Anda di halaman 1dari 15

EBM

EVIDENCE BASED MEDICINE

Pembimbing :

dr. Moch. Ma’roef, SpOG

Oleh:

Ikmalun Natiq 201910401011060

SMF OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SOEDOMO TRENGGALEK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

EBM adalah suatu proses yang digunakan secara sistematik untuk menemukan,

menelaah/mereview, dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan

keputusan klinik. EBM adalah penggunaan teliti, tegas dan bijaksana berbasis bukti saat

membuat keputusan tentang perawatan individu pasien. Praktek EBM berarti

mengintegrasikan individu dengan keahlian klinis terbaik eksternal yang tersedia bukti

dari penelitian sistematis. EBM ini digunakan Sebagai Paradigma baru ilmu kedokteran,

dasar praktek kedokteran harus berdasar bukti ilmiah yg terkini dan dipercaya (baik klinis

maupun statistik) karena EBM sendiri adalah suatu teknik yang digunakan untuk

pengambilan keputusan dalam mengelola pasien dengan mengintegrasikan ketrampilan

dan keahlian klinik dari dokter (Clinical Expertise), kepentingan pasien (Patients values).

2.1. Tujuan

a. Mampu menjelaskan definisi dari evident based medicine

b. Mampu menjelaskan tujuan Evident Based Medicine

c. Mampu menjelaskan langkah-langkah dalam Evident Based Medicine

d. Mampu menjelaskan aspek-aspek yang terdapat dalam Evident Based Medicine.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Evidence Based Medicine

Evidence-based Medicine (EBM) adalah pengintegrasian antara bukti ilmiah

berupa hasil penelitan yang terbaik dengan kemampuan klinis dokter serta preferensi

pasien dalam proses pengambilan keputusan pelayanan kedokteran. Geddes (2000)

menyatakan bahwa EBM adalah strategi yang dibuat berdasarkan pengembangan

teknologi informasi dan epidemiologi klinik dan ditujukan untuk dapat menjaga dan

mempertahankan ketrampilan pelayanan medik dokter dengan basis bukti medis

yang terbaik (Sackett, 2000).

Gambar 2.1. Trias EBM

Keterampilan dan kemampuan menilai oleh dokter yang didapat dari

pengalaman dan praktik klinik. Peningkatan keterampilan terlihat melalui berbagai

aspek, namun yang terutama adalah semakin efektif dan efisien-nya kemampuan

menegakkan diagnosis, dan kemampuan dalam mengidentifikasi dan

mempertimbangkan nilai-nilai, hak dan pendapat pasien dalam pengambilan

keputusan medis.
Penelitian yang relevan secara klinis, dapat berupa penelitian ilmu-ilmu

kedokteran dasar, tetapi terutama dari riset-riset klinis yang berorientasi pasien. Uji

ketelitian (accuracy) dan ketepatan (precision) sebuah metoda diagnosis (termasuk

pemeriksaan fisik), uji kekuatan suatu penanda prognosis, uji efektivitas dan

keamanan suatu terapi, tindakan rehabilitasi maupun metoda pencegahan. Sebuah

penemuan klinis dapat mengganti sebuah uji metoda diagnosis maupun terapi yang

telah diterima ke metoda baru yang lebih kuat, tepat, efektif dan aman.

Beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan :

a. Penelitian menemukan bahwa pasien yang mendapatkan terapi yang berbasis

bukti memperoleh hasil yang lebih baik dari yang tidak mendapat.

b. Merupakan cara up-date yang lebih efisien dibanding metoda tradisional (misal,

berlangganan jurnal, ikut seminar).

c. Perkembangan terakhir membuat EBM lebih mungkin dipraktikkan.

d. Strategi mencari dan menilai bukti yang lebih efisien.

e. Ketersediaan jurnal-jurnal yang evidence-based.

f. Dihasilkannya systematic review dan ringkasan (summaries).

g. Sistem informasi yang memungkinkan akses ke literatur dalam hitungan detik.

2.2. Tujuan evidence Based Medicine

EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih

baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien, dengan

cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien.

Penggunaan bukti ilmiah terbaik memungkinkan pengambilan keputusan klinis

yang lebih efektif, aman, bisa diandalkan (reliable), efisien, dan cost-effective.
2.3. Kelebihan Evidence Based Medicine

Kelebihan Evidence Based Medicine diantaranya sebagai berikut:

a. Mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis berbasis bukti terbaik,

yaitu bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang benar

b. Mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis berorientasi

penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien (patient-centered medical care)

2.4. Hambatan Evidence Based Medicine

Hambatan yang jelas dirasakan adalah mengenai dana, yaitu keperluan dana yang

sangat besar dan kadang-kadang kurang dimanfaatkan selama berkembangnya

penelitian di bidang kedokteran. Selain itu, tidak adanya akses yang cukup untuk

memperoleh informasi mutakhir dan sahih tentang kemajuan ilmu pengetahuan.

Selain itu, textbooks sudah ketinggalan, jurnal tidak tertata baik dan kualitas

bervariasi, para ahli sulit sepakat, dan CME/CPD tidak efektif (Wiryo, 2002).

2.5. Keuntungan Evidence Based Medicine

a. Praktisi medik, khususnya dokter umum, tidak mungkin tahu segalanya. EBM
membantu para dokter memberi informasi yang lebih luas
b. MEDLINE dan database yang serupa mempunyai beberapa keuntungan.Untuk
praktisi medik, ini merupakan cara mendapatkan informasi yang bermutu baik
dan terkini yang mempunyai kecenderungan bisa kecil dibanding informasi
yang diperoleh dari sumber yang lain (misalnya dari perusahaan).
c. Para dokter dapat menemukan informasi yang pada awalnya mereka tidak tahu
bahwa mereka membutuhkan, tetapi ternyata sangat penting untuk praktik
klinik yang baik.
d. Bukti dapat dipakai untuk mengukur outcome (bukti empirik), ini
memungkinkan masyarakat untuk menilai kemungkinan mendapatkan manfaat
dari terapi atau aktivitas tertentu daripada hanya sekedar mempertimbangkan
mekanisme yang mendasari.
e. Pasien menyukai pendekatan empirik EBM karena lebih muda dimengerti dan
memungkinkan mereka untuk berbagi dalam membuat keputusan sehingga
mengurangi peluang untuk tuntutan hukum dikemudian hari.
f. Penelusuran elektronik dapat memunculkan informasi bermanfaat lainnya
yang mungkin menguntungkan pasien.
2.6. Langkah – Langkah Evidence Based Medicine

Tabel 1 Lima langkah Evidence-Based Medicine (Sackett DL)

Langkah 1 Rumuskan pertanyaan klinis tentang pasien, terdiri atas empat

komponen: Patient, Intervention, Comparison, dan Outcome

Langkah 2 Temukan bukti-bukti yang bisa menjawab pertanyaan itu. Salah

satu sumber database yang efisien untuk mencapai tujuan itu

adalah PubMed Clinical Queries.

Langkah 3 Lakukan penilaian kritis apakah bukti-bukti benar (valid),

penting (importance), dan dapat diterapkan di tempat praktik

(applicability)

Langkah 4 Terapkan bukti-bukti kepada pasien. Integrasikan hasil penilaian

kritis dengan keterampilan klinis dokter, dan situasi unik

biologi, nilai-nilai dan harapan pasien

Langkah 5 Lakukan evaluasi dan perbaiki efektivitas dan efisiensi dalam

menerapkan keempat langkah tersebut


Langkah 1: Merumuskan pertanyaan klinis

BACKGROUND QUESTIONS. Ketika seorang dokter memberikan pelayanan medis

kepada pasien hampir selalu timbul pertanyaan di dalam benaknya tentang diagnosis,

kausa, prognosis, maupun terapi yang akan diberikan kepada pasien. Sebagian dari

pertanyaan itu cukup sederhana atau merupakan pertanyaan rutin yang mudah dijawab,

disebut pertanyaan latar belakang (background questions) (Sackett et all, 2000)

FOREGROUND QUESTIONS. Banyak pertanyaan klinis lainnya yang sulit dijawab,

yang tidak memadai untuk dijawab hanya berdasarkan pengalaman, membaca buku teks,

atau mengikuti seminar. Pertanyaan yang sulit dijawab disebut pertanyaan latar depan

(foreground questions) (Sackett et all, 2000).

Pertanyaan sering hanya sebagian yang dirumuskan, yang membuat pencarian

jawaban di literatur menjadi susah. Memecah pertanyaan menjadi komponen

komponennya dan menyusunnya kembali sehingga menjadi lebih mudah mencari

jawaban merupakan langkah awal yang penting di EBM, sebagian besar pertanyaan klinis

dapat dibagi menjadi empat komponen, sering disingkat PICO. (Leen et al, 2014).
Langkah 2: Mencari Bukti

Setelah merumuskan pertanyaan klinis secara terstruktur, langkah berikutnya adalah

mencari bukti-bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut. Bukti adalah hasil dari

pengamatan dan eksperimentasi sistematis . Jadi pendekatan berbasis bukti sangat

mengandalkan riset, yaitu data yang dikumpulkan secara sistematis dan dianalisis dengan

kuat setelah perencanaan riset (strauss et all, 2005).

