Anda di halaman 1dari 10

UPEJ 7 (3) (2018)

Unnes Physics Education Journal


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej

Implementasi Alat Praktikum Pembiasan Cahaya untuk Meningkatkan Kemampuan


Pemecahan Masalah Siswa SMA
Fitriyah, Imam Sumpono, Bambang Subali
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang
Gedung D7 Lt. 2, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh implementasi alat praktikum pembiasan
Diterima September 2018 cahaya untuk meningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Penelitian dilaksanakan
Disetujui September 2018 pada semester genap tahun pelajaran 2017/2018 di MAN 2 Rembang. Sampel yang digunakan
Dipublikasikan November adalah dua kelas, yaitu XI MIA 2 (kelas eksperimen) dan XI MIA 3 (kelas kontrol). Pengambilan
2018 sampel menggunakan teknik purposive sampling. Desain yang digunakan dalam penelitian ini
Keywords: adalah quasi experimental design. Hasil penelitian ini menunjukkan kelas eksperimen lebih baik
Practical Tools, Refraction Of dibanding kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat pada aktivitas siswa saat praktikum, yaitu untuk
Light, Problem-Solving kelas ekperimen mendapat nilai sebesar 94,5%, sedangkan untuk kelas kontrol sebesar 86,5%.
Ability Selain dari aktivitas siswa saat praktikum, implementasi alat praktikum pembiasan cahaya juga
berpengaruh terhadap hasil kognitif siswa. Berdasarkan hasil analisis uji N-gain, untuk
kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen didapatkan nilai 0,60, sedangkan
untuk kelas kontrol didapatkan nilai 0,53. Simpulan dari penelitian ini adalah implementasi alat
praktikum pembiasan cahaya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Abstract
The aim of this research is to know the effect of the implementation practicum tools of light refraction
to improve problem solving ability of the students. The study was conducted in the even semester of the
academic year 2017/2018 at MAN 2 Rembang. The samples used are two classes, namely XI MIA 2
(experimental class) and XI MIA 3 (control class). Sampling in this research using purposive sampling
technique. The result of this research show that the experimental class is better than in control class. It can
be seen in the activities of students during practicum, namely for the experimental class to get a score of 94,5%
while for the control class 86,5%. In ddition from activities of students, implementation of refraction of light
practical tools also influences student’s cognitive outcomes. Based on the results of the N-gain test, for the
student’s experimental class problem solving abilities obtained a value of 0,60, while the control class
obtained a value of 0,53. The conclusions from this research is the implemementation of refraction of light
practical tools can increase the problem solving ability of the students.

© 2018 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2252-6935
E-mail : yahfitri544@gmail.com
Fitriyah / Unnes Physics Education Journal 7 (3) (2018)

