A. Pendahuluan
Bahasa sebagai alat komunikasi sosial dapat digunakan untuk berbagai macam
keperluan. Seorang mahasiswa kadangkala menggunakan ragam bahasa yang berbeda
dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Kadang ia menggunakan ragam tulis ketika
menulis makalah dan menggunakan ragam bahasa lisan ketika presentasi. Ragam bahasa
berhubungan dengan pemakaiannya di masyarakat. Penggunaan bahasa disesuaikan
dengan topik-topik tertentu yang sedang dibicarakan, hubungan antara penutur dan mitra
tutur, dan media yang digunakan ketika berkomunikasi. Dengan demikian, ragam bahasa
dapat berupa ragam bahasa lisan dan tulis. Sementara itu, laras bahasa berhubungan
dengan kesesuaian antara bahasa dengan pemakainya. Dalam hal ini, seseorang dapat
menggunakan bahasa sesuai dengan keperluannya. Misalnya, seorang peneliti akan
menggunakan laras yang berbeda dengan seorang wartawan. Macam-macam laras
bahasa antara lain laras ilmiah, sastra, jurnalistik, dan iklan.
B. Uraian Materi
1. Ragam Bahasa
Penutur bahasa Indonesia sangat luas cakupannya, mulai dari Sabang hingga
Merauke. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh penutur bahasa Indonesia juga
sangat beragam. Bahasa Indonesia digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu sehingga
setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat menyebabkan tejadinya keragaman
bahasa. Pada dasarnya keberagaman bahasa dapat diklasifikasikan karena adanya
keberagaman sosial dan fungsi bahasa di dalam sebuah masyarakat.
Hartman dan Strok (melalui Rani & Leonie Agustina, 1995: 81) mengklasifikasikan
ragam bahasa berdasarkan: 1) latar belakang geografi dan sosial penutur, 2) media yang
digunakan, dan 3) pokok pembicaraan. Jika kita kaitkan dengan karya tulis ilmiah, maka
salah satu klasifikasi yang digunakan adalah ragam bahasa berdasarkan media yang
digunakan, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Ragam lisan berkaitan dengan tuturan
yang diucapkan melalui alat wicara, sedangkan ragam tulis berkaitan dengan bahasa yang
ditulis. Mari kita perhatikan ciri ragam lisan dan tulis berikut ini.
a. Ragam Lisan
Ragam ini terwujud melalui tuturan yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Ketika
menggunakan ragam lisan, kita dibantu oleh unsur-unsur paralinguistik, seperti titinada,
tempo, tekanan, kontur, gerak tangan, anggukan kepala, ekspresi mata, dan ekspresi fisik
yang lainnya. Dalam pemakaiannya, ragam bahasa lisan diklasifikasikan ragam bahasa
lisan formal dan nonformal.
Ragam lisan formal dapat kita gunakan untuk kegiatan ilmiah, seperti seminar,
seminar proposal atau hasil penelitian. Selain itu, ragam lisan formal juga digunakan untuk
pidato, pengantar dalam dunia pendidikan, khotbah, rapat resmi, dan kegiatan formal
lainnya. Sementara itu, ragam bahasa lisan nonformal digunakan untuk percakapan
sehari-hari antarteman, di warung kopi, angkringan, pasar, dan kegiatan nonformal
lainnya. Ciri ragam lisan nonformal yaitu banyak menggunakan bentuk ujaran yang
dipendekan. Pilhan kata, struktur morfologi, dan sintaksis pada ragam lisan nonformal
terkadang disisipkan unsur-unsur bahasa daerah.
Berikut ini beberapa ciri yang membedakan antara bahasa lisan formal dan
nonformal. Perbedaan itu dapat kita lihat berdasarkan hal-hal berikut ini.
1) Pelafalan
Pelafalan berkaitan dengan pengucapan kata yang dilakukan oleh penutur. Fonem
dalam bahasa Indonesia keberadaanya sudah sangat jelas. Lafal bahasa Indonesia yang
baik adalah lafal yang tidak lagi menampakkan unsur kedaerahan (Rani & Leonie Agustina,
1995: 262).
