Anda di halaman 1dari 19

Makalah Sosiolinguistik

PENEGUHAN KEMBALI EKSISTENSI BAHASA MAKASSAR


SEBAGAI LINGUA FRANCA MELALUI PENGGUNAAN MODEL
PERENCANAAN BAHASA SEDERHANA (SLS)

OLEH:

NUR AZIZAH DWI ASTUTISARI

(171050101019)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

PROGRAM PASCASARJANA (S2)

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2018
KATA PENGANTAR

Asslamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan limpahan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan tugas ini dan memberikan ilmunya guna terselesaikannya

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih memunyai

banyak kekurangan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran serta

kritik dari para pembaca sangat diharapkan agar ke depannya menjadi pertimbangan

dan dapat menutupi segala kekurangan yang terdapat dalam penulisan ini. Semoga

makalah dapat memberikan manfaat begi penulis secara khusus dan pembaca secara

umumnya. Semoga segala usaha yang kita laksanakan memperoleh rahmat dari Allah

Swt. Amin.

Makassar, 13 Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2

C. Tujuan ......................................................................................... 2

D. Manfaat ...................................................................................... 3

E. Sistematika Penyusunan ............................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 4

A. Sasaran Yang Diproyeksikan SLS2 ............................................ 4

B. Ukuran Yang Sesuai Untuk Mengubah SLS1 Menjadi SLS2 .... 6

C. Kewenangan Institusi Untuk Menerapkan Tindakan Ini ............ 7

D. Implementasi Aktual Tindakan Ini ............................................. 8

E. Pemantauan SLS1 Dengan SLS2 Dan Hasil Aktualnya ............. 11

F. Perbandingan SLS1 Dengan SLS2 Dan Hasil Aktualnya .......... 11

G. Modifikasi Tindakan Jika Terjadi Kesenjangan Antara

Hasil Aktual Dan SLS2 ………………………………………. 12

iii
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 14

A. Simpulan ..................................................................................... 14

B. Saran ............................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………... 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009,

mendefinisikan bahwa bahasa daerah merupakan bahasa yang digunakan secara

turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, bahasa daerah dapat diibaratkan

sebagai jati diri masyarakat dari daerah tersebut. Indonesia memiliki sekitar 700

bahasa daerah yang tersebar di 33 provinsi (MediaIndonesia.com edisi 28 April

2012), diantaranya bahasa daerah Sunda, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Sasak,

Makassar, Buton dan lain-lain.

Dalam sistem ketatanegaraan otonomi daerah, pelestarian bahasa daerah

tidak terlepas dari peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, dengan tetap

mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009,

Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan.

Sehingga, regulasi ini diterjemahkan ke dalam peraturan daerah (Perda) sebagai

wujud apresiasi Pemda atas pelestarian budaya daerah. Selain itu, Perda tersebut

dapat menjadi landasan hukum dan pedoman bagi pemerintah untuk melakukan

upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah. Hal ini didasari adanya

kesadaran akan besarnya potensi dan keunikan kebudayaan (salah satunya

bahasa) yang dimiliki oleh masing-masing daerah, serta keprihatinan atas

kelestarian bahasa daerah yang mulai terkikis oleh pengaruh globalisasi, serta

1
kecenderungan penurunan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-

hari, baik di lingkungan pergaulan dan keluarga yang semakin jarang dijumpai

Pembahasan utama dalam makalah ini tentang upaya untuk meneguhkan

eksistensi bahasa makassar sebagai bahasa ibu dengan model perencanaan

bahasa sederhana (SLS). Berbagai upaya telah dilakukan untuk

mempertahankannya, misalnya bahasa daerah dijadikan salah satu mata pelajaran

muatan lokal pada tingkat sekolah dasar, diadakan penelitian dan seminar dari

waktu ke waktu, dan dibuka program studi atau jurusan sastra daerah di

perguruan tinggi..

B. Rumusan Masalah

1. Apa sasaran yang akan diproyeksikan SLS2 ?

2. Bagaimanakah ukuran yang sesuai untuk mengubah SLS1 menjadi SLS2?

3. Apa saja kewenangan institusi untuk menerapkan tindakan ini?

4. Apa saja Implementasi aktual tindakan ini ?

5. Bagaimana pemantauan SLS1 dengan SLS2 dan hasil aktualnya?

6. Bagaimana perbandingan SLS1 dengan SLS2 dan hasil aktualnya?

7. Bagaimana modifikasi tindakan jika terjadi kesenjangan antara hasil aktual

dan SLS2 ?

2
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memahami:

1. Sasaran Yang Diproyeksikan SLS2

2. Ukuran Yang Sesuai Untuk Mengubah SLS1 Menjadi SLS2

3. Kewenangan Institusi Untuk Menerapkan Tindakan Ini

4. Implementasi Aktual Tindakan Ini

5. Pemantauan SLS1 Dengan SLS2 Dan Hasil Aktualnya

6. Perbandingan SLS1 Dengan SLS2 Dan Hasil Aktualnya

7. Modifikasi Tindakan Jika Terjadi Kesenjangan Antara Hasil Aktual Dan

SLS2

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Ilmiah

Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber informasi dan memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Bagi Penulis

Proses penulisan makalah ini merupakan suatu upaya yang dapat

meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan mahasiswa tentang

pendidikan dan pembelajaran.

E. Sistematika Penulisan

BAB I : latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan.

BAB II : pembahasan (isi).

BAB III : penutup yang berisi simpulan dan saran

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sasaran Yang Diproyeksikan SLS 2

Bahasa Makasar, juga disebut sebagai bahasa Makassar atau Mangkasara'

merupakan bahasa yang juga digunakan oleh penduduk Sulawesi Selatan, yaitu

Maros, Kota Makassar, Pangkep, Gowa, Jeneponto, dan Bantaeng. Status bahasa

ini adalah bahasa Mayor dengan taksiran penutur asli sebanyak 1.500.000.

Bandingkan dengan jumlah penutur bahasa Indonesia (Melayu) yang mencapai

176 juta dan bahasa Inggris sebanyak 514 juta (perkiraan World Almanac 2005).

Sehubungan dengan daya hidup bahasa secara lintas-generasi, dengan

mengambil analogi spesies biologi, Krauss (1992) misalnya mengategorikan daya

hidup bahasa menjadi tiga. Pertama, moribund, yaitu bahasan yang tidak lagi

dipelajari oleh anak-anak sebagai bahasa ibu. Kedua, endangered, yaitu bahasa

yang meskipun sekarang masih dipelajari atau diperoleh oleh anak-anak, tetapi

sudah tidak digunakan pada abad yang akan datang. Ketiga, safe, yaitu bahasa

yang secara resmi didukung oleh pemerintah dan memiliki penutur yang sangat

banyak. Di perkotaan dijumpai tiga alasan utama terjadinya pergeseran dari

bahasa daerah ke bahasa Indonesia dalam penentuan bahasa pertama bagi anak-

anak di rumah tangga. Pertama, lingkungan pergaulan yang majemuk bahasa

(suku). Kedua, medan tugas yang relatif. tidak tetap. Ketiga, orang tua berlainan

suku (Darwis 1985). Pada masyarakat perdesaan tampaknya faktor kehadiran

4
lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) yang menjadi pemicu utama. Di

TK guru-guru menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, bukan

bahasa daerah. Itulah sebabnya para orang tua terkondisi mempersiapkan anak-

anak mereka menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Berdasarkan

berbagai kajian dapat dilihat bahwa sasaran perencanaan bahasa yaitu :

a. Pembinaan dan pengembangan bahasa yang direncanakan

b. Khalayak dalam suatu masyarakat yang diharapkan akan menerima dan

menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan.

