Anda di halaman 1dari 4

Ulasan Dokumen Gereja:

CHRISTUS DOMINUS
Pendahuluan
Dokumen gereja “Christus Dominus” atau Kristus Tuhan merupakan seri dokumen
gerejawi no 17 yang dikeluarkan sejak Konsili Vatikan II. Dokumen ini diterbitkan pada tanggal
28 Oktober 1965 oleh Paus Paulus VI di Basilika Santo Petrus, Roma. Nama Dokumen ini
Christus Dominus atau Kristus Tuhan yang diambil dari baris pertama dokumen tersebut seturut
tradisi penamaan dokumen yang dikeluarkan oleh Konsili. Dokumen ini berisikan dekrit tentang
tugas pastoral para uskup dalam Gereja.
Tugas pastoral para uskup dalam Gereja berkaitan dengan hakekat wewenang para uskup
dalam tanggungjawabnya terhadap Gereja Semesta yang ada dalam dunia. Dasar wewenang ini
berasal dari karya penyelamatan Kristus Tuhan. Kristus Tuhan melaksanakan karya
penyelamatan itu melalui pengudusan umat di tengah dunia. Umat yang telah dikuduskan
berkumpul dalam satu persekutuan iman yang sama akan Kristus Tuhan dan menjadi saat-saat
prosesi lahirnya Gereja. Lahirnya Gereja diatas iman para Rasul pada waktu pencurahan Roh
Kudus menjadi upaya pengudusan yang berkelanjutan yang tetap oleh Kristus. Tugas ini lalu
dipercayakan kepada para Rasul, dan para Rasul mewariskannya kepada para uskup.
Para Uskup, oleh Roh Kudus, dipilih untuk menggantikan para Rasul membimbing dan
mengembalakan jiwa-jiwa. Mereka dikarunia rahmat untuk menjadi Guru Iman, Imam Agung
dan Gembala yang sejati dan autentik seperti Kristus. Masing-masing Uskup menunaikan tugas
ini terhadap bagian kawanan yang dipercayakan Tuhan kepada mereka dengan tetap memelihara
semangat kolegial Gereja Semesta yang berada dalam kewibawaan Paus di Roma sebagai
pengganti rasul Petrus, Kepala Gereja Kristus yang sah.
Para Uskup Dan Gereja Semesta
Gereja Semesta diserahkan oleh Kristus Tuhan kepada kepemimpinan Rasul Petrus dalam
kesatuan dengan dewan para Rasul. Rasul Petrus merupakan pemegang kewibawaan tertinggi
dalam Gereja yang secara definitif ditunjuk oleh Kristus. Kewibawaan rasul Petrus ini tidak
mengkerdilkan warisan para Rasul lainnya, melainkan justru membesarkannya sebab
kewibawaan yang diberikan kepada Rasul Petrus menjadikannya sebagai wakil Kristus. Wakil
Kristus bertindak sebagai pengganti Kristus, berkat pencurahan Roh Kudus, untuk
mempersatukan jemaat dan memberi semangat bagi pewartaan injil para Rasul. Para rasul
mendapatkan kepenuhan dan merasakan kesatuan sebagai Gereja Semesta berkat kewibawaan
yang dijalankan oleh Rasul Petrus. Hal ini menjadi warisan turun temurun, terutama
tanggungjawab pada Gereja Semesta, dari para Rasul kepada para pengganti mereka yakni para
Uskup dengan Paus sebagai pengganti Rasul Petrus.
Peran para Uskup terhadap gereja semesta terwujud dalam keikutsertaan para uskup
untuk ambil bagian dalam badan atau dewan para Uskup yang dikepalai oleh Uskup Agung
Roma, yakni Paus. Dewan para Uskup bertindak menggantikan Dewan para Rasul untuk tugas
mengajar dan memberi bimbingan pastoral Gereja. Dewan ini hadir memberi masukan dan
nasehat berbobot kepada Paus, sebagai pemegang kewibawaan tertinggi yang padanya
dipercayakan Gereja Semesta. Melalui Sinode yang dipanggil oleh otoritas tertinggi ini, dewan
para Uskup berkumpul bersama dalam musyawarah untuk membahas berbagai kekuatiran yang
dialami Gereja dan dunia serta mencari solusi yang tepat atasnya.
Dewan para Uskup juga menjadi tempat dimana para Uskup, dalam kolegialitas,
menyatakan kepedulian dan memberi bantuan terhadap sesama keuskupan di seluruh dunia yang
berkekurangan terutama karena musibah bencana, peperangan, penganiayaan, kemerosotan iman
dan ketiadaan tenaga pelayan (awam dan klerus) di kawasan-kawasan misi Gereja. Dalam usaha
ini, para Uskup melibatkan partisipasi dan dukungan kaum beriman dari masing-masing
keuskupannya, agar karya pewartaan injil dan kerasulan boleh menjamah semua orang dan
semua kalangan.
