Skripsi
Oleh :
K 4406040
SURAKARTA
2010
1
PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KERATON KASUNANAN
SURAKARTA DAN PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT SEKITAR
Oleh:
NIM. K4406040
Skripsi
SURAKARTA
2010
2
3
4
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk: (1) Sejarah Keraton Kasunanan
Surakarta. (2) Keadaan geografis dan keadaan fisik Keraton. (3) Pengembangan
pariwisata yang dilakukan di Keraton Kasunanan. (4) Dampak pengembangan
wisata keratin bagi masyarakat sekitar.
5
bangunan tersebut dibagi berdasarkan konsep empat konsentris (empat lingkaran).
Lingkaran pertama yaitu kedhaton, lingkaran kedua yaitu baluwarti, lingkaran
ketiga paseban, dan lingkaran keempat yaitu alun-alun. (3) Perkembangan obyek
wisata Keraton Kasunanan Surakarta meliputi tahap pengembangan saja. Tahap
pengembangan ini mengarah pada perbaikan, baik perbaikan fisik maupun non
fisik. (4) Dampak yang ditimbulkan dari adanya Wisata Keraton Kasunanan
Surakarta terhadap kehidupan masyarakat yaitu :di bidang ekonomi dan sosial.
6
MOTTO
Q.S AL ` ASHR :2
7
PERSEMBAHAN
Bapak dan Mama yang memberikan kasih sayang, doa, dan support
Bhandenx yang memberikan aku banyak pengalaman dan selalu menemani dalam
Almamater
8
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Kami haturkan kepada Allah S.W.T atas
segala limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga proses
penelitian dan penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpahkan
pada junjungan Kita Rasullulah SAW. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program
Pendidikan Sejarah Jurusan Imu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9
Surakarta, 5 Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL............................................................................................................... i
PERSETUJUAN.................................................................................................. iii
PENGESAHAN ................................................................................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
MOTTO............................................................................................................. vi
10
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 9
A. Kajian Teori
1. Konsep Kebudayaan Jawa
a. Pengertian Kebudayaan ............................................. 9
b. Unsur-unsur Kebudayaan ............................................. 10
c. Sifat dan Hakekat Kebudayaan ................................. 11
d. Wujud Kebudayaan ..................................................... 12
e. Kebudayaan Jawa ....................................................... 13
2. Konsep Pariwisata
a. Pengertian Pariwisata ................................................... 17
b. Jenis dan Macam Pariwisata ...................................... 19
c. Manfaat Pariwisata ...................................................... 22
d. Obyek Wisata ................................................................ 24
e. Wisatawan ..................................................................... 25
3. Konsep Keraton
a. Pengertian Keraton ....................................................... 27
b. Fungsi Keraton .............................................................. 29
B. Kerangka Pemikiran ................................................................... 31
11
A. Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta ................................... 45
B. Deskripsi Keraton Surakarta
1. Keadaan Geografis ............................................................. 50
2. Keadaan Fisik Keraton Surakarta ....................................... 52
C. Pengembangan Pariwisata Keraton Kasunanan ..................
1. Daya Tarik Keraton ............................................................... 73
12
DAFTAR LAMPIRAN
13
Lampiran 1 : Dokumentasi dari Keraton Surakarta ……………………
101
14
Foto 21 : Meriam Kyai Bagus
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia Bagaikan untaian “Ratna Mutu Manikam” yang melingkar di
garis khatulistiwa, ungkapan tersebut sangat cocok dengan keadaan geografis
yang dimiliki Indonesia, keadaan alam yang sangat indah. Keindahan alam,yang
dihuni oleh berbagai etnik dan keragaman budaya yang sangat khas mendukung
pengembangan di sektor kepariwisataan, akan tetapi sampai saat ini semua potensi
belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan yang dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sendiri,
maupn ketiadaan dana dalam mengembangkan suatu daerah menjadi potensi
wisata.
Citra pariwisata Indonesia masih belum bisa menyamai keharuman yang
ditaburkan oleh negara-negara yang telah mengembangkan dan memperoleh
manfaat yang besar dari sektor ini. Bila ditilik dari segi potensi alam Indonesia
memiliki kualitas yang bagus dan indah. Untuk membangun citra yang akan
melicinkan jalan untuk menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia, para pelaku
wisata, akademis, dan masyarakat umum harus mengetahui apa yang harus
dilakukan.
Pemerintah juga memiliki peranan penting dalam mengembangkan citra
pariwisata Indonesia. Pemerintah sadar bahwa sektor pariwisata biasa menjadi
sumber pendapatan bagi negara, oleh karena itu pemerintah juga membuat
peraturan-peraturan tentang pariwisata. Peraturan-peraturan tersebut bisa terkait
dengan penataan tempat pariwisata, kewenangan Pemerintah Daerah dalam
mengelolanya, dan juga tentang perolehan pendapatan yang dihasilkan dari sektor
pariwisata tersebut.
16
Salah satu contoh peraturan yang mengatur tentang kewenangan
pemerintah daerah adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, daerah diberikan kewenangan yang
seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan
otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaran pemerintahan negara.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah
mempunyai kewenangan dalam urusan wajib dan urusan pilihan. Berdasarkan
kewenangan tersebut, maka pemerintah daerah dapat melaksanakan fungsinya
dalam rangka mencapai tujuan pembangunan daerah. Selain itu, daerah otonom
memiliki kewenangan dalam mengatur daerahnya sendiri tanpa campur tangan
dari Pemerintah Pusat dalam rangka mengambangan seluruh potensi yang ada di
wilayahnya.
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dilaksanakan pula perubahan pola pembagian sumber-sumber keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara lebih adil, artinya seiring adanya
transfer kewenangan yang semakin besar ke daerah/kota secara bertahap akan
diikuti dengan transfer sumber-sumber fiskal yang diperlukan untuk menjalankan
kewenangan tersebut. Adanya otonomi daerah maka setiap daerah otonom
memiliki hak-hak dasar. Salah satu hak dasar adalah kebebasan memiliki,
mengelola, dan memanfaatkan sumber keuangannya sendiri. Setiap daerah
otonom akan mulai mengembangkan inisiatif dan kreatifitas daerah untuk
membangun daerahnya, berkompetisi dengan daerah-daerah otonom lainnya,
dengan memiliki kebebasan untuk menyusun pembangunan sendiri,
mendayagunakan potensinya untuk kesejahteraan masyarakat, serta menambah
Pendapatan Asli daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah ini sendiri dapat
diperoleh dari pajak, retribusi, serta hasil pengelolaan kekayaan daerah.
17
Dalam upaya meningkatkan dan mendayagunakan potensi pariwisata,
Pemerintah Kota Surakarta mulai menata kembali semua ruang dan tata kota
Solo. Kepariwisataan Indonesia belakangan ini berkembang menjadi salah satu
industri andalan yang biasa disebut dengan industri pariwisata. R.S Damarjadi
mengatakan, “Industri pariwisata merupakan rangkuman daripada berbagai
macam bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk
maupun jasa-jasa/layanan-layanan atau service, yang nantinya baik secara
langsung ataupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama
perawatannya”.
Pariwisata sebagai suatu industri baru dikenal di Indonesia setelah
dikeluarkannya Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 1969 pada tanggal 6 Agustus
1969, yang dalam Bab II pasal 3 disebutkan bahwa “Usaha-usaha pengembangan
pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan dan pembangunan “industri
pariwisata” dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan
serta kesejahteraan masyarakat dan negara”. Instruksi presiden ini juga berisi
tentang tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia untuk meningkatkan
pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan Negara dan masyarakat pada
umumnya, perluasaan kesempatan kerja dan mendorong kegiatan industri
penunjang, memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan
kebudayaan Indonesia, meningkatkan persaudaraan serta persahabatan nasional
dan internasional (Oka. A. Yoeti, 1983:138). Dalam mengembangkan potensi
pariwisatanya, telah berupaya memberdayakan segala potensi yang ada baik dari
aneka obyek wisata dan kehidupan masyarakat kota yang mengalir ke arah
metropolitan maupun dari keadaan tata kota yang indah dna nyaman yang menjadi
daya tarik wisata baru.
Warisan budaya kota atau Urban Heritage adalah obyek-obyek dan
kegiatan di perkotaan yang memberi karakter budaya yang khas bagi kota yang
bersangkutan. Keberadaan bangunan kuno dan aktifitas masyarakat yang memiliki
nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal dan diakrabi oleh
masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu lokasi dan karakter
kebudayaan suatu kota. Bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai historis di
18
Kota Solo adalah Keraton Kasunanan Surakarta, Kadipaten Puro Mangkunegaran,
Museum Radyapustaka dan masih banyak lagi bangunan-bangunan kuno yang
terdapat di Kota Solo. Selain bangunan kuno tersebut, Solo yang merupakan pusat
kota juga memiliki tempat-tempat wisata modern yang menonjolkan keindahan
alamnya, seperti Taman Balekambang, City Walk, Galabo, Gelora Manahan.
Semua itu sebagai aset yang melambangkan Solo sebagai Kota Budaya.
Salah satu obyek yang dikembangkan adalah keberadaan Keraton
Kasunanan Surakarta yang menunjuk pada sebuah lokasi dan karakter kebudayaan
dari Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo. Keraton
Kasunanan Surakarta adalah salah satu bentuk peninggalan sejarah Bangsa
Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang sangat tinggi nilainya,
khususnya berkaitan dengan kebudayaan Jawa. Keraton Kasunanan Surakarta
perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang pemerintah setempat
mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata unggulan. Hal ini
diharapkan dapat menambah Pendapatan Asli Daerah dan sebagai upaya
pelestarian peninggalan hasil budaya. Saat ini pemerintah sudah merevitalisasi
salah satu pojok bangunan bersejarah juga menjadi terminal bus wisata yang
terletak di utara Beteng Trade Center (BTC) dan Pusat Grosir Solo (PGS). Hal ini
sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan sarana dan prasarana di sektor
pariwisata.
Keraton Kasunanan Surakarta yang dulu menjadi pusat pemerintahan di
Kota Solo zaman kerajaan, dan Kasultanan Yogyakarta di Kota YOgya
merupakan bagian dari Mataram. Sepeninggal Sultan Agung, Mataram mengalami
gejolak politik yang mempengaruhi stabilitas dan keamanan, baik dalam bentuk
pemberontakan, perpindahan keraton, pengungsian, pergeseran kekuasaan, pusaka
hilang, dan masuknya budaya barat. Intrik dan gejolak antar fraksi yang di
provokasi oleh kompeni berakibat pecahnya wilayah Mataram menajdai empat
bagian yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten
Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman. Keempat wilayah ini dalam tata
Negara Kolonial disebut Vorstenlanden. Wilayah Vorstenlanden ini saling
berkomunikasi tentang perkembangan masing-masing wilayah, tapi tidak hanya
19
dengan wilayah-wilayah Vorstenlanden karena pada saat itu sudah ada hubungan
perdagangan antara Kota Solo dan Surabaya.
Hubungan perdagangan ini berjalan baik karena sejak awal abad XVI
jalur transportasi sungai antara Kota Solo dan Surabaya sudah terbentuk.
Surabaya merupakan Bandar pertama, sedangkan Solo merupakan Bandar terakhir
yang terletak di Semanggi (Babad Sala, 1984:15). Aktifitas utamanya adalah
perdagangan yang kemudian melahirkan kontak kebudayaan lintas etnik dan lintas
bangsa. Kebudayaan yang tertinggal dan dapat diamati dewasa ini adalah
Kampung Arab di Pasar Kliwon, Kampung Cina di Pasar Gede, Kampung Etnik
Bali di Kebalen, Kampung Madura di Sampangan, Kampung Etnik Banjar dan
Flores di dekat Kepatihan, Kampung Batik di Laweyan, Kauman, Keprabon , dan
Kampung dagang Jawa di Kampung Sewu.
Kemerosotan politik yang dihadapi kerajaan-kerajaan vorstenlanden
sebagai akibat tekanan kolonial, tidak mempengaruhi aktifitas perdagangan dan
industri rumah tangga. Marjinalisasi kelompok sosial yang memiliki potensi
kekuatan ekonomi maupun kekuatan massa akan memacu poses penyadaran
organik, serta membangkitkan perlawanan terhadap diskriminasi, penindasan, dan
ketidakadilan. Pengasingan putra mahkota mengundang simpati elit nasionalis,
serta memantapkan dinamika politik kebangsaan di Kota Solo. Berdasarkan
gambaran di atas, sejarah telah menyebutkan bahwa Kota Solo sebagai pusat
budaya Jawa maupun kota yang mengembangkan budaya kehidupan politik yang
mendasarkan pada keberagaman (Reflex, Agustus 2008: 16-17).
Sehubungan dengan upaya pengembangan pariwisata Keraton
Kasunanan Surakarta, maka peran Pemerintah Kota Solo harus ditingkatkan,
khususnya dalam membangun infrastruktur pendukung, baik yang bersifat fisik,
seperti sarana dan prasarana transportasi dan telekomunikasi, maupun yang non
fisik seperti penyederhanaan proses investasi di bidang pariwisata yang menjadi
tugas Pemerintah Kota. Upaya pengembangan juga dilakukan dengan melengkapi
fasilitas umum seperti mushola, toilet, dan tempat parkir. Dilengkapi lagi dengan
tempat penelitian bangunan bersejarah Keraton Kasunanan Surakarta. Selain
upaya tersebut, perlu adanya promosi wisata melalui berbagai sarana dan jalur
20
informasi di semua kesempatan baik melalui pameran, festival, media cetak, situs
internet, dan kerja keras duta wisata yang mengenalkan produk wisata Kota
Surakarta, termasuk Keraton Kasunanan Surakarta.
Keindahan Kota Solo tidak bisa terlepas dari elemen penting dalam
perancangan kota agar tertata rapi dan teratur. Elemen yang tidak bisa dipisahkan
tentu saja nilai dan kadar budaya yang kental dalam setiap program pembangunan
yang dilakukan . Hal ini mengingat adanya jargon yang menempel pada Kota Solo
itu sendiri, “Solo The Spirit Of Java”. Salah satu yang menggambarkan penataan
kota yang indah dan menarik perhatian dapat dilihat dalam program pembangunan
City Walk. Dimana nantinya City Walk juga akan menuju ke Keraton Kasunanan
Surakarta. Pariwisata di Solo sengaja dibuat berangkai, hal ini dimaksudkan agar
pengunjung tidak merasa jenuh dan tetap dapat menikmati keindahan Kota
Budaya. Meski pada tahun 1998 banyak bangunan dan fasilitas umum yang ada di
Kota Solo hancur baik itu bangunan pemerintah, mall, jalan, lampu lalu lintas,
maupun taman-taman yang ada, karena adanya kerusuhan pernah rusak, sekarang
tidak terlihat kalau Solo pernah hancur lebur akibat kerusuhan massa. Solo yang
terkenal dengan Kota Sumbu pendek, sangat mudah tersulut pertikaian.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang upaya pelestarian dan
pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta terhadap Keraton
Kasunanan Surakarta agar menjadi objek wisata yang menarik sehingga nilai-nilai
kesejarahannya tetap teraga dan seklaigus mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya, maka penulis mengangkat judul, “Pengembangan Pariwisata di
Keraton Kasunanan Surakarta dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat Sekitar”.
B. Rumusan Masalah
21
2. Bagaimanakah deskripsi tentang keadaan geografis dan keadaan fisik Keraton
Kasunanan Surakarta ?
3. Bagaimanakah pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton
Kasunanan Surakarta ?
4. Apakah dampak dari adanya Wisata Keraton Kasunanan Surakarta bagi
masyarakat sekitar?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang upaya pengembangan
yang ditempuh oleh Pemerintah Daerah terhadap potensi wisata di
daerahnya.
b. Dengan penelitian membrikan masukan dan sumbangan kepada pembaca
supaya dapat digunakan sebagai tambahan bacaan dan sumber data dalam
bidang kepariwisataan.
2. Manfaat Praktis
22
Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut ;
a. Untuk memberikan bahan masukan dan sumbangan kepada pihak terkait
dalam mengembangkan potensi yang dimiliki obyek wisata Keraton
Kasunanan Surakarta.
b. Sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian sejenis secara
mendalam.
23
BAB II
KAJIAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kebudayaan Jawa
a. Pengertian Kebudayaan
Dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering diartikan
sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari. Koentjaraningrat
dalam bukunya kebudayaan, mentalitas dan pembangunan (2004:19)
berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah,
ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan
itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”.
“Budaya” dibedakan dari “kebudayaan”, karena “budaya” adalah “daya dari
budi” yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan “kebudayaan” adalah
hasil dari cipta, rasa, dan karsa itu sendiri. Dalam istilah “antropologi
budaya” perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya dipakai sebagai suatu
singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti yang sama.
24
jembatan, dan alat-alat komunikasi. Mereka juga akan meneliti pada perilaku
sosial, yaitu pola-pola perilaku yang membentuk struktur sosial masyarakat.
Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh peralatan yang dihasilkannya serta
ilmu pengetahuan yang dimilikinya atau didapatkannya.
b. Unsur-unsur Kebudayaan
25
bersifat sebagai kesatuan. Ada tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai
cultural universal, yaitu :
26
1) Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2) Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi
tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan.
3) Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah
lakunya. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-
kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-
tindakan yang dilarang dan tindakan yang diizinkan (Soerjono Soekanto,
1990:199).
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, akan tetapi
bila seseorang akan memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu
harus memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya, yaitu :
d. Wujud Kebudayaan
27
Kebudayaan itu paling sedikit memiliki tiga wujud kebudayaan yaitu :
28
pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya
(Koentjoroningrat, 2004: 5).
e. Kebudayaan Jawa
29
C.A. Van Peursen dalam Budiono Herusatoto (2008: 19) menguraikan
tentang pengertian dan proses terwujudnya simbol dalam kebudayaan manusia,
antara lain sebagai berikut :
30
2) Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan dan bayangan-bayangan
manusia tentang sifat-sifat Tuhan, wujud dari alam gaib, serta supranatural
yaitu tentang hakekat hidup dan mati, dan tentang wujud dewa-dewi dan
makhluk-mahkluk halus lainnya yang mendiami alam gaib.
3) Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan
Tuhan, dewa-dewi, atau makhluk halus yang mendiami alam gaib. Sistem
upacara religius melambangkan konsep-konsep yang terkandung dalam
sistem kepercayaan. Sistem uapacara merupakan wujud kelakuan atau
behavioral manifestation dari religius.
4) Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang
menganut sistem kepercayaan tersebut. Kelompok-kelompok religius ini
bisa berupa : a) Keluarga inti atau kelompok-kelompok kekerabatan kecil
yang lain, b) Kelompok-kelompok kekerabatan yang lebih besar seperti
keluarga luas, keluarga unilineal seperti klian, suku, dan marga dada, c)
Kesatuan komuniti seperti desa, gabungan desa dan orang lain, d)
Organisasi-organisasi sangaka penyinaran agama, organisasi sangha,
organisasi gereja, partai politik yang berdasarkan ideologi religius,
gerakan religius, orde-orde rahasia, dan sebagainya (Budiono Herusatoto,
2008:45).
Kelompok-kelompok dan kesatuan sosial seperti itu biasanya
beorientasi terhadap sistem kepercayaan dan religi yang bersangkutan, dan
upacara berulang untuk sebagian atau keseluruhan, berkumpul untuk melakukan
sistem upacaranya.
31
Kebudayaan Jawa mempunyai ciri tersendiri dibandingkan dengan
masyarakat lain. Untuk mendapatkan gambaran serta untuk dapat
mengidentifikasi harus dapat menemukan gagasan-gagasan tersebut yang
diejawantahkan ke dalam berbagai aktifitas yang berkaitan dengan kehidupan
adikodrati, kemasyarakatan, dan dalam kesenian. Aspek-aspek penting dalam
budaya Jawa. dapat menjadi acuan bagi masyarakat pendukung kebudayaan
Jawa, dan nilai-nilai itu tersirat dan tersurat dalam pitutur atau nasehat
kehidupan yang ebrupa tembang. Gagasan. nilai, keyakinan, dan sikap sering
disajikan dalam bentuk karya seni baik seni sastra maupun seni pertunjukkan,
dan menurut pandangan masyarakat Jawa bahwa nilai sosial budaya dianggap
dapat membentuk bangunan dasar struktur sosial.
Tanah Jawa yang terkenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi
didukung oleh tanahnya yang sangat subur. Topografi yang relatif datar dan
penduduknya yang terdidik, serta seni Jawa yang edi peni membuat tanah Jawa
senantiasa menjadi impian bagi seluruh penduduk dunia. Dalam konteks histori
ini, tanah Jawa menjadi pusat diplomasi luar negeri bagi seluruh penduduk
nusantara. Dari interaksi lokal ini merambah kawasan nasional, regional dan
internasional. Benua Eropa, Australia, Amerika, Afrika, dan Asia, semuanya
terpesona dengan keelokan tanah Jawi. Ketika nusantara dipersatukan kembali
dalam Kesatuan Republik Indonesia, orang-orang Jawa terdepan dalam
kepemimpinan nasional. Ciri keterpimpinan Kesatuan Republik Indonesia
terpengaruh dengan gaya kepemimpinan Jawa.
32
Dalam rangka memajukan kebudayaan nasional, budaya Jawa
memberikan sumbangsih yang sangat besar sekali maknanya. Misalnya saja
semboyan Negara Bhinneka Tunggal Ika, dirangkai oleh Empu Tantular,
seorang pujangga Istana Majapahit pada abad ke-13 M.
2. Pariwisata
a. Pengertian Pariwisata
33
tangan dan cinderamata, penginapan, dan transportasi (Salah Wahab, 1975:
55).
34
Sesuai dengan potensi yang dimiliki atau warisan yang ditinggalkan
nenek moyang pada suatu negara, maka timbullah bermacam-macam jenis
pariwisata yang dikembangkan sebagai kegiatan, yang lama-kelamaan
mempunyai cirinya sendiri. Untuk keperluan perencanaan dan pengembangan
kepariwisataan itu sendiri, perlu pula dibedakan antara pariwisata dengan jenis
pariwisata jenis lainnya, karena dengan demikian akan dapat ditentukan
kebijakan apa yang akan dapat mendukung, sehingga jenis dan macam
pariwisata yang dikembangkan dapat terwujud seperti apa yang diharapkan.
35
titik beratnya orang melakukan perjalanan wisata adalah warga
sendiri dan orang-orang asing yang berdomisili di negara tersebut.
d) Regional-international Tourism
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah
internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua
atau tiga negara dalam wilayah tersebut. Misalnya kepariwisataan
ASEAN.
e) International Tourism
Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan dunia (world tourism),
yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh negara di
dunia.
36
uang yang seharusnya dibelanjakan di dalam negeri dibawa ke luar
negeri. Pariwisata semacam ini jarang dikembangkan oleh suatu
negara.
b) Vacational Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana orang-orang yang melakukan perjalanan
wisata terdiri dari orang-orang yang sedang berlibur dan cuti.
c) Educational Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjung atau orang yang melakukan
perjalanan untuk tujuan studi atau mempelajari suatu bidang ilmu
pengetahuan.
b) Occational Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana perjalanan wisatanya dihubungkan
dengan kejadian (occusion) atau suatu event, misalnya Sekaten di
Solo.
37
tempat atau daerah. Jadi, obyek kunjungannya adalah warisan nenek
moyang, benda-benda kuno.
b) Recuperational Tourism
Yaitu biasa disebut dengan pariwisata kesehatan, tujuannya adalah
untuk menyembuhkan suatu penyakit. Misalnya mandi di suatu sumber
air panas.
c) Commercial Tourism
Disebut dengan pariwisata perdagangan, karena perjalanan wisata ini
dikaitkan dengan kegiatan perdagangan nasional ataupun internasional.
d) Sport Tourism
Yaitu perjalanan orang-orang yang bertujuan untuk melihat atau
menyaksikan suatu pesta olah raga di suatu negara.
e) Political Tourism
Biasa disebut dengan pariwisata politik, yaitu suatu perjalanan yang
tujuannya melihat suatu peristiwa yang berhubungan dengan kejadian
suatu negara.
f) Social Tourism
Pariwisata sosial hendaknya jangan diasosiasikan sebagai suatu
pariwisata yang berdiri sendiri. Pengertian ini hanya dilihat dari segi
penyelenggaraannya yang tidak menekankan pada mencari keuntungan
saja.
g) Religion Tourism
Jenis pariwisata dimana tujuan perjalanan yang dilakukan adalah untuk
melihat atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan. Misalnya naik
haji bagi yang beragama Islam (Oka A. Yoeti, 1996: 120).
38
sedang ada event misalnya sekaten di Solo pariwisata ini bisa menjadi
occational tourism. Pariwisata di Keraton Kasunanan merupakan jenis
pariwisata aktif, karena mendatangkan devisa bagi pemerintah setempat.
Keraton Kasunanan selain dijadikan tempat berlibur, juga bisa menambah
pengetahuan tentang kesejarahannya sehingga bersifat education.
c. Manfaat Pariwisata
1) Manfaat Ekonomi
a) Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Usaha
kepariwisataan dengan segala kaitannya membutuhkann tenaga kerja
yang banyak sehingga bersifat padat karya sehingga sangat membantu
dalam memecahkan masalah pengangguran.
b) Memperbesar penerimaan devisa negara yang bersumber dari
pengeluaran wisatawan luar negeri karena itu dapat memperbaiki neraca
pembayaran negara.
c) Meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tujuan wisata (DTW)
yang berasal dari pengeluaran-pengeluaran yang dibelanjakan oleh para
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.
d) Memperbesar pendapatan pemerintah pusat maupun daerah berupa pajak
termasuk bea cukai.
e) Memperbesar penanaman modal baik oleh pemerintah maupun oleh
swasta di berbagai sektor yang langsung berhubungan dengan
pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan maupun yang
mendukung pembangunan kepariwisataan.
39
f) Meningkatkan produksi serta transaksi barang-barang guna memenuhi
kebutuhan yang timbul karena perjalanan dan kunjungan.
g) Meningkatkan kepariwisataan dan menumbuhkan usaha-usaha ekonomi
dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional.
h) Mendorong pembangunan prasarana dan sarana terutama di daerah yang
tidak memiliki potensi ekonomi kecuali dengan diselenggarakannya
kegiatan kepariwisataan.
2) Manfaat sosial-budaya dan lingkungan hidup
a) Mendorong pemeliharaan pembangunan nilai-nilai budaya bangsa,
menghidupkan kembali seni tradisional yang hampir punah serta
meningkatkan mutu seni, baik seni tari, seni ukir, seni lukis maupun
seni budaya lainnya.
b) Menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa sebagai akibat
dikembangkannya pengenalan terhadap kekayaan budaya bangsa dan
tanah air.
c) Meningkatkan rasa penghargaan terhadap seni budaya sendiri.
d) Kontak-kontak langsung yang terjadi antara wisatawan dan masyarakat
yang dikunjunginya, sedikit banyak akan menghembuskan nilai hidup
baru dalam arti memperluas cakrawala pandangan pribadi terhadap nilai-
nilai kehidupan lain. Manusia akan belajar menghargai nilai-nilai orang
lain dan memperluas nilai-nilai pribadi, karena nilai pribadi yang ramah
merupakan daya tarik yang dihargai orang asing.
e) Pariwisata dapat mendorong terciptanya lingkungan hidup yang serasi
dan harmonis, oleh karena itu wisatawan yang mempunyai tujuan pokok
untuk rekreasi, menginginkan suatu lingkungan yang menimbulkan
suasana baru dari kejenuhan kehidupan mereka sehari-hari (Oka A.
