Anda di halaman 1dari 14

LATAR BELAKANG

Kale atau borecole (Brasicca oleraceae var. Acephala) merupakan jenis sayur kelas dunia
yang mengandung nilai nutrisi tinggi. Kale berasal dari golongan Brasicca, layaknya kubis,
brokoli dan kailan. Kata kale sendiri berasal dari bahasa Belanda yang artinya kubis petani.
Sepintas, tampilan kale mirip dengan brokoli dan kubis. Perbedaannya, daun sejati kale tidak
berbentuk kepala. Warna daunnya hijau atau ungu kebiruan. Jenis kale dapat dibedakan
berdasarkan jenis daunnya, yaitu kale keriting dan kale left (Roni Arifin 2016). Asal Usul
Tanaman Kale.Kale adalah tanaman kubis-kubisan yang berasal dari Mediterania timur atau
Asia. Bentuk liar tanaman kale telah didistribusikan secara luas dari tempat asal mereka dan
ditemukan di pantai Eropa Utara dan Inggris. Rupanya, semua bentuk utama kale yang kita kenal
sekarang telah dikenal selama 2.000 tahun yang lalu.

Kale dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah atau salad. Sementara itu, jika kale dimasak
atau dikonsumsi dalam bentuk matang, kandungan sulforaphane biasanya akan berkurang.Kale
sangat cocok diolah menjadi smoothies, juice dan makanan diet. Kandungan karbohidrat dalam
kale rata- rata sekitar 10,14 g/100 g. seperti yang ditemukan dalam data biografi Polandia jumlah
rentang karbohidrat dari 1,8-6,1 g/ 100 gram dalam sayuran.Permintaan konsumen terhadap kale
pada awal tahun 2016 sangat tinggi sangat tinggi dan diprediksi masih akan berlanjut hingga
beberapa tahun mendatang. Kale (Brassica oleracea var. Acephala) adalah sayuran dengan daun
hijau atau ungu yang kaya akan vitamin C, vitamin K, karotenoid dan flavonol memberikan nilai
gizi yang bagus dan aktivitas antioksidan tinggi (Sikora dan Bodziarczyk 2012). Sampai akhir
Abad Pertengahan, kale adalah salah satunya sayuran hijau paling banyak digunakan di Eropa.
Hari ini masih sering digunakan di seluruh Eropa, dan juga lainnya wilayah dunia seperti Afrika,
Amerika Selatan, dan Asia. Kale telah mendapatkan popularitas juga di Amerika Serikat di
kalangan penggemar kesehatan. Mudah tumbuh dan bertahan hidup kondisi iklim yang
bervariasi.

Kale (Brassica oleracea var. Acephala) adalah sayuran hijau berdaun milik keluarga
Brassicaceae, dengan kandungan tinggi phytochemical yang meningkatkan kesehatan. Tanaman
kangkung kuat dan dapat mentolerir suhu dingin di bawah titik beku. Kale memiliki konsentrasi
tinggi vitamin, mineral, serat makanan dan senyawa antioksidan (Heimler et al. 2006, Olsen et
al. 2010, Podsedek 2007, Sikora dan Bodziarczyk 2013). Fitokimia ini memainkan peran penting
dalam interaksi antara tanaman dan lingkungannya, misalnya:sebagai penarik penyerbukan,
senyawa yang melindungi terhadap patogen atau berbagai tekanan abiotik, antioksidan atau
molekul pensinyalan (Gill dan Tuteja 2010). Kelompok Brassica oleracea adalah sumber penting
dari metabolit tanaman sekunder, terutama senyawa fenolik (flavonoid dan polifenol lainnya)
(Bilyk dan Sapers 1985, Schmidt et al. 2010a). Senyawa fenolik berbeda secara signifikan dalam
struktur, sifat kimia, dan aktivitas biologis; ini menjelaskan luasnya fungsi mereka - mulai dari
keterlibatan mereka dalam rantai transpor elektron fotosintesis dan respirasi hingga keikutsertaan
dalam melindungi sel dari efek stres (Bahorun et al. 2004, Chun et al. 2005).

