Lumen Gentium atau Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, adalah salah satu dokumen utama
Konsili Vatikan Kedua. Konstitusi ini diumumkan secara resmi oleh Paus Paulus VI pada 21
November 1964, setelah disetujui oleh para Uskup dalam sebuah pemungutan suara 2.151
berbanding 5.
Daftar isi
1 Latar Belakang
5 Referensi
6 Pranala luar
Latar Belakang
Ketika bermaksud mengundang Konsili Vatikan II pada tahun 1959, Paus Yohanes XXIII
mencanangkan "aggiornamento" atau pembaruan Gereja, menyesuaikan diri dalam zaman baru,
agar dapat memberi sumbangan yang efektif bagi pemecahan masalah-masalah modern
(Konstitusi apostolik Humanae Salutis 1961). Sebelum Konsili dimulai dari para uskup sedunia
diminta saran-saran lebih dulu, yang disusun menjadi pelbagai skema. Di dalam Konsili para
uskup berdasarkan skema-skema yang sudah disusun berusaha mendiskusikan dan merumuskan
pandangan dan pemahaman teologis mereka akan Gereja dalam terang Tradisi dan Kitab Suci.
Hasilnya adalah Lumen Gentium, suatu dokumen tentang Gereja yang menunjukkan pergeseran
dari paham yang sangat institusionalistis organisatoris kepada paham yang dinamis dan organis.
Gereja dipahami sebagai Umat Allah, dan itu membuat cakrawala pemahaman akan esensi
Gereja lebih luas dari batas yang kelihatan (Gereja Katolik Roma), sebab banyak juga unsurunsur Gereja dilihat dan diakui berada di luar batas-batas itu (Lumen Gentium 8). Namun Gereja
memandang diri terutama sebagai tanda dan sarana persatuan dan kesatuan, baik dengan Allah
maupun dengan seluruh umat manusia (Lumen Gentium 1). Hal ini nantinya mendorong
semangat ekumenis dengan gereja-gereja lain, bahkan dialog dan kerjasama dengan agamaagama lain, juga dengan kaum ateis. Pusat Gereja bukan lagi Roma atau Paus, tetapi Kristus di
tengah-tengah umat dan Uskup sebagai gembalanya. Maka Lumen Gentium menekankan
teologi Gereja setempat (keuskupan). Ditekankan juga kesetaraan semua anggota umat Allah di
dalam martabatnya, sekalipun berbeda fungsi. Maka Gereja semakin dipahami sebagai umat
Allah secara keseluruhan kendati tetap mempertahankan fungsi hierarki sebagai pemersatu.
Dalam dokumen pembahasan tentang awam justru didahulukan daripada pembahasan tentang
para religius. Dengan demikian Gereja di mana saja lebih peka pada persoalan-persoalan di
sekelilingnya dan dapat segera menyampaikan sumbang-saran pemecahan.
Ketegangan dalam diskusi dan juga sesudahnya dirasakan sehubungan dengan kedudukan para
uskup dan soal kolegialitas, apakah dasarnya suatu voting mayoritas, yang lebih tinggi
wewenangnya daripada Paus. Karena itu apakah Paus tidak boleh bertindak sebelum
berkonsultasi dengan para uskup. Lumen Gentium 18 menegaskan kesatuan para uskup
pengganti rasul-rasul, dan Paus pengganti Petrus yang menjadi wakil Kristus sebagai kepala
yang lahiriah dari Gereja. Kedudukan Paus sebagai primat diteguhkan, karena kolegialitas para
uskup hanya mempunyai wewenang sejauh dalam kesatuan dengan Paus (Lumen Gentium 2223).
Bab kedua mengenai Gereja sebagai umat Allah mempunyai konsekuensi yang luas mengenai
tanggung jawab semua warga Gereja, bukan hanya para anggota hierarki, juga bukan hanya
awam, karena Gereja adalah para imam anggota hierarki dan awam sebagai keseluruhan. Baik
imam dan awam sama-sama berpartisipasi pada tiga aspek tugas Kristus, yaitu sebagai imam,
sebagai nabi dan sebagai raja. Baik imam maupun awam mempunyai peran dalam tugas
pengudusan imami, dalam tugas kenabian mewartakan Injil dan Kerajaan Allah, dan dalam tugas
rajawi yang murah hati dalam pelayanan (Lumen Gentium 9-10). Hal ini mendorong peran serta
awam di berbagai hal dalam kegiatan Gereja, di luar hal-hal yang dikhususkan sebagai
tanggungjawab imam tertahbis.
Baik imam, awam maupun kaum religius sama-sama terpanggil menuju kesucian dengan
melaksanakan corak hidup mereka masing-masing, dalam suatu kesatuan dan kerjasama. Namun
para uskup dan para imam dan diakon pembantunya berfungsi melanjutkan tanggung jawab dan
peran rasul "membantu di antara para saudara" sebagai pengajar iman dan moral, imam dalam
ibadat, dan pemimpin dalam pelayanan (lumen Gentium 20).