Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab umum kematian urutan ketiga di negara maju

setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Setiap tahun, lebih dari 700.000

orang Amerika mengalami stroke Disamping itu stroke merupakan penyebab

cacat badan terbesar dari seluruh penyakit (Goldzmin & Caplan, 2017)

Stroke merupakan salah satu penyakit yang fenomenal di Indonesia.

Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit Stroke di

Indonesia menaik dari 7 % menjadi 10,9 %. Hal ini disebabkan oleh gaya hidup

antara lain merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, dan kurangnya

mengonsumsi buah dan sayur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga

kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (50,2%) dan terendah pada kelompok usia

15-24 tahun yaitu sebesar 0,6%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih

banyak laki-laki (11%) dibandingkan dengan perempuan (10,9%). Berdasarkan

tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (12,6%) dibandingkan

dengan daerah pedesaan (8,8%). Prevalensi penyakit stroke di Provinsi Jawa

Tengah sebesar 11% (RISKESDAS, 2018)

Kenaikan prevalensi penderita stroke di kota Surakarta yang didapat dari

hasil rekapitulasi Dinas Kesehatan Kota Surakarta mencapai 2385 kasus pada

tahun 2013 dari 2152 kasus pada tahun 2012. Kelurahan Pucang Sawit merupakan

1
2

salah satu kelurahan di Kecamatan Jebres dengan penderita stroke yang paling

tinggi. Tetapi, Dinas Kesehatan Kota Surakarta menyimpulkan bahwa kelurahan

Pucang Sawit mengalami penurunan angka kejadian stroke yaitu pada tahun 2012

penderita stroke sebanyak 710 orang menjadi 629 orang di tahun 2013 (Prabawati,

2014).

Stroke dapat menimbulkan dampak berupa hemiparase (kelemahan) dan

hemiplegia (kelumpuhan) merupakan salah satu bentuk defisit motorik. Hal ini

disebabkan oleh gangguan motorik neuron dengan karakteristik kehilangan

kontrol gerakan volunteer (gerakan sadar), gangguan gerakan, keterbatasan tonus

otot, dan keterbatasan reflek (Winstein et al., 2016)

Latihan Range Of Motion adalah salah satu bentuk rehabilitasi awal pada

penderita stroke (Sugijati, 2014). Latihan Range of Motion merupakan salah satu

bagian dari rehabilitasi mempunyai peranan yang besar untuk mengembalikan

kemampuan penderita untuk kembali bergerak, memenuhi kebutuhan sehari-

harinya (Nurbaeni, Sudiana, & Harmayetty, 2010)

(Agonwardi & Budi, 2016) melakukan survey di bangsal Saraf RSUP Dr.

M. Djamil Padang dengan cara mewawancarai 10 orang keluarga pasien stroke.

Dari hasil wawancara, keluarga mengatakan (100 %) tidak bisa melakukan latihan

ROM.

Dari penjelasan pada latar belakang diatas, maka penulis ingin

menganalisis lebih dalam tentang Pengaruh pendidikan kesehatan tentang latihan

ROM terhadap peningkatan pengetahuan dan motivasi keluarga melakukan ROM

pada pasien Pasca Stroke.


3

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah pengaruh pendidikan

kesehatan tentang latihan ROM terhadap peningkatan pengetahuan dan

motivasi keluarga melakukan ROM pada pasien pasca stroke?”

C. Tujuan

1. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang latihan ROM

terhadap peningkatan pengetahuan dan motivasi keluarga melakukan

ROM pada pasien Pasca Stroke.

2. Tujuan Umum

a. Mendeskripsikan pengetahuan keluarga pendidikan kesehatan

tentang latihan ROM.

b. Mendeskripsikan motivasi keluarga tentang pendidikan kesehatan

tentang latihan ROM.

c. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan tentang latihan ROM

terhadap peningkatan pengetahuan dan motivasi keluarga

melakukan ROM.

D. Manfaat

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan wacana dan sumber

informasi guna meningkatkan mutu pelayanan dalam melakukan

pendidikan kesehatan tentang latihan ROM pada pasien pasca stroke.


4

2. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat keluarga agar tahu,mau

dan mampu tentang latihan ROM.

3. Bagi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pengetahuan mahasiswa

dalam kegiatan belajar mengenai konsep yang mendalam tentang

pendidikan kesehatan tentang latihan ROM.

4. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran dan masukan

bagi peneliti lain berhubungan dengan pendidikan kesehatan tentang

latihan ROM.

E. Keaslian Penelitian

a. (Giawa & Nababan, 2019) Pengaruh ROM pada pasien stroke iskemik

terhadap peningkatan kekuatan otot di RSU Royal Prima Medan. Hasil

penelitian : Ada pengaruh ROM pada pasien stroke iskemik terhadap

peningkatan kekuatan otot di RSU. Royal Prima Medan 2018.

b. (Agonwardi & Budi, 2016)Pengaruh pendidikan kesehatan latihan Range

of Motion (ROM) terhadap ketrampilan keluarga melakukan ROM pasien

stroke. Hasil : ada pengaruh pendidikan kesehatan latihan ROM terhadap

ketrampilan keluarga dalam melakukan ROM.

c. (Rahayu, 2015) dengan judul “Pengaruh pemberian Latihan ROM

terhadap kemampuan motorik pasien post stroke di RSUD Gambiran“.


5

Hasil penelitian yaitu : ada pengaruh pemberian latihan range of motion

terhadap kemampuan motorik pada pasien post stroke di RSUD Gambiran

Kediri 2014.
6

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Stroke

1. Pengertian

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan

peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian

jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita

kelumpuhan atau kematian (Purwanto, 2016)

(Muttaqin, 2014) menjelaskan bahwa, stroke merupakan penyakit

syaraf yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat.

Stroke adalah suatu keadaan dimana hilangnya sebagian atau seluruh

fungsi neurologis (defisit neurologik lokal atau global) yang terjadi

secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan

kematian, yang semata mata disebabkan oleh gangguan darah otak

karena berkurangnya suplai darah atau pecahnya pembuluh darah

secara spontan (Budiman, 2013).

2. Etiologi

(Muttaqin, 2014) menyebutkan penyebab penyakit stroke antara lain :

a. Trombosis Serebri

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat

menyebabkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis


7

biasanya dapat terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau

bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas

simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan

iskemia jaringan. Tanda dan gejala neurologis sering sekali

memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya trombosis. Beberapa

keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak:

1) Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh

darah

2) Hiperkoagulasi pada polisitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas / hematokrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.

3) Artritis (radang pada arteri)

b. Emboli

Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh

bekuan darah, lemak, dan udara.

c. Hemoragik

Perdarahan intrakranial atau intraserebri merupakan perdarahan

didalam ruang subarakhnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.

Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.

Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke

dalam parenkim otak yang mengakibatkan penekanan, pergeseran,


8

dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan

membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak,

edema, dan mungkin herniasi otak.

d. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum

adalah:

1) Hipertensi yang parah

2) Henti jantung paru

3) Curah jantung turun akibat aritmia

e. Hipoksia Lokal

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat

adalah:

1) Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid.

2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

3. Patofisiologi

Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di

otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan

besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap

area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah

ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal

(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena

gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).

Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak,


9

thrombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku

pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi

turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan

terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus yang pecah dari

dinding pembuluh darah dapat mengakibatkan antara lain :

1) Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah

yang bersangkutan.

2) Edema dan kongesti di sekitar area.

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area

infark ini sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau

kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema

klien mulai menunjukkan perbaikan. Karena trombosis biasanya tidak

fatal bila tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah

serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti

trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis yang meluas pada dinding

pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika

sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat

menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma pecah atau rupture.

Perdarahan pada otak lebih disebakan oleh rupture arterosklerotik dan

hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas

akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit

serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa

otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat


10

menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen

magnum.

Gangguan aliran darah atau vaskularisasi dapat menyebabkan otak

kekurangan suplai darah, apabila otak mengalami gangguan dalam

suplay darahnya otomatis suplai oksigen ke otak akan berkurang yang

selanjutnya jaringan otak akan mengalami kerusakan. Kematian dapat

disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak dan perdarahan

batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan kebatang otak.

Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus

perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus, dan pons. Jika

sirkulasi serebri terhambat, dapat menyebabkan infark serebri.

Perubahan disebabkan oleh anoreksia serebri yang bersifat reversibel

untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila infark lebih

dari 10 menit. Infark serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang

bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim

otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan

menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak

(Muttaqin, 2014).

4. Manifestasi Klinis

(Smeltzer & Bare, 2012) menjelaskan tentang manifestasi defisit

neurologis stroke yaitu :


11

a. Defisit Lapang Penglihatan

Defisit lapang penglihatan ini dibagi menjadi 3, yaitu homonimus

hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan), kehilangan

penglihatan perifer, dan diplopia. Pada homonimus hemianopsi

atau kehilangan setengah lapang pandang ini penderita tidak

menyadari orang atau obyek di tempat kehilangan penglihatan,

mengabaikan salah satu sisi tubuh serta kesulitan menilai jarak.

Sedangkan pada kehilangan penglihatan perifer penderita kesulitan

melihat pada malam hari dan tidak menyadari obyek atau batas

obyek. Pada penderita defisit lapang penglihatan diplopia

mengalami penglihatan ganda.

a. Defisit Motorik

Defisit motorik dibagi menjadi 5, yaitu hemiparese, hemiplegia,

ataksia, disartria, dan disfagia. Penderita hemiparese akan

mengalami kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama

(karena lesi hemisfer yang berlawanan). Sedangkan pada penderita

hemipegia akan mengalami paralisis pada wajah, lengan dan kaki

pada sisi yang sama (karena lesi hemisfer yang berlawanan).

Penderita ataksia jika berjalan tidak mantap, tidak mampu

menyatukan kaki, serta perlu dasar berdiri yang luas. Penderita

disartria mengalami kesulitan dalam membentuk kata. Lain lagi

dengan penderita disfagia yang mengalami kesulitan dalam

menelan.
12

b. Defisit Sensori

Pada defisit sensori akan mengalami parastesia (terjadi pada salah

satu sisi berlawanan) yaitu penderita mengalami kebas dan

kesemutan pada bagian tubuh, kesulitan dalam propriosepsi.

c. Defisit Verbal

Defisit verbal dibagi menjadi 3, yaitu afasia ekspresif atau

ketidakmampuan membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin

mampu bicara dalam respons kata tunggal; afasia reseptif atau

ketidakmampuan memahami kata yang dibicarakan dan mampu

bicara tetapi tidak masuk akal; serta afasia global yang merupakan

kombinasi baik afasia reseptif maupun ekspresif.

d. Defisit Kognitif

Penderita defisit kognitif akan kehilangan memori jangka pendek

dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan

untuk berkonsentrasi, alasan abstrak buruk dan perubahan

penilaian.

e. Defisit Emosional

Penderita defisit emosional akan kehilangan kontrol diri, labilitas

emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan

stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan, marah serta

perasaan isolasi.
13

5. Komplikasi

(Pudiastuti, 2011) menyebutkan komplikasi dari stroke antara lain :

1) Berhubungan dengan mobilisasi

Komplikasi yang berhubungan dengan imobilisasi yang dapat

terjadi adalah infeksi dan nyeri berhubungan dengan daerah yang

tertekan.