Yoeti, 1996: 79).
d. Obyek Wisata
40
Obyek wisata yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang
untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Menurut Marriotti seperti dikutip
Oka A. Yoeti (1996 : 174) ada hal-hal yang dapat menarik orang untuk
berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, diantaranya adalah :
e. Wisatawan
41
Pelancong ialah pengunjung sementara yang tinggal di negara yang
dikunjungi kurang dari 24 jam (termasuk pelancong dalam perjalanan kapal
pesiar) (Oka . A yoeti, 1996: 134). Dalam prakteknya terdapat banyak batasan
mengenai apa yang dimaksud dengan “wisatawan”. Dalam Intruksi Presiden
No. 9/1969 dinyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang berpergian
dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati
perjalanan dari kunjungan itu.
42
4) Mereka yang datang dalam rangka perjalanan dengan kapal laut walaupun
tinggal di suatu negara kurang dari 24 jam (Oka A. Yoeti, 1985: 147).
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa wisatawan adalah
setiap orang yang melakukan perjalanan dari tempat tinggalnya ke tempat lain
dengan menikmati perjalanan dan kunjungannya itu, baik dengan tujuan
berwisata ataupun bekerja.
43
5) Transit Tourist adalah wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke
suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu
peiabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri.
6) Business Tourist adalah orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan
bisnis, bukan wisata, tetapi perjalanan wisata dilakukannya setelah tujuan
utamanya selesai. Jadi, perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder, yaitu
setelah tujuan primer (bisnis) selesai (Oka .A Yoeti, 1996: 143).
3. Keraton
a. Pengertian Keraton
1) Keraton berarti rumah atau tempat tinggal ratu. Dalam pengertian ini keraton
sama dengan istana (Palace)
2) Keraton berarti negara (nagari) yaitu daerah atau wilayah tertentu yang
diperintahkan oleh ratu. Dalam pengertian ini kraton sama denngan kerajaan
(Kingdom)
Berdasarkan pandangan Orang Jawa, kraton berasal dari kata
“karatyan” atau “keraton” yang umum disebut sebagai kedhaton, pura, atau puri
yang merupakan tempat raja bermukim (W.D. Miranti, 2003 : 13). Menurut
Darsiti Soeratman (1989 : 1) istilah keraton menunjukan tempat kediaman ratu
atau raja, yang mempunyai beberapa makna : (1) Berarti negara atau kerajaan,
44
(2) Berarti pekarangan raja yang meliputi wilayah dalam ceputi (tembok yang
mengelilingi halaman) Baluwarti, (3) Pekarangan raja meliputi wilayah di dalam
ceputi ditambah alun-alun.
b. Fungsi Keraton
45
dikenal dengan istilah “verstandland” (daerah kekuasaan raja). Dengan
demikian Keraton Surakarta merupakan peninggalan kenegaraan asli Indonesia
46
4) Sebagai tempat tinggal atau kediaman resmi ratu Jawa beserta kerabat atau
keluarganya
Kota Surakarta sebelum perang dunia ke II pernah terbagi menjadi
dua wilayah yang dipisahkan oleh rel kereta api jurusan Wonogiri. Rel tersebut
hingga sekarang masih ada dan terletak di jalan Slamet Riyadi. Di sebelah
selatan rel masuk wilayah Keraton Surakarta dan di sebelah utara rel masuk
daerah Kadipaten Mangkunegaran yang berdiri sejajar dengan Kasunanan (Heru
Suharno, 1994: 15).
47
B. KERANGKA BERFIKIR
Kebudayaan
Jawa
Keraton
Kasunanan
Peningkatan
pendapatan asli
Pengemban Wisatawan daerah dan
Pariwisata gan meningkat upaya
pariwisata pelestarian
Keterangan :
Kebudayaan Jawa adalah segala sesuatu yang bersangkutan atau
berhubungan dengan budi dan akal pikiran yang menciptakan suatu peradaban
yang berkembang di Jawa. Kebudayaan Jawa juga terbentuk di Surakarta karena
daerah ini merupakan daerah Keraton Kasunanan Surakarta, yang merupakan
48
pusat pemerintahan saat Kerajaan Mataram, dari keraton inilah muncul suatu
kebudayaan yang lahir menjadi sebuah peradaban bagi daerah dan masyarakat
sekitar.
49
menjadi salah satu cara untuk menjaga kelestarian budaya, karena dengan PAD
yang meningkat maka pemerintah juga akan memiliki anggaran tersendiri untuk
melakukan perbaikan di Keraton Kasunanan Surakarta.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
50
c. Permohonan izin X
d.Membuat instrumen X
2 Pelaksanan Penelitian
a. Pengumpulan data x x x x x
b. Analisis data x x x x x
c. kesimpulan x
3 Penyusunan laporan x x
51
2. Strategi penelitian
Ditinjau dari inti masalah yang diselidiki, teknik, alat yang digunakan,
serta tempat dan waktu penelitian yang dilakukan, penelitian deskriptif kualitatif
terdiri atas beberapa jenis dan diantaranya adalah studi kasus. Studi kasus
merupakan strategi penelitian yang fokus permasalahanya terletak pada fenomena
kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata, dimana batasan
antara fenomena dengan konteks tersebut tidak jelas, sehingga perlu banyak
sumber-sumber fakta (Robert.K.Yin, 2000)
Moh.Nazir (1983:66) berpendapat studi kasus atau penelitian kasus (case
study) adalah penelitian tentang status subyek penelitian dan yang dimaksud
dengan etnografis adalah usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek
kebudayaan.
Strategi peneltian yang digunakan adalah studi kasus terpancang tunggal.
Menurut Yin penelitian studi kasus adalah suatu penelitian yang menyelidiki
sebuah fenomena aktual yang terjadi dalam konteks kehidupan, sehingga
diperlukan banyak sumber-sumber fakta (Robert.K.Yin, 1987 : 23). Penelitian ini
menggunakan studi kasus karena penelitian ini mengkaji mengenai
pengembangan pariwisata yang dilakukan terhadap Keraton Kasunanan Surakarta,
serta pengaruh atau manfaat yang ditimbulkan dari pengembangan pariwisata
tersebut terhadap masyarakat di sekitarnya. Menurut Hermawan Wasito (1993:70)
dalam studi kasus, penelitian dilakukan terhadap satu aspek tertentu yang telah
ditentukan. Menggunakan studi kasus terpancang karena variabel yang menjadi
permasalahan telah ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti. Terpancang tunggal
karena dalam penelitian ini peneliti terarah pada satu karakteristik, artinya
penelitian ini hanya dilakukan pada satu sasaran. Sasaran penelitian adalah
meneliti kegiatan kepariwisataan di Keraton Kasunanan Surakarta. Menurut
Sutopo pada penelitian terpancang peneliti sudah memilih dan menentukan
variabel yang menjadi fokus utamanya sebelum memasuki lapangan studinya
(Sutopo, 2002:112). Dalam penelitian ini sasaran yang akan diteliti sudah
ditentukan sebelum peneliti terjun ke lapangan dengan mengambil aspek yaitu
52
lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta yang terletak di Kelurahan Baluwarti,
Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Propinsi Jawa Tengah.
C. Sumber Data
Sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena
ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan
dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh (H.B Sutopo, 2002:102).
Menurut Suharsini Arikunto (1993:102) yang dimaksud dengan sumber data
dalam peneltian adalah subyek dari mana data diperoleh. Adapun sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Informan
Informan merupakan sumber data yang sangat penting karena bisa
menjadi sumber data primer dengan segala informasi yang dimilikinya. Informan
adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi penelitian (Lexy J. Moloeng, 2002:62). Informan-informan yang menjadi
sumber data dalam penelitian ini adalah :
a. Pengelola Keraton Kasunanan Surakarta.
b. Pejabat terkait di lingkungan Dinas Pariwisata dan BAPPEDA Kota Surakarta.
c. Pejabat terkait di lingkungan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Propinsi
Jawa Tengah.
d. Masyarakat sekitar keraton.
e. Wisatawan yang terdiri dari domestik dan foreign.
53
dan sekitarnya yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian, misalnya ada
acara Grebeg Maulud dan Tingalan Jumenengan PB XII.
3. Dokumen
Dokumen atau arsip merupakan bahan tertulis yang dapat digunakan
sebagai sumber data untuk memperoleh informasi tentang situasi dan kondisi pada
masa lampau yang sangat berkaitan erat dengan kondisi peristiwa yang saat ini
sedang dipelajari. Menurut Lexy J. Moloeng (2002:178) dokumen resmi terbagi
dalam dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo,
pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang
digunakan dalam kalangan sendiri. Dokumen eksternal berisi bahan-bahan
informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin,
berita yang disiarkan kepada media massa. Dalam dokumen juga terdapat
beragam gambar yang berkaitan dengan aktifitas dan kondisi yang diperlukan
sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber data. Gambar bisa berupa gambar apa
saja yang memang berkaitan dengan masalah yang dikaji.
Dalam penelitian ini dokumen dan arsip yang akan digunakan adalah
berupa dokumen dan arsip yang ada di Dinas Pariwisata, BAPPEDA Kota
Surakarta, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Propinsi Jawa Tengah serta
buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian ini yang diperoleh
dari perpustakaan. Gambar digunakan sebagai sumber data adalah gambar peta
Kota Surakarta dan gambar berupa foto-foto dari Keraton Kasunanan Surakarta
serta foto dari lingkungan di sekitar Keraton Kasunanan Surakarta.
54
Teknik observasi digunakan untuk mendapatkan data-data dari sumber
data berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda, dan rekaman gambar. Menurut
Hadari Nawawi (1995:100), observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak terhadap obyek penelitian. Spradly (1980)
dalam H.B Sutopo (2002:65) menjelaskan bahwa pelaksanaan teknik dalam
observasi dibagi menjadi dua yaitu : (1) Observasi tak berperan sama sekali,
dimana kehadiran peneliti sama sekali tidak diketahui oleh subyek yang diamati,
(2) Observasi berperan, dimana peneliti mendatangi tempat atau lokasi penelitian
dan kehadirannya diketahui oleh yang diamati. Observasi berperan dibedakan lagi
menjadi tiga yaitu : (1) Observasi berperan pasif, dimana peneliti hanya
mendatangi lokasi tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai
pengamat pasif namun hadir dalam konteksnya, (2) Observasi berperan aktif,
peneliti mengambil studi di lokasi dan juga mengambil bagian nyata dalam
kegiatan yang ditelitinya disamping terlibat dalam percakapan atau menyimak apa
yang dibicarakan oleh sasaran pengamatan, (3) Observasi berperan penuh, peneliti
memiliki peran penuh, peneliti benar-benar terlibat dalam kegiatan yang
ditelitinya.
Dari berbagai teknik yang ada, dalam penelitian ini digunakan teknik
observasi berperan aktif, karena peneliti terlibat dalam percakapan, menyimak apa
yang dibicarakan mengenai sasaran pengamatan, serta mencatat dan
mengumpulkan keterangan-keterangan yang diperoleh dalam obyek penelitian.
2. Wawancara
Teknik wawancara merupakan teknik yang paling banyak digunakan
dalam penelitian kualitatif, terutama di lapangan. Menurut Lexy .J. Moleong
(2002:135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan
dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut. Wawancara harus dilakukan dengan efektif, artinya dalam waktu
sesingkat-singkatnya dapat diperoleh data sebanyak-banyaknya (Suharsimi,
Arikunto 1993:198).
55
Sebelum mengadakan wawancara, maka diadakan persiapan dengan
menghubungi informan dan menyusun sejumlah pertanyaan atau yang disebut
teknik wawancara terencana yaitu teknik wawancara dengan terlebih dahulu
mempersiapkan daftar pertanyaan dengan menggunakan bantuan alat tulis
(Koentjoroningrat 1983:138).
Hal tersebut bertolak belakang dengan anggapan H.B Sutopo wawancara
dalam penelitian kualitatif dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut
dengan teknik wawancara mendalam, sehingga wawancara bersifat “open-ended”
dan mengarah kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak
secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang
banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian
informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Dalam hal ini posisi subjek lebih
berperan sebagai informan daripada responden (H.B Sutopo 2002:59).
Peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik wawancara bebas
terbuka sehingga informan dengan sukarela memberikan keterangan-keterangan
sesuai dengan masalah yang diteliti. Tanpa harus kehilangan benang merah antara
judul penelitian dengan hasil wawancara.
3. Analisis Dokumen
Analisis dokumen adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi
yang terdapat dalam arsip dan dokumen. Menurut Yin (1987) dalam H.B Sutopo
(2002:70) analisis dokumen disebut sebagai content analysis, yaitu bahwa peneliti
bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi
juga maknanya yang tersirat.
Oleh karena itu dalam hal ini peneliti harus bersikap lebih kritis dan
teliti. Teknik analisis arsip dan dokumen ini dilakukan paling awal guna melihat
dan menghimpun pengetahuan tentang sumber yang menuliskan dan membahas
mengenai upaya pengembangan yang dilakukan terhadap kepariwisataan Keraton
Kasunanan Surakarta, hal ini dimaksudkan agar dalam penyajian laporan akhir
tidak mengalami kesulitan karena apa yang tercantum dalam dokumen atau arsip
56
yang ada setidaknya tidak menyimpang jauh dari peristiwa yang menjadi obyek
penelitian.
