Anda di halaman 1dari 41

KOMPARATIF MORFEM BAHASA MELAYU ISOLEK MASYARAKAT

DESA TEBANG KECAMATAN PALMATAK DENGAN


DESA AIR SENA KECAMATAN SIANTAN TENGAH
KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

Proposal Penelitian

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat


Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

MIA LESTARI
NIM 160388201068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2021
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan nikmat dan karunia-Nya sampai saat ini. Sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul,“Komparatif Morfem Bahasa

Melayu Isolek Masyarakat Desa Tebang Kecamatan Palmatak dengan Desa Air

Sena Kecamatan Siantan Tengah Kabupaten Kepulauan Anambas”. Proposal

penelitian ini disusun guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan bahasa dan

sastra indonesia. Proposal ini disusun sebagai upaya mempermudah pembaca

dalam pempelajari beberapa hal yang menyangkut pada teori morfem dalam

morfologi.

Banyak hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyusunan

proposal penelitianini. Namun, berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak

baik dengan memberikan bantuan, saran dan masukan, hingga penulis mampu

menyelesaikan proposal seminar ini. Tak luput, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr.Agung Dhamar Syakti,S.Pi.,DEA. Rektor Universitas Maritim Raja

Ali Haji Tanjungpinang sebagai pimpinan di Universitas Maritim Raja Ali

haji;

2. Assoc.Prof. Satria Agust, S.S., M.Pd.,Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan kesempatan

kepada peneliti untuk menuntut ilmu akademik di FKIP UMRAH;

3. Assist. Legi Elfitra, M.Pd.,Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang telah memberikan semangat kepada penulis;

i
4. Assist. Legi Elfitra, M.Pd.,Penasehat Akademik yang selalu memberikan

masukan dan semangat kepada penulis;

5. Assist. Drs. Suhardi, M.Pd., selaku Pembimbing 1 yang sangat membantu dan

membimbing dengan ikhlas kepada penulis sehingga proposal ini dapat

diselesaikan dengan baik;

6. Assist. Wahyu Indrayatti, S.Pd.,M.Pd., selaku Pembimbing 2 yang telah

memberikan masukan dan pendapat kepada penulis dalam penulisan proposal

penelitian ini;

7. Kepada kedua orang tua penulis ayahanda Amiruddin dan ibunda Darina yang

sangat-sangat penulis hormati dan yang tiada henti memberikan dorongan,

semangat, do’a dan kasih sayang kepada penulis untuk menyelesaikan

proposal ini; dan

8. Kepada teman-teman seperjuangan di FKIP khususnya Jurusan PBSI

Angkatan 2016 yang sama-sama berjuang untuk mencapai kesuksesan

bersama.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya dan digolongkan ke dalam

orang-orang yang ikhlas. Akhirnya, peneliti mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang terkait. Semoga proposal penelitian ini dapat berguna dengan

baik bagi pembaca dan pengembangan ilmu.

Tanjungpinang, April 2021

Peneliti

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................1

1.2 Fokus Masalah..................................................................................................4

1.3 Rumusan Masalah.............................................................................................4

1.4 Tujuan Penelitian..............................................................................................4

1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................5

1.6 Defenisi Istilah..................................................................................................6

BAB II LANDASAN TEORI................................................................................7

2.1 Kerangka Teoretik............................................................................................7

2.1.1Morfem..........................................................................................................7

2.1.1.1 Pengertian Morfem...............................................................................7

2.1.1.2 Identifikasi Morfem..............................................................................8

2.1.1.3 Jenis Morfem......................................................................................11

2.1.2Bentuk Kata.................................................................................................13

2.1.2.1Jenis Kata.............................................................................................14

2.1.3Hubungan Antara Morfem dengan Kata.....................................................20


2.1.4 Studi Komparatif........................................................................................20

2.2 Penelitian Yang Relevan.................................................................................22

2.3 Kerangka Konseptual......................................................................................24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................25

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian.....................................................................25

3.1.1 Pendekatan Penelitian.................................................................................25

3.1.2JenisPenelitian.............................................................................................25

3.2 Tempat dan Waktu..........................................................................................26

3.2.1Tempat.........................................................................................................26

3.2.2Waktu...........................................................................................................26

3.1 Instrumen Penelitian.......................................................................................27

3.2 Data dan Sumber Data....................................................................................28

3.2.1Data..............................................................................................................28

3.2.2Sumber Data................................................................................................29

3.3Teknik Pengumpulan Data................................................................................29

3.4 Teknik Analisis Data.......................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................35
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Bentuk Kata...............................................................................................................12


Tebel 2 Waktu Kegiatan Penelitian..................................................................................................25
Tabel 3 Instrumen Penelitian.................................................................................................26
5

BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 Kajian Pustaka

Kesuma (2007:36 dalam Muhammad 2011:108) menyebutkan bahwa

terdapat tiga fungsi kajian pustaka, yaitu (1) untuk memastikan pernahnya

masalah yang lagi diteliti dilakukan oleh peneliti lain; (2) apakah masalah yang

diteliti dikaji secara komperhensif, lengkap dan hasinya memuaskan atau tidak;

dan (3) mengungkapkan kekhasan atau perbedaan masalah yang akan diteliti.

Beberapa penelitian mengenai bahasa Melayu telah dilakukan oleh

peneliti-peneliti terdahulu untuk menyelesaikan skripsi maupun karya ilmiah

lainnya. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa morfologi prefiks pe-

menjadi pa-, dan se- menjadi sa-. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian

ini adalah variasi fonologis pemakaian bahasa Melayu yang berada di Desa

Tebang dan Desa Air Sena Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi

Kepulauan Riau.

Adapun persamaan dari beberapa penelitian yang disebutkan di atas

dengan penelitian mengenai Variasi Fonologis Bahasa Melayu ini adalah sama-

sama meneliti tentang variasi pada bahasa daerah dalam bidang fonologi.

Bedanya, jika dalam penelitian-penelitian yang disebutkan di atas meneliti

tentang variasi fonogis Pada penelitian ini, peneliti mengambil judul Variasi

Fonem Bahasa Melayu Isolek Desa Tebang Kecamatan Palmatak dengan


6

Desa Air Sena Kecamatan Siantan Tengah, Kabupaten Kepulauan Anambas.

dengan merujuk pada beberapa penelitian yang telah dilakukan di atas.