2) Berhubungan dengan imobilisasi

Komplikasi yang berhubungan dengan mobilisasi seperti nyeri

pada tubuh yang sakit dan dislokasi.

3) Berhubungan dengan kerusakan otak

Komplikasi yang berhubungan dengan kerusakan otak seperti

epilepsi, sakit kepala hebat atau tak tertahankan, serta terjadi

pembedahan atau kraniotomi.

6. Penatalaksanaan

(Muttaqin, 2014) menjelaskan penatalaksanaan stroke ada dua yaitu :

a. Farmakologi

Penatalaksanaan stroke dengan menggunakan farmakologi

antara lain :

1) Obat anti agregasi thrombosis

Obat ini berfungsi sebagai pencegah kekambuhan stroke

menjadi lebih berat. Macam- macam obat agregasi

thrombosis ini ada aspirin atau asetosal dengan dosis 80 –


14

200 mg/hari, tiklopidin dengan dosis 250 – 500 mg/hari,

klopidogrel (anti ateroklorosis) dengan dosis 75mg/hari.

2) Anti koagulan

Antikoagulan yang diberikan adalah warfarin (jika ada

penyakit jantung) dengan dosis 20 – 30 mg.

3) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS )

secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia

belum dapat dibuktikan.

4) Dapat juga diberikan obat histamin, aminophilin,

asetazolamid, dan papaverin intra arterial.

b. Non Farmakologi

Penatalaksanaan stroke dengan cara Non Farmakologi, yaitu

dengan :

1) Perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, jika ada peningkatan

TIK maka kepala pasien lebih ditinggikan 300 lebih tinggi.

2) Pelatihan rentang gerak atau Range Of Motion (ROM)

3) Terapi Bicara

4) Fisioterapi

5) Dukungan dan peran keluarga

7. Kejadian Stroke berulang

(Iskandar, 2011) menjelaskan bahwa, kekambuhan stroke atau

terjadinya stroke berulang dipengaruhi oleh tiga hal penting, yaitu :


15

- Penanggulangan faktor resiko yang ada dikaitkan dengan

kepatuhan penderita dalam mengontrol atau mengendalikan faktor

resiko yang telah ada, seperti menjaga kestabilan tekanan darah.

Seseorang yang tekanan darah yang tidak dikontrol dengan baik

akan meningkatkan resiko terjadinya stroke berulang.

- Pemberian obat-obatan khusus seperti aspirin yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya stroke kedua atau stroke berulang,

- Genetik, yaitu seseorang yang mempunyai gen untuk terjadinya

stroke berulang.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stroke

berulang yaitu mengontrol atau mengendalikan faktor resiko yang

telah ada, seperti menjaga kestabilan tekanan darah, keteraturan

konsumsi obat-obatan terkait penyakit, gaya hidup (rajin berolah

raga, menjaga pola diet, pola istirahat), riwayat hipertensi, diabetes

mellitus, kelainan jantung, dislipidemia. Dalam memenuhi semua

tindakan pencegahan diatas pasien tidak bisa melakukan sendiri,

peran keluarga sangatlah penting untuk mendukung keberhasilan

tindakan pencegahan. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan

motivasi yang baik pada keluarga untuk membantu anggota

keluarga yang sakit dalam memenuhi tugas kesehatan pasca stroke

dan agar serangan stroke tidak terulang.


16

B. Konsep Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian

Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk

menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan.

Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari

bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana

menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan dirinya

dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan jika

sakit dan sebagainya (Windasari, 2014).

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Secara umum pendidikan kesehatan digunakan untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam kesehatan. (Maulana,

2009) menjelaskan mengenai tujuan pendidikan kesehatan antara lain :

1) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di

masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik kesehatan bertanggung

jawab mengarahkan cara – cara hidup sehat menjadi kebiasaan

hidup masyarakat sehari – hari.

2) Menolong individu agar mampu secara mandiri atau

berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan

hidup sehat.

3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana

pelayanan kesehatan yang ada. Pemanfaatan sarana pelayanan

kesehatan yang ada dilakukan secara berlebihan atau justru


17

sebaliknya, kondisi sakit, tetapi tidak menggunakan saran

kesehatan secara semestinya.

