November 2019
OLEH :
Robiatul Adawiyah
G1A218032
PEMBIMBING:
dr. Vonna Riasari, Sp.M
1
LEMBAR PENGESAHAN
OLEH :
Robiatul Adawiyah
G1A218032
Pembimbing
dr. Vonna Riasari, Sp.M
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) yang berjudul “HERPES ZOSTER OFTALMIKUS
SINISTRA” untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata, Fakultas
Kedokteran Universitas Jambi di RSUD H. Abdul Manap.
Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada dr.Vonna
Riasari, Sp.M selaku konsulen ilmu mata yang telah membimbing dalam
mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat diselesaikan tepat waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah Keratitis.
Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan
yang akan datang.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Varicella adalah salah satu infeksi virus yangpenularannya sangat cepat. Virus
ini merupakangolongan virus DNA dan infeksi primernyamenyebabkan penyakit
chicken pox yang terutamaterjadi pada masakanak-kanak, sedang reaktivasi infeksiini
menyebabkan terjadinya herpes zoster ataushingles. Herpes zoster atau shingles
adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan
dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas pada satu
dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen
virus varicella zoster didalam neuroganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf
kranialis, atau ganglion saraf autonomik yang menyebar kejaringan saraf dan kulit
dengan segmen yang sama.1
Tingginya infeksi varicella di Indonesia terbukti pada studi yang dilakukan
Jufri, et al tahun 1995-1996,dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun
seropositiveterhadap antibodi varicella.Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13
rumahsakit pendidikan di Indonesia (2011-2013), puncak kasus HZ terjadi pada usia
45--64 : 851 (37.95% dari total kasus HZ). Trend HZ cenderung terjadi pada usia
yang lebih muda. Wanita cenderung mempunyai insiden lebih tinggi. Total kasus
NPH adalah 593 kasus (26.5% dari totalkasus HZ). Puncak kasus NPH pada usia 45-
-64 yaitu 250 kasus.
Pada Herpes zoster (shingles) setelah masa gatal singkat atau rasa sakit di
sepanjang salah satu atau kadang-kadang pada beberapa dermatom di tubuh, muncul
bercak merah yang cepat sekali berubah menjadi papul dan vesikel. Yang lebih sering
terkena adalah dermatom torakal dan servikal. Setelah 1-2 minggu, krusta akan mulai
lepas. Lebih dari 10% pasien mengalami neuralgia paskaherpetik (rasa panas terbakar
berkelanjutan atau sakit di area yang telah sembuh). Ini bisa berlangsung dari hanya
beberapa bulan sampai tahun.2
5
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Mata RSUD H. Abdul Manap
pada tanggal 16 November 2019.
A. Keluhan Utama
Bintik kemerahan yang disertai rasa perih dan gatal pada mata kiri sejak ± 2
hari smrs.
B. Keluhan Tambahan
- Demam, nyeri kepala, nyeri pada mata kanan.
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Awalnya ± 1 minggu smrs pasien mengatakan terasa nyeri dan panas pada
daerah sekitar mata kiri dan kulit pada daerah tersebut berwarna kemerahan,
lalu mulai muncul bintik bintik merah berisi cairan yang jernih pada bagian
tersebut. Pasien juga mengatakan nyeri dirasakan terasa sampai ke kepala dan
juga pada mata kiri, keluhan disertai mata merah, bengkak dan terasa gatal.
Pasien juga mengatakan mengeluhkan demam disertai badan terasa lemas dan
pasien ke puskesmas dan diberikan obat penurun panas dan juga obat untuk
penghilang nyeri dan demam turun ketika pasien mengkonsumsi obat penurun
6
panas yang didapatkan dari puskesmas namun keluhan nyeri pada mata tidak
berkurang.
± 2 hari smrs pasien mengeluhkan timbul bintik kemerahan pada daerah sekitar
mata kiri disertai rasa panas, nyeri dan juga terasa gatal. Bintik kemerahan
tersebut semakin banyak dan semakin meluas sampai ke sebagian daerah
kening dan pelipis yang berbentuk bulat, kecil dan terdapat cairan jernih
didalamnya yang semakin lama semakin menyebar. Keluhan disertai rasa gatal,
panas dan nyeri pada daerah tersebut. Nyeri dirasakan terus menerus terutama
pada bola mata kiri, semakin memberat jika pasien mencoba membuka mata
kirinya dan sedikit berkurang jika pasien berbaring sambil menutup matanya,
nyeri hanya dirasakan pada mata kiri dan mata bengkak dan perih saat melihat.
Pasien juga mengatakan badan terasa semakin lemas, kepala semakin pusing
dan mengatakan nafsu makannya menurun.
Pasien sering mengeluhkan nyeri-nyeri sendi dan memiliki kebiasaan
mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang biasa di beli sendiri di apotik,
riwayat kontak dengan orang yang menderita cacar atau keluhan serupa
disangkal.
7
E. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat diabetes (-)
Muscle Balance
Duksi : baik
Duksi : baik
Versi : baik
Versi : baik
9
Pemeriksaan Eksternal
OD OS
Cilia Cilia
Pembengkakan kelj. dan sakus lakrimal Pembengkakan kelj. dan sakus lakrimal
(-), hiperemis punktum lakrimal sup et (-), hiperemis punktum lakrimal sup et
inf (-), pus (-) inf (-), pus (-)
10
Conjungtiva tarsus superior Conjungtiva tarsus superior
Kornea Kornea
COA COA
Pupil Pupil
Bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks Bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks
pupil direct dan indirect (+), pupil direct dan indirect (+),
Iris Iris
Tonometer
OD OS
Manual : N Manual : N
Schiotz : - Schiotz : -
Non Contact Tonometri: - Non Contact Tonometri: -
11
Funduskopi
Visual Field
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 150 cm
Berat badan 58 kg
Nadi 86 kali/menit
Pernapasan 20 kali/menit
Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
Traktus gastrointestinal Tidak ada keluhan
Paru-paru Tidak ada keluhan
2.6 Tatalaksana
- Non medikamentosa :
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita
12
- Menerangkan bahwa rasa nyeri mungkin dapat muncul kembali tanpa
disertai dengan munculnya bruntus-bruntus dikemudian hari.
- Jangan menggaruk lesi jika gatal karena dapat menimbulkan luka dan
infeksi
- Menyampaikan pentingnya menjaga sistem ketahanan tubuh.
- Mengedukasi pentingnya kepatuhan minum obat.
- Menganjurkan untuk lebih banyak beristirahat dan makan-makanan
bergizi
- Medikamentosa :
Oral
Acyclovir tab 5 x 800 mg/ hari diberikan selama 7 hari
Tramadol tab 4x50mg
Paracetamol tab 3x500mg
Topikal
Kompres Aluminium Asetat 5% 4-6x/hari selama 30-60 menit.
2.7 Pemeriksaan Anjuran
Tes fluorescence
Polymerase chain reaction (PCR)
Tzanck smear
Direct immunofluorescence assay
2.8 Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Nervus Oftalmikus
Nervus oftalmikus yang mempersarafi sarafi dahi, mata, hidung, selaput otak,
sinus paranasalis dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki
rongga tengkorak melalui fissura orbitalis superior. Nervus opthalmicus
merupakan divisi pertama dari trigeminus dan merupakan saraf sensorik. Cabang-
cabang n. opthalmicus menginervasi kornea, badan ciliaris dan iris, glandula
lacrimalis, conjunctiva, bagian membran mukosa cavum nasal, kulit palpebra,
alis, dahi dan hidung.2
Nervus opthalmicus adalah nervus terkecil dari ketiga divisi trigeminus. Nervus
opthalmicus muncul dari bagian atas ganglion semilunar sebagai berkas yang
pendek dan rata kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati dinding lateral sinus
cavernous, di bawah nervus occulomotor (N III) dan nervus trochlear (N IV).