Dalam penelitian ini analisis dokumen dilakukan dengan mneganalisa
peta, data-data dari dinas yang terkait dengan penelitian ini, serta buku-buku yang
berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
E. Teknik Sampling
Dalam penelitian yang berjudul Pengembangan Pariwisata di Keraton
Kasunanan Surakarta Dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat Sekitar
menggunakan teknik sampling yaitu suatu teknik yang digunakan untuk memilih
orang yang akan dijadikan informan. Menurut H.B Sutopo (2002:55) teknik
sampling adalah suatu bentuk khusus atau suatu proses yang umum dalam
memfokuskan atau pemilihan dalam riset yang mengarah pada seleksi.
F. Validitas Data
57
Dalam penelitian, validitas data berguna untuk menentukan valid dan
tidaknya suatu data yang akan digunakan sebagai sumber penelitian. Data yang
diperoleh perlu diuji untuk menghasilkan data yang valid. Menurut Kartini
Kartono (1990:111) validitas data adalah alat ukur yang berfungsi untuk
mengukur dengan tepat dan mengenai gejala-gejala sosial tertentu. Keabsahan
data menunjukkan mutu seluruh proses pengumpulan data saat data diuji
keabsahannya melalui trianggulasi. Menurut Lexy.J. Moleong (2000:178)
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan dan pembanding
terhadap data itu.
Selanjutnya Patton dalam H.B Sutopo (2002:78), menyatakan ada empat
macam trianggulasi yaitu : (1) data triangulation, dimana peneliti menggunakan
beberapa sumber untuk mengumpulkan data semacam, (2) investigator
triangulation, yaitu pengumpulan data semacam dilakukan oleh beberapa peneliti,
(3) methodological triangulation, penelitian dilakukan dengan beberapa metode
yang berbeda, dan (4) theoretical triangulation yaitu melakukan penelitian dan
datanya dengan menggunakan beberapa perspektif yang berbeda. Dalam hal ini
peneliti menggunakan dua teknik trianggulasi dari empat trianggulasi yaitu
trianggulasi data dan trianggulasi metode. Menggunakan trianggulasi data, karena
dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber, baik dari
masyarakat di sekitar keraton maupun pejabat terkait di lingkungan Dinas
Pariwisata, BAPPEDA, serta Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala kemudian
informasi dari narasumber yang lain, sehingga data sejenis bisa teruji kemantapan
dan kebenarannya. Menggunakan tringgulasi metode, karena dalam penelitian ini
pengumpulan data dilakukan dengan metode-metode yang berbeda-beda, ada
yang menggunakan metode wawancara, observasi, maupun metode analisis
dokumen.
58
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.
Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Lexy.J. Moleong (2003:103) analisis
data sebagai proses yang mencari usaha secara formal untuk menemukan tema
dan merumuskan hipotesa (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai
usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Dalam penelitian
kualitatif proses analisis data dilakukan sejak awal bersamaan dengan
pengumpulan data. Dengan demikian proses analisis data dilakukan terus-menerus
dan berkelanjutan selama perjalanan penelitian. Menurut Suharsini Arikunto
(1993:102) menganalisa data membutuhkan ketekunan dan pengertian terhadap
jenis data.
Dalam bentuk analisis ini, peneliti tetap bergerak dalam empat komponen
yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasinya, yang dilakukan selama penelitian. Sebagai penjelasan lebih lanjut di
bawah ini peneliti menguraikan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data
Merupakan kegiatan dalam penelitian untuk mengumpulkan data di lapangan
dari sumber-sumber data yang telah ditentukan.
2. Reduksi data
Reduksi data yaitu pemilihan, pemusatan dan penyederhanaan, pengabstrakan,
dan transformasi data-data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.
Komponen ini merupakan proses seleksi, memfokuskan, penyederhanaan,
yang dilakukan selama penelitian, baik sebelum, selama, sampai kahir
pengumpulan data. Reduksi data ini dilakukan sejak pengambilan keputusan
59
rancana kerja, pemilihan kasus, penyusunan proposal, membuat pertanyaan
maupun cara pengumpulan data yang akan dilakukan. Hal ini akan berlanjut
selama pengumpulan data berlangsung sampai akhir laporan disusun.
3. Sajian data
Merupakan suatu penyusunan informasi yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Pengumpulan
data
Penyajian
Reduksi data
data
Kesimpulan-kesimpulan:
penarikan/verifkasi
60
Gambar 2. Tehnik Analisa Data
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tahap-tahap dari awal sampai akhir salam
kegiatan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat berjalan teratur,
sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Secara sistematis
prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
Penulisan
Proposal
Pengumpulan data
Analisis akhir dan
Dan
penarikan kesimpulan
Persiapan
pelaksanaan
penelitian
Penulisan Laporan
Perbanyak laporan
61
Prosedur penelitian yang paling awal dilakukan adalah penulisan proposal.
Pada tahap ini berisi garis-garis besar penelitian yang akan dilaksanakan yang
meliputi perumusan masalah, penyusunan kerangka berfikir, dan pemilihan
lokasi penelitian. Langkah selanjutnya mengadakan persiapan pelaksanaan,
yaitu mengurus perizinan skripsi. Perizinan yang dimaksud adalah perizinan
mengadakan penelitian ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang
diperlukan.
62
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada akhir abad ke-16 tepatnya tahun 1586 putra sulung beliau yaitu
Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama
mendirikan sebuah kerajaan di daerah tersebut yang kemudian diberi nama
Kerajaan Mataram atau lebih dikenal sebagai Kerajaan Mataram Islam. Sejak saat
itulah Kerajaan Mataram mengalami begitu banyak perubahan dan perkembangan
yang akhirnya mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung
63
Hanyokrokusuma (1613 – 1645 ). Pada waktu itu hampir seluruh Pulau Jawa
adalah daerah kekuasaan Kerajaan Mataram . Setelah Sultan Agung wafat tahta
Kerajaan Mataram digantikan oleh Amangkurat I, sejak saat itulah Kerajaan
Mataram mulai lemah.
64
Kasultanan Yogyakarta menempati wilayah Yogyakarta, Wonosari, dan Wates,
sedang sisanya menjadi wilayah Kasunanan Surakarta. Kasultanan Yogyakarta
memang mendapatkan wilayah yang lebih luas, namun daerahnya termasuk tidak
subur. Selain itu, babad Giyanti berisi tentang awal mula bagaimana Mataram
mengumpulkan para penasehat dan para pembantunya untuk memberitahukan
niatnya angalih Negara (memindahkan ibukota) yang baru saja dihancurkan oleh
gerombolan Cina (sirna binasbi dening kang mangsah Cina) (Imam Baehaqi,
2002:1 ).
1. Desa Sala terletak di dekat tempuran yaitu bertemunya dua buah sungai, yaitu
Sungai Pepe dan Bengawan Sala. Menurut kepercayaan Jawa, tempuran
mempunyai arti magis dan merupakan tempat yang dianggap keramat.
2. Letak Desa Sala dekat dengan Bengawan, sebuah sungai terbesar di Jawa
mempunyai arti penting sebagai penghubung Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Fungsi sebagai penghubung dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan antara
lain: ekonomi, sosial, politik dan militer.
3. Sala telah menjadi desa, maka untuk mendirikan sebuah Keraton tidak
diperlukan tenaga pembabat hutan yang harus didatangkan dari daerah lain.
4. Dihubungkan dengan bangunan suci, Sala atau çala (Sans) yang berarti
ruangan bangsal atau besar yang telah disebut-sebut dalam Oud Javaanshece
Oorkonde (OJO) No.XI.III dari Singasari pada jaman Mpu Sendok (852 S.).
Dalam OJO itu disebutkan nama tempat Kahyunan, ini menguatkan dugaan
Purbatjaraka bahwa çala dalam OJO adalah Kota Surakarta.
5. Dihubungkan dengan kepentingan kompeni Belanda sejak tahun 1705,
sesudah VOC memperoleh keuntungan besar dari PB I (1705-1719). Prinsip
kebijaksanaan yang dilakukan oleh Batavia adalah mendukung dan
mempertahankan Kerajaan Mataram apabila kerajaan itu menghadapi musuh.
Berdasarkan prinsip ini Von Hohendorff yang pada saat itu sebagai pimpinan
65
benteng kompeni di Kartasura berhasil memantau tingkah laku PB II selama
terjadi geger pacinan. Tindakan itu membawa hasil yang gemilang bagi VOC,
termasuk dalam hal pemindahan Keraton.
6. Menggunakan petangan sesuai dengan adat Jawa yang berlaku. Menurut
kepercayaan orang Jawa keadaan tanah akan berpengaruh pada penghuni
rumah kediaman yang didirikan di atas tanah tersebut. Sunan PB II
menginginkan agar Keraton yang baru didirikan di sebuah tempat yang
terletak sebelah timur Kartasura. Sunan memerintahkan kepada kedua orang
patihnya Pringgalaya dan Sindurejo melakukan penelitian bersama komandan
VOC, Mayor Von Hohendroff. Bersama mereka turut pula beberapa ahli
nujum yaitu : Kyai Tumenggung Honggowongso, Raden Tumenggung
Puspanagara, Raden Tumenggung Mangkuyuda. Mereka diperintahkan
mencari tempat terbaik untuk dibangun sebuah istana. Setelah berjalan lama,
mereka menemukan tempat yang cocok untuk tempat membangun istana,
yaitu :
a. Desa Kadipala
Daerah rata, subur, tanahnya bersih. Patih dan mayor Hohendroff
menyetujuinya tetapi para ahli nujum kurang setuju sebab menurut
ramalan mereka walaupun kerajaan nanti dapat adil dan makmur, namun
kerajaan akan cepat rusak, karena banyak perang saudara.
b. Desa Sala
Menurut Tumenggung Honggowongso walaupun daerahnya penuh rawa,
namun sangat baik untuk pusat kerajaan, sebab nantinya akan menjadi
kerajaan besar, panjang umur, aman, dan makmur, tidak ada perang dan
berwibawa. Tetapi Mayor Hohendroff tidak menyetujuinya karena melihat
daerahya tidak rata, penuh rawa serta dekat dengan sungai.
c. Desa Sanasewu
66
Daerahnya rata, namun menurut Raden T. Honggowongso tempat itu
kurang cocok sebab kerajaan akan berumur pendek, banyak perang besar,
dan rakyat akan kembali ke zaman Buddha.
Dari ketiga lokasi tersebut, akhirnya desa Sala terpilih sebagai tempat
pembangunan istana (Restu Gunawan, 1999:74).
Nama Sala juga tidak dipakai oleh Sunan, sebab menurut kepercayaan
rakyat konon kata Sala berasal dari kata desa dan ala. Jadi menunjukkan keadaan
yang tidak baik dan tentu saja menunjukkan ketidak beruntungan. Selain itu,
nama Surakarta nampaknya tidak berbeda dengan nama Salakarta yang disebut-
sebut dalam Serat Salasilah Para Leluhur Mataram Ing Kadanurejan Yogya dan
Babad Mataram Salakarta. Dari kedua sumber itu dapat diambil kesimpulan,
bahwa nama asli Keraton dan kediaman PB II yang baru memang Salakarta, dan
baru pada masa pemerintahan Sunan PB II nama ini menjadi Surakarta (Restu
Gunawan, 1999:66).
67
Mangkubumi dapat menghentikan pemberontakan maka beliau pun menuntut
janji kepada kakaknya, tetapi Pakubuwono II tidak menepati janjinya. Dilatar
belakangi rasa kecewa itulah akhirnya Pangeran Mangkubumi memilih berpihak
kepada Mas Said untuk memberontak kepada Pemerintahan Belanda, yang pada
saat itu Belanda juga turut campur masalah kerajaan di Keraton Kasunanan
Surakarta. Pada saat perang berkecamuk Pakubuwono II wafat dan pemerintahan
dilanjutkan oleh Pakubuwono III yang diangkat oleh Belanda. Saat Pakubuwono
III berkuasa pemberontakan Pangeran Mangkubumi reda dengan mengadakan
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Isi perjanjian tersebut adalah membagi
Kerajaan Mataram menjadi dua yaitu Keraton Kasunanan Surakarta yang tetap
dipimpin oleh Pakubuwono III dan Keraton Yogyakarta diserahkan pada
Pangeran Mangkubumi.
Sementara itu pemberontakan yang dipimpin oleh Mas Said masih tetap
berlangsung, hingga akhirnya pada tahun 1775 diadakan suatu perjanjian
perdamaian lagi yang dinamakan Perjanjian Salatiga yang menetapkan bahwa
Keraton Kasunanan Surakarta dipecah menjadi dua yang dibatasi oleh rel kereta
api. Bagian selatan rel kereta api menjadi Kasunanan yaitu daerah Keraton
Surakarta itu sendiri dan bagian utara rel menjadi daerah kekuasaan Mas Said,
yang kemudian bergelar Mangkunegara I dan daerahnya disebut Mangkunegaran.
68
karena pemerintah Indonesia menilai Surakarta kurang berperan dalam perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia dan sampai saat ini Surakarta menjadi kota.
1. Keadaan Geografis
a. Letak
69
Kasunanan dan separuh lainnya milik Mangkunagaran. Secara administratif,
Karesidenan Surakarta berbatasan dengan Karesidenan Yogyakarta, Kedu,
Semarang dan Madiun. Batas alam berupa Gunung Merapi dan Gunung
Merbabu yang terletak di sebelah barat, Pegunungan Kendeng di sebelah
Utara, dan Gunung Lawu di sebelah Timur. Antara G. Merapi dan G. Merbabu
dengan G. Lawu membentuk dataran rendah yang luas, meliputi daerah
Klaten, Boyolali, dan Kartasura yang kaya akan sedimen vulkanis. Dari lereng
G, Merapi mengalir Sungai Opak ke Selatan menjadi batas antara Karesidenan
Surakarta dan Karesidenan Yogyakarta. Sungai Dengkeng menyatu dengan
Bengawan Solo yang mata airnya berasal dari Distrik Sembuyan, dengan
nama Sungai Penambangan. Di Lereng Barat G. lawu mengalir Sungai Samin,
Colo, Wingko, dan Jenes. Sungai-sungai ini mengalir ke dataran rendah
Karanganyar yang membentuk daerah persawahan (Depdikbud, 1999:11).