PENDAHULUAN Kesalahan dalam pemecahan masalah tidak


hanya disebabkan oleh metode yang digunakan,
Fisika merupakan salah satu cabang sains akan tetapi juga faktor dari diri siswa sendiri.
yang mempelajari fenomena dan gejala alam Whimbey & Locchead, sebagaimana dikutip oleh
yang melibatkan proses dan sikap ilmiah. Proses Setyono (2016) berpendapat bahwa factor-
ilmiah dalam pembelajaran fisika sangat penting, faktor tersebut meliputi: (1) ketidakcermatan
hal ini sejalan dengan paradigma kurikulum dalam membaca soal; (2) ketidakcermatan dalam
2013, yaitu fokus pembelajaran yang berfikir; (3) kelemahan dalam analisis masalah;
paradigmanya ke “materi/isi” bergeser ke (4) kekuranggigihan dalam menyelesaikan
“proses” (Musfiqon & Nurdyansyah, 2015: 22- masalah tersebut, dengan kata lain siswa mudah
24). menyerah.
Proses ilmiah pada siswa dapat Kemampuan pemecahan masalah
dikembangkan melalui metode ekperimen. merupakan kemampuan wajib yang harus
Berdasarkan penelitian Wahyudi & Suseno dimiliki siswa (OECD, 2014) dan merupakan
(2013), metode eksperimen dapat meningkatkan keterampilan terpenting abad 21 (Jonassen,
kualitas proses pembelajaran ditinjau dari 2010). Menurut Delors, sebagaimana dikutip
aktivitas siswa dikategorikan tinggi dengan oleh Azizah (2014), pembelajaran dalam konteks
persentase aktivitas sebesar 81,20%. abad 21 yaitu mengacu pada konsep belajar
Keterlaksanaan metode eksperimen sangat empat pilar pendidikan, yaitu belajar untuk
bergantung pada kelengkapan alat-alat di mengetahui (“learning to know”), belajar
laboratorium (Azhar, 2008). Akan tetapi, fakta di melakukan sesuatu (“learning to do”), belajar
lapangan masih banyak sekolah yang sarana hidup bersama sebagai dasar untuk
prasarana laboratoriumnya sangat minim berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang
jumlahnya. Hasilnya banyak guru yang belum lain dalam keseluruhan aktivitas kehidupan
mampu menerapkan metode eksperimen dalam manusia (“learning to life together”), dan belajar
pembelajaran dan yang terjadi guru masih menjadi dirinya (“learning to be”).
banyak yang menggunakan metode Kemampuan pemecahan masalah sendiri
konvensional. Faktor inilah yang menyebabkan merupakan kemampuan seseorang untuk
banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menemukan jawaban dari suatu masalah melalui
pemecahan masalah (Arief et al., 2012). Azizah et suatu proses yang melibatkan pencarian dan
al. (2015) menyatakan bahwa hanya sebesar 5% pengelolaan informasi (Sujarwanto et al., 2014).
siswa yang mampu memecahkan permasalahan Kemampuan pemecahan masalah meliputi 4
pada soal. Kondisi yang serupa juga dialami oleh aspek, yaitu memahami masalah, merencanakan
siswa MAN 2 Rembang. Hal ini terlihat dari nilai penyelesaian, melaksanakan penyelesaian, dan
kognitif siswa yang  KKM yang diberlakukan di evaluasi (Polya, 1973). Sedangkan masalah
sekolah tersebut. secara teoritis diartikan Kupisiewicz,
Salah satu materi fisika yang masih terjadi sebagaimana dikutip oleh Dostal (2015), yaitu
masalah dalam pemecahannya adalah materi masalah dipahami sebagai suatu kesulitan yang
optika. Azizah et al. (2015) menyebutkan 25% bersifat teoritis maupun praktis, yang
siswa mengalami kesulitan dalam pemecahan menyebabkan munculnya pertanyaan pada diri
masalah optika. Berdasarkan penelitian Saputri subjek dan mengarahkannya pada
(2015) didapatkan bahwa materi optik yang sulit pengetahuannya tentang pemecahan masalah
yaitu analisis pada pergeseran sinar bias pada tersebut.
dua medium yang memiliki indeks bias berbeda Bagian terpenting dalam mengajarkan
(Hukum Snellius). Salamah (2015) juga keterampilan memecahkan masalah yaitu siswa
menyebutkan bahwa hanya 4% siswa yang harus diberi sebuah masalah dan untuk
menjawab benar pada materi tersebut. menyelesaikan masalah tersebut siswa harus
76
Fitriyah / Unnes Physics Education Journal 7 (3) (2018)

menggunakan suatu alat (Jozwiak, 2014). masalah sebesar 84% dan dalam kategori sangat
Pendapat ini sejalan dengan penelitian Nurita et tinggi.
al. (2017), yaitu dengan menggunakan alat Sujarwanto et al. (2014) menyebutkan
praktikum dihasilkan kemampuan pemecahan beberapa indikator dalam pemecahan masalah.
indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Tahap Indikator
Memahami masalah Mengidentifikasi masalah berdasarkan konsep
Mendata besaran-besaran yang diketahui
Menentukan besaran yang ditanyakan
Merencanakan penyelesaian Membuat diagram benda bebas/sketsa yang Menggambarkan
permasalahan
Menentukan persamaan yang tepat untuk pemecahan masalah
Menyelesaikan masalah Mensubtitusi nilai besaran yang diketahui ke persamaan
Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan yang
dipilih
Melakukan pengecekan Mengevaluasi hasil dengan kesesuaian konsep yang ada
Mengevaluasi satuan

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti Tabel 2. Desain Penelitian Non-Equivalent


ingin mengetahui implementasi alat praktikum Kontrol Group Design
pembiasan cahaya terhadap kemampuan Group Pretest Treatment Posttest
pemecahan masalah siswa terutama siswa SMA. Experiment O1 X O2
Group
METODE PENELITIAN Kontrol O3 X0 O4
Group
Desain penelitian ini menggunakan Quasi Keterangan :
Eksperimen. Sedangkan bentuk desain penelitian X : perlakuan menggunakan alat praktikum
yang digunakan adalah Non-Equivalent Kontrol pembiasan cahaya
Group Design. Desain tersebut dapat dilihat pada X0 : perlakuan menggunakan alat praktikum
Tabel 2. Bentuk Non-Equivalent Kontrol Group biasa dengan gelas aqua
Design terdapat dua kelompok yaitu kelompok O1 : nilai pretest kelas eksperimen
eksperimen dan kelompok kontrol, yang mana O2 : nilai posttest kelas eksperimen
tidak dipilih secara random. Kedua kelompok ini O3 : nilai pretest kelas kontrol
diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal O4 : nilai posttest kelas kontrol
siswa sebelum diberikan perlakuan. Sedangkan Populasi dalam penelitian ini meliputi
posttest digunakan untuk mengetahui keadaan seluruh siswa kelas XI IPA MAN 2 Rembang tahun
akhir siswa setelah diberi perlakuan. Pada kelas ajaran 2017/2018. Sedangkan untuk sampelnya,
eksperimen peneliti memberikan perlakuan peneliti menggunakan teknik Nonprobability
dengan menggunakan alat praktikum pembiasan sampling dengan memilih teknik purposive
cahaya dalam pembelajaran, sedangkan pada sampling. Peneliti memilih kelas yang
kelompok kontrol peneliti memberikan mempunyai nilai fisika rata-rata semester
perlakuan dengan menggunakan demonstrasi sebelumnya sama atau tidak jauh berbeda
biasa menggunakan gelas yang berisi medium. sebagai pertimbangan untuk menentukan
Kelompok eksperimen yaitu kelas XI MIA 2, sampel dari kelas XI MAN 2 Rembang. Sampel
sedangkan kelompok kontrol yaitu Kelas XI MIA yang digunakan adalah kelas XI MIA 2 dan MIA 3.
3.
77
Fitriyah / Unnes Physics Education Journal 7 (3) (2018)

Lokasi penelitian dilakukan di MAN 2 Rembang, 𝑭=


𝒗𝒂𝒓𝒊𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒃𝒆𝒔𝒂𝒓 (𝑺₁𝟐 )
𝒗𝒂𝒓𝒊𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒄𝒊𝒍 (𝑺₂𝟐 )
yang beralamat di JL. Sunan Bonang KM 01
Hipotesis statistik homogenitas yang diuji
Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Waktu penelitian
adalah sebagai berikut.
ini dilakukan pada semester 2 tahun ajaran
H0 : σ₁² = σ₂², artinya tidak terdapat
2017/2018.
perbedaan
Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu
varians dalam populasi
lembar aktivitas siswa dan soal uraian. lembar
observasi digunakan untuk mengetahui tingkat H0 : σ₁²  σ₂², artinya terdapat perbedaan
aktivitas siswa saat menggunakan alat prkatikum varians dalam populasi
pembiasan cahaya dalam praktikum. Sedangkan Hasil perhitungan dibandingkan dengan F
1
soal uraian digunakan untuk mengetahui 2α(v₁ v₂) yang diperoleh dari daftar distribusi F
1
kemampuan pemecahan masalah siswa setelah dengan peluang 2
𝛼, sedangkan derajat
menggunakan alat tersebut dalam pembelajaran. kebebasan v1 dan v2 masing-masing sesuai
Penilaian lembar observasi menggunakan angket dengan dk pembilang dan penyebut serta 𝛼 =
dengan skala linkert. Persamaan yang digunakan 0,05. Kriteria pengujiannya dapat dilihat pada
untuk menghitung persentase aktivitas siswa Tabel 4.
menurut Sugiyono (2015: 134), yaitu Tabel 4. Kriteria Pengujian Hipotesis
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ Homogenitas H0 Keterangan
𝑁𝑝% = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 1
Diterima Varian populasi
Fhitung < F 2α(v₁ v₂)
Tabel 3. Kriteria Persentase Aktivitas Siswa sama
𝑵𝒑 Keterangan Fhitung ≥ F
1
Ditolak Varian populasi
2α(v₁
0% ≤ 𝑁𝑝 < 25% Rendah v₂) berbeda satu
25% ≤ 𝑁𝑝 < 50% Sedang sama lain
50% ≤ 𝑁𝑝 < 75% Tinggi Untuk menguji hipotesis yang telah
75% ≤ 𝑁𝑝 < 100% Sangat Tinggi dirumuskan tentang perbedaan kemampuan
Data hasil belajar dilakukan analisis uji pemecahan masalah siswa yang diajarkan
normalitas, uji homogenitas, uji hipotesis, uji N- dengan menggunakan alat praktikum pembiasan
gain dan analisis aspek pemecahan masalah. cahaya dapat digunakan rumus (Sugiyono, 2007:
Untuk menghitung normalitas data 124):
digunakan statistik Chi Kuadrat, sebagaimana
x1  x 2
dirumuskan oleh Sugiyono (2007: 107) yaitu: t
(𝒇₀−𝒇ᵢ)²
s
𝑿² = ∑𝒌𝒊=𝟏
𝒇ᵢ
s12 s 22 s s
Keterangan: s   2r ( 1 )( 2 )
𝑋² : statistik Chi Kuadrat n1 n 2 n1 n2
𝑓₀ : frekuensi pengamatan Keterangan:
𝑓ᵢ : frekuensi yang diharapkan
x 1 : rata-rata sampel 1
k : banyak data
Data dinyatakan terdistribusi normal yaitu x 2 : rata-rata sampel 2
ketika data berada pada daerah penerimaan H0. n1 : jumlah siswa sampel 1
H0 diterima jika 𝑋 2 hitung < 𝑋 2 Tabel dengan 𝛼 = 0,05. n2 : jumlah siswa sampel 2
Fungsi uji homogenitas varians adalah
untuk mengetahui apakah sampel ini berasal dari
s12 : varians sampel 1
populasi dengan varians yang sama, sehingga s 22 : varians sampel 2
hasil dari penelitian ini berlaku bagi populasi,
rumus yang digunakan dalam uji ini yaitu: s1 : simpangan baku sampel 1
s 2 : simpangan baku sampel 2
78
Fitriyah / Unnes Physics Education Journal 7 (3) (2018)

r : korelasi antara dua sampel dikutip oleh Irawati ( 2014), yaitu:


H0 diterima jika thitung < tTabel dengan 𝛼 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 %(𝑝) = × 100%
0,05 dan H0 ditolak jika thitung > tTabel 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Uji normalized gain digunakan untuk Riduwan (2010) menyatakan beberapa
mengetahui besar peningkatan rata-rata hasil kriteria kemampuan pemecahan masalah yang
belajar siswa pada awal dan akhir serta dapat dilihat pada Tabel 6.
keterampilan pemecahan masalah siswa pada Tabel 6. Kriteria Aspek Pemecahan Masalah
awal dan akhir. Peningkatan rata-rata Persentase Kategori
penguasaan konsep siswa dapat dihitung 80%  p  100% Sangat baik
menggunakan uji normal gain sebagai berikut. 65%  p  80% Baik
( s post )  ( s pre ) 55%  p  65 % Sedang
(g)  ≤ 55% Kurang
100% - ( s pre )
Keterangan :
HASIL DAN PEMBAHASAN
(g) : normalitas gain
spost : nilai rata-rata posttest Peningkatan kemampuan pemecahan
spre : nilai rata-rata saat pretest
masalah siswa dilihat dari aktivitas siswa
Tabel 5. Kriteria Faktor gain
saat praktikum
Faktor gain Keterampilan Kemampuan pemecahan masalah pada
0,3 > (g) ≥ 0,0 Rendah siswa melalui praktikum didasarkan pada
0,7 > (g) ≥ 0,3 Sedang aktivitas siswa yang dinilai oleh observer, yang
(g) ≥ 0,7 tinggi terdiri dari 3 observer. Hasil rata-rata aktivitas
Analisis aspek pemecahan masalah siswa dalam memecahkan masalah melalui
menggunakan rumusan menurut Ali yang praktikum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Perbandingan Aktivitas Siswa saat Praktikum


Berdasarkan Gambar 1, kelas eksperimen menyimpulkan. Hal ini ditandai dengan
rata-rata kemampuan pemecahan masalah perolehan dari deskripsi pengamatan yaitu 76%,
didapatkan hasil 94,5% dan termasuk dalam yang mana termasuk dalam kategori sedang.
kategori sangat tinggi. Sedangkan dari kelas Penyebabnya adalah alat praktikum yang
kontrol termasuk dalam kategori 87 % dan digunakan masih sederhana yaitu hanya dengan
termasuk dalam kategori tinggi. Banyak siswa gelas aqua yang diisi air kemudian dimasukkan
pada kelas kontrol yang belum dapat pensil kedalamnya dan hal tersebut membuat
79
Fitriyah / Unnes Physics Education Journal 7 (3) (2018)

siswa kesulitan dalam mengamati besar secara langsung, sehingga siswa dapat
pembengkokan pensil. Selain itu, siswa juga membandingkan hipotesis mereka dengan
mengalami kesulitan untuk membandingkan kenyataan yang ada saat praktikum.
besarnya pembengkokan pensil saat di medium Keunggulan lain yaitu dengan adanya
air dan saat di medium larutan gula. tempat medium yang dibuat transparan, maka
Berdasarkan Gambar 1, banyak siswa pada akan memudahkan siswa melihat berkas cahaya
kelas kontrol yang belum dapat menyimpulkan. yang dibiaskan dan menentukan besar sudut
Hal ini ditandai dengan perolehan dari deskripsi biasnya serta mengurangi kesalahan pralaks saat
pengamatan yaitu 76%, yang mana termasuk praktikum. Pada akhirnya, dengan adanya alat
dalam kategori sedang. Penyebabnya adalah alat praktikum ini siswa tidak harus membayangkan
praktikum yang digunakan masih sederhana lagi proses terjadinya pembiasan cahaya, akan
yaitu hanya dengan gelas aqua yang diisi air tetapi siswa hanya mengamatinya saja
kemudian dimasukkan pensil kedalamnya dan Keunggulan lain dari alat ini dibanding alat
hal tersebut membuat siswa kesulitan dalam lain yaitu alat ini mudah dioperasikan dan tidak
mengamati besar pembengkokan pensil. Selain mudah pecah. Hal ini dikarenakan bahan yang
itu, siswa juga mengalami kesulitan untuk digunakan berupa kayu dan plastik. Selain itu,
membandingkan besarnya pembengkokan pensil pengoperasian alatnya juga mudah yaitu hanya
saat di medium air dan saat di medium larutan dengan memutar penyangga yang sudah
gula. Sedangkan siswa pada kelas eksperimen dilengkapi laser dan sudah terhubung dengan
sudah mampu menyimpulkan. Hal ini terlihat pusat statif dasar, sehingga pembiasan cahaya
dari hasil dari deskripsi pengamatan yang tinggi, terjadi tepat dipusat busur. Jika dibandingkan
yaitu 97% dan termasuk dalam kategori sangat dengan alat yang dikembangkan oleh Rahayu
tinggi. Hasil tersebut dikarenakan alat tersebut (2016), alat ini lebih efisien. Hal ini dikarenakan,
membantu siswa dalam menganilisis proses pada alat yang dikembangkan Rahayu (2016)
pembiasan cahaya dan data yang dihasilkan dari pergantian zat cair harus membuka setiap bagian
alat tersebut sesuai dengan yang ada di teori. alat, akan tetapi pada alat yang digunakan
Selain itu, siswa juga dpermudah karena mereka peneliti pergantian zat cair dapat dilakukan
tidak perlu menginterpretasikan terlebih dahulu dengan mudah, yaitu dengan menggunakan
data yang mereka dapat, akan tetapi bisa suntikan.
langsung diolah. Keterlibatan siswa secara langsung saat
Secara rata-rata aktivitas siswa kelas praktikum membuat siswa lebih percaya atas
eksperimen lebih besar dibanding kelas kebenaran berdasarkan percobaannya sendiri
eksperimen yaitu 94,5% > 86,5%. Hasil ini daripada hanya menerima dari guru atau dari
dipengaruhi oleh alat praktikum pembiasan buku saja. Selain itu siswa juga terhindar dari
cahaya. Alat praktikum pembiasan cahaya yang verbalisme serta dapat mengembangkan sikap
digunakan pada dasarnya sangat membantu berfikir ilmiah dan hasil belajar juga akan tahan
pemahaman konsep siswa dan dapat lama diingat (Yustiandi & Saepuzaman, 2017).
mengembangkan proses ilmiah siswa. Hal ini Peningkatan kemampuan pemecahan
dikarenakan dengan alat praktikum tersebut masalah ditinjau dari hasil pretest-posttest
siswa dapat melihat bagaimana proses terjadinya siswa
pembiasan cahaya secara langsung tanpa harus Kemampuan pemecahan masalah
menginterpretasikan terlebih dahulu. Selain itu, berdasarkan hasil pretest-posttest dapat dilihat
siswa juga dapat mengetahui bagaimana pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 terlihat
hubungan antara indeks bias medium dengan bahwa untuk aspek memahami masalah
besarnya sudut bias dan bagaimana proses memperoleh hasil N-gain sebesar 0,70 untuk
terjadinya pemantulan sempurna. Di sisi lain, kelas eksperimen dan 0,60 untuk kelas kontrol.
siswa juga dapat menguji hipotesis mereka Kelas eksperimen termasuk dalam kategori
80
Fitriyah / Unnes Physics Education Journal 7 (3) (2018)

tinggi untuk aspek peningkatan dalam Aspek merencanakan penyelesaian untuk


memahami masalah, sedangkan kelas kontrol kelas eksperimen mempunyai nilai sebesar 0,8,
termasuk dalam kategori sedang untuk aspek sedangkan kelas kontrol sebesar 0,7. Kelas
memahami masalah. Artinya untuk kelas eksperimen lebih baik dibanding kelas kontrol.
eksperimen banyak siswa yang sudah mampu Hal ini disebabkan masih terdapat sebagian
memahami masalah pada soal dan siswa pada kelas kontrol yang langsung
menyatakannya dalam jawaban mereka. melakukan penyelesaian tanpa melakukan
Sedangkan untuk kelas kontrol masih banyak perencanaan. memahami masalah dalam soal,
yang belum memahami masalah ataupun banyak terutama kelas control.
siswa yang tidak menyatakan masalah pada
jawaban mereka.
Tabel 7. Rata-rata Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa untuk Setiap Aspek Pemecahan
Masalah berdasarkan Pretest-Posttest
Persentase Kelas Persentase Kelas Uji N-gain
Aspek Pemecahan Kontrol (%)
Eksperimen (%)
Masalah
Pretest Posttest Pretest Posttest Eksperimen Kontrol
Memahami Masalah 42,50 80,56 47,38 76,87 0,70 0,60
Merencanakan
71,57 93,70 69,47 91,86
Penyelesaian 0,80 0,70
Melakukan
62,89 93,22 64,17 91,80
Penyelesaian 0,80 0,80
Evaluasi 1,46 29,24 00,00 17,60 0,30 0,20

Kesalahan yang sering terjadi yaitu pada tidak menuliskan simpulan dari jawaban mereka.
soal tentang konsep. Banyak siswa yang Mereka berhenti setelah mendapat jawaban dari
menyatakan hasilnya, seperti soal nomer 1 dan 2 perhitungan, sehingga menyebabkan aspek
banyak siswa yang langsung menggambarkan evaluasi memperoleh hasil sedikit pada kedua
tanpa menuliskan rencananya terlebih dahulu. kelas tersebut, yaitu hanya 29,24% dan 17,60 %
Hal ini dikarenakan ada sebagian siswa yang dengan hasil N-gain 0,30 dan 0,20. Artinya, pada
kurang memahami ataupun miskonsepsi kelas eksperimen sebagian siswanya sudah
terhadap hubungan sudut datang dan sudut bias mampu mengevaluasi hasil dari jawabannya. Hal
dalam medium. ini terbukti dengan N-gain yang termasuk dalam
Aspek melaksanakan penyelesaian untuk kategori sedang, sedangkan untuk kelas kontrol
kedua kelas mempunyai nilai N-gain yang sama masih dalam kategori rendah.
yaitu 0,80 dan kategori tinggi. Hal ini Keunggulan kelas eksperimen dibanding
membuktikan bahwa siswa pada kedua kelas kelas kontrol dipengaruhi oleh penggunaan alat
tersebut mampu melakukan perhitungan pada praktikum. Penggunaan alat praktikum
soal matematis. Sedangkan untuk soal tentang pembiasan cahaya membuat siswa kelas
konsep masih kendala dalam menggambarkan eksperimen mempunyai pengetahuan yang lebih
skema serta menjelaskannya. dibanding kelas kontrol. Hal ini dikarenakan alat
Kecenderungan siswa yang menjawab praktikum pembiasan cahaya yang digunakan
dengan rumus dan memasukkan angka-angka dapat mengurangi miskonsepsi yang dialami
pada soal langsung tanpa D1 dan D2, hal ini siswa dan alat ini juga mempunyai ketepatan
membuat siswa harus membaca soal lebih dari 1 yang sangat tinggi yaitu 97%, sehingga siswa
kali dan hal tersebut menyita banyak waktu. Hal dapat mengamati perubahan sinar bias
yang demikian menyebabkan siswa banyak yang meskipun hanya sedikit selisihnya. Selain itu,

81
Fitriyah / Unnes Physics Education Journal 7 (3) (2018)

keterlibatan siswa dalam analisis data saat Polya dapat mengembangkan kemampuan
praktikum membuat siswa lebih memahami pemecahan masalah siswa. Hasil ini sesuai
persamaan yang digunakan, dan arti dari setiap dengan hasil penelitian Hadi & Radiyatul (2014)
simbolnya. Siswa menjadi tahu apa itu medium 1, dan Ifanali (2014), yang mana metode
sudut datang, medium 2, sudut bias, serta pemecahan masalah menurut Polya mampu
hubungan diantara mereka. Hal inilah yang meningkatkan kemampuan pemecaha masalah
membantu siswa dalam memahami masalah siswa. Selain itu, penggunaan metode Polya juga
yang ada pada soal, serta merencanakan dan memotivasi siswa untuk dapat belajar secara
melaksanakan penyelesaian dari soal tersebut. mandiri dan melatih siswa untuk berpikir logis
Pembelajaran menggunakan alat praktikum dan teliti sehingga kesalahan siswa dalam proses
pembiasan cahaya mampu membuat siswa menyelesaikan massalah terkontrol. Selain itu
memahami sendiri konsep pembiasan cahaya dengan dilakukannya looking back terhadap
secara keseluruhan, mulai hubungan sudut langkah-langkah yang telah dilakukan maka
datang dan bias karena medium yang berbeda, siswa dapat mengevaluasi langkha-langkah yang
hubungan sudut bias akibat medium yang telah mereka lakukan (Komariyah, 2011).
berbeda serta proses terjadinya pemantulan
sempurna. Jika dibandingkan dengan alat-alat SIMPULAN
praktikum pembiasan cahaya yang pernah
dikembangkan, yaitu alat AP-KO oleh Oktafiani Berdasarkan hasil dan pembahasan yang
(2017) dan Rahayu (2016) alat-alat tersebut telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan
belum mampu mencakup hingga pemantulan bahwa implementasi alat praktikum pembiasan
sempurna. Alat-alat yang ada biasanya hanya cahaya dalam pembelajaran dapat memberi
mampu membuktikan hubungan sudut datang pengaruh positif yaitu mampu meningkatkan
dan sudut bias dengan medium yang berbeda kemampuan pemecahan masalah pada siswa.
serta mencari indeks bias medium. Selain itu,
untuk sudut datangnya sendiri masih sering DAFTAR PUSTAKA
terjadi kesalahan paralaks karena susah diamati.
Sedangkan, untuk alat yang pembiasan cahaya ini Arief, M. K., L. Handayani, & P. Dwijananti. (2012).
mampu menunjukkan berkas cahaya datang dan Identifikasi Kesulitan Belajar Fisika pada
pada sudut berapa berkas tersebut berada. RSBI: Studi Kasus di RSMABI Sekota
Semarang. Unnes Physics Education. 1(2): 5-
Secara keseluruhan hasil pretest dan
10.
posttest pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada
kedua kelas tersebut mengalami kenaikan pada Azhar. (2008). Pendidikan Fisika dan Keterkaitannta
hasil posttest nya, jika dibandingkan dengan hasil dengan Laboratorium. Jurnal Geliga Sains.
pretestnya. Hal ini menandakan bahwa model 2(1): 7-12.
pembelajaran problem solving dengan metode
praktikum sangat efektif digunakan. Pernyataan Azizah, N. & S. S. Edie. (2014). Pendekatan Problem
ini sesuai dengan hasil penelitian Sadiqin et al. Solving Laboratory untuk Meningkatkan
Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI
(2017), Warimun (2012) dan Caliskan et al.
MA Al Asror Gunung Pati Semarang. Unnes
(2010), yang mana menunjukkan bahwa model
Physics Education Journal. 3(3): 28-33.
pembelajaran problem solving efektif diterapkan
dalam pembelajaran dan berdampak positif Azizah, R., L. Yuliati, & E. Latifah. (2015). Kesulitan
terhadap hasil belajar siswa. Sedangkan Pemecahan Masalah Fisika pada Siswa
penggunaan metode eksperimen sesuai dengan SMA. Jurnal Penelitian Fisika dan
pernyataan Subekti (2016), yaitu metode Aplikasinya. 5(2): 44-50.
eksperimen dapat meningkatkan hasil kognitif.
Selain itu, metode pemecahan masalah menurut
82
Fitriyah / Unnes Physics Education Journal 7 (3) (2018)