Para Uskup dan Gereja-Gereja Khusus
Tugas seorang Uskup adalah mengembalakan sebagian jiwa-jiwa yang telah dihimpun
oleh Roh Kudus melalui pekabaran Injil dan Ekaristi dalam wilayah yuridiksi yang dipercayakan
padanya. Wilayah yuridiksi ini yang disebut Gereja Khusus atau diosis (keuskupan). Gereja
khusus yang dipimpin oleh seorang uskup diosesan bercermin pada Gereja Semesta yang di
bawah kewibaan Imam Agung Tertinggi yakni Paus. Sebagaimana Gereja semesta yang
dipimpin oleh Paus dalam kesatuan dengan dewan para Uskup, demikian juga dalam Gereja
Khusus kuasa kepemimpinan itu dijalankan oleh seorang Uskup diosesan dalam kerja sama
dengan dewan para Imamnya (presbiterium).
Kuasa kepemimpinan seorang Uskup terwujud dalam reksa pastoral yang dijalankan di
wilayah keuskupannya. Reksa pastoral seorang uskup, sejurus dengan kewibawaan yang diterima
dari Imam Agung, meliputi tugas mengajar, menguduskan, mengembalakan (memimpin) umat
Allah. Ketiga tugas ini tidak dijalankan sendirian saja oleh para Uskup, tetapi dalam keterlibatan
aktif dengan kaum awam beriman, para klerus dan para religius yang berada di wilayah
keuskupannya. Mereka adalah rekan kerja dan tulang punggung dari reksa pastoral para Uskup.
Karena itu para Uskup mempunyai wewenang menetapkan kebijakan pastoral bagi para agen
pastoral ini, dengan tetap memperhatikan kesejahteraan jasmani dan terutama kesejahteraan
rohani para agen pastoral itu baik awam, klerus, dan para religius.
Keterlibatan aktif kaum awam beriman, para klerus dan para religius dalam tugas pokok
para Uskup secara nyata jelas melalui keikutsertaan mereka dalam organisasi tingkat Kuria
Keuskupan, misalnya sebagai Vikaris Jenderal, Vikaris Episkopal (jika perlu), Dewan Para
Imam, dan Dewan Pastoral Keuskupan; juga di tingkat paroki, yakni sebagai Pastor Paroki dan
Dewan Pastoral Paroki.
Jika keterlibatan ini masih belum mampu menjawabi tuntutan pastoral demi
kesejahteraan jiwa-jiwa, para Uskup Diosesan dapat meminta Tahkta Suci untuk mengangkat
Uskup Koajutor atau beberapa Uskup Auksilier yang karena satu dua alasan membutuhkan
pertolongan mereka, misalnya karena keuskupan yang terlalu luas, atau karena jumlah penduduk
terlalu besar, atau karena situasi kerasulan serba istimewa, atau karena aneka macam alasan
lainnya. Peran Uskup Koajutor dan Auksilier penting bagi keuskupan yang dalam keadaan
khusus, terutama karena mereka ikut serta menanggung beban keprihatinan Uskup diosesan,
lewat tugas yang diemban mereka seturut kewibawaan yang dipercayakan pada mereka oleh
Uskup Diosesan sebagai penangungjawab reksa pastoral keuskupan.
Dalam mengemban amanat para Rasul demi keselamatan jiwa-jiwa, pada prinsipnya para
Uskup mempunyai kebebasan sepenuhnya dan sempurna, dan tidak tergantung dari pemerintah
mana pun juga. Karena itu pelaksanaan tugas gerejawi mereka tidak dapat dihalanghalangi
secara langsung atau tidak langsung, juga tidak dapat dilarang berkomunikasi secara bebas
dengan Takhta suci dan dengan para Penguasa gerejawi lainnya serta dengan para bawahan
mereka.
Tentu saja, sementara menjalankan reksa rohani terhadap kawanan mereka, para Uskup
secara nyata ikut mengusahakan kemajuan serta kesejahteraan sosial masyarakat juga. Demi
tujuan itu mereka secara aktif menyumbangkan usaha mereka bersama pemerintah, sesuai
dengan tugas mereka dan sebagaimana layaknya bagi para Uskup. Mereka menganjurkan sikap
patuh kepada hukum-hukum yang adil dan sikap hormat terhadap para penguasa yang diangkat
secara sah.