2.2. Konsep Variasi Fonologis

Variasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah 1. tindakan atau hasil

perubahan dari keadaan semula; selingan; 2. bentuk (rupa) yang lain; yang

berbeda bentuk (rupa); 3. hiasan tambahan; 4. wujud pelbagai manifestasi,

baik bersyarat maupun tidak bersyarat dari suatu satuan.

Variasi fonologis adalah variasi pemakaian bunyi yang bersifat fonetis

dan tidak membedakan makna. Variasi tersebut terbentuk karena penutur

berasal dari kelompok sosial yang berbeda dan faktor keadaan alam, yaitu

letak wilayah tempat tinggal penutur. Variasi fonologis dalam pemakaian

bahasa Melayu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor tersebut. Pendapat lain

menyatakan bahwa variasi fonologi adalah variasi pemakaian bunyi yang

bersifat fonetis dan tidak membedakan makna.

Variasi tersebut terbentuk karena letak wilayah tinggal penutur dan

kelompok sosial penutur yang berbeda, sehingga menimbulkan pengucapan

fonem yang berbeda. Nadra dan Reniwati (2009:23) menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan variasi fonologis adalah variasi bahasa yang terdapat dalam

bidang fonologi, yang mencakup variasi bunyi dan variasi fonem. Contoh

variasi fonologis antara lain terjadi penambahan bunyi, pergeseran bunyi, dan

sebagainya.
7

Dalam bahasa Melayu, penambahan bunyi terjadi seperti pada kata

<ye ke>dalam bidang linguistik bunyi ini ditulis seperti tanda tanya (?).

2.3 Bahasa dan Bahasa Daerah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa ialah 1. sistem

lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat

untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengiden-tifikasikan diri; 2.

percakapan (perkataan) yang baik; tingkah laku yang baik; sopan santun: budi

bahasa atau perangai serta tutur kata menunjukkan sifat dan tabiat seseorang

(baik buruk kelakuan menunjukkan tinggi rendah asal atau keturunan).

Sedangkan, bahasa daerah adalah bahasa yang lazim dipakai di suatu

daerah; bahasa suku bangsa (Kamus Besar Bahasa Indonesia offline). Bahasa

merupakan sistem tanda bunyi ujaran yang bersifat arbitrer atau sewenang-

wenang (Subroto, 2007:12 dalam Muhammad, 2011:40).

Kridalaksana (1983) dan juga dalam Koentjono (1982) dalam

Muhammad (2011:40) menyatakan bahwa bahasa merupakan sistem lambang

bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk

bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Ada pula yang

menyatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disusun

berdasarkan kesepakatan bersama yang digunakan sebagai alat komunikasi

dalam rangka menjalankan interaksi sosial.


8

2.4 Teori

Dalam sebuah penelitian tentu seorang peneliti membutuhkan data

yang akurat serta rill. Data yang akurat dan rill ini akan dijadikan peneliti

sebagai acuan dalam menganalisis penelitiannya. Oleh karena itu, peneliti

menggunakan teori yang sesuai dengan penelitiannya untuk dijadikan acuan

atau pedoman untuk menganalisis tiap data yang diteliti. Teori dimanfaatkan

sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Selain itu, landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran

umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil

penelitian. Teori adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara

logis untuk memberikan penjelasan mengenai sejumlah fenomena (Liang,

1984:57 melalui Kesuma (2007:37 dalam Muhammad, 2011:109).

Dengan melihat definisi yang diutarakan oleh Kridalaksana,

Muhammad (2011:109) berpendapat bahwa teori tidak hanya sekedar

hipotesis, tetapi lebih pada penjelasan berdasarkan konsep dan argumen

tentang suatu fenomena, misalnya bahasa. Dalam penelitian bahasa, yang

berobjekkan fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, teks, wacana,

makna, pengguna, dan penggunaan bahasa dapat dijelaskan oleh teori, yaitu

teori bahasa (Muhammad, 2001:111).

Adapun teori yang digunakan sebagai acauan peneliti dalam

menganalisis data, yakni teori fonologi tentang morfofonemik. Chaer

(2009:1) memberikan batasan bahwa fonologi adalah sebuah ilmu kajian


9

linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan dan menganalisis

bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia (artikulator).

Lebih lanjut, Abdul Chaer (2003:102 dalam

http://uniisna.wordpress.com) mengatakan, secara etimologi istilah

“fonologi” ini dibentuk dari kata fon yang berarti “bunyi” dan logi yang

berarti ilmu. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa fonologi

merupakan ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya.

Objek kajiannya adalah fon atau bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap

manusia (artikulator). Muhammad (2011:126) menyatakan bahwa fonologi

adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji atau menelaah cara-cara

mengatur dan menggunakan bunyi bahasa alamiah. Fonologi menguraikan

pola-pola bunyi dan jenis bunyi yang dihasilkan oleh penutur bahasa yang

dipelajari.

Selain itu, fonologi menelaah urutan-urutan fonem suatu bahasa.

Verhaar (1984:36 dalam http://uniisna.wordpress.com) mengatakan bahwa

fonologi merupakan bidang khusus dalam linguistik yang mengamati bunyi-

bunyi suatu bahasa tertentu sesuai dengan fungsinya untuk membedakan

makna leksikal dalam suatu bahasa. Bunyi bahasa yang dimaksud oleh

Verhaar di sini adalah bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi membedakan

makna kata.

Fonologi adalah salah satu cabang ilmu bahasa (linguistik) yang

mengkaji dan menganalisis bunyi ujaran pada suatu bahasa dengan cara
10

mempelajari bagaimana bunyi ujaran itu dihasilkan oleh alat ucap manusia

(artikulator), bagaimana bunyi ujaran itu sebagai getaran udara, bagaimana

bunyi ujaran itu diterima oleh telinga manusia, dan bagaimana bunyi ujaran

itu dalam fungsinya sebagai pembeda makna.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, morfofonemik adalah telaah

tentang perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan

(hubungan) morfem dengan morfem lain. Morfofonemik (disebut juga

morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya

perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses

morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi

(Chaer, 2008:43).

Umpamanya, perubahan bentuk dalam proses afiksasi yakni pelesapan

fonem yang terjadi pada prefiks ber- pada kata dasar ‘renang’ yang secara

ortografis berubah dan diterima oleh masyarakat penutur Bahasa Indonesia

sebagai ‘berenang’ dan bukan ‘berrenang’. Bunyi [r] yang ada pada prefiks

ber- dilesapkan pada saat terjadi perubahan morfologi. Hal yang sama juga

terjadi pada kata dasar ‘sejarah’ dengan sufiks asing ‘-wan’ yang melesapkan

fonem /h/ pada kata dasar ‘sejarah’ yang secara ortografis berubah dan

diterima menjadi ‘sejarawan’ dan bukan ‘sejarahwan’.

Selain pelesapan, dalam proses morfologi (morfofonemik) juga

dikenal dengan beberapa jenis perubahan, yakni adanya pemunculan fonem,

peluluhan fonem, perubahan fonem, dan pergeseran fonem. Menurut Chaer


11

(2008:44), pelesapan fonem adalah hilangnya fonem dalam suatu proses

morfologi. Dalam bahasa daerah Melayu, pun terjadi proses fonologi

dilambangkan dengan tanda baca tanya yang ditulis miring (?). Pemunculan

fonem ini lazimnya terdapat pada kata yang memiliki bunyi vokal rangkap

seperti /aa, ae, ai, au, ao, ea, ee, ei, eu, eo, ia, ie, ii, io, iu, oa, oe, oi, oo, ua,

ue, ui, uu, uo/.

2.5 Bentuk Kata

Menurut Finoza (2013:85) kata adalah satuan bentuk terkecil (dari

kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna.Dari segi bentuknya

kata dapat dibedakan atas dua macam: Yakni, kata yang bermorfem tunggal,

dan kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal dapat juga

disebut kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya

berpotensi untuk dikembangkan menjadi kata turunan atau kata berimbuhan.

Perubahan kata dasar menjadi kata turunan selain mengubah bentuk,

juga mengubah makna. Selanjutnya, perubahan makna mengakibatkan

perubahan jenis atau kelas kata. Perhatikan perubahan kata dasar menjadi kata

turunan dan aneka maknanya dalam tabel dibawah ini:


12

Tabel 1

Perubahan Kata Dasar Menjadi Kata Turunan yang Membentuk


Berbagai Kelompok Arti.

Kata KATA TURUNAN DAN KELOMPOK ARTINYA


Dasar
Pelaku Proses Hal/Tempat Perbuatan Hasil
Asuh Pengasuh Pengasuhan Mengasuh Asuhan
Baca Pembaca Pembacaan Membaca Bacaan
Bangun Pembangun Pembangunan Membangun Bangunan
Buat Pembuat Pembuatan Perbuatan Membuat Buatan
Cetak Pencetak Pencetakan Percetakan Mencetak Cetakan
Edar Pengedar Pengedaran Peredaran Mengedar Edaran
Mukim Pemukim Pemukiman Permukiman Memukimkan Mukiman
Potong Pemotong Pemotongan Perpotongan Memotong Potongan
Sapu Penyapu Penyapuan persapuan Menyapu Sapuan
Tulis Penulis Penulisan Menulis Tulisan
Ukir Pengukir Pengukiran Mengukir ukiran

2.5.1 Jenis Kata

Kembali menurut Finoza (2013:86) secara tradisional pembagian

kata/jenis kata di dalam bahasa-bahasa yang besar di dunia termasuk bahasa

Indonesia umum terdiri atas sepuluh jenis, yaitu:

2.5.1.1 Kata Benda (Nomina)

Kata Benda (KB) atau Nomina adalah kata yang mengacu pada sesuatu

(benda) baik konkret maupun abastrak. Kalau dicermati lebih lanjut, kata benda

tidak lain nama benda yang diacunya. Ambillah sebagai contoh sesuatu yang kita

lihat sehari-hari. Misalnya, benda konkret buku, kunci, kendaraan, pohon, nasi,

rumah, dan benda abstrak yang kita rasakan, misalnya agama, pengetahuan,

kehendak, peraturan, pikiran, nafsu; maka kita akan mengakui semua itu adalah
13

nama sesuatu benda atau ssuatu hal. karena itulah kata benda lazim juga disebut

kata nama (nomina).

2.5.1.2 Kata Kerja

Kata Kerja (KK) atau Verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atau

tindakan, proses, dan keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Kata kerja pada

umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kalimat. Berdasarkan defenisi itu

dapat dipilih menjadi dua kelompok.

(a). Verba yang menyatakan perbuatan atau tindakan. Verba ini merupakan

jawaban atas pertanyaan “Apa yang dilakukan oleh subjek/pelaku?”

Contoh:

Mandi, membaca, mencuri, mendekat, membelikan, memukuli,

memberhentikan, menakut-nakuti.

(b).Verba yang menyatakan proses atau keadaan yang bukansifat. Verba ini

merupakan jawaban atas pertanyaan “Apa yang terjadi pada subjek?”

Contoh:

Jatuh meninggal (untuk manusia), mati(untuk hewan) kebanjiran,

mongering, terbakar, mengecil, terdampar.

2.5.1.3 Kata Sifat (Ajektiva)

Kata Sifat atau Ajektiva adalah kata yang berfungsi sebagai atribut bagi

nomina (orang, binatang atau benda lainnya). Atribut atau tanda atau ciri.

Untuk mengenali suatu benda dan untuk membedakannya dengan benda


14

lain, kita harus memerikan ciri, sifat, keadaan, atau identitas benda-benda

itu, misalnya:kecil, bundar, merah, kenyal, panas, agresifi. kata-kata itulah

antara lain contoh kata sifat atau disebut juga kata keadan.

2.5.1.4 Kata ganti (Pronomina)

Kata ganti atau Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu

kepada nomina lain. Contoh, Budi melukis pemandangan.Lukisannya

sangat bagus.

2.5 1.5 Kata Keterangan (Adverbia)

Kata Keterangan atau Adverbia adalah kata yang menerangkan verba,

ajektiva, nomina, adverbia lain, frasa preposisional, dan juga seluruh

kalimat. Letak adverbia dapat mendahului atau mengikut kata yang

diterangkan. dalam contoh di bawah ini kata yang bercetak tebal adalah

adverbia.

Contoh :

(a). Rina sangat mencintai suaminya.

(Adverbia:sangat menerangkan Verba:mencintai)

(b). Kakekku selalu sedih mendengar lagu itu.