Pupuk organik menurut American Plant Food Control Officials (AAPFCO) adalah bahan
yang mengandung karbon dan satu atau lebih unsur hara selain H dan O yang esensial untuk
pertumbuhan tanaman. sedangkan menurut USDA National Organic Program adalahsemua
pupuk organik yang tidak mengandung bahan terlarang dan berasal dari bahan alami yaitu dari
tanaman atau hewan, sewage sludge, dan bahan non organik tidak termasuk. Menurut USEPA,
pupuk organik adalah manure atau kompos yang diaplikasikan ke tanaman sebagai sumber unsur
hara (Funk, 2014). Bahan organik lain yang diduga dapat digunakan sebagai bahan campuran
pada media tanam adalah ampas kelapa. Ampas kelapa merupakan limbah organik dari industri
pertanian yang diperoleh dari hasil samping pengolahan minyak kelapa. Pemanfaatan ampas
kelapa sampai saat ini masih terbatas untuk pakan ternak dan sebagian dijadikan tempe bonkrek
untuk makanan. Di dalam 100 g ampas kelapa terdapat protein 3,40 gr, lemak 34 gr, karbohidrat
14 gr, kalsium 21 mg, flour 2,0 mg, fosfor 21 mg, thiamin 0,1 mg, dan asam Askorbat 2,0 mg
(Raghavendra dikutip Miskiyah, 2006).

Produksi kelapa sebanyak 15,2 milyar butir atau 28% produksi kelapa dunia.Kelapa pada
umumnya dikonsumsi dalam bentuk minyak kelapa sebanyak 3,78 liter/kapita/tahun, kelapa
segar 12,1 butir/kapita/tahun dan gula kelapa 0,1 kg/kapita/tahun. (Hengky, dkk., 2004). Pada
proses pengolahan VCO, salah satu limbahnya berupa ampas kelapa.Ampas kelapa ini masih
memungkinkan untuk diolah lebih lanjut menjadi produk olahan dalam rangka meningkatkan
nilai tambah produk. Dengan semakin pesatnya produksi minyak kelapa,kelapa menjadi
komoditas perkebunan yang penting baik secara ekonomi maupun sosial bagi Indonesia.Luas
areal pertanaman kelapa di Indonesia mencapai 3.701.474 ha atau sepertiga areal kelapa dunia
(Ditjenbun, 2002).
Hasil analisis menunjukan bahwa ampas kelapa sebagai produk samping pengolahan
minyak kelapa murni masih memiliki kadar protein kasar yang relatif tinggi yaitu sebesar
11,35% dengan kadar lemak kasar 23,36%. (Van Soest, 2010). Ampas kelapa kering (bebas
lemak) mengandung 93% karbohidrat yang terdiri atas 61% galaktomanan, 26% manosa, dan
13% selulosa (Balasubramanian, 1976). Analisis proksimat tepung ampas kelapa diperoleh kadar
lemak 12,2%, protein 18,2%, serat kasar 20%, abu 4,9%, dan kadar air 6,2% (Banzon dan
Velasco, 1982). Sedangkan menurut Derrick (2002), ampas kelapa mengandung total protein
23%, protein tercerna 15,5%, kecernaan protein 67%, protein undegradable tercerna 11,2%, lisin
0,54% dan metionin 0,33%.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kale

Kale adalah tanaman yang berasal dari Mediterania timur atau Asia. Kale dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu kale daun halus dan kale daun keriting. Kale daun halus umumnya
dijadikan sebagai pakan ternak sedangkan yang dimasak adalah kale daun keriting. kale dapat
dipanen ketika sudah berumur 40-50 hari setelah pindah tanam (Samadi,2013).

2.1.1 Klarifikasi Tanaman Kale

Taksonomi dari tanaman kailan adalah :

Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae S
SKelas : Dillendidae
Famili : Cruciferae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleraceae var acepala

Jenis tanaman ini memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia karena
kandungan gizinya banyak dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Kale banyak mengandung vitamin
A, vitamin C, thiamin dan kapur. Selain sebagai bahan pangan, kale juga dimanfaatkan untuk
terapi berbagai macam penyakit karena mengandung karotenoid (senyawa anti kanker) (Sikora
and Bodziarczyk, 2012).

2.1.2 Morfologi Tanaman Kale


Kale memiliki bentuk daun yang tebal, bulat memanjang dan berwarna hijau tua. Batang
kale merupakan batang sejati, tidak keras, tegak, beruas- ruas dengan diameter antara 3-4 cm dan
berwarna hijau muda. Perakaran kale merupakan akar tunggang dan serabut. Kale memiliki
perakaran yang panjang yaitu akar tunggang bisa mencapai 40 cm dan akar serabut mencapai 25
cm (Samadi, 2013).

2.1.3 Manfaat Tanaman Kale


Kale merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai banyak manfaat. Kale merupakan
sumber utama mineral dan vitamin yang berguna untuk memelihara kesehatan tulang dan gigi,
pembentukan sel darah merah (Hemoglobin) dan memelihara kesehatan mata. Protein yang
terkandung dalam kale bermanfaat untuk pembentuk jaringan tubuh. Kale juga mengandung
karotenoid sebagai senyawa anti kanker. (Samadi, 2013).
Kandungan gizi kale per 100 gram dari bagian yang dapat dimakan

Tabel 1. Kandungan gizi Jumlah kandungan gizi


kailan per 100 gram dari
bagian yang dapat dimakan
Unsur gizi
Eneri (Kalori) 35,00 Kal
Protein 3,0 g
Lemak 0,40 g
Karbohidrat 6,80 g
Serat 1,20 g
Kalsium (Ca) 230,00 mg
Fosfor (P) 56,00 mg
Besi (Fe) 2,00 mg
Vitamin A 135,00 RE
Vitamin B1 (Thiamin) 0,10 mg
Vitamin B2 (Riboflamin) 0,13 mg
Vitaman B3 (Niavin) 0,40 mg
Vitamin C 93,00 mg
Air 78,00 mg

Sumber : Samadi, 2013.

2.1.4 Syarat Tumbuh Tanaman Kale


Tanaman kale baik tumbuh di daerah dengan sinar matahari penuh. Pada umumnya
tanaman kale baik ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian antara 300-1900 meter di atas
permukaan laut. Ph tanah yang di butuhkan tanaman kale yaitu sekitar 6-7. Jika tanah nya terlalu
asam maka di tambah dengan kapur. Tanaman dengan daun pertumbuhan yang bagus maka di
perlukan kandungan nitrogen yang tinggi. Tanaman kale menyukai suhu dengan temperatur yang
dingin. Cuaca yang dingin akan membuat rasa kale lebih manis (Monica van Wensveen, 2009).

2.1.5 Hama Dan Penyakit


 Ulat Grayak (Spodoptera Litura)
Ulat grayak menyerang daun tanaman. Daun tanaman yangterserang menjadi berlubang-
lubang. Mulai dari tepi daun permukaan atas hingga bagian bawah. Setelah itu ulat akan pindah
ke daun yang lain atau ke tanaman lain. Pembrantasan secara mekanis adalah dengan
memangkas daun yang telah tertempel telur atau menyemprot dengan insektisida. Serangan
dewasa berupa kupu-kupu berwarna agak gelap dengan garis agak putih padasayap depannya
(Hesti Dwi Setyaningrum dkk, 2011).
2.1.6 Pupuk Organik
Definisi pupuk organik menurut American Plant Food Control Officials (AAPFCO)
adalah bahan yang mengandung karbon dan satu atau lebih unsur hara selain H dan O yang
esensial untuk pertumbuhan tanaman. sedangkan menurut USDA National Organic Program
adalahsemua pupuk organik yang tidak mengandung bahan terlarang dan berasal dari bahan
alami yaitu dari tanaman atau hewan, sewage sludge, dan bahan non organik tidak termasuk.
Menurut USEPA, pupuk organik adalah manure atau kompos yang diaplikasikan ke tanaman
sebagai sumber unsur hara (Funk 2014).
Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan,
bagian hewan, limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau
cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral, atau mikroba yang bermanfaat untuk meningkatkan
kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
(Permentan No. 70/Permentan/SR.140/10/2011).
Salah satu nya adalah pupuk ampas kelapa. Ampas kelapa merupakan salah satu limbah
yang dihasilkan dari rumah tangga, limbah ampas kelapa ini belum dimanfaatkan secara
maksimal oleh masyarakat. Kebanyakan masyarakat hanya membuang ampas kelapa di
lingkungan sekitar rumahnya, sehingga berdampak pada pencemaran lingkungan. Akibat yang
ditimbulkan berupa bau, mendatangkan bakteri yang menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia. Ampas kelapa yang selama ini terbuang seharusnya dapat dimanfaatkan menjadi
produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis. Karena di dalam ampas kelapa masih
mengandung berbagai zat yang dapat dimanfaatkan. Hasil analisis menunjukan bahwa ampas
kelapa sebagai produk samping pengolahan minyak kelapa murni masih memiliki kadar protein
kasar yang relatif tinggi yaitu sebesar 11,35% dengan kadar lemak kasar 23,36%. (Van Soest,
2010). Di dalam 100 g ampas kelapa terdapat protein 3,40 gr, lemak 34 gr, karbohidrat 14 gr,
kalsium 21 mg, flour 2,0 mg, fosfor 21 mg, thiamin 0,1 mg, dan asam Askorbat 2,0 mg
(Raghavendra dikutip Miskiyah, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Roni A. 2016. Bisnis Hidroponik Ala Roni Kebun Sayur. Jakarta: Agromedia
[Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang].

Sikora E, Bodziarczyk I (2012) Composition and antioxidant activity of kale


(Brassica oleracea L. var. acephala) raw and cooked. Acta Sci Pol Technol Aliment
11:239–248.

Heimler D, Vignolini P, Dini MG, Vincieri FF, Romani A (2006) Antiradical


activity and polyphenol composition of local Brassicaceae edible varieties. Food
Chemistry, 99: 464-469. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2005.07.057

Olsen H, Aaby K, Borge GIA (2010) Characterization, quantification, and yearly


variation of the naturally occurring polyphenols in a common red
variety of curly kale (Brassica oleracea L. convar. acephala var. sabellica cv.
'Redbor'). Journal of Agricultural and Food Chemistry, 58: 11346-11354.
https://doi.org/10.1021/jf102131g

Podsedek A (2007) Natural antioxidants and antioxidant capacity of Brassica


vegetables: A review LWT- Food Science and Technology, 40: 1-11.
https://doi.org/10.1016/j.lwt.2005.07.023

Sikora E, Bodziarczyk I (2013) Influence of diet with kale on lipid peroxides and
malondialdehyde levels in blood serum of laboratory rats over intoxication with
paraquat. Acta Sci. Pol., Technol. Aliment, 12(1): 91-99.