3. Sasaran pendidikan kesehatan

(Kementrian Kesehatan RI, 2011) menyatakan dalam pelaksanaan

pendidikan kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu :

a. Sasaran Primer

Sasaran primer (utama) upaya pendidikan kesehatan sesungguhnya

adalah pasien individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai

komponen dari masyarakat.

b. Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka

informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain)

maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat

pemerintahan, dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media

massa.

c. Sasaran Tersier

Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa

peraturan perundang – undangan di bidang kesehatan dan bidang –

bidang lain yang berkaitan serta mereka yang menyediakan

sumberdaya.
18

4. Metode Pendidikan Kesehatan

Metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan didasarkan pada

tujuan yang akan dicapai. Ada beberapa metode dalam memberikan

pendidikan kesehatan menurut (Windasari, 2014) yaitu :

a. Metode ceramah

Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seseorang

pembicara didepan sekelompok pengunjung.

b. Metode diskusi kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang direncanakan atau

dipersiapkan diantara tiga orang atau lebih tentang topic tertentu

dengan seorang pemimpin.

c. Metode panel

Panel adalah pembicaraan yang sudah direncanakan di depan

pengunjung tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau

lebih serta diperlukan seorang pemimpin.

d. Metode forum panel

Forum panel adalah panel yang didalamnya individu ikut

berpartisipasi dalam diskusi.

e. Metode permainan peran

Permainan peran adalah pemeran sebuah situasi dalam kehidupan

manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang

atau lebih untuk dipakai sebagai bahan analisa oleh kelompok.

f. Metode symposium
19

Symposium adalam serangkaian pidato pendek didepan

pengunjung dengan seorang pemimpin. Pidato-pidato tersebut

mengemukakan aspek – aspek yang berbeda dari topic tertentu.

g. Metode demonstrasi

Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang menyajikan

suara prosedur atau tugas, cara menggunakan alat, dan cara

berinteraksi. Demonstrasi dapat dilakukan secara langsung atau

menggunakan media, seperti radio dan film.

C. Konsep Latihan ROM

1. Pengertian

ROM adalah latihan otot atau persendian yang diberikan kepada

pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, disabilitas,

atau trauma. Range of Motion (ROM) gerakan sendi yang

memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien

menggerakkan masing-masing persendiannya secara normal baik

secara pasif maupun aktif (Lukman & Ningsih, 2013).

Pemberian ROM pada pasien sebaiknya dilakukan 3kali dalam

sehari dengan pengulangan gerakan sebanyak 7 kali. Indikasi ROM

dihentikan apabila pasien merasa lelah. Disaat melakukan latihan

ROM dan pasien merasa haus maka pasien diberikan minum terlebih

dahulu kemudian dilanjutkan melakukan gerakan ROM.


20

2. Klasifikasi ROM

(Lukman & Ningsih, 2013) mengklasifikasikan ROM menjadi dua,

yaitu :

1) ROM aktif adalah kemampuan klien dalam melakukan

pergerakan secara mandiri.

2) ROM pasif adalah pergerakan yang dilakukan dengan bantuan

oranglain, perawat, terapis, keluarga atau alat bantu.

3. Tujuan ROM

(Smeltzer & Bare, 2012) menjelaskan tujuan dari ROM adalah sebagai

berikut :

a. Mempertahankan fungsi tubuh serta mengembalikan rentang gerak

aktivitas tertentu sehingga penderita dapat kembali normal atau

setidak-tidaknya dapat melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari.

b. Memperlancar peredaran darah.

c. Membantu pernafasan lebih kuat.

d. Mempertahankan tonus otot, memelihara dan meningkatkan

pergerakan dari persendian.

e. Memperlancar eliminasi buang air kecil dan besar

4. Manfaat ROM

(Hardwick & Lang, 2012) menjelaskan manfaat dari latihan ROM

adalah untuk menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot

dalam melakukan pergerakan, memperbaiki tonus otot, memperbaiki

toleransi otot untuk latihan, mencegah terjadinya kekakuan sendi,


21

memperlancar sirkulasi darah dengan dilakukannya latihan ROM,

meningkatkan massa otot, serta dapat meningkatkan mobilitas sendi.

5. Faktor yang mempengaruhi ROM

(Lukman & Ningsih, 2013) menjelaskan Faktor – faktor yang

mempengaruhi ROM antara lain :

a. Fraktur

b. Trauma

c. Kelemahan otot

d. Kecacatan

6. Indikasi

(Padhila, 2013) menjelaskan indikasi tindakan ROM adalah sebagai

berikut:

a. Pasien stroke

b. Kelemahan otot

c. Tahap rehabilitasi fisik

d. Pasien dengan tirah baring lama

7. Kontra indikasi

(Padhila, 2013) menjelaskan kontraindikasi dilakukannya latihan ROM

pada pasien adalah sebagai berikut:

a. Kelainan sendi atau tulang

b. Pasien tahap imobilisasi

c. Infeksi pada sendi

d. Pasien dengan hipermobility.


22

8. Gerakan ROM

(Rendy & Margareth, 2012) menjelaskan tentang gerakan ROM

sebagai berikut:

a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

Dilakukan dengan cara mengatur posisi lengan pasien menjauhi

sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan, lalu memegang tangan

pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang

pergelangan tangan pasien, kemudian menekuk tangan pasien ke

depan sejauh mungkin.

b. Fleksi dan Ekstensi Siku

Dilakukan dengan cara mengatur posisi lengan pasien dengan

menjauhi sisi tubuh dengan telapak mengarah ke tubuhnya,

kemudian meletakkan tangan diatas siku pasien dan memegang

tangannya mendekati bahu, melakukan kan meletakkan kembali ke

posisi sebelumnya.

c. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah

Dilakukan dengan cara mengatur posisi lengan bawah menjauhi

tubuh pasien dengan siku menekuk, kemudian meletakkan satu

tangan perawat pada pergelangan tangan pasien dan pegang tangan

pasien dengan tangan lainnya, memutar lengan bawah pasien

sehingga telapaknya menjauhinya, menggembalikan ke posisi

semula, memutar lengan bawah pasien sehingga telapak tanganya

menghadap ke arahnya, lalu mengembalikan ke posisi semula.


