Anda di halaman 1dari 26

SKRIPSI MAKNA DAN FUNGSI SAKECO ETNIS SAMAWA

SKRIPSI MAKNA DAN FUNGSI SAKECO ETNIS SAMAWA OLEH DESSY WAHYUNI
E1C 107 018 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2014
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Makna dan
Fungsi Sakeco Etnis Samawa ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan program sarjana (S1) program studi Pendidikan
Bahasa, Sastra Indenesia dan Daerah, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Mataram. Penulisan skripsi ini tidak mungkin
terwujudtanpabimbingandanbantuandariberbagaipihak.Olehkarenaitu,dengan segenap
kerendahan hati penelitimengucapkan terimakasih dan rasa hormat kepada: 1. Dr. H. Wildan,
M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Mataram. 2. Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd.,
selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Seni Universitas Mataram. 3. Johan Mahyudi, S.Pd., M.Pd,
selaku Ketua Prodi Bahasa,Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Mataram. 4. Drs. Cedin
Atmaja, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Isekaligus dosen Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun
skripsi ini. 5. Burhanuddin, S.Pd.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini. 6.
Bapak/Ibu dosen Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Mataram. 7.
Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan serta dukungan dalam penyelesaian
skripsi ini. Akhirnya, peneliti mengakhiri bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangankekurangannya. Untuk itu, peneliti berharap masukan-masukan dan saran dari berbagai pihak
yang dapat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini, semoga apa yang disajikan dalam
skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembaca. Mataram, Februari 2014 Peneliti Motto&
Persembahan. Motto Jadilah kita orang yang berilmu, atau orang yang mengajarkan ilmu,
atau orang mendengarkan ilmu, atau orang yang mencintai ilmu, dan janganlah menjadi
orang yang kelima yaitu orang yang celaka. Limu itu lebih berharga dari pada harta yang
berlimpah, sebab ilmu adalah yang menjaga pemiliknya sedangkan harta dialah yang akan
dijaga pemiliknya. Persembahan. Teiring doa dengan penuh kasih terucap dengan tulus,
karya sederhana ini kupersembahkan buat mereka yang selama ini mendampingiku penuh
kesetiaan, kasih sayang nan abadi yaitu: 1. Kedua orang tuaku tercinta,Ayahanda Massamin,
S. Pd dan Ibunda Fatma yang telah menncurahkan segala daya upaya dan selalu memberikan
yang terbaik untuk anak-anaknya,mereka adalah nafas hidupku. 2. Adikku Fadly Iskandar dan
Istrinya Nurmawan Safitri, SKM dari tahun 2007-2014 telah mendampingiku dalam suka dan
duka berada di Mataram (negeri rantauan ilmuku), dia yang telah membantu dalam segala hal
dari dahulu, sekarang sampai seterusnya. 3. Adik iparku Edi Aprianto dan isrtinya Effi
Ratnasari terima kasih atas semangatnya selama ini, semoga bahagia selalu. 4. Lita Ramdani
adik bungsuku yang sebentar lagi akan memasuki bangku perkuliahan, semoga sehat dan
sukses selalu. 5. Kedua keponkanku Salsyabilla Diffiqah Adira & Khalisa Aulia Iskandar
semoga kelak akan menjadi anak yang berbakti dan berguna bagi kedua orang tuanya,
Agama, Bangsa dan Negara. 6. Paman-pamanku, bibiku serta teman sekaligus sahabat
terbaikku yang selama ini selalu memberikan semangat. 7. Teman-temanku senasib dan
seperjuangan mahasiswa Basterindo angkatan 2007. 8. Dan untuk Almamater tercinta FKIP,
Universitas Mataram. DAFTAR ISI HALAMAN
JUDUL................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI ................................................ iii KATA

PENGANTAR ............................................................................. iv MOTTO DAN


PERSEMBAHAN ......................................................... vi DAFTAR
ISI ........................................................................................... viii
ABSTRAK................................................................................................ x BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.................................................................... 1 1.2
Rumusan Masalah............................................................... 3 1.3 Tujuan
Penelitian................................................................ 3 1.4 Manfaat Hasil
Penelitian..................................................... 3 1.5 Penegasan
Istilah................................................................ 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian
Yang Relevan....................................................... 5 2.2 Landasan
Teori..................................................................... 7 2.2.1 Sastra
Lisan................................................................. 7 2.2.2 Ciri-Ciri Sastra
Lisan ................................................. 8 2.2.3
Sakeco ....................................................................... 9 2.2.4 Makna Sakeco Sebagai Sastra
Lisan.......................... 11 2.2.5 Fungsi Sakeco Sebagai Sastra Lisan.......................... 12 BAB
III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis
Penelitian...................................................................... 15 3.2 Lokasi dan informan
Penelitian........................................... 15 3.2.1 Lokasi
Penelitian ................................................. ...... 15 3.2.2 Informan
penelitian.................................................... 15 3.3 Metode Pengumpulan
Data.................................................. 18 3.3.1 Pengamatan
(Observasi)............................................. 18 3.3.2 Metode
Dokumentasi................................................... 19 3.3.3 Metode Wawancara
(Intervie)...................................... 19 3.4 Metode Analisis
Data............................................................. 20 BAB IVPEMBAHASAN 4.1 Makna Sakeco
Sebagai Sastra Lisan pada Masyarakat Sumbawa ................................................... 24 4.1.1
Makna Kognitif ............................................................ 25 4.1.2 Makna
Persahabatan ..................................................... 28 4.1.3 Makna
Pemberani ......................................................... 30 4.2 Fungsi Sakeco Sebagai Sastra Lisan
Pada Masyarakat Sumbawa ............................................................................... 31 4.2.1
Sebagai Sistem Proyeksi ............................................. 22 4.2.2 Pengesahan
Kebudayaan .............................................. 33 4.2.3 Sebagai Alat Berlakunya Norma Sosial
dan Pengendalian Sosial ..................................................... 31 4.2.4 Sebagai Alat
Pendidikan .............................................. 34 4.2.5 Pelestarian Diri atau
Hiburan ....................................... 34 BAB VPENUTUP 5.1
Simpulan .............................................................................. 36 5.1.1 Makna Sakeco Sebagai
Sastra Lisan pada Masyarakat Sumbawa ...................................... 36 5.1.2 Fungsi Sakeco
Sebagai Sastra Lisan Pada Masyarakat Sumbawa ...................................... 37 5.2
Saran..................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK MAKNA DAN FUNGSI SAKECO ETNIS SAMAWA Oleh: Dessy Wahyuni
Keberadaan sastra lisan sakeco etnis Samawa saat ini mengkhawatirkan, karena beberapa
alasan yaitu; pertama, sakeco sudah jarang digunakan. Kedua, berdasarkan penelusuran
sedikit sekali ditemukan sastra lisan sakeco dalam bentuk dokumentasi. Dan ketiga, jumlah
orang yang mampu memainkan sakeco sangat terbatas. Mengingat hal tersebut dalam jangka
waktu ke depan sastra lisan sakecoakan hilang dengan sendirinya sejalan dengan arus
perkembangan zaman.Peneliti ini menumbuhkembangkan kembali kebudayaan Sumbawa
yang pada akhir-akhir ini hampir punah keberadaanya. Tujuan penelitian ini
untukmendiskripsikan makna dan fungsi sakeco yang terkadung di dalam Sakeco sebagai
sastra lisan Sumbawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodedeskriptif
kualitatif.metode dalam pengumpulan data yaitu motode observasi/pengamatan, dokumentasi,

dan wawancara. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,
sedangkan metode Berdasarkan hasil analisis data penelitian terhadap sakeco sebagai sastra
lisan Sumbawa, makna Kognitif pada Sakeco Datu Samawa 1, mengisahkan tentang
perjodohan yang dilakukan pada masa kerajaan Goa dan Sultan Jalaluddin dilakukan dengan
cara semacam saembara. Sakeco Datu Samawa 2, menggambarkan amanat raja goa untuk
mengundang Sultan Jalaluddin untuk ikut serta dalam sayembara. Sakeco Datu Samawa 3,
memberikan ungkapan kepada tokoh atau salah satu mentri yang dibawa Sultan. Karena
ketangguahan mentri ini diberi julukan Linting Bumi. Sakeco Datu Samawa 4, menjelaskan
Ratu Sidenreng akan mendapatkan jodoh yang cocok dengannya. Hal itu dipertandai dengan
mimpinya pada bulan purnama, ia mendapatkan sebuah bintang. Jika diasosiasikan, bintang
adalah pasangan. Makna Persahabatan terdapat pada Sakeco Batu Gong 5, mengisahkan
persahabatan tiga orang yang berbeda golongan, mereka melalui hari-hari bersama dan
menjadi sahabat sejati. Makna Pemberani terdapat pada Sakeco Labaham 6, mengisahkan
tentang keberanian dan perjuangan Labaham yang membela kebenaran dan menentang
keputusan Raja Sumbawa yang mengijinkan masuknya Belanda ke tanah Sumbawa. Fungsi
Sakeco Sebagai Sastra Lisan Pada Masyarakat Sumbawa sebagai berikut. Sebagai Sistem
proyeksi terdapat pada sakeco Bangun Desa Darat 7, sebagai pengesahan kebudayaan
terdapat pada sakeco Bangun Desa Darat 8, sebagai alat berlakunya norma sosial dan
pengendalian sosial terdapat pada sakeco Bangun Desa Darat 9-10,sebagai alat pendidikan
terdapat pada sakeco Bangun Desa Darat 11,sebagai pelestarian diri atau hiburan terdapat
pada sakeco Bangun Desa Darat 12. Kata kunci: Makna, Fungsi, Sakeco

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berbicara masalah kebudayaan pada suatu daerah, sudah tentu
mempunyai tradisi sendiri bila dibandingkandengan tradisi daerah lainnya. Salah satu
yang dapat dilihat, yaitu tradisi khas masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) khususnya
etnis Samawa di KabupatenSumbawa Besar dan Sumbawa Barat, yakni tradisi lisan
berupa sakeco. Sehubungan dengan kebudayaan daerah tersebut, seni sakeco merupakan
salah satu dari kebudayaan yang terdapat di Sumbawa. Adapun sakeco ini adalah. O sarea
rama peno, Ma mo lema tu sakuat, Adat istiadat budaya kita, Kita tau samawa ta, na ilang
ka jasa, Nanta tu loka dunung, Siong ka nyaman ruana, Ka ya sengada adat ta, fikir akal
nanta na. Terjemahan : Wahai khalayak banyak, marilah kita kuatkan, adat istiadat
budaya, kita ini orang Sumbawa, agar tidak musnah jasa, para leluhur di masa lalu, tiada
dilakukan dengan mudah, diciptakan adat istiadat, dengan akal dan budi. Seni sakecoini
melibatkan dua pemain sebagai penutur, sekaligus memainkan rebana sebagai musik
pengiring, yang ditabuhkan saat penutur menyelesaikan satu alinea cerita kemudian
dilanjutkan cerita ke bait berikutnya. Selain menghibur seni ini juga berisi nasehat hidup
dan dahulu dipakai sebagai alat perjuangan. Sakeco biasanya ditampilkan pada acara
hajatan warga seperti pernikahan, khitanan, dan sejenisnya.Cerita disampaikan dalam
bentuk nyanyian berbalasdan diringi dengan musik. Tema yang sering diangkat
menyangkut kisah nyata pergaulan muda-mudi, kasus pembunuhan, fenomena sosial,
pemilihan kepala daerah, kawin lari, kasus pembunuhan, dan cerita rakyat lain yang
menarik diketahui masyarakat.Oleh karena itu, sakeco dianggap sebagai puisi yang
berbentuk narasi. Cerita sakeco umumnya terdiri atas pembuka (samula) yang berisi
ucapan selamat datang dan terima kasih kepada penonton. Selanjutnya,pembuka diikuti
inti cerita (isi sakeco) yang berbentuk ringkasan kisah yang akan diceritakan,bagian
terakhir adalah penutup (racik) yang biasanya berupa cerita jenaka.Akhir cerita bisa
bahagia, sedih, atau tragedi seperti kisah kawin lari (merari) dilakukan oleh masyarakat
setempat yang dinilai tabu, bahkan acap mengundang konflik horizontal.Keberadaan
sastra lisan sakeco etnis Samawasaat ini mengkhawatirkan karena beberapa alasan yaitu;
pertama, sakeco sudah jarang digunakan: kedua, berdasarkan penelusuran sedikit sekali
ditemukan sastra lisan sakeco dalam bentuk dokumentasi; dan ketiga, jumlah/orang yang
mampu memainkansakeco sangat terbatas. Mengingat hal tersebut dalam jangka waktu ke
depan sastra lisan sakecoakan hilang dengan sendirinya sejalan dengan arus
perkembangan zaman. Melalui penelitian ini, peneliti berusaha untuk
menumbuhkembangkan kembali kebudayaan Sumbawa yang pada akhir-akhir ini hampir
punah keberadaanya. Melalui penelitian ini, peneliti juga merasa ikut bertanggung jawab
sebagai masyarakat Sumbawa pada khusunya atas kelestarian kebudayaan tradisional
Indonesia, serta dapat memberikan manfaat dan masukan kepada Departemen Pendidikan
Nasional dalam rangka upaya menggali dan menyelamatkan khasanah kebudayaan
tradisional untuk pendidikan. Masyarakat Sumbawa termasuk peneliti sendiri sangat
tertarik dan menyukai akan kesenian sakeco karena selain menghibur sakeco juga bisa
menjadi penyalur emosi yang berupa sindiran dan kritikan kepada orang lain dalam
pergaulan muda mudi, pendidikan dan sosial politik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah,
sebagai berikut. a. Bagaimanakahmakna sakeco Samawa pada masyarakat Sumbawa? b.
Bagaimanakah fungsisakeco Samawa pada masyarakat Sumbawa? 1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada masalah yang ingin dipecahkan di atas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut. a. Mendeskripsikan maknasakeco etnisSamawa pada masyarakat

Sumbawa. b. Mendeskripsikan fungsisakecoetnis Samawa pada masyarakat Sumbawa.


