan daerah diatur dalam undang-
undang[12]
• NKRI Menurut Teori Kebangsaan

11
Unknown, Indonesia, id.m.wikipedia.org, diakses pada 30 September 2019, pukul 00:56
12
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

11
NKRI adalah negara yang penduduknya merupakan bagian dari umat manusia di dunia
dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki sifat kodrat sebagai makhluk
individu yang memiliki kebebasan dan juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa
membutuhkan orang lain.
Bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu bangsa melalui zaman kebangsaan
Sriwijaya dan zaman kebangsaan Majapahit. Kedua zaman negara kebangsaan tersebut adalah
merupakan kebangsaan lama yang kemudian pada gilirannya masyarakat Indonesia
membentuk suatu Nationals Staat, atau suatu Etat Nationale, yaitu suatu negara kebangsaan
Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
serta kemanusiaan (sekarang Negara Proklamasi 17 Agustus 1945).[13]
• NKRI Menurut Pancasila dan Unsur Pembentuknya
1. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berketuhanan Yang Maha Esa
2. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berpersatuan
4. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan
5. NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berkeadilan Sosial
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, sejak
zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa asing selama tiga
setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia terdiri atas berbagai
macam suku bangsa, berbagai macam adat-istiadat kebudayaan dan agama, serta berdiam
dalam suatu wilayah yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Oleh karena itu, keadaan yang
beraneka ragam tersebut bukanlah merupakan suatu perbedaan untuk dipertentangkan,
melainkan perbedaan itu justru merupakan suatu daya penarik ke arah suatu kerjasama
persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesis dan sinergi yang positif, sehingga
keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur. Adapun unsur-unsur
yang membentuk NKRI adalah sebagai berikut:
1. Kesatuan Sejarah
Bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah, yaitu sejak zaman
prasejarah, zaman Sriwijaya, Majapahit, kemudian datang penjajah, tercetus Sumpah
Pemuda 1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara Republik Indonesia.
2. Kesatuan Nasib
Bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu penderitaan
penjajahan selama tiga setengah abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara
bersama dan akhirnya mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan Yang
Maha Esa tentang kemerdekaan.

13
Unknown, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bananaminions.blogspot.co.id, diakses pada 30 September
2019, pukul 01:05

12
3. Kesatuan Kebudayaan
Walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan, namun
keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia.
Jadi, kebudayaan nasional Indonesia tumbuh dan bekembang di atas akar-akar
kebudayaan daerah yang menyusunnya.
4. Kesatuan Wilayah
Bangsa ini hidup dari mencapai penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu
tumpah darah Indonesia.
5. Kesatuan Asas Kerokhanian
Bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki kesamaan cita-cita, kesamaan pandangan hidup
dan filsafat hidup yang berakar dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu
pandangan hidup Pancasila.[14]
• NKRI Menurut Paham Integralistik
Paham integralistik yang terkandung dalam NKRI meletakkan azas kebersamaan hidup,
mendambakan keselarasan dalam hhubungan antaRIndividu maupun masyarakat. Dalam
pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak pada yang kuat, tidak mengenal
dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung
nilai kebersamaan, kekeluargaan, nilai religius, serta keserasian.
Pemikiran negara integralistik yang telah berakar pada budaya bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu pada hakikatnya terdiri atas bagian-bagian yang secara mutlak membentuk
suatu kesatuan. Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-
keluarga, kelompok-kelompok, golongan-golongan, dan suku bangsa yang wilayahnya terdiri
atas pulau-pulau dan keseluruhannya itu merupakan kesatuan lahir maupun bathin.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk jasmani rohani, makhluk pribadi, makhluk
Tuhan Yang Maha Esa, serta makhluk individu dan makhluk sosial. Keseluruhan unsur
hakikat manusia tersebut adalah suatu totalitas yang bersifat Majemuk Tunggal atau
monopluralis yang merupakan sifat dasar dari totalitas manusia dalam negara. Negara sebagai
suatu totalitas senantiasa terdapat sejumlah subjek yang senantiasa berelasi antara satu dengan
lainnya. Relasi yang memacu ke arah terbentuknya kebersamaan yang bersifat totalitas
hanyalah relasi yang ekuivalensi, yaitu di satu sisi mengandung kemiripan atau kesamaan.
Kemiripan membuat subjek saling membutuhkan dengan lain perkataan “saling tergantung”.
Perpaduan antara “saling relevan” dengan “saling tergantung” inilah yang
menggerakkan terjadinya interaksi antar subjek serta tanggapan yang memadai terhadap
kondisi saling tergantung dan saling memberi antar subjek, bilamana mereka menghendaki
terpeliharanya eksistensinya dalam negara. Hanya dengan perantara interaksi antar subjek
dengan saling memberi serta saling tergantung, maka dapat memelihara eksistensinya dalam

14
Soekarno dkk, Bung Karno, Islam, Pancasila, NKRI, Komunitas Nasional Religius Indonesia, Michigan, 2006,
hlm. 10

13
kebersamaan. Hal ini telah terekspresi dalam akar budaya Indonesia dalam ungkapan “bersatu
kita teguh bercerai kita runtuh”, “Persatuan Indonesia”, “Wawasan Nusantara”,
serta “Bhinneka Tunggal Ika”.
Totalitas dalam kehidupan negara itu, secara alami memberikan karakteristik bahwa
manusia adalah makhluk yang saling tergantung antara satu dan lainnya maupun dengan
lingkungannya, tugas hidup manusia secara kodrat adalah memberi kepada lingkungannya.
Negara adalah produk dari masyarakat, karena negara merupakan lembaga
kemasyarakatan. Dalam pengertian negara sebagai suatu totalitas, dalam diri masyarakat
bersemayam hasrat mengorganisasikan diri, sehingga organisasi dan ketaatan adalah dua hal
yang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat negara. Organisasi terjadi secara alami berkat
dorongan batin, sedang ketaatan sebagai konsekuensi logis dari organisasi negara. Hal ini
dikarenakan dalam negara antara individu senantiasa terdapat hubungan saling ketergantungan
dan saling memberi.
Masyarakat mewakili diri dalam Negara, dengan kewibawaannya dan ia angkat untuk
menata dan mengatur dirinya dalam mencapai kesejahteraan bersama dalam hidupnya. Dalam
pengertian inilah maka negara memandang masyarakat bukan sebagai objek yang berada di
luar negara, melainkan sebagai sumber genetik dari dirinya. Masyarakat dipandang sebagai
pertumbuhan bersama dari berbagai golongan yang mencapai persatuannya. Maka kesatuan
dalam masyarakat bukanlah hanya masalah lahiriah saja melainkan juga batiniah.
Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat. Negara tidak memihak
pada salah satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh rakyat. Hal ini sebagai
konsekuensi bahwa negara pada hakikatnya adalah masyarakat itu sendiri, oleh karena itu
negara untuk semua golongan, semua bagian, dan semua rakyat. Berdasarkan pengertian
paham integralistik tersebut maka rincian pandangan tersebut adalah:
1. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
2. Semua golongan, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya.
3. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang organis.
4. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.
5. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
6. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
7. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja.
8. Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.
9. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan[15]