Menurut Stewart (dalam Fishman, ed. 1968: 536), daya hidup suatu

bahasa adalah use of the linguistic system by an unisolated community of native

speakers. Kalau suatu bahasa secara terus-menerus mengalami pengurangan

jumlah penutur sehingga pada akhirnya kehilangan atau kehabisan jumlah penutur

asli sama sekali, bahasa itu sudah jelas bernasib punah. Dalam kaitan ini, Grimes

(2000) mengemukakan enam gejala yang menandai kepunahan bahasa pada masa

depan, yaitu (1) penurunan secara drastis jumlah penutur aktif, (2) semakin

berkurangnya ranah penggunaan bahasa, (3) pengabaian atau pengenyahan bahasa

ibu oleh penutur usia muda, (4) usaha merawat identitas etnik tanpa menggunakan

bahasa ibu, (5) penutur generasi terakhir sudah tidak cakap lagi menggunakan

bahasa ibu, artinya tersisa penguasaan pasif (understanding without speaking),

dan (6) contoh-contoh mengenai semakin punahnya dialek-dialek satu bahasa,

keterancaman bahasa Kreol dan bahasa sandi. Maka dapat di simpulkan bahwa

5
sasaran yang diproyeksikan SLS2 adalah peneguhan eksistensi bahasa makassar

sebagai bahasa ibu.

Bila sasaran perencanaan bahasa adalah khalayak di dalam masyarakat,

maka perencanaan itu, antara lain dapat diarahkan kepada golongan penutur asli

atau yang bukan penutur asli, kepada yang masih bersekolah, kepada kaum guru

pada semua jenjang pendidikan, kepada khalayak dalam kelompok di bidang

komunikasi media massa (majalah, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya),

juga kepada kelompok-kelompok sosial lain yang ada di dalam masyarakat. Maka

dapat di simpulkan bahwa sasaran yang diproyeksikan SLS2 adalah melestarikan

penggunaan bahasa Makassar sebagai lingua franca dalam kehidupan sehari-hari,

terutama bagi generasi muda.

B. Ukuran Yang Sesuai Untuk Mengubah SLS1 Menjadi SLS2

Dalam hal menentukan ukuran yang sesuai untuk mengubah SLS1

menjadi SLS2, khususnya bahasa Makassar, langkah yang paling kongkret adalah

dengan menggunakan bahasa Makassar dalam kehidupan sehari-hari secara aktif,

serta menyusun kamus dan buku tentang tata bahasa Makassar yang lengkap.

Pelestarian bahasa Makassar dengan cara meningkatkan frekuensi penggunaan

bahasa Makassar dalam kehidupan sehari-hari, serta penyusunan buku tata bahasa

dan kamus yang dapat merangkum selurh aspek-aspek yang terdapat di dalam

bahasa Makassar diharapkan dapat membawa dampak positif terhadap eksistensi

bahasa Makassar di tengah masyarakat. Sehingga penggunaan SLS1 (yang

6
merupakan bahasa Makassar yang mengalami pemunduran akibat kurangnya

penggunaan bahasa Makassar dalam kehidupan sehari-hari) dapat di kurangi,

dengan cara meningkatkan frekuensi penggunaan bahasa Makassar serta

penyusunan buku dan kamus yang berhubungan dengan bahasa Makassar (SL2).

C. Kewenangan Institusi Untuk Menerapkan Tindakan Ini

Upaya pelestarian sebuah produk budaya akan maksimal jika dibarengi

dengan peran nyata pemerintah. Dalam hal bahasa dan sastra, pemerintah

memberikan mandat kepada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa untuk

melaksanakan program-program berkaitan dengan kebahasaan, termasuk

pelestarian bahasa daerah. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui

UPT Balai/Kantor Bahasa seluruh Indonesia terus menerus melakukan upaya

pelestarian bahasa-bahasa daerah.

Dalam perkembangannya, Badan Bahasa berusaha terus merangkul

masyarakat dalam usaha pemertahanan bahasa daerah. Salah satu upaya nyata

adalah mengajak masyarakat berpartisipasi mengunggah kosakata daerah melalui

KBBI daring. Kosakata bahasa daerah tersebut akan semakin memperkaya bahasa

Indonesia.

Penyusunan berbagai kamus bahasa daerah dan pendampingan kegiatan

kebahasaan dan kesastraan juga terus diselenggarakan oleh Badan Bahasa melalui

UPT Balai/Kantor di 30 provinsi di Indonesia. Badan Bahasa juga secara

7
kontinyu memetakan bahasa daerah yang ada di Indonesia. Sejauh ini ada kurang

lebih 700 bahasa daerah yang dituturkan di Indonesia.