1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Dapatmenambah wawasan kepada peneliti
mengenai makna dan fungsi khususnya sastra lisan Sumbawa. Jadi, penelitian ini dapat
dijadikan referensi terutama dibidang sastra klasik atau daerah. b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembelajaran dan instansi terkait serta
pelestarian kebudayaan daerah yang ada di nusantara. 1.5 Penegasan Istilah Penegasan
istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghindari adanya interpretasi yang
salah terhadap masalah yang diteliti. Penegasan istilah ini meliputi: a. Sakeco,adalah
sastra lisan sumbawa berbentuk puisi yang dibawakan dua orang secara berpasangan dan
dilakukan secara bergantian yang diikuti oleh musik rebana kecil. b. Makna,adalah satuan
arti,makna kata atau kelompok yang didasarkan atau hubungan lugas antara satuan bahasa
dan wujud luar bahasa seperti: orang, benda, tempat, sifat, dan proses kegiatan.Makna
juga di tautkan dengan perasaan. c. Fungsi,adalah fungsi berarti kegunaan suatu hal, daya
guna, jabatan (pekerjaan yang dilakukan, kerja suatu bagian tubuh).
1.2

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Penelitian Yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan sastra lisan Sumbawa telah
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti,mengingat banyak dan luasnya aspek pengkajian
sastra yang bisa di teliti dan di kaji maka semakin banyak pula acuen-acuan tentang sastra
bagi penelitian selanjutnya yang ingin mengkaji tentang sastra. Di bawah ini akan di
paparkan penelitian-penelitian relevan tersebut. Pertama, Nurhidayati (2012), dalam
penelitiannya yang berjudul Fungsi Lawas pada Masyarakat Sumbawa dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Pertama. Dalam penelitiannnya,
Nurhidayati menemukan bahwa lawas pada masyarakat sumbawa memiliki fungsi
sebagai, (a) proyeksi angan-angan suatu kolektif; (b) berfungsi edukatif; (c) alat kendali
sosial; (d) hiburan; (e) pembuka perhelatan/acara; (f) media informasi dan promosi.
Implikasi fungsi lawas pada pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama adalah
pemebalajaran lawas dapat dijadikan salah satu sumber bahan pengajaran di sekolah
khususnya dalam pembelajaran puisi karena nilai-nilai luhur dalam lawas termasuk di
dalamnya nilai pendidikan, bermanfaat bagi masyarakat pada pendidik dan pemakainya,
dasar dan tujuan pendidik di indonesia, dan fungsi pembelajaran sastra di sekolah. Dalam
kaitannya dengan pembelajaran sastra, Nurhidayati mengaitkan lawas dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan model pembelajaran cooperative learning (kerja
kelompok) menggunakan metode tanya jawab, diskusi, demonstrasi, penugasan dan
metode ceramah. Penelitian ini berbeda dengan yang peneliti lakukan. Hal ini terlihat
pada objek penelitian yaitu lawas, sedangkan peneliti meneliti sakeco. Dalam sakeco
terdiri dari beberapa lawas yang diiringi dengan alat musik tradisional Sumbawa. Dalam
penelitiannya, Nurhidayati mengaitkan lawas dengan pembelajaran muatan lokal di
Sekolah Menengah Pertama, sedangkan peneliti tidak mengaitkan sakeco dengan
pembelajaran muatan lokal walaupun sakeco dapat membantu dalam pembelajaran
muatan lokal. Kedua,Waluyo,Efendi,dan Arifin (2008) dengan judul Studi Struktur dan
Fungsi Kesusastraan Islam Lama Samawa. Penelitian ini membahas masalah struktur
dan fungsi kesusasteraan lisan dan tulis Islam lama Samawa dalam masyarakat. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa sruktur kesusastraan Islam lisan Sumbawa terdiri atas
aspek sintaksis, aspek verbal (penuturan), dan aspek semantik, sedangkan struktur
kesusastraan Islam tulis Sumbawa yaitu terdiri atas unsur interinsik dan unsur ekstrinsik.
Adapun fungsi kesusastraan Islam lisan dan tulis Sumbawa antara lain:sebagai alat
pendidikan anak yang bersifat religius; sebagai alat pemaksa dan pengawas berlakunya
norma agama di masyarakat; memberikan suatu cara yang dibenarkan oleh ajaran agama;
alat pengetahuan kebudayaan Islam; untuk hiburan yang bersifat agamamis; alat
pendukung norma sosial budaya yang dilandasi oleh ajaran agama; dan sebagai saluran
dakwah dalam rangka menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Ketiga, Hasyim HD (2008)
dengan judul Analisis Pamuji dalam Masyarakat Sumbawa Sebuah Kajian Relegius.
Penelitian ini membahas tentang struktur dan nilai yang terdapat dalam lawas pamuji
pada masyarakat Sumbawa. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif dengan teori struktur dan teori semiotik. Sedangkan sampel dalam
penelitian ini hanya di ambil dari 15% sampel dari populasi yang terdapat pada buku
kemudian dilengkapi dengan hasil wawancara dari tiga narasumber. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa struktur lawas memiliki kepaduan dan serasi serta tidak jauh beda
dengan struktur-struktur sajak atau puisi dalam bahasa Indonesia terutama pada puisipuisi lama. Struktur-struktur yang dimaksud adalah tema, sense, (inti pokok puisi), rasa
atau feeling, nada, amanat, diksi (pilihan kata), imaji, kisahnyata, majas (figurative
languag), serta ritme dan rima. Sedangkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah

nilai-nilai religi yang sesuai dengan pemahaman Islam dan tercakup dalam 3 pokok, yaitu
Imam, Islam, dan Iksan. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Sastra Lisan Sastra lisan adalah karya
yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun (Endaswara,
2008:151). Menurut Priyadi (2010:1), sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup
ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara
lisan (dari mulut ke mulut). Zainal (1991:3), mengemukakan sastra lisan adalah jenis
karya sastra tertentu yang diturunkan melalui mulut ke mulut, tersebar secara lisan,
anonim dan menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa lampau.
(http://wendysajalah.blogspot.com/2012/07/rencana-penelitian-sastra-lisan.html pada
pukul (6.53) 3 Juli 2013). Dari beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa sastra lisan adalah suatu jenis karya sastra yang dihasilkan oleh warga untuk
menyampaikan ekspresi kehidupan yang menggambarkan kehidupan masyarakat masa
lampau yang penyebaran dilakukan secara lisan (dari mulut ke mulut) serta tidak
diketahui siapa pengarangnya (anonim). 2.2.2 Ciri-Ciri Sastra Lisan Ciri-ciri sastra lisan
menurut Hutomo (1991:3-4) sebagai berikut. 1) Penyebarannya melalui mulut,
maksudnya, ekspresi budaya yang disebarkan, baik dari segi waktu maupun ruang melalui
mulut. 2) Lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat di luar kota,
atau masyarakatyang belum mengenal huruf. 3) Menggambarkan ciri-ciri budaya sesuatu
masyarakat, sebab sastra lisan itu merupakan warisan budaya yang menggambarkan masa
lampau, tetapi menyebut pula hal-hal baru (sesuai dengan perubahan sosial). Oleh karena
itulah, sastra lisan disebut juga sebagai fosil hidup. 4) Tidak diketahui siapa
pengarangnya, dan karena itu menjadi milik masyarakat. 5) Bercorak puitis, teratur dan
berulang-ulang, maksudnya untuk menguatkan ingatan dan menjaga keaslian sastra lisan
supaya tidak cepat berubah. 6) Tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih
menekankan pada aspek khayalan/fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat modern,
tetapi sastra lisan itu mempunyai fungsi penting di dalam masyarakatnya. 7) Bahasa:
menggunakan gaya bahasa lisan (sehari-hari), mengandung dialek, kadang-kadang
diucapkan tidak lengkap. 2.2.3 Sakeco Menurut Mustakim Biawan, sakeco adalah nada
dan syair yang dimainkan dalam satu komponen tertentu, sehingga membentuk variasi
antara nada dan lagu yang bisa memperjelas makna yang terkandung di dalamnya. Secara
istilah, sakeco adalah segala upaya yang dilakukan oleh manusia dalam berekspresi yang
diperagakan dengan berbagai gaya, sehingga membuat orang terlena dan terpesona
dengan segala lantunan yang indah. (http://dhayesamantha.blokspot.com/2012/01/normal0-false-false-false-in-x-none-x_2682.html?m=1). 4 Juli 2013, Pukul 16.00 Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa Sakecoadalah sebuah syair lawas yang dilantunkan
dengan lagu dan diiringi nada rabana yang di dalamnya mengandung makna tersendiri.
Sakeco adalah salah satu kesenian tradisional samawa yang biasanya dimainkan pada saat
acara-acara sakral, seperti khitan, perkawinan, dan lain-lainya. Sakecodilakukan oleh para
lelaki (2 pria disatu pihak dan 2 pria di pihak lainya) menembangkan lawas sambil
membunyikan lawas. Lawas yang ditembangkan berisi cinta kasih pemuja, nasehat agama
, sejarah masa lalu, perjuangan yang penuh heroik, mengedepankan masalah
pembangunan dan perjuangan hidup yang dikaitkan dengan gotong royong berazaskan
kekeluargaan. Pelaksanaan pengaturanya silih berganti, selesai disatu pihak disambung
dan dibalas oleh pihak lainya. Pertunjukan sakeco pertama kali dimainkan oleh dua orang
tukang lawas dari daerah ano rawi (Taliwang) bernama Zakaria dan Syamsuddin. Kedua
pasangan ini selalu tampil melantunkan lawas-lawas Samawa dengan iringan rebana,
pasangan ini dikenal dengan nama Sake (panggilan untuk Zakaria) dan Co (panggilan
untuk Syamsuddin) yang kemudia Sake dan Co menjadi sebauh kata yaitu Sakeco.
Pendapat lain ada yang mengatakan bahwa kata sakeco telah ada sebelum masuknya
Islam ke tana Samawa dan tak mungkin istilah tersebut bentukan dari nama dua orang