Sedangkan Kota Surakarta sekarang dibatasi oleh :
70
keterangan bahwa, Bengawan Semanggi atau Bengawan Sala mempunyai 44
buah bandar. Surabaya merupakan bandar pertama dan Wulayu sebagai
bandar terakhir. Pada peta sekarang nama Wulayu tidak dapat ditemukan,
tetapi nama beberapa bandar sebelum Wulayu masih dicantumkan. Oleh sebab
itu dapat diperkirakan bahwa Wulayu letaknya dekat sekali dengan Desa Sala,
disebabkan karena bandar satu dengan bandar berikutnya sedikitnya berjarak 4
sampai 7 km, atau 13 sampai 15 km. Noorduyn berpendapat bahwa satu-
satunya sungai di antara dua gunung tersebut adalah Bengawan Sala dan
Bandar paling dekat dengan Desa Sala adalah Semanggi. Jika Semanggi sama
dengan Wulayu atau Wuluyu, dapat dimengerti mengapa Desa Sala terpilih
untuk tempat kedudukan keraton baru. Letak Keraton Pajang, Kartasura, dan
Surakarta berdekatan satu dengan yang lainnya dan semuanya didirikan di
sebelah barat Bengawan, dekat dengan Semanggi. Besar kemungkinannya
bahwa jalan raya yang menghubungkan keraton-keraton tersebut di atas
dengan Jawa Timur terletak di dekat Semanggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Desa Sala itu sekarang terletak di Kecamatan pasar Kliwon. Dilihat dari
wilayah Surakarta maka pemilihan tanah untuk didirikan Keraton sangatlah
cocok dan tepat yang mana bangunan Keraton Kasunanan Surakarta
menempatkan diri di daerah yang strategis untuk wilayah Surakarta (Babad
Sala, 1984:15).
71
raja-raja yang memerintah selanjutnya. Pada masa peemrintahan Susuhunan
Paku Buwono X bangunan Keraton mengalami perkembangan pesat.
Meskipun demikian pembagian pelataran atau halaman Keraton tidak
mengalami perubahan. Dalam hal ini konsep konsentris (empat lingkaran)
tetap dipakai sebagai dasar pembagian Keraton. Lingkaran pertama, Kedhaton
dan sekitarnya. Lingkaran kedua, wilayah di antara dua benteng yang disebut
Baluwarti. Lingkaran ketiga, yaitu Paseban yang terletak di halaman luar pintu
masuk kori Brajanala, dan lingkaran keempat adalah alun-alun.
1) Lingkaran I : Kedhaton
Kedhaton merupakan tempat yang paling keramat. Hal ini di
karenakan terdapatnya Prabasuyasa, yaitu tempat menyimpan tanda-tanda
kebesaran kerajaan. Kedhaton luasnya ± 92.230 m 2 , dibatasi oleh dua
pintu yaitu kori Kamandungan di sebelah utara dan selatan, dan jalan
Baluwarti di sebelah timur dan barat. Untuk dapat mencapai Kedhaton dari
arah utara harus melalui lima buah kori, yaitu kori Gladhag, Pamurakan,
Brajanala, Kamandhungan, dan Srimanganti.
72
Selain itu, untuk menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
seremoni religius Keraton seperti pembuatan kenduri gunungan dalam
upacara Grebeg Syawal dan Gerebeg Maulud.
73
1.1.3 Sasana Sewaka
Sasana Sewaka merupakan sebutan bagi pendhapa. Didirikan
pada tahun 1698 Jawa (1888 M), merupakan tempat duduk raja
di hadapan para abdi dalem lebet.
1.1.5 Paningrat
Paningrat merupakan teras dari pendapa Sasana Sewaka.
1.1.6 Maligi
Maligi merupakan tempat khitan putra raja. Dibangun pada
tahun 1882 M, terletak di sebelah Timur Sasana Sewaka.
74
1.4.1 Sasana Wilapa (kantor Sekertariatan), terletak di sebelah utara
sasana parasadya. Dahulu digunakan untuk para abdi dalem
carik kasepuhan yang mengerjakan surat-surat saja. Sekarang
berfungsi sebagai bagian muka dari kaputren. Jadi, untuk
memperluas rumah kaputren.
1.4.2 Panti Wardaya, kantor perbendaharaan
1.4.3 Reksa Handana, kantor kas Keraton
1.4.4 Bale Kretarta, kantor perlengkapan
75
merupakan sebuah bangunan tinggi bernilai 8, luhur berarti
tinggi, tidak ada, kosong, bernilai 0. Sangga adalah
perkumpulan masyarakat Budhis 7 dan buwana berarti bumi,
jagad, bernilai 1. Bila digabung akan menunjukkan angka 1708
Jawa.
1.5.3 Menurut RM. Ng. Tiknopranoto dan R. Mardisueignya,
panggung bernilai 8, song (kosong) bernilai 0, ga (huruf Jawa)
bernilai 7, dan buwana bernilai 1. Jadi merupakan tahun 1708
Jawa.
1.5.4 Tahun berdirinya panggung Sanggabuwana dapat juga
dijelaskan melalui sengkalan memet berupa gambar seekor ular
naga yang sedang terbang yang sedang dinaiki oleh manusia.
Apabila dibaca, gambar tersebut berbunyi naga muluk tinitihan
jamna. Naga artinya ular raksasa bernilai 8, muluk artinya
mabul atau hilang nilainya 0, tinitihan artinya dinaiki berarti 7,
dan Jamna artinya manusia bernilai 1. Jadi menunjukkan tahun
1708 Jawa (Depdikbud, 1999: 13).
2) Lingkaran II : Komplek Bangunan di Baluwarti
Wilayah yang disebut Baluwarti (benteng) ini terletak di luar
tembok Kedhaton di kawasan bersisi empat yang luas, yang dikelilingi
oleh tembok berukuran tebal 2 meter dan tinggi 3-6 meter. Ruang
bertembok ini melingkari wilayah seluas 180 hektar berada di antara dua
alun-alun bujur sangkar yang luas, yaitu alun-alun utara dan selatan.
Wilayah ini mempunyai dua buah pintu masuk, yaitu Kori Brajanala Utara
dan Kori Brajanala Selatan.
76
tiga kelompok. Pertama, tipe rumah Jawa berbentuk Joglo dengan
pendhopo, paringgitan, dalem, dengan deretan rumah di kanan kiri
bangunan utama. Rumah Jawa di tipe joglo ini biasanya didirikan di
halaman yang cukup luas yang di lengkapi dengan pintu masuk berupa
regol. Kedua, tipe rumah Jawa ini berbentuk Limasa, dan ketiga, tipe
rumah Kampung. Bentuk ketiga ini merupakan bentuk yang paling
sederhana.
Dari ketiga tipe tersebut, untuk tipe yang pertama dan kedua
biasanya dihuni oleh para bangsawan dan priyayi tingkat tinggi.
Jumlahnya tidak banyak, hanya beberapa saja, diantaranya Dalem
Purwodiningratan, untuk Bupati Nayaka Purwadinigrat, Dalem
Mlayakusuman untuk pangeran Mlayakusuma, dan Dalem Mangkuyudan
(menantu Susuhunan Paku BUwana X). Sedangkan, tipe rumah ketiga
dihuni oleh para abdi dalem yang biasanya membentuk satu komplek
hingga membentuk sebuah perkampungan yang ada dalam Baluwarti,
antara lain :
1.1 Wirengan
Letaknya di sebelah barat daya Kedhaton (Istana). Wirengan berasal
dari kata wiring yaitu penari wayang orang atau penari tarian klasik.
Dahulu wirengan merupakan tempat tinggal para abdi dalem dan
sentana dalem yang mengurusi tentang tarian dan wayang orang serta
hiburan lainnya. Wirengan juga bisa diartikan prajurit, sebab berasal
dari kata wira-an (wira berarti prajurit). Oleh karena itu, sejak
pemerintahan Sunan Paku Buwana X, abdi dalem wirengan diberi
tugas untuk menjaga keselamatan raja dan istana. Selain itu, prajurit
wirengan mempunyai tugas dan fungsi khusus menjaga keamanan
jalannya upacara gunungan pada setiap Grebeg yang dibawa dari
Kedhaton ke masjid Agung. Prajurit ini berjalan di kanan kiri
gunungan dan pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat menari
tayungan sepanjang perjalanan.
77
1.2 Lumbung
Lumbung adalah tempat menyimpan bahan makanan milik istana.
Letaknya sebelah timur Kedhaton.
1.3 Carangan
Letaknya di sebelah utara lumbung, merupakan tempat tinggal abdi
dalem prajurit carangan yang terdiri dari beberapa pasukan. Biasanya
menggunakan sebutan carangan, misalnya prajurit Carangdiguna,
Carangkartika, dan Carangwijaya. Tugas mereka adalah menjaga
keselamatan raja dan kedhaton dari serangan musuh.
1.4 Tamtaman
Letaknya di sebelah utara carangan, merupakan tempat tinggal abdi
dalem tamtaman, yaitu prajurit pengawal raja. Termasuk dalam
kelompok ini adalah prajurit Jayamantaka, Hankragnyana.
1.5 Ksatriyan
Yaitu tempat sentana dalem yang menjadi abdi dalem prajurit. Tempat
berkumpulnya para putra sentana dalem dan abdi dalem untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Letaknya di sebelah barat laut
tamtaman.
1.6 Sasanamulya
Letaknya di sebelah barat pintu gerbang utara (pintu gapit supit urang).
Dahulu menjadi tempat berkumpulnya para putra raja beserta
bawahannya untuk mengadakan upacara bersama-sama dengan raja.
Sasanamulya pernah dipakai sebagai kantor Pusat Kesenian Jawa
Tengah (PKJT) dan Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI).
78
1.7 Gedong Kreta
Letaknya di seblah timur sasanamulya. Gedong Kreta merupakan
tempat menyimpan kereta kerajaan. Di dalam Gedong Kreta ini
tersimpan 9 buah kreta, yaitu urut dari timur ke barat, meliputi :
1.1.1 Kyai Retno Juwita, yaitu kereta untuk raja atau wakilnya
sewaktu mewakili undangan rapat.
1.1.2 Kyai Siswanta, yaitu kereta untuk menjemput keluarga raja.
1.1.3 Kyai Maraseba, yaitu kereta yang digunakan untuk menjemput
tamu dalam negeri.
1.1.4 Kyai Retno Pambagya, yaitu kereta yang digunakan untuk
menjemput tamu asing.
1.1.5 Kyai Rajapeni, yaitu kereta yang digunakan oleh raja sewaktu
berkeliling menikmati keindahan kota.
1.1.6 Kyai Retno Sewaka, yaitu kereta raja untuk melayat.
1.1.7 Kyai Garudapura, yaitu jereta untuk menjemput tamu agung
seperti kepala-kepala Negara baik yang dari dalam maupun luar
negeri.
1.1.8 Kyai Garuda Kencana, yaitu kereta yang dipakai khusus untuk
kirab guna memperingati hari ulang tahun bertahtanya raja.
1.1.9 Kyai Manik Kumala, yaitu kereta yang digunakan untuk
memeriksa barisan prajurit. Juga dipakai untuk putra raja
setelah tujuh hari pernikahan dengan berkeliling kota.
1.8 Rumah-rumah tempat tinggal para pangeran
Letaknya di sebelah barat sasanamulya, yang meliputi Suryahamijayan
yaitu tempat kediaman pangeran Suryahamijaya. Dalem
Purwodiningratan yaitu tempat kediaman Pangeran Purwodiningrat,
serta tempat kediaman beberapa orang bangsawan lainnya.
1.9 Gambuhan
Terletak di sebelah barat laut kedhaton. Merupakan tempat ahli
gendhing.
79
1.10 Komplek perumahan para pangeran
Terletak di sebelah barat Kedhaton (Depdikbud, 1999: 18).
80
yang bertugas mengadili perkara. Sebelah barat daya pagelaran
terdapat Bangsal Singanegara, sebagai tempat abdi dalem yang
bertugas memutuskan perkara.
1.3 Di tengah-tengah pagelaran terdapat Bangsal Pangrawit. Di dalamnya
terdapat damper yaitu tempat duduk raja apabila ingin memberi
hadiah, memutuskan perkara, dan memberi hukuman. Bangsal
Pangrawit ini dibawa langsung dari Istana Kartasura sewaktu
perpindahan Keraton pada tahun 1746 dari Kartasura ke Surakarta.
Selanjutnya Sitinggil, Sitinggil berasal dari kata Siti dan Inggil.
Siti artinya tanah dan Inggil artinya tinggi. Jadi, sitinggil merupakan
tempat yang tinggi dan dianggapnya keramat. Nama lengkapnya Siti
Hinggil Binata Warata, dibangun pada tahun Siti Hinggil Palenggahing
Ratu (Tahun 1701 Jawa atau 1774 M) oleh Susuhunan Paku Buwana III.
Sebagai paseban Sitinggil terletak di sebelah selatan dan menyatu dengan
tatag rambat, tetapi sitinggil letaknya lebih tinggi daripada tatag rambat
(Pagelaran). Antara Pagelaran dengan Sitinggil dihubungkan dengan
tangga berjumlah 8 buah dan 2 buah pintu, yaitu Kori Wijil I dan Kori
Wijil II. Di tengah-tengah antara Pagelaran dengan Sitinggil terdapat
sebuah tempat bernama Sela Pemecat, yang dahulu digunakan untuk
memenggal kepala bagi orang yang mendapat hukuman mati. Sampai
sekarang tempat tersebut masih dianggap keramat.
81
1.2 Bangsal Manguntur Tangkil, yaitu tempat duduk raja pada hari-hari
besar agama, seperti Grebeg Maulud, Grebeg Idul Fitri, Grebeg Idul
Adha. Sedangkan untuk pertemuan lain, raja duduk di Bangsal
Pangrawit di Pagelaran. Letak Bangsal Manguntur Tangkil di tengah
Bangsal Sewayana.
1.3 Bangsal Witana, yaitu tempat para abdi dalem pembawa benda-
benda upacara pada waktu Idul Fitri, Idul Adha. Letaknya di belakng
(Sebelah Selata) Bangsal Sewayana.
1.4 Bangsal Manguneng, tempat menaruh meriam Nyai Setomi.
Letaknya di dalam Bangsal witana.
1.5 Bangsal Ngangun-angun, yaitu tempat memukul gamelan setiap hari-
hari besar Islam. Letaknya di sisi tenggara Bangsal Sewayana.
1.6 Bangsal Gandhek Tengen, yaitu tempat memukul gamelan dengan
gendhing kodok ngorek setiap hari-hari besar Islam. Letaknya di sisi
timur laut Bangsal Sewayana.
1.7 Bangsal Balebang, yaitu tempat menyimpan gamelan. Letaknya di
sisi barat dayaBangsal Sewayana.
1.8 Bangsal Gandhek kiwo, yaitu tempat untuk menyediakan hidangan
pada hari raya Islam. Letaknya di sisi barat laut Bangsal Sewayana.
Jadi Bangsal Sewayana yang terletak di tengah halaman Sitinggil
dikelilingi oleh empat bangunan yang terletak di sisi barat laut (Bangsal
Gandhek Kiwo), barat daya (Bangsal Balebang), timur laut (Bangsal
Gandhek Tengen), dan tenggara (Bangsal Ngangun-angun) (Depdikbud,
1999: 22).
4) Lingkaran IV : Alun-alun
Alun-alun (lapangan) merupakan lingkaran keempat. Ada dua
buah lapangan yaitu alun-alun lor (utara) dan alun-alun kidul (selatan).
Alun-alun lor merupakan halaman depan Keraton, berebntuk segi empat,
berukuran 300 meter di setiap sisinya. Di tempat masuk alun-alun lor
sebelah utara berdiri dua patung raksasa, Cikrabala dan Balaupata yang
82
dikenal sebagai penjaga pintu masuk kayangan. Di tengah-tengah alun-
alun terdapat dua buah pohon beringin Jayandaru dan Dewandaru, diapit
oleh dua pasang pohon beringin yang lebih kecil yaitu sepasang di depan
kori Pamarukan, dikenal dengan nama ringin Wak dan ringin Jenggot.
Pohon beringin Jayandaru dan Dewandaru diberi pagar besi bersegi
delapan. Oleh karena itu disebut waringin kurung sakembaran. Pohon
beringin itu dibawa dari Kartasura ke Surakarta sewaktu terjadi
perpindahan Keraton.
83
sebenarnya. Masjid ini terbuat untuk umum dan berada di bawah
wewenang seorang pemuka agama yang relatif mandiri, yaitu seorang
pengulu yang lazim dipilih di antara keluarga daeah kauman. Kauman
adalah daerah pemukiman kaum muslim yang taat beribadah yang terletak
di sekeliling masjid.
· Dari arah timur dijaga oleh Kanjeng Sunan Lawu, keratonnya berada
di Gunung Lawu.
· Dari arah selatan dijaga oleh Kanjeng Ratu Kidul yang bernama
Kanjeng Ratu Kencanasari, keratonnya berada di Dmaudra Hindia di
selatan Pulau Jawa.
· Dari arah barat dijaga oleh Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, keratonnya
berada di Gunung Merapi.
· Dari arah utara dijaga oleh Kanjeng Ratu Bathari Kalayuwati,
keratonnya berada di hutan Krendhawahana
Oleh karena itu bangunan Keraton Surakarta disesuaikan dengan
kepercayaan tersebut, antara lain :
84
· Dalem Ageng menghadap ke selatan
· Di sebelah barat adalah tempat belajar
· Gapura untuk masuk keratin menghadap utara ( wawancara:Gusti
Winarno, 25 Januari 2010).
Demikian tentang lingkungan fisik Keraton Kasunanan
Surakarta, yang di dalamnya terdapat ratusan bangunan dengan aneka
macam bentuk, disesuaikan dengan fungsi bangunan itu. Mengingat
kedudukan Kraton sebagai pusat jagat raya, maka pengaturan bangunan di
dalam Kraton tidak terlepas dari usaha raja untuk menyelaraskan
kehidupan warga komunitas Kraton dengan jagat raya . Dengan demikian
pegaturan bangunan yang didasarkan pada pola konsentris tersebut
menempatkan bangunan yang terletak di pusat (paling tengah) merupakan
bangunan yang paling sakral.
1) Patung raksasa membawa gada, disamping kanan dan kiri gapura Gladhag.
Patung raksasa berarti : (a) penghalang yang sangat menakutkan, (b) watak
angkara murka, kekerasan. Hal ini mengandung makna siapapun yang
ingin mencapai keutamaan pastilah akan menghadapi hambatan/ rintangan
yang sangat hebat, menakutkan, bila tidak tahan dan tidak tabah akan
gagal cita-citanya. Untuk mencapai kasampuraning dumadi harus mampu
mengendalikan nafsu keangkara murkaan, emosi, kekerasan, permusuhan,
dan egoisme. Apabila semua itu masih melekat di dalam hidup manusia,
maka cita-citanya untuk mencapai kasampuraning dumadi mustahil akan
tercapai.
85
2) Gapura Gladhag
Gladhag artinya menarik, menjerat, memperdaya hewan buruan, hewan
yang akan disembelih. Biasanya hewan tersebut akan meronta, berusaha
melepaskan diri ketika dijerat/ diperdaya sebelum disembelih. Hal ini
mengandung makna bahwa siapapun yang ingin mencapai keutamaan lahir
dan batin harus mampu mengendalikan diri, ibarat nafsu kebinatangan
yang menguasai hidup harus bisa dikendalikan bahkan dihilangkan.
3) Gapura Pamurakan
Pamarukan adalah tempat untuk menyembelih hewan buruan yang
kemudian dibagikan kepada masyarakat, abdi dalem, dan kawula dalem.
Pembagian itu berdasarkan pada jumlah daging yang ada dan disesuaikan
hak dari penerimanya. Hal ini mengandung makna bahwa orang hidup
harus mau menerima apa yang diberikan oleh Sang Maha Kuasa (nrima
ing pangdum). Di samping tu terkandung tuntunan bahwa orang hidup
hendaknya mau peduli terhadap sesama, saling menolong, dan saling
memberi.
4) Alun-alun Utara
Merupakan tempat yang luas, bila siang terasa panas dan bila malam terasa
dingin. Hal ini melambangkan keadaan jagat raya/ dunia ada dua hal yang
berlawanan: siang-malam, suka-duka, sehingga dalam menghadapi hidup
itu harus sabar, sareh, nrima. Sabar diambil dari luasnya alun-alun, karena
alun-alun berfungsi sebagai tempat untuk berlatih keprajuritan, olahraga,
dan untuk tempat menyampaikan Undang-undang kerajaan. Hal ini
86
mengandung makna bahwa orang hidup harus sehat dalam arti luas, mau
mendengarkan, dan mentaati aturan hukum yang berlaku.
5) Pohon Beringin
Pohon beringin di Keraton dengan nama Ringin Kurung Sakembaran yang
berada di tengah-tengah kanan kiri jalan alun-alun utara. Di sebelah timur
bernama Jayandaru berarti kemenangan, yang di sebelah barat bernama
Dewandaru berarti keluhuran. Sementara pohon sejenisnya yang berada di
sebelah barat daya disebut waringin Jenggot yang berarti jantan dan di
timur laut Waringin Wok yang berarti betina. Sedangkan yang tumbuh di
timur laut disebut Waringin Gung artinya tinggi, dan di sebelah barat
Waringin Bitur artinya rendah. Semua itu melambangkan kejayaan dan
keagungan kerajaan yang diperintah oleh seorang raja. Pohon beringin
disamping sebagai lambing kejayaan dan keagungan juga sebagai lambing
pengayom, keadilan, dan kewibawaan.
6) Masjid Agung
Di sisi barat alun-alun lor masih ada sebah bangunan yang cukup megah
yaitu masjid agung. Setiap raja senantiasa memperhatikan tempat ibadah
itu, karena semenjak berdiri kerajaan di tanah Jawa mulai Demak-Pajang-
Plered-Kartasura-Surakarta, tidak lepas dukungan dari para wali yang
sudah membawa dan menyebarkan agama Islam. Itu berarti kita harus
selalu beribadah kepada Tuhan sesuai agama dan kepercayaannya masing-
masing.
87
diboyong ke Demak berturut-turut sampai Keraton Kasunanan Surakarta.
Sehingga Pagelaran Sasana Sumewa merupakan lambang peraturan dan
tata cara. Karena itu sebuah keraton, ada raja berarti ada undang-undang
dan tata cara. Di dalam Bangsal Pangrawit terdapat Batu Lempeng, yang
dahulu merupakan batu tempat duduk raja Hayam Wuruk di Majapahit.
8) Sitinggil
Sitinggil merupakan tanah yang tinggi. Ketinggian tanah tersebut
merupakan lambang bahwa jika kita sudah melaksanakan tuntunan mulai
dari gapura Gladhag, Pamarukan, Alun-alun dengan pohon beringin
sakembaran, Pagelaran, kemudian samapi tanah yang tinggi dapat
dikatakan bahwa kita sudah naik tingkat yang berarti kita sudah memiliki
kedewasaan jiwa. Siapapun orang yang sudah berjiwa dewasa, maka akan
menemukan sifat “sepuh”, biasanya tidak lagi menjadi pemarah. Sareh,
mudah memberi maaf kepada siapapun.
9) Bangsal Sewayana
Sewayana berasal dari kata Sewa dan Yana. Sewa berarti lenggah dan
yana berarti pandang. Jadi Sewayana merupakan tempat palenggahan
yang luas sehingga dapat melihat ke arah jauh. Tempat ini untuk
pasowanan para pangeran putra, sentana, abdi dalem, bupati, bupati anom,
ketika Susuhunan miyas sinewaka di Sitinggil utara Keraton Surakarta.
Sebelah Selatan tengah Bangsal terdapat bangunan kecil menghadap utara,
88
dinamakan bangsal Manguntur Tangkil, yaitu tempat duduk raja ketika
sinewaka biasanya setiap senin dan kamis atau ketika raja memutuskan
perkara. Bangsal ini juga dinamakan bangsal pancaniti, artinya ketika
memutuskan perkara dihadiri oleh lima pembesar :
89
Kawula Gusti harus menghadapi banyak rintangan dan hambatan yang
berat.
90
13) Kori Kamandhungan
Kamandhungan berasal dari kata Mandhung. Mandhung berarti berhenti
dahulu, secara lahir maupun batin menata diri, anatara lain dengan
merapikan pakaian, tingkah laku, dan sikap. Oleh sebab itu, di sebelah
barat dan timur di pasang kaca yang cukup besar. Mengandung ajaran
bahwa siapapun hendaknya selalu mawas diri, mau melihat kekurangan
sendiri, jangan merasa paling pandai, merasa jujur, padahal masih banyak
kesalahan, kekurangan dan dosa.
91
saling menghadap dan mirip bentukya. Yang berada di sebelah barat
namanya Bangsal Smarakata dan di sebelah tiur namanya Marcukhunda.
Dua bangunan tersebut mempunyai fungsi yang berlainan. Pada waktu itu
dibuat oleh PB III dan disempurnakan oleh PB IV pada atahun 1714 J /
1814 M serta digunakan sebagai temmpat pisowonan para bupati, serta
digunakan sebagai tempat pemberian hadiah bagi abdi dalem yang berjasa
terhadap Keraton atau untuk memberikan kenaikan pangkat abdi dalem.
Sekarang dipakai untuk latihan tari dan dalang.
92
filsafat bahwa orang yang akan masuk pintu surga, akan bertemu dengnan
diri pribadinya terlebih dahulu
93
mencapai kesempurnaan hidup / kasampirnaning dumadi (K R M H
Yosodipuro, 1994: 4).
Dalam ingatan kolektif, Kota Solo dikenal sebagai kota Plesiran ( kota
tamasya), kota budaya, dan kota yang tidak pernah tidur. Berbagai kegiatan yang
menarik ditampilkan, terutama melalui berbagai promosi kebudayaan. Promosi
kebudayaan ini beperan secara signifikan dalam membangun ingatan kolektif
tentang Kota Solo, dimana di Solo terdapat : Keraton Kasunanan dan
Mangkunegaran, Taman Sriwedari, Taman Balekambang, Taman Jurug, serta
Bengawan Solo. Berbagai realitas simbolik ini telah mengantarkan Kota Solo
sebagai salah satu kota penting yang memperkaya khasanah kultural bangsa
Indonesia. Dalam ruang imajinasi publik, Kota Solo menjadi kota yang penuh
dengan daya tarik kultural yang mampu menghipnotis orang-orang dari luar kota
Solo maupun manca negara, sehingga banyaknya wisatawan tidak dapat dihindari.
Kota Solo dihadapkan pada berbagai tantangan yang mempengaruhi dinamika
internalnya
94
1) Kutaraga atau Kutanegara dengan keraton raja sebagai titik pusat, jadi boleh
disebut keraton merupakan pusat sedangkan Kutaraga atau Negara adalah
lingkaran wilayah yang pertama.