Langkah 3: Menilai Kritis Bukti

penilaian kritis kualitas bukti dari artikel riset meliputi penilaian tentang validitas

(validity), kepentingan (importance), dan kemampuan penerapan (applicability) bukti-

bukti klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi, prognosis, pencegahan, kerugian, yang

akan digunakan untuk pelayanan medis individu pasien, disingkat “VIA”

a. Validity

Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari sebuah riset tergantung dari cara

peneliti memilih subjek/ sampel pasien penelitian, cara mengukur variabel, dan

mengendalikan pengaruh faktor ketiga yang disebut faktor perancu (confounding

factor).

b. Importance

Suatu tes diagnostik dipandang penting jika mampu mendiskriminasi

(membedakan) pasien yang sakit dan orang yang tidak sakit dengan cukup

substansial, sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran akurasi tes diagnostik, khususnya

Likelihood Ratio (LR). Suatu intervensi medis yang mampu secara substantif dan

konsisten mengurangi risiko terjadinya hasil buruk (bad outcome), atau meningkatkan
probabilitas terjadinya hasil baik (good outcome), merupakan intervensi yang penting

dan berguna untuk diberikan kepada pasien

c. Applicability

Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika bisa diterapkan

pada pasien di tempat praktik klinis. Efikasi (efficacy) adalah bukti tentang

kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik secara klinis maupun

statistik, seperti yang ditunjukkan pada situasi riset yang sangat terkontrol.
Meta-
Analysis
Systematic
Review
Randomized
Controlled Trial
Cohort studies

Case Control studies


Case Series/Case Reports
Animal research/Laboratory studie
Expert Opinion
Gambar diatas menggambarkan urutan tingkat kualitas penelitian yang ada dalm jurnal
dari tingkat paling bagus disebelah atas ke tingkat paling tidak bagus disebelah
bawah.Makin keatas makin bagus tapi jumlah jurnal atau penelitiannya juga semakin
sedikit.berikut satu persatu istilah tersebut kita bahas :
 Meta-analysis merupakan suatu metode yang melakukan analisis secara
mendalam terhadap suatu topic dari beberapa penelitian valid yang dijadikan satu
sehingga menerupai sebuah penelitian besar.
 Systematic Reviews dilakukan dengan melakukan review atas literature-literatur
yang berfokus pada suatu topic untuk menjawab suatu pertanyaan literatur-
literatur tersebut dilakukan analisis dan hasilnya di rangkum.
 Randomized controlled clinical trials atau yang disingkat RCT adalah suatu
metode penelitian yang mengunakan sample pasien sesungguhnya yang kemudian
dibagi atas dua grup yaitu grup control dan grup yang diberi perlakuan .Group
control dan yang diberi perlakuan sifatnya harus sama. Penggolongan pasien
masuk ke group kontrol atau perlakuan dilakukan secara acak (random) dan
biasanya juga dengan cara blinding untuk mengurangi kemungkinan
subjectivity.Biasa digunakan untuk jurnal-jurnal jenis terapi.
 Cohort Studies adalah suatu penelitian yang biasanya bersifat observasi yang
diamati ke depan terhadap dua kelompok (control dan perlakuan).
 Case Control Studies adalah suatu penelitian yang membandingkan suatu
golongan pasien yang menderita penyakit tertentu dengan pasien tang tidak
menderita penyakit tersebut.
 Case series and Case reports adalah laporan kasus dari seorang pasien.
 Expert opinion adalah pendapat Ahli
Langkah 4: Menerapkan Bukti

Langkah EBM diawali dengan merumuskan pertanyaan klinis dengan struktur ―PICO‖,

diakhiri dengan penerapan bukti intervensi yang memperhatikan aspek ―PICO‖ –

patient, intervention, comparison, dan outcome. Selain itu, penerapan bukti intervensi

perlu mempertimbangkan kelayakan (feasibility) penerapan bukti di lingkungan praktik

klinis.

a. Patient

Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang pasien sebelum menerapkan intervensi:

1. Apakah pasien yang digunakan dalam penelitian memiliki karakteristik yang

sama dengan pasien di tempat praktik?

2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan maupun

kebutuhan sesungguhnya (real need) pasien?

3. Bagaimana dampak psikologis-sosial-kutural pada pasien sebelumnya dalam

menggunakan intervensi?

b. Intervention

Tiga pertanyaan perlu dijawab terkait intervensi sebelum diberikan kepada pasien:

1. Apakah intervensi memiliki bukti efektivitas yang valid?

2. Apakah intervensi memberikan perbaikan klinis yang signifikan?


3. Apakah intervensi memberikan hasil yang konsisten?

c. Comparison

Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang aspek perbandingan untuk menerapkan bukti:

1. Apakah terdapat kesesuaian antara pembanding/ alternatif yang digunakan oleh

peneliti dan pembanding/ alternatif yang dihadapi klinisi pada pasien di tempat

praktik?

2. Apakah manfaat intervensi lebih besar daripada mudarat yang diakibatnya?

3. Apakah terdapat alternatif intervensi lainnya?

d. Outcome

Tiga pertanyaan perlu dijawab bertalian dengan hasil:

1. Apakah hasil intervensi yang diharapkan pasien?

2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan dan

kebutuhan sesungguhnya (real need) pasien?

3. Apakah pasien memandang manfaat dari intervensi lebih penting daripada

kerugian yang diakibatkannya?

Langkah 5: Mengevaluasi Kinerja Penerapan EBM

Kinerja penerapan EBM perlu dievaluasi, terdiri atas tiga kegiatan sebagai

berikut. Pertama, mengevaluasi efisiensi penerapan langkah-langkah EBM. Penerapan

EBM belum berhasil jika klinisi membutuhkan waktu terlalu lama untuk mendapatkan

bukti yang dibutuhkan, atau klinisi mendapat bukti dalam waktu cukup singkat tetapi

dengan kualitas bukti yang tidak memenuhi ―VIA (kebenaran, kepentingan, dan

kemampuan penerapan bukti). Kedua contoh tersebut menunjukkan inefisiensi

implementasi EBM.
Kedua, melakukan audit keberhasilan dalam menggunakan bukti terbaik sebagai

dasar praktik klinis. Audit klinis adalah “a quality improvement process that seeks to

improve patient care and outcomes through systematic review of care against explicit

criteria and the implementation of change". Dalam audit klinis dilakukan kajian (disebut

audit) pelayanan yang telah diberikan, untuk dievaluasi apakah terdapat kesesuaian antara

pelayanan yang sedang/ telah diberikan (being done) dengan kriteria yang sudah

ditetapkan dan harus dilakukan (should be done). Jika belum/ tidak dilakukan, maka audit

klinis memberikan saran kerangka kerja yang dibutuhkan agar bisa dilakukan upaya

perbaikan pelayanan pasien dan perbaikan klinis pasien.

Ketiga, mengidentifikasi area riset di masa mendatang. Kendala dalam penerapan

EBM merupakan masalah penelitian untuk perbaikan implementasi EBM di masa

mendatang (Zakowski, 2004). Proses EBM menginformasikan pertanyaan dan praktik di

masa yang akan datang, sangat berguna untuk menggambarkannya dalam siklus seperti

diatas (Leen et al, 2014).

Siklus EBM (Price,2000)


BAB III

KESIMPULAN

Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan

pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. EBM

diperlukan karena infromasi selalu berubah (update) tentang diagnose, prognosis, terapi

dan pencegahan, promotif dan rehabilitatif sangat diperlukan dlm praktek sehari-hari dan

bertambahnya pengalaman klinik kemampuan mendiagnose (clinical judgement) juga

meningkat tetapi kemampuan ilmiah serta kinerja klinik menurun secara bermakna. EBM

bertujuan mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis berorientasi

penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien (patient-centered medical care).


DAFTAR PUSTAKA

Iwan Dwiprahasto. Clinical Epidemiology & Biostatistics Unit (CE&BU)/ Dept


Pharmacology & Toxicology. Faculty of Medicine, UGM
Leen B, Bell M, McQuillan, 2014, Evidence-Based Practice: a Practice Manual, Irlandia:
Health Service Executive (HSE)
Sackett, D. Evidence-based Medicine: How to Practice and Teach EBM. 2nd edition.
Churchill Livingtone, 2000.
Straus SE, Richardson WS, Glasziou P, Haynes RB (2005). Evidence-based medicine:
how to practice and teach EBM. Edisi ketiga. Edinburgh: Churchill Livingstone.
Wiryo Hananto. 2002. Kajian Kritis Makalah Ilmiah Kedokteran Klinik menurut
Kedokteran Berbasis Bukti (KBB). Jakarta, Sagung Seto.
Zakowski L Seibert CS, VanEyck S (2004). Evidence-based medicine: Answering
questions of diagnosis. Clinical Medicine & Research, 2 (1) : 63 -69

Anda mungkin juga menyukai