15
Drs. Chotib dkk, Kewarganegraan 1 Menuju Masyarakat Madani, Yudhistira, Jakarta Timur, 2007, hlm.21

14
4. Hakikat Negara
Istilah negara diambil dari bahasa inggris, yaitu state. Istilah ini sudah digunakan sejak
zaman yunani kuno. Dalam buku Politica, Aristoteles merumuskan pengertian negara. Saat
itu, polis diartikan sebagai Negara-kota yang berfungsi sebagai tempat tinggal bersama antara
warga negara dan pemerintah serta sebagai pertahanan keamanan dari serangan musuh.
Disamping itu, Plato juga mengatakan bahwa Negara timbul karena adanya keinginan dan
kebutuhan manusia yang beraneka ragam dan mendorong mereka untuk bekerja sama dalam
memenuhi kebutuhan. Negara juga disebut sebagai organisasi kekuasaan politik karena dapat
memaksakan kekuasaan tersebut secara sah pada semua orang yang berada dalam wilayahnya,
mngatur hubungan, menyelenggarakan ketertiban dan menetapkan tujuan dari kehidupan
manusia. Negara dtentukan atur oleh hukum dasar atas wilayahnya yang didalamnya terdapat
orang-orang yang mematuhi dikarenakan adanya kekuasaan politik dan kewenangan dari
pejabat publik yang terpilih untuk mewakili pemerintahan. Negara memiliki power, dimana
selain mampu untuk memengaruhi semua orang, tetapi juga dapat mengontrol baik itu didalam
wilayahnya seperti apapun tidak dapat terjadi secara alami. Negara terdiri dari beberapa unsur,
antara lain:
1. Wilayah. Setiap negara menduduki tempat tertentu di muka bumi dan memiliki
perbatasan tertentu. Kekuasaan negara meliputi wilayah, tidak hanya tanah, tetapi juga
laut di sekelilingnya dan angkasa diatasnya.
2. Penduduk. Setiap negara mempunyai penduduk. Sebuah negara tidak akan ada tanpa
adanya penduduk. Penduduk dapat dikatakan sebagai sekumpulan orang yang tinggal
bersama secara permanen. Dikarenakan tinggal bersama, mereka dapat menegmbangkan
nilai-nilai yang sama seperti budaya dan menbuat sejarah. Dengan nili-nilai ini,
kekerabatan mereka menjadi kuat. Dalam kependudukan, kebanyakan dari mereka
memiliki ideologi yang sama. Kekuasaan negara menjangkau semua penduduk didalam
wilayahya. Menurut Filsuf Prancis, Ernest Renan, bahwa pemersatu bangsa bukanlah
kesamaan bahasa atau suku bangsa, melainkan tercapainya hasil gemilang di masa
lampau dan keinginan untuk mencapainya di masa depan. Penduduk dalam suatu negara
biasanya menunjukkan beberapa ciri khas yang membedakannya dari bangsa lain,
misalnya dalam segi kebudayaannya atau identitas nasionalnya.
3. Pemerintah. Setiap negara mempunyai organisasi yang berwenang untuk merumuskan
dan melaksanakan keputusan-keputusan yang meengikat bagi seluruh penduduk didalam
wilayahnya. Keputusan ini antara lain berbentuk undang-undang dan peraturan-
peraturan lain. Dalam hal ini, pemerintah bertindak atas nama negara dan
menyelnggarkan kekuasaan dari negara. Kekuasaan pemerintah dibagi atas kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif (Trias Politika).
4. Kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan
melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang etrsedia. Kedaulatan

15
adalah unsur yang paling esensial dalam sebuah negara. Kedaulatan hal kekuasaan dan
kewenangan yang legal untuk bebas dari penaklukan negara lain. Ada dua macam
kedaulatan, yaitu pertama, kedaulatan kedalam, yang berati negara mempunyai
kekuasaan tertinggi untuk memaksa semua warga negaranya agar menaati undang-
undang dan peraturan-peraturannya. Kedua, kedaulatan keluar yang berarti bahwa
negara memiliki kekuasaan untuk mempertahankan kemerdekann dan memiliki
pertahanan untuk menghadapi serangan-serangan dari negara lain.
5. Fungsi Negara. Fungsi negara dapat dikatakan sebagai suatu aktivitas pelaksanaan dari
tujuan yang hendak dicapai. Tujuan menunjukkan sasaran yang hendak dicapai oleh
suatu Negara.
A. Macam-Macam Sifat-Sifat Dari Hakikat Negara
Sifat berarti keadaan yang dimiliki oleh sesuatu sehingga sifat negara merupakan suatu
keadaan yang dimiliki oleh negara. Miriam Budiarjo telah membagi sifat negara menjadi 3
(tiga) bagian yakni memaksa, memonopoli, dan mencakup semua. Adapun penjelasan dari
sifat-sifat tersebut seperti diuraikan di bawah ini:
1. Bersifat Memaksa
Salah satu sifat negara adalah memaksa dimana negara dapat memaksa warga negara
untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut. Pemaksaan
ini bersifat legal dan dilakukan agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan secara
teratur dan akan diberikan sanksi bagi pelanggarnya. Agar sifat memaksa ini dapat dilakukan
secara menyeluruh harus ada elemen-elemen yang mendukunganya, adapun elemen tersebut
seperti:
a) Adanya Aturan – Adanya peraturan perundang-undangan yang berfungsi untuk
mengatur seluruh aspek kehidupan dalam berbangsa dan bernegara disertai sanksi yang
mengikat untuk meminimalisir adanya pelanggaran.
b) Adanya Lembaga Penegak Hukum – Aturan tidak dapat berjalan maksimal tanpa adanya
lembaga penegak hukum seperti keberadaan polisi yang bertugas untuk menindak para
pelaku pelanggaran hukum. Tidak hanya polisi saja tetapi juga lembaga peradilan yang
mengadili berbagai pelanggaran pidana maupun perdata.
2. Bersifat Memonopoli
Negara juga memiliki sifat memonopoli segala aspek kehidupan masyarakatnya, namun
tetap menghormati norma dalam masyarakat yang dijunjung sejak dulu. Monopoli dilakukan
untuk menetapkan tujuan bersama sehingga seluruh warga negara beserta pemerintah
memiliki visi dan misi yang sama mau dibawa kemana negara yang ditinggali tersebut.
Monopoli ini dapat berupa monopoli terhadap sumber daya alam yang berada di wilayah suatu
negara atau adanya larangan-larangan terhadap tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan
tujuan nasional negara, adapun tujuan negara Indonesia terletak dalam pembukaan UUD 1945
(Undang-undang Dasar) Alinea IV.

16
3. Bersifat Mencakup Semua atau All Embracing
Sifat mencakup semua ini menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan yang
berlaku di suatu negara berlaku untuk seluruh warga negara tanpa kecuali yang tinggal di
negara tersebut sehingga kedudukan, kekayaan, tampang, atau apapun tidak dapat
mempengaruhi pemberlakuan aturan tersebut.
Sifat hakikat negara berkaitan erat dengan dasar-dasar atau unsur-unsur terbentuknya
negara. Berikut ini diuraikan sifat dari hakikat negara yang ditinjau dari berbagai segi seperti
yang telah disebutkan oleh Geoege Jellinek, adapaun penjelasannya seperti yang diuraikan di
bawah ini meliputi:
1. Sifat Dari Hakikat Negara Ditinjau dari Segi Sosiologis
Sifat dari hakikat negara dari segi sosiologis merupakan peninjauan negara yang
didasarkan pada anggota masyarakatnya “zoon politicon”. Berikut beberapa pendapat ahli
yang mendukung sifat dari hakikat negara dari segi sosiologis.
• Aristoteles
Menurut pakar satu ini, sifat dari hakikat negara merupakan suatu alat yang semata-mata
digunakan untuk memaksakan sekelompok manusia agar tunduk terhadap tata tertib
yang baik dalam masyarakat.
• Mc Dougal
Inti dari pernyataan Mc Dougal negara adalah sekelompok manusia yang merasa senasip
dan memiliki tujuan yang sama. Dalam hal ini pengelompokan dapat terjadi secara
alamiah, disengaja, atau campuran keduanya serta bisa juga dibentuk secara genologis.
• Kranenburg
Kranenburg nemiliki pendapat yang sama dengan Mc Dougal tentang sifat dari hakikat
negara. Adapun pengelompokan manusia dapat dibagi menjadi 4 (emapat) ukuran yaitu
pada suatu tempat tertentu dan teratur; pada suatu tempat tertentu dan tidak teratur; tidak
berada pada suatu tempat tetapi teratur; atau tidak berada pada suatu tempat dan tidak
teratur.
2. Sifat Dari Hakikat Negara Ditinjau dari Segi Yuridis
Sifat dari hakikat negara dari segi yuridis berarti suatu negara dilihat dari peraturan atau
ketetapan yang membentuk suatu negara, dalam hal ini ada beberapa pendapat yakni:
a) Objek Hukum, yaitu suatu negara dijadikan sebagai objek hukum oleh para penguasa
untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian negara dijadikan manusia sebagai alat untuk
mencapai tujuan tertentu.
b) Subjek Hukum, yaitu sebagai subjek hukum, negara bertindak dalam membentuk hukum
dan undang-undang. Hukum dan undang-undang ini nantinya harus ditaati oleh
kelompok manusia yang tinggal di negara tersebut.

17
c) Penghalusan Hukum, yaitu dalam hal ini penghalusan hukum dimaksudkan bahwa
negara merupakan perwujudan dari perjanjian oleh orang-orang tertentu yang kemudian
membentu sebuah lembaga bernama negara.
Berdasarkan teori kenegaraan, sifat hakikat negara dapat ditinjau dari 3 (tiga) segi yakni
dilihat secara historis, sosiologis, dan terakhir secara yuridis. Adapun penjelasan dari ketiga
aspek tersebut seperti diuraikan di bawah ini:

• Aspek Historis - Terdapat perbedaan besar dalam penyebutan negara jika dilihat dari
aspek historis. Pada mulanya negara disebut sebagai polis yang berarti negara kota. Pada
abad pertengahan, istilah ini berubah menjadi suatu masyarakat atau civitas. Dan pada
abad modern seperti sekarang ini barulah muncul istilah negara yang dijadikan sebagai
kata benda dimana tanah dan kepemilikannya menimbulkan kewenangan-kewenangan
tertentu.
• Aspek Sosiologis - Seperti pada uraian sebelumnya, bahwa sifat dari hakikat negara dari
aspek sosiologis memiliki makna bahwa suatu negara dilihat dari masyarakatnya.
Masyarakat membentuk suatu organisasi untuk mengatur dirinnya sendiri.
• Aspek Yuridis - Dalam aspek yuridis negara dijadikan sebagai suatu alat oleh manusia
agar dapat melakukan tidakan-tindakan untuk memenuhi kepentingannya sehingga
kedudukan manusia lebih tinggi dari negara.

18
C. KONSEP NEGARA INTEGRALISTIK
Pemikiran Soepomo tentang konsep negara integralistik atau paham negara
kekeluargaan menurut banyak pihak sangat berpengaruh dalam perumusan UUD 1945. Pada
tanggal 31 Mei 1945, di Gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta, Soepomo
berpidato di hadapan sidang umum BPUPKI. Soepomo dalam pidato yang cukup panjang itu
menguraikan tiga teori yang bisa dipilih sebagai dasar dan prinsip negara yang akan dibentuk.
Pertama, ia menyebut teori perseorangan atau teori individualistik. Teori ini diajarkan
oleh Thomas Hobbes, John Locke, Rousseau, Herbert Spencer dan Laski. Menurut teori ini,
negara adalah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak antara seluruh individu dalam
masyarakat demi menjamin hak-hak individu di dalam masyarakat.
Kedua, Soepomo “menawarkan” teori pertentangan kelas atau teori golongan
sebagaimana diajarkan oleh Karl Marx, Engels dan Lenin. Dalam teori ini, negara merupakan
alat dari suatu golongan yang kuat untuk menindas golongan yang lemah.
Ketiga, Soepomo mengajukan teori yang ia sebut sebagai teori atau konsep negara
integralistik yang didasarkan pada ide Spinoza, Adam Muller dan Hegel.[16] Apa itu negera
integralistik? Menurut Soepomo, integralistik berarti negara tidak untuk menjamin
kepentingan individu. Bukan pula untuk kepentingan golongan tertentu, tetapi menjamin
kepentingan masyarakat seluruhya sebagai satu kesatuan yang integral.
Dalam konsep negara integralistik, negara adalah kesatuan masyarakat yang organis dan
tersusun secara integral. Di dalamnya, segala golongan, segala bagian, semua individu
berhubungan erat satu sama lain. Pemikiran ini didasarkan pada prinsip persatuan antara
pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya. Bagi Soepomo, konsep
negara seperti ini cocok dengan alam pikiran ketimuran. [17] Lagi menurutnya, pemikiran ini
juga didasarkan pada struktur sosial masyarakat Indonesia yang asli yang terdapat di desa-
desa di Indonesia. Bagi Soepomo, hal itu tidak lain merupakan ciptaan kebudayaan Indonesia
sendiri.
Struktur sosial Indonesia meliputi aliran pikiran dan semangat kebatinan. Struktur
kerohaniannya bersifat persatuan hidup antara persatuan kawulo dan gusti. Persatuan dunia
luar dan dunia batin. Persatuan mikrokosmos dan makrokosmos. Persatuan antara rakyat
dengan pemimpinnya. Inilah yang disebut Soepomo sebagai ide atau konsep negara
integralistik. Dalam susunan persatuan antara rakyat dan pemimpinnya itu, segala golongan
diliputi semangat gotong- royong dan kekeluargaan. Inilah struktur sosial asli bangsa
Indonesia. Hakekat republik Indonesia adalah Republik Desa yang besar dengan unsur dan
wawasan yang modern.[18]

16
Risalah Sidang BPUPKI, 28 Mei-22 Agustus 1945, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995, hlm.
33
17
Ibid., hlm. 35
18
Ibid., hlm. 34

19
Konsep negara integralistik Soepomo dalam sidang BPUPKI tidak serta-merta disambut
positif oleh semua peserta. Dan bukan hanya para hadirin yang hadir pada waktu itu, tetapi
juga oleh para ahli dan akademisi yang hidup sesudahnya. Di bawah ini penulis akan
menguraikan sedikit seputar polemik dan perbedaan pendapat yang terjadi.

1. Polemik dalam Sidang BPUPKI


Ketika hendak mengakhiri uraiannya tentang ketiga ide untuk dasar negara Indonesia,
Soepomo bertanya kepada para peserta sidang: “Sekarang tuan-tuan akan Membangun Negara
Indonesia atas aliran pikiran mana?”[19] Tentu saja itu hanyalah satu pertanyaan retoris semata,
karena ia sudah menyiapkan jawaban dalam uraiannya selanjutnya. Soepomo mencoba
meyakinkan para hadirin bahwa negara yang merupakan kesatuan masyarakat organis, yang
tersusun secara integral, di mana negara bertujuan menjamin kepentingan masyarakat
seluruhnya sebagai kesatuan, adalah konsep yang hendaknya menjadi pilihan bersama. [20]
Adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin yang menurut banyak ahli menjadi
penentang serius dari konsep negara yang diajukan oleh Soepomo ini. Mereka berdua
menuntut agar hak warga negara dijamin oleh Konstitusi. Hatta dan Yamin mengungkapkan
kekhawatirannya akan konsep Soepomo, karena menurut mereka ide itu memberi celah bagi
munculnya negara kekuasaan.[21] Argumentasi Hatta dan Yamin ini akhirnya melahirkan
“kompromi”[22] yang hasilnya bisa kita simak dari pasal 28 UUD 1945. Isinya menjamin
kemerdekaan warga negara untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat. Kendati
kadarnya masih minimal, kompromi itu menjadi pengakuan paling tua dari konstitusi
Indonesia atas hak-hak warga negara.[23]

2. Polemik Akademis Sampai Akhir Kekuasaan Orde Baru[24]


Konsep negara integralistik mendapat kritikan tajam dari beberapa pakar hukum tata
negara. Para pengkritik tersebut di antaranya adalah J. H. A. Logemann, Ismail Suny, Yusril
Ihza Mahendra dan Marsilam Simanjuntak. Kritik-kritik mereka terutama berkisar pada pidato
Soepomo di sidang BPUPKI. Para akademisi ini mengungkapkan bahwa konsep negara
integralistik memang memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada negara, khususnya
kepala negara dalam kehidupan kenegaraan dan pemerintahan Indonesia

19
Ibid., hlm.33
20
Ibid., hlm. 213
21
Ibid., hlm. 264-277
22
Soepomo menunjukkan suatu kompromi dengan cara menampung berbagai pikiran yang dilontarkan oleh para
tokoh dalam sidang BPUPKI sebelumnya. Hasilnya bisa disimak dalam pidato Soepomo pada tanggal 16 Juli
1945 yang mengakomodir konsep atau ide kedaulatan rakyat dan berdasar pada permusyawaratan perwakilan.
23
Bdk., Taufik Rahzen, Integralisme Soepomo, dalam http://jurnalrepublik.blogspot.com/2007/05/integralisme-
soepomo.html
24
Kritik terhadap Cita Negara Integralistik, dalam http://www.transparansi.or.id/kajian/kajian9/bab_2.html

20
a) Pendapat J.H.A. Logemann
Logemann adalah pakar hukum pertama yang mengkritik pandangan integralistik
Soepomo. Logemann menyatakan bahwa konsep negara integralistik itu pada hakekatnya
tidak lain daripada konsep negara organik.[25] Logemann meragukan kemungkinan
keberhasilan dari struktur desa yang agraris itu jika dipindahtangankan (overgeplant) ke dalam
struktur negara modern. Menurutnya, pidato Soepomo tidak memperhatikan faktor perubahan
sosial akibat perkembangan struktur ekonomi dari agraris ke industri di negara-negara
modern. Ia menganggap bahwa struktur desa Indonesia akan tetap langgeng karena struktur itu
merupakan struktur asli masyarakat Indonesia. Menurut Logemann, ini merupakan suatu
pandangan yang utopis.
Kritik Logemann yang paling penting adalah ketika ia melihat bahwa dalam pidato
Soepomo tidak disinggung tentang kedaulatan rakyat. Logemann menyatakan bahwa rupanya
dalam konstruksi ini, kehendak rakyat tidak memerlukan jaminan khusus maupun organ
khusus. Dengan demikian, menurut Logemann sudah jelas bahwa pemimpin negara yang
bertugas memelihara keselarasan (de harmonie) memperoleh kedudukan yang paling kuat.
Dengan begitu maka sikap otorianisme dan totalitarianisme akan berkembang.
b) Pendapat Ismail Suny
Kritik berikutnya dilancarkan oleh Ismail Suny. Ia mengambil sikap tidak sepakat
dengan anggapan bahwa UUD 1945 menganut pandangan integralistik Soepomo karena
beberapa alasan. Pertama, dengan berlandaskan pada pendapat Logemann, Suny menyatakan
bahwa meski pengaruh integralistik Soepomo dalam UUD 1945 tidak dapat dipungkiri,
namun orang tidak boleh mengatakan bahwa UUD 1945 terlalu didominasi oleh Soepomo.
Kedua, Ismail Suny menyatakan bahwa kedaulatan rakyat yang oleh Soepomo dikatakan
terjelma dalam diri pribadi Presiden dan bukan dalam DPR dalam hal pembentukan undang-
undang, telah luput karena pendapat seorang anggota Panitia Kecil. Pendapat itu menyatakan
bahwa bahwa tanpa adanya persetujuan yang diharuskan antara presiden dan parlemen tentang
suatu undang-undang, kedaulatan rakyat tidak cukup terjamin. Ketiga, Ismail Suny
mengatakan bahwa dengan masuknya asas kedaulatan rakyat ke dalam UUD 1945 dan
terdapatnya pasal-pasal mengenai hak-hak asasi manusia, maka pandangan integralistik
Soepomo itu telah ditolak.[26]
c) Pendapat Marsilam Simanjuntak
Kritik Marsillam Simanjuntak terhadap konsep Soepomo dimulai dengan
mengungkapkan kemungkinan alasan munculnya paham integralistik di masa Orde Baru. Ia
beranggapan bahwa paham integralistik di masa Orde Baru menjadi alat legitimasi untuk
menjelaskan sistem politik pemerintahnya yang tidak menganut kebebasan. Itu dipakai pula

25
David Bourchier, Pancasila Versi Orde Baru Dan Asal Muasal Negara Organis, Yogyakarta: Aditya Media,
2007, hlm. 149.
26
Kritik Cita Negara Integralistik, Loc.Cit.

21
untuk meredam tuntutan hak asasi manusia. Konsep ini sekaligus memberi dasar dan peran
pemerintah yang luas dalam rangka stabilisasi politik pada periode setelah Soekarno.
Dengan meninjau pandangan Hegel dan membandingkannya dengan pidato Soepomo,
Marsilam sangat yakin akan adanya unsur Hegelian dalam pandangan integralistik yang
dikemukakan Soepomo. Walaupun yang dikatakan Soepomo tidak banyak dan belum bisa
diraba di mana terjalinnya prinsip-prinsip negara menurut Hegel, namun ia sudah melihat
semacam countour Hegelian yang mulai nampak samar-samar. Ini tampak dalam sebagian
implikasinya, seperti antara lain dari kata-kata Soepomo, “persatuan masyarakat organis,”
“penghidupan bangsa seluruhnya,” “kepentingan seluruhnya, bukan kepentingan
perseorangan.” Dengan kesimpulan tersebut, Marsilam menguraikan unsur-unsur Hegel yang
terdapat dalam staatsidee Soepomo. Misalnya di bidang bentuk negara, Soepomo tidak
berkeberatan Negara Indonesia dipimpin oleh raja dengan hak turun-temurun sekalipun. Di
bidang kedaulatan rakyat Soepomo tidak menjelaskan letak kedaulatan rakyat dalam konsep
staatsidee-nya. Dan di bidang hak-hak warga negara Soepomo juga secara tidak langsung
“menentang” jaminan hak-hak dasar warga Negara dalam UUD.
Marsilam Simanjuntak berkesimpulan bahwa konsep pandangan integralistik Soepomo
memang mengandung ajaran Hegel. Dalam perkembangannya, konsep negara integralistik itu
secara nyata tidak tahan uji terhadap asas-asas demokrasi, terutama asas kedaulatan rakyat
yang kemudian masuk ke dalam UUD 1945. Dalam proses penyusunan UUD 1945, secara
praktis usul Soepomo tersebut telah ditampik dan boleh dikatakan gugur. [27]
d) Pendapat Yusril Ihza Mahendra
Kritiknya diawali dengan mengetengahkan pendapat bahwa acuan yang lebih tepat untuk
memahami pemikiran Soepomo adalah pidatonya tanggal 16 Juli 1945, bukan pidatonya
tanggal 31 Mei 1945. Dalam pidato terakhirnya ini, Soepomo menunjukkan suatu kompromi
yang sangat longgar dengan cara menampung berbagai pikiran yang dilontarkan oleh para
tokoh dalam sidang-sidang BPUPKI sebelumnya.
Menurut Mahendra, uraian awal Soepomo dalam pidato tanggal 16 Juli 1945 memang
masih mengandung jiwa pidatonya yang tertanggal 31 Mei 1945, walau ia tidak lagi
menggunakan istilah “integralistik.” Akan tetapi, dalam uraian-uraian berikutnya, Soepomo
sudah bersikap akomodatif dan kompromistis terhadap aspirasi dan pendapat dari golongan
lain. Menurut Mahendra, Soepomo telah bersifat akomodatif dengan ide kedaulatan rakyat
yang tidak disinggungnya dalam pidato tanggal 31 Mei 1945. Soepomo mengatakan, “Oleh
karena itu, sistem negara yang nanti akan terbentuk dalam undang-undang dasar haruslah
berdasarkan kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.” [28]
Selanjutnya dinyatakan oleh Mahendra bahwa Soepomo yang membayangkan desa
sebagai sesuatu yang ideal merupakan suatu reduksi yang abstrak. Idealisasi desa itu

27
Marsillam Simanjuntak, Pandangan Negara Integralistik. Sumber, Unsur, dan Riwatnya dalam Persiapan
UUD 1945, 1994, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hlm. 93
28
Risalah, Op.Cit., hlm. 360

22
cenderung mengabaikan aneka kelemahan yang mungkin dimiliki oleh kepala desa. Ia juga
mengabaikan faktor kekuasaan yang lebih tinggi, yang justru cenderung eksploitatif terhadap
desa melalui kepala desa. Selain itu, juga mengabaikan kemungkinan timbulnya kekuatan-
kekuatan oposisi terhadap kepala desa yang juga mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi
tertentu.[29]

29
Kritik Cita Negara Integralistik, Loc.Cit.

23
D. PROSES PENENTUAN BENTUK NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dari unsur teoritis, konstitusif, dan
deklaratif. Unsur tersebut ada dalam perjuangan bangsa melawan penjajah dengan berbagai
upaya seperti perang dan perang diplomasi. Tahapan yang merupakan proses terbentuknya
negara bagi bangsa Indonesia yaitu:
1. Perjuangan pergerakan kemederkaan Indonesia.
2. Proklamasi sebagai pintu gerbang kemerdekaan.
3. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kemerdekaan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945).[30]
Perbincangan mengenai bentuk Negara (staat vormen) terkait dengan pilihan-pilihan
antara:
a) bentuk Negara Kesatuan (unitary state, eenheidsstaat),
b) bentuk Negara Serikat (Federal, bonds-staat),
c) bentuk Konfederasi (confederation, staten-bond).
Sedangkan perbincangan mengenai bentuk pemerintahan (regerings-vormen) berkaitan
dengan pilihan antara :
a) bentuk Kerajaan (Monarki),
b) bentuk Republik.
Sementara dalam sistem pemerintahan (regering sytem) terkait pilihan-pilihan antara:
a) sistem pemerintahan presidensiil,
b) sistem pemerintahan parlementer,
c) sistem pemerintahan campuran, yaitu quasi presidensiil seperti di Indonesia (dibawah
UUD 1945 yang asli) atau quasi parlementer seperti prancis yang dikenal dengan istilah
hybrid system,
d) sistem pemerintahan collegial seperti Swiss.[31]
Teori-teori bentuk Negara yang dikembangkan para ahli dan berkembang di zaman
modern bermuara pada dua paham yang mendasar. Pertama, paham yang menggabungkan
bentuk Negara dengan bentuk pemerintahan.[32] Paham ini menganggap bahwa bentuk Negara
dengan bentuk pemerintahan, yang dibagi dalam tiga macam, yaitu:
a) bentuk pemerintahan dimana terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif;
b) bentuk pemerintahan dimana ada pemisahan yang tegas antara legislatif, eksekutif, dan
yudikatif;
c) bentuk pemerintahan dimana terdapat pegaruh dan pegawasan langsung dari rakyat
terhadap badan legislatif.