Ketika memasuki cavum orbita melewati fissura orbitalis superior, nervus
opthalmicus bercabang menjadi tiga cabang: lacrimalis, frontalis dan nasociliaris.2
14
3.2 Definisi
Herpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes
Virus 3 (Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken
pox). Virus ini termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti Herpes Simplex,
Epstein Barr Virus, dan Cytomegalovirus.2 Herpes Zoster Oftalmikus (HZO)
merupakan hasil reaktivasi dari Varisela Zoster Virus (VZV) pada Nervus
Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus tersebut bisa terpengaruh, dan
cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang paling umum terlibat. Cabang
ini menginervasi hampir semua struktur okular dan periokular.2
Blefarokonjungtivitis pada HZO ditandai dengan hiperemis dan konjungtivitis
infiltratif disertai dengan erupsi vesikuler yang khas sepanjang penyebaran
dermatom N.V cabang oftalmikus. Konjungtivitis biasanya papiler, tetapi pernah
ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian
berulserasi. Lesi palpebra mirip lesi kulit di tempat lain, bisa timbul di tepi
palpebra ataupun palpebra secara keseluruhan, dan sering menimbulkan parut.
Lesi kornea pada HZO sering disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya,
sesuai dengan status kekebalan pasien. Keratouveitis pada anak umumnya
tergolong jinak, pada orang dewasa tergolong penyakit berat, dan kadang-kadang
berakibat kebutaan.4
3.3 Epidemiologi
Penyebaran herpes zoster sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita
mendapat varisela. Kadang – kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada
pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien
yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.3
Penyakit herpes zoster terjadi sporadik sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Insidensnya 2 – 3 kasus per-1000 orang/tahun. Jarang dijumpai pada usia dini (anak
dan dewasa muda); bila terjadi, kemungkinan dihubungkan dengan varisela maternal
15
saat kehamilan. Penyakit ini bersifat menular namun daya tularnya kecil bila
dibandingkan dengan varisela. Faktor resiko herpes zoster biasanya pada orang tua
diatas 60 tahun dan pada orang-orang yang mengalami penurunan sistem imun seperti
pada individu dengan HIV, sedang menajalani kemoterapi, mendapat transplantasi
sumsum tulang, dengan menggunakan kortikosteroid, penderita kanker, dengan terapi
imunosupresif, dengan infeksi primer VSV pada infant dimana respon imun normal
masih rendah, penderita sindrom inflamasi rekonstitusi imun (IRIS), dan penderita
leukimia limpositis akut dan individu dengan keganasan lain. Penyakit Herpes zoster
13,14,15
sedikit lebih banyak pada perempuan
3.4 Etiologi
VZV merupakan virus dengan DNA berantai ganda berselimut yang termasuk
dalam famili Herpesviridae. Pada manusia, infeksi primer terjadi saat virus kontak
dengan mukosa saluran pernapasan atau konjungtiva. Dari tempat-tempat kontak
tersebur virus lalu menyebar ke seluruh tubuh melalui serat saraf sensoris menuju sel
13
akar ganglia dorsal dimana virus akan menjadi dorman .
Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan tahun
setelah infeksi primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster. Penyebab pasti
timbulnya reaktivasi tersebut masih belum diketahui, akan tetapi mungkin
penyebabnya adalah salah satu atau kombinasi dari beberpa faktor seperti eksposur
eksternal dengan VZV, proses penyakit akut atau kronis (Terutama infeksi dan
13
keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan stres emosional .
Alasan mengapa hanya satu akar ganglion dorsal saja yang mengalami
reaktivasi virus sementara tidak terjadi reaktivasi pada ganglia lain masih belum jelas.
Menurunnya imunitas seluler diperkirakan meningkatkan resiko aktivasi kembali,
13
dimana keadaan tersebut meningkat sesuai dengan usia
(4)
16
3.5 Patogenesis
Seperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/cacar air)
dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit yang
rekuren di kemudian hari (zoster/shingles). Infeksi primer VZV menular ketika
kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet
udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-limited pada anak-anak,
dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada orang dewasa atau
imunosupresif bisa berakibat fatal. 3,4
Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise, dermatitis
vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai mata (berupa
vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten mengenai ganglion
saraf dan rata-rata 20 % terinfeksi dan bereaktivasi di kemudian hari.
HZO timbul akibat infeksi N.V1. Kondisi ini akibat reaktivasi VZV yang diperoleh
selama masa anak-anak.
17
Gambar 1. Morfologi golongan virus DNA & RNA dan patogenesis virus dalam sel target
penderita. Gambar dikutip daripada Suwarji Haksuhusodo, Bagian Mikrobiologi, Universitas
Gadjah Mada, Jogjakarta.
Varisela zoster adalah virus DNA yang termasuk dalam famili Herpes viridae.
Selama infeksi, virus varisela berreplikasi secara efisien dalam sel ganglion.
Bagaimanapun, jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe
sel apa yang terkena. Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi
penyebaran virus dalam ganglion dan ke kulit.5Kerusakan jaringan yang terlihat pada
wajah disebabkan oleh infeksi yang menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik
pembuluh darah pada cabang N. V. Hal ini terjadi sebagai respon langsung terhadap
invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit dimengerti, penyebaran
dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena.6,7 Tanda-tanda dan
gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan akhirnya akan mengakibatkan
ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai tanda Hutchinson), yang
merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena gangguan penglihatan. Dalam
suatu studi, 76% pasien dengan tanda Hutchinson mempunyai gangguan penglihatan.
Gambar 2. Tanda Hutchinson. Gambar dikutip dari C. Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye
Research and Surgery Institute, Harvard Medical School.
18
3.6 Manifestasi Klinis
Gambar 2. Herpes zoster oftalmikus. Gambar dikutip daripada C. Stephen Foster, MD,
Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical School.
Gejala-gejala di atas terjadi pada 5 % penderita, terutama pada anak-anak, dan timbul
1 - 2 hari sebelum terjadi erupsi.
b. Dermatitis
c. Nyeri mata
d. Lakrimasi
e. Perubahan visual
19
f. Mata merah unilateral
Kelainan mata
Kelainan mata akut:
Gambar 3. Defek epitel dan infeksi sekunder varicella-zoster virus. Gambar dikutip daripada C.
Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical School.
Kelopak mata :
HZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya pembengkakan
kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak, yang disebut blefaritis, dan bisa
timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler pada kelopak mata,
ptosis, disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip lesi kulit di tempat
lain.
Konjungtiva
Konjungtivitis adalah salah satu komplikasi terbanyak pada HZO. Pada konjungtiva
sering terdapat injeksi konjungtiva dan edema, dan kadang disertai timbulnya
petechie. Ini biasanya terjadi 1 minggu. Infeksi sekunder akibat S. aureus bisa
berkembang di kemudian hari.
Sklera
Skleritis atau episkleritis mungkin berupa nodul atau difus yang biasa menetap
selama beberapa bulan.
20
Gambar 4. Ulkus kornea dengan pemberian fluorescein. Gambar dikutip daripada C. Stephen
Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical School.
Kornea3,5
Komplikasi kornea kira-kira 65 % dari kasus HZO. Lesi pada kornea sering disertai
dengan keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan kekebalan tubuh pasien.
Komplikasi pada kornea bisa berakibat kehilangan penglihatan secara signifikan.
Gejalanya adalah nyeri, fotosensitif, dan gangguan visus. Hal ini terjadi jika terdapat
erupsi kulit di daerah yang disarafi cabang-cabang N. nasosiliaris.7
Berbeda dengan keratitis pada HSV yang bersifat rekuren dan biasanya hanya
mengenai epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya, lesi
epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang ada pseudodendrit linear yang
mirip dendrit pada HSV. Kehilangan sensasi pada kornea selalu merupakan ciri
mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah
sembuh.7
Keratitis epithelial : gejala awal, berupa punctat epitel. Multipel, lesi vocal
dengan fluoresen atau rose Bengal. Lesi ini mengandung virus keratitis stroma.
Ini merupakan reaksi imun selama serangan akut dan memungkinkan perpindahan
21
virus dari ganglion. Keratitis stroma kronik bisa menyerang vaskularisasi,
keratopati, penipisan kornea dan astigmatisme.
Traktus uvea
Sering menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit ini bisa
menyebabkan glaukoma dan katarak.
Retina
Retinitis pada HZO digambarkan sebagai retinitis nekrotik dengan perdarahan dan
eksudat, oklusi pembuluh darah posterior, dan neuritis optik. Lesi ini dimulai dari
bagian retina perifer.
Episkleritis
Episkleritis terjadi pada awal ruam dan biasanya sembuh secara spontan. Steroid anti
inflamasi non ringan dapat digunakan jika diperlukan.
Skleritis dan sklerokeratitis
Skleritis dan sclerokeratitis jarang terjadi dan dapat berkembang pada akhir minggu
pertama. Pengobatan lesi adalah dengan flurbiprofen oral (Froben) 100mg. Kadang-
kadang, steroid oral dengan antivirus mungkin diperlukan untuk keterlibatan parah
Keratitis numularis
Keratitis numular biasanya berkembang di lokasi lesi epitel sekitar 10 hari setelah
onset ruam. Hal ini ditandai dengan deposit subepitel granular halus dikelilingi oleh
lingkaran stroma kabut. Lesi memudar jika diberikan steroid topikal tetapi kambuh
jika pengobatan dihentikan secara prematur
Keratitis stromal (intersisial)
Keratitis stroma berkembang pada sekitar 5% kasus, terjadi tiga minggu setelah
timbulnya ruam.
Keratitis Diciform
Keratitis disciform kurang umum daripada dengan herpes simpleks infeksi, tetapi
dapat menyebabkan dekompensasi kornea. Pengobatan dengan steroid topikal
22
Uveitis anterior
Uveitis anterior mempengaruhi setidaknya sepertiga dari pasien dan dapat dikaitkan
dengan sektoral iris iskemia dan atrofi.
IOP
TIO harus dipantau sebagai elevasi umum, termasuk steroid diinduksi. Sering
menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit ini bisa
menyebabkan glaukoma dan katarak. Derivatif prostaglandin harus dihindari jika
pengobatan diperlukan.
Komplikasi neurologik:
Komplikasi neurologis mungkin memerlukan antivirus intravena dan steroid sistemik.
− Kelumpuhan saraf kranial yang mempengaruhi saraf ketiga (paling umum), 4 dan
6 biasanya sembuh dalam waktu 6 bulan
− Neuritis optik jarang
− Manifestasi SSP jarang terjadi tetapi termasuk ensefalitis, arteritis kranial, dan
sindrom Guillain barre.3
Kelainan mata kronik
1. Keratitis neurotropik
Neurotropik keratitis berkembang pada sekitar 50% kasus, meskipun biasanya relatif
ringan dan mengendap selama beberapa bulan.
2. Skleritis
Skleritis dapat menjadi kronis dan menyebabkan athropy scleral
3. Mucous plaque keratitis
Mucous plaque keratitis berkembang pada sekitar 50% pasien, paling sering antara 3
dan bulan ke-6. Hal ini ditandai dengan kemunculan tiba-tiba plak mukosa tinggi
yang diwarnai dengan Bengal Rose. Pengobatan melibatkan kombinasi steroid topikal
dan asetilsistein. Setelah diobati, plak sembuh setelah beberapa bulan, meninggalkan
kabut kornea.
23
4. Degenerasi lipid
Degenerasi lipid dapat berkembang pada mata dengan nummular persisten berat atau
keratitis disciform.
5. Lipid-filled granulomata
Lipid-filled granulomata dapat berkembang di bawah konjungtiva tarsal, bersama-
sama dengan jaringan parut subconjunctival.
6. Sikatrik palpebra
Jaringan parut kelopak mata dapat mengakibatkan ptosis, entropion cicatricial dan
kadang-kadang ektropion, trichiasis, lid notching dan madarosis.13
3.7 Diagnosis
Anamnesis
- Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat influenza –like
illness seperti lemah, malaise, demam derajat rendah yang mungkin berakhir
sehingga 1 minggu sebelum perkembangan rash unilateral menyelubungi daerah
kepala, atas kening dan hidung (divisi dermatome pertama daripada nervus
trigeminus).3,5
- Kira – kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri dermatom sebelum
erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus muncul keliatan yang lama
kelamaan akan membentuk kluster yang terdiri daripada papula dan vesikel. Lesi
ini akan membentuk pustula dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam
masa 5 – 7 hari.
Pemeriksaan Fisik
24
- Periksa struktur eksternal/superfisial dahulu secara sistematik mengikut urutan
daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera.
- Periksa keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang pandang.6
- Lakukan pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia untuk
menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan sensitivitas kornea
dapat dilihat dengan apabila dicoba dengan serat cotton.
- Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel dan
ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini.
- Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam segmen
anterior dan kewujudan infiltrat stroma
- Setelah ditetes anestesi mata, ukur tekanan intraokular (tekanan normal ialah
dibawah 12 – 15 mmHg).
Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaaan serologik.
- HZ dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan HIV yang kadangkala
asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk mendeteksi retrovirus sesuai untuk
pasien dengan faktor resiko untuk HZ (individu muda daripada 50 tahun yang
nonimunosupres).
25
Herpes simplek
Ulkus blefaritis
Tic Douloureux3
Migrain
Pseudotumor orbita
Selulitis orbita
Nyeri akibat sakit gigi
Epstein-Barr Virus
Sifilis
3.9 Komplikasi
Hampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu, meskipun ada
beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan dengan umur dan
luasnya ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh penderita. Ini akan terjadi
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah serangan awal.5
Komplikasi mata terjadi pada 50 % kasus. Nyeri terjadi pada 93% dari pasien
tersebut, 31% nya masih ada sampai 6 bulan berikutnya. Pengaruh itu semua,
terjadi anterior uveitis pada 92% dan keratitis 52%. Pada 6 bulan, 28% mengenai
mata dengan uveitis kronik, keratitis, dan ulkus neuropatik.
Komplikasi mata yang jarang, termasuk optik neuritis, retinitis, dan kelumpuhan
nervus kranial okuler. Ancaman ganguan penglihatan oleh keratitis neuropatik,
perforasi, glaukoma sekunder, posterior skleritis, optik neuritis, dan nekrosis
retina akut.
26
Komplikasi jangka panjang, bisa berhubungan dengan lemahnya sensasi dari
kornea dan fungsi motor palpebra. Ini beresiko pada ulkus neuropati dan
keratopati. Resiko jangka panjang ini juga terjadi pada pasien yang memiliki
riwayat HZO, 6-14% rekuren.
Infeksi permanen zoster oftalmik bisa termasuk inflamasi okuler kronik dan
kehilangan penglihatan.5
− Kornea. Bila comea terkena maka akan timbul infiltrat yang berbentuk tidak
khas dengan batas yang tidak tegas , tetapi kadang-kadang infiltratnya dapat
menyerupaiherpes simplex. Proses yang terjadi pada dasamya berupa keratitis
profunda yang bersifat khronis dan dapat bertahan beberapa minggu setelah
kelainan kulit sembuh. Akibat kekeruhan kornea yang terjadi maka visus akan
menurun.
− Iris. Adanya laesi diujung hidung sangat penting untuk diperhatikan karena
kemungkinan besar iris akan ikut terkena mengingat n. nasociliaris merupakan
cabang dari n.ophthalmicus yang juga menginervasi daerah iris, corpus ciliaze
dan cornea. Iritis/iridocyclitis dapat merupakan penjalaran dari keratitis
ataupun berdiri sendiri. Iritis biasanya ringan,jarang menimbulkan eksudat,
27
pada yang berat kadang-kadang disertai dengan hypopion atau secundair
glaucoma. Akibat dari iritis ini sering timbul sequele berupa iris atropi yang
biasanya sektoral. Pada beberapa kasus dapat disertai massive iris atropi
dengan kerusakan sphincter pupillae.
− Ocular palsy. Dapat timbul bila mengenai N III, N IV, N V1, N III dan N IV
dapat sekaligus terkena. Pernah pula dilaporkan timbulnya ophthalmoplegi
totalis dua bulan setelah menderita herpes zoster ophthalmicus. Paralyse dari
otot-otot extra-oculer ini mungkin karena perluasan peradangan dari N
Trigeminus di daerah sinus cavemosus. Timbulnya paralyse biasanya dua
sampai tiga minggu setelah gejala permulaan dari zoster dirasakan, walaupun
ada juga yang timbul sebelumnya. Prognosa otot-otot yang pazalyse pada
umumnya baik dan akan kembali normal kira-kira dua bulan kemudian.
− Neuritis optik. Neuritis optik juga jarang ditemukan; tetapi bila ada dapat
menyebabkan kebutaan karena timbulnya atropi n. opticus. Gejalanya berupa
skotoma sentral yang dalam beberapa minggu akan terjadi penurunan visus
sampai menjadi buta. 7
28
3.10 Penatalaksanaan
Sebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan tes DFA (Direct
Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody) dan PCR (jika ada), terbukti
lebih efektif dan spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV dengan HSV. Tes
bisa dilanjutkan dengan kultur virus.6 Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat
diterapi dengan Acyclovir (5 x 800 mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian
menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul,
dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset Acyclovir dalam 72 jam
pertama menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan
jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis,
serta uveitis anterior.6
29
Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang direkomendasikan di antaranya Gabapentin
dosisnya 1,800 mg - 2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan
sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1,800
mg sehari.8 Antibiotik sebaiknya digunakan jika terdapat infeksi bakterial. Antibiotik
pada kasus ini ialah ampicillin dan tetes mata gentamisin, merupakan antibakteri
spektrum luas. Isprinol yang diberikan oleh spesialis kulit pada penderita di atas
termasuk obat imunomodulator yang bekerja memperbaiki sistem imun.
Vitamin neurotropik berupa neurodex digunakan sebagai vitamin untuk saraf. Pada
umumnya direkomendasikan pemberian NSAID topikal 4 kali sehari dan ibuprofen
sebagai analgetik oral. Ahli THT memberikan obat kumur tantum verde yang berisi
benzydamine hydrochloride,8 merupakan anti inflamasi non steroid lokal pada mulut
dan tengggorokan. Penderita di atas juga mendapatkan antioksidan berupa asthin
force dari ahli penyakit dalam untuk perlindungan kesehatan kulit. Sindrom Ramsay
Hunt dapat diberikan Prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan
tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya
untuk mencegah fibrosis ganglion.8
3.11 Pencegahan
Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusap-usap mata,
menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari penyebaran gejala.
Bagi orang sekitar hendaknya menghindari kontak langsung dengan penderita
terutama anak-anak. Obat-obatan antiviral seperti asiklovir, valasiklovir, dan
famsiklovir merupakan terapi utama yang lebih efektif dalam mencegah keterlibatan
okuler terutama jika obat diberikan tiga hari pertama munculnya gejala. Berdasarkan
rekomendasi dari National Guidelines Clearinghouse, dosis asiklovir oral untuk
dewasa ialah 800 mg 5 kali sehari selama 7 sampai 10 hari.8 Sedangkan antiviral
topikal tidak dianjurkan karena tidak efektif. Antiviral digunakan untuk mempercepat
resolusi lesi kulit, mencegah replikasi virus, dan menurunkan insiden keratitis stroma
dan uveitis anterior.
30
3.12 Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan
perawatan secara dini. Prognosis dari segi visus penderita baik karena asiklovir dapat
mencegah penyakit-penyakit mata yang menurunkan visus. Kesembuhan penyakit ini
umunya baik pada dewasa dan anak-anak dengan perawatan secara dini. Prognosis ke
arah fungsi vital diperkirakan ke arah baik dengan pencegahan paralisis motorik dan
menghindari komplikasi ke mata sampai kehilangan penglihatan. Prognosis
kosmetikam pada mata penderita tersebut baik karena bengkak dan merah pada mata
dapat hilang. Pada kulit dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik.7,8
3.13 Kesimpulan
Pada pasien yang menderita herpes zoster oftalmikus, pertimbangkan untuk
terkaitnya persarafan dermatoma yang multipel, kondisi imuno – compromised dan
superinfeksi bakteri yang signifikan di wajah. Pengobatan antiviral IV seharusnya
diadministrasi seperti yang telah disebutkan dalam pengobatan di atas. Pasien yang
dirawat jalan seharusnya mempunyai tindak lanjut yang adekuat untuk penanganan
pada HZO. Pemeriksaan ulang setelah maksimum 1 minggu haruslah dijadualkan
pada stadium awal. Pengobatan dengan menggunakan antiviral haruslah dipraktikkan
dan diteruskan seperti di atas.
31
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang pasien Ny. F usia 68 tahun dengan diagnosis Herpes Zoster Oftalmikus
sinistra. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dengan keluhan muncul bintik-
bintik berisi air bergerombol pada daerah sekitar mata sebelah kiri yang muncul sejak
±2 hari yang lalu.
Dari anamnesis didapatkan hasil Pasien mengeluh terdapat bintil berisi cairan
yang terasa nyeri pada kelopak mata dan dahi kanan sejak 2 hari SMRS. Bintilan
kemerahan dan bertambah banyak dan bertambah besar. Gatal dan disertai nyeri,
mata berair, silau. kelopak mata kiri bengkak dan sulit untuk dibuka. Demam, sakit
kepala sebelah dan terasa terbakar pada dahi kanannya. Selama menderita keluhan
ini, pasien pernah berobat ke dokter sebelumnya dan diberikan obat acyclovir
4x400mg
Berdasarkan teori pada pasien dengan HZO Fase prodormal pada herpes
zoster oftalmikus biasanya terdapat influenza –like illness seperti lemah, malaise,
demam derajat rendah yang mungkin berakhir sehingga 1 minggu sebelum
perkembangan rash unilateral menyelubungi daerah kepala, atas kening dan hidung
(divisi dermatome pertama daripada nervus trigeminus).
Kira – kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri dermatom
sebelum erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus muncul keliatan yang
lama kelamaan akan membentuk kluster yang terdiri daripada papula dan vesikel.
Lesi ini akan membentuk pustula dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam
masa 5 – 7 hari.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda, dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi VII. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 121.
2. Sjamsoe, Emmy, Menaldi, et al, 2007, Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 68
3. Djuanda Prof, Kosasih, Wiryadi, et al, 2007, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Hal. 110 – 112
Penyakit Virus oleh Ronny P. Handoko, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4. Wolff, Goldsmith, Katz, et al, 2008, Fitz Patrick’ Dermatology in General Medicine Seventh
Edition Volumes 1&2 Chapter 194 (pages 1885 – 1889), United States of America, The McGraw
– Hill Companies
5. Burns, Tony, Breathnach, Cox, et al, 2010, Rook’s textbook of Dermatology Eight Edition
Volume 1 Chapter 33 (pages 33.22), Wiley Blackwell.
6. D.James.William, et al, 10th edition © 2006, Saunders Elsevier, Andrews’ Diseases of the Skin
Clinical Dermatology, (pages 372 – 377) Philadelphia, Pennsylvanian, USA.
7. Gnann, John W, Witley, Richard J, 2002, Journal of Herpes Zoster, New England, New England
Journal of Medicine
8. Barakbah, Pohan, Sukanto, et al, 2007, Atlas Penyakit Kulit & Kelamin cetakan kedua Bagian
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Hal 14-19, Surabaya, Airlangga University Press
9. Murtiastutik. Dwi, 2005, Pedoman Diagnostik Dan Terapi RSU Dr. Soetomo edisi III, hal 56-58,
Surabaya
10. Abdullah. Benny, Kurniawan. Ovaldo, dr, SpKK, 2009, Dermatologi Pengetahuan Dasar dan
Kasus di Rumah Sakit, Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Surabaya hal: 86-
90
34