tersebut. (http://dhayesamantha.blokspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-in-xnone-x_2682.html?m=1). 4 Juli 2013, Pukul 16.00 Kata sakeco dalam tuturan sehari-hari
bahasa Sumbawa tidak ada selain digunakan untuk istilah tersebut, karena itu kata sakeco
perlu ditelusuri lebih jauh keberadaannya. Seni pertunjukan ini mendapat pengaruh
Melayu dan Arab yang merupakan konfigurasi budaya Nusantara. Seni tabuh berupa
rebana kita jumpai hampir disemua daerah di Indonesia dan sejenis sakeco kita temui
dalam seni Kentrung di Jawa Timur. Sakeco dapat dikategorikan sebagai seni pertunjukan
rakyat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat wong cilik. Kehidupan pertunjukan
sakeco ditunjang oleh penanggapnya, tidak ada penjualan tiket dan jauh dari seni
komersial. Dalam pertunjukan lawas sakeco antara pemain dengan penonton seakan tidak
ada jarak, ikatan emosional pemain dan penonton begitu dekat. Sakeco dalam
pertunjukannya menampilkan cerita rakyat berupa legenda, peristiwa sejarah atau
kejadian-kejadian dalam kehidupan masyarakat yang diubah ke dalam lawas tutir (cerita).
Tutir yang berupa lawas disampaikan menggunakan temung yang disesuaikan dengan isi
tutir itu sendiri sedih, gembira mereka sampaikan dengan penuh ekspresi. Selain itu
dalam masyarakat Samawa juga dikenal seni bakelong, bentuk penyampaian elong
(Bugis) yang juga dipadukan dengan lawas Samawa. Seni petunjukan ini juga cukup
diminati oleh masyarakat Sumbawa.
(http://dhayesamantha.blokspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-in-x-nonex_2682.html?m=1). 4 Juli 2013, Pukul 16.00 2.2.4 MaknaSakeco Sebagai Sastra Lisan
Menurut Chaer 2002, (dalam Subhan 2012: 11-12), makna merupakan hasil dari gejala
dalam ujaran yang berupa unsur-unsur intrinsik yang membangun unsur teks sastra
ungkapan. Pada umumnya makna dibedakan atas makna denotatif dan makna
konotatif.Menurut Kridalaksana 1982, (dalam pateda, 2001:98) menyatakan bahwa
makna denotatif adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan
lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahaasa yang diterapi satuan bahasa itu
secara tepat. Makna denotatif adalah makna polos, makna apa adanya, dan bersifat
objektif. Menurut Kridalaksana 1982, (dalam Pateda, 2001: 98), makna konotatif adalah
aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran
yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).
Menurut Parera (2004: 99), makna denotatif adalah makna yang wajar, asli, muncul
pertama, yang diketahui pada mulanya. Makna yang sesuai dengan kenyataan sedangkan
makna konotatif adalah makna yang bersifat merangsang dan menggugah pancaindra,
perasaan, sikap, dan keyakinan, dan keperluan tertentu. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa makna denotatif adalah makna yang sebenarnya yang tidak
mengalami penambahan-penambahan makna lain, sedangkan makna konotatif adalah
makna konotatif adalah makna suatu kata berdasarkan perasaan atau pikiran seseorang
yang melakukan penambahan-penambahan makna. Dalam sakeco terdapat makna
denotatif atau makna sebenarnya yang tidak dapat ditambah-tambahkan. Sakeco dalam
bahasa Sumbawa hanya memiliki makna denotasi. Hal ini dikarenakan makna yang
terkandung dalam sakeco tidak ada yang ditambah-tambakan dan merupakan makna asli.
2.2.5 FungsiSakeco Sebagai Sastra Lisan Fungsi adalah jabatan (pekerjaan) yang
dilakukan, kegunaan suatu hal Depdikbud 1993,(dalam Mujahiddah, 2009:17). Dalam
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2009:168), fungsi berarti kegunaan suatu hal, daya
guna, jabatan (pekerjaan yang dilakukan, kerja suatu bagian tubuh).Fungsi sakeco sebagai
sastra lisan, mengacu pada fungsi sastra lisan itu sendiri. Masih menurut Hutomo
(1991:67-74) fungsi sastra lisanadalah sebagai berikut. 1) Sebagai sistim proyeksi;
Sakeco merupakan perwujudan identitas suatu budaya pada masyarakat Sumbawa.
Karakter suatu suku atau kelompok masyarakat dapat diidentifikasi dari ujaran-ujaran
pada budayanya, seperti budaya sakeco. Sakeco sebagai suatu proyeksi angan-angan

kolektif, maksudnya Angan memperlihatkan impian, harapan, dan tujuan yang ingin
dicapai oleh sekelompok masyarakat di suatu wilayah tertentu, sedangkan kolektif
sebagai perwujudan keinginan bersama suatu masyarakat. Sakeco sebagai perwujudan
atau keinginan bersama, kerap ditampilkan oleh suatu masyarakat untuk menunjukkan jati
diri dan karakter suatu masyarakat untuk memperlihatkan bentuk-bentuk perwujudan
angan-angan secara kolektif. 2) Pengesahan kebudayaan; Sakeco sebagai salah satu sastra
lisan di Sumbawa yang sudah menyatu dengan kehidupan sosial masyarakat sangat
berperan dalam nilai budaya.Sebagai kepribadian suatu suku, sakeco dijadikan sebagai
prasarana untuk mempertahankan eksistensi budaya suatu masyarakat, sehingga tidak
mudah terkikis oleh era globalisasi. Akulturasi dan asimilasi di suatu budaya kerap dapat
mengubah jati diri suatu suku. 3) Sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial,
dan sebagai alat pengendalian sosial; Melalui karya seni lisan, yakni sakeco akan dapat
mempertahankan keaslian atau kepribadian suatu suku bangsa agar tetap
terlestarikan.Sakeco dijadikan nasehat kepada kita selaku mahluk sosial, bahwa dalam
kehidupan kita ada aturan-aturan dan adat istiadat yang menjadi patokan dan
pengendalian dalam kehidupan sosial untuk dipatuhi dalam bermasyarakat. 4) Sebagai
alat pendidikan; Sebagai sastra lisan dalam suatu masyarakat tertentu , sakeco kerap di
jadikan sebagai sarana untuk memberikan pengajaran secara informal kepada masyarakat.
Sakeco mengandung ajaran yang memuat pendidikan, seperti: pendidikan spritual yakni
ajaran-ajaran yang memuat pendidikan-pendidikan sosial yakni pengajaran yang memuat
ajaran emosional, intelektual, dan moral. 5) Untuk melarikan diri dari himpitan hidup,
atau dengan kata lain berfungsi sebagai hiburan semata. Sakeco sebagai karya sastra lisan
pada masyarakat Sumbawa secara umum juga berfungsi sebagai media hiburan. Dalam
fungsinya sebagai hiburan, lazimnya sakeco yang dibawakan selalu berisikan lelucon dan
bahkan biasanya menggoda atau menggangguorang lain. Mengganggu orang lain yang
dimaksud dalam hal ini adalah membangkitkan semangat dan gairahnya yang mungkin
tadinya kelihatan kurang semangat mengikuti sebuah acara. Menurut Danadjaya 1984,
(dalam Efendi, 1996:11), sajak rakyat antara lain berfungsi, a)Sebagai alat kendali sosial:
b) Untuk hiburan; c) Untuk menekan atau mengganggu orang lain. Sejalan dengan hal
tersebut, Teeuw 1984 ,(dalam Tuloli, 2003:6) mengunggkapkan bahwa fungsi sastra lisan
dalam masyarakat bergerak dari fungsi estetik sampai kepada fungsi agama dan sosial.
Fungsi sastra lama oleh Teeuw, berwujud a) Afirmasi, yaitu menetapkan norma-norma
sosio budaya yang ada pada waktu tertentu, b) Restorasi, yaitu mengungkapkan
keinginan, kerinduan pada norma yang sudah lama hilang atau tidak berlaku lagi, c)
Negasi, memberontak atau merubah norma yang berlaku.

BAB III METODE PENELITIAN 3.5 Jenis Penelitian Hasil penelitian tidak langsung
tercipta begitu saja, tetapi melalui suatu proses kerja yang panjang. Mulai dari penentuan
masalah, pengumpulan data sampai dengan analisis masalah dan kesimpulan. Hal ini
menunjukkan bahwa di dalam suatu penelitian terdapat kerja berkelanjutan dan memiliki
cara kerja yang sistematis. Cara kerja yang rapi dan terpola tersebut sudah pasti
menggunakan suatu pengikat atau pengatur aktifitas kerja yaitu teori dan metode. Dengan
kata lain suatu penelitian mutlak menggunakan teori dan metode untuk memperoleh hasil
penelitian yang lebih baik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metodedeskriptif kualitatif. Metodedeskriptifyaitu metode yang bertujuan untuk
memberikan, mendeskripsikan atau membuat gambaran suatu masalah secara faktual dan
telitiMoleong (2002: 3) metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat
diamati. Sejalan dengan itu, penelitian ini bermaksud mendeskripsikan bentuk dan makna
Sakeco sebagai sastra lisan Sumbawa. 3.6 Lokasi dan informan Penelitian 3.6.1 Lokasi
Penelitian Penelitian ini berlokasi di beberapa kecamatan di kabupaten Sumbawa.
Salahsatunya bertempat di kecamatan Utan sebagai salah satu kecamatan yang sering
menampilkan Sakeco dalam beberapa acara adat sampai dengan menjuarai pergelaran
lomba-lomba di Sumbawa, selain itu juga Kecamatan Utan adalah tempat tinggal asal dari
peneliti sehingga memudahkan proses penelitian nantinya. Untuk daerah atau lokasi
penelitian selanjutnya peneliti akan meminta arahan pada dinas terkait di Kabupaten
Sumbawa guna mendapatkan tambahan informasi daerah-daerah yang masih melestarikan
kesenian (besekeco) sehingga memudahkan proses pencaraian data. 3.6.2 Informan
penelitian Informan ada dua macam, yaitu informan kunci dan informan biasa. Informan
kunci adalah figur yang memegang peranan penting dalam sastra lisan, misalnya dalang,
pemuka masyarakat, sesepuh, dan pelaku lain. Tokoh-tokoh masyarakat biasanya
memegang peranan sebagai informan kunci. Informan kunci juga biasanya adalah seorang
trah, pewaris sastra lisan, sedangkan informan biasa, juga orang biasa yang menjadi
pendukung sastra lisan. Orang tersebut mungkin menjadi penikmat atau penonton sastra
lisan, tetapi peranannya tetap urgen (Endraswara, 2009: 20). Informan biasa dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri, mengingat peneliti adalah penikmat atau penenton
sastra lisan, sedangkan yang menjadin informan kunci dalam penelitian ini adalah kaum
tua (orang-orang yang dituakan di Kecematan Rhee) yang mengetahui perihal mengenai
sakeco itu sendiri dengan kriteria sebagai berikut. a) Masyarakat asli Sumbawa b)
Berumur 30 tahun ke atas c) Mampu berbicara dan mendengarkan dengan jelas d)
Mengetahui perihal mengenain sakeco e) Setidak-tidaknya berpendidikan SD f) Tidak
terlalu lama meninggalkan tempet asal g) Dapat berbahasa indonesia. h) Nama- nama
informan 1. Nama : H. Dinullah Rayes Umur : 60 Tahun Pendidikan : SGB Agama :
Islam Alamat : Jl. Mawar Sumbawa Besar Pekerjaan : Pensiunan PNS Prestasi : - Kepala
Museum Dalam Loka Kab. Sumbawa - Ketua Umum Lembaga Adat Tana Samawa Ketua Umum Dewan Kesenian Sumbawa Nama : Khahar Mustar Umur : 52 tahun
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD) Agama : Islam Alamat : Desa Tengah Kecamatan Utan
Pekerjaan : Petani Prestasi :- Budayawan Sumbawa Pentas Seni ke Jakarta tahun 1977
dan tahun 1982 Setiap tahun mendapat panggilan dari pemerintah Kab. Sumbawa untuk
pentas seni. 3.7 Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data dan informasi
yang relevan tentang sakeco, peneliti akan menggunakan beberapa metode dalam
pengumpulan data yaitu motode observasi/pengamatan, dokumentasi, dan wawancara.
Metode-metode tersebut akan dijabarkan sebagai berikut. 3.7.1 Pengamatan (Observasi)