Sikap positif terhadap bahasa daerah harus terus ditingkatkan, terutama di

kalangan generasi muda sebagai ujung tombak masa depan bangsa. Sikap positif

berbahasa daerah akan memunculkan rasa menghormati dan memuliakan bahasa

daerah yang diiringi kesadaran untuk melestarikan dan memelihara bahasa daerah

sebagai sebuah kekayaan budaya bangsa.

D. Implementasi Aktual Tindakan Ini

Alternatif Tindakan atau kegiatan-kegiatan yang dapat membantu

tercapainya perkembangan bahasa daerah dan pengondisian dapat ditempuh

melalui 4 cara, yaitu:

1. Peraturan daerah

2. Kebijakan

3. Sarana dan Prasarana

4. Kegiatan-kegiatan

1. Peraturan Daerah

Peraturan yang dimaksudkan adalah penerbitan PERDA sesuai dengan

kondisi yang diharapkan. Misalnya, di jenjang pendidikan sekolah Bahasa

daerah dijadikan muatan lokal dalam kurikulum pendidikan dasar dan

menengah.

8
2. Kebijakan

Penjabaran PERDA berupa langkah-langkah yang bersifat teknis. Misalnya,

penetapan rencana pembangunan jangka menengah yang lebih rinci mengenai

pemerkembangan bahasa-bahasa daerah.

3. Sarana/Prasarana

Pengadaan sarana/prasana sesuai dengan kebutuhan seperti:

1) Pengembangan Program Studi Sastra daerah yang didanai oleh

PEMDA.

2) Pembentukan Pusat Studi Bahasa dan Kebudayaan Sulawesi-Selatan.

3) Pembentukan lembaga ”Kalang Budaya” yang berfungsi sebagai think-

tank pemerintah daerah dalam bidang kebudayaan.

4) Pengadaan rubrik koran/majalah berbahasa daerah.

5) Website (situs) berbahasa daerah.

6) Pembentukan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam bidang bahasa dan

kebudayaan Sulawesi Selatan.

4. Kegiatan-kegiatan

a. Akademik

1) Pembelajaran bahasa-bahasa dan kebudayaan daerah.

2) Penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

3) Pengembangan Kamus bahasa-bahasa daerah.

4) Dll..

9
b. Non-formal

1) Lomba pidato, baca puisi, prosa, MC, dsb. dalam bahasa daerah

2) Lomba penulisan prosa, puisi dalam aksara lontara

3) Penggunaan dwi-bahasa nama-nama jalan, tempat umum, seperti

gedung pemerintah, swalayan, pasar, sekolah, tempat hiburan, rumah

sakit, dan sejenisnya.

4) Penulisan karya sastra yang bernuansa budaya Sulawesi Selatan.

5) Mengangkat kepermukaan budaya Sulawesi Selatan ke dalam film-

film laga.

6) Pengadaan acara berbahasa daerah melalui radio dan televisi.

7) Penggubahan lagu-lagu berbahasa daerah dan musik trandisional, tari-

tarian dan seni tradisional lainnya.

8) Penggunaan bahasa daerah dalam pidato-pidato (formal dan informal),

komunikasi verbal pada acara-acara resmi dan tidak resmi

(pernikahan, rapat, ulang tahun, dsb.)

9) Lomba musik tradisional, seperti kecapi, sinrilik, dsb.

c. Informal

Pemerkembangan bahasa daerah yang bersifat informal dilakukan dalam

lingkungan keluarga sebagai bahasa rumah tangga. Penanaman kecintaan

terhadap bahasa dan kebudayaan daerah dapat dilakukan melalui ceritera rakyat

yang dikemas sedemikian rupa sehingga bisa lebih menarik, seperti dikemas

dalam bentuk buku ceritera bergambar, komik, CD. Banyak ceritera rakyat

10
Sulwesi Selatan yang dapat membangun semangat berprestasi bagi generasi

mendatang. McClelland, seorang psikolog Amerika dari Harvard University

menunjukkan bahwa bangsa maju didominasi oleh genarasi produktif yang di

masa kecilnya banyak membaca ceritera perjuangan.

