Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sirosis merupakan kata dari bahasa yunani “kirrhos”, yang pertama kali

dipakai oleh Laennec pada tahun 1816 yang artinya kuning jingga. Definisi sirosis

menurut WHO pada tahun 1978 adalah suatu keadaan patologis yang

menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang

ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif

(Gunnarsdottir, 2008).

Pada perjalanan penyakit hati kronik, sirosis merupakan stadium yang

irreversible. Sirosis dapat distabilisasi dengan mengontrol penyakit penyebab

akan tetapi hal ini memberikan konsekuensi seperti hipertensi portal, intrahepatic

shunt, gangguan fungsi parenkim hati, gangguan sintesa protein, metabolisme

hormon, dan ekskresi empedu.1 Dalam perjalanan awal sirosis dapat mengalami

stadium kompensasi yang dapat berlangsung untuk beberapa tahun sebelum

akhirnya terjadi dekompensasi. Adanya dekompensasi sirosis hepatis ditandai

oleh adanya icterus, hematemesis melena, ascites atau encephalopathy. ikterus

terjadi oleh karena terjadi insufisiensi hepatik. Hematemesis melena biasanya

disebabkan oleh varises esophagus karena konsekuensi terjadi hipertensi portal

dan sirkulasi yang hiperdinamik. Ascites terjadi oleh karena tekanan hidrortatik

yang meningkat, tekanan koloid onkotik yang menurun serta terjadi retensi

natrium. Encephalopathy terjadi oleh karena adanya portosistemik shunt, yang

akan mengakibatkan edema otak (D’Amico et al, 2006).

1
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa

pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan

kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.

Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati

merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian

Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama

ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan

saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites,

Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang

penyakit sirosis hepatis dan tatalaksananya.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan

penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif

(benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang

rusak) akibat nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga

hilangnya fungsi hati.

2.2 Etiologi

a. Sirosis Alkoholik

Pemakaian alcohol yang terlalu banyak dalam jangka waktu yang lama

dapat menyebabkan berbagai tipe dari penyakit kronik hati, antara lain alcoholic

fatty liver, alcoholic hepatitis, dan sirosis alkoholik.

Pemakaian alcohol yang terlalu banyak dapat menyebabkan kerusakan hati

dapat memperparah kerusakan hati pada pasien dengan penyakit hati lainnya,

misalnya hepatitis C, hemochromatosis, dan perlemakan hati pada pasien obesitas.

Pemakaian alcohol dalam waktu yang lama dapat menyebabkan fibrosis pada hati

tanpa melalui proses radang atau nekrosis. Fibrosis dapat centrilobuler,

periceluler, atau periportal. Saat fibrosis mencapai derajat tertentu dan terjadi

kerusakan arsitektur hati, maka akan terjadi pergantian sel hati dengan regenerasi

nodul. Pada pasien sirosis alkoholik diameter nodulus biasanya < 3mm atau

disebut micronodul.

3
Penyerapan ethanol pada saluran cerna terutama terjadi di usus, dan sedikit

pada lambung. Metabolisme ethanol di hati menggunakan 3 enzim yaitu, alcohol

dehydrogenase (ADH), microsomal ethanol oxidizing system (MEOS), dan

peroxisomal katalase. Kebanyakan metabolism ethanol diubah oleh alcohol

dehydrogenase menjadi asetaldehyde, kemudian asetaldehyde dimetabolisme oleh

aldehyde dehydrogenase menjadi asetat. Pemakaian alcohol menyebabkan

meningkatnya akumulasi trigliserida pada intrasel melalui proses meningkatnya

ambilan asam lemak, menurunnya oksidasi asam lemak dan sekresi lipoprotein.

Kerusakan oksidatif pada sel hati disebabkan oleh adanya reactive oxygen

species, asetaldehyde merupakan molekul yang sangat reaktif yang berikatan

dengan protein, ikatan protein – asetaldehhyde menyebabkan gangguan aktivitas

enzim hati dan transport protein pada hati. Hal ini menyebabakan aktivasi Sel

Kupffer pada hati, yang menyebabkan produksi profibrogenik sitokin,

meningkatnya sitokin juga akan meningkatkan produksi kolagen dan matriks

ekstraseluler.

b. Hepatitis B/ C Kronik

Virus hepatitis C merupakan virus yang tidak merusak sel hati, kerusakan

hati pada hepatitis C terjadi oleh karena sistem imun dari tubuh. Kerusakan hati

pada hepatitis C ditandai dengan adanya fibrosis pada sistem portal dan

berkembangnya nodul. Pada sirosis hati oleh karena hepatitis C, hati yang

mengkerut dengan karateristik pada biopsy hati adalah campuran dari

makronodular dan mikronodular, serta infiltrate sel inflamasi pada daerah

portal.Hal yang sama terjadi pada sirosis hati oleh karena hepatitis B. pasien

4
dengan hepatitis B, 5% berkembang menjadi hepatitis kronik, dan sekitar 20%

dari pasien tersebut berkembang menjadi sirosis hati.

c. Autoimmune Hepatitis dan Non-Alcoholic Steatohepatitis

Banyak pasien dengan autoimmune hepatitis (AIH) berlanjut menjadi

sirosis hati. Pada pasien dengan autoimmnune hepatitis bila diterapi dengan

imunosupresan misalnya glukokortikoid atau azathioprine tidak akan bermanfaat

oleh karena AIH timbulnya mendadak dan langsung luas kerusakannya.

Penegakan diagnosis dari AIH perlu pemeriksaan ANA test atau anti-smooth-

muscle antibody (ASMA).

Pasien dengan nonalcoholic steatohepatitis akhir – kahir ini banyak

ditemukan berlanjut menjadi sirosis hati. Oleh karena sekarang terjadi epidemic

obesitas, banyak pasien diidentifikasi dengan fatty liver disease

d. Sirosis Bilier

Sirosis bilier mempunyai tanda patologis yang berbeda dengan sirosis

alkoholik dan sirosis post hepatitis, akan tetapi manifestasi dari sirosis hatinya

sama. Penyakit hati kolestatik terjadi oleh karena lesi necroinflamasi, kongenital,

proses metabolic, atau kompreksi eksternal pada duktus bilier. Keadaan kolestatik

ini dibedakan menjadi dua bagian dimana terjadi retensi bilirubin, yaitu ekstra

hepatic atau intra hepatic. Pada sumbatan ekstrahepatik terapi bedah atau

endoscopic biliary tract decompression merupakan pilihan terapinya akan tetapi

apabila terjadi sumbatan pada intrahepatic penanganannya akan berbeda.

Penyebab utama dari kolestatik kronik adalah primary biliary cirrhosis, kolangitis

autoimun, primary sclerosing cholangitis dan idiopatik duktopenia.

5
2.3 Manifestasi Klinis

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada

waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.

Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera

makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada

laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya

dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih

menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,

meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu

tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih

berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan

mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

2.3.1 Temuan Klinis Sirosis Hepatis

Temuan klinis sirosis meliputi spiderangioma/spiderangiomata (atau

spider telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena

kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme

terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio

estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa selama hamil, malnutrisi berat,

bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walaupun ukuran lesi kecil.

Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.

Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Tanda

ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis

reumatoid, hipertiroidisme dan keganasan hematologi.

6
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan

dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan

akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi

hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati gipertrofi

suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur

fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan

dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus,

distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.

Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula

mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,

ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-

laki mengalami perubahan ke arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan

menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini

menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil.

Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering

ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini

akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor

7
hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan

konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.

Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi

bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air

teh.

Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari

tangan, dorsofleksi tangan

2.4Gambaran Laboratoris

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada

waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk

evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali

fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu

protrombin.

1. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT)

dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase

(SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada

ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya

sirosis.

2. Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis dan

sirosis bilier primer.

3. Gamma glutamil transfpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali

fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasi tinggi pada penyakit hati alkoholik

8
karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa

menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

4. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasi menurun sesuai

dengan perburukan sirosis.

5. Globulin konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari

pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya

menginduksi produksi imunoglobulin.

6. Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati,

sehingga pada sirosis memanjang.

7. Natrium serum-menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan

dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.

8. Kelainan hematologi-anemia penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia

monokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.

Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat

splenomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi porta sehingga

terjadi hipersplenisme.

2.5 Pemeriksaan Penunjang Lainnya

● Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi

adanya hipertensi porta.

● Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya

non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan

hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hari, permukaan hati,

ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan

nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim

9
hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis

vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrening adanya karsinoma hati

pada pasien sirosis.

● Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography) informasinya

sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.

● Magnetic resonance imaging-peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis

sirosis selain mahal biayanya.

● Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Untuk biopsi, digunakan

jarum yang kecil untuk memeriksa jaringan parut dan tanda-tanda lainnya

dibawah mikroskop.

2.6 Diagnosis

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit

menegakan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna

mengkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang

cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada

saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,

laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati

atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat

dengan sirosis hati dini.

Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit karena gejala

dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

2.7 Komplikasi

1. Perdarahan gastrointestinal Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus,

dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul perdarahan yang masih.

10
2. Koma Hepatikum.

3. Ulkus Peptikum

4. Karsinoma hepatosellural

Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubah

menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.

5. Infeksi Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,

glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis,

srisipelas, septikema

6. Penyebab kematian

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori,

protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus

C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan

strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah

mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi

induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari

A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu

dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat

badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.

11
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih

tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta

unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

C) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta

atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi

komplikasi seperti

1. Astises

2. Spontaneous bacterial peritonitis

3. Hepatorenal syndrome

4. Ensefalophaty hepatic

12
BAB 3

KESIMPULAN

Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan

mengobati penyulit, maka prognosa SH bisa jelek. Namun penemuan sirosis hati

yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena itu

ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam

penatalaksanaan sirosis hati

13
DAFTAR PUSTAKA

Bacon R.B, 2013. Cirrhosis and Its Complication. Harrison Gastroenterology &

Hepatology 2nd edition. Chap 42. Page 429-433. McGraw Hil LLC.

Blachier M, et.al. 2013. The Burden of Liver Disease In Europe, EASL.

Clinical practice guidelines on the management of ascites, 2010. spontaneous

bacterial peritonitis, and hepatorenal syndrome in cirrhosis, EASL, Journal

of Hepatology. vol. 53 pg 397–417

D’Amico G, Garcia-Tsao G, Pagliaro L. 2006. Natural history and prognostic

indicators of survival in cirrhosis. A Systemic review of 118 studies. J

Hepatol;44:217-31

Encepahalopathy. 2010. Nature Review Gastroenterology & Hepatology. Volume

7.

Guadalupe Garcia-Tsao, Arun J. Sanyal, Norman D. Grace, William Carey. 2007.

Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and Variceal

Hemorrhage in Cirrhosis. AASLD Pratice Guideline HEPATOLOGY, Vol.

46, No. 3.

Gunnarsdottir. SA, 2008. Liver cirrhosis – Epidemilogical and Clinical Aspects.

Department of Internal Medicine Goteborg University, Sweden.

Nurdjanah S. Dkk. 2006. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

Edisi keempat. Hal. 443-446. Jakarta: Interna Publishing.

Prakash R, Mullen D K. 2009. Mechanisms diagnosis and Management of

Hepatic Gines P, Schriier W R, Renal Failure in Cirrhosis. N Engl J

Med:361:1279-90.

14
Starr. P, Raines D. 2011. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and Prevention. Am

Fam Physician;84(12):1353-1359.

15

Anda mungkin juga menyukai