Menurut Hadari, 1992 (dalam Nurul Hidayah 2012:31), bahwa observasi diartikan
sebagai pengamatan atau pencatatan secara sistematis terhadap unsur-unsur yang tampak
pada objek penelitian.Menurut Sandjaja (2006: 141) mendefinisikan observasi sebagai
perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan.
Rangsangan tadi setelah mengenai indra menimbulkan kesadaraan untuk melakukan
pengamatan. Dalam penelitian yang dimaksud, pengamatan tiudak hanya melihat sekedar
saja melainkan juga perlu keaktifan untuk meresapi, mencermati, memaknai, dan
akhirnya mencatat. Dengan demikian, metode observasi merupakan metode pengumpulan
data yang menggunakan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian (sakeco
masyarakata Sumbawa). Yang diobservasi yaitu, interaksi bahasa yang terjadi antara
peneliti dengan informan dengan maksud untuk memperoleh data yang valid dan reable
tentang sakeco masyarakat Sumbawa. 3.7.2 Metode Dokumentasi Menurut Arikunto
(2006:231), metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda, dan lain
sebagainya. Dengan menggunakan metode ini peneliti nantinya dapat memperoleh data
yang bersumber dari dokumen-dokumen yang berisikan sakeco serta pembahasannya.
3.3.3 MetodeWawancara (Intervie) Menurut Mahsun, (2005:110). Teknik wawancara
merupakan cara yang ditempuh dalam proses pengumpulan data dengan cara peneliti
langsung bertatap muka dan melakukan percakapan dengan informan. Dengan
menggunakan teknik ini peneliti dengan mudah mengetahui makna dan fungsi (sakeco)
sebagai sastra lisan. Menurut Koetjoningrat (1973: 129), metode wawancara merupakan
cara yang dipergunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba
mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden. Menurut
Sandjaja (2006: 145), wawancara adalah suatu tanya jawab secara tatap muka yang
dialaksanakan oleh pewawancara dengan orang yang diwawancarai untuk memperoleh
informasi yang dibutuhkan. Namun, perlu diingat bahwa wawancara bukan upaya sekedar
tanya jawab untuk memperoleh informasi saja melainkan juga upaya untuk memperoleh
kesan langsung dari responden, memancing jawaban responden, menilai kebenaran
jawaban yang diberikan, dan bilamana perlu memberikan penjelasan tentang pertanyaan
yang diajukan. Dengan demikian, wawancara merupakan salah satu metode untuk
memperoleh data yang sekurang-kurangnya ada dua pihak yakni, peneliti dan responden
atau orang yang diwawancarai sehingga terjadi komunikasi. Yang diwawancarai adalah
informan yang sifatnya terbuka yakni, wawancara mengenai hal-hal menyangkut sakeco
pada masyarakat setempat. Hasil wawancara dicatat secara sistematis pada saat
berlangsungnya wawancara. 3.4Metode Analisis Data Analisis dalam penelitian
merupakan bagian dalam proses penelitian yang sangat penting, karena dengan analisis
inilah data yang ada akan nampak manfaatnya terutama dalam memecahkan masalah
penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian (J. Subagyo, 2011:104-105) Miles dan
Huberman, 1984 (dalam Sugiono, 2010:337), mengemukakan bahwa aktifitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh, aktifitas analisis data, yaitu Data reduction,
data display, dan conclusion drawing/verification. Model analisis data interaktif dalam
analisis data meenurut Miles, ditunjukkan pada gambar berikut. Berdasarkan gambar
tersebut terlihat bahwa, setelah peneliti melakukan pengumpulan data, maka peneliti
melakukan hal sebagai berikut. a. Data Reduction (Reduksi Data) Data yang diperoleh
dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci.
Segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian akan memberikan gambaran
yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan selanjutnya,

dan mencarinya bila diperlukan. b. Data display (Penyajian data) Setelah data direduksi
maka langkah selanjudnya adalah mendisplaykan data. Melalui penyajian data ini maka
data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin mudah
dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar katagori, flowchart dan sejenisnya. Dlam hal ini Miles
dan Huberman 1984 dalam (dalam Sugiono, 2010:341), menyatakan yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa
yang terjadi. Dalam prakteknya tidak semudah ilustrasi yang diberikan, karena fenomena
sosial bersifat kompleks, dan dinamis, sehingga apa yang ditemukan pada saat memasuki
lapangan dan setelah berlangsung agak lama dilapangan akan mengalami perkembangan
data. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka
pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang tidak lagi berubah. Pola tersebut
selanjudnya didisplaykan pada laporan akhir penelitian. c. conclusion
drawing/verification Langkah ketiga dalam anlisis data kualitatif menurut Miles and
Huberman 1984 dalam (dalam Sugiono, 2010:345) adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang falid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan saat
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel. Kesimpulan yang diharafkan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak,
karena seperti telah dikemukan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada
dilapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharafkan adalah merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga
setelah diteliti menjadi jelas. Gambar. Contoh hasil Reduksi, Display dan Vrifikasi data
oleh Miles

BAB IV PEMBAHASAN 4.3 Makna Sakeco Sebagai Sastra Lisan pada Masyarakat
Sumbawa Pada umumnya makna kata dibedakan atas makna denotatif dan konotatif
(Keraf, 2000:28). Kedua makna tersebut memiliki fungsi tersendiri, makna denotatif
seringkali dihubungkan dengan bahasa ilmiah sehingga makna ini di sebut juga makna
proposional karena bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan
yang bersifat faktual. Sedangkan makna konotatif, yaitu jenis yang mengandung nilaunilai emosional. Dari perbedaan tersebut, dapat diketahui bahwa sastra dominan memiliki
makna yang mempunyai fungsi tersendiri. Sesuai dengan sifat bahasa sastra yang lebih
mengutamakan estetika. Makna konotatif juga berarti makna kias yang berfungsi sebagai
pemberi efek dari bahasa yang digunakan. Selain itu gaya bahasa sastra juga mengandung
makna konotatif yang muncul sebagai akibat perasaan pemakaian bahasa terhadap kata
yang didengar atau kata yang dibaca. Makna ini berfungsi untuk menandai bahasa yang
ditimbulkan dari perasaan pengarang dalam membuat sakeco. Makna yang terkandung
dalam sastra lisan Sumbawa sangatlah beragam. Pada bagian ini hanya sebatas makna
kias yang digunakan pada sakeco. Makna dalam bahasa sastra banyak yang mengandung
makna kias berfungsi untuk memberi efek dari bahasa yang digunakan. Berikutdata yang
diperoleh pada sakeco yang berjudul Datu Samawa, Batu Gong dan Labaham, akan
dijelaskan satu persatu jenis makna yang muncul pada sakeco tersebut. 4.1.1 Makna
Kognitif Makna kognitif adalah makna yang sebenarnya diungkapkan pengarang. Makna
kognitif yang terdapat pada sakeco ini bertujuan untuk menginformasikan dari suatu
keadaan yang dialami tokoh. Dari data yang dikumpulan makna kognitif ditemukan pada
sakeco Datu Samawa di bawah ini. Sakeco Datu Samawa 1. Tu ete kaleng Samawa
barungan si Denreng pang seluruh Sulawesi no soda ratu nan balong batepang rea ke
panyang yam mentega kebalong nya. Atur pakaian secara bugis mangkasar, ponto
parukuleng lengan cincin mas permata intan. Paniti mas kebuaeng bagelap saser parana,
sarea raja pang bugis saca olo rasate ado ke ratu Sidenreng. Tanya kaleng raja bugis
mana pang dalam let api ku layar si santung Ratu Sidenreng talo leng tanang ku kasaket.
Niat ku nagama putis. Hajat ku dapat gamana. Terjemahan: Kita awali dari sumbawa
tersiar kabar ratu Sidenreng di seluruh Sulawesi yang konon sangat cantik tubuh tinggi
semampai kulit putih kuningberkilau bagai mentega. Berpakaian sangat rapi dan indah
berhiaskan emas berlian ala bugis makasar,lengkap dengan ponto parulu cincin emas
permatakan intan, seluruh raja-raja bugis Sulawesi menaruh minat terhadap ratu
Sidenreng. Begini katanya raja bugis biar di dalam lautan api, tetap akan ku arungi demi
ratu Sidenreng. Biar sulit seperti apapun asalkan hasrat ku tercapai, keinginan tak kan
pernah putus. Sakeco di atas mengisahkan tentang perjodohan yang dilakukan pada masa
kerajaan Goa dan Sultan Jalaluddin dilakukan dengan cara semacam saembara. Hal
semacam ini sangat lazim dilakukan pada kalangan kerajaan-kerajaan yang ada
diNusantara. Hal ini dilakukan karena dianggap seorang yang cantik,terutama seorang
putri haruslah memiliki pasangan yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Dengan
cara ini lelaki yang akan memenangkan adalah lelaki yang memiliki sikap satria dan
pemberani. Hasil telaah terhadap sakeco datu samawa dapat dijelaskan sebagai berikut.
Cantik dan kulit putih kuning berkilau bagai mentega. Kedua kata ungkapan tersebut
mempunyai kesamaan yaitu kecantikan yang diungkapkan dengan kulit yang putih dan
kuning layaknya sebuah mentega masih berkilau. Kecantikan Ratu Sidenreng memang
sangatlah pantas karena ia adalah seorang putri raja. Perawatan yang digunakan oleh putri
raja tentulah sangat istimewa pula, berbeda dengan masyarakat biasa, perawatan yang
digunakan tentu tidak sebagus yang digunakan oleh seorang putri raja. Kenyataan yang
diketahui, memang sebagian besar putri seorang raja umumnya cantik dan banyak yang

mengaguminya. Di samping itu, makna kognitif juga ditemukan pada larik yang lain,
yaitu sebagai berikut. 2. Samong leng nanata utusan kanatang kami lako ta, kami tu dadi
utusan ado kales Raja Goa, amanat penting tu bawa lako Sultan jalaluddin suru datang
bajango ado lako tana Goa Terjemahan dijawablah oleh utusan raja Goa tersebut
kedatangan kami ke sini adalah sebagai utusan dari Raja Goa. Ada amanat penting yang
ditujukan kepada Sultan Jalaluddin, beliau meminta bertandang ke kerajaan Goa.
Kutipan ini menggambarkan amanat raja goa untuk mengundang Sultan Jalaluddin untuk
ikut serta dalam perlombaan yang diselenggarakan. Saat menyampaikan kata amanat
tersebut, utusan raja Goa tidak secara langsung mengundang untuk ikut dalam acara
perlombaan tersebut, tetapi ia menggunakan kata bertandang.Kata ini dimaksudkan untuk
memeperhalus maksud dari amanat tersebut, selain itu dimungkinkan utusan raja Goa
mengerti hubungan kerjasama antar kedua kerajaan tersebut sangat baik, jadi ia harus
menjaga sikap agar tidak terjadi kesalahpahaman akibat kata yang salah penggunaan.
Makna kognitif juga ditemukan pada larik yang lainnya, yaitu sebagai berikut. 3. Pakaian
adat samawa, pina ne sakali tres ya sambut leng rakyat Goa, basurak rame-rame ke
samolang kemang kales batu rantok basa. Tama mentri ade yakajuluk Linting Bumi,
Terjemahan Menggunakan pakaian adat Sumbawa. melangkah kaki sekali langsung
disambut oleh sorak-sorai rakyat Goa. Sorak sorai sambil melemparkan bunga masuk
mentri yang dihuliki linting bumi (gempa bumi), Pada kutipan ini juga terlihat pengarang
memberikan ungkapan kepada tokoh atau salah satu mentri yang dibawa Sultan. Karena
ketangguahan mentri ini diberi julukan Linting Bumi. Tidaklah heran jika kita melihat
kembali ke masa silam, banyak yang memiliki ilmu kanuragan yang tinggi, oleh karena
itu dia bisa diangkat menjadi pejabat di sebuah kerajaan. 4. ku tunung muntar bulan ta, ku
baripi sangka bintang ta alamat na lampa na, tenri jodo ku lako Sultan Jalaluddin.
Terjmahan aku tidur pada malam purnama bermimpi menerima bintang Inilah pertanda
ternyata Sultan Jalaludin adalah Jodoh ku Kutipan ini menjelaskan Ratu Sidenreng akan
mendapatkan jodoh yang cocok dengannya. Hal itu dipertandai dengan mimpinya pada
bulan purnama, ia mendapatkan sebuah bintang. Jika diasosiasikan, bintang adalah
pasangan yang cocok jika malam hari, terutama pada malam purnama. Selain itu, yang
dapat dipahami adalah kecantikan seorang perempuan biasanya dilambangkan dengan
bulan purnama, dan laki-laki sebagai bintang. Sacara umum tempat terjadinya peristiwa
cerita ini berada dalam lingkungan istana raja Goa dan Istana Sultan Jalaluddin. Selain
itu, juga berada dibeberapa daerah yang masih dalam kekuasaan penuh masing-masing
raja atau sultan. 4.1.2 Makna Persahabatan Makna persahabatan adalah persahabatan
yang terjalin dengan baik, yang tidak memandang golongan atau bangsa ia berasal.
Hubungan yang baik dan saling memahami satu sama lain serta saling melengkapi
kekurangan yang dimiliki. Pada cerita ini juga mmberikan makna bahwa persahabatan
tidak selamanya akan dijalani bersama-sama, akan tetapi ada kalanya akan berpisah dan
jika telah menjadi takdir, maka harus diikhlaskan, tidak ada yang dapat memungkiri
takdir. Dari data yang dikumpulan makna persahabatan ditemukan pada sakeco Batu
Gong di bawah ini. Sakeco Batu Gong 5. Tu ete kaleng samula, menurut dalam sejarah,
bada kami leng diri nan. Ada tau basingin Garuntung ka datang kales Mangkasar ola
jukung dua katir balabu pang labu pade palabu boyan sapuan turen jukung ne garantung.
Tenres mo lalo balangan pero kiri pero kanan desa. No poka ya gita belangan no tentu
lako. Kabatulan pang ano nan batemung ke dua tau kaki Ranggo singin sopo, ade sopo
basingin Kadek ka kales Bali diri nan saling kalako nanta na, tenres mo dadi sahabat.
Terjemahan: Kita mulai dari awal, menurut sejarah yang kami dapat dari beliau. Ada yang
bernama Garantung datang dari Makasar malalui perahu kecil dengan dua buah katir
(kayu yang digunakan sebagai pengimbang perahu dari ombak) berlabu didesa labu Pade.
Kemudian melanjutkan perjalanan sambil melihat kiri dan kanan desa tersebut. Dia belum

tau kemana arah sebenarnya yang akan dituju. Kebetulan pada hari itu, ketemu dengan
dua orang, Kaki Ranggo nama salah satu dari mereka, yang satunya bernama Kadek yang
berasal dari Bali. Mereka saling membantu sehingga mereka menjadi sahabat. Sakeco di
atas mengisahkan persahabatan tiga orang yang berbeda golongan. Tokoh Garantung
datang sendirian dari Makasar hanya dengan menggunakan perahu kecil. Entah apa
sebenarnya tujuan ia datang ke Sumbawa. Pada dasarnya orang yang datang dari Sulawesi
pada saat itu tidak lain untuk berdagang. Garantung sendiri kebingungan harus berbuat
apa didesa orang. Garantung menemukan jalan hidupnya ketika ia bertemu dengan Kaki
Ranggo dan Kadek. Mereka melalui hari-hari bersama dan menjadi sahabat sejati. Hasil
telaah terhadap sakeco Batu Gongdapat dijelaskan sebagai berikut. Kabatulan pang ano
nan batemung ke dua tau kaki Ranggo singin sopo, ade sopo basingin Kadek ka kales Bali
diri nan saling kalako nanta na, tenres mo dadi sahabat. Ungkapan tenres mo dadi
sahabat menyatakan sebuah persahabatan yang dijalin oleh Garuntung dengan Kaki
Ranggo dan Kadek. Secara umum tempat terjadinya peristiwa hanya berkisar disatu
daerah saja yaitu didesa Orong Bawah dan desa Labu Pade, Kecamatan Utan. 4.1.3
Makna Pemberani Makna pemberani adalah kebatilan yang dilawan dengan kebenaran.
Melawan kebatilan tidak boleh pandang bulu, entah raja atau siapa saja harus dilawan.
Jika yakin berada dalam pihak yang benar, maka yakinlah kebenaran akan tetap menang
melawan kebatilan. Dengan kata lain Labaham tidak pandang bulu dalam membela
kebenaran. Dari data yang dikumpulkan makna pemberani, ditemukan pada sakeco
Labaham di bawah ini. Sakeco Labaham 6. Tu ete kaleng samula, Labaham karong
Batu Rotok, ya sangada musyahwara ko sarea dengan nan nya de ka yakelek Munga Batu
Rotok. Ade ke dua sia e, metri baeng Ulung Tepal,de ka telu na sia e,Pati Punik Sukaria
ade pemberaning kales Batu Lante. Les parenta lako juru putar bongkong, lalo mo nanta
diri nan lako desa masing-masiing, hadir mo nanta tau nan pang bale Muhammad Baham.
Hasil mufakat tau nan ya angkat Baham dadi ketua kena lako ulung Tepal, ka jira nan po
sia e, tenres turen ko samawa pimpin leng Muhammad Baham, lalo menghadap ko datu
tenres ya jatu tana samawa ke ya tolak Belanda tama ko tanah Samawa. Terjemahan : Kita
mulai dari awal, Labaham pemberani dari Batu Rotok. Dia mengadakan musyahwarah
dengan temannya. Temannya itu yaitu Kallek dari Batu Rotok, yang kedua mentri baeng
Tepal, yang ketiga Pati Punik Sukaria yang pemberani dari Batu Lante. Keluar perintah
ke juru konci Bongkong. Lalu pergilah ke desa masing-masing. Hadirlah mereka dirumah
Muhammad Baham. Hasil dari musyawarah mereka, diangkatlah Baham jadi ketua didesa
Ulung Tepal. Setelah itu, mereka turun ke Sumbawa yang di pimpin oleh Muhammad
Baham, pergi menghadap raja. Kemudiian mengurus tanah Sumbawa dan menolak
masuknya Belanda ke tanah Sumbawa. Sakeco di atas mengisahkan tentang keberanian
dan perjuangan Labaham yang membela kebenaran dan menentang keputusan Raja
Sumbawa yang mengijinkan masuknya Belanda ke tanah Sumbawa. Hasil telaah terhadap
sakeco Labaham dapat dijelaskan sebagai berikut. Kutipan sakeco diatas mengandung
makna pemberani yaitu pada ungkapan Pati Punik Sukaria ade pemberaning kales Batu
Lante. Pada awal cerita, Labaham sebagai tokoh utama langsung dijelaskan sebagai
orang yang pemberani. 4.4 Fungsi Sakeco Sebagai Sastra Lisan Pada Masyarakat
Sumbawa Sakeco adalah salah satu sastra lisan yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat Sumbawa. Sakeco sangat erat penyatuannya dengan kehidupan sosial
masyarakat karena sakeco berfungsi sebagai sarana penyaluran emosi dan interaksi
dengan lingkungan. Dengan bahasa sakeco, orang bisa berkomunikasi dan menyampaikan
maksudnya kepada orang lain, baik itu dalam kehidupan pergaulan muda mudi,
pendidikan, bahkan sosial politik. Berikut ini fungsi sakeco pada masyarakat Sumbawa
yang di dasarkan pada pendapat para informan. 4.4.1 Sebagai Sistem Proyeksi Dalam
praktek di lapangan, sakeco merupakan perwujudan identitas suatu budaya pada

masyarakat Sumbawa. Karakter suatu suku atau kelompok masyarakat dapat


diidentifikasi dari ujaran-ujaran pada budayanya, seperti budaya sakeco. Sakeco sebagai
suatu proyeksi angan-angan kolektif, maksudnya Angan memperlihatkan impian,
harapan, dan tujuan yang ingin dicapai oleh sekelompok masyarakat di suatu wilayah
tertentu, sedangkan kolektif sebagai perwujudan keinginan bersama suatu masyarakat.
Sakeco sebagai perwujudan atau keinginan bersama, kerap ditampilkan oleh suatu
masyarakat untuk menunjukkan jati diri dan karakter suatu masyarakat untuk
memperlihatkan bentuk-bentuk perwujudan angan-angan secara kolektif. Keinginan
kolektif masyarakat Sumbawa tergambar seperti pada sakeco Bangun Desa Darat berikut
ini. 7. O sarea ina bapak sanak sowai salaki, ma mo lema tu batompok, tu sasopo niat kita,
bau balong samawa ta, lamen balong samawa ta, kabekas sarea kita, ya tau mara leng
lawas, pariri lema kaleng to, sai po lamen no kita. Terjemahan : Wahai hadirin sekalian
ibu bapak dan saudara saudari, marilah segera kita berkumpul, kita satukan niat kita, agar
indah Sumbawa kita, jikalau indah Sumbawa kita, merupakan bekas bersama, diibaratkan
dengan lawas, benahilah dari sekarang ,Siapa lagi kalau bukan kita. Fungsi sakeco di atas
sebagai ajakan, peringatan dan pemberitahuan kepada khalayak banyak untuk
membangun tanah Sumbawa, karena pembangunannya merupakan tanggung jawab
bersama bagi masyarakat Sumbawa. 4.4.2 Pengesahan Kebudayaan Sakeco sebagai salah
satu sastra lisan di Sumbawa yang sudah menyatu dengan kehidupan sosial masyarakat
sangat berperan dalam nilai budaya.Sebagai kepribadian suatu suku, sakeco di jadikan
sebagai prasarana untuk mempertahankan eksistensi budaya suatu masyarakat, sehingga
tidak mudah terkikis oleh era globalisasi. Akulturasi dan asimilasi di suatu budaya kerap
dapat mengubah jati diri suatu suku. Sakeco sebagai mediapengesahan kebudayaan dapat
di cermati pada contoh sakeco Bangun Desa Darat di bawah ini. 8. O sarea rama peno,
Ma mo lema tu sakuat, Adat istiadat budaya kita, Kita tau samawa ta, na ilang ka jasa,
Nanta tu loka dunung, Siong ka nyaman ruana, Ka ya sengada adat ta, fikir akal nanta na.
Terjemahan : Wahai khalayak banyak, marilah kita kuatkan, adat istiadat budaya, kita ini
orang Sumbawa, agar tidak musnah jasa, para leluhur di masa lalu, tiada dilakukan
dengan mudah, diciptakan adat istiadat, dengan akal dan budi. Fungsi sakeco di atas
adalah sebagai peringatan bagi setiap orang untuk menghargai dan memperkuat adat
istiadat budaya sendiri karena merupakan warisan dari para leluhur yang perlu di
lestarikan. 4.4.3 Sebagai Alat Berlakunya Norma Sosial dan Pengendalian Sosial Melalui
karya seni lisan, yakni sakeco akan dapat mempertahankan keaslian atau kepribadian
suatu suku bangsa agar tetap terlestarikan. Sebagai contoh bahwa sakeco dapat
mempertahankan kepribadian dengan wujud pengendalian sikap dan prilaku masyarakat,
dapat di cermati pada sakecoBangun Desa Darat berikut ini. 9. O sarea rama peno, Tu
bakarang tu bajuru, Tu telas leng desa darat, Desa darat pang tu patis, Ada adat ada
hukum, Ma bawu balong pejatu Terjemahan : Wahai hadirin sekalian, orang sekampung
senegeri, yang tinggal dalam masyarakat, masyarakat tempat kita tinggal, memiliki adat
serta hukum, Agar baik pelaksanaannya. 10. Tau jatu desa darat, Nan basingin
pamarentah, Tu atur hukum ke adat, Hukum ke adat siae, Tokal tananang tu telas, Lema
nyaman senap semu. Terjemahan : Orang yang mengurusmasyarakat, Di namakan
pemerintah, Yang mengatur hukum dan adat, Hukum dan adat sekalian, patokan aturan
hidup, Agar bahagia dan sejahtera. Fungsi sakeco di atas adalah sebagai nasehat kepada
kita selaku mahluk sosial, bahwa dalam kehidupan kita ada aturan-aturan dan adat istiadat
yang menjadi patokan dan pengendalian dalam kehidupan sosial untuk dipatuhi dalam
bermasyarakat. 4.4.4 Sebagai Alat Pendidikan Sebagai sastra lisan dalam suatu
masyarakat tertentu , sakeco kerap di jadikan sebagai sarana untuk memberikan
pengajaran secara informal kepada masyarakat. Sakeco mengandung ajaran yang memuat
pendidikan, seperti: pendidikan spritual yakni ajaran-ajaran yang memuat pendidikan-

pendidikan sosial yakni pengajaran yang memuat ajaran emosional, intelektual, dan
moral. Sakeco sebagai media pendidikan dapat di cermati pada contoh sakeco Ijo Tarnis
Matano sebagai berikut. 11. Mula ka tu dorong jiwa, Kakaleng umer pitu ten, Tu daftar
kelas sai pang dalam kelas belajar, Angkang mejang tulang papan, Tu gita guru mengajar,
Ade e ajar leng guru, Tekun rena tu sanenge, Nan po bawu bakalako, Imung tu pintar po
ampo. Terjemahan : Awal mula mendorong semangat, mulai dari umur 7 tahun, Kita
daftar di kelas satu, Di depan meja melihat papan, Memperhatikan guru mengajar, Di
depan meja melihat ke papan, tekun mendengarkan, Barulah akan bisa berguna, Serta kita
menjadi pintar. Fungsi sakeco di atas menjadi peringatan bagi setiap orang agar semangat
untuk belajar karena belajar merupakan sarana untuk menjadi orang yang cerdas, berguna
dan untuk meraih cita-cita serta masa depan yang gemilang. 4.4.5 Pelestarian Diri atau
Hiburan Sakeco sebagai karya sastra lisan pada masyarakat Sumbawa secara umum juga
berfungsi sebagai media hiburan. Sakeco dapat dikemas dalam bentuk tampilan lawas,
ngumang, langko dan lain-lain yang merupakan konsumsi hiburan masyarakat. Dalam
fungsinya sebagai hiburan, lazimnya sakeco yang dibawakan selalu berisikan lelucon dan
bahkan biasanya menggoda atau menggangguorang lain. Mengganggu orang lain yang
dimaksud dalam hal ini adalah membangkitkan semangat dan gairahnya yang mungkin
tadinya kelihatan kurang semangat mengikuti sebuah acara. Sebagai contoh Sakeco
pelestarian diri, dapat dicermati pada sakeco Sadar Wisata berikut ini. 12. Luk maras tau
sapuan, peno cara luk samaras diri, pang saruntung boat ramai, peno macam ya sangada,
ratib sakeco sia eee, imung ke gendro saketa, ke tau malangko po ampo, bagandang rena
balawas, imung ke ngumang po ampo, badede rena batanak, nan adat kita samawa.
Terjemahan : Betapa asyiknya orang tua dulu, cara untuk menghibur diri, di setiap hajatan
ramai, banyak kegiatan yang di laksanakan, ratib sakeco wahai sekalian, disemarakkan
dengan gendro saketa, dengan orang bernyanyi juga, berdendang dan bersyair, di tambah
dengan ngumang sekalian, badede sambil menari, Itulah adat kita orang sumbawa.
Fungsinya adalah untuk menyampaikan dan menggambarkan ke masyarakat tentang
berbagai jenis hiburan dan kekayaan seni budaya dalam adat istiadat Sumbawa.

BAB V PENUTUP 5.3 Simpulan 5.3.1 Makna Sakeco Sebagai Sastra Lisan pada
Masyarakat Sumbawa a. Makna Kognitif 1) Sakeco Datu Samawa 1, mengisahkan
tentang perjodohan yang dilakukan pada masa kerajaan Goa dan Sultan Jalaluddin
dilakukan dengan cara semacam saembara. Hal semacam ini sangat lazim dilakukan pada
kalangan kerajaan-kerajaan yang ada diNusantara. 2) Sakeco Datu Samawa 2 , kutipan ini
menggambarkan amanat raja goa untuk mengundang Sultan Jalaluddin untuk ikut serta
dalam perlombaan yang diselenggarakan. Saat menyampaikan kata amanat tersebut,
utusan raja Goa tidak secara langsung mengundang untuk ikut dalam acara perlombaan
tersebut, tetapi ia menggunakan kata bertandang. 3) Sakeco Datu Samawa 3, memberikan
ungkapan kepada tokoh atau salah satu mentri yang dibawa Sultan. Karena ketangguahan
mentri ini diberi julukan Linting Bumi. 4) Sakeco Datu Samawa 4, menjelaskan Ratu
Sidenreng akan mendapatkan jodoh yang cocok dengannya. Hal itu dipertandai dengan
mimpinya pada bulan purnama, ia mendapatkan sebuah bintang. Jika diasosiasikan,
bintang adalah pasangan yang cocok jika malam hari, terutama pada malam purnama. b.
Makna Persahabatan Sakeco Batu Gong 5, mengisahkan persahabatan tiga orang yang
berbeda golongan. Tokoh Garantung datang sendirian dari Makasar hanya dengan
menggunakan perahu kecil. Entah apa sebenarnya tujuan ia datang ke Sumbawa. Pada
dasarnya orang yang datang dari Sulawesi pada saat itu tidak lain untuk berdagang.
Garantung sendiri kebingungan harus berbuat apa didesa orang. Garantung menemukan
jalan hidupnya ketika ia bertemu dengan Kaki Ranggo dan Kadek. Mereka melalui harihari bersama dan menjadi sahabat sejati. c. Makna Pemberani Sakeco Labaham 6,
mengisahkan tentang keberanian dan perjuangan Labaham yang membela kebenaran dan
menentang keputusan Raja Sumbawa yang mengijinkan masuknya Belanda ke tanah
Sumbawa. 5.3.2 Fungsi Sakeco Sebagai Sastra Lisan Pada Masyarakat Sumbawa a.
Sebagai Sistem Proyeksi Sakeco Bangun Desa Darat 7, lariknya memberikan penjelasan
sebagai ajakan, peringatan dan pemberitahuan kepada khalayak banyak untuk
membangun tanah Sumbawa. b. Pengesahan Kebudayaan Sakeco Bangun Desa Darat 8,
menuturkan Fungsi sebagai peringatan bagi setiap orang untuk menghargai dan
memperkuat adat istiadat budaya sendiri karena merupakan warisan dari para leluhur
yang perlu dilestarikan. c. Sebagai Alat Berlakunya Norma Sosial dan Pengendalian
Sosial Sakeco Bangun Desa Darat 9-10, Fungsi sakeco ini adalah sebagai nasehat kepada
kita selaku mahluk sosial, bahwa dalam kehidupan kita ada aturan-aturan dan adat istiadat
yang menjadi patokan dan pengendalian dalam kehidupan sosial untuk dipatuhi dalam
bermasyarakat. d. Sebagai Alat Pendidikan Sakeco Bangun Desa Darat 11, Fungsi sakeco
ini menjadi peringatan bagi setiap orang agar semangat untuk belajar karena belajar
merupakan sarana untuk menjadi orang yang cerdas, berguna dan untuk meraih cita-cita
serta masa depan yang gemilang. e. Pelestarian Diri atau Hiburan Sakeco Bangun Desa
Darat 12, Fungsinya adalah untuk menyampaikan dan menggambarkan ke masyarakat
tentang berbagai jenis hiburan dan kekayaan seni budaya dalam adat istiadat Sumbawa
yang harus dipertahankan. 5.4 Saran-saran 5.2.1 Penelitian berikutnya Penelitian yang
berjudul Fungsi dan Makna Sakeco Etnis Sumbawa, di Kabupaten Sumbawa ini menjadi

salah satu penelitian tentang sastra klasik/daerah yang bermanfaat dan bisa memberikan
tambahan pengetahuan bagi seluruh pembaca. Semoga dapat dijadikan pedoman guna
penelitian-penelitian berikutnya. 5.2.2 Pemerintah Kabupaten Sumbawa Penulis sangat
berharap agar Pemerintah dapat melestarikan kebudayaan dan sastra daerah/klasik
terutama kesenian-kesenian tradisional Sumbawa dengan rutin mengadakan berbagai
kegiatan berupa Parade Budaya dan perlombaan-perlombaan yang dapat mendukung
kelestarian budaya Sumbawa sekaligus budaya nasional. 5.2.3 Bagi Masyarakat Penulis
sangat berharap agar sakeco tradisional ini lebih diperkenalkan ke masyarakat sehingga
dapat berguna dan bisa dijadikan literatur tentang sastra dan budaya klasik yang terdapat
di daerah Sumbawa. Penulis menyadari bahwa penelitaian ini masih jauh dari
kesempurnaan karena sempitnya cakrawala keilmuan penulis, keterbatasan pemahaman
penulis terhadap sastra klasik/daerah. Harapan penulis semoga penelitian ini dapat
berguna bagi seluruh pembaca, pencinta seni, masyarakat Sumbawa, dan Pemerintahan
Daerah Sumbawa, walaupun masih banyak kekurangan-kekurangannya.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakek.


PT. Rineka Cipta; Jakarta. Efendi, Mahmudi dkk. 1996. Studi Struktur dan Fungsi
Lawas (Puisi Lisan Sumbawa). Laporan Penelitian. Mataram: Universitas Mataram.
Endaswara, Suardi. 2008. Metodelogi Penelitian Foklor. Yogyakarta: Media Pressindo.
Hidayah, Nurul. 2012. Bentuk dan Fungsi, Tuter Ne BoteKe Ne Kakura Pada
Masyarakat Sumbawa dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMP. Skripsi.
Mataram: FKIP, Universitas Mataram. Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang
Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI Jawa Timur. Keraf, Geroys.
1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta; Gramedia. Koentjaraningrat, 1984. Kamus istilah
Antropologi. Jakarta: Pusat Pengembangan Bahasa Depdikbud Mahsun,
2005.MetodePenelitianBahasa; Strategi, metode, danTekniknya. Jakarta: PT.
GrafindoPersada. Manca, Lalu. 1984. Sumbawa pada Masa Lalu (Suatu Tinjauan
Sejarah). Surabaya: Rinta. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: CV Remaja Rosdakarya. Mujjahiddah, Nurfajrin. 2009. Takhayul pada
Masyarakat Bima: Sebuah Kajian Struktur dan Fungsi. Skripsi. Mataram. Universitas
Mataram. Nawawi, H. Hadari. 1993. Penelitian Terapan. Pontianak: Gadjahmada
Universitas Pres. Nurhayati, 2012. Apresiasi Prosa. Surakarta: Cakrawala Media. Parera,
J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta; Erlangga. Pateda, Mansoer, Dr. Prof. 2001. Semantik
Leksikal. Jakarta; Rineka Cipta. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Rayes, Dinullah.
1991. Makalah, Lawas Puisi Lisan Tradisional Salah Satu Pilar Kesenian Daerah
Sumbawa. Mataram. Sandjaja. 2006. Panduan Penelitian. Jayapura: Prestasi Pustaka
Publisher. Subagyo, Joko. P, 2011. Metode Penelitian dalam Teory dan Praktik. Rineka
Cipta. Jakarta Subhan, M. Imam. 2012. Analisis Bentuk dan Makna, Fungi, dan Gaya
Bahasa Seseli di Desa Nyerot Kecamatan Jonggat serta Kaitannya dengan Nilai-Nilai
Pendidikan, Skripsi. Mataram: FKIP, UniversitasMataram. Sugiyono, Prof.Dr. 2007,
Memahami Penelitian Kualitatif.Alfabeta; Bandung. Tuloli, Noni. 2003. Puisi Lisan
Gorontalo. Mataram. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Waluyo, Herman J.
1995. Teory dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
http://wendysajalah.blogspot.com/2012/07/rencana-penelitian-sastra-lisan.html pukul
(6.53) 3 Juli 2013. (http://dhayesamantha.blokspot.com/2012/01/normal-0-false-falsefalse-in-x-none-x_2682.html?m=1). 4 Juli 2013, Pukul 16.00

LAMPIRAN 1 INFORMAN 1. Nama : H. Dinullah Rayes Umur : 60 Tahun Pendidikan :


SGB Agama : Islam Alamat : Jl. Mawar Sumbawa Besar Pekerjaan : Pensiunan PNS
Prestasi : - Kepala Museum Dalam Loka Kab. Sumbawa - Ketua Umum Lembaga Adat
Tana Samawa - Ketua Umum Dewan Kesenian Sumbawa - Sebagai Penyair Nasional
Adalah: 10 Besar Puisi terbaik lomba cipta puisi Islam IQRA tingkat Nasional Thn.
1992. 10 Puisi nominasi Borobudur Award dalam lomba cipta puisi Nasional Thn.
1997. Puluhan karya Puisi tertuang dalam buku puisi karangannya telah terbit. Masih
banyak lagi prestasi lain yang dicapai. 2. Nama : Khahar Mustar Umur : 47 tahun
Pendidikan : Sekolah Rakyat (SR) Agama : Islam Alamat : Pekerjaan : Pensiunan PNS
Prestasi : Budayawan Sumbawa Pentas Seni ke Jakarta tahun 1977 dan tahun 1982
Setiap tahun mendapat panggilan dari pemerintah Kab. Sumbawa untuk penas seni.
LAMPIRAN 2 Datu Samawa Hadirinku yang mulia harapan kami mohon tenang tu ada
hadir pang ninta lebe kurang sia menong bata ku aran kosia riwayat datu samawa, kele
tusarungan sia kami nosoka tu dapat ado kena katubaca pang dalam buku sejarah riwayat
Datu Samawa masa Sultan Jalaludin. Tu ete kaleng Samawa barungan si denreng pang
seluruh sulawesi no soda ratu nan balong batepang rea kepanyang putih kuning long
mengkeler balong nya. Atur pakaian secara bugis mangkasar, ponto parukuleng lengan
cincin mas permata intan. Paniti mas kebulaeng bagelap saser parana, sarea Raja Pang
bugis saca olo rasate ado ke ratu Sidenreng. Tanya kaleng raja bugis mana pang dalam
let api ku layar si santung Ratu talo leng tanang kasaket. Niat ku na gama putis. Hajat ku
dapat gamana . Raja goa ta sia e ya sangada musyawarah pang istana raja Goa pikir
nasib ado ratu sidenreng malum raja Sulawesi sarea alo rasate ado ko ratu sedenring
malum tau bakaluarga jaga akibat pang mudi. Raja Goa ta sia e. tenres ya pina mo
undangan ya undang sarea Raja de ada Pang Sulawesi, tenres luar Sulawesi. Empat Raja
na sia e pertama raja Samawa kedua raja Dompu ketelu Raja Bima deke empat na sia e
kena lako Raja Sumba. Kahasil raja mupakat ya sangada pertandingan sepak raga
katokal pang tana goa no sada anong nan ane raga ya pina ke mas, kira berat 5 kg malum
ke tau dadi raja apa ano noya bau batulan rakyat bersatu mana olat ya saruru, tenres
umum lako rakyat datang saksi pertandingan sepak raga de dadi penonton tunggal de ada
pang bao loteng ratu si denreng sia e. Les parenta raja Goa lako Syariyan pang Goa suru
lalo ko Samawa tawa antat surat undangan Ko Sultan jalaluddin ola bao Bangka rango.
Tu kira-kira kareng sopo mil, poto layar tengkela mo palabu. Bendru dapat palabu,
utusan tenders menghadap lalo ko bale sah Bandar. Dapat mo pang bale sah Bandar,
beleng mo sah Bandar apa tujuan lako ta? samong leng nanata utusan kanatang kami
lako ta, kami tu dadi utusan ado kales Raja Goa, amanat penting tu bawa lako Sultan
jalaluddin suru datang bajango ado lako tana Goa. Sah Bandar to mo, tenders ya jamu
mo utusan ke cara biasa. Bendru jira ya jamu, utusan tenders mo lalo mole lako Bangka.
Sah Bandar tenders mo menghadap ko sultan Jalaluddin. Bendru dapat mo istana ta sia
e liuk leng lante mentri ke sarea punggawa. Sah Bandar beang laporan ko sultan
jalaluddi. Bleng mo koa Sahbandar ba dea aji rua dewa, ada ka datang ado kales tana
Goa. Amanat penting ya bawa Sri Sultan Sia e... benru jelas mo. Suru sah Bandar suru
rabalek sah Bandar rabalek suru bawa kendaraan lema kenang leng utusan lema mo suru
menghadap ta apa ya bawa, lema tu to mao dalap na. Rakyat samawa sia e benru ya
menong utusan datang kales tana Goa, rakyat no mo bau sabar berbondong-bondong lako
istana. Utusan to rasa heran gita istana samawa, atap lukit mutiara nan tu beleng bala
balong, sambut leng raja samawa pang tete gasa istana sri sultan Sri Sultan ta etokal
bao tilam bundar baran de basingen panyengang. Dea tama ola bungkak, ya inti kris

pamutar de basingen Baru Ayat. Utusan tendir menghadap lako Sri Sultan Jalaluddin
beang surat leng utusan de kalis raja goa. Beleng Sultan jalaluddin apa rungan raja
Goa? samong nanta leng utusan raja Goa, to sehat si. Beleng Sultan jalaluddin apa ade
ya boat? samong nanta leng utusan, ya pasila lako sultan suru datang bajango lako tana
Goa. Sultan tenres tersenyum ke tenddres y abaca surat nan. Benru jira mo ya baca, ya
sera mo lako lebe dalam Sultan seles parenta lako sarian penggawa ya suru siap sedia ya
berangkat lako goa sangka beleng mo gong genang ke kosok kancing sia e..ya samula ke
badede ke surak rame mo antat Sultan ko palabu. De turet rombongan Sultan de pertama
sia e..pertama ya nan si mentri kaleng desa Empang, de kedua ya nansi kaleng desa
Kakeang, ade ke tlu na ya nan si mentri ade kaleng desa Batu Rotok, ad eke empat ya
nansi de kaleng Tepal, ke de terakhirna mentri ade kaleng Batu Lanteh. Dapat mo ano
bertanding pang lapangan raja Goa. Lapangan angkang istana ya hias cara biasa. Ade
mula kena giliran raja benteng, turret leng raja Selayar, tendris lako raja Bira, sarea raja
Sulawesi de kena giliran nopoda sanompo Raja de ka Bau angkat Raja, malom Raja to sia
e.. nongka mara lok biasa raga, berat nan luar biasa, mara leng raja selayar balong tu
menyerah. Raja Goa bakatoan lako panitia masi ada ke ade nopoka kena giliran? Ya jab
leng panitia, masi ade kaleng sopo anjuran, kales Samawa, Sultan Jalaluddin. Beleng raja
Goa lagamo pasila suru tama ko lapangan, jina gendras tukamata barungan Samawa
Sultan Jalaluddin Muhammad Tama rombongan Samawa iring leng gendra Saketa Sri
Sultan, ta sia e..pakaian adat samawa, pina ne sakali tres ya sambut leng rakyat Goa,
basurak rame-rame ke samolang bunga kales batu rantok basa. Memat daluri yakajuluk
Lintng Bumi, nan tukang samalek mata. Ade peno panulang teketi desa Kakiang, nan tau
samear raga panyai kales desa Empang. No mo sabar tari giliran Samawa. Ba dapat mo
giliran istana Rempek Tang Telu. Kuli ka kiri ko kanan ya bong bintang, ma tari ma panto
datang endi. Bendru dapat lapangan, Munga kales Batu Rotok lepas sihir samalik mata,
Panyai Kales Empang kadu lepas senggegar, Raketi kales desa Kkiang kadu ya samain
raga tenders ko Sultan ado sakali ke otak Sultan Jalaluddin, ya samolang lako angkang, ya
sepak linting leng Sultan, raga ngawang lako langit tendris lako angkang Ratu Gendro ke
surak rame mo tana Goa mara liner sarea raja Sulawesi no mo bau angkat otak gita genra
Sultan Jalaluddin. Beleng mo ratuSidenreng ke sarea dengan-dengan ke bahasa Bugis
Makasar, ta nya kaleng bahasa Bugis, matindro tepu ulangi ke telu-telu ku tarima
bintangdiala mana pele ado we jodoh ku si Sultan Jalaluddin, lamen tegas bahasa kita:
ku tunung mantar bulan ta, ku baripi sangka bintang ta alamat na lampa na, tenri jodo ku
lako sultan Jalaluddin. Raja Sumbawa Hadirin yang mulia harapan kami mohon tenang
semua yang hadir di sini, mungkin pernah kalian dengar kami akan menceritakan tentang
Riwayat Raja Samawa. Walaupun demikian kami juga tidak melihat langsung cuma
membaca dari buku sejarah riwayat raja sumbawa masa sultan jalaluddin. Kita awali
dari sumbawa tersiar kabar ratu Sidenreng di seluruh Sulawesi yang konon sangat cantik
tubuh tinggi semampai kulit putih kuning berkilau bak mentega. Berpakaian sangat rapi
dan indah berhiaskan emas berlian ala bugis makasar. Lengkap dengan ponto parulu
cincin emas permatakan intan, peniti dari emas murni gemerlap seluruh badan, seluruh
raja-raja bugi Sulawesi menaruh minat terhadap ratu Sidenreng. Begini katanya Raja
Bugis Biar di dalam lautan api, tetap akan kuarungi demi ratu sidereng. Biar sulit seperti
apa pun asalkan hasrat ku tercapai, keinginan tak kan pernah putuh Raja goa
memikirkan nasib Ratu Sidereng yang masih hidup sendiri, hingga diadakan lah
musyawarah bertempat di istana Raja Goa memikirkan nasib Ratu Sidereng maklum raja
Sulawesi semua menaruh minat kepada ratu Sidereng. Di kemudian hari Raja Goa terus
mengundang seluruh Raja yang ada di Sulawesi, terus luar Sulawesi, yaitu 4 (Empat raja),
pertama Raja Sumbawa, kedua raja Dompu, ketiga Raja Bima dan keempat Raja Sumba.
Dari hasil musyawarah diadakannya pertandingan sepak raga, bertempat di tanah Goa.

Sungguh aneh sekali bola raganya terbuat dari emas berat 5 kg. Maklum orang jadi raja
apapun bisa dilakukan. Kebetulan rakyatnya pun bersatu biar gunung bisa dirobohkan.
Terus kemudian diumukan ke rakyat untuk datang menyaksikan pertandingan yang
dipenonton utamanya ialah Ratu Si Dereng yang duduk diatas loteng. Keluar perintah
Raja Goa ke Sariyah di Goa suruh pergi ke Sumbawa untuk mengantar surat undangan
Sultan Jalaludin menggunakan kapal layar yang besar. Kira-kira satu mil ujung layar
sudah kelihatan, begitu dengan pantai jelas sudah kelihatan daratan pulau sumbawa,
perahu layar yang datang dari tanah bugis berlabuh di pelabuhan Sumbawa sawi perahu
menggulung layar dan jurangan membuang sauh dan membunyikan tawa-tawa tanda
perahu sudah berlabuh. Begitu sampai pelabuhan terus menghadap sahbandar. Sampai di
rumah Sahbandar bertanyalah sahbandar itu apa tujuan kedatangannya ke tanah
Sumbawa? dijawablah oleh utusan raja Goa tersebut kedatangan kami ke sini adalah
sebagai utusan dari Raja Goa. Ada amanat penting yang ditujukan kepada Sultan
Jalaluddin, beliau meminta bertandang ke kerajaan Goa. Setelah semua penjelasan
utusan dipahami oleh sahbandar, barulah utusan itu dijamu dengan cara yang biasa saja.
Setelah itu, mereka kembali lagi ke kapal layar. Sahbandar kemudian menghadap
kepada Sultan Jalaludin menyampaikan berita dari Raja Goa. Sultan Jalaludin kemudian
mengumpulkan semua mentri, Punggawa. Sahbandar memberi laporan, ya Sultan
Jalaludin ada utusan dari Goa bawa amanat penting. Begitu mendengar laporan dari
Sahbandar Sri Sultan memerintahkan Sahbandar suruh membawa kendaraan untuk utusan
Raja Goa di suruh menghadap apa gerangan amanat penting itu biar kita tahu baik
buruknya. Rakyat Sumbawa begitu mendengar ada utusan dari kerajaan Goa. Rakyat
tidak sabar berbondong-bondong ke Istana. Utusan Raja Goa kagum melihat Istana Raja
Sumbawa yang atapnya terbuat dari kulit mutiara yang dinamai bala balong (istana
cantik) di sambut oleh ayahanda raja di tangga Gasa Istana. Sri Sultan duduk di atas tilam
bundar baran dan penjaga pengawal di belakang memegang keris pamutas be bernama
bosu ayat. Utusan raja Goa kemudian menyerahkan surat dari Raja Goa, kemudian
Sultan Bertanya apa kabar Raja Goa disambut oleh utusan bahwa Raja Goa sehat-sehat.
Dan Sultan bertanya apakah ada acara atau apa gerangan balik bertanya Sultan Jalaludin,
utusan menjawab, Sultan di persilahkan untuk dapat berkunjung ketanah goa. Sambil
menyodorkan surat, Sultan tersenyum dan membaca surat begitu selesai di serahkan
kepada Lebe dalam Sultan keluarkan perintah kepada mentri dan punggawa. Disuruh
bersiap-siap untuk berangkat ke Goa di sambung dengan musik adat sumbawa (gong,
genang, suling) dan disambut dengan badede (nyanyian pujian ala Sumbawa kepada
Sultan). Serta sorak sorai mengantarkan Sultan kepelabuhan. Yang ikut rombongan
Sultan pertama dari empang, yang ke dua rombongan desa kakiang yang ke tiganya, dari
batu rotok yang ke empat dari puling tepat ke enam mentri sape. Diikuti pasukan
pengawal dari kampung Batu Lante Sampai hari pertandingan di lapangan raja Goa di
depan Istana di hias seperti biasa. Raja yang pertama kena giliran raja Banten, diikuti
Raja selayar terus ke raja bira semua raja Sulawesi habis kena giliran belum ada seorang
raja pun yang mampu mengangkat Raja maklum raja ini tidak seperti biasa yang terbuat
dari rotan tapi terbuat dari emas. Beratnya luar biasa seperti kata raja selayar baiknya kita
menyerah saja. Raja Goa bertanya kepada panitia masih adakah yang belum kena
giliran? di jawab oleh panitia masih ada tinggal satu utusan dari Sumbawa Sultan
Jalaludin, berkata Raja Goa. Ayo dipersilakan suruh, karena kita mendengar kabar raja
dari Sumbawa ini sangatlah hebat. Masuk rombongan Sumbawa di iringin dengan
sorak-sorai Sri Sultan menggunakan pakaian adat Sumbawa melangkah kaki sekali di
sambut oleh sorak-sorai rakyat Goa di sambut oleh mentri Batu Rodiok berkuhus
melintang di juliki imting bumi (gempa bumi) itu tukang sihir, ada dari kakiang dukun
raketi itu yang mainkan raga Panjaidadi desa empangan itu yang melepas ilmu orang-

orang sudah tidak sabar. Menunggu giliran Sumbawa, sampai giliran istana Rempek, di
mainkan tiga kali dengan kaki kiri terus kekanan mendongak keatas melihat bintang
mastari. Kemenangan akan berpihak pada kita. Begitu sampai di lapangan, mentri
Bunga (nama orang) dari Batu rotok, melepaskan sihir, Penyai (nama orang), dari desa
empang melepaskan senggeger Rakuti (nama ilmu) dari kakiang dimainkan raga dan di
Opera ke Sultan di sambut dengan kepala sekali dengan tumit begitu gaga Sultan
Jalaludin di buang ke depan di tendang dengan gaya miring oleh Sultan raga terbang ke
langit terus ke hadapan Ratu. Sorak-sorai penonton tanah Goa gegap gempita gemuruh
seperti gempa. Semua Raja-raja Sulawesi tidak lagi berani angkat kepala melihat
kegagahan dan kepandaian Sri Sultan Jalaludin bertita Ratu Si Dendreng kepada temanteman dan dayang dengan bahasa Bugis Makasar. matindro tepu ulangi ketulu-tulu.
Lampiran 3 Tabel Data Analisis Sakeco Sebagai Sastra Lisan Sumbawa No. judul Sakeco
Makna 1. Datu Samawa TuetekalengSamawabarungansiDenreng pang seluruhSulawesi
no soda ratunanbalongbatepangreakepanyangyammentegakebalongnya.
Aturpakaiansecarabugismangkasar, ponto parukuleng lengan cincin mas permata intan.
Paniti mas kebuaeng bagelap saser parana, sarea raja pang bugis saca olo rasate ado ke
ratu Sidenreng. Tanya kaleng raja bugis mana pang dalam let api ku layar si santung
Ratu Sidenreng talo leng tanang ku kasaket. Niat ku nagama putis. Hajat ku dapat
gamana. Terjemahan: Kita awalidarisumbawatersiarkabarratuSidenreng di seluruh
Sulawesiyang
kononsangatcantiktubuhtinggisemampaikulitputihkuningberkilaubagaimentega.
Berpakaiansangatrapidanindahberhiaskanemasberlianalabugismakasar,lengkap dengan
ponto parulu cincin emas permatakan intan, seluruh raja-raja bugis Sulawesi menaruh
minat terhadap ratu Sidenreng. Begini katanya raja bugis biar di dalam lautan api, tetap
akan ku arungi demi ratu Sidenreng. Biar sulit seperti apapun asalkan hasrat ku tercapai,
keinginan tak kan pernah putus. Makna Kognitif Cantikdan kulit putih kuning berkilau
bagai mentega. Kedua kata ungkapan tersebut mempunyai kesamaan yaitu kecantikan
yang diungkapkan dengan kulit yang putih dan kuning layaknya sebuah mentega masih
berkilau. 2. Samong lengnanatautusan kanatang kami lako ta, kami tudadiutusan
adokales Raja Goa, amanatpentingtubawalako Sultan jalaluddinsurudatangbajango ado
lakotana Goa Terjemahan Dijawablaholehutusan raja Goa tersebut kedatangan kami
kesiniadalahsebagaiutusandari Raja Goa. Ada amanatpenting yang ditujukankepada
Sultan Jalaluddin, beliaumemintabertandangkekerajaan Goa.
Kutipaninimenggambarkanamanat raja goauntukmengundangSultan
Jalaluddinuntukikutsertadalamperlombaan yang diselenggarakan. Saatmenyampaikan
kata amanattersebut, utusan raja Goa
tidaksecaralangsungmengundanguntukikutdalamacaraperlombaantersebut, tetapi
iamenggunakan kata bertandang.Kata
inidimaksudkanuntukmemeperhalusmaksuddariamanattersebut. 3. Pakaianadatsamawa,
pina ne sakalitresyasambutlengrakyat Goa, basurakrame-ramekesamolangkemang kales
baturantokbasa. Tama mentriadeyakajulukLintingBumi, Terjemahan
Menggunakanpakaianadat Sumbawa. melangkah kaki sekalilangsungdisambutolehsoraksorairakyat Goa. Soraksoraisambilmelemparkanbungamasukmentri yang
dihulikilintingbumi (gempabumi),
Padakutipaninijugaterlihatpengarangmemberikanungkapankepadatokohatausalahsatument
ri yang dibawa Sultan. KarenaketangguahanmentriinidiberijulukanLintingBumi.
Tidaklahheranjikakitamelihatkembalikemasasilam, banyak yang memilikiilmukanuragan
yang tinggi, olehkarenaitudiabisadiangkatmenjadipejabat di sebuahkerajaan. 4.
kutunungmuntarbulan ta, kubaripisangkabintang ta alamatnalampana, tenrijodokulako
Sultan Jalaluddin. Terjmahan

akutidurpadamalampurnamabermimpimenerimabintangInilahpertandaternyata Sultan
JalaludinadalahJodohku KutipaninimenjelaskanRatuSidenrengakanmendapatkanjodoh
yang cocokdengannya. Hal itudipertandaidenganmimpinyapadabulanpurnama,
iamendapatkansebuahbintang. Jikadiasosiasikan, bintangadalahpasangan yang
cocokjikamalamhari, terutamapadamalampurnama. Selainitu, yang
dapatdipahamiadalahkecantikanseorangperempuanbiasanyadilambangkandenganbulanpur
nama, danlaki-lakisebagaibintang. 5. Datu Samawa Tuetekalengsamula,
menurutdalamsejarah, bada kami lengdiri nan. Ada tau basinginGaruntungkadatang kales
Mangkasarolajukungduakatirbalabu pang labupadepalabuboyansapuanturenjukung ne
garantung. Tenresmolalobalanganperokiriperokanandesa. No pokayagitabelangan no
tentulako. Kabatulan pang ano nan batemungkedua tau kaki Ranggosinginsopo,
adesopobasinginKadekka kales Bali diri nan salingkalakonantana, tenresmodadisahabat.
Terjemahan: Kita mulai dari awal, menurut sejarah yang kami dapat dari beliau. Ada yang
bernama Garantung datang dari Makasar malalui perahu kecil dengan dua buah katir
(kayu yang digunakan sebagai pengimbang perahu dari ombak) berlabu didesa labu Pade.
Kemudian melanjutkan perjalanan sambil melihat kiri dan kanan desa tersebut. Dia belum
tau kemana arah sebenarnya yang akan dituju. Kebetulan pada hari itu, ketemu dengan
dua orang, Kaki Ranggo nama salah satu dari mereka, yang satunya bernama Kadek yang
berasal dari Bali. Mereka saling membantu sehingga mereka menjadi sahabat. Makna
Persahabatan Sakeco di atas mengisahkan persahabatan tiga orang yang berbeda
golongan. Tokoh Garantung datang sendirian dari Makasar hanya dengan menggunakan
perahu kecil. Entah apa sebenarnya tujuan ia datang ke Sumbawa. Pada dasarnya orang
yang datang dari Sulawesi pada saat itu tidak lain untuk berdagang. Garantung sendiri
kebingungan harus berbuat apa didesa orang. Garantung menemukan jalan hidupnya
ketika ia bertemu dengan Kaki Ranggo dan Kadek. Mereka melalui hari-hari bersama dan
menjadi sahabat sejati. 6. Labaham Tu ete kaleng samula, Labaham karong Batu Rotok,
ya sangada musyahwara ko sarea dengan nan nya de ka yakelek Munga Batu Rotok. Ade
ke dua sia e, metri baeng Ulung Tepal,de ka telu na sia e,Pati Punik Sukaria ade
pemberaning kales Batu Lante. Les parenta lako juru putar bongkong, lalo mo nanta diri
nan lako desa masing-masiing, hadir mo nanta tau nan pang bale Muhammad Baham.
Hasil mufakat tau nan ya angkat Baham dadi ketua kena lako ulung Tepal, ka jira nan po
sia e, tenres turen ko samawa pimpin leng Muhammad Baham, lalo menghadap ko datu
tenres ya jatu tana samawa ke ya tolak Belanda tama ko tanah Samawa. Terjemahan : Kita
mulai dari awal, Labaham pemberani dari Batu Rotok. Dia mengadakan musyahwarah
dengan temannya. Temannya itu yaitu Kallek dari Batu Rotok, yang kedua mentri baeng
Tepal, yang ketiga Pati Punik Sukaria yang pemberani dari Batu Lante. Keluar perintah
ke juru konci Bongkong. Lalu pergilah ke desa masing-masing. Hadirlah mereka dirumah
Muhammad Baham. Hasil dari musyawarah mereka, diangkatlah Baham jadi ketua didesa
Ulung Tepal. Setelah itu, mereka turun ke Sumbawa yang di pimpin oleh Muhammad
Baham, pergi menghadap raja. Kemudiian mengurus tanah Sumbawa dan menolak
masuknya Belanda ke tanah Sumbawa. Makna Pemberani Sakeco di atas mengisahkan
tentang keberanian dan perjuangan Labaham yang membela kebenaran dan menentang
keputusan Raja Sumbawa yang mengijinkan masuknya Belanda ke tanah Sumbawa. No.
judul Sakeco Fungsi 7. Bangun Desa Darat O sarea ina bapak sanak sowai salaki, ma mo
lema tu batompok, tu sasopo niat kita, bau balong samawa ta, lamen balong samawa ta,
kabekas sarea kita, ya tau mara leng lawas, pariri lema kaleng to, sai po lamen no kita.
Terjemahan : Wahai hadirin sekalian ibu bapak dan saudara saudari, marilah segera kita
berkumpul, kita satukan niat kita, agar indah Sumbawa kita, jikalau indah Sumbawa kita,
merupakan bekas bersama, diibaratkan dengan lawas, benahilah dari sekarang ,Siapa lagi
kalau bukan kita. Sebagai Sistem Proyeksi Fungsi sakeco di atas sebagai ajakan,

peringatan dan pemberitahuan kepada khalayak banyak untuk membangun tanah


Sumbawa, karena pembangunannya merupakan tanggung jawab bersama bagi masyarakat
Sumbawa. 8. O sarea rama peno, Ma mo lema tu sakuat, Adat istiadat budaya kita, Kita
tau samawa ta, na ilang ka jasa, Nanta tu loka dunung, Siong ka nyaman ruana, Ka ya
sengada adat ta, fikir akal nanta na. Terjemahan : Wahai khalayak banyak, marilah kita
kuatkan, adat istiadat budaya, kita ini orang Sumbawa, agar tidak musnah jasa, para
leluhur di masa lalu, tiada dilakukan dengan mudah, diciptakan adat istiadat, dengan akal
dan budi. Pengesahan Kebudayaan Fungsisakeco di atas adalah sebagai peringatan bagi
setiap orang untuk menghargai dan memperkuat adat istiadat budaya sendiri karena
merupakan warisan dari para leluhur yang perlu di lestarikan. 9. 10. O sarea rama
peno,Tu bakarang tu bajuru,Tu telas leng desa darat,Desa darat pang tu patis,Ada adat ada
hukum,Ma bawu balong pejatu Terjemahan : Wahai hadirin sekalian, orang sekampung
senegeri, yang tinggal dalam masyarakat, masyarakat tempat kita tinggal, memiliki adat
serta hukum, Agar baik pelaksanaannya. Tau jatu desa darat,Nan basingin pamarentah,Tu
atur hukum ke adat,Hukum ke adat siae,Tokal tananang tu telas,Lema nyaman senap
semu. Terjemahan : Orangyang mengurusmasyarakat, Di namakan pemerintah, Yang
mengatur hukum dan adat, Hukum dan adat sekalian, patokan aturan hidup, Agar bahagia
dan sejahtera. Sebagai Alat Berlakunya Norma Sosial dan Pengendalian Sosial Fungsi
sakeco di atas adalah sebagai nasehat kepada kita selaku mahluk sosial, bahwa dalam
kehidupan kita ada aturan-aturan dan adat istiadat yang menjadi patokan dan
pengendalian dalam kehidupan sosial untuk dipatuhi dalam bermasyarakat. 11. Ijo Tarnis
Matano Mula ka tu dorong jiwa,Kakaleng umer pitu ten, Tu daftar kelas sai pang dalam
kelas belajar,Angkang mejang tulang papan, Tu gita guru mengajar,Ade e ajar leng
guru,Tekun rena tu sanenge,Nan po bawu bakalako,Imung tu pintar po ampo.
Terjemahan : Awal mula mendorong semangat, mulai dari umur 7 tahun, Kita daftar di
kelas satu, Di depan meja melihat papan, Memperhatikan guru mengajar, Di depan meja
melihat ke papan, tekun mendengarkan, Barulah akan bisa berguna, Serta kita menjadi
pintar. Sebagai Alat Pendidikan Fungsi sakeco di atas menjadi peringatan bagi setiap
orang agar semangat untuk belajar karena belajar merupakan sarana untuk menjadi orang
yang cerdas, berguna dan untuk meraih cita-cita serta masa depan yang gemilang. 12.
Sadar Wisata Luk maras tau sapuan,peno cara luk samaras diri,pang saruntung boat
ramai,peno macam ya sangada,ratib sakeco sia eee, imung ke gendro saketa,ke tau
malangko po ampo,bagandang rena balawas,imung ke ngumang po ampo,badede rena
batanak,nan adat kita samawa. Terjemahan : Betapa asyiknya orang tua dulu, cara untuk
menghibur diri, di setiap hajatan ramai, banyak kegiatan yang di laksanakan, ratib sakeco
wahai sekalian, disemarakkan dengan gendro saketa, dengan orang bernyanyi juga,
berdendang dan bersyair, di tambah dengan ngumang sekalian, badede sambil menari,
Itulah adat kita orang sumbawa. Pelestarian Diri atau Hiburan Fungsinya adalah untuk
menyampaikan dan menggambarkan ke masyarakat tentang berbagai jenis hiburan dan
kekayaan seni budaya dalam adat istiadat Sumbawa

Anda mungkin juga menyukai