(Adverbia:selalu menerangkan Ajektiva:sedih)

2.5.1.6 Kata bilangan (Numerelia)

Kata bilangan atau numerelia adalah kata yang dipakai untuk menghitung

banyaknya orang, binatang, barang.


15

Contoh :pertama, satu, dua , terakhir dan lain-lain.

2.5.1.7 Kata Sambung (Konjungsi)

Kata Sambung atau Konjungsi adalah kata tugas yang berfungsi

Menghubungkan dua kata atau dua kalimat. Mengingat peranannya

sebagai kata penghubung, kata sambung disebut juga dengan istilah

konjungtor. Di antara konjungtor yang ada, di bawah ini dipilihkan contoh

konjungtor yang banyak dipakai dalam kalimat. Contoh:

(a) ... Antara hidup dan mati.

(b) ... Anda pasti berhasil kalau rajin belajar.

(c) ...Oleh Presiden atau Wakil Presiden RI..

(d) Pengetahuannya bertambah setelah banyak membaca.

(e) ... Bukan Amri, melainkan Amrin.

(f) Rapat sudah dimulai ketika kami tiba.

(g) ...Terhalang demonstran sehingga pertemuan tertunda.

(h) Bersikaplah biasa agar mereka tidak curiga.

2.5.1.8 Kata Sandang (Artikula)

Kata Sandang atau Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna

jumlah orang atau benda. Ada tiga macam artikula ,yaitu (1) yang

menyatakan makna tunggal: (2) yang menyatakan makna jamak, dan (3)

yang menyatakan makna netral.

Contoh:

(a). Yang bermakna tunggal:


16

Sang guru

Sang suami

Sang putri

Sang juara

(b). Yang bermakna jamak:

Para petani

Para hakim

Para pemimpin

Para ilmuwan

(c). Yang bermakna netral:

Si hitam manis

Si dia

Si terhukum

Si cantik/ganteng

2.5.1.9 Kata Seru (Interjeksi)

Kata Seru atau Interjeksi adalah kata tugas yang dipakai untuk

Mengungkapkan seruan hati seperti rasa kagum, sedih, heran, dan jijik.

Kata seru dipakai di dalam kalimat seruan atau kalimat perintah

(imperatif).

Contoh:

(a) Ayo, maju terus, pantang mundur!

(b) Aduh, gigiku sakit sekali!


17

(c) Ih, bau sekali kamar mandi itu!

(d) Sial, memancing seharian, cuma dapat sedikit!

(e) Astaga, dia bukannya berjaga, malah pergi!

(f) Wah, lagi dapat untung besar rupanya!

2.5.1.10 Kata Depan (Preposisi)

Kata Depan atau Preposisiadalah kata tugas yang selalu berada di depan

kata benda, kata kerja, kata sifat, atau kata keterangan. Definisi tersebut

menekankan dua hal penting. Pertama, letak preposisi selalu di depan

nomina, ajektiva, verba, dan adverbia (karena itulah preposisi disebut

juga kata depan). Kedua, penggabungan preposisi dengan salah satu dari

keempat kata itu tadi selalu membentuk frasa preposisional. Ini terjadi

karena preposisi tidak mempunyai makna leksikal.

Agar tercipta makna baru, preposisi harus digabung dengan kata lain, lalu

terbentuklah frasa preposisional yang berkonstruksi preposisi + salah

satu dari nomina, verba, ajektiva, atau adverbia. Inti frasa preposisional

tentulah preposisi.Kita ambil sebagai contoh frasa preposisional yang

berkonstruksi preposisi + nomina misalnya di Makassar. Kedua kata itu

membentuk kesatuan arti ‘bertempat di Kota Makassar.’

Jika dijabarkan lebih lanjut, bertempatdi berfungsi sebagai penunjuk

lokasi, dan kota Makassar adalah nama lokasinya. Di sini sudah terlihat

unsur penting yang tidak boleh diganti dalam frasa di Makassar adalah

preposisi di karena perannya sebagai penunjuk lokasi.


18

2.6 Penelitian yang Relevan

Adapun penilitian-penelitian yang relevan dengan kajian ini adalah sebagai

berikut:

1. Novia Erwandi (2018) Judul Skripsi:“Analisis Komparatif Antara Bahasa

Jamee Perantauan di Banda Aceh dan Bahasa Minangkabau Bukit Tinggi

Perantauan di Takengon.”Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa,

terdapat beberapa yang membedakannya, (a) Perbedaan fonologi Bahasa

Jamee dan Bahasa Minangkabau Bukittinggi memiliki perbedaan yakni

vokal tunggal, vokal rangkap, dan konsonan. (b) perbedaan leksikal, baik

Bahasa Jamee dengan Bahasa Minangkabau Bukittinggi berjumlah 155

data. Data tersebut terbago dari beberapa kelas kata,mulai dari kata benda,

kerja, sifat, bilangan dan kata keterangan. (c) perbedaan morfologi dari

kedua bahasa lebih dominan pada kelas atau klasifikasi kata dengan

sebagian afiksasi. Sedangkan reduplikasi memeiliki kesamaan dari kedua

bahasa. (d) struktur sintaksis atau kalimat dari kedua bahasa, baik Bahasa

Jamee maupun Bahasa Minangkabau Bukittinggi memiliki kesamaan

struktur. tidak ada perbedaan.

2. Agustin Dewi Pramita (2015),Judul Skripsi:“Analisis Perbandingan

Morfem Bahasa Melayu Sub Dialek Bintan Pesisir (Desa Kelong-Desa

Numbing).”Hasil penelian data yang diperolehnya di lapangan, peneliti

memperoleh 60 morfem, yang terdiri atas 55 morfem bebas dan 5 morfem

terkat Bahasa Melayu Subdialek Bintan Pesisir,(Desa Kelong-Desa

Numbing).
19

3. Maica (2020), Judul Skripsi: “Analisis Perbandingan Morfem Bahasa

Melayu Sub Dialek Desa Mamut dan Desa Panggak Darat Kabupaten

Lingga.”Hasil penelian data yang diperolehnya di lapangan, peneliti

menemukan 7 jenis kelas katan yang mempunyai kesamaan pada Bahasa

Melayu Desa Mumut Dan Desa Panggak Darat yaitu; kelas kata verba

terdapat 10 kosa kata yang sama dan 40 kosa kata yang berbeda.

Kemudian kelas kata adjektiva terdapat 9 kosa kata yang sama dan 28 kosa

kata yang berbeda, kelas kata nomina terdapat 38 kosa kata yang sama dan

47 kosa kata yang berbeda. Kelas kata pronomina terdapat 2 kosa kata

yang sama dan 16 yang berbeda. Kelas kata numerelia terdapat 5 kosa kata

yang sama dan 1 kosa kata yang berbeda. dan kelas kata hubung terdapat 3

kosa kata yang sama.

Dilihat dari bidang kajiannya yaitu morfologi maupun komparatif

pada objek penelitiannya jelas berbeda dengan peneliti. sedangkan yang

peneliti teliti adalah “Bentuk Komparatif Morfem Isolek Dalam Bahasa

Melayu Desa Tebang Kecamatan Palmatak Dengan Desa Air Sena

Kecamatan Siantan Tengah Kabupaten Kepulauan Anambas”. perbedaan

tersebut sudah pasti akan membedakan penelitian ini dengan penelitian

lainnya dan juga dengan adanya penelitian tersebut peneliti memiliki

sedikit acuan untuk menyelesaikan apa yang peneliti ingin teliti.


20

1.7 Keran gka Konseptual


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian bisa diartikan: (a) apakah suatu penelitian itu

kuantitatif atau kualitatif (Nunan, 1992:4 dalam Marietta, 2011:12) atau (b)

apakah penelitian itu penelitian ruangan atau lapangan (Blaxter, Hughes dan

Thight, 2001:91-97 dalam Marietta, 2011:12). Pendekatan yang dilakukan

dalam penelitian tentang Variasi Fonem Vokal Bahasa Melayu menggunakan

pendekatan kualitatif deskripif dimana data yang diambil berupa kata-kata,

yakni tuturan atau dialek yang biasa digunakan oleh penutur asli masyarakat

Desa Tebang dan Desa Air Sena Kabupaten Kepulauan Anambas dalam

kesehariannya untuk berkomunikasi.

Deskriptif adalah sifat data penelitian kualitatif. Wujud datanya

berupa deskripsi objek penelitian. Dengan kata lain, wujud data penelitian

kualitatif adalah kata-kata, gambar, dan angka-angka yang tidak dihasilkan

melalui pengolahan statistika. Data yang deskriptif ini bisa dihasilkan dari

transkrip (hasil) wawancara, catatan lapangan melalui pengamatan, foto-foto,

video-tape, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi yang lain.

Bogdan dan Taylor (1975:5) dalam Moleong (2010:4) yang diadopsi oleh

Muhammad, (2011:30) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.


Selanjutnya, Berg (2007:3) yang diadopsi oleh Djam’an (2010:12)

dalam Muhammad (2011:30) menyatakan bahwa penelitian kualitatif, “Refers

to the meaning, concept, definitions, characteristic, metaphors, symbols, and

descriptions of thing”.

Menurut definisi ini, penelitian kualitatif ditekankan pada deskripsi

objek yang diteliti. Muhammad (2010:23) dalam Muhammad (2011:31)

menyebutkan bahwa salah satu fenomena yang dapat menjadi objek

penelitian kualitatif adalah peristiwa komunikasi atau berbahasa karena

peristiwa ini melibatkan tuturan, makna semantik tutur, orang yang bertutur,

maksud yang bertutur, situasi tutur, peristiwa tutur, tindak tutur, dan latar

tuturan.

3.2 Data dan Sumber Data


3.2.1 Data
Data merupakan bahan untuk menjawab pertanyaan, memecahkan

permasalahan atau membuktikan hipotesis penelitian (Marietta, 2011:15).

Sedangkan, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) data adalah

keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis

atau kesimpulan). Dan, Muhammad (2011:168) berpendapat bahwa data

merupakan perangkat untuk menjawab soal-soal penelitian. Mengenai

bentuk data, Nunan (1992:231) dan Blaxter, Hughes dan Thight

(2001:296-297) dalam Marietta (2011:16) menyatakan bahwa data dapat

berupa angka, yang disebut data kuantitatif, dan yang bukan angka, yang

disebut data kualitatif. Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah
data kualitatif, yakni data yang bukan angka atau berupa kata-kata verbal

(lisan). Data kata-kata verbal (lisan) disini maksudnya adalah tuturan,

ujaran, perkataan, atau pembicaraan yang dilakukan oleh penutur bahasa

asli dari Desa Tabang dan Desa Air Sena Kabupaten Kepulauan

Anambas. sebagai data tunggal penelitian. Data lisan merupakan data

yang sifatnya benar-benar nyata dan asli.

3.2.2 Sumber Data

Sumber data terkait dengan dari siapa, apa, dan mana informasi

mengenai fokus penelitian diperoleh. Dengan kata lain, sumber data

berkaitan dengan lokasi dan satuan penelitian atau observation unit. Jadi,

sumber merupakan asal-usul dari apa, siapa, dan mana data diperoleh. Data

dapat juga dihasilkan karena menggunakan metode penyediaan data, seperti

wawancara, pengamatan (observasi), itrospeksi, dan dokumen (Muhammad,

2011:167).

Sumber data merupakan asal data yang diperoleh dalam penelitian.

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber lisan, yakni diambil dari

percakapan atau pembicaraan dari penutur asli bahasa melayu yang

menggunakan bahasanya untuk berkomunikasi sehari-hari selain bahasa

kedua, bahasa Indonesia. Sumber data didapatkan dengan cara peneliti

melibatkan diri dengan masyarakat penutur yakni dengan bercakap-cakap

dan mendengarkan setiap percakapan yang dilakukan.


Pengambilan sumber data lisan bertujuan agar memudahkan peneliti

mendapatkan data yang benar-benar asli dari penutur bahasa Melayu Isolek

sendiri karena data lisan merupakan hal pokok yang dikaji dalam penelitian

ini. Setiap kata yang diucapkan–kata-kata yang menurut peneliti memiliki

variasi pada struktur fonologis akan dicatat atau direkam sebagai sumber

data penelitian.

Menurut Moleong (2010:396), yang dikutip oleh Muhammad

(2011:170) menyarankan agar seorang peneliti memeriksa keabsahan data

secara komperhensif. Keabsahan data mencakup metode pengumpulan data

yang diterapkan di lokasi penelitian, seperti perpanjangan keikutsertaan

dalam melakukan penelitian. Sebelum turun ke lapangan untuk

mendapatkan sumber data tersebut terlebih dahulu peneliti membuat daftar

kata-kata yang sesuai dengan penelitian sehingga memudahkan peneliti

mendapatkan data dan mempercepat waktu proses penelitian.

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah warga dari dua

desa yakni Desa Tebang dan Desa Air Sena Kabupaten Kepulauan Anambas

Provinsi Kepulauan Riau.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Sejalan dengan metode yang disebutkan di atas, yakni metode simak

dan metode cakap, maka teknik yang digunakan adalah teknik Simak Libat

Cakap. Pada teknik ini, peneliti melakukan penyadapan dengan cara

berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan


menyimak para informan dalam hal ini, peneliti terlibat langsung dalam dialog

(Mahsun, 2007:246 dalam Muhammad, 2011:194).

Selain itu, teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

sadap yang merupakan dasar dari metode simak (pengamatan/observasi).

Teknik sadap disebut teknik dasar dalam metode simak karena pada

hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan, dalam arti penelitian

dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan

bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan (Mahsun,

2007:242 dalam Muhammad, 2011:194).

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

3.4.1 Metode

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara

melaksanakan metode (Sudaryanto, 1993:9). Menurut Patton (1988) dalam

Kaelan (2005:209), yang dikutip oleh Muhammad (2009:221) menyatakan

bahwa analisis data merupakan suatu proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian

besar.

Subroto (2007:59 dalam Muhammad 2011:222) menyatakan bahwa

menganalisis berarti mengurai atau memilah-bedakan unsur-unsur yang

membentuk satuan lingual atau mengurai suatu satuan lingual ke dalam

komponen-komponennya. Muhammad (2011:222) dengan menyimpulkan

pendapat dari Subroto (2007) dan Sudaryanto (1993) berpendapat bahwa

analisis data merupakan suatu aktivitas mengurai atau memburaikan data


untuk melahirkan kaidah atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan fokus

penelitian dengan menggunakan metode, teknik, dan alat.

Tahap analisis data merupakan upaya sang peneliti menangani

langsung masalah yang terkandung pada data (Sudaryanto, 1993:6).

Adapun tahap menganalisis data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode dan teknik yang sesuai agar data yang dianalisis

kebenarannya dapat teruji dan valid.

3.4.2 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah kegiatan menguraikan, menjabarkan,

menyelidiki, memecahkan atau menganalisis permasalahan dalam hal ini

data penelitian yang telah dikumpulkan dengan menggunakan metode dan

teknik tertentu serta berlandaskan pada teori yang sesuai. Teknik yang

digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah teknik

Pilah Unsur Penentu (PUP) atau dividing-key-factors technique. Teknik

Pilah Unsur Penentu yang selanjutnya disebut PUP dalam penelitian ini

merupakan teknik dasar untuk melaksanakan metode padan.

Alat teknik ini adalah kemampuan peneliti dalam memilah data.

kemampuan yang dimiliki peneliti bersifat mental, mengandalkan intuisi,

dan menggunakan pengetahuan teoritis. Langkah-langkah yang akan

dilakukan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang telah diperoleh;


b. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan sehingga

memperjelas maksud dari data yang disajikan;

c. Mengelompokkan setiap data (contoh kata-kata verbal yang mengalami

variasi fonologis) yang ada ke dalam masing-masing bagian sehingga

mempermudah analisis;

d. Memberikan penjelasan terhadap setiap data yang telah dikelompokkan

tersebut serta memberikan penjelasan secara naratif mengenai

fenomena yang diteliti.

3.5 Tempat

Penelitian ini dilakukan di dua desa, yakni pertama di Desa Tebang

dengan jumlah populasi 1.216 orang yang terletak di Kecamatan Palmatak. Kedua

di Desa Air Sena dengan jumlah populasi 669 orang yang terletak diKecamatan

Siantan Tengah, Kabupaten Kepulauan Anambas.

3.6 Waktu

Waktu penelitian merupakan jangka waktu yang ditempuh peneliti untuk

mengadakan suatu penelitian, adapun waktu yang direncanakan peneliti dimulai

dari bulan Februari 2021 - Agustus 2021. Adapun jadwal penelitian sebagai

berikut:

Tabel 2

Waktu Kegiatan Penelitian

2021
No Kegiatan
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags
1 PengajuanJudul
2 Penulisan Proposal
3 Bimbingan Proposal
4 Seminar Proposal
5 Revisi Proposal
6 BimbinganSkripsi
7 SidangSkripsi
8 Revisi

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk

mengumpulkan, memeriksa dan menyelidiki suatu masalah. Sugiono

(2017:222) dalam penelitian kualitatif menjelaskan, bahwa yang menjadi

instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian

kualitatif, atau instrumen utama dalam pengumpulan data adalah manusia

yaitu, peneliti sendiri atau orang lain yang membantu peneliti. Dalam

penelitian kualitatif, peneliti sendiri yang mengumpulkan data dengan cara

bertanya, meminta, mendengar, dan mengambil. Peneliti dapat meminta

bantuan dari orang lain untuk mengumpulkan data, disebut pewawancara.

Dalam hal ini, seorang pewawancara yang langsung mengumpulkan

data dengan cara bertanya, meminta, mendengar, dan mengambil. Hal pokok

dari perbedaan tersebut adalah dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri

yang harus mengumpulkan data dari sumber. Kita akan melihat bahwa

bentuk-bentuk instrumentasi lain dapat digunakan pada tahap-tahap

penyelidikan selanjutnya, tetapi manusia adalah yang utama dan

berkelanjutan. Tetapi jika instrumen manusia telah digunakan secara luas

pada tahap awal penyelidikan, sehingga instrumen dapat dibangun yang


didasarkan pada data bahwa instrumen manusia memiliki produk” (Sugiyono,

2017).

Selanjutnya Nasution menyatakan: “dalam penelitian kualitatif, tidak

ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian

utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk

yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang

digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuana tidak dapat ditentukan

secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan

sepanjang penelitian itu. Dala keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas

itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-

satunya yang dapat mencapainya.” (Sugiyono, 2017).

Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang

menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain,

bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan

dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti. Dalam penelitian

kualitatif, alat atau instrumen utama pengumpulan data adalah manusia atau

peneliti itu sendiri dengan cara mengamati, bertanya, mendengar, meminta

dan mengambil data penelitian. Peneliti harus mendapatkan data yang valid

sehingga tidak sembarang narasumber yang diwawancarai.

Oleh karena itu, kondisi informan pun harus jelas sesuai dengan

kebutuhan data agar dapat diakui kebenaran datanya. Untuk mengumpulkan

data dari sumber informasi (informan), peneliti sebagai instrument utama


penelitian memerlukan instrumen bantuan. Ada dua macam instrument

bantuan yang lazim digunakan yaitu:

1) panduan atau pedoman wawancara mendalam. Ini adalah suatu tulisan

singkat yang berisikan daftar informasi yang perlu dikumpulkan. Pertanyaan-

pertanyaan lazimnya bersifat umum yang memerlukan jawaban panjang,

bukan jawaban ya atau tidak;

2) alat rekaman. Peneliti dapat menggunakan alat rekaman seperti, tape

recorder, telepon seluler, kamera fot, dan kamera video untuk merekam hasil

wawancara. Alat rekaman dapat dipergunakan apabila peneliti mengalami

kesulitan untuk mencatat hasil wawancara (Afrizal, 2014).

Instrumen penting dalam penelitian kualitatif adalah penelitian

sendiri. keikutsertaan peneliti dalam penjaringan data menentukan keabsahan

data yang dikumpulkan dalam penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti

memungkinkan adanya peningkatan derajat kepercayaan data yang

dikumpulkan (F Nugrahani & M Hum, 2014) .

Hal itu dapat dijelaskan atas alasan sebagai berikut:

1) Peneliti mempunyai kesempatan untuk mempelajari kebudayaan subjek yang

diteliti sehingga dapat menguji ketidak benaran informasi yang disebabkan

distorsi, baik berasal dari diri sendiri maupun dari informan (seperti berpura-pura,

berbohong, menipu dsb).

2) Peneliti mempunyai kesempatan untuk mengenali konteks lebih baik, sehingga

lebih mudah untuk menghindari adanya kemungkinan terjadinya distorsi.


3) Peneliti mempunyai kesempatan untuk membangun kepercayaan para subjek

dan kepercayaan peneliti pada diri sendiri. Hal ini juga penting untuk mencegah

subjek untuk melakukan usaha "coba-coba".

4) Memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu

faktor-faktor konsektual dan pengaruh bersama pada peneliti dan subjek

Kegunaan instrumen penelitian (Setiawan, 2013) antara lain:

a) Sebagai pencatat informasi yang disampaikan oleh responden

b) Sebagai alat untuk mengorganisasi proses wawancara

c) Sebagai alat evakuasi performa pekerjaan staf peneliti.

Dalam tradisi kualitatif, peneliti harus menggunakan diri mereka sebagai

instrumen, mengikuti asumsi-asumsi kultural sekaligus mengikuti data (Mulyadi,

2011).

3.7.1 Bentuk-Bentuk Instrumen

Pengumpulan Data Instrumen merupakan alat pengumpulan data yang

sangat penting untuk membantu perolehan data dilapangan. Sebelum

menyusun instrument penelitian, penting untuk diketahui pula bentuk-

bentuk instrumen yang digunakan dalam penelitian (Gulo, 2000), sebagai

berikut:

3.7.1.1 Instrumen Interview


Suatu bentuk dialaog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh

informasi dari responden dinamakan interview. Instrumennya dinamakan

pedoman wawancara atau interview guide. Dalam pelaksanaannya, interview

dapat dilakukan secara tidak terstruktur (bebas). Secara bebas artinya

pewawancara bebas menanakan apa saja kepada terwawancara tanpa harus

membawa lembar pedomannya.

Syarat interview seperti ini adalah pewawancara harus tetap mengingat

data yang harus terkumpul. Selain itu ada juga interview yang bebas terpimpin,

dimana pewawancara bebas melakuakan interview dengan hanya menggunakan

pedoman yang memuat garis besarnya saja. Peneliti harus memutuskan besarnya

strukrtur dalam wawancara, struktur wawancara dapat berada pada rentang tidak

berstruktur sampai berstruktur. Penelitian kualitatif umumnya menggunakan

wawancara tidak berstruktur atau semi berstruktur (Rachmawati, 2007).

a) Wawancara tidak berstruktur, tidak berstandard, informal, atau berfokus

dimulai dari pertanyaan umum dalam area yang luas pada penelitian.

Wawancara ini biasanya diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau daftar

topik yang akan mencakup dalam wawancara. Namun tidak ada pertanyaan

yang ditetapkan sebelumnya kecuali dalam wawancara yang awal sekali.

b) Wawancara semi berstuktur, wawancara ini dimulai dari isu yang mencakup

dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara bukanlah jadwal seperti

dalam penelitian kuantitatif. Sekuensi pertanyaan tidaklah sama ada tiap

partisipan bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu.


Namun pedoman wawancara menjamin peneliti dapat mengumpulkan jenis

data yang sama dari partisipan.

c) Wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah

proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya

jawab sambil bertatap muka antar pewanwancara dengan informan atau orang

yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara, dimana pewawancara terlibat dalam kehidupan sosial informan

(Rahmat, 2009).

Sedangkan dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan

wawancara tidak berstruktur, tidak berstandard, informal, atau berfokus

dimulai dari pertanyaan umum dalam area yang luas pada penelitian.

Wawancara ini biasanya diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau daftar

topik yang akan mencakup dalam wawancara. Namun tidak ada

pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya kecuali dalam wawancara yang

awal sekali.

Selanjutnya juga ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas

wawancara mendalam yang perlu dikontrol oleh peneliti (Afrizal, 2014), yaitu:

1) Jenis kelamin pewawancara.

Perbedaan jenis kelamin pewawancara dengan orang yang diwawancarai

dapat memengaruhi kualitas data. Pewawancara perempuan mungkin

mendapatkan informasi yang berbeda dari pewawancara laki-laki dari seorang

informan, bukan Karena kualitas pertanyaannya atau karena cara mereka

bertanya, tetapi lebih karena jenis kelaminnya.


2) Perilaku pewawancara.

Perilaku pewawancara ketika proses wawancara mendalam dapat pula

memengaruhi kualitas informasi yang diperoleh dari para informan.

Pewawancara perlu sensitif terhadap perbuatannya yang dapat menyinggung

informannya.

3) Situasi wawancara.

Situasi wawancara seperti apakah wawancara dilakukan secara santai atau

tegang, apakah para informan dalam situasi yang terburu-terburu karena ada

pekerjaan yang ahrus diselesaikan segera, apakah wawancara dilakukan

dikantor atau dirumah dan sebagainya juga dapat memengaruhi kualitas

wawancara.

3.7.1.3 Instrumen Observasi

Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagi pemusatan

perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indera untuk

mendapatkan data. Observasi merupakan pengamatan langsunng dengan

menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, atau kalau

perlu dengan pengecapan.

Instrumen yang digunakan dalam observasi dapat berupa pedoman

pengamatan, tes, kuesioner, rekaman gambar, dan rekaman suara. Instrumen

observasi digunakan dalam penelitian kualitatif sebagai pelengkap dari teknik

wawancara yang telah dilakukan. Observasi dalam penelitian kualitatis

digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung objek penelitian,


sehingga peneliti mampu mencatat dan menghimpun data yang diperlukan

untuk mengungkap penelitian yang dilakukan.

Observasi dalam penelitian kualitatif peneliti harus memahami

terlebih dahulu variasi pengamatan dan peran-peran yang dilakukan peneliti

(Ulfatin, 2014). Menurut Bungin yang dikutip oleh Rahrdjo mengemukakan

beberapa bentuk observasi, yaitu: 1). observasi partisipasi, 2). observasi tidak

terstruktur, dan 3). observasi kelompok.

Berikut penjelasannya: 1) observasi partisipasi adalah (participant

observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana

peneliti terlibat dalam keseharian informan. 2) observasi tidak terstruktur

ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi,

sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan

perkembangan yang terjadi di lapangan. 3) observasi kelompok ialah

pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu

yang diangkat menjadi objek penelitian (Rahardjo, 2011).

Menurut peranan observer, dibagi menjadi observasi partisipan dan

non partisipan. Pada beberapa pengamatan juga dikenalkan kombinasi dari

peran observer, yauti pengamat sebagai partisipan (observer as participant),

partisipan sebagai pengamat (participant as observation) Observasi menurut

situasinya dibagi menjadi free situation yaitu observasi yang dilakukan dalam

situasi bebas, observasi dilakukan tanpa adanya hal-hal atau faktor yang
membatasi; manipulated situation yaitu observasi yang dilakukan pada situasi

yang dimanipulasi sedemikian rupa.

Observer dapat mengendalikan dan mengontrol situasi; partially

controlled situation yaitu observasi yang dilakukan pada dua situasi atau

keadaan free situation dan situasi manipulatif. Menurut sifat observasi, terdiri

dari observasi stematis yaitu observasi yang dilakukan menurut struktur yang

berisikan faktor-faktor yang telah diatur berdasarkan kategori, masalah yang

hendak diobservasi; dan observasi non sistematis yaitu observasi yang

dilakukan tanpa struktur atau rencana terlebih dahulu, dengan demikian

observer dapat menangkap apa saja yang dapat ditangkap (Baskoro dalam

Hasanah, 2017).

Tabel 3.
Fonem Vokal Melayu Isolek Desa Tebang dan Desa Air Sena
Kabupaten kepulauan Anambas

Bahasa Bahasa Variasi Fonerm


Arti
No Masyarakat Masyarakat Vokal
Dalam Bahasa
. Desa Desa Air
Persmaaa Indonesia
Tebang Sena Perbedaan
n
1

3
Sumber (Chaer (2008:13)
DAFTAR PUSTAKA

Agustin Dewi Pramita. 2015. Analisis Perbandingan Morfem Bahasa Melayu


Subdialek Bintan Pesisir (Desa Kelong-Desa Numbing). Skripsi.
Tanjungpinang:UMRAH.
Arifin, Zaenal Dan Junaiyah. 2009. Morfologi: Bentuk, Makna dan Fungsi, Revisi
6. Jakarta: Grasindo.
Arikunto, Suharsimi. 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Caher, Abdul. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia (pendekatan proses).Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa Struktur Internal, Pemakaian Dan
Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007..Linguistik umum. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. jakarta: PT Rineka
Cipta.
Djajasudarma. 2010.Metode Linguistik Rancangan Metode Penelitian dan Kajian.
Bandung: PT Refika Aditama.
Finoza, L. 2013. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan
Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Iqbal, Dkk. 2017. Linguistik Umum. Banda Aceh: Syiah Kuala University. Press
Darussalam.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama.
Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
M.Zaim. 2014. Metode Penelitian Bahasa Pendekatan Struktural. Padang:
Sukabina Press.
Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa: Tahapam Strategi, Metode, Dan
Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers
Maica. 2020. Analisis Perbandingan Morfem Bahasa Melayu Subdialek Bahasa
Mamut dan Desa Panggak Darat Kabupaten Lingga, Skripsi.
Tanjungpinang:UMRAH.
Muhsyanur. 2019. Linguistik Historis Komparatif, Surabaya: Uniprima Press.
Mukhtar. 2013. Metode Praktis Peenelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta Selatan;
REERENSI (GP Press Group)
Novia, Erwandi. 2018. Analisis Komparatif Antara Bahasa Jamee Perantauan di
Banda Aceh dan Bahasa Minangkabau Bukit Tinggi Perantauan di
Takengon, Jurnal. Vol. 6 Banda Aceh: UNISYAH.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif dan R&D). Bandung: CV. Alfabeta.
Suhardi. 2013. Pengantar Linguistik Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Baiklah terimakasih kepada ketua penguji. Asalamualaikum wr,wb yang
terhormat ketua penguji …………… ,yang terhormat pembimbing satu saya
bapak suhardi, yang terhormat pembimbing dua ibu wahyu indrayatti, yang saya
hormati penguji satu saya ………………. Serta penguji dua saya………….

Baiklah langsung saja saya akan mempresentasikan proposal saya yang bejudul
“DI TINGGAL PAS SAYANG-SAYANGNYA”

SEKIAN DAN TERIMA GAJI.

Anda mungkin juga menyukai