Contoh:
tulisan lafal baku lafal tidak baku
dapat [dapat] [dapət]
enam [enam] [ənəm]
kalau [kalaw] [kalo]
2. Laras Bahasa
Pada bagian atas, kita sudah membahas ragam bahasa. Penentuan ragam bahasa
ini dapat dilakukan berdasarkan media yang digunakan (lisan dan tulis). Hal tersebut
berbeda dengan laras bahasa, jika ragam bahasa ditentukan beradasarkan media yang
digunakan, penentuan laras bahasa dapat dilihat dari segi pemakainya. Dalam praktiknya,
seorang penutur/penulis selain dapat memilih media yang digunakan (ragam), ia juga
dapat menggunakan bahasa sesuai dengan keperluannya (laras). Seorang wartawan
dengan seorang peneliti akan menggunakan laras bahasa yang berbeda karena perbedaan
bidang mereka. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh penutur/penulis
harus disesuaikan dengan bidang-bidang tertentu yang menjadi pokok pembicaraan.
Kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya memunculkan berbagai macam laras
bahasa, seperti: 1) laras ilmiah, 2) sastra, 3) jurnalistik, dan4) iklan. Mari kita perhatikan
berbagai macam laras bahasa tersebut.
a. Laras Ilmiah
Karya ilmiah adalah sebuah karangan yang membahas permasalahan tertentu,
atas dasar konsepsi keilmuan tertentu, dan ditulis dengan menggunakan metode-metode
tertentu (Syamsudin, 1994). Karya ilmiah dapat berisi hasil pemikiran seorang penulis
atas sebuah permasalahan, peristiwa, gejala, dan bisa juga pendapat. Berdasarkan hasil
pemikirannya, penulis karya ilmiah menyusun berbagai informasi menjadi sebuah
karangan yang utuh. Penulis karya ilmiah disebut sebagai penulis bukan pengarang
(Soeseno,1993: 1). Karya ilmiah dapat berupa hasil penelitian, buku, modul, dan artikel
ilmiah. Agar isi karya ilmiah dapat dipahami oleh para pembacanya, maka aspek
kebahasaan dalam karya ilmiah harus diperhatikan. Oleh karena itu, karya ilmiah ditulis
dengan menggunakan laras ilmiah. Perhatikan ciri-ciri laras ilmiah berikut ini (Soeparno,
dkk., 2001: 11).
1) Menggunakan kalimat efektif
a) Bentuk gramatikal singkat, namun memuat pesan yang padat.
Contoh:
Kalimat tidak singkat:
Kakak laki-laki ibu akan berangkat ke Singapura pada bulan Desember
yang akan datang.
Kalimat singkat:
Paman akan berangkat ke Singapura bulan Desember.
b) Tidak menggunakan bentuk-bentuk yang berlebihan (redundan).
Contoh:
Kalimat berlebihan:
Penelitian ini dilakukan agar supaya proses pembelajaran lebih baik.
Kalimat tidak berlebihan:
Penelitian ini dilakukan agar proses pembelajaran lebih baik.
Kalimat berlebihan:
Banyak para guru telah melaksanakan kurikulum 2013.
Kalimat tidak berlebihan:
Para guru telah melaksanakan kurikulum 2013.
c) Memiliki kesepadanan struktur gramatik dan pola pikir.
Contoh:
Kalimat tidak sepadan:
Guru mengambil data di lapangan, kemudian dianalisis sesuai dengan
metode yang digunakan.
Kalimat sepadan:
Guru mengambil data di lapangan, kemudian menganalisis sesuai
dengan metode yang digunakan.
2) Tidak menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang ambigu (bermakna ganda).
Contoh:
Kalimat ambigu:
Mobil pegawai baru sedang diperbaiki (yang baru mobilnya atau
pegawainya).
Kalimat tidak ambigu:
Mobil-pegawai yang baru itu itu sedang diperbaiki (mobilnya yang
baru).
Mobil pegawai baru itu sedsang diperbaiki (pegawainya yang baru).
3) Tidak menggunakan bahasa figuratif.
Contoh:
Kalimat dengan bahasa figuratif:
Hasil penelitian ini bagaikan langit dengan bumi dengan penelitian yang
terdahulu.
Kalimat tanpa bahasa figuratif:
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang terdahulu.
4) Tidak menggunakan bentuk-bentuk persona.
Contoh:
Kalimat bentuk persona:
Kita harus menjaga nilai-nilai budaya Jawa.
Kalimat tanpa bentuk persona:
Nilai-nilai budaya Jawa harus dijaga.
5) Memiliki keselarasan antarproposisi dan antarparagraf.
Contoh:
Kalimat yang tidak selaras:
Banyak permasalahan dalam proses pembelajaran. Guru dan
penelitian tindakan kelas (PTK).
Kalimat yang selaras:
Banyak permasalahan dalam proses pembelajaran. Para guru
dianjurkan untuk melakukan Penelitian tindakan kelas untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
Selain menggunakan laras ilmiah, bahasa dalam karya tulis ilmiah juga
menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Berikut ini ciri-ciri bahasa Indonesia ragam
baku.
a) Menggunakan awalan me- dan ber-secara eksplisit.
Contoh:
Awalan -me dan ber- tidak eksplisit:
Mahasiswa baca buku referensi dan kemudian diskusi dengan teman-
temannya.
Awalan -me dan ber- tidak eksplisit:
Mahasiswa membaca buku referensi dan kemudian berdiskusi dengan
teman-temannya.
b) Menggunakan kata tugas secara eksplisit.
Contoh:
Kata tugas tidak eksplisit:
Data dianalisis sesuai metode yang digunakan.
Kata tugas eksplisit:
Data dianalisis sesuai dengan metode yang digunakan.
c) Menggunakan kata tugas secara tepat.
Contoh:
Kata tugas tidak tepat:
Pada instrumen penelitian ini adalah human instrument. (seharusnya
tidak menggunakan kata pada)
Kata tugas tepat:
Instrumen penelitian ini adalah human instrument.
Kami berdiskusi tentang sastra Indonesia.
Kami mendiskusikan sastra Indonesia.
d) Tidak menggunakan struktur logika yang rancu.
Contoh:
Struktur logika rancu:
Kami tidak berkomunikasi dalam perjalanan antara Jakarta menuju
Bali.
Struktur logika tidak rancu:
Kami tidak berkomunikasi dalam perjalanan dari Jakarta menuju Bali.
Kami tidak berkomunikasi dalam perjalanan antara Jakarta dan Bali.
e) Menggunakan fungsi kalimat (subjek dan predikat) secara eksplisit.
Contoh:
Kalimat tanpa subjek:
Mempunyai beberapa tujuan.
Kalimat tersebut seharusnya menjadi:
Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan.
Kalimat tanpa predikat:
Kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua wali.
Kalimat tersebut seharusnya menjadi:
Kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua wali akan bertemu siang
ini.
f) Menggunakan bentuk-bentuk gramatikal yang tidak berlebihan.
Contoh:
Bentuk gramatikal berlebihan:
Kepadapara segenap tamu undangan dimohon berdiri.
Bentuk gramatikal tidak berlebihan:
Segenap tamu undangan dimohon berdiri.
g) Menghindari bentuk-bentuk singkatan.
Contoh:
Bentuk singkatan:
Gimana cara menggunakan kartu permainan ini?
Tidak disingkat:
Bagiamana cara menggunakan kartu permainan ini? (baku)
h) Menghindari bentuk-bentuk kosakata daerah.
Contoh:
Kalimat dengan kosakata daerah:
Berape jumlah mahasiswe yang dijadikan sampel?
Kalimat tanpa kosakata daerah:
Berapa jumlah mahasiswa yang dijadikan sampel?
i) Menggunakan bentuk terpadu (sintetik).
Contoh:
Bentuk tidak sintetik:
Kejadian itu membuat tentram penduduk kampung.
