Anda di halaman 1dari 4

Tradisi Indah Tahbisan Imam

Paus Franciscus tahbiskan imam

Tahun akademik sudah berakhir. Banyak studi yang selesai; tidak terkecuali studi
para imam. Sebentar lagi akan tiba waktunya tahbisan imam di berbagai keuskupan. Ada
satu tradisi kecil berkaitan dengan tahbisan imam ini, yang sungguh amat indah. Baru
memikirkannya saja sudah membuat saya beberapa kali meneteskan air mata. Saya akan
membaginya di bawah ini.

Tahbisan imamat merupakan puncak segala persiapan seorang pria pilihan untuk
menjadi imam Kristus. "Dengan kekuatan sakramen tahbisan, dalam citra Kristus, Sang
Imam Agung abadi, mereka [para imam] dikonsekrasikan untuk menyebarkan Injil,
menggembalakan umat, dan merayakan ibadat ilahi sebagai imam-imam Perjanjian Baru
yang sejati." (Lumen Gentium 28) Dengan itu, terbayanglah sebuah upacara tahbisan imam
yang agung, yang dipimpin oleh uskup dan dihadiri oleh banyak imam dan diakon lain, plus
ratusan atau bahkan ribuan umat, termasuk keluarga dan orang tua imam yang ditahbiskan.

Seturut buku-buku De Ordinatione Episcopi, Presbyterorum et Diaconorum (Hal


Tahbisan Para Uskup, Imam dan Diakon) dan Caeremoniale Episcoporum (Tata Upacara
Para Uskup) yang dikeluarkan Vatikan, tahbisan imamat diselenggarakan dalam sebuah
Misa. Kedua buku tersebut menjelaskan tentang berbagai ritual yang harus dilakukan dan
kata-kata yang harus diucapkan oleh uskup, imam yang akan ditahbiskan dan lain-lain
pelayan. Memang, kedua buku ini belum ada terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia.
Meskipun begitu, terjemahan parsialnya sudah banyak dipakai di Indonesia.

Ritual Pengurapan Tangan

Salah satu ritual penting dalam tahbisan imam adalah pengurapan tangan imam baru dengan
minyak [krisma suci di ritus baru, atau minyak katekumen di ritus lama yang sudah
digunakan sejak sebelum Vatikan II]. Kenapa tangan yang diurapi? Karena secara khusus
tangan para calon imam inilah yang hendak disucikan. Dalam Misa, Kristus hadir di tangan
imam dan melalui tangan imam pulalah Kristus dibagi-bagi dan diberikan kepada umat.

Ritual pengurapan tangan ini dilaksanakan setelah imam baru dibantu mengenakan
stola imam dan kasula, yang terakhir ini adalah busana terluar imam untuk Misa. Setelah
mengenakan kasula untuk pertama kalinya inilah, sang imam baru berlutut sambil
menadahkan kedua telapak tangan di atas pangkuan uskup yang duduk di katedra atau kursi
lain di depan altar. Pada saat itu uskup akan mengambil minyak dengan ibu jarinya dan
mengurapi kedua tangan imam sambil berkata, "Semoga Tuhan Yesus Kristus, yang telah
diurapi Bapa dengan Roh Kudus dan kekuatan, menjaga engkau untuk menguduskan umat
Kristiani dan mempersembahkan kurban kepada Allah." (De Ordinatione 133)

Buku pontifikal dan tata upacara baru (= Forma Ordinaria) tidak menyebut detil cara
pengurapan tangan imam. Hanya dikatakan bahwa "Berikutnya uskup menerima apron
(celemek) dari linen dan mengurapi dengan krisma telapak tangan masing-masing imam
yang berlutut di depannya. Uskup mengatakan, 'Semoga Tuhan Yesus Kristus ...' Kemudian
uskup dan imam baru mencuci tangan mereka." (CE 535) Dalam buku pontifikal lama (=
Forma Extraordinaria), dijelaskan bahwa uskup mulai dengan mengurapi ujung ibu jari
kanan, lalu telunjuk kiri, lalu ibu jari kiri dan terakhir telunjuk kanan, yang keseluruhannya
membentuk sebuah tanda salib, baru kemudian dilanjutkan dengan pengurapan kedua
telapak tangan. Kenapa perlu ujung ibu jari dan jari telunjuk secara khusus? Karena ujung
kedua jari inilah yang nantinya akan memegang Tubuh Kristus dalam Misa. Rubrik lama
melanjutkan bahwa setelah diurapi, kedua tangan imam ditangkupkan oleh uskup, dan imam
menerima manutergium (baca: manuterjium) atau lap tangan yang lalu diikatkan di
tangannya (lihat foto di bawah ini). Lap tangan ini masih dikenakan saat masing-masing
imam kembali ke uskup dan menerima (atau lebih tepatnya menyentuh) piala dan patena
yang berisi anggur dan air serta roti, juga sambil berlutut. (Bdk. Pontificale Romanum 1962)

Imam baru dengan manutergium di tangan

Lalu, kapan manutergium alias lap tangan ini dilepaskan ikatannya dari tangan imam?
Jawabnya, setelah imam baru menerima (atau menyentuh) piala dan patena yang diberikan
uskup. Imam kemudian menuju ke meja samping untuk membersihkan minyak dengan roti
dan jeruk dan kemudian dengan air dan sabun. Manutergium ini kemudian disimpan oleh
pelayan sampai akhir upacara.

Cerita tentang tradisi yang saya sebut di atas baru dimulai di sini. Seturut tradisi,
masing-masing imam baru akan memiliki dan menggunakan manutergiumnya sendiri-
sendiri. Setelah digunakan dalam Misa Tahbisannya, manutergium ini kemudian
dipersembahkan kepada ibu sang imam, bisa pada akhir Misa Tahbisan atau pada Misa
Syukur Perdananya. Ketika sang ibu wafat dan dibaringkan dalam peti jenazah,
manutergium ini dibalutkan pada tangannya. Pada hari penghakiman nanti, pada waktunya
kita semua dibangkitkan, saat Kristus bertanya kepada sang ibu, "Apa yang telah engkau
lakukan bagi-Ku?" Sang ibu dapat menghunjukkan manutergium itu, "Aku telah
mempersembahkan putraku, ya Tuhan."

Catatan tambahan untuk Seremoniarius:


- Mengenai ukuran manutergium, rupanya tidak ada kesepakatan di antara sumber
yang saya baca. Ada yang menyebut sama dengan lap tangan yang digunakan imam
saat mencuci tangan dalam Misa, sekitar 45 x 30 cm, tapi ada juga yang membuatnya
125 x 11 cm, seperti pita lebar yang panjang. Meski begitu, semuanya sepakat bahwa
manutergium dibuat dari kain linen atau lenan, kain yang sama yang digunakan
untuk membalut Tubuh Kristus di dalam kubur. Kain yang sama pula yang
(seharusnya) digunakan untuk membuat korporal dan palla, yang bersentuhan
dengan Tubuh dan Darah Kristus dalam Misa. Oh ya, manutergium yang ukuran 45 x
30 cm tadi, seturut tradisi melipat lap tangan imam, dilipat menjadi empat bagian,
sehingga ukuran terlipatnya menjadi 45 x 7.5 cm. Bila dikehendaki, di atas
manutergium bisa dibordir nama lengkap atau inisial imam dan/atau tanggal
tahbisan, atau dibiarkan polos saja dengan satu salib kecil di salah satu ujungnya
(bukan di tengah seperti purifikatorium; yang ini seturut tradisi dilipat menjadi tiga
bagian dan salibnya dibordir persis di bagian tengah kain).
- Penggunaan manutergium disyaratkan oleh tahbisan imam ritus lama, yang tetap
dapat digunakan sampai hari ini (Bdk. Summorum Pontificum). Meski tidak disebut
detilnya dalam tahbisan imam ritus baru, manutergium tetap dapat digunakan dengan
berbagai kemungkinan penyesuaian. Bila tidak dikehendaki penggunaannya seturut
rubrik ritus lama (dengan diikatkan ke tangan imam baru), manutergium tetap dapat
digunakan secara tidak menonjol, sebagai lap tangan biasa di meja samping. Makin
banyak imam baru dan juga uskup serta seremoniarius yang mengenal dan terpikat
oleh tradisi indah mempersembahkan manutergium kepada ibu imam baru, dan
kembali menggunakannya dalam tahbisan imam ritus baru sekalipun.

Anda mungkin juga menyukai