Gill SS, Tuteja N (2010) Reactive oxygen species and antioxidant machinery in
abiotic stress tolerance in crop plants. Plant Physiology and Biochemistry, 48: 909-
930. https://doi.org/10.1016/j.plaphy.2010.08.016
Bilyk A, Sapers GM (1985) Distribution of quercetin and kaempferol in
lettuce, kale,chive, garlic chive, leek, horseradish, red radish, and red cabbage
tissues. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 33(2): 226-228.
https://doi.org/10.1021/jf00062a017

Schmidt S, Zietz M, Schreiner M, Rohn S, Kroh LW, Krumbein A (2010a)


Genotypic and climatic influences on the concentration and
composition of flavonoids in kale (Brassica oleracea var. sabellica). Food
Chemistry, 119: 1293-1299. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2009.09.004

Bahorun T, Luximon-Ramma A, Crozier A, Aruoma OI (2004) Total phenol,


flavonoid, proanthocyanidin and vitamin C levels and antioxidant
activities of Mauritian vegetables. Journal of the Science of Food and Agriculture,
84: 1553-1561. https://doi.org/10.1002/jsfa.

1820Chun OK, Kim DO, Smith N, Schroeder D, Han JT, Lee CY (2005) Daily
consumption of phenolics and total antioxidant capacity from fruit and vegetables
in the American diet. Journal of the Science of Food and Agriculture, 85: 1715-
1724. https://doi.org/10.1002/jsfa.2176

Funk, R. C. Comparing organic and inorganic fertilizer. http://www.


newenglandisa. org/FunkHandoutsOrganicInorganicFertilizers. Pdf.

Miskiyah, Ira Mulyawati, dan Winda Haliza. 2006. Pemanfaatan Ampas Kelapa
Limbah Pengolahan Minyak Kelapa Murni Menjadi Pakan (Fermented Virgin
Coconut Oil Waste Product as Feed Source). Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner
Hengky, N., H. A. Rusthamrin, dan M. L. A. Hosang. 2004. Memodernisasi
Perkelapaan Indonesia dengan inovasi teknologi. Panduan Simposium IV. Hasil
PenelitianTanaman Perkebunan. Bogor, 28-30 September 2004

Van Soest, P.J. 2010. Rice Straw The Role Of Silica and Treatment to Improve
Quality. J. Anim Feed Sci.Tech.

Balasubramanian, K. 1976. Polisaccharides of kernel of maturity ang mature


coconuts. J. of Sci. 41:1370-1371

Banzon, J. A. and J. R. Velasco. 1982. Coconut production and utilization. Metro


Manila,Philippines. 351 pp

Derrick, 2002. Protein in calf. www. Pubmed.com. DAFTAR PUSTAKA

Roni A. 2016. Bisnis Hidroponik Ala Roni Kebun Sayur. Jakarta: Agromedia
[Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang].

Sikora E, Bodziarczyk I (2012) Composition and antioxidant activity of kale


(Brassica oleracea L. var. acephala) raw and cooked. Acta Sci Pol Technol Aliment
11:239–248.

Heimler D, Vignolini P, Dini MG, Vincieri FF, Romani A (2006) Antiradical


activity and polyphenol composition of local Brassicaceae edible varieties. Food
Chemistry, 99: 464-469. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2005.07.057

Olsen H, Aaby K, Borge GIA (2010) Characterization, quantification, and yearly


variation of the naturally occurring polyphenols in a common red
variety of curly kale (Brassica oleracea L. convar. acephala var. sabellica cv.
'Redbor'). Journal of Agricultural and Food Chemistry, 58: 11346-11354.
https://doi.org/10.1021/jf102131g
Podsedek A (2007) Natural antioxidants and antioxidant capacity of Brassica
vegetables: A review LWT- Food Science and Technology, 40: 1-11.
https://doi.org/10.1016/j.lwt.2005.07.023

Sikora E, Bodziarczyk I (2013) Influence of diet with kale on lipid peroxides and
malondialdehyde levels in blood serum of laboratory rats over intoxication with
paraquat. Acta Sci. Pol., Technol. Aliment, 12(1): 91-99.

Gill SS, Tuteja N (2010) Reactive oxygen species and antioxidant machinery in
abiotic stress tolerance in crop plants. Plant Physiology and Biochemistry, 48: 909-
930. https://doi.org/10.1016/j.plaphy.2010.08.016

Bilyk A, Sapers GM (1985) Distribution of quercetin and kaempferol in


lettuce, kale,chive, garlic chive, leek, horseradish, red radish, and red cabbage
tissues. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 33(2): 226-228.
https://doi.org/10.1021/jf00062a017

Schmidt S, Zietz M, Schreiner M, Rohn S, Kroh LW, Krumbein A (2010a)


Genotypic and climatic influences on the concentration and
composition of flavonoids in kale (Brassica oleracea var. sabellica). Food
Chemistry, 119: 1293-1299. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2009.09.004

Bahorun T, Luximon-Ramma A, Crozier A, Aruoma OI (2004) Total phenol,


flavonoid, proanthocyanidin and vitamin C levels and antioxidant
activities of Mauritian vegetables. Journal of the Science of Food and Agriculture,
84: 1553-1561. https://doi.org/10.1002/jsfa.

1820Chun OK, Kim DO, Smith N, Schroeder D, Han JT, Lee CY (2005) Daily
consumption of phenolics and total antioxidant capacity from fruit and vegetables
in the American diet. Journal of the Science of Food and Agriculture, 85: 1715-
1724. https://doi.org/10.1002/jsfa.2176

Funk, R. C. Comparing organic and inorganic fertilizer. http://www.


newenglandisa. org/FunkHandoutsOrganicInorganicFertilizers. Pdf.

Miskiyah, Ira Mulyawati, dan Winda Haliza. 2006. Pemanfaatan Ampas Kelapa
Limbah Pengolahan Minyak Kelapa Murni Menjadi Pakan (Fermented Virgin
Coconut Oil Waste Product as Feed Source). Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner

Hengky, N., H. A. Rusthamrin, dan M. L. A. Hosang. 2004. Memodernisasi


Perkelapaan Indonesia dengan inovasi teknologi. Panduan Simposium IV. Hasil
PenelitianTanaman Perkebunan. Bogor, 28-30 September 2004

Van Soest, P.J. 2010. Rice Straw The Role Of Silica and Treatment to Improve
Quality. J. Anim Feed Sci.Tech.

Balasubramanian, K. 1976. Polisaccharides of kernel of maturity ang mature


coconuts. J. of Sci. 41:1370-1371

Banzon, J. A. and J. R. Velasco. 1982. Coconut production and utilization. Metro


Manila,Philippines. 351 pp

Derrick, 2002. Protein in calf. www. Pubmed.com.

Budi S. 2013. Budidaya Intensif Kailan Secara Organik dan Anorganik.


Jakarta: Pustaka Mina
Sikora E, Bodziarczyk I (2013) Pengaruh diet dengan kale pada peroksida lipid dan
kadar malondialdehida dalam serum darah tikus laboratorium atas keracunan
dengan paraquat. Acta Sci. Pol., Technol. Aliment, 12 (1): 91-99.

Monica van. 2009 Wensveen Canberra Organic Growers Society.


www.cogs.asn.au
Dwi, Hesti, Setyaningrum dan Saparinto C. 2011.Panen SayurSecara Rutin di
Lahan Sempit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Funk, R. C. Membandingkan pupuk organik dan anorganik.
http://www.newenglandisa. org/FunkHandoutsOrganicInorganicFertilizers. pdf.

Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/ 2011 tentang Pupuk


Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah.

Van Soest, P.J. 2006. Rice Straw The Role Of Silica and Treatment to Improve
Quality. J. Anim Feed Sci.Tech.

Miskiyah, Ira Mulyawati, dan Winda Haliza. 2006. Pemanfaatan Ampas Kelapa
Limbah Pengolahan Minyak Kelapa Murni Menjadi Pakan (Fermented Virgin
Coconut Oil Waste Product as Feed Source). Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.

Anda mungkin juga menyukai