30
Brainly.co.id: Proses Penentuan Bentuk Negara Indonesia, Denmas Evan
31
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme. Jakarta konstitusi press. 2006, hlm. 259
32
Bouger, Masalah-masalah Demokrasi, Jakarta: Yayasan Pembangunan, 1952, hlm.
32-33

24
Kedua, paham yang membahas bentuk Negara atas golongan demokrasi dan diktator. [33]
Paham ini membahas bentuk Negara atas golongan demokrasi dan diktator. Paham ini juga
memperjelas bahwa demokrasi dibagi dalam demokrasi Konstitusional (liberal) dan demokrasi
rakyat.
Dari teori-teori tersebut kemudian berkembang di zaman modern ini, yaitu bentuk
Negara Kesatuan (unitarisme) dan Negara Serikat (Federalisme) yang dapat berbentuk sistem
sentralisasi atau sistem desentralisasi. Negara kesatauan adalah Negara yang tidak tersusun
dari beberapa Negara, melainkan hanya terdiri atas satu Negara, sehingga tidak ada Negara di
dalam Negara. Dengan demikian dalam Negara Kesatuan hanya ada satu pemerintah, yaitu
pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang
pemerintahan Negara, menetapkan kebjakan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan
Negara baik di pusat maupun di daerah-daerah.[34]
Berbeda dengan Negara Federasi, lebih lanjut Soehino menjelaskan, Negara Federasi
adalah Negara yang bersusunan jamak, maksudnya Negara ini tersusun dari beberapa Negara
yang semula telah berdiri sendiri sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat, mempunyai
Undang-Undang Dasar sendiri. tetapi kemudian karena sesuatu kepentingan, Negara-Negara
tesebut saling menggabungkan diri untuk membentuk suatu ikatan kerja sama yang efektif.
negara Kesatuan adalah Negara apabila kekuasaan tidak terbagi dan Negara Serikat apabila
kekuasaan di bagi antar Pemerintah Federal dengan Negara Bagian.
Bentuk Negara sesunguhnya berkaitan dengan kekuasaan tertinggi pada suatu Negara
yaiu kedaulatan. Dalam Negara, kedaulatan merupakan esensi terpenting dalam menjalankan
Negara dan pemerintahan. Teori kedaulatan yang terkenal sampai sekarang , antara lain teori
kedaulatan Tuhan yaitu teori yang menganggap kekuasaan tertinggi berasal dari Tuhan
(dikembangkan oleh Agustinus dan Thomas aquinas), teori kedaulatan rakyat yaitu kekuasaan
berasal dari rakyat (dikembangkan oleh Johannes Althusius, montesque, dan Jhon Locke),
teori kedaulatan Negara yaitu teori kedaulatan tertinggi ada pada pemimpin Negara yang
melekat sejak Negara itu ada (dikembangkan oleh Paul Laband dan George Jelinek), dan teori
kedaulatan Hukum yaitu teori kedaulatan dimana kekuasaan dijalankan oleh pemimpin
Negara berdasarkan atas hukum dan yang berdaulat adalah hukum (dikembangkan oleh Hugo
De Groot, Krabbe, dan Immanuel Kant).[35]
Awal tahun 1950 merupakan periode krusial bagi Indonesia. Pertentangan dan konflik
untuk menentukan bentuk negara bagi Bangsa dan Negara Indonesia tengah berlangsung.
Pada satu sisi, secara resmi saat itu Indonesia merupakan negara federal, sebagaimana hasil

33
Henry B, Mayo, an Introduction to Democratie Theory, New York: Oxford University Press, 1996, hlm. 218
34
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 224
35
Ibid.

25
perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB). Akan tetapi, pada saat yang bersamaan muncul
gerakan yang menentang keberadaan negara federal itu. [36]
Sistem federal merupakan halangan bagi tercapainya kemerdekaan Indonesia yang lepas
sama sekali dari Belanda. Dengan dasar pikiran itu, maka mempertahankan sistem federal
berarti mempertahankan warisan penjajahan masa lampau yang tidak disukai masyarakat. [37]
Pada satu sisi, saat itu secara resmi masih tegak berdiri sebuah negara yang secara resmi
berbentuk negara federal lengkap dengan alat-alat kenegaraannya. Dengan demikian,
betapapun lemahnya pendukung sistem negara federal tersebut pasti masih ada di Indonesia.
Oleh karena itu, perjuangan untuk mengembalikan bentuk negara dari federal menjadi
kesatuan harus dilakukan dengan cara yang benar agar tidak dianggap sebagai pemberontakan
kepada pemerintah yang sah. Pada sisi yang lainnya, saat itu tentara Belanda masih ada di
Indonesia, lengkap dengan persenjataannya. Mereka ini merupakan pendukung kaum
federalis. Dengan demikian, kaum republiken harus juga bersiap menghadapi konflik dengan
tentara Belanda sebagai sebuah kesatuan resmi atau paling tidak pada oknum tentara
Belanda.[38]
Secara kondisi sosial-politik, dalam negara Republik Indonesia Serikat (RIS) saat itu,
Republik Indonesia (RI) yang sesungguhnya tidak lebih dari satu diantara 32 negara bagian
yang ada, pada dasarnya masih tetap otonom. Kondisi itu terlihat karena secara administrasi
RI tidak bergantung kepada RIS. Selain itu, pembentukan negara-negara bagian di berbagai
wilayah Indonesia oleh Belanda, pada dasarnya eksistensinya tidak pernah diakui oleh
Pemerintah RI di Yogyakarta. Tindakan yang kemudian diambil oleh Pemerintah RI adalah
mendirikan pemerintahan bayangan di negara-negara bagian, mulai dari desa sampai ke
tingkat yang lebih tinggi lagi.[39]
Faktor lainnya adalah prestise RI yang tinggi karena dianggap sebagai pemenang perang
dan perjuangan kemerdekaan. Prestise itu semakin meningkat dengan terjaminnya law and
order di wilayah RI, kelancaran administrasi pemerintahan, dan korupsi yang relatif tidak ada
dibandingkan dengan negara-negara bagian lainnya.[40] Semua kondisi itu diperkuat dengan
solidnya kaum republiken di tubuh pemerintahan RIS. Mulai dari Presiden RIS, Soekarno
jelas merupakan seorang republiken yang pasti mendukung gerakan kembalinya negara
kesatuan. Perdana Menteri Hatta dan kabinetnya juga didominasi oleh kaum republiken. Oleh
karena itu, secara politis dan adminitratif kaum republiken sudah menguasai pemerintahan
Negara RIS.
Dalam susunan kabinet Hatta, yang dianggap mewakili kaum federalis hanya lima
orang, yaitu; Anak Agung Gde Agung sebagai menteri dalam negeri, Kosasih sebagai menteri
36
Haryono Rinardi, Makalah Dari Negara Federal Menjadi Negara Kesatuan (Proses Perubahan Negara
Republik Indonesia Serikat Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia), hlm. 1
37
George Mc Turnan Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indoensia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan kerja sama
dengan Sebelas Maret University Press, 1995), hlm. 571.
38
Haryono Rinardi, op.cit., hlm. 2
39
G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20 II, (Yogyakarta: Kanisius 1988), hlm. 70
40
Ibid.

26
sosial, Arnold Mononutu sebagai menteri penerangan, Sultan Hamid II dan Suparmo sebagai
menteri tanpa portofolio.[41] Dari semua anggota kabinet Hatta, yang sungguh-sungguh
mendukung bentuk negara feral hanyalah Sultan Hamid II dan Anak Agung Gde Agung.[42]
Pada sisi yang lainnya terdapat ambisi politik yang kuat dan terus dipelihara dalam
tubuh Pemerintahan dan Negara RI meneruskan perjuangan mencapai negara kesatuan yang
meliputi seluruh Kepulauan Indonesia dalam program kabinet Dr. A. Halim, Perdana Menteri
RI.[43] Kuatnya gerakan persatuan itu kemudian semakin bertambah kuat karena mayoritas
masyarakat negara bagian juga tidak mendukung pembentukan negara-negara bagian tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembentukan negara-negara bagian sangat tidak
memiliki dukungan yang kuat, kecuali dari Belanda. Oleh karena itu, ketika Belanda mulai
melepaskan kontrolnya atas negara-negara bagian maka rakyat negara bagian itu bergerak
menuntut untuk kembali kepada RI. Dengan kondisi itu, maka kejatuhan negara-negara bagian
tinggal menunggu waktu saja. Oleh karena itu wajar apabila di berbagai negara bagian muncul
gerakan yang menuntut pembubaran pemerintah daerahnya atau negara bagiannya. Gerakan
semacam itu kemudian menuntut agar daerahnya digabungkan kepada RI.[44]
Berbagai daerah dan negara bagian kemudian mengajukan permohonan untuk
menggabungkan diri ke dalam RI. Pada akhir Maret 1950 tersisa empat negara bagian yang
masih berdiri, yaitu Kalimantan Barat, Negara Sumatera Timur (NST), Negara Indonesia
Timur (NIT), dan RI yang wilayahnya menjadi lebih luas. [45] Tak lama, Kalimantan Barat
digabungkan ke dalam RI melalui sidang Majelis Permusyawaratan pada tanggal 22 April
1950[46], maka tinggal tiga negara bagian dalam RIS, yaitu; RI, NST, dan NIT. Masih
kokohnya dua negara bagian terakhiRItu disebabkan beberapa faktor. Berhubungan dengan
kokohnya NIT sebagai negara bagian dalam RIS, terdapat banyak hal bersifat kompleks yang
telah membentuk aliansi anti republik.[47]
Kemudian, pada tanggal 3 sampai 5 Mei 1950 diadakan perundingan antara PMRIS M.
Hatta, Presiden NIT Sukawati, dan PM NST Dr. Mansyur. Hasilnya adalah disetujuinya
pembentukan suatu negara kesatuan. Akan tetapi, pada tanggal 13 Mei 1950 Dewan Sumatera
Timur menentang keputusan itu. Meskipun demikian, Dewan Sumatera Timur masih bersedia
menerima pembubaran RIS dengan syarat NST dileburkan ke dalam RIS bukan ke dalam
RI.[48]