E. Pemantauan SLS1 Dengan SLS2 Dan Hasil Aktualnya

Setelah melakukan langkah implementasi aktual tindakan yang telah di

paparkan pada poin sebelumnya yang terdiri dari enam cara yaitu (1)

Pendokumentasian; (2) Penggunaan Bahasa/Pembiasaan dan Pembelajaran yang

Komunikatif; (3) Kreativitas; (4) Penyerapan Kosakata Bahasa Lain ; (5)

Sumbangan Kosakata Bahasa Daerah ; (6) Penyusunan Modul.

Maka langkah selanjutnya adalah melakukan pemantauan SLS1 dengan

SLS2 dan hasil aktualnya. Langgkah ini dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui perubahan yang terjadi pada SLS1 setelah di terapkan model

perencanaan bahasa sederhana, perubahan yang dimaksud adalah perubahan

menjadi SLS2.

F. Perbandingan SLS1 Dengan SLS2 Dan Hasil Aktualnya

Setelah proses pemantauan SLS1 dengan SLS2 dan hasil aktualnya

dilakukan maka langkah selanjutnya dalam penerapan model perencanaan bahasa

sederhana adalah melakukan perbandingan SLS1 dengan SLS2 dan hasil

aktualnya. Perbandingan ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang

11
signifikan antara SLS1 dengan SLS2 setelah dilakukan penerapan model

perencanaan bahasa sederhana.

Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara SLS1 dengan SLS2, maka

penerapan model perencanaan bahasa sederhana tersebut terbukti berhasil dalam

upaya melestarikan bahasa Makassar, namun jika tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara SLS1 dengan SLS2 setelah dilakukan penerapan model

perencanaan bahasa sederhana. Maka langkah yang harus dilakukan adalah

modifikasi tindakan jika terjadi kesenjangan antara hasil aktual dan SLS2.

G. Modifikasi Tindakan Jika Terjadi Kesenjangan Antara Hasil Aktual Dan

SLS2

Modifikasi tindakan jika terjadi kesenjangan antara hasil aktual dan

SLS2 untuk meningkatkan penggunaan bahasa daerah adalah dengan

memasukkan kembali mata pelajaran muatan lokal bahasa daerah ke dalam

kurikulum. Ekstrakurikuler berbahasa daerah juga dapat diterapkan sebagai

penunjang. Sebagai contoh, ekstrakurikuler baca puisi, pantun, teater, dan

mendongeng menggunakan bahasa daerah.

Tentu upaya tersebut bukan tanpa tantangan. Muatan lokal bahasa

daerah yang diajarkan perlu kajian mendalam dan memiliki referensi yang jelas.

Apalagi bahasa Makassar memiliki banyak ragam dan dialek. Tenaga pengajar

12
untuk muatan lokal bahasa daerah tersebut juga harus paham betul akan seluk

beluk bahasa dan nilai budaya yang diajarkannya.

13
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Alternatif Tindakan atau kegiatan-kegiatan yang dapat membantu

tercapainya perkembangan bahasa daerah dapat ditempuh melalui 4 cara, yaitu:

a. Peraturan daerah

b. Kebijakan

c. Sarana dan Prasarana

d. Kegiatan-kegiatan

B. Saran

Seiring dengan dahsyatnya serangan globalisasi terhadap bahasa-bahasa

daerah, yang memungkinkan terancamkan keberadaan bahasa-bahasa daerah

Sulawesi Selatan, diperlukan usaha-usaha maksimal. Usaha-usaha maksimal itu

tidak hanya diarahkan pada pelestarian bahasa-bahasa daerah, tetapi lebih jauh

dari itu, yaitu membuat bahasa daerah lebih diperkembangkan. Dengan kata lain,

diperlukan penciptaan kondisi-kondisi untuk membuat bahasa daerah berkembang

guna mengembalikan eksistensi bahasa daerah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Grimes, B. F. Ed. 1988. Ethnologue: languages of the world. Dallas, Texas: Summer Institute

of Linguistics, Inc.

Krauss, M. 1992. “The world’s languages in crisis”. Dalam Language, Volume 68, Number 1

15

Anda mungkin juga menyukai