Kerja Sama Para Uskup Demi Kesejahteraan Umum Berbagai Gereja
Sejak semula para Uskup terdorong oleh persekutuan cinta kasih persaudaraan yang
diwariskan dari para Rasul untuk melaksanakan tugas perutusan dalam dunia. Hal ini berefek
pada kerja sama untuk peningkatan kesejahteraan Gereja pada umumnya maupun Gereja masing-
masing. Kerja sama dalam usaha ini terwujud secara jelas dalam sinode-sinode dan konsili-
konsili pada tingkat Provinsi Gerejawi atau juga Konsili-konsili paripurna. Di situ para Uskup
menetapkan kaidah-kaidah bersama untuk dianut oleh berbagai Gereja, baik dalam mengajarkan
kebenaran-kebenaran iman maupun dalam mengatur tata-tertib gerejawi.
Ketetapan tersebut dijalankan secara tepat oleh para Uskup di keuskupannya masing-
masing juga melalui kerjasama antara para Uskup sedaerah atau sebangsa yang dikenal dengan
konferensi para Uskup. Konferensi para Uskup bagaikan himpunan, yang mempertemukan
Uskup-uskup suatu bangsa atau daerah tertentu, untuk bersama-sama melaksanakan tugas
pastoral mereka melalui pembentukan tatanan kerasulan terpadu, strategis, dan aktual seturut
dengan amanat sinode atau konsili.
Konferensi para Uskup sejatinya adalah suatu organisasi yang disahkan Tahta Suci.
Karena itu konferensi para Uskup mempunyai Anggaran Dasar dan untuk memenuhinya
ditetapkanlah sejumlah jabatan, misalnya Dewan tetap para Uskup, Komisi-komisi Konferensi,
dan Sekretariat Jenderal. Jabatan-jabatan ini diisi oleh anggota dari konferensi para Uskup.
Anggota konferensi para Uskup ini ialah Semua Ordinaris wilayah dari ritus mana pun juga
(kecuali para Vikaris Jenderal), para Uskup Koajutor, Auksilier, serta Uskup tituler lainnya yang
mengemban jabatan khusus atas penugasan oleh Takhta suci atau Konferensi Uskup.
Tugas dari konferensi para Uskup adalah untuk keselamatan jiwa-jiwa sebagaimana
panggilan dasar para Uskup. Karena itu konferensi para Uskup, melalui komisi-komisi dan biro-
biro khusus, menciptakan situasi pastoral yang layak bagi kesejahteraan jiwa-jiwa. Kesejahteraan
ini menuntut penetapan batas-batas wilayah pastoral yang jelas baik itu keuskupan, provinsi-
provinsi gerejawi, maupun kawasan-kawasan atau regio gerejawi. Berkaitan dengan hal tersebut,
konferensi para Uskup berperan memeriksa perkara-perkara ini dengan memperhatikan beberapa
pertimbangan, lalu menyampaikan hasil penyelidikannya kepada Tahta Suci sebagai pemegang
kewibawaan tertinggi Gereja. Keputusan Tahta Suci menjadi pedoman dasar bagi Konferensi
para Uskup untuk mengatur wilayah pastoral yang ada dalam kawasan Konferensi para Uskup.
Penutup
Bagian penutup dari dokumen Christus Dominus, berisikan ketetapan umum berupa
peninjauan kembali Kitab Hukum Kanonik dan pembuatan direktorium-direktorium umum
tentang reksa jiwa-jiwa. Peninjauan kembali Kitab Hukum Kanonik dimaksudkan untuk
memfasilitasi hasil keputusan dekrit dalam dokumen ini. Dekrit ini berbicara tentang pastoral
para Uskup, karena itu Kitab Hukum Kanonik sebagai pedoman pastoral mengereja yang dibuat
oleh Dewan para Uskup perlu ditinjau kembali agar dapat sesuai dengan asas-asas yang
dikeluarkan dekrit tersebut.
Sedangkan untuk pembuatan direktorium-direktorium dimaksudkan agar pelaksanaan
reksa pastoral para Uskup dan para pastor paroki mempunyai arah dan dapat mencapai tujuan
keselamatan jiwa-jiwa dengan baik. Pembuatan direktorium ini dihimbau untuk
mempertimbangkan aspek kekhasan dari umat beriman. Juga diharapkan adanya pembuatan
direktorium bagi pengajaran kateketis umat kristiani, terutama berkaitan dengan asas-asas dasar
serta penataan pengajaran itu agar dapat dipakai umat terkhusunya para katekis awam maupun
guru-guru agama.

Anda mungkin juga menyukai