41 Kahin, 1995, op. cit., hlm. 569.


42
Herbert Faith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, (New York: Ithaca, 1962), hlm. 47
43
Kedaulatan Rakyat, 21 Januari 1950
44
Haryono Rinardi, op.cit., hlm. 4
45
Kahin, 1995, op. cit., hlm. 579.
46
Ibid.
47
Michael van Langenberg, Sumatera Timur: Mewadahi Bangsa Indonesia dalam Sebuah Karesidenan di
Sumatera Timur”, dalam Audery Kahin, Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan (Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti, 1990), hlm. 140.
48
Haryono Rinardi, op.cit., hlm. 12

27
Pilihan yang diambil para pemimpin Indonesia adalah dengan cara mengubah Konstitusi
RIS. Pilihan ini diambil karena apabila semua negara bagian melebur ke dalam RIS (RI akan
menjadi satu-satunya negara bagian dari RIS, sehingga RIS akhirnya terlikuidasi) akan
menimbulkan berbagai macam kesulitan. Pertama, akan timbul masalah dengan para bekas
anggota KNIL. Di samping itu ada alasan penting lainnya menyangkut hubungan dengan luar
negeri. Jika seluruh negara bagian bergabung dengan RI, maka akan timbul kesulitan.
Persoalannya adalah RI yang masih eksis adalah RISebagai negara bagian RIS (sebagai akibat
persetujuan KMB). Padahal yang menyelenggarakan hubungan luar negeri adalah RIS yang
telah dilikuidasi. Dengan perkataan lain proses kembali dari RIS ke NKRI melalui cra ini
berarti peleburan negara yang telah mendapat pengakuan internasional dengan memunculkan
sebuah negara baru. Oleh karena itu agar pengakuan dunia internasional tetap terpelihara
secarayuridis, maka pembubaran RIS harus dihindari.
Satu pilihan cerdik akhirnya diambil, yaitu dengan jalan mengubah konstitusi RIS. Jadi
secara yuridis NKRI adalah perubahan dari RIS sebagai negara federal menjadi negara
berbentuk kesatuan. Melalui cara itu terhindar permasalahan berkaitan dengan dunia
internasional. Apabila RIS dibubarkan dan digantikan oleh RI sebagai negara bagian dalam
tubuh RIS, maka negara baru yang muncul itu tidak dapat menjalankan hubungan
internasional secara yuridis formal. Hal itu disebabkan RIS sebagai negara bagian tidak dapat
menyelenggarakan hubungan internasional. Akan lain persoalannya apabila RIS berganti
menjadi negara kesatuan. Secara yuridis tidak akan ada permasalahan dengan dunia
internasional, karena yang berubah hanya konstitusinya saja, bukan negaranya. [49]
Pada akhirnya, sejarah panjang terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) diakhiri dengan dibacakannya teks proklamasi oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17
Agustus 1945. Namun proklamasi itu sendiri merupakan rangkaian peristiwa yang
melatarbelakangi terjadinya proklamasi tersebut.[50]

1. Kronologis Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia


• 29 April 1945
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam
bahasa Jepang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang didirikan oleh pemerintah Jepang pada
tanggal yang beranggotakan 63 orang.
• 06 Agustus 1945:
Sebuah bom atom meledak di kota Hiroshima, Jepang. Pada saat itu, padahal Jepang
sedang menjajah Indonesia.
• 07 Agustus 1945:
BPUPKI kemudian berganti pada tanggal menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi inkai.
49
Haryono Rinardi, op.cit., hlm. 13
50
http://abulyatama.ac.id: Sejarah Terbentuknya Republik Indonesia

28
• 9 Agustus 1945:
Bom atom kedua kembali dijatuhkan di kota Nagasaki yang membuat Negara Jepang
Menyerah Kepada Amerika Serikat. Momen ini dimanfaatkan Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
• 10 Agustus 1945:
Sutan Syahrir mendengar lewat radio bahwa Jepang telah menyerah pada sekutu, yang
membuat para pejuang Indonesia semakin mempersiapkan kemerdekaannya. saat kembalinya
Soekarno dari Dalat, sutan syahrir mendesak kemerdekaan Indonesia.
• 15 Agustus 1945:
Jepang benar-benar menyerah pada Sekutu.
• 16 Agustus 1945:
Dinihari Para pemuda membawa Soekarno beserta keluarga dan Hatta ke Rengas
Dengklok dengan tujuan agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Wikana dan
Mr. Ahmad Soebarjo di Jakarta menyetujui untuk memproklamasikan Kemerdekaan
Indonesia. Oleh karena itu diutuslah Yusuf Kunto menjemput Soekarno dan keluarga dan juga
Hatta. Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta awalnya ia dibawa ke rumah nishimura baru
kemudian di bawa kembali ke rumah Laksamana Maeda. untuk membuat konsep
kemerdekaan. Teks porklamasi pun disusun pada dini hari yang diketik oleh Sayuti Malik.
• 17 Agustus 1945:
Pagi hari di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Teks proklamasi
dibacakan tepatnya pada pukul 10:00 WIB dan dikibarkanlah Bendera Merah Putih yang
dijahit oleh Istri Soekarno, Fatmawati. Peristiwa tersebut disambut gembira oleh seluruh
rakyat Indonesia.
• 18 Agustus 1945:
PPKI mengambil keputusan, mengesahkan UUD 1945, dan terbentuknya NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta terpilihnya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden
dan Wakil Presiden. Republik Indonesia.
• Isi Teks Proklamasi 1945:
Proklamasi oleh Ir. Soekarno. [51]
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

51
Ibid.

29
E. FUNGSI DAN TUJUAN NKRI
1. Fungsi Negara
Negara dengan alat perlengkapannya berusaha untuk melayani segala keperluan warga
negaranya, baik yang ada di dalam maupun di luar negeri. Ini merupakan salah satu bentuk
fungsi pelayanan yang diwujudkan oleh negara. Ada tiga kelompok fungsi negara, antara lain:
a) Negara harus memberikan perlindungan kepada para penduduk dalam wilayah tertentu,
meliputi perlindungan terhadap ancaman dari luar dan dalam negeri serta perlindungan
terhadap bahaya dalam negeri, termasuk bahaya lalu lintas.
b) Negara mendukung atau langsung menyediakan berbagai pelayanan kehidupan
masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
c) Negara menjadi wasit yang tidak memihak antara pihak-pihak yang bersengketa di
masyarakat serta menyediakan suatu sistem peradilan yang menjamin keadilan dalam
hubungan sosial masyarakat.
Menurut Miriam Budiardjo, setiap negara menyelenggarakan beberapa fungsi minimum,
yaitu:
a) Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama serta mencegah konflik-
konflik yang terjadi di masyarakat,
b) Mengusahakan kesejahteraan serta kemakmuran rakyatnya,
c) Mengupayakan aspek pertahanan serta keamanan guna menjaga serangan dari luar dan
rongrongan dari dalam negeri, dan
d) Menegakkan keadilan bagi segenap rakyatnya melalui badan-badan pengadilan yang
telah ada serta diatur dalam konstitusi negara.

2. Tujuan Negara Secara Umum dan Menurut Para Ahli


Berikut ini menurut para ahli mengenai tujuan Negara:
a) Montesquieu: melindungi diri manusia sehingga bisa tercipta kehidupan yang aman,
tenteram dan bahagia.
b) Aristoteles: menjamin kebaikan hidup warga Negaranya.
c) Plato: memajukan kesusilaan manusia.
d) Roger H Soltau: mengusahakan agar rakyat berkembang serta mengembangkan daya
cipta sebebas mungkin.
e) John Locke: menjamin suasana hukum individu secara alamiah atau menjamin hak– hak
dasar setiap individu.
f) Harold J Laski: menciptakan keadaan agar rakyat bisa memenuhi keinginannya secara
maksimal.
Dan tujuan Negara secara umum yaitu memperluas kekuasaan, menyelenggarakan
ketertiban dan mencapai kesejahteraan umum.

30
3. Tujuan NKRI
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercantum dalam pembukaan UUD
1945 di alinea ke 4 yaitu:
a) Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
b) Memajukan kesejahteraan umum;
c) Mencerdaskan kehidupan bangsa;
d) Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.

31
F. UPAYA MEMPERTAHANKAN DAN MENJAGA KEUTUHAN NKRI
1. Peran Pancasila dalam Mempertahankan NKRI
Sila-sila yang terdapat dalam Pancasila tersebut di atas, merupakan suatu kesatuan
yang bulat. Esensi dari seluruh sila-silanya juga merupakan kesatuan.[52]Jadi dalam
aplikasinya diterapkan secara konsekuen, maka sila-sila Pancasila bisa dijadikan sebagai
pondasi yang kokoh dalam mempertakankan eksisitensi dan keutuhan NKRI. Berikut ini
penjabaran dari sila-sila yang terdapat dalam Pancasila, yaitu antara lain:
1) Ketuhanan adalah kesesuaian terhadap hakikat Tuhan. Artinya Pancasila mengajarkan
agar setiap manusia Indonesia percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaan mereka masing-masing. Pancasila tidak mengajarkan untuk
mencampuri urusan agama dan kepercayaan masing-masing yang telah diatur oleh
agama dan kepercayaan tersebut.
2) Kemanusiaan adalah kesesuaian dengan hakikat manusia. Artinya Pancasila
mengajarkan bahwa manusia itu merupakan kesatuan jiwa dan raga/tubuh. Dimana jiwa
terdiri dari: akal, rasa, dan kehendak. Sedangkan tubuh terdiri dari unsur-unsur benda
mati, tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Oleh karena itu, manusia harus diperlakukan
secara adil dan beradab.
3) Persatuan adalah kesesuaian dengan hakikat satu. Artinya, Pancasila mengajarkan bahwa
persatuan Indonesia pada hakikatnya merupakan perwujudan dari bangsa Indonesia yang
berjumlah jutaan jiwa dan mempunyai adat-istiadat, agama, kepercayaan, dan
kebudayaan yang berbeda-bea, tetapi merupakan satu kesatuan.
4) Kerakyatan adalah kesesuaian dengan hakikat rakyat. Artinya Pancasila mengajarkan
bahwa rakyat adalah manusia-manusia yang bertempat tinggal di suatu Negara dan yang
menjadi pendukung Negara. Jelaslah bahwa rakyat merupakan salah satu unsur mutlak
Negara. Adapun isltilah hakikat rakyat menunjukkan keseluruhan; jadi bukan bagian-
bagian. Keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian, meskipun yang pokok itu adlah
keseluruhan sebagai kesatuan. Namun karena bagian-bagianlah yang menyusun dan
yang merupakan unsur keseluruhan itu. Maka antara keseluruhan dan bagian ada suatu
hubungan yang erat. Sehingga harus ada kerja sama, harus ada gotong royong. Mereka
harus mempunyai semboyan: bekerja dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka.
Mereka harus menjawab tantangan secara bersama, memecahkan persoalan secara
bersama. Hal ini semua harus dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan. Mereka harus
mengadakan musyawarah bersama, sehingga akan tercapai sifat kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Sistem kekeluargaan dan gotong-royong bangsa Indonesia itu
merupakan pengejawantahan dari hakikat rakyat Indonesia.

52
Hartati Soemasdi, Pemikiran tentang Filsafat Pancasila, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), hlm. 54

32
5) Keadilan adalah kesesuaian dengan hakikat adil. Artinya Pancasila mengajarkan bahwa
berbuat adil kepada diri sendiri berarti berbuat yang serasi antara hak dan kewajiban.
Berbuat adil dalam masyarakat berarti berlaku adil kepada sesama anggota masyarakat.
Dan berbuat adil dalam Negara berarti harus bersikap adil kepada sesama warga
Negara.[53]
2. Peran Agama dalam Mempertahankan NKRI
Peran nyata yang sangat besar nilainya dalam upaya mempertahankan NKRI yang bisa
dilakukan oleh para penganut agama adalah dengan cara membangun kerukunan antar umat
beragama. Dengan adanya hubungan yang harmonis antar umat beragama di Indonesia, maka
suasana keberagaman pun akan terasa nyaman dan aman di masyarakat. Kondusifitas
hubungan antar umat beragama itu, secara langsung berimbas pada keutuhan NKRI.
Selain itu, masih ada beberapa hal yang perlu dilakukan terkait dengan peran agama
dalam mempertahankan NKRI, yaitu antara lain: [54]
1) Terus menjadikan kerukunan antar umat beragama sebagai isu bersama yang harus
senantiasa dijaga dan dilestarikan.
2) Kerukunan antar umat beragama tidak sekadar membahas masalah keagamaan semata,
tetapi juga mampu melihat masalah social, seperti: prngangguran, narkoba, minuman
keras, seks-bebas, trafficking, kesenjangan social, dan sebagainya.
3) Kerukunan antar umat beragama harus ditindaklanjuti dalam bentuk melakukan kegiatan
bersama. misalnya mengadakan kegiatan perkemahan antar pemuda lintas agama,
mengadakan pertukaran antar pemuda lintas agama secara rutin untuk hidup dalam
komunitas agama lain, dan sebagainya.
4) Dalam menjaga kerukunan antar umat beragama, maka wajib untuk mengakui perbedaan
agama masing-masing, dengan tidak menyentuh ajaran atau akidah agama.
5) Pemuda lintas agama harus memiliki peran yang efektif dalam menjaga kerukunan antar
umat beragama.
6) Membangun komunikasi yang efektif jika ada masalah-masalah keagamaan, sehingga
bisa diselesaikan dengan cepat dan tepat.
7) Menjalin kerjasama dengan media massa untuk terus mengkampanyekan pentingnya
menjaga kerukunan aatar umat beragama.
3. Strategi Mempertahankan Keutuhan NKRI
1) Menanamkan Nilai-Nilai Pancasila Sejak Dini
Pemahaman terhadap Pancasila harus kembali digelorakan, karena Pancasila merupaka
alat pemersatu bangsa dalam mempertahankan keutuhan NKRI. Di samping itu,
Pancasila merupakan sistem ajaran bangsa dalam menempuh perjalanan kenegaraan dan

53
Ibid., hlm. 54-57
54
Kunawi basyir, dkk, Pancasila dan Kewarganegaraan, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013), hlm. 240-
241

33
kemasyarakatan.[55] Dengan pendidkan Pancasila akan meningkatkan akhlak mulia dan
pembangunan karakter bangsa. Sebagai ideologi dan dasar negara, Pancasila mempunyai
fungsi sebagai acuan dalam mempersatukan Indonesia.
2) Memperkuat TNI
TNI sebagai komponen utama dalam pertahanan negara memiliki tugas pokok untuk
menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan NKRI berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Tugas mempertahankan keutuhan NKRI adalah
mempertahankan kesatuan wilayah kekuasaan Negara dengan segala isinya.
3) Menerapkan Sistem Pertahanan Semesta
Penerapan sistem pertahanan semesta (Sishanta) dituntut harus memiliki kemampuan
dalam menyelenggarakan dan meberdayakan wilayah pertahanan di darat berdasar
konsepsi pertahanan pulau-pulau, termasuk pulau-pulau terluar. Doktrin pertahanan
semesta menganut faham kesemsetaan, kewilayahan, dan kerakyatan, yang didasari oleh
UUD 1945, yaitu bahwa setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dalam membela Negara.
4) Menggalakkan Sosialisasi dan Implementasi Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara merupakan cara pandang suatu bangsa tentang diri dan
lingkungannya.[56] Wawasan nasional Indonesia berfungsi untuk membangkitkan rasa
kebangsaan dan kepedulian terhadap wilayah NKRI. Hakikat wawasan nusantara ialah
keutuhan nusantara, artinya memandang secara utuh dan menyeluruh dalam ruang
lingkup nusantara demi kepentingan nasional. [57] Dalam pelaksanaanya, wawasan
nusnatara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargaii kebhinnekaan untuk
mencapai tujuan nasional.
5) Menumbuhkan Rasa Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu faham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan
sebuah Negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk skelompok
manusia. Dengan adanya rasa nasionalisme, masyarakat akan lebih mengerti arti sebuah
Negara, dan akan berusaha mempertahanakn Negara.
6) Melestarikan Budaya Gotong Royong
Seringkali segala persoalan kehidupan masyarakat disikapi secara mandiri. Sehingga
yang terjadi adalah suburnya budaya hidup yang mengabaikan kepentingan umum oleh
karena itu, melestarikan kembali budaya gotong royong bisa dijadikan sebagai stategi
yang ampuh untuk mempertahankan keutuhan NKRI.

55
Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideologi Pancasila, (Yogyakarta: Andi Offset, 2006), hlm. 151
56
Muathafa Kamal Pasha, Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002), hlm. 162
57
S. Sumarsono, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 86

34
7) Meningkatkan Intesitas Dialog antar Warga Negara
Menurut Ramli, untuk turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
diperlukan sikap-sikap[58]:
a) Cinta tanah air
Sebagai warga negara Indonesia kita wajib mempunyai rasa cinta terhadap tanah
air. Cinta tanah air dan bangsa dapat diwujudkan dalam berbagai hal, antara lain:
• Menjaga keamanan wilayah negaranya dari ancaman yang datang dari luar maupun
dari dalam negeri.
• Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
• Mengolah kekayaan alam dengan menjaga ekosistem guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
• Rajin belajar guna menguasai ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin untuk
diabdikan kepada negara.
b) Membina persatuan dan kesatuan
Pembinaan persatuan dan kesatuan harus dilakukan di manapun kita berada, baik
di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara. Tindakan yang
menunjukkan usaha membina persatuan dan kesatuan, antara lain :
• Menyelenggarakan kerja sama antar daerah.
• Menjalin pergaulan antarsuku bangsa.
• Memberi bantuan tanpa membedakan suku bangsa atau asal daerah.
• Mempelajari berbagai kesenian dari daerah lain.
• Memperluas pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
• Mengerti dan merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain, serta tidak mudah
marah atau menyimpan dendam.
• Menerima teman tanpa mempertimbangkan perbedaan suku, agama, maupun
bahasa dan kebudayaan
c) Rela Berkorban
Sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan
keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan
menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Dalam pengertian yang lebih sederhana, rela
berkorban adalah sikap dan perilaku yang tindakannya dilakukan dengan ikhlas serta
mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Sikap rela
berkorban ditunjukkan dengan cara membiasakan merelakan sebagian kepentingan kita
untuk kepentingan orang lain atau kepentingan bersama. Partisipasi dalam menjaga
keutuhan NKRI dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut:
• Partisipasi tenaga

58
Ramli, Upaya dalam Menjaga NKRI, berbagi ilmu.blogspot.com/ 2012/04/ upaya-dalam-menjaga-keutuhan-
nkri

35
• Partisipasi pikiran
Berikut beberapa sikap dan perilaku mempertahankan NKRI[59]:
• Menjaga wilayah dan kekayaan tanah aiRIndonesia, artinya menjaga seluruh
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
• Menciptakan ketahanan nasional, artinya setiap warga negara menjaga keutuhan,
kedaulatan negara, dan mempererat persatuan bangsa.
• Menghormati perbedaan suku, budaya, agama, dan warna kulit.
• Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan memiliki bangsa,
bahasa persatuan, dan tanah air Indonesia, serta memiliki Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, dan Sang Saka Merah putih.
• Memiliki semangat persatuan yang berwawasan nusantara, yaitu semangat
mewujudkan persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik
alamiah maupun aspek sosial yang menyangkut kehidupan bermasyarakat.
• Mentaati peraturan, agar kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan dengan tertib
dan aman. Jika peraturan saling dilanggar akan terjadi kekacauan yang dapat
menimbulkan perpecahan
Setiap warga negara Indonesia memiliki beragam suku, agama, budaya, dan pola
pikir yang sangat beragam. Dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, maka meningkatkan
intensitas dialog antar warga negara seputar kecintaan dan kebanggaan mereka terhadap
bangsa dan negara bisa dijadikan sebgaai stategi untuk menjembatani perbedaan-
perbedaan tersebut yang seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik horizontal.

59
artikel-kependidikan.blogspot.com/2011/05/berpartisipasi-dalam-upaya- menjaga

36
G. RINGKASAN
Negara timbul karena adanya keinginan dan kebutuhan manusia yang beraneka ragam
dan mendorong mereka untuk bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan. Negara juga disebut
sebagai organisasi kekuasaan politik karena dapat memaksakan kekuasaan tersebut secara sah
pada semua orang yang berada dalam wilayahnya, mngatur hubungan, menyelenggarakan
ketertiban dan menetapkan tujuan dari kehidupan manusia.
Negara dtentukan atur oleh hukum dasar atas wilayahnya yang didalamnya terdapat
orang-orang yang mematuhi dikarenakan adanya kekuasaan politik dan kewenangan dari
pejabat publik yang terpilih untuk mewakili pemerintahan. Negara memiliki power, dimana
selain mampu untuk memengaruhi semua orang, tetapi juga dapat mengontrol baik itu didalam
wilayahnya seperti apapun tidak dapat terjadi secara alami.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau yang lebih umum disebut Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau dan mempunyai
nama lain Nusantara. Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan
negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Negara Kesatuan Republik Indonesia
bagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-
tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang. NKRI adalah negara yang penduduknya merupakan bagian dari umat
manusia di dunia dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki sifat kodrat
sebagai makhluk individu yang memiliki kebebasan dan juga sebagai makhluk sosial yang
senantiasa membutuhkan orang lain.
Paham integralistik yang terkandung dalam NKRI meletakkan azas kebersamaan hidup,
mendambakan keselarasan dalam hhubungan antar individu maupun masyarakat. Dalam
pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak pada yang kuat, tidak mengenal
dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung
nilai kebersamaan, kekeluargaan, nilai religius, serta keserasian.
Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dari unsur teoritis, konstitusif, dan
deklaratif. Unsur tersebut ada dalam perjuangan bangsa melawan penjajah dengan berbagai
upaya seperti perang dan perang diplomasi. Tahap-tahap yang merupakan proses terbentuknya
negara bagi bangsa Indonesia yaitu perjuangan pergerakan kemederkaan Indonesia,
Proklamasi sebagai pintu gerbang kemerdekaan, dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945).
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercantum dalam pembukaan UUD
1945 di alinea ke 4 yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.

37
Setiap warga Negara Indonesia memiliki beragam suku, agama, budaya, dan pola pikir
yang sangat beragam. Dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, maka meningkatkan intensitas
dialog antar warga Negara seputar kecintaan dan kebanggaan mereka terhadap bangsa dan
Negara bisa dijadikan sebgaai stategi untuk menjembatani perbedaan-perbedaan tersebut yang
seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik horizontal.

38
DAFTAR PUSTAKA

Bourchier, David. 2007. Pancasila Versi Orde Baru Dan Asal Muasal Negara Organis.
Yogyakarta: Aditya Media.
Simanjuntak, Marsillam. 1994. Pandangan Negara Integralistik. Sumber, Unsur, dan
Riwatnya dalam Persiapan UUD 1945. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Risalah Sidang BPUPKI, 28 Mei-22 Agustus 1945. Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia, 1995.
Frederick, William H. dan Soeri Soeroto (penyunting). 2005. Pemahaman Sejarah Indonesia
Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Kaelan. 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Nagatirta.
Kansil. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Pradnya Paramita.
Marpaung, Leden. 1992. Tindak Pidana Korupsi: Masalah dan Pemecahannya Bagian kedua.
Sinar Grafika: Jakarta.
Legemann. 1985. Evaluation Treatment of Swallowing Disorders. USA: Dakota Textbook Co.
Suryadinata, Leo et.al. 2003. Indonesia’s Population: Ethnicity and Religion in a Changing
Maria Farida Indrati Suprapto. 1998. Ilmu Perudang-undangan. Yogyakarta: Kanisius.
Budihardjo, Miriam. 1985. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
. 1993. Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Musanef. 1989. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: CV Mas Agung.
Nasikun. 2006. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Suparlan, Parsudi. 2001. Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam Masyarakat
Majemuk Indonesia. (Antropologi Indonesia 66).
Baut, Paul S. dan Benny K. Harman. 1998. Kompilasi Deklarasi Hak Asasi Manusia. Jakarta:
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI).
Poerwodarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
M. Natsir. 2008. Capita Selecta Jilid 2. Jakarta: PT. Abadi bekerjasama dengan Panitia
Peringatan Refleksi Seabad M. Natsir dan Perjuangannya dan yayasan Capita Selecta.
Herry Mohammad, dkk. 2008. Tokoh-Tokoh Islam yang Bepengaruh Abad 20. Cet. ke-2.
Jakarta: GIP.
https://yuliannaeva.wordpress.com/2015/11/21/hakekat-negara/
https://guruppkn.com/sifat-hakikat-negara

39

Anda mungkin juga menyukai