Bentuk sintetik:
Kejadian itu menentramkan penduduk kampung.
b. Laras Sastra
Setiap kegiatan yang diekspresikan melalui bahasa mempunyai ciri bahasa yang
khusus atau berbeda. Hal ini dapat dilihat dari pilihan kata (diksi), morfologi, dan sintaksis
yang digunakan. Penggunaan bahasa pada laras sastra salah satunya untuk mencapai
nilai estetis. Untuk mendapatkan keindahan kata atau bunyi, kaidah formal bahasa kadang
dikesampingkan. Jika bahasa pada umumnya bermakna lugas, bahasa pada laras sastra
tidak demikian, misalnya, pernyataan”Cara ibu menyayangi anak-anaknya”, jika
diungkapkan dengan laras sastra maka menjadi seperti berikut ini.
Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai
......
(Chairil Anwar)
Aturan-aturan kebahasaan pada laras sastra cenderung longgar. Kaidah
kebahasaan formal kadang tidak digunakan. Hal ini dilakukan untuk mencapai nilai estetis
karya sastra.
c. Laras Jurnalistik
Laras jurnalistik digunakan oleh para wartawan ketika menulis berita di media
cetak, seperti koran, majalah, dan tabloid. Sebagai salah satu ragam bahasa, laras
jurnalistik patuh kepada kaidah dan etika bahasa baku (Sumadiria, 2006: 53). Ciri utama
bahasa jurnalistik adalah sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, dan menghindari
kata-kata teknis. Laras jurnalistik memiliki ciri yang khas yang disebut sebagai gaya
selingkung. Namun, dengan adanya gaya selingkung tersebut bukan berarti ragam bahasa
jurnalistik tidak tunduk pada kaidah dan etika bahasa baku. Salah satu pedoman
pemakaian bahasa pers yang diterbitkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
berbunyi: ”Wartawan hendaknya selalu ingat bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang
komunikatif dan bersifat spesifik. Tulisan yang baik dinilai dari tiga aspek, yaitu: isi, bahasa,
dan teknik persembahan (Sumadiria, 2006).
Berdasarkan pedoman di atas, ragam bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam
bahasa yang bersifat kreatif yang patuh pada kaidah bahasa baku. Salah satu hal yang
harus mendapatkan perhatian bahwa bahasa yang digunakan dapat menentukan baik dan
tidaknya sebuah tulisan. Ini berarti bahwa ragam bahasa jurnalistik harus memperhatikan
kaidah yang ada dalam EYD dan juga harus santun.
d. Laras Iklan
Iklan merupakan alat untuk mempromosikan suatu produk. Iklan mempunyai
tujuan agar konsumen membeli produk yang ditawarkan. Salah satu unsur yang harus
diperhatikan dalam iklan adalah penggunan bahasa yang tepat. Bahasa iklan merupakan
bentuk komunikasi satu arah. Hal ini juga dijelaskan oleh Lewis (melalui Ihza, 2013: 70),
ia memperkenalkan konsep AIDA (Attention, Interest, Desire, Action). Melalui bahasa,
konsep ini bertujuan untuk membangkitkan perhatian, daya tarik, minat atau hasrat, dan
tindakan. Konsep AIDA jika ditinjau dari perspektif komunikasi cenderung satu arah
(linear) karena produsen atau pengiklan memiliki peran sebagai komunikator.
Laras iklan merupakan salah satu wujud ragam bahasa jurnalistik yang digunakan
oleh insan pers yang kreatif. Iklan harus memiliki daya informatif persuasif yang kuat.
Oleh karena itu, pembuat iklan harus memilih kata-kata yang menarik untuk para
konsumen.
Dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain, bahasa iklan merupakan bahasa yang
khas dan unik. Iklan bertugas meyakinkan orang, menciptakan keinginan dan akhirnya
memotivasi orang untuk bertindak (Bovee, 19: 301). Hal ini terealisasi dalam
penggunaan bahasa iklan yang tendensius, menawan, ramah, dikemas secara
sederhana dan semenarik mungkin sehingga konsumen akan menjatuhkan pilihan pada
produk yang ditawarkan. Bahkan, ada orang membeli barang bukan karena benar-benar
membutuhkan, tetapi karena terpengaruh sebuah iklan yang dilihatnya.