23

d. Pronasi Fleksi Bahu

Dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien disisi tubuhnya,

kemudian meletakan satu tangan perawat di atas siku pasien dan

pegang tangan pasien dengan tangan yang lain, mengangkat lengan

pasien pada posisi semula.

e. Abduksi dan Adduksi Bahu

Dilakukan dengan cara mengatur posisi lengan pasien disamping

badannya, kemudian meletakkan satu tangan perawat di atas siku

pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya,

menggerakkan lengan pasien menjauhi dari tubuhnya ke arah

perawat (abduksi), menggerakkan lengan pasien mendekati

tubuhnya (adduksi), lalu mengembalikan ke posisi semula.

f. Rotasi Bahu

Dilakukan dengan cara mengatur lengan pasien menjauhi tubuh

dengan siku menekuk, kemudian meletakkan tangan perawat di

lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien dengan

tangan yang lain, menggerakkan lengan bawah ke bawah sampai

menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke bawah,

mengembalikan ke posisi semula, lalu mengerakkan lengan bawah

ke belakang sampai menyentuh tempat tidur dan telapak tangan

menghadap ke atas, menggembalikan lengan ke posisi semula.

g. Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari


24

Dilakukan dengan cara memegang jari-jari kaki pasien dengan satu

tangan semetara tangan yang lain memegang kaki, kemudian

membengkokkan (menekuk) jari-jari kaki ke bawah, meluruskan

jari-jari kemudian dorong ke belakang, menggembalikan ke posisi

semula.

h. Infersi dan Efersi Kaki

Dilakukan dengan cara memegang separuh bagian atas kaki pasien

dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan tangan yang

lain, kemudian memutar kaki kedalam sehingga telapak kaki

menghadap ke kaki lainnya, mengembalikan ke posisi semula,

memutar kaki keluar sehinggan bagian telapak kaki menjauhi kaki

yang lain, menggembalika ke posisi semula.

i. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki

Dilakukan dengan cara meletakkan satu tangan perawat pada

telapak kaki pasien dan satu tangan lain di atas pergelangan kaki,

menjaga kaki supaya lurus dan rileks, kemudian menekuk

pergelangan kaki serta mengarahkan jari-jari kaki ke arah dada

pasien, mengembalikan posisi semula, lalu menekuk pergelangan

kaki menjauhi dada pasien.

j. Fleksi dan Ekstensi Lutut

Dilakukan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah lutut

pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang lain, kemudian

mengangkat kaki serta menekuk pada lutut dan pangkal paha,


25

melanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin, ke

bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas,

lalu mengembalikan ke posisi semula.

k. Rotasi Pangkal Paha

Dilakukkan dengan cara meletakkan satu tangan perawat pada

pergelangan kaki dan satu tangan lainnya diatas lutut, kemudian

memutar kaki menjauhi perawat, memutar kaki ke arah perawat,

lalu mengembalikkan ke posisi semula.

l. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha

Dilakukan dengan cara meletakkan satu tangan perawat pada

bawah lutut pasien dan satu tangan yang lainnya di tumit,

kemudian menjaga posisi kaki pasien lurus, mengangkat kaki

kurang lebih 8cm dari tempat tidur serta menggerakkan kaki

menjauhi badan pasien, menggerakkan kaki mendekati badan

pasien, lalu menggembalikkan ke posisi semula.

D. Konsep Keluarga

1. Pengertian

Keluarga merupakan individu yang bergabung bersama oleh ikatan

pernikahan, darah atau adopsi yang tinggal dalam satu rumah tangga

yang sama (Friedman, 2014).

2. Tugas keluarga

Menurut (Friedman, 2014) keluarga memiliki tugas dalam

kesehatan, antara lain :


26

a. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengenal masalah

kesehatan.

b. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan

mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi

masalah kesehatan.

c. Mengetahui sejauh mana keluarga mampu merawat anggota

keluarga yang sakit.

d. Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan

disekitarnya.

e. Mengetahui kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat.

E. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia

yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan

sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap

obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga (Notoatmodjo, 2014)


27

2. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

(Notoatmodjo, 2014) :

a. Umur

Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam

penelitian. Penelitian epidemiologi yang merupakan salah atu hal

yang mempengaruhi pengetahuan. Semakin tinggi umur seseorang,

maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang

dimiliki karena pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman

sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain.

b. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh

kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan, sehingga

dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses

perkembagan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Semakin

tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena

pendidikan yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik

dan menjadikan hidup berkualitas.

c. Paparan Media Massa

Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka

berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga

seseorang yang lebih sering terpapar media massa akan


28

memperoleh informasi yang lebih banyak dan dapat mempengaruhi

tingkat pengetahuan yang dimiliki.

d. Hubungan Sosial

Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu

sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model

komunikasi media. Apabila hubungan sosial seseorang dengan

individu baik maka pengetahuan yang dimiliki juga akan

bertambah.

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu..

F. Konsep Motivasi

1. Pengertian

(Notoadmojo, 2010) menjelaskan bahwa motivasi berasal dari kata

latin “moreve” yang berarti dorongan dari dalam diri manusia, untuk

berperilaku atau bertindak. Motivasi adalah suatu dorongan yang dapat

menggerakkan manusia untuk bertingkah laku atau bertindak sesuai

dengan kebutuhan manusia. Motivasi merupakan perbedaan antara

dapat melakukan suatu tindakan atau mau melakukan tindakan

tersebut, tetapi motivasi lebih dekat diartikan pada mau melakukan

suatu tindakan (Uno, 2011).