Caliskan, S., G. S. Selcuk, & M. Erol. (2010). Effects of OECD. (2014). PISA 2012 Results: Creative Problem
The Problem Solving Strategies Instruction Solving: Students’ Skills in Tackling Real-Life
on The Students’ Physics Problem Solving Problems (Volume V). PISA, OECD
Performances and Strategy Usage. Procedia Publishing.
Social and Behavioral
Oktafiani, P., Bambang S., & S. S. Edie. (2017).
Dostal, J. (2015). Theory of Problem solving. Procedia Pengembangan Alat Peraga Kit Optik
Social and Behavioral Sciences. 174: 2798- Serbaguna (AP-KOS) untuk Meningkatkan
2805 Keterampilan proses Sains. Jurnal Inovasi
Pendidikan IPA. 3(2): 189-200.
Hadi, S. & Radiyatul. (2014). Metode Pemecahan
Masalah Menurut Polya untuk Polya, G. (1973). How to Solve It: A New Aspect of
Mengembangkan Kemampuan Siswa dalam Mathematical Method (2nd ed). New Jersey:
Pemacahan Masalah Matematis di SMP. Princeton University Press.
Jurnal Pendidikan Matematika. 2(1). 53-61.
Rahayu, A. S., V. Serevina, & Raihanati. (2016).
Ifanali. (2014). Penerapan Langkah-langkah Polya Pengembangan Set Praktikum Pembiasan
untuk Meningkatkan Kemampuan Cahaya untuk Pembelajaran Fisika di SMA.
Pemecahan Masalah Soal Cerita Pecahan Prosiding Seminar Nasional Fisika, V.
pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Palu. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika
Tadaluko. 1(2): 147-158. Riduwan. (2010). Skala Pengukuran Variabel-Variabel
Penelitian. Bandung: Alfa Beta.
Irawati, D.R. (2014). Analisis Penguasaan Konsep Fisika
Pada Pokok Bahasan Besaran Dan Satuan Sadiqin, I. K., U. T Santoso, & A. Sholahuddin. (2017).
Kelas X Sma Negeri 1 Sale Rembang. Skripsi. Pemahaman Konsep IPA Siswa SMP Melalui
Semarang: FMIPA UNNES. Pembelajaran Problem Solving pada Topik
Perubahan Benda-Benda di Sekitar Kita.
Jonassen, D. H. (2010). Reseach Issues in Problem Jurnal Inovasi Pendidikan IPA. 3(1): 52-62.
Solving. The 11th International Conference
on Education Research: 1-15 Salamah, A. A. (2015). Analisis Miskonsepsi Siswa
Menggunakan Pendekatan Kognitif
Jozwiak, J. (2004). Teaching Problem-Solving Skills to Menurut Teori Piaget pada Materi Optik
Adults. MPAEA Journal of Adult Education. Kelas VIII MTs NU Mu’allimat Kudus. Skripsi.
33(1): 19-34. Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri
Komariyah, K. (2011). Penerapan Metode Walisongo.
Pembelajaran Problem Solving Model Polya
untuk Meningkatkan Kemampuan Saputri, D. F. & Nurussaniah. (2015). Penyebab
Memecahkan Masalah bagi Siswa Kelas IX J Miskonsepsi pada Optika Geometris.
di SMPN 3 Cimahi. Prosiding Seminar Prosiding Seminar Nasional Fisika, IV.
Nasional Pendidikan dan Penerapan MIPA. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Sitanggang, A. (2013). Alat Peraga
Matematika Sederhana untuk Sekolah
Musfiqon & Nurdyansyah. (2015). Pendekatan Dasar. Medan: Lembaga Penjamin Mutu
Pembelajran Saintifik. Sidoarjo: Nizamia Pendidikan (LPMP).
Learning Center.
Setyono, A., S. E. Nugroho, & I. Yulianti. (2016). Analisis
Nurita, T., P. W. Hastuti, & D. A. P. Sari. (2017). Kebutuhan Siswa dalam Memecahkan
Problem-Solving Ability of Science Masalah Fisika Berbentuk Grafik. Unnes
Students in Optical Wave Courses. Jurnal Physics Education Journal. 5(3). 32-39.
Pendidikan IPA Indonesia. 6(2): 341-345.

83
Fitriyah / Unnes Physics Education Journal 7 (3) (2018)

Subekti, Y & A. Ariswan. (2016). Pembelajaran Fisika Suprayitno, T. (2011). Pedoman Pembuatan Alat
dengan Metode Eksperimen untuk Peraga Kimia Sederhana untuk SMA.
Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Jakarta: KEMENDIKBUD.
Keterampilan Proses Sains. Jurnal Inovasi
Pendidikan IPA. 2(2): 252-261. Wahyudi & N. Suseno. (2014). Efektifitas Penggunaan
Metode Eksperimen dalam Pembelajaran
Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Fisika Kelas X Semester Ganjil SMAN 1
Alfabeta. Kalirejo Tahun Pelajaran 2013/2014.
Jurnal Pendidikan Fisika. 2(1): 1-10.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & Warimun, E.S. (2012). Penerapan Model Pembelajaran
D). Bandung: Alfabeta. Problem Solving Fisika pada Pembelajaran
Topik Optika pada Mahsiswa Pendidikan
Sujarwanto, E., A. Hidayat, & Wartono. (2014). Fisika. Jurnal Exacta. 10(2). 111-114.
Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika
pada Modeling Instruction pada Siswa SMA Yustiandi & D. Saepuzaman. (2017). Redesain Alat
kelas XI. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Peraga dan Lembar Kerja Percobaan
3(1). 65-78. Bandul Sederhana untuk Meningkatkan
Kemampuan Siswa Bereksperimen.
Prosiding Seminar Nasional Fisika, VI.
Jakarta: Universitas Negeri Jakarta

84

Anda mungkin juga menyukai