2) Negara Agung adalah daerah sekitar Kutaraga, yang masih termasuk inti
kerajaan, karena di daerah inilah terdapat tanah lungguh jabatan dari para
bangsawan yang bertempat tinggal di Kutaraga (di daerah Bagelen wilayah
Negaragung Surakarta dan Yogyakarta tumpang paruk).
3) Mancanegara adalah daerah luar Negara Agung, yang meliputi: Mancanegara
Wetan di daerah Bagelen wilayah Negaragung (mulai ponorogo ke timur), dan
Mancanegara Kulon (mulai Banyumas ke Barat).
4) Daerah Pasisiran, terdiri dari : Pasisiran Kulon (Demak ke Barat) dan
Pasisiran Wetan (Demak ke Timur) (G.Moedjanto, 1998 : 112).
Daya tarik yang didominasi oleh pusat ini menjadikan kota Solo sebagai
wilayah migrasi yang hingga kini mengalir terus. Daya tarik tersebut meliputi :
95
pintu utama untuk memasuki museum. Di sisi utara dan selatan bangunan
terdapat selasar/teras masing-masing selebar 4 m. Selasar/teras sisi utara
saat ini difungsikan untuk loket tempat penjualan tiket masuk museum
sedangkan selasar/teras sisi selatan untuk lalu lintas pengunjung museum.
Atap selasar ditutup dengan seng gelombang berwarna merah meni
sedangkan di bawah atap dipasang eternity. Atap tersebut disangga oleh
tiang-tiang dari pipa besi setiap interval 4 m dengan tambahan konsol
untuk menyangga talang-talang. Di antara atap bangunan dan atap selasar
tedapat lubang ventilasi berbentuk bulat berukuran 55 cm pada setiap
interval 3 m. Lubang ventilasi tersebut ditutupi dengan ukiran kerawang
dari kayu.
96
30 cm sama dengan lantai kamar mandi/WC sedangkan plafon dari
eternity dengan ketinggian ± 7 m dari lantai.
97
Berdasarkan struktur atapnya bangunan sisi barat berdenah
berukuran 6 m x 180 m membujur arah utara-selatan bersambung dengan
bangunan Panti Pidana. Atap bangunan berbentuk limasan dengan
penutup dari seng gelombang. Di sisi selatan bangunan ini terdapat
bangunan membujur timur-barat dengan bentang 6 m yang merupakan
lanjutan dari Koken. Atapnya juga berbentuk limasan. Atap bangunan
tersebut dipisahkan oleh talang sedangkan pemisah ruangan antara
bangunan panti pidana museum dan koken adalah lorong pintu atau ruang
penghubung.
Emperan sisi barat disangga oleh deretan tiang yang dibuat dari
kayu berjumlah 15 buah setiap interval 4 m. Yang menarik perhatian
bahwa tiang-tiang tersebut mempunyai bentuk yang sangat spesifik
dengan hiasan ukiran yang sangat bagus pada bagan kepala tiang. Tiang-
tiang tersebut dicat dengan warna biru muda dipadu dengan biru tua.
98
Bentuk tiang seperti tersebut mengingatkan kita pada tiang gaya
korinthis yaitu penampang tiang bulat bergaris-garis vertikal kaki tiang
berbentuk cincin dan kepala tiang diberi hiasan berupa motif tumbuhan
Selain itu, yang menarik perhatian adalah bahwa pada kepala tiang
tersebut terdapat ukiran tulisan “PB X”.
99
hiasan dan ukuran yang sama dengan pintu-pintu yang menghadap
pelataran kedhaton. Untuk memenuhi keperluan display museum maka
pintu-pintu tersebat dibongkar, sebagian ditutup tembok dan sebagian
dibuat pintu baru. Bongkaran-bongkaran pintu tersebut saat ini masih
tersimpan di gudang sebelah selatan berjumlah 8 buah.
100
dan sebagian dibuat lagi dengan pintu-pintu baru sama dengan pintu-pintu
pada bangunan sisi utara dan timut. Pada ketinggian ± 3,5 m dari lantai
dipasang plafon berupa triplek berukuran 1 m x 2 m.
Ruang display bangunan sisi barat ini diapit oleh dua ruang
penghubung atau lorong pintu yaitu sisi utara menghubungkan museum
dengan peralatan keraton, dan sisi selatan menghubungkan museum
dengan koken, ruang penghubung atau lorong pintu ini mempunyai
bentuk dan ukuran yang sama dengan ruang penghubung bangunan sisi
utara. Lantai pada kedua ruangan ini lebih rendah ± 10 cm dibandingkan
dengan lantai selaras maupun ruang museum. Penutup lantainya adalah
plesteran sedangkan plafonya dari papan kayu jati yang dipasang pada
ketinggian 7 m, berada di atas lubang ventilasi dan di cat dengan warna
kuning atau krem. Ditengah-tengah plafon tersebut ditempel hiasan
ukiran sama dengan ukiran pada plafon selaras sisi barat untuk tempat
gantungan lampu.
101
berupa eternity berukuran 1 m x 1 m sedangkan lantainya dari tegel abu-
abu berukuran 30 cm x 30 cm.
102
5) Lain-lain
Di tengah kompleks bangunan museum membentang sebuah
halaman yang luas berukuran 32 m x 144 m membentang arah utara-
selatan. Permukaan tanah halaman lebih rendah 50 cm dari permukaan
lantai selasar yang dihubungkan oleh undakan dengan dua ank tangga. Di
depan bekas kanopi terdapat taman berbentuk lingkaran (bundar) yang
dikelilingi pagar teralis dari besi dipadu dengan pasangan bata diplester
dengan berbentuk segi delapan setiap jarak 1.5 m dengan ketinggian ± 7
cm. Di tengah-tengah taman tersebut, terdapat sebuah patung wanita
gaya Italia berdiri di atas pasangan bata yang diplester benrtuk persegi. Di
sekeliling halaman tersebut selain ditanam jenis tanaman hias, juga
terdapat tanaman buah seperti pohon kelengkeng, jambu, mangga dan
pohon-pohon besar lainnya Tanaman hias selain ditanam langsung di
tanah, banyak juga yang ditanam di pot. Sedangkan pohon besar seperti
pohon kelengkeng di tanam di dekat bangunan sehingga sebagian ranting
dan daunnya berada di atas atap selasar.
103
Selain itu di tepi halaman depan Sitinggil terdapat 8 buah
meriam urut dari sebelah barat ke timur adalah sebagai berikut :
Ruang I
104
Ruang II
Ruang III
Ruang IV
Ruang V
105
Terlihat adegan kesenian rakyat :
Ruang VI
106
Ruang VII
a. Bokor, Kendil
b. Perhiasan
Di ruang tengah terdapat sebuah payung bersusun tiga untuk upacara
khitanan Susuhunan PB IV.
Ruang VIII
Ruang koleksi tandu, kramun unutuk memikul putri raja / penari srimpi
Ruang IX
Ruang X
107
Ruang XI
Terdapat beberapa koleksi senjata kuno antara lain : bedil, pistol, pedang,
tameng perisai, keris, panah dan pelana kuda. Di sebelah utara di
perlihatkan drama suatu adegan di masa perang antara Pangeran
Diponegoro dengan Kompeni Belanda di Gua Selarong tahun 1825-1830.
Ruang XII
Ruang XIII
1) Kirab Pusaka
108
Kirab pusaka ini dimulai pada tengah malam pada setiap malam
tanggal 1. Suro. Definisi kirap pusaka adalah mengarak atau
mempertontonkan pusaka-pusaka keraton kepada massa dengan cara
berjalan mengelilingi keraton. Pada zaman dahulu pusaka yang dikirab ini
oleh masyarakat mempunyai tujuan untuk melindungi dan menjaga
keselamatan negara dari segala kejahatan dan hal-hal yang tidak baik.
Beberapa pusaka terutama tombak diarak keliling keraton dengan diiringi
kerbau bule milik keraton.
109
1) Makam Kyai Solo
Makam ini terletak di dalam Benteng Baluwarti yang hanya
menempuh 10 menit perjalanan dari Museum Keraton Kasunanan
Surakarta. Kyai Solo adalah seorang pertapa yang sangat sakti dan
daerahnya dijadikan cikal bakal berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta.
Setiap malam jumat banyak ziarah datang untuk meminta berkah.
4) Masjid Agung
Masjid ini terletak di sebelah barat alun-alun utara keraton. Masjid
ini dibangun oleh PB II dan dipercantik oleh PB X. Bangunan masjid ini
kebanyakan berwarna biru dan memiliki sebuah gapura yang mempunyai
arti pengampunan.
5) Pasar Klewer
Pasar ini terkenal dengan tempat penjualan bermacam-macam kain
terbesar di kota Solo, dimana pedagang dari luar daerah mengambil barang
daganngnya di Pasar Klewer. Pasar ini terletak di sebelah barat Keraton
Kasunanan Surakarta
110
6) Tempat Persembhayangan Agama Hindu
Tempat ini selain untuk memanjatkan doa bagi para penganut
Agama Hindu juga sebagai tempat meditasi. Tempat ini terletak di sebelah
timur museum Keraton Kasunanan Surakarta
2) Area parkir
Area parkir merupakan lokasi yang sudah ditentukan untuk
menempatkan kendaraan. Luas area parkir harus proporsional dengan
prediksi jumlah rata-rata kendaraan pada saat pengunjung ramai. Di
111
keraton ada dua tempat parkir, yaitu parkir bus pariwisata yang terletak di
timur Gapura Gladhag dan parkir mobil dan kendaraan roda dua yang
berada di dalam keraton.
3) Loket ke dua
Loket kedua ini berfungsi untuk menyerahkan tiket yang sudah
dibeli di loket yang pertama, tapi di loket yang kedua ini juga menjual
tiket untuk kamera dan handycam. Di loket yang kedua ini juga terdapat
guide, jika pengunjung menginginkan didampingi seorang guide maka
guide akan siap mengantarkan dan menerangkan tentang seluk beluk
keraton.
4) Toilet
Tempat ini untuk membersihkan diri, misalnya buang air kecil
dan cuci kaki, biasanya setelah memasuki halaman keraton tanpa
menggunakan alas. Toilet berada di tepat di pintu masuk museum keraton.
Toilet ini juga selalu dijaga kebersihannya.
5) Tempat ibadah
Pengunjung muslim tentunya memerlukan tempat ibadah saat
mengunjungi Keraton, di Keraton terdapat langgar di depan Kori
Kamandhungan.
6) Perpustakaan
Keraton Kasunanan Surakarta merupakan obyek wisata budaya
dan wisata edukasi, sehingga di dalam keraton juga terdapat perpustakaan.
Bagi pengunjung yang ingin memperdalam pengetahuan tentang keraton
bisa membaca-baca di perpustakaan. Perpustakaan buka setiap senin
sampai jumat dari jam 09.00 samapi 13.00.
b. Perkembangan Pengunjung
112
Keraton Kasunanan Surakarta resmi hanya sebagai simbol kekuasaan
raja pada tahun 1945 setelah Indonesia merdeka. Setelah Indonesia merdeka,
secara otomatis Keraton kasunanan Surakarta menjadi wilayah dari Indonesia.
Awal pertama yang dijadikan tempat wisata hanyalah museumnya saja.
Museum Keraton Kasunanan Surakarta mulai dibuka tahun 1963 (wawancara:
KGPH Poeger, tanggal 27 Desember 2009). Jumlah pengunjung yang
datangpun naik turun. Seperti saat liburan sekolah atau Keraton akan punya
“gawe” maka pengunjung Keraton akan meningkat, tetapi ada kalanya
penurunan yaitu pada saat puasa Ramadhan (wawancara: Bu Darini, tanggal
27 Desember 2009).
113
Pelaksanaan pemugaran berdasarkan pada Undang-undang Cagar
Budaya No. 5 tahun 1992 pasal 15 ayat 2 huruf d. Hal ini juga tercermin
dalam ICOMOS CHARTER article 9 yang menyatakan secara jelas bahwa
tujuan pemugaran adalah untuk memelihara dan menumbuhkan nilai-nilai
historis dan estetis suatu monument, berdasarkan bahan-bahan asli dan
sumber-sumber yang otentik. Dengan demikian misi pemugaran Bangunan
Museum Keraton Surakarta merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperbaiki bangunan museum yang rusak pada bentuk aslinya.
Pelaksanaan pemugaran Bangunan Museum Keraton Surakarta
dilaksanakan pada tahun anggaran 1998 sampai dengan 2000. Dasar untuk
melaksanakan pemugaran ini diperlukan pengidentifikasian kerusakan
pada elemen-elemen bangunan supaya lebih jelas komponen-komponen
yang dipertahankan, diganti, maupun ditambal sulam.
Dalam pemugaran yang berlangsung selama 2 tahun melibatkan
tenaga ahli, tenaga terdidik dan tenaga terampil. Dana yang diperlukan
untuk membiayai pemugaran museum Keraton Kasunanan Surakarta
adalah sebagai berikut:
1. APBN tahun 1998/1999 = Rp 42.732.000,00
2. APBN tahun 1999/2000 = Rp 121.561.000,00
3. APBN tahun 2000 = Rp 30.000.000,00
Bangunan Museum Keraton Kasunanan Surakarta yang dipugar
meliputi bangunan di sisi timur, sisi selatan, dan sisi barat. Adapun
sasarannya antara lain meliputi perbaikan kusen jendela dan pintu,
dinding, lantai, langit-langit dan atap.
2) Menata Lahan Parkir
Tempat parkir yang tidak tertata dengan baik sering dikeluhkan
oleh para pengunjung. Penyediaan lapangan parker pun dirasa masih
kurang, hal ini disebabkan pasar klewer yang terletak di sebelah barat
keraton ini tidak mampu menampung semua kendaraan para pedagang
sehingga mereka memarkir kendaraan mereka sepanjang alun-alun utara
sehingga mengakibatkan kemacetan lalu-lintas. Selain itu para penarik
114
becak juga turut menyebabkan kemacetan lalu-lintas tersebut. Oleh karena
itu Badan Pengelola Keraton Kasunanan Surakarta menggandeng Pemkot
Surakarta untuk menertibkan pengguna jalan dengan membuat lapangan
parkir serta memasanng rambu-rambu lalu-lintas sepanjang alun-alun
Utara. Penyediaan lapangan parkir dapat di tempatkan di bekas kantor
pemadam kebakaran PEMDA Surakarta atau dapat di tempatkan di Alun-
alun Selatan Keraton Surakarta dan juga bagi bus-bus pariwisata sekarang
di tempatkan di lahan kosong sebelah Benteng Vastenburg. Dengan
adanya tempat parkir yang luas dan memadai diharapkan para wisatawan
Keraton merasa nyaman saat berkunjung ke keraton.
115
1.6.1 Membersihkan ruangan beseerta isinya. Membersihakan ruangan
dan barang-barang yang ada di museum secara intensif sehingga
ruangan tersebut tidak pengab sedangkan barang bersejarah di
dalamnya dibersihkan sehingga terpelihara kebersihan.
1.6.2 Menambah penerangan. Memberkan penerangan yang cukup di
dalam museum dengan menggunakan lampu yang mempunyai
betuk kuno sehingga ruangan di dalam museum tidak terlihat
gelap dan bentuk lampu tersebut mendukung suasana keaslian
Keraton Surakarta.
1.6.3 Memakai pakaian adat. Dalam kegiatan sehari-hari pada SDM
yang ada dalam museum ini seperti guide dan abdi dalem
memakai pakaian daerah dalam menjalankan tugasnya atau
menerapkan kembali peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh
PB X. Tata cara memasuki Keraton Kasunanan Surakarta yaitu :
1. Tidak boleh memakai topi atau payung ketika di keraton
2. Tidak boleh memaki alas kaki ketika di keraton
3. Memakai pakaian adapt Jawa jika ingin berkunjung ke
Keraton
4. Wanita sedang datang bulan tidak diperbolehkan memasuki
Keraton (Mas Antok, Guide Museum Keraton Kasunanan
Surakarta Hadiningrat wawancara 3 Desember 2009).
b. Usaha-usaha Promosi
Untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, pengelola pariwisata
Keraton Kasunanan Surakarta berusaha melakukan berbagai macam program
promosi. Menurut KGPH Poeger (wawancara, 27 Desember 2009) kegiatan
promosi yang dilakukan adalah
116
dimana nanti kegiatan berada di wilayah Keraton. Hal ini nantinya dapat
menarik pengunjung untuk mengunjungi Keraton.
2) Pihak Keraton Kasunanan juga akan mengadakan kerjasama dengan
Pemkot, disini yang dimaksud dengan Pemkot adalah Dinas pariwisata.
Karena selama ini dirasa komunikasi antara pihak Keraton Kasunanan
dengan Dinas Pariwisata Surakarta belum maksimal. Hal ini juga
disebabkan Keraton memang berada di dalam wilayah administratif
Solo, tapi tidak dikelola oleh Dinas Pariwisata Surakarta, yang mengelola
wisata Keraton itu pihak Keraton sendiri (wawancara: Bu Erni, tanggal 23
Desember 2009).
3) Selain dengan Pemkot, pihak keraton juga mengadakan kerjasama dengan
biro travel, yaitu dengan memasukkan Keraton Kasunanan Surakarta
menjadi salah satu tujuan wisata di biro travel tersebut.
4) Melalui media baik media cetak maupun elektronik. Media cetak, misalnya
Koran, majalah, dan pamflet melakukan promosi lewat tulisan-tulisan yang
dapat mengundang rasa penasaran pengunjung untuk segera datang
mengunjungi Keraton, sedang media elektronik,misalnya TV dan video
yang menyuguhkan Keraton dalam bentuk visual audio jadi, keindahan dan
keanggunan Keraton dapat dinikmati penikmat media elektronik dan pada
akhirnya mereka akan berkunjung ke Keraton Kasunanan Surakarta.
a. Kunjungan pelajar SMP dan SMU, dimana kunjungan mereka bertujuan untuk
mengenal tentang sejarah dan budaya keraton. Bagi mahasiswa, tujuannya
lebih spesifik lagi misalnya menganalisa perkembangan wisata di Keraton,
117
b. Kunjungan wisatawan domestik dan asing yang melihat keberadaan Keraton
Kasunanan Surakarta dari dekat. Kebanyakan para pengunjung ini adalah
wisatawan domestik, yang ingin melihat secara langsung kemegahan Keraton
Kasunanan Surakarta. Tapi wisatawan asing juga tidak kalah banyaknya yang
berkunjung ke Keraton Surakarta. Wisatawan asing memiliki beberapa tujuan
saat mengunjungi Keraton, salah satunya adalah ingin mengenal dan
mengetahui tentang Keraton Kasunanan Surakarta, selain itu mereka hanya
sekedar mengunjungi obyek wisata di Surakarta (biro’s travel schedule)
(Wawancara: Ibu Darini, 15 Desember 2009)
c. Kunjungan resmi pejabat pemerintahan yang bertujuan untuk membicarakan
kerjasama dengan pihak keraton. Misalnya Kunjungan dari Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Jawa Tengah untuk melakukan pemugaran di Keraton.
1. Dampak Sosial
Semakin ditingkatkannya pariwisata Keraton Kasunanan Surakarta
tentunya akan menambah pemasukan yang akan diperoleh Keraton. Pemasukan
yang didapat dari wisata Keraton ini sepenuhnya dikelola oleh pihak keraton
sehingga pemerintah hanya bertindak sebagai badan pelindung saja. Pemasukan
ini digunakan untuk membiayai pemeliharaan dan pengembangan obyek wisata
Keraton Kasunanan serta untuk membayar gaji sejumlah abdi dalem keraton.
118
Sejak tahun 1963, awal mula wisata Keraton ini hanya berupa museum Keraton
Kasunanan saja, tapi seiring bergulirnya waktu fasilitas yang ada di Keraton selalu
diperbarui dan diperbaiki. Hal ini pun memiliki peran yang sangat besar bagi
masyarakat sekitar, seperti penuturan Dwi Hartanto (wawancara, 15 Desember
2009) “….. dengan semakin lengkapnya fasilitas yang ada di obyek wisata
Keraton Kasunanan, sangat membantu masyarakat, terutama dalam hal lapangan
pekerjaan. Misalnya saya sendiri, sebelumnya saya bingung mau bekerja apa
dengan kemampuan yang pas-pasan dan pendidikan yang tidak seberapa,
kemudian saya melihat ada kesempatan untuk bekerja sebagai tukang parkir di
sini….”. Ibu Harsinah menambahkan selain bisa mendapat pekerjaan, Ibu
Harsinah yang sudah berjualan lebih dari 20 tahun juga mendapatkan pengetahuan
tentang budaya Keraton, adat istiadat di Keraton (wawancara, 15 Desember
2009).
119
c. Meningkatnya pendidikan. Adanya lapangan pekerjaan di Keraton merupakan
penghasilan bagi para pekerja tersebut, dan dengan hal itu anak-anak dai
pekerja tersebut dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
d. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat.
2. Dampak Ekonomi
Wisata Keraton Kasunanan sangat berpengaruh terhadap kehidupan
ekonomi masyarakat. Salah satunya membawa peluang kerja bagi masyarakat.
Dengan terbukanya peluang usaha tentunya akan membawa pengaruh terhadap
pendapatan masyarakat yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan juga untuk kegiatan sosial dalam masyarakat. Meskipun penghasilan yang
didapat tidak begitu besar tetapi cukup untuk memnuhi kebutuhan. Orang-orang
yang bekerja di Keraton Kasunanan merupakan Abdi Dalem Keraton yang sudah
bekerja lebih dari separuh hidupnya, dan mereka kebanyakan adalah orang-orang
yang tinggal di daerah sekitar Keraton Kasunanan Surakarta.
Ada sekitar 2 orang yang bekerja sebagai tukang parkir di area parkir
kendaraan pribadi. Pelaksanaan perparkiran ini dilakukan oleh masyarakat sekitar
Keraton. Dua orang parkir selalu datang setiap hari, bahkan pada saat liburan
sekolah atau hari raya jumlah tenaga parkir ditambah seperti penuturan Dwi
Hartanto (wawancara, 15 Desember 2009) “pada musim liburan sekolah atau hari
raya, jumlah tenaga parkir ditambah karena jumlah kendaraan yang datang
meningkat”.
120
Domestik : Rp 6000,00
Foreign : Rp 10.000,00
Kamera : Rp 3500,00
Pada saat-saat tertentu harga tiket pun mengalami kenaikan seperti saat
Hari Lebaran menjadi Rp 8000,00.
Ada sekitar 6 orang mungkin lebih yang bekerja sebagai guide. Guide ini
bekerja secara bergilir biar semua rata dan guide ini dibayar sukarela oleh
pengguna jasanya. Guide ini biasanya orang-orang sekitar yang mengetahui benar
tentang seluk-beluk keraton.
a. Bagi wanita tidak boleh mengenakan celana harus mengenakan bawahan atau
rok.
b. Harus memakai sepatu.
c. Harus berpakaian yang sopan.
121
d. Harus menjaga tingkah laku dan ucapan.
Setelah memasuki Keraton, akan tampak banyak sekali abdi dalem yang
mengurusi kebersihan dan keindahan Keraton, yang jumlahnya mencapai puluhan
bahkan ratusan. Ada 5 orang penjaga perpustakaan yang bertugas untuk menjaga
kepustakaan dari Keraton. Perpustakaan dan Sasana Wilopo buka dari jam 10.00 –
13.00, sedangkan museum dari jam 10.00 – 15.00. Belum lagi kerabat-kerabat
Kerajaan yang memegang jabatan di Keraton yang jumlahnya sangat banyak.
Keraton merupakan suatu organisasi sehingga terdapat kepengurusan dalam
Keraton itu sendiri, layaknya sebuah organisasi.
122
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Penelitian
123
bangunan di Keraton Surakarta mengandung ajaran untuk mencapai
kesempurnaan hidup atau kasampuraning dumadi. Benda-benda yang dapat
dijadikan sumber pembelajaran atau edukasi berada di luar bangunan dan
sebagian tersimpan dalam museum.
124
Saat sekarang ini sektor pariwisata mempunyai peluang yang besar untuk
wisata budaya atau cultural tourism yang sangat jarang ditemukan. Keraton
fakta atau bukti sejarah yang otentik, baik itu yang berupa bukti lisan, tertulis
kawasan sekitar Keraton terdapat souvenir yang menjadi ciri khas Keraton
Kasunanan, dan (3) something to do, di Keraton juga bisa menikmati kawasan
tempat rekreasi tetapi juga sebagai tempat penelitian dan pusat pendidikan.
bahwa keberadaan Keraton Surakarta sangat penting bagi Kota Solo karena
125
selain berfungsi sebagai sumber pembelajaran sejarah, Keraton juga berfungsi
3. Saran
126
wawancara dan observasi maka diperlukan cara lain sebagai pelengkap
seperti dokumen dan arsip-arsip Keraton. Penelitian lebih lanjut diperlukan
kesiapan baik materi maupun pedoman wawancara dan pedoman observasi.
4. Masyarakat sekitar
Wisata Keraton Surakarta merupakan salah satu tujuan wisata bagi
masyarakat luas. Hal ini tentunya membuka peluang usaha bagi masyarakat
sekitar. Sebaiknya masyarakat tersebut semakin kreatif dan inovatif dalam
menghasilkan souvenir yang menjadi ciri khas Keraton, sehingga
pengunjung lebih terkesan. Hal ini secara tidak langsung juga ikut
mempromosikan obyek wisata Keraton Surakarta terhadap masyarakat luas.
127
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
128
Muslihah Budiyati. 2006. Skripsi : “Pemanfaatan Keraton Surakarta Sebagai
Media Pembelajaran Sejarah Bagi Siswa SMA Negeri Di Kota
Surakarta”. Surakarta : FKIP UNS.
Moh. Nazir. 1983. “Metode Penelitian”. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Moloeng L. J.2000. “Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung : PT Remaja.
Nyoman, S. Pendit .2002. “Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Pendidikan”.
Jakarta : PT. Pradanya Pramita.
Ramaini. 1992. “Geografi Pariwisata”. Jakarta : Gramedia Indonesia.
Suriandjari K.R.M.H, Pusponingrat. 1996. “Tata Cara Adat kirab Pusaka Keraton
Surakarta Hadinigrat”. Sukoharjo : Cendrawasih.
Suseno, Frans Magnis. 1998. “ Etika Jawa”. Jakarta : Gramedia.
129
Majalah :
Hermanu Jubagyo. 2008. Agustus “Sejarah Kota Solo”. Reflex. LPM Motivasi
FKIP UNS. 16-17
Internet :
http://www.kesimpulan.co.cc/2009/04/kebijakan kepariwisataan
130
131
Lampiran 1. Dokumentasi dari Keraton Kasunanan Surakarta
132
Foto 3. Bangsal Sewayana
133
DAFTAR INFORMAN
134
Jabatan : Wisatawan domestik
16. Nama : Putri
Jabatan : Wisatawan domestik
17. Nama : Andrean
Jabatan : Siswa SMAN 5 Ska
18. Nama : Robert
Jabatan : Wisatawan Asing
19. Nama : Eko
Jabatan : Mahasiswa
135