29

2. Cara – cara memotivasi

(Hartono, 2016) menjelaskan ada beberapa cara untuk memotivasi,

antara lain :

a. Motivasi dengan kekerasan yaitu memotivasi dengan menggunakan

ancaman, hukuman atau kekerasan agar yang dimotivasi dapat

melakukan apa yang harus dilakukan.

b. Motivasi dengan bujukan, yaitu memotivasi dengan menggunakan

bujukan atau rayuan agar mau melakukan sesuai yang diharapkan.

c. Motivasi dengan identifikasi, yaitu memotivasi dengan cara

menanamkan kesadaran kepada individu sehingga individu berbuat

sesuatu karena adanya keinginan yang timbul dari dalam dirinya

sendiri untuk melakukan sesuatu.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi

(Sumidjo, 2010) mengklasifikasikan bahwa faktor yang

mempengaruhi motivasi ada dua, yaitu :

a. Faktor internal : sesuatu yang berasal dari dalam individu masing –

masing, antara lain :

1) Sifat kepribadian merupakan kebiasaan manusia yang muncul dari

dalam diri manusia dan digunakan untuk bereaksi serta

menyesuaikan diri terhadap rangsangan dari dalam diri maupun

lingkungan.
30

2) Pengetahuan merupakan seluruh kemampuan manusia untuk

berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif, sehingga manusia

yang mempunyai pengetahuan luas akan mudah menyerap

informasi, saran dan nasihat.

3) Sikap merupakan perasaan seseorang untuk mengenal aspek-aspek

tertentu pada lingkungan yang bersifat permanen karena sulit

diubah.

4) Cita – cita, meupakan keinginan atau harapan yang ingin dicapai.

Seseorang akan merasa termotivasi apabila memiliki cita-cita.

b. Faktor eksternal : sesuatu yang berasal dari pengaruh orang lain,

yaitu :

1) Lingkungan, merupakan pengaruh baik fisik,biologis maupun

sosial yang berada disekitar individu dan dapat mempengaruhi

tingkah laku seseorang sehingga individu mendapat dorongan

sehingga dapat meningkatkan motivasi individu untuk melakukan

sesuatu.

2) Pendidikan, merupakan proses kegiatan belajar yang pada dasarnya

melibatkan tingkah laku individu maupun kelompok. Hasil dari

proses belajar adalah terbentuknya perilaku, sikap, kegiatan,

aktivitas dan tingkah laku. Ketika individu melakukan proses

belajar baik formal maupun informal, individu akan memperoleh

pengetahuan, dengan pengetahuan yang telah didapatkan maka


31

individu dapat menerima saran atau nasihat sehingga dapat

termotivasi untuk meningkatkan status kesehatan.

3) Agama, merupakan keyakinan hidup seseorang sesuai dengan

ajaran agamanya. Agama akan menjadikan individu bersikap atau

bertingkah laku sesuai dengan norma atau nilai yang diajarkan

dalam agamanya, sehingga seseorang akan termotivasi untuk

mentaati nasihat atau anjuran petugas kesehatan karena mereka

berkeyakinan bahwa hal itu baik dan sesuai dengan norma atau

nilai yang diyakininya.

4) Sosial ekonomi, merupakan faktor yang sangat berpengaruh

terhadap cara bertingkah laku seseorang, sehingga ketika seseorang

yang mempunyai tingkatan sosial ekonomi rendah akan memiliki

motivasi berbeda dengan seseorang yang mempunyai tingkatan

sosial ekonomi tinggi.

5) Kebudayaan, merupakan suatu keseluruhan gagasan, sistem dan

hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupan bermasyarakat

dan kemudian hal tersebut dijadikan manusia sebagai milik mereka

sendiri dengan cara belajar, misalnya seseorang dengan budaya

sunda yang sangat terkenal kehalusannya akan terlihat berbeda

dengan seseorang yang berbudaya Madura. Sehingga ketika

seseorang berbeda budaya maka akan berbeda pula tingkatan

motivasinya.
32

6) Keluarga atau orang terdekat, merupakan seseorang yang secara

langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada motivasi

seseorang untuk melakukan sesuatu.

4. Klasifikasi motivasi

Klasifikasi motivasi dari beberapa ahli psikologis dibagi menjadi

beberapa tingkatan, secara umum terdapat keragaman dalam

mengklasifikasikan motivasi, antara lain :

a. Motivasi kuat atau tinggi

Motivasi dikatakan kuat atau tinggi ketika di dalam diri manusia

memiliki keinginan dan harapan yang tinggi dan memiliki

keyakinan yang tinggi bahwa dirinya akan berhasil dalam

mencapai tujuan dan keinginannya.

b. Motivasi sedang

Motivasi dikatakan sedang ketika di dalam diri manusia memiliki

keinginan dan harapan yang tinggi, namun dirinya memiliki

keyakinan yang rendah untuk berhasil dalam mencapai tujuannya.

c. Motivasi lemah atau rendah

Motivasi dikatakan lemah atau rendah ketika di dalam diri manusia

memiliki keinginan atau tujuan yang positif namun dirinya

memiliki harapan dan keyakinan yang rendah untuk berhasil dalam

mencapai tujuan dan keinginannya.


33

G. Kerangka Teori
Stroke

Manifestasi Klinis stroke :


- Defisit Motorik (Hemiparase)
- Defisit Lapang pandang
- Defisit Kognitif
- Defisit verbal
- Defisit sensori
- Defisit emosional

Penatalaksanaan
Hemiparase

Non Farmakologi :

- Latihan ROM
- Terapi bicara
- Perubahan posisi

Aktif : Pasif :

- Keluarga - Keluarga
- Perawat - Perawat
- Pasien - Fisioterapi
- Fisioterapi

Pengetahuan keluarga
tentang ROM

Motivasi keluarga melakukan ROM


pada pasien pasca stroke
Ket. :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
34

H. Kerangka Konsep
Pengetahuan
Defisit Motorik: Keluarga : keluarga tentang
Stroke ROM
Hemiparase ROM
- Pengetahuan
keluarga
- Motivasi Motivasi melakukan
keluarga
ROM pada pasien
pasca stroke

Pendidikan
Kesehatan tentang
latihan ROM

Ket. :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

I. Hipotesis
- Ho : Tidak ada pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan
motivasi melalui pendidikan kesehatan latihan ROM pada keluarga
pasien pasca stroke.
- Ha : Ada pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan motivasi
melalui pendidikan kesehatan latihan ROM pada keluarga pasien pasca
stroke.
35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun oleh

peneliti, sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan

penelitian (Setiadi, 2013). Penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh

pendidikan kesehatan tentang latihan ROM sehingga penelitian ini

termasuk penelitian Pra-eksperimental. Rancangan penelitian ini

menggunakan pre-post test one group design yaitu penelitian yang

dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen (pre-test) dan

sesudah eksperimen (post-test).

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Subyek Pre-Test Intervensi Post-Test


K O I OI
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
Ket. :

K : Subyek penelitian

O : Observasi sebelum intervensi

I : Intervensi

OI : Observasi sesudah intervensi

B. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup Sasaran

Sasaran dari penelitian ini adalah keluarga pasien yang berada di Poli

Syaraf RSUD Kota Surakarta.

2. Lingkup Tempat
36

Penelitian ini dilakukan di Poli Syaraf RSUD Kota Surakarta.

3. Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 – Januari 2020

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memiliki

karakteristik, sifat atau ciri yang memenuhi kriteria peneliti (Ircham

Machfoedz, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga

pasien pasca stroke yang mengantar kontrol rutin di Poli Syaraf RSUD

Kota Surakarta.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai karakteristiknya kita

ukur dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2013). Pada

penelitian ini sampel diambil dari keluarga pasien pasca stroke yang

mengantar kontrol rutin di Poli Syaraf RSUD Kota Surakarta yang

sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini yaitu 30 responden yang sesuai

dengan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan peneliti.

b. Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penetapan

sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai


37

dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah ditentukan sesuai

kriteria inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013).

Kriteria dalam penelitian ini ada dua, yaitu :

1) Kriteria Inklusi

- Keluarga yang mempunyai pasien pasca stroke.

- Keluarga yang bersedia menjadi responden.

- Keluarga yang bertanggung jawab dalam perawatan stroke

dan tinggal satu rumah.

- Riwayat pendidikan minimal Sekolah Dasar dan bisa baca

tulis.

- Keluarga pasien pasca stroke yang mengantar kontrol rutin

di Poli Syaraf.

2) Kriteria Eksklusi

- Keluarga yang menolak menjadi responden.

- Keluarga yang tidak tinggal satu rumah.

- Keluarga yang mengundurkan diri menjadi responden.

- Keluarga pasien yang tidak stroke dan mengantar berobat

di Poli Syaraf.
38

D. Variabel

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab perubahannya. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

Pendidikan kesehatan tentang ROM.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

peningkatan pengetahuan dan motivasi melakukan ROM pada pasien

stroke.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional.


No. Variabel Definisi Cara ukur Alat Skor Skala
Operasional ukur

1. Variabel Pemberian SAP


Independen informasi dan
:Pendidikan tentang Latihan Leaflet
Kesehatan ROM pada
tentang keluarga pasien
Latihan stroke dengan
ROM metode
ceramah,
demonstrasi dan
menggunakan
leaflet
2. Peningk Kemampuan Keluarga Kuision Ordin 0-15
atan keluarga pasien pasien er al
pengeta menjawab menjawab Baik :
huan pertanyaan seputar kuisioner ≥75%
keluarga latihan ROM baik sesuai dengan Cukup : 56
pasien sebelum dan pengetahuan – 74 %
stroke sesudah diberikan yang dimiliki Kurang :
pendidikan baik sebelum ≤55%
kesehatan. dan sesudah (Budiman
diberikan & Riyanto,
intervensi 2013)
39

3. Peningk Kemauan pasien Keluarga Kuision Ordin 0-15


atan untuk memberikan mengisi er al
motivasi informasi tentang kuisioner Kuat:
keluarga ROM. sesuai dengan 67-100%
melakuk motivasi yang Sedang :
an ROM dimiliki 34 – 66%
pada keluarga baik Lemah : 0
pasien sebelum – 33 %
stroke intervensi dan (Hidayat,
sesudah 2010)
intervensi

F. Instrumen

1. Bentuk Instrumen

Instrument adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data

penelitian. Penelitian ini menggunakan lembar kuisioner pengetahuan

dan motivasi ROM, SAP ROM, dan Leaflet ROM.

2. Uji Instrumen

a. Uji validitas dan reliabilitas kuisioner pengetahuan

Kuisioner dalam penelitian ini menggunakan kuisioner

yang sudah digunakan dalam penelitian Andri Wahyu Rianingsih,

2014 dan sudah di uji Validitas dengan menggunakan Content

Validity Index (CVI) yaitu validitas yang merujuk pada sejauh

mana instrument penelitian memuat rumusan – rumusan sesuai

dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Kuisioner ini

dikatakan valid karena hasil uji validitasnya 0,89 yang mana

koefisien korelasinya sangat kuat.

Uji reliabilitas kuisioner ini menggunakan KR-20 dengan

excel didapatkan hasil r11 0,793. Kuisioner dikatakan reliable


40

apabila nilai r11 >0,60. Maka dapat disimpulkan bahwa kuisioner

ini reliable untuk penelitian.

b. - Uji validitas dan reliabilitas kuisioner motivasi keluarga

Kuisioner motivasi dalam penelitian ini menggunakan

kuisioner yang sudah digunakan dalam penelitian Faizal Busthomi,

2018 yang sudah diuji validitas menggunakan korelasi Product

Moment. Sehingga kuisioner ini dikatakan valid untuk penelitian.

Uji reliabilitas kuisioner ini menggunakan rumus Alpha

Cronbach. Sehingga kuisioner ini sudah dinyatakan reliable untuk

penelitian.

G. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

(Setiadi, 2013) menjelaskan ada beberapa tahap pengolahan data,

yaitu:

a. Editing

Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan

oleh para pengumpul data yaitu dengan mengecek kembali

kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan dan relevansi

jawabannya. Saat dilakukan proses editing, data yang terkumpul

sudah lengkap dan data kuesioner sudah terisi dengan lengkap

sehingga tidak ada data yang kurang.


41

b. Coding

Coding yaitu mengklasifikasikan jawaban – jawaban dari para

responden ke dalam bentuk angka atau bilangan. Pada saat proses

coding dilakukan dengan cara member tanda/kode berbentuk angka

pada masing – masing jawaban. Kegunaan coding adalah untuk

mempermudah pada saat analisis data dan mempercepat pada saat

entry data.

c. Processing

Processing yaitu memproses atau mneganalisis hasil coding ke

program komputer.

d. Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah di-entry apakah sudah benar atau belum.

2. Analisis Data

a. Analisa univariat

Analisa univariat akan disajikan distibusi prevensi dalam bentuk

sentral tendensi yang terdiri dari mean, median, modus sehingga

akan tergambar fenomena yang berhubungan dengan variabel yang

diteliti. Analisa univariat bertujuan untuk memperoleh gambaran

distribusi dan presentase dari variabel penelitian meliputi Umur,

Jenis Kelamin dan tingkat pendidikan.

b. Analisa Bivariat
42

Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

bagaimana pengaruh tentang pendidikan kesehatan pre dan post

latihan ROM terhadap peningkatan pengetahuan dan motivasi

keluarga dalam melakukan ROM pada pasien pasca stroke. Peneliti

menganalisis data dibantu menggunakan program komputer SPSS.

H. Jalannya Penelitian

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan ini peneliti melakukan survei ke RSUD Kota

Surakarta untuk mengumpulkan data atau jumlah pasien stroke yang

rutin periksa atau berobat di Poli Syaraf RSUD Kota Surakarta untuk

dijadikan responden. Selanjutnya peneliti membuat surat perizinan

melakukan penelitian dan membuat informed consent (Surat

Persetujuan) untuk menjadi responden dan mempersiapkan alat

instrument yang akan digunakan.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan ini peneliti menjelaskan terlebih dahulu apa yang

akan dilakukan dan memberikan Informed Consent (Surat persetujuan)

dan meminta persetujuan sebelum dilakukan intervensi.

a) Pre Test

Peneliti memberikan pre test kepada keluarga pasien stroke berupa

kuisioner pengetahuan tentang ROM dan motivasi untuk

melakukan ROM pada pasien stroke sebelum diberi intervensi.

b) Intervensi
43

Peneliti memberikan tindakan kepada keluarga pasien stroke

berupa pendidikan kesehatan tentang ROM melalui media leaflet.

c) Post Test

Tahap post test ini peneliti mengukur kembali pengetahuan dan

motivasi keluarga melakukan ROM yaitu menggunakan kuisioner

yang sama saat pre test. Seelah itu peneliti melakukan pengolahan

data dengan bantuan aplikasi SPSS.

3. Tahap akhir

Tahap ini peneliti melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan

serta melihat perbedaan peningkatan pengetahuan dan motivasi saat

sebelum dan sesudah diberi tindakan.

I. Etika Penelitian

Secara umum bahwa prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data

dapat dibedakan menjadi 3 bagian menurut Nursalam (2016), yaitu:

1. Informed consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden dengan

memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan

sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subyek

mengerti maksud dan tujuan peneliti dan mengetahui dampaknya.

Responden bersedia untuk dilakukan penelitian dan bersedia

menandatangani lembar persetujuan. Beberapa informasi yang ada

dalam informed consent antara lain : partisipasi pasien, tujuan


44

dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen,

prosedur, pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat

dan kerahasiaan.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etik keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Dalam hal ini peneliti merahasiakan berbagai informasi yang

menyangkut privasi subyek yang tidak ingin identitas dan segala

informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain.

4. Ethical Clearance

Rancangan penelitian yang telah memenuhi kaidah etik penelitian

dibuktikan dengan surat ethical clearance yang telah diberikan oleh

komisi etik penelitian dengan cara mengajukan proposal penelitian dan

surat izin penelitian yang sudah disahkan oleh institusi pendidikan.

Surat ini bertujuan agar responden diperlakukan sesuai hak dan tidak

menimbulkan bahaya atau kerugian bagi responden penelitian.

Anda mungkin juga menyukai