Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN BUKU MATAKULIAH MISIOLOGI DAN EVANGELISASI

INVESTIGASI KASUS SISWA di SMA Katolik Rosa de Lima Tondano

Nama : Sheeren Fiola Theresa Lasut


Nim/Nirm : 20 0621/20.16.4212.0600.R
Tingkat/Semester : III/VI
Laporan Buku dan Aktualisasi Misioner

A. Pendahuluan
Konsili Ekumenis Vatikan Kedua atau Vatikan II adalah adalah sebuah Konsili Ekumenis ke-
21 dari Gereja Katolik Roma yang dibuka oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 Oktober 1962 dan
ditutup oleh Paus Paulus VI pada 8 Desember 1965. Pembukaan Konsili ini dihadiri oleh hingga
2540 orang uskup Gereja Katolik Roma sedunia (atau juga disebut para Bapa Konsili), 29 pengamat
dari 17 Gereja lain, dan para undangan yang bukan Katolik.
Selama tahun 1950an, studi teologi dan biblikal Roma Katolik mulai memasuki pembaharuan
sejak setelah Konsili Vatikan Pertama hingga memasuki abad kedua puluh. Liberalisme ini muncul
dari para teolog seperti Yves Congar, Karl Rahner, dan John Courtney Murray yang mencari cara
untuk mengintegrasikan pengalaman manusia modern dengan dogma Kristiani, tokoh lainnya adalah
Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) dan Henri de Lubac yang juga menginginkan
pengertian yang lebih akurat akan Injil dan menganggap para Bapa Gereja mula-mula sebagai
sumber pembaharuan.
Konsili Vatikan Pertama telah berakhir hampir satu abad sebelumnya secara prematur akibat
pecahnya perang Perancis-Prussia. Dalam konsili ini, isu-isu mengenai pastoral dan dogma tidak
dapat dibahas akibat perang tersebut, dan hanya sempat menghasilkan suatu dogma mengenai
Infabilitas Paus.
Paus Yohanes XXIII kemudian secara tidak terduga memutuskan untuk menghimpunkan
Konsili hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan setelah pengangkatannya pada 1959. Dalam
sebuah dialog mengenai konsili, ia diwawancarai mengapa konsili ini perlu dilakukan. Paus
dilaporkan membuka sebuah jendela dan berkata, "Saya ingin membuka jendela dari Gereja sehingga
kita bisa melihat keluar dan mereka yang ada di luar bisa melihat ke dalam." Ia mengundang pula
gereja-gereja Kristen lainnya untuk mengirimkan pengamat ke Konsili tersebut. Undangan ini
disambut baik oleh kedua gereja Protestan dan Ortodoks. Gereja Ortodoks Rusia di bawah
kekhawatiran akan Pemerintahan Komunis Soviet, menyambut undangan tersebut hanya ketika telah
diyakinkan bahwa Konsili ini akan bersifat apolitik.
Sidang-Sidang Umum Konsili dilaksanakan pada musim gugur selama empat tahun
kemudian (dalam 4 sidang) pada 1962 hingga 1965. Di luar masa sidang, Komisi-Komisi Khusus
Konsili dibentuk untuk membicarakan dan memeriksa hasil-hasil kerja para uskup dan
mempersiapkan sidang berikutnya. Sidang dilaksanakan dalam Bahasa Latin di Basilika Santo
Petrus, di mana diskusi dan pendapat dinyatakan sebagai "rahasia". Hasil Konsili sesungguhnya
dikerjakan dalam pertemuan-pertemuan komisi lainnya (mungkin dilaksanakan dalam bahasa lain),
serta dalam pertemuan informal dan pertemuan sosial lainnya di luar konsili yang sesungguhnya.
Sebanyak 2.908 pria (dianggap sebagai para Bapa Konsili) tercatat memiliki hak suara dalam
Konsili tersebut. Mereka ini termasuk seluruh Uskup dan para Superior dari Ordo-Ordo Religius
pria. Sebanyak 2.540 orang mengambil bagian dalam Sidang Pembukaan, sehingga menjadikannya
sebagai pertemuan terbesar Konsili di sepanjang sejarah gereja. Jumlah yang hadir adalah bervariasi
di setiap Sidangnya antara 2.100 hingga lebih dari 2.300 roang. Sebagai tambahan, sejumlah periti
(Latin untuk para "ahli") juga hadir sebagai konsultan teologi. Kelompokperiti ini kemudian
memiliki pengaruh yang sangat besar seiring dengan perjalanan Konsili. Sebanyak 17 gereja-gereja
Ortodoks dan denominasiProtestan juga mengirimkan pengamat-pengamat mereka.
Sidang Pertama (Musim Gugur 1962)
Paus Yohanes membuka Konsili pada 11 Oktober 1962 dalam sebuah Sidang Umum yang
dihadiri oleh para Bapa Konsili dan wakil-wakil dari 86 negara dan badan-badan internasional.
Setelah Misa, Paus memberikan amanatnya kepada para Uskup yang berkumpul dengan judul
Gaudet Mater Ecclesia (Latin untuk "Bunda Gereja Bersuka cita"). Dalam pidatonya, ia menolak
pemikiran mengenai para "nabi-nabi akhir zaman yang selalu meramalkan akan bencana" di dunia
dan pada masa depan Gereja tersebut. Paus juga menekankan bahwa sifat Konsili adalah Pastoral
("Penggembalaan"), bukan Doktrinal. Ia juga memperingatkan bahwa Gereja tidak perlu mengulang
maupun merumuskan kembali doktrin-doktrin dan dogmata yang telah ada, tetapi Gereja harus
mengajarkan pesan-pesan Kristus dalam tren dunia modern yang cepat berubah. Ia mendesak para
Bapa Gereja untuk "menunjukan belas kasih, bukan kecaman" dalam dokumen-dokumen yang akan
mereka buat.
Dalam lokakarya pertama mereka, dalam waktu kurang dari 15 menit, para uskup telah
mengadakan pemungutan suara atas permintaan Para Uskup Rhine mengenai agenda Sidang, apakah
akan mengikuti agenda yang telah dipersiapkan oleh Komisi Persiapan ataukah akan membuat
sebuah agenda yang baru yang akan dibicarakan di antara para anggota Sidang terlebih dahulu, baik
dalam kelompok-kelompok nasional dan regional, maupun dalam pertemuan informal. Usulan ini
tampaknya cukup wajar, namun mayoritas delegasi tidak menyadari bahwa para uskup Rhine telah
mempersiapkan suatu rencana mengenai bagaimana mereka menginginkan jalannya Konsili. Dalam
struktur Komisi Konsili yang baru kemudian atas usulan para Uskup Rhine, prioritas dari isu-isu
yang akan dibicarakan menjadi berubah.
Isu-isu yang dibicarakan selama sesi-sesi Sidang adalah termasuk mengenai liturgi,
komunikasi misa, gereja-gereja Ritus Timur, serta sumber-sumber Wahyu Ilahi. Skema mengenai
Wahyu Ilahi kemudian ditolak oleh sebagian besar uskup, dan Paus Yohanes terpaksa harus campur
tangan untuk memerintahkan penulisan kembali mengenai skema ini.
Setelah penundaan sidang pada 8 Desember 1962, sidang berikutnya tahun 1963 mulai
dipersiapkan. Namun demikian, persiapan-persiapan ini diwarnai dengan wafatnya Paus Yohanes
XXIII pada 3 Juni 1963. Paus Paulus VI yang terpilih pada 21 Juni 1963 segera mengumumkan
bahwa Konsili harus berlanjut, dan dalam haluan yang telah ditetapkan pada Sidang sebelumnya oleh
Paus Yohanes.
Sidang Kedua (Musim Gugur 1963)
Dalam bulan-bulan sebelum Sidang Umum Kedua, Paus Paulus melakukan sejumlah
perbaikan untuk memecahkan masalah organisasi dan prosedur yang telah ditemukan selama periode
pertama. Hal ini termasuk mengundang pengamat tambahan dari kaum awam Katolik dan Non-
Katolik, serta mengurangi jumlah skema yang diusulkan menjadi 17 saja; dengan demikian
keseluruhan Skema menjadi lebih umum, sehingga dapat mempertahankan sifat Pastoral Konsili.
Akhirnya, Paus juga menghapuskan ketentuan kerahasiaan Sidang Umum.
Amanat pembukaan Paus Paulus pada 29 September 1963 menekankan kembali sifat Pastoral
Konsili, dan menetapkan empat tujuan Konsili yaitu untuk lebih mendefinisikan sifat dasar gereja
dan tugas pelayanan para uskup; untuk memperbaharui gereja; untuk mengembalikan kesatuan di
antara kaum Kristiani, termasuk meminta maaf akan kontribusi Gereja Katolik di masa lampau
terhadap perpecahan itu; serta untuk memulai dialog dengan dunia modern.
Selama masa Sidang ini, para uskup menyetujui konstitusi tentang liturgi suci (Sacrosanctum
Concilium) dan dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial (Inter Mirifica). Sidang dilanjutkan
dengan skema mengenai Gereja, Uskup dan Keuskupan, serta Ekumenisme. Pada 8 November 1963,
Joseph Kardinal Frings mengkritik Kongregasi untuk Doktrin Iman (sebelum 1908 dikenal sebagai
Holy Roman and Universal Inquisition), dan dengan segera dibalas oleh pembelaan diri yang berapi-
api dari Sekretaris badan tersebut, Alfredo Kardinal Ottaviani. Silang pendapat ini dianggap sebagai
kejadian paling dramatis selama Konsili. (Sebagai catatan, penasihat teologi Kardinal Frings adalah
Joseph Ratzinger muda, sekarangPaus Benediktus XVI, yang kemudian menjadi Kardinal yang
mengepalai Kongregasi tersebut di Tahta Suci). Sidang Kedua berakhir pada 4 Desember 1963.
Sidang Ketiga (Musim Gugur 1964)
Di antara periode Sidang Kedua dan Ketiga, proposal Skema direvisi kembali berdasarkan
komentar-komentar dari para Bapa Konsili. Sejumlah topik dikurangi menjadi usulan pernyataan
fundamental untuk disetujui dalam Sidang Ketiga, dengan Komisi Paskakonsili yang akan
menangani implementasi peraturan-peraturan tersebut. Delapan pengamat religius wanita dan tujuh
wanita awam diundang dalam Sidang Ketiga, bersama-sama dengan undangan tambahan pria awam.
Selama Sidang yang dimulai pada 14 September 1964 ini, para Bapa Konsili mengerjakan
sejumlah besar proposal. Skema mengenai Ekumenisma (Unitatis Redintegratio), gereja-gereja
Katolik Ritus Timur (Orientalium Ecclesiarum), serta konstitusi tentang Gereja (Lumen Gentium)
disetujui dan diumumkan secara resmi oleh Paus.
Sebuah votum atau pernyataan mengenai sakramen pernikahan dimunculkan sebagai
pedoman bagi komisi untuk merevisi Hukum Kanonik tentang isu-isu beragam akan yurisdiksi,
seremonial, dan pastoral. Para uskup mengusulkan skema ini dan meminta persetujuan yang cepat,
namun tidak segera diputuskan oleh Paus pada Konsili tersebut. Paus Paulus memerintahkan para
Uskup untuk menunda topik kontrasepsi artifisial (keluarga berencana) yang akan dibahas sebuah
komisi ahli kepastoran dan awam yang telah ditunjuknya.
Skema mengenai tugas dan pelayanan para pastor serta tugas misi Gereja ditolak dan
dikembalikan kepada komisi-komisi untuk ditulis ulang sama sekali. Pekerjaan dilanjutkan untuk
sisa Skema lainnya, terutama sekali untuk masalah Gereja di dunia masa kini dan kebebasan
beragama. Terjadi kontroversi mengenai revisi dekrit kebebasan beragama dan mengakibatkan
kegagalan pengambilan suara akan dekrit ini pada Sidang Ketiga. Paus Paulus menjanjikan untuk
segera meninjau skema ini pada masa Sidang berikutnya.
Paus Paulus menutup Sidang Ketiga pada 21 November dengan mengumumkan perubahan
tata cara Ekaristi dan secara resmi mengumumkan Maria sebagai "Bunda Gereja" seperti yang telah
sering diajarkan.
Konsili ditutup pada tgl. 8 Desember 1965 dengan amanat Paus Paulus VI , dan pembacaan
“Pesan- Pesan Konsili”, yang atas nama para Bapa Konsili dibawakan oleh beberapa Kardinal, dan
ditujukan kepada pelbagai kelompok: para pemimpin negara, kaum intelektual, para seniman, kaum
wanita, kaum miskin, mereka yang sakit dan menderita, kaum buruh dan generasi muda.
Konsili Vatikan II menghasilkan 16 Dokumen, terdiri dari 4 Konstitusi, 9 Dekrit, dan 3
Pernyataan. 4 konstitusi terdiri dari Dei verbum (Wahyu Ilahi), Gaudium et Spes (Gereja di dunia
dewasa ini), Lumen Gentium (Gereja) dan Sacrosanctum Concilium (Liturgi Suci). Adapun 9 Dekrit
yaitu terdiri dari Ad Gentes (kegiatan Misioner Gereja), Apostolicam Actuositatem (Kerasulan
Awam), Christus Dominus (Tugas Pastoral para Uskup Dalam Gereja), Inter Mirifica (Upaya –
Upaya Komunikasi Sosial), Optatam Totius (Pembinaan Imam), Orientalium Ecclesiarum (Gereja –
Gereja Timur Katolik), Perfectae Caritatis (Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius),
Presbyterorum Ordinis (Pelayanan dan Kehidupan Para Imam), dan Unitatis Redintegratio
(Ekumenisme). Selain itu terdapat juga 3 Pernyataan, yakni Dignitatis Humanae (Kebebasan
Beragama), Gravissimum Educationis (Pendidikan Kristen) dan Nostra Aetate (Hubungan Gereja
dengan Agama – Agama bukan Kristiani).
B. Struktur dokumen Ad Gentes dan Isi Pokok
Struktur dokumen Ad Gentes
Dokumen Ad Gentes terbagi atas beberapa bagian yaitu diawali dengan Pendahuluan,
kemudian Bab Satu yang bertemakan Azas-azas Ajaran, Bab Dua yang bertemakan Karya Misioner
Sendiri, Bab Ketiga yang bertemakan Gereja-gereja Khusus, Bab Empat yang bertemakan Para
Misionaris, Bab Lima yang bertemakan Pengaturan Kegiatan Misioner, Bab Enam yang bertemakan
Kerja Sama, dan diakhiri dengan Penutup.
Pada Bagian Pendahuluan berisi tentang dasar dan tujuan dibuatnya dokumen Ad gentes.
Dasar kegiatan misioner yaitu untuk menaati perintah Yesus yang merupakan pendiri Gereja. Dimana
amanat Yesus tersebut terdapat di dalam teks kitab suci Markus 16:16.
Selain itu, melalui kesaksian para rasul tentang Yesus dan karya-karya juga menjadi dasar bagi gereja
untuk bersama-sama menjadi pengikut Kristus untuk mewartakan dan sabda kebenaran ditengah-
tengah dunia sehingga semakin banyak yang berhimpun menjadi umat Tuhan dan terbentuk gereja-
gereja baru. Sebagai himpunan umat baru, kita semua dipanggil untuk diselamatkan dan dibaharui di
dalam Kristus supaya kita semua menjadi satu keluarga sebagai umat Allah.
Pada Bab Satu bertemakan “Azas-azas Ajaran”. Ada delapan pokok pembahasan pada bab
satu yaitu Rencana Bapa, Perutusan Putera, Perutusan Roh Kudus, Gereja diutus oleh Kristus,
Kegiatan Misioner, Alasan dan perlunya kegiatan Misioner, Kegiatan misioner dalam hidup dan
sejarah umat manusia, dan Sifat eskatologis kegiatan misioner.
Pada Bab Dua dengan tema “Kegiatan Misioner Sendiri” terdiri dari pendahuluan dan terdapat juga 3
artikel. Pada artikel satu “Kesaksian Kristiani” memiliki dua pokok pembahasan yaitu Kesaksian
hidup dan dialog, dan Kehadiran cinta kasih. Pada artikel dua “Pewartaan Injil dan Penghimpunan
Umat Allah” memiliki dua pokok pembahasan yaitu Pewartaan Injil dan Pertobatan, dan
Katekumenat dan Inisiasi Kristisni, Pada artikel tiga “Pembinaan Jemaat Kristiani” terdiri dari
beberapa empat pokok pembahasan yaitu Pembinaan Jemaat Kristiani, Pengadaan Klerus Setempat,
Pendidikan Para Katekis dan Pengembangan Hidup Religius.
Pada Bab Tiga bertemakan “Gereja-gereja Khusus”. Pokok pembahasan pada bab ini yaitu
tentang Kemajuan Gereja-gereja muda, Kegiatan Misioner Gereja-gereja Khusus, Pengembangan
Kerasulan Awam, dan Kemacam-ragaman dalam Kesatuan.
Pada Bab Empat bertemakan “Para Misionaris”. Pokok pembahasan dari bab ini yaitu tentang
Panggilan Misioner, Spritualitas Misioner, Pembinaan Rohani dan Moral, Pembinaan dalam Ajaran
Kerasulan, dan Lembaga-lambaga yang Berkarya di daerah-daerah misi.
Pada Bab Lima yang bertemakan “Pengaturan Kegiatan Misioner” terdiri dari Pendahuluan
dan lima pokok pembahasan. Pokok-pokok pembahasan tersebut yaitu Organisasi Umum, Organisasi
Setempat di daerah Misi, Koordinasi pada Tingkat Regio, Organisasi Kegiatan Lembaga-lembaga
dan Organisasi antara Lembaga-lembaga Ilmiah.
Pada Bab Enam yang bertemakan “Kerja Sama” terdiri dari Pendahuluan dan enam pokok
pembahasan. Pokok-pokok pembahasan tersebut yaitu Kewajiban Misioner Segenap Umat Allah,
Pewartaan Injil dan Penghimpunan Umat Allah, Kewajiban misioner para Uskup, Kewajiban
misioner para imam, Kewajiban misioner tarekat-tarekat religius dan Kewajiban misioner kaum
awam.
Pada bagian terakhir dari dokumen Ad Gentes terdapat Penutup.
Isi Pokok
1. Pendahuluan
berisi tentang dasar perutusan Gereja sebagai sakramen universal yaitu menaati perintah Kristus yang
merupakan pendiri Gereja. Gereja berdiri dengan Kristus yang merupakan kepalaNya. Kemudian
Kristus memberikan amanat kepada para murid-Nya untuk melanjutkan Karya MisiNya itu. Para
Murid yang mendapat amanat perutusan tersebut kemudian melanjutkan karya misi Kristus dengan
membangun komunitas Kristen perdana dan mulai mengadakan perayaan ekaristi, berdoa bersama
dan membagi-bagikan harta milik satu dengan yang lain. Pada masa sekarang ini, kita yang
merupakan para pengganti para rasul diwariskan untuk menjalankan dan melestarikan tugas ini
sehingga sabda Allah terus dimuliakan dan diwartakan dimana saja.
Bab 1
2. Rencana Bapa
berisi penjelasan tentang makna gereja peziarah bersifat misioner. Gereja peziarah bersifat misioner
berasal dari Perutusan Yesus yang adalah Putera dan Roh Kudus oleh Allah Bapa. Dia mengutus
Yesus dan Roh Kudus karena cintaNya kepada kita semua. Karena cintaNya itu Ia menciptakan kita
dan memanggil kita untuk ikut menikmati kehidupan dalam kemuliaanNya. Hidup dalam
kemuliaanNya berarti kita semua dihimpun menjadi satu umat di dalam persekutuan denganNya.
3. Perutusan Putera
berisi penjelasan rencana Bapa untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Dalam menjalankan
rencana Bapa ini, kita juga sebagai manusia perlu mengambil bagian penting sehingga bukan hanya
Allah yang mengutus Yesus Kristus untuk membebaskan kita dari dosa, tetapi kita juga harus
berkorban melakukan berbagai usaha untuk mencari Allah, misalnya kita melakukan usaha-usaha
yang bersifat keagamaan, namun hal yang tidak kita sadari Allah yaitu ternyata Allah tidak jauh dari
kita, Ia selalu ada bersama-sama dengan kita dan tidak membiarkan kita hidup dalam kuasa dosa
selamanya. Allah sengaja mengutus Yesus sebagai Perantaranya untuk menciptakan alam semesta,
menjadi ahli waris segala-sesuatu, untuk membaharui semuanya dalam Dia. Yesus datang ke dunia
bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi
banyak orang, yakni bagi semua orang. Yesus sungguh-sungguh melayani kita, dia tidak bertindak
seperti raja yang hanya duduk dan dilayani oleh para budaknya. Melainkan Ia sendiri yang datang
untuk melayani orang-orang dikucilkan dan dijauhi dalam masyarakat, seperti orang-orang sakit
bahkan orang-orang berdosa. Selain itu juga rela memberikan nyawaNya sendiri untuk menebus
semua dosa-dosa yang kita perbuat.
4. Perutusan Roh Kudus
berisi penjelasan tentang Roh Kudus dan karyanya di tengah dunia sejak sebelum Kristus
dipermuliakan dan saat roh kudus turun atas para rasul. Pada saat roh kudus turun atas para rasul
tampilah gereja dihadapan semua orang dan dimulailah penyebaran Injil melalui pewartaan para
rasul.
5. Gereja diutus oleh Kristus
berisi penjelasan tentang Yesus yang memanggil dan mengutus para rasul untuk mewartakan Injil
kepada seluruh makhluk. Sebelum Ia diangkat ke sorga, Ia mendirikan Gereja-Nya sebagai sakramen
keselamatan. Ia mengutus para Rasul ke seluruh dunia, seperti Ia sendiri telah diutus oleh Bapa
perintah-Nya kepada mereka: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan
babtislah mereka dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus: ajarlah mereka melakukan
segalasesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:19). “Pergilah ke seluruh dunia, dan
wartakanlah Injil kepada semua makluk. Barang siapa percaya dan di babtis, akan selamat; tetapi
siapa tidak percaya, akan dihukum” (Mrk 16:15). Maka dari itu Gereja mengemban tugas
menyiarkan iman serta keselamatan Kristus, baik atas perintah jelas, yang oleh para Rasul telah
diwariskan kepada Dewan para Uskup yang dibantu oleh para imam, bersama dengan Pengganti
Petrus serta Gembala Tertinggi Gereja, maupun atas daya kekuatan kehidupan, yang oleh Kristus
disalurkan kepada para anggota-Nya; “dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapih tersusun dan
diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan setiap anggota,
menerima pertumbuhan dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef 4:16). Oleh karena itu perutusan
Gereja terlaksana dengan karya-kegiatannya.
6. Kegiatan misioner
Kegiatan misioner harus dijalankan oleh Dewan para Uskup dalam segala situasi walaupun
pelaksanaannya dengan cara yang sama. Perbedaan tersebut bukan muncul dari hakekat dalam
perutusan itu sendiri, melainkan dari pelbagai situasi tempat perutusan itu berlangsung. Keadaan itu
tergantung dari Gereja, masyarakat, golongan-golongan atau orang-orang, yang dilayani dalam
perutusan itu. Kegiatan misioner Gereja tidak berhenti melainkan Gereja-Gereja khusus yang sudah
terbentuk bertugas melanjutkannya dan mewartakan Injil kepada semua orang yang masih berada di
luar. Tidak jarang golongan-golongan masyarakat mengalami perubahan yang mendalam, sehingga
dapat muncullah keadaan-keadaan baru. Melihat hal itu, Gereja wajib mempertimbangkan, situasi-
situasi itu memerlukan kegiatan misioner lagi. Kegiatan misioner bersumber pada hakekat Gereja
sendiri. Kegiatan itu menyiarkan iman Gereja yang membawa keselamatan, menyempurnakan
kesatuan katoliknya dengan memperluasnya, serta didukung oleh sifat kepenuhan kerasulannya.
Kegiatan misioner memberi wujud nyata kepada semangat kolegial Hirarki, memberi kesaksian akan
kekudusan Gereja, menyebarkan dan memajukan. Kegiatan misioner di antara bangsa-bangsa
berlainan dengan kegiatan pastoral terhadap Umat beriman, maupun dengan usaha-usaha yang
ditempuh untuk meningkatkan kesatuan umat kristen. Hal yang berhubungan erat dengan kegiatan
misioner Gereja yaitu perpecahan Umat kristen karena dapat merugikan kepentingan pewartaan Injil
kepada segala makhluk, dan bagi banyak orang menutup pintu untuk memasuki iman karena misi itu
sangat perlu, maka semua orang yang telah di babtis dipanggi untuk berhimpun dalam satu kawanan,
dan dengan demikian mampu serentak memberi kesaksian akan kristus Tuhan mereka dihadapan
para bangsa.
7. Alasan dan perlunya kegiatan misioner
Alasan bagi kegiatan misioner itu terletak pada kehendak Allah, yang menghendaki supaya semua
orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan tentang kebenaran. Sebab Allah itu esa, dan esa
pula Pengantara antara Allah dan manusia, yakni manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan
diri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang” (1Tim 2:4-5) dan keselamatan tidak ada dalam siapa pun
juga selain dalam Dia” (Kis 4:12). Maka semua orang perlu bertobat kepada Kristus, Sebab Kristus
dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan babtis, sekaligus menegaskan perlunya Gereja
yang dimasuki orang-orang melalui Babtis bagaikan pintunya. Untuk melaksanakan kegiatan, para
anggota Gereja didorong oleh cinta kasih. Melalui kegiatan misioner itu Allah dimuliakan
sepenuhnya, terpenuhilah renacana Allah supaya segenap umat manusia mewujudkan satu Umat
Allah, bersatu-padu menjadi satu Tubuh Kristus, serta dibangun menjadi satu kenisah Roh Kudus
dan menjawab kerinduan yang terdalam pada semua orang, karena mencerminkan kerukunan antar
saudara.
8. Kegiatan misioner dalam hidup dan sejarah umat manusia
Kegiatan misioner berhubungan erat juga dengan kodrat manusia serta aspirasi-aspirasinya. Dengan
memperlihatkan Kristus, gereja mengungkapkan kepada manusia kebenaran yang sesungguhnya
tentang keadaannya serta kepenuhan panggilannya. Kristus merupakan merupakan prinsip dan pola
kodrat manusiawi yang diperbaharui, serta dijiwai kasih persaudaraan, kejujuran dan semangat suka
damai, yang diinginkan oleh semua orang. Gereja memberi kesaksian tentang-Nya melalui pewartaan
Injil, mengatasi segala keistimewaan suku maupun bangsa. Maka Kristus serta Gereja-Nya tidak
dapat dianggap asing bagi siapa pun dan di mana pun. Kristus sendirilah kebenaran dan jalan, yang
oleh penyiaran Injil dibuka bagi semua orang, sementara pewartaan itu menyampaikan kepada
mereka semua amanat Kristus sendiri: “Bertobatlah dan berimanlah akan Injil” (Mrk 1:15). Karena
siapa tidak beriman sudah diadili (Yoh 3:18), maka sabda Kristus itu sekaligus amanat pengadilan
dan rahmat, maut dan kehidupan. Tetapi semua orang membutuhkan Kristus sebagai pola-teladan,
guru, pembebas, juru selamat, Dia yang menghidupkan. Dalam sejarah manusia, Injil merupakan ragi
kebebasan dan kemajuan, dan selalu menyajikan diri sebagai ragi persaudaraan, kesatuan dan damai.
Maka bukannya tanpa alasan Kristus oleh kaum beriman dirayakan sebagai “harapan dan Penyelamat
para bangsa”.
9. Sifat eskatologis kegiatan misioner
Masa kegiatan misioner berlangsung antara kedatangan Tuhan yang pertama dan yang kedua, saatnya
Gereja bagaikan panenan akan dihimpun dari keempat penjuru angin ke dalam kerajaan Allah. Sebab
sebelum Tuhan akan datang, Injil harus diwartakan kepada semua bangsa (Mrk 13:10). Kegiatan
misioner tidak lain dan tidak kurang dari pada penampakan rencana Allah atau “Epiphania”, serta
pelaksanaannya didunia dan dalam sejarahnya, saatnya Allah, melalui perutusan, secara terbuka
menyempurnakan sejarah keselamatan. Melalui sabda pewartaan dan perayaan sakramen-sakramen,
yang pusat dan puncaknya Ekaristi suci, kegiatan itu menghadirkan Kristus Sang Penyelamat.
Kebenaran atau rahmat mana pun, yang sudah terdapat pada para bangsa sebagai kehadiran Allah
yang serba rahasia, dibebaskannya dari penularan jahat dan dikembalikannya kepada Kristus
Penyebabnya, yang menumbangkan pemerintahan setan serta menangkal pelbagai kejahatan
perbuatan-perbuatan durhaka. Oleh karena itu apa pun baik, yang terdapat tertaburkan dalam hati dan
budi orang-orang, atau dalam adat-kebiasaan serta kebudayaan-kebudayaan yang khas para bangsa,
bukan hanya tidak hilang, melainkan disembuhkan, diangkat dan disempurnakan demi kemuliaan
Allah, untuk mempermalukan setan dan demi kebahagiaan manusia.
Bab 2 Karya Misioner Sendiri
10. Pendahuluan
Gereja, yang diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada
semua orang dan segala bangsa, menyadari bahwa karya misioner yang harus dilaksanakannya
memang masih amat berat karena di kalangan umat masih terdapat pengertian yang tetap asing
terhadap Allah sendiri, ada yang mengingkari adanya Allah, bahkan ada kalanya menentangnya.
Maka dari itu, agar semua orang dapat merasakan misteri keselamatan Allah serta kehidupan yang
disediakan oleh Allah, Gereja harus memasuki golongan-golongan itu dengan gerak yang sama
seperti Kristus sendiri.
Artikel Satu Kesaksian Kristiani
11. Kesaksian hidup dan dialog
Gereja harus hadir di tengah golongan-golongan manusia melalui putera-puteranya. Sebab segenap
umat beriman kristiani melalui teladan hidup serta kesaksian lisan wajib menampilkan manusia baru,
yang telah mereka kenakan ketika dibaptis, maupun kekuatan Roh Kudus, yang telah meneguhkan
mereka melalui sakramen Krisma. Dengan demikian sesama akan memandang perbuatan-perbuatan
mereka dan memuliakan Bapa (Mat 5:16), dan akan lebih penuh menangkap makna sejati hidup
manusia serta ikatan persekutuan semesta umat manusia. Supaya kesaksian mereka akan Kristus itu
dapat memperbuahkan hasil, maka dengan penghargaan dan cinta kasih menggabungkan diri dengan
sesama, menyadari diri sebagai anggota masyrakat di lingkungan mereka, dan ikut serta dalam
kehidupan budaya dan sosial melalui aneka cara pergaulan hidup manusiawi dan pelbagai kegiatan.
para murid-Nya, yang secara mendalam diresapi oleh Roh Kristus, memahami sesama dilingkungan
mereka dan bergaul dengan mereka, sehingga berkat dialog yang jujur dan sabar itu mereka makin
mengetahui, harta-kekayaan manakah yang oleh Allah dalam kemurahan-Nya telah dibagikan kepada
para bangsa. Serta merta hendaklah mereka berusaha menilai kekayaan itu dalam cahaya Injil,
membebaskannya, dan mengembalikannya kepada kekuasaan Allah Penyelamat.
12. Kehadiran cinta kasih
Kehadiran Umat beriman kristiani di tengah golongan-golongan manusia hendaknya dijiwai oleh
cinta kasih Allah terhadap kita, sebab Allah menghendaki supaya kita saling mengasihi dengan cinta
kasih yang sama (1Yoh 4:11). Sesungguhnya cinta kasih kristiani di tujukan kepada semua orang
tanpa membeda-bedakan suku-bangsa, keadaan sosial atau agama; cinta kasih tidak mengharapkan
keuntungan atau ungkapan terima kasih. Sebab seperti Allah telah mengasihi kita dengan cinta yang
suka rela, begitu pula hendaknya kaum beriman dengan kasih mereka memperhatikan sepenuhnya
manusia sendiri, dalam gerak yang sama seperti Allah mencari manusia. Gereja ingin menanggapi
mereka yang mencari damai dengan wawancara persaudaraan, dan membawa damai serta terang Injil
kepada mereka. Hendaklah kaum beriman kristiani berusaha dan bekerja sama dengan semua orang
lainnya untuk mengatur bidang-bidang ekonomi dan sosial secara tepat hendaknya mereka secara
istimewa membaktikan diri bagi pendidikan anak-anak dan kaum muda melalui pelbagai macam
sekolah-sekolah, yang harus dipandang tidak hanya sebagai upaya yang unggul untuk membina dan
memajukan angkatan muda kristiani, melainkan juga sebagai pengabdian yang bernilai amat tinggi
kepada umat manusia, terutama kepada bangsa-bangsa yang sedang berkembang, untuk mengangkat
martabat manusia dan menyiapkan kondisi-kondisi yang lebih manusiawi.

Artikel Dua Pewartaan Injil Dan Penghimpunan Umat Allah


13. Pewartaan Injil dan pertobatan
Dimanapun Allah membuka pintu pewartaan tentang misteri Kristus kepada semua orang perlulah
diwartakan dengan penuh kepercayaan dan tiada hentinya yang hidup, beserta Yesus kristus yang
diutus-Nya demi keselamatan semua orang. Maksudnya supaya mereka yang bukan kristiani, berkat
Roh Kudus yang membuka hati mereka (Kis 16:14), menjadi beriman dan dengan sukarela bertobat
kepada Tuhan, serta dengan jujur berpegang teguh pada Dia, yang merupakan “jalan, kebenaran dan
kehidupan” (Yoh 14:6), dan tiada hingganya melampaui semua harapan-harapan rohani mereka. Itu
memang harus dimengerti sebagai pertobatan awal, tetapi bagi manusia sudah mencukup untuk
menangkap, bahkan ia telah dibebaskan dari dosa dan di antar masuk ke dalam misteri cinta kasih
Allah, yang memanggilnya untuk menjalin hubungan pribadi dengan diri-Nya dalam kristus. Sebab
berkat rahmat Allah orang yang baru saja bertobat menempuh perjalanan rohani; di situ ia, yang
karena iman sudah ikut menhayati misteri wafat dan kebangkitan, beralih dari manusia lama kepada
manusia baru yang sempurna dalam Kristus (lih. Kol 3:5-10; Ef 4:20-24).
14. Katekumenat dan inisiasi kristiani
Katekumenat merupakan pembinaan dalam seluruh hidup kristiani dan masa percobaan yang
lamanya memadai, yang membantu para murid untuk bersatu dengan Kristus Guru mereka. Para
katekumen diantar sebagamana harusnya untuk memasuki rahasia keselamatan, menghayati cara
hidup menurut Injil, dan ikut serta dalam upacara-upacara suci, yang harus dirayakan dari masa ke
masa. Hendaknya mereka diajak memulai hidup dalam iman, merayakan liturgi dan mengamalkan
cinta kasih Umat Allah. Kemudian melalui sakramen-sakramen inisiasi kristiani mereka dibebaskan
dari kuasa kegelapan, mereka mati, dikuburkan dan dibangkitkan bersama Kristus menerima Roh
(pengangkatan menjadi putera, dan merayakan kenangan dan wafat kebangkitan Tuhan bersama
segenap Umat Allah.
Artikel Tiga Pembinaan Jemaat Kristiani
15. Pembinaan jemaat kristiani
Para misionaris harus membangun jemaat-jemaat beriman sehingga hidup mereka sebagai umat yang
terpanggil berpadanan dengan panggilan itu dan dengan pantas menunaikan tugas-tugas imamat,
kenabian dan rajawi, yang oleh Allah dipercayakan pada mereka. Jemaat kristisni menjadi tanda
kehadiran Allah di dunia. Jemaat kristiani sejak semula harus dibina sedemikian rupa, sehingga
sedapat mungkin mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Himpunan umat
beriman ,yang mengemban kekayaan-kebudayaan bangsanya sendiri, hendaknya dalam-dalam
berakar di tengah rakyat: hendaknya keluarga-keluarga berkembang, diresapi oleh semangat Injil dan
dibantu oleh sekolah-sekolah yang bermutu; hendaknya didirikan pelbagai persekutuan dan
kelompok untuk mendukung kerasulan awam, supaya mampu merasuki seluruh masyarakat dengan
semangat Injil. Akhirnya hendaknya antara Umat katolik dari berbagai ritus cinta kasih bersinar
cemerlang. Hendaknya semangat ekumenis pun dikembangkan di antara mereka yang baru di baptis,
supaya mereka betul-betul menyadari, bahwa para saudara yang beriman akan Kristus itu memang
murid-murid Kristus, yang dilahirkan kembali dengan Baptis, dan ikut memiliki kekayaan Umat
Allah yang melimpah. Sejauh situasi keagamaan mengizinkan, hendaknya kegiatan ekumenis
dikembangkan sedemikian rupa, sehingga enyahlah setiap kesan masa bodoh dan mencampur-
adukkan maupun persaingan yang tidak sehat, dan sejauh mungkin Umat katolik, menurut kaidah-
kaidah Dekrit tentang Ekumenisme, secara persaudaraan bekerja sama dengan saudara-saudara yang
terpisah, dalam pengikraran iman bersama akan Allah dan akan Yesus Kristus dihadapan para
bangsa, pun juga dalam kerja sama dibidang sosial dan tehnis maupun dibidang kebudayaan dan
keagamaan.
16. Pengadaan klerus setempat
Hendaklah mereka dididik dalam semangat ekumenisme dan disiapkan semestinya untuk menjalin
dialog persaudaraan dengan umat bukan-kristiani. Itu semua menuntut, supaya studi imamat sedapat
mungkin diselenggarakan dalam hubungan dan hidup bersama yang terus-menerus dengan bangsa
yang bersangkutan. hendaknya diperhatikan juga dalam pendidikan administrasi kegerejaan yang
teratur, bahkan juga dalam administrasi ekonomi. Selain itu hendaknya di pilih imam-imam yang
cakap, yang – sesudah sekedar praktik pastoral dapat menyelesaikan studi tingkat perguruan tinggi
dengan baik, juga diuniversitas-universitas di luar negeri, terutama di Roma, dan di lembaga-
lembaga ilmiah lainnya. Dengan demikian bagi Gereja-Gereja muda tersedialah dari klerus setempat
imam-imam, yang berbekalkan ilmu serta kemahiran yang sesuai untuk menunaikan tugas-tugas
gerejawi yang lebih berat. Hendaklah mereka itu diteguhkan dengan penumpangan tangan yang
diwaris dari para Rasul, dan dihubungkan lebih erat dengan altar, sehingga mereka secara lebih tepat
guna menunaikan pelayanan mereka berkat rahmat sakramental diakonat.
17. Pendidikan para katekis
Tugas para katekis sangat penting, oleh karena itu pendidikan mereka harus dilaksanakan dan
disesuaikan dengan kemajuan kebudayaan, sehingga mereka menjadi rekan sekerja yang tangguh
bagi para imam, dan mampu menunaikan sebaik mungkin tugas mereka. Maka dari itu hendaknya
jumlah sekolah-sekolah tingkat keuskupan maupun regio diperbanyak, untuk menampung para calon
katekis, yang mendalami ajaran katolik, terutama perihal Kitab suci dan liturgi, maupun
mengembangkan metode katekese dan praktik pastoral; selain itu membina diri menurut adat-
perilaku kristiani, dan tiada hentinya berusaha mengembangkan keutamaan serta kesucian hidup.
Kecuali itu hendaklah diselenggarakan pertemuan-pertemuan atau kursus-kursus, untuk pada masa-
masa tertentu membantu para katekis menyegarkan diri dalam ilmu-ilmu dan ketrampilan-
ketrampilan yang berguna bagi pelayanan mereka, serta memupuk dan meneguhkan hidup rohani
mereka. Selain itu, hendaknya mereka, yang membaktikan diri sepenuhnya dalam kegiatan itu, diberi
status hidup yang sepantasnya dan jaminan sosial dalam bentuk balas jasa yang adil.
18. (Pengembangan hidup religius)
Hendaknya lembaga-lembaga religious berusaha mengungkapkan dan menurunkan kekayaan sesuai
dengan bakatpembawaan dan watak perangai masing-masing bangsa. Hendaknya dipertimbangkan
dengan saksama, bagaimana tradisi-tradisi ulah-tapa serta kontemplasi, yang benih-benihnya acap
kali sebelum pewartaan Injil sudah ditanam oleh Allah dalam kebudayaan-kebudayaan kuno, dapat
ditampung ke dalam hidup religius kristiani. Dalam Gereja-Gereja muda hendaknya dikembangkan
pelbagai bentuk hidup religius, untuk memperlihatkan pelbagai segi perutusan Kristus dan kehidupan
Gereja, dan untuk membaktikan diri melalui pelbagai bentuk karya pastoral serta menyiapkan para
anggotanya dengan baik untuk melaksanakan kegiatan itu.

Bab Tiga Gereja-Gereja Khusus


19. Kemajuan Gereja-Gereja muda
Dalam Gereja-Gereja muda itu kehidupan Umat Allah harus menjadi dewasa di segala bidang hidup
kristiani yang perlu diperbaharui menurut kaidah-kaidah Konsili ini: kelompok-kelompok Umat
beragama semakin sadar menjadi jemaat-jemaat yang hidup karena iman, ibadat dan cinta kasihnya;
kaum awam melalui kegiatan kemasyarakatan dan kerasulan berusaha menciptakan tatanan cinta
kasih dan keadilan dalam masyarakat; upaya-upaya komunikasi sosial digunakan secara tepat dan
bijaksana; keluarga-keluarga dengan hidup mereka yang sungguh kristiani menjasi persemaian
kerasulan awam maupun panggilan-panggilan imam dan religius. Akhirnya iman diwartakan melalui
katekese yang sesuai, dirayakan dalam liturgi yang selaras dengan sifat perangai rakyat, serta dengan
adanya perundangan Gereja yang cocok memasuki lembaga-lembaga yang terpandang dan merasuki
adat-kebiasaan setempat.
20. Kegiatan misioner Gereja-Gereja khusus
Gereja khusus wajib harus menyadari bahwa ia juga diutus kepada mereka yang belum beriman akan
Kristus dan bersama dengannya menghuni daerah yang sama, sehingga melalui kesaksian hidup
masing-masing anggotanya seluruh jemaatnya menjadi tanda yang menunjukkan Kristus kepada
mereka. Selain itu diperlukan sabda, supaya Injil mencapai semua orang. Para Uskup wajib menjadi
pewarta iman, yang menghantarkan murid-murid baru kepada Kristus. Supaya ia menunaikan tugas
mulia itu sebagaimana mestinya, hendaklah ia sungguh menyelami baik situasi dan kondisi
kawanannya, maupun pandangan-pandangan tentang Allah yang sesungguhnya terdapat pada sesama
warga masyarakat. Hendaklah ia dengan seksama mempertimbangkan juga perubahan-perubahan,
yang disebabkan oleh apa yang disebut “urbanisasi”, perpindahan penduduk, dan sikap tak acuh di
bidang keagamaan.
21. Pengembangan kerasulan awam
Sejak suatu Gereja didirikan perhatian amat besar harus diberikan kepada pembentukan kaum awam
kristiani yang dewasa. Sebab Umat beriman awam sepenuhnya termasuk Umat Allah pun sekaligus
masyarakat. Mereka termasuk bangsa yang menjadi pangkuan kelahiran mereka. Melalui pendidikan
mereka mulai ikut menikmati kekayaan kebudayaannya. Mereka terikat pada kehidupannya melalui
aneka ikatan sosial. Atas usaha sendiri mereka ikut menyumbang bagi kemajuannya melalui kejuruan
mereka. Masalah-masalahnya mereka rasakan sebagai persoalan mereka sendiri, dan mereka
berusaha memecahkannya. Tetapi mereka juga menjadi milik Kristus, karena dilahirkan kembali
dalam Gereja melalui iman dan Baptis, supaya berkat barunya hidup dan karya mereka, mereka
menjadi milik Kristus (lih. 1Kor 15:23), supaya dalam Kristus segala-sesuatu tunduk kepada Allah,
dan akhirnya Allah menjadi semuanya dalam segalanya (lih. 1Kor 15:28). Tugas utama para awam
baik pria maupun wanita yakni: memberi kesaksian akan Kristus. Mereka wajib bersaksi dengan
kehidupan dan kata-kata dalam keluarga, dikalangan sosial mereka, dilingkungan profesi mereka.
22. Kemacam-ragaman dalam kesatuan
Gereja-Gereja itu meminjam dari adat-istiadat dan tradisi-tradisi para bangsanya, dari kebijaksanaan
dan ajaran mereka, dari kesenian dan ilmu-pengetahuan mereka, segala sesuatu, yang dapat
merupakan sumbangan untuk mengakui kemuliaan Sang Pencipta, untuk memperjelas rahmat Sang
Penenbus, dan untuk mengatur hidup kristiani dengan saksama. Untuk mencapai maksud itu
perlulah, bahwa disetiap kawasan sosio-budaya yang luas, seperti dikatakan, didoronglah refleksi
teologis, untuk – dalam terang Tradisi Gereja semesta meneliti secara baru peristiwa-peristiwa
maupun amanat sabda yang telah diwahyukan oleh Allah, dicantumkan dalam Kitab suci, dan
diuraikan oleh para Bapa serta Wewenang Mengajar Gereja.

Bab Empat Para Misionaris


23. Panggilan misioner
Kristus Tuhan selalu memanggil mereka yang dikehendaki-Nya, untuk tinggal bersama dengan-Nya,
dan untuk diutus mewartakan Injil kepada para bangsa (lih. Mrk 3:13 dsl.). Maka melalui Roh
Kudus, yang membagikan kurnia-kurnia seperti yang dikehendaki-Nya demi manfaatnya bagi jemaat
(1Kor 12:11), Tuhan menumbuhkan panggilan misioner dihati masing-masing, sekaligus juga
membangkitkan Lembaga-Lembagadalam Gereja, yang menerima tugas mewartakan Injil, yang
menjadi tanggung jawab seluruh Gereja, sebagai tugas mereka sebab panggilan istimewa menandai
mereka, yang sifat perangai alamiahnya memang cocok, dan cakap berkat kurnia-kurnia serta bakat
pembawaan mereka, lagi pula siap sedia untuk mengemban karya .
25. Pembinaan rohani dan moral
Untuk menangani karya seluhur itu calon misionaris perlu disiapkan dengan pembinaan rohani dan
moral yang khusus. Sebab ia harus siap sedia untuk mengadakan prakarsaprakarsa, dengan tekun
menjalankan karya-kegiatannya, dengan tabah menghadapi kesukaran-kesukaran. Ia diharapkan
dengan sabar dengan teguh menanggung kesunyian, rasa lelah, dan jerih-payah yang tak berhasil.
Sikap-sikap batin itu hendaknya pada masa pembinaan sudah mulai diamalkan dan dikembangkan
dengan tekun, dan diangkat serta dipupuk dalam hidup rohani. Hendaklah misionaris, diresapi oleh
iman yang hidup dan harapan yang takkan memudar, menjadi manusia doa. Hendaknya ia bernyala
karena semangat yang tangguh dan cinta kasih serta sifat ugaharinya (lih. 2Tim 1:7). Hendaklah ia
belajar mencukupi diri di segala keadaan (lih. Flp 4:11). Hendaknya dengan semangat berkorban ia
mengemban kematian Yesus dalam dirinya, supaya kehidupan Yesus berkarya pada mereka yang
dilayaninya dalam perutusannya.
26. Pembinaan dalam ajaran kerasulan
Oleh karena itu semua misionaris imam, bruder, suster, awam perlu disiapkan dan dibina menurut
keadaan masing-masing, supaya mereka jangan ternyata tidak sanggup menghadapi tuntutan-tuntutan
karya di kemudian hari. Hendaknya sudah sejak semula pembinaan mereka dalam ajaran
diselenggarakan, sehingga merangkum baik sifat universal Gereja maupun kemacam-ragaman para
bangsa. Itu berlaku bagi semua mata-pelajaran, yang menyiapkan mereka untuk menunaikan
pelayanan mereka, maupun bagi ilmu pengetahuan lainnya, yang berguna untuk mereka pelajari,
supaya mereka dibekali pengetahuan umum tentang bangsa-bangsa, kebudayaan-kebudayaan, dan
agama-agama; itu pun bukan saja menyangkut masa silam, melainkan juga masa sekarang. Bagi
calon misionaris sangat perlulah menekuni studi Misiologi artinya memahami ajaran maupun kaidah-
kaidah Gereja mengenai kegiatan misioner, mengetahui jalan-jalan manakah yang disepanjang masa
telah ditempuh oleh para pewarta Injil, begitu pula situasi misi-misi zaman sekarang, pun juga
metode-metode, yang sekarang dipandang lebih tepat-guna. Tetapi meskipun pembinaan itu
seluruhnya perlu dijiwai keprihatinan pastoral, hendaklah diselenggarakan pembinaan kerasulan
yang khusus dan teraratur, melalui kursus-kursus maupun latihan-latihan praktis. Hendaknya
sebanyak mungkin bruder dan suster sungguh-sungguh mempelajari seni berkatekese, dan disiapkan
supaya mereka mampu bekerja sama lebih erat lagi dalam kerasulan Juga mereka, yang hanya untuk
sementara berperan dalam kegiatan misioner, perlulah mendapat pembinaan yang memadai bagi
situasi mereka. Hendaknya mereka mempelajari bahasa-bahasa sedemikian baik, sehingga mampu
menggunakannya dengan lancar dan halus, dan dengan demikian lebih mudah menyapa budi maupun
hati orang-orang. Selain itu hendaklah mereka diperkenalkan dengan kebutuhan-kebutuhan pastoral
yang khusus sebagaimana mestinya. Hendaknya ada beberapa pula yang secara lebih mendalam di
siapkan pada Lembaga-Lembaga Misiologi atau di fakultas-fakultas atau universitas-universitas lain,
supaya lebih tepat guna menunaikan tugas-tugas yang khusus, dan dengan kemahiran mereka mampu
yang terutama pada zaman kita sekarang menimbulkan sekian banyak kesulitan dan membuka
kesempatan-kesempatan baru.
27. Lembaga-Lembaga yang berkarya di daerah-daerah misi
Sering kali oleh Takhta suci mereka diserahi pewartaan Injil di daerah-daerah yang luas. Disitulah
Lembaga-lembaga menghimpun Umat yang baru bagi Allah, yakni Gereja setempat yang mematuhi
para gembalanya sendiri. Gereja-Gereja yang telah didirikan, bahkan dengan tumpahan darah akan
mereka layani dengan semangat maupun pengalaman, dengan kerja sama persaudaraan, entah dengan
menjalankan reksa jiwa-jiwa, ataupun dengan menunaikan tugas-tugas khusus demi kesejahteraan
umum.
Bab Lima Pengaturan Kegiatan Misioner
28. Pendahuluan
Karena Umat beriman kristiani mempunyai kurnia-kurnia yang berbeda-beda (lih. Rom 12:6),
mereka wajib menyumbangkan tenaga bagi Injil, masing-masing menurut kesempatannya, upaya
yang tersedia, karisma dan pelayanannya (lih. 1Kor 3:10). Maka mereka semua harus bersatu (lih.
1Kor 3:8), yang menabur dan yang menuai (lih. Yoh 4:37), yang menanam dan yang mengairi,
supaya sambil dengan bebas dan teratur bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.
29. Organisasi umum
Karena keprihatinan untuk mewartakan Injil di mana-mana terutama termasuk tugas Dewan para
Uskup[, maka hendaknya Sinode para Uskup atau “Musyawarah tetap para Uskup untuk Gereja
semesta”, diantara urusan-urusan demi kepentingan umum, secara istimewa memperhatikan kegiatan
misioner, tugas Gereja yang paling agung dan suci. Untuk semua daerah Misi dan untuk seluruh
kegiatan misioner hanya boleh ada satu Kongregasi yang berwewenang, yakni Kongregasi untuk
“Penyebaran Iman”, yang memimpin dan menyelaraskan di mana-mana baik karya misioner sendiri
maupun kerja sama misioner, sedangkan Gereja-Gereja Timur tetap menganut hukum mereka[.
Dengan pelbagai cara Roh Kudus membangkitkan semangat misioner dalam Gereja Allah, dan tidak
jarang mendahului tindakan mereka yang wajib membimbing kehidupan Gereja. Namun dari
pihaknya hendaklah Kongregasi untuk “Penyebaran Iman” mengembangkan panggilan serta
spiritualitas (corak hidup rohani) misioner, memajukan semangat merasul dan doa untuk Misi, dan
mengenai itu semua menerbitkan berita-berita yang asli dan memadai.
30. Organisasi setempat di daerah Misi
Supaya dalam pelaksanaan karya misioner sandiri tujuan-tujuan serta hasil-hasil dapat dicapai,
hendaknya semua tenaga misioner “sehati dan sejiwa” (Kis 4:32). Uskup selaku pemimpin dan pusat
kesatuan dalam kerasulan keuskupan, bertugas memajukan, memimpin dan mengkoordinasi kegiatan
misioner, tetapi sedemikian rupa, sehingga kegiatan spontan mereka yang ikut berkarya tetap
dipertahankan dan di dukung. Semua misionaris, juga para religius yang eksem, wajib mematuhi
kuasa yang sama di pelbagai karya, yang menyangkut pelaksanaan kerasulan suci. Supaya koordinasi
lebih baik, hendaklah Uskup sedapat mungkin mendirikan Dewan pastoral. Ulasan : seringkali terjadi
perbedaan pandangan antara para uskup dengan para misionaris dan kaum religius sehingga berbagai
kegiatan misioner yang akan dibuat menjadi terhambat. Seharusnya mereka Bersama-sama
mendirikan dewan pastoral dan saling membagikan pendapatnya dengan memperhatikan juga
pendapat yang lainnya.
31. Koordinasi pada tingkat Regio
Hendaknya Konferensi-Konferensi Uskup dalam musyawarah bersama membahas soal soal yang
cukup berat dan masalah-masalah yang mendesak, tetapi tanpa mengabaikan perbedaan-perbedaan
setempat. Supaya jumlah tenaga maupun bantuan-bantuan yang sudah tidak mencukupi jangan
dihamburkan, dan prakarsa-prakarsa jangan diperbanyak tanpa perlu, di anjurkan agar karya-karya
yang mengabdi kesejahteraan semuanya diselenggarakan dengan berpadu tenaga, misalnya:
seminari-seminari, sekolah-sekolah tinggi dan sekolah-sekolah teknik, pusat-pusat pastoral, katekese,
liturgi serta media komunikasi sosial. Ulasan : seharusnya konferensi para Uskup memperhatikan
kebutuhan umat setempat, dengan memperhatikan pembangunan dan perkembangan sekolah-sekolah
untuk calon imam dan katekis, sehingga keduanya sama-sama mendapatkan perhatian dengan adil.
Para konferensi uskup tidak boleh mendahulukan yang satu dengan melupakan yang lain, karena
keduanya memiliki hak yang sama.
32. Organisasi kegiatan Lembaga-Lembaga
Berguna pula mengkoordinasi kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Lembaga lembaga atau
Serikat-Serikat Gerejawi. Itu semua, entah macam apa, dalam segalanya yang menyangkut kegiatan
misioner sendiri, hendaknya mematuhi Ordinaris setempat. Maka akan banyak berguna mengadakan
perjanjian-perjanjian khusus untuk mengatur hubungan-hubungan antara Ordinaris setempat dan
Pemimpin Lembaga. Bila Lembaga tertentu diserahi suatu daerah, Pemimpin Gerejawi maupun
Lembaga itu akan memperhatikan untuk mengarahkan segalanya kepada tujuan ini: supaya jemaat
kristiani yang baru bertumbuh menjadi Gereja setempat, yang pada waktunya akan dibimbing oleh
Gembalanya sendiri beserta para imamnya. Ulasan : haruslah ada kerja sama yang baik antara
pemimpin gerejawi dan ordinaris setempat supaya Bersama-bersama mmeperhatikan pertumbuhan
dari gereja yang berada di daerah tersebut. Apabila jumlah umat sudah sangat banyak, umat dapat
melakukan pemekaran gereja yang baru tentu juga dengan memperhatikan ketersediaan imam yang
akan bertugas.
33. Koordinasi antara Lembaga-Lembaga
Adapun Lembaga-Lembaga, yang menjalankan kegiatan misioner di daerah yang sama, harus
menemukan cara-cara mengkoordinasi karya-karya mereka. Maka sangat besarlah manfaat
Konferensi-Konferensi para Religius pria dan Perserikatan-Perserikatan para Suster, yang
beranggotakan semua Lembaga di negeri atau kawasan yang sama. Konferensi-Konferensi itu
hendaknya menyelidiki, manakh usaha-usaha yang dapat dijalankan bersama, dan menjalin
hubungan yang erat dengan Konferensi-Konferensi Uskup. Ulasan : saat ini konferensi religious dan
perserikatan para suster yang dididirikan terutama yang ada di Sulawesi utara, tetapi untuk panggilan
hidup religious pada masyarakat Sulawesi utara sendiri sangat kurang, karena banyak suster, bruder
dan frater yang berasal dari luar Sulawesi utara. Hal ini harus menjadi perhatian bagi kita semua
bukan hanya uskup dan imam saja, tetapi juga perlu diperhatikan oleh para kaum beriman yang
dalam hal ini keluarga-keluarga kristiani.
34. Koordinasi antara lembaga-lembaga ilmiah
Pelaksanaan kegiatan misioner yang tepat dan teratur menuntut, supaya para pewarta Injil disiapkan
secara ilmiah untuk tugas-tugas mereka, terutama untuk berdialog dengan agama-agama serta
kebudayaan-kebudayaan bukan kristiani, dan supaya mereka dibantu secara tepat guna dalam
pelaksanaannya sendiri. Maka diharapkan, supaya demi kepentingan daerah-daerah Misi dijalin kerja
sama secara persaudaraan dan leluasa antara Lembaga-Lembaga ilmiah manapun juga. Yang
mengembangkan misiologi dan bidang-bidang ilmu lain atau ketrampilan-ketrampilan yang
bermanfaat bagi daerahdaerah Misi, misalnya: etnologi dan linguistik (ilmu bahasa), sejarah dan ilmu
agamaagama, sosiologi, ketrampilan-ketrampilan pastoral dan sebagainya. Ulasan : para pewarta Injil
seharusnya mengikuti berbagai pelatihan atau melalui sebuah studi sehingga dalam mewartakan Injil
di suatu wilayah, pengajaran-pengajaran yang ia lakukan dapat lebih mudah mengerti dan diterima
orang.
Bab Enam Kerja Sama
36. Pendahuluan
Seluruh gereja bersifat misioner, dan karya mewartakan Injil merupakan tugas Umat Allah yang
mendasar. Maka Konsili suci mengundang semua anggota umat untuk mengadakan pembaharuan
batin yang mendalam, supaya mereka mempunyai kesadaran yang hidup tentang tanggung jawab
mereka dalam penyebaran Injil, dan menjalankan peran mereka dalam karya misioner di antara
bangsa-bangsa.
37. Kewajiban misioner segenap Umat Allah
Hendaknya semua putera Gereja mempunyai kesadaran yang hidup akan tanggung jawab mereka
terhadap dunia, memupuk semangat katolik sejati dalam diri mereka, dan mencurahkan tenaga
mereka demi karya mewartakan Injil. Akan tetapi hendaknya semua memahami, bahwa kewajiban
mereka yang pertama dan utama untuk menyiarkan iman yakni: menghayati hidup kristiani secara
mendalam. Ulasan yaitu masih banyak umat yang tidak menyadari tugas dan tanggung jawabnya
untuk menyebarkan iman satu dengan yang lain. Banyak umat yang kurang terlibat dalam kegiatan
liturgi dan pewartaan gereja dan kurangnya perhatian dari para imam untuk mengajak umat lebih
mengaktifkan diri dalam kegiatan-kegiatan seperti katekese dan pendalaman iman lainnya.
38. Kewajiban misioner jemaat-jemaat kristiani
Di jemaat-jemaat rahmat pembaharuan tidak dapat berkembang, bila jemaat masingmasing tidak
memperluas tidak memperluas gelanggang cinta kasihnya sampai ke ujungujung bumi, dan
menyatakan perhatian yang sama terhadap mereka yang jauh dan mereka yang termasuk anggotanya
sendiri. Begitulah seluruh jemaat berdoa, menyumbangkan tenaga dan melaksanakan kegiatan di
antara bangsa-bangsa melalui para puteranya, yang dipilih oleh Allah untuk tugas yang amat luhur
itu. Asal saja karya misioner di seluruh dunia tidak diabaikan, akan sangat berguna melestarikan
hubungan dengan para misionaris yang berasal dari jemaat sendiri, atau dengan suatu paroki atau
keuskupan di daerah Misi, supaya persekutuan antar jemaat menjadi nyata, dan dengan demikian
jemaat-jemaat saling membangun. Ulasan : seharusnya semua umat saling memperhatikan satu
dengan yang lain, saling peduli dengan sesama terutama kepada mereka yang sangat membutuhkan
pertolongan terutama saat ini sudah sangat banyak kelompok-kelompok tertentu yang
mengatasnamakan kelompok Kristen, tetapi memberikan ajaran yang tidak benar. Sebagai kaum
beriman, kita harus saling memperhatikan satu dengan yang lain sehingga tidak seorangpun dari kita
yang masuk kepada kelompok yang seperti itu, kita harus memperkuat semangat persaudaraan satu
dengan yang lainnya.
39. Kewajiban misioner para Uskup
Uskuplah yang semestinya dengan suka hati mengembangkan panggilan-panggilan kaum muda dan
klerus untuk Lembaga-Lembaga misioner, dan menerimanya dengan rasa syukur, bila Allah memilih
beberapa di antara mereka, untuk menggabungkan diri pada kegiatan misioner Gereja. Ulasan : Para
Uskup memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan dan mengembangkan panggilan-panggilan
kepada kaum muda dan kaum klerus, akan tetapi tidak semua Uskup melakukan upaya-upaya
mendekati para kaum muda dan menanamkan benih panggilan ke dalam hati mereka. Seharusnya
Uskup bergaul dengan kaum muda dan mulai memberikan arahan-arahan dan nasehat kepada mereka
agar mereka terpanggil untuk menjadi imam.
40. Kewajiban misioner para imam
Berisi penjelasan tentang tanggung jawab imam dan diosesan di dalam menjalankan kegiatan
misioner. Sebagai imam mereka harus mampu merencanakan dan menyusun reksa pastoral yang
bermanfaat bagi penyebaran Injil diantara umat bukan kristiani. Reksa pastoral tersebut harus mampu
membangkitkan dan melestarikan semangat untuk evangelisasi dunia diantara umat beriman. Dengan
katekese dan pewartaan tugas, Gereja menyiarkan Kristus kepada keluarga-keluarga kristiani supaya
memupuk panggilan misioner pada putera-puteri mereka, mengembangkan semangat misioner pada
kaum muda sehingga dari antara mereka muncul calon-calon pewarta Injil. Dalam melaksanakan
misinya, para imam perlu mengajak umat beriman untuk mendoakan misi dan meminta derma dari
mereka. Selain itu juga para diosesan yang ada di seminari maupun universitas bertanggung jawab
dalam memperkenalkan kepada kaum muda tentang situasi dunia dan Gereja yang sesungguhnya,
supaya pewartaan Injil yang lebih intensif kepada umat bukan kristiani menjadi jelas bagi mereka
dan menghidupkan semangat misioner mereka.
41. Kewajiban misioner tarekat-tarekat religius
Berisi penjelasan tentang peran tarekat-tarekat religius dalam evangelisasi dunia. Mereka banyak
melakukan pengorbanan demi kemuliaan Allah dan pengabdian kepada jiwa-jiwa. Tarekat-tarekat
harus melanjutkan karya misi atas kesadaran bahwa keutamaan cinta kasih, yang berdasarkan
panggilan mereka wajib mereka amalkan secara lebih sempurna, mendorong serta mengikat mereka
untuk mewujudkan semangat dan menangani karya yang sungguh bersifat katolik. Tarekat-tarekat
hidup kontemplatif melalui doa-doa, ulah-pertobatan dan duka-derita mereka, amat penting
maknanya bagi pertobatan jiwa-jiwa, karena Allah-lah, yang bila dimohon mengutus pekerja-pekerja
ke dalam panenan-Nya (Mat 9:38), membuka hati umat bukan kristiani untuk mendengarkan Injil
(Kis 14:16), dan menyuburkan sabda keselamatan dalam hati mereka (lih. 1Kor 3:7). Tarekat-tarekat
harus mendirikan biara-biara di daerah-daerah Misi. Maksudnya supaya tarekat-tarekat itu sesuai
dengan tradisi-tradisi keagamaan asli para bangsa dengan menghayati hidup, memberi kesaksian
sungguh mulia ditengah umat bukan kristiani tentang kedaulatan dan cinta kasih Allah, dan tentang
persatuan dalam Kristus. Tarekat-tarekat hidup aktif, haruslah jujur dihadapan Allah, mampu
memperluas Kerajaan Allah di antara bangsa-bangsa, menyerahkan beberapa pelayanan kepada
tarekat-tarekat lain, sehingga mampu mencurahkan daya-tenaga mereka untuk daerah-daerah Misi;
42. (Kewajiban misioner kaum awam)
Berisi penjelasan kewajiban-kewajiban kaum awam dalam mewartakan Injil di tengah dunia. Adapun
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan kaum awam yaitu terlibat dalam mengembangkan cinta
kasih terhadap misi pada dirinya sendiri maupun pada sesama, membangkitkan panggilan-panggilan
dalam keluarga mereka sendiri, dalam perserikatan-perserikatan katolik dan di sekolah-sekolah.
Peranan kaum awam dalam mewartakan injil juga perlu diterapkan dengan mengajar di sekolah-
sekolah, ikut berperan dalam kegiatan kegiatan paroki dan keuskupan, menyelenggarakan dan
mengembangkan pelbagai bentuk kerasulan awam, supaya umat beriman dalam Gereja-Gereja muda
selekas mungkin mampu memainkan peran mereka dalam kehidupan Gereja. Kaum awam perlu
membangun semangat persaudaraan dalam bekerja sama baik dengan umat kristiani maupun bukan
kristiani demi mencapai satu tujuan tersebut dibutuhkan persiapan tehnis dan rohani seperlunya.
Ulasan : sudah sangat kurang panggilan untuk menjadi imam karena banyak keluarga yang tidak lagi
mendukung anak-anaknya untuk menjadi imam. Seharusnya para orang tua harus membangun
semangat pada anaknya dengan membiasakan anaknya sejak kecil untuk aktif dalam berbagai
kegiatan yang dilaksanakan di gereja.
C. Tanggapan Pribadi sebagai Calon Guru/Guru Agama Katolik/Katekis
• “Semua orang yang telah di babtis dipanggil, untuk berhimpun dalam satu kawanan, dan dengan
demikian mampu serentak memberi kesaksian akan kristus Tuhan mereka dihadapan para bangsa”.
Menurut pendapat saya pokok ini menarik karena isi pokok tersebut mengingatkan kita semua yang
telah dibaptis untuk berhimpun menjadi satu persekutuan. Sebagai umat katolik yang telah dibaptis
kita semua diharapkan untuk terlibat dalam memberikan kesaksian akan Kristus. Berdasarkan
pengamatan lingkungan sekolah para siswa Katolik yang telah menerima sakramen baptis, kurang
menyadari tugas dan tanggung jawab mereka dalam mewartakan dan memberikan kesaksian tentang
Yesus di dalam tindakan mereka sehari-hari Maka sebagai calon guru khususnya guru agama katolik,
saya menyadari tanggungjawab saya untuk memperhatikan kehidupan rohani para siswa-siswa
dengan cara menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua/wali siswa dan menanyakan
bagaimana keterlibatan siswa dalam kegiatan gereja dan wilayah rohani atau stasi. Setelah mendapat
informasi atau keterangan dari orang tua/wali, kita perlu merancang kegiatan-kegiatan sekolah yang
bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana siswa dapat mewartakan dan memberikan kesaksian
tentang Yesus ditengah-tengah sesama siswa dan guru-guru yaitu melalui keaktifan dalam memimpin
ibadat pagi, memimpin devosi kepada Maria, memimpin devosi jalan salib, maupun pada saat
sekolah mengadakan kegiatan bible camp dan rekoleksi bersama.

• “Untuk dapat menyajikan kepada semua orang misteri keselamatan serta kehidupan yang
disediakan oleh Allah, Gereja harus memasuki golongan-golongan itu dengan gerak yang sama
seperti Kristus sendiri, ketika Ia dalam penjelmaan-Nya mengikatkan diri pada keadaan-keadaan
sosial dan budaya tertentu, pada situasi orang-orang yang sehari-hari dijumpai-Nya”.
Menurut pendapat saya pokok ini menarik karena pada pokok ini memberitahukan kepada kita
tentang peranan gereja kepada umat supaya misteri keselamatan dan kehidupan yang disediakan oleh
Allah dapat dirasakan oleh umat. Gereja merasa turut bertanggung jawab sepenuhnya yaitu dengan
mengikuti Kristus di dalam memasuki golongan umat tertentu. Gereja juga harus beradaptasi dengan
keadaan-keadaan sosial dan budaya umat setempat sehingga langkah-langkah yang dilakukan gereja
untuk mewujudkan misteri keselamatan serta kehidupan yang disediakan Allah kepada manusia
dapat mencapai tujuannya. Berdasarkan pengalaman saat melaksanakan asistensi mengajar, saya
melihat Pastor Paroki yang memperhatikan kegiatan rohani di sekolah dengan memberikan panduan
tatacara ibadat kepada setiap sekolah paroki. Namun, pelaksanaan devosi rosario di lokasi asistensi
tidak berjalan baik karena ada siswa yang tidak mau menjadi pemimpin rosario sehingga Sebagai
calon guru agama, kita memiliki tugas untuk membantu Pastor paroki dalam menjalankan misinya
tersebut dengan memastikan bahwa kegiatan-kegiatan peribadatan/devosi yang dilakukan terus
berjalan dengan baik dalam artian peribadatan/devosi tetap dilaksanakan di sekolah dan setiap siswa
secara bergantian memimpin devosi rosario maupun ibadat sabda.

• “Hendaknya umat beriman memperhatikan proses perubahan mendalam, yang sedang


berlangsung pada bangsa-bangsa itu, dan ikut mengusahakan, supaya orang-orang zaman sekarang
jangan terlampau memperhatikan ilmu-pengetahuan serta teknologi dunia modern, sehingga
terasingkan dari nilai-nilai ilahi, bahkan supaya mereka dibangkitkan untuk semakin intensif
merindukan kebenaran dan cinta kasih yang diwahyukan oleh Allah”.
Menurut pendapat saya pokok ini menarik karena dalam pokok ini umat beriman untuk
memperhatikan situasi zaman sekarang dimana sekarang ini segala macam aktivitas yang dilakukan
oleh manusia harus melibatkan alat-alat teknologi. Sekarang ini karena pengaruh dunia modern juga
umat banyak menggunakan tren pakaian luar negeri yang bertentangan dengan etika berpakaian.
Berdasarkan sekolah tempat saya melaksanakan asistensi mengajar, terdapat beberapa siswa yang
menyalahgunakan media sosialnya. Sebagai calon guru agama atau katekis, saya merasa perlu
melakukan pendekatan secara pribadi kepada siswa-siswi tersebut untuk menyadarkan mereka bahwa
mereka perlu lebih bijak di dalam menggunakan media sosialnya dan memilah pakaian-pakaian yang
mereka gunakan supaya mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengikuti kegiatan
bermanfaat seperti ibadat-ibadat, katekese dan perayaan ekaristi dan sebagainya.

• “Kehadiran Umat beriman kristiani di tengah golongan-golongan manusia hendaknya dijiwai oleh
cinta kasih Allah terhadap kita, sebab Allah menghendaki supaya kita saling mengasihi dengan cinta
kasih yang sama (lih. 1Yoh 4:11). Sesungguhnya cinta kasih kristiani di tujukan kepada semua orang
tanpa membeda-bedakan suku-bangsa, keadaan sosial atau agama; cinta kasih tidak mengharapkan
keuntungan atau ungkapan terima kasih”.
Menurut pendapat saya pokok ini menarik karena mengajak kita sebagai umat beriman yang
walaupun berbeda latar-belakang suku,agama,ras dan budaya juga berbeda cara berpikir untuk saling
mengasihi satu sama lain, dengan cinta kasih Allah yang dijadikan dasar bagi kita untuk saling
mengasihi. Di dalam lingkungan sekolah, siswa-siswi memiliki latar belakang yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Siswa-siswi bukan hanya berasal dari lingkungan keluarga katolik saja, tetapi
juga terdapat siswa yang berasal dari keluarga kristen. Siswa-siswi juga bukan hanya berasal desa,
lingkungan atau kelurahan yang ada disekitar sekolah seperti watulambot, makalisung, touliang oki,
kembes dan dari tataaran saja, melainkan juga terdapat banyak siswa yang berasal dari Papua dan
Banggai. Dengan banyaknya keragaman ini, seharusnya ditumbuhkan rasa cinta, saling memiliki dan
mengasihi sebagai keluarga besar SMA Katolik Rosa de Lima Tondano. Maka sebagai calon guru
agama dan katekis kita harus menumbuhkan dalam diri siswa untuk saling menyayangi, menghargai,
memperhatikan satu dengan yang lain, berteman tanpa menghakimi latar belakang seseorang, dan
saling membantu tanpa mengharapkan imbalan.

• “Hendaknya kaum beriman secara istimewa membaktikan diri bagi pendidikan anak-anak dan
kaum muda melalui pelbagai macam sekolah-sekolah, yang harus dipandang tidak hanya sebagai
upaya yang unggul untuk membina dan memajukan angkatan muda kristiani, melainkan juga sebagai
pengabdian yang bernilai amat tinggi kepada umat manusia, terutama kepada bangsa-bangsa yang
sedang berkembang, untuk mengangkat martabat manusia dan menyiapkan kondisi-kondisi yang
lebih manusiawi”.
Menurut pendapat saya, pokok ini menarik karena dalam pokok ini mengajak sekaligus menyadarkan
kepada kita sebagai pemangku kepentingan di bidang Pendidikan untuk bekerja sama demi
memajukan Pendidikan yang ada melalui pendirian sekolah-sekolah katolik. Pihak-pihak yang
terlibat untuk pendirian sekolah katolik tentu saja Yayasan, Pastor Paroki, Pemerintah dan guru-guru.
Sebagai calon guru agama atau katekis, saya perlu memberikan saran terhadap pihak sekolah untuk
membangun kerjasama yang baik dengan pastor paroki, Yayasan dan pemerintah sehingga pihak-
pihak tersebut dapat mengetahui kondisi sekolah dan memberikan bantuan apabila bangunan di
sekolah akan diperbaiki.
• “Inisiasi kristiani dalam katekumenat itu jangan hanya diselenggarakan oleh para katekis atau para
imam, melainkan hendaknya di laksanakan oleh segenap jemaat beriman, khususnya oleh bapak ibu
baptis, sehingga para katekumen sejak semula merasa termasuk anggota Umat Allah”.
Menurut pendapat saya pokok ini menarik karena dalam pokok ini berisi tentang penerimaan
sakramen inisiasi yaitu baptis, ekaristi dan penguatan yang bukan hanya menjadi tanggung jawab
dari katekis dan imam saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab dari orang tua baptis dari anak
tersebut. Mengenai hal ini, ada siswa saya yang kurang diperhatikan dari keluarga dan orangtua
baptisnya sehingga dia mulai menyimpang apalagi di usia remaja yang menuju kedewasaan ini
sangat rentan terjadi remaja mengikuti pergaulan yang tidak sehat. Maka sebagai calon guru agama
dan katekis, saya merasa perlu untuk mencari tahu latar belakangnya dan memberikan nasehat
kepada siswa tersebut supaya dia dapat kembali ke jalan yang benar.

• “Pendidikan para katekis harus dilaksanakan dan disesuaikan dengan kemajuan kebudayaan
sedemikian rupa, sehingga mereka menjadi rekan sekerja yang tangguh bagi para imam, dan mampu
menunaikan sebaik mungkin tugas mereka, yang makin bertambah sulit karena beban-beban baru
yang lebih berat”.
Menurut pendapat saya, pokok ini menarik karena membahas tentang Pendidikan yang harus
ditempuh oleh katekis atau guru agama supaya mereka sungguh-sungguh dipersiapkan dengan baik
sehingga pada saat melayani umat maupun mengajar di sekolah, hal-hal yang mereka lakukan atau
ajarkan merupakan ajaran yang benar dan bermanfaat bagi perkembangan iman siswa. Pendidikan
katekis sangat menjadi pokok perhatian karena untuk menjadi katekis sangat tidak mudah dan
banyak tuntutan yang berat; menjadi katekis harus memiliki banyak pemahaman tentang dogma-
dogma, liturgi, terutama yang mengarah ke apologetika. Maka sebagai calon guru agama atau
katekis, kita harus mengaplikasikan semua teori-teori yang kita dapat pada saat berkuliah di kampus
untuk diimplementasikan di sekolah terutama bila ada siswa yang memberikan pertanyaan yang
berkaitan dengan pengetahuan agama, liturgi, dogma-dogma, maupun topik-topik yang mengarah
pembelaan iman, kita dapat memberikan penjelasan yang benar dan tidak keliru.

• “Hendaknya jumlah sekolah-sekolah tingkat keuskupan maupun regio diperbanyak, untuk


menampung para calon katekis, yang mendalami ajaran katolik, terutama perihal Kitab suci dan
liturgi, maupun mengembangkan metode katekese dan praktik pastoral; selain itu membina diri
menurut adat-perilaku kristiani[ dan tiada hentinya berusaha mengembangkan keutamaan serta
kesucian hidup”.
Menurut pendapat saya pokok ini menarik karena dalam pokok ini jumlah sekolah untuk katekis dan
guru agama diperhatikan dan dianggap sangat penting karena teori-teori yang akan dipelajari sangat
dibutuhkan oleh umat sekarang ini. Terutama saat ini saat melaksanakan asistensi mengajar banyak
siswa yang sangat membutuhkan pendampingan pastoral, seperti siswa yang tidak tahu memimpin
ibadat sabda dan berdoa spontan. Maka sebagai calon guru agama atau katekis, saya ingin
memberikan pelatihan memimpin ibadat sabda dan mengajarkan bagaimana cara berdoa berdasarkan
struktur doa yang baik dan benar.

D. Aktualisasi Misioner
Pada bagian ini saya akan menceritakan beberapa profil dari siswa-siswi SMA Katolik Rosa de Lima
Tondano. Sebagai calon guru agama atau katekis yang saat ini melaksanakan Program Asistensi
Mengajar di SMA Katolik Rosa de Lima Tondano, saya melihat terdapat beberapa siswa yang sangat
membutuhkan pembinaan dan pendampingan dalam menghadapi berbagai permasalahan, kesulitan
dan tantangan mereka. Maka sebagai bentuk kepedulian dan kasih sayang dari saya yang kurang
lebih lima bulan melaksasnakan asistensi mengajar di sekolah ini, saya melaksanakan studi kasus
siswa terhadap siswa yang diangap memerlukan pembinaan dan pendampingan khusus untuk
mengangani segala masalah, kesulitan dan hambatan mereka. Maka dibawah ini akan saya uraikan
latarbelakang siswa yang menjadi target saya melaksanakan misi disertai dengan usaha konkrit yang
saya lakukan kepada masing-masing siswa tersebut sebagai wujud implementasi dari berbagai
pokok bahasan dalam dokumen Ad Gentes.
o Target yang pertama bernama Casey Gabriela Natasha Tompunu. Nama panggilan yang akrab
dipanggil kepadanya yaitu Casey. Dia merupakan seorang siswa perempuan yang duduk di kelas
sepuluh. Dia lahir di Watudambo pada tanggal 07 Oktober 2007. Dia menganut agama katolik.
Casey merupakan umat dari wilayah rohani Santa Maria di stasi Gereja katollik Hati Kudus
Yesus Watudambo, yang pusat parokinya Fransiskus Xaverius Kema. Selama saya melaksanakan
asistensi mengajar saya selalu mengamati dia yang selalu menyanyi. Dia merupakan sosok yang
periang dan sangat suka bercanda dengan teman-temannya. Ia berteman dekat dengan Karmel,
Christevio, Agnes, Naomi dan Maria. Dia memiliki sifat yang keras kepala dan mudah kecewa.
Apabila ada orang yang menyuruhnya untuk mengerjakan sesuatu tetapi ia tidak ingin
melakukannya, maka hal tersebut tidak akan ia lakukan. Walaupun kita sudah memaksanya, tetap
saja tidak akan ia lakukan. Malahan yang akan terjadi ia akan bersikap dingin dan merajuk
kepada orang yang memaksa dia melakukan hal yang tidak ingin ia lakukan. Selain itu, dia akan
menunjukkan sikap tidak suka terhadap orang tersebut dengan membalas ucapan yang
dilontarkan orang tersebut dengan kasar atau malahan mendiamkan dan menghindar dari orang
tersebut. Namun, saat akrab dengannya saya dapat mengetahui bahwa ia merupakan sosok anak
yang memiliki hati yang tabah terlebih saat dia dimaki oleh orangtuanya sendiri. Dia juga sosok
yang mudah akrab dan percaya dengan orang lain sehingga kami menjadi banyak bercerita
tentang kehidupan pribadi. Kasus yang saya investigasi dari Casey yaitu dia sangat suka berkata
kotor dan kurang sopan terhadap orang yang lebih tua darinya. Hal ini terlihat pada saat ada
orang yang menegur dan memberitahunya dengan baik, dia tidak mendengarkan teguran tersebut.
Pada suatu kali ada beberapa guru berusaha memberitahunya terkait statusnya yang belum
terdaftar sebagai siswa aktif SMA Katolik Rosa de Lima Tondano karena sekolah lamanya SMA
Katolik Lembean belum menarik datanya dari dapodik mereka, tetapi ia meresponnya dengan
tidak sopan. Karya misioner yang saya berikan kepadanya yaitu menyelidiki mengapa dia
memiliki sifat seperti itu, saya mengetahui bahwa didikan dari orang tuanya yang sangat keras
sehingga ia menjadi pribadi yang seperti itu. Dia juga menceritakan bahwa ia sering dimaki oleh
ayahnya, salah satunya pada saat dia menanyakan apakah gaji ayahnya sudah diterima. Alasan
dia bertanya hal itu karena para guru sudah mengingatkan dia untuk kesekian kalinya tentang
data dapodiknya yang masih berstatus siswa SMA Katolik Lembean. Banyaknya tekanan yang
dia rasakan menjadikan dia orang yang egois dan ingin selalu dimengerti oleh orang lain, ingin
merasakan kepedulian dari orang lain dan pandai dalam menyembunyikan perasaannya dengan
canda dan tawanya. Tetapi dibalik itu, tekanan yang ia rasakan membuat dia membagikan semua
hal yang dirasakan melalui media sosialnya seperti instagram dan whatsapp. Saya mendekatinya
dengan penuh kelembutan dan memberikan dia perhatian dengan mengirimkan pesan-pesan yang
berisi ungkapan kekhawatiran dan motivasi kepadanya. Saya juga tidak pernah menghakimi hal-
hal buruk yang dilakukan seperti menegurnya dengan keras apalagi saat dia sedang berada
diantara banyak orang, tetapi berbicara secara pribadi dengannya dan memilih tepat yang tidak
bisa dijangkau oleh orang lain, sehingga dia dapat menceritakan semua hal-hal yang membuat dia
menjadi patah semangat. Karena banyak menghabiskan waktu bersama, kami memiliki banyak
topik yang kami bicarakan. Saya berpikir bahwa Casey sangat membutuhkan teman untuk
bercerita dan berbagi hal-hal yang ia rasakan. Dia juga membutuhkan seseorang yang dapat
memberikan dia motivasi disaat dia mengalami keterpurukan. Oleh karena itu, saya hadir sebagai
temannya untuk mendengarkan semua keluh kesah yang dia alami. Saya berperan untuk menjadi
pendengar yang baik untuk semua ceritanya dan terus memberikan dia support agar dia merasa
bahwa masih ada orang yang peduli dengan keadaannya sehingga dia tidak lagi terpikir untuk
bunuh diri. Saya memberikan pemahaman kepadanya bahwa hidup itu adalah sebuah anugerah
yang Tuhan berikan dan setiap orang harus menghargai hidupnya masing-masing. Serumit
apapun hidup yang kita alami, kita memiliki Tuhan yang tidak akan membiarkan kita untuk
berjalan sendiri. Nomor Casey yang bisa dihubungi yaitu 088804632867.
o Target yang kedua bernama Karmel Mangkey. Dia juga merupakan seorang siswa yang duduk di
kelas sepuluh. Dia lahir di Tataaran satu, pada tanggal 02 bulan November 2005. Dia menganut
agama katolik dan merupakan umat dari Paroki Anthonius Padua Tataaran. Dia memiliki sifat
yang baik hati dan peduli terhadap orang lain terutama terhadap teman-temannya. Dia juga
memiliki sifat pemalu dan tidak percaya diri, apabila pertama kali berkenalan dengan orang baru.
Dia tidak terbiasa untuk berada disituasi baru yang asing baginya apalagi jika dia tidak bersama
dengan teman-temannya. Dia merupakan anak yang sulit bergaul dengan orang yang baru dia
kenal dan orang yang memiliki sifat yang bertentangan dengannya. Hal ini berkaitan dengan
permasalahan keluarganya. Kedua orang tuanya bercerai sehingga ia dapat dikatakan sebagai
yang brokenhome. Saat ini dia bersama adiknya tinggal bersama-sama dengan Ibunya. Karmel
merupakan anak perempuan pertama, tetapi selalu diperhatikan dan dijaga oleh ibunya dengan
ketat. Ia ditekan dan tidak diberikan kebebasan untuk berteman. Walaupun dilarang, dia tetap
berteman dan bergaul dengan orang lain. Karena sering dilarang, ia menjadi anak yang kurang
bersosialisasi dengan lingkungan baru. Kasus yang dialami Karmel yaitu keaktifannya dalam
mengikuti perayaan ekaristi. Dia tidak selalu mengikuti perayaan ekaristi. Terkadang dia masuk
gereja bersama dengan adiknya dan kadang bersama Casey dan teman-temannya yang tinggal di
asrama. Selain itu, dia juga banyak memakai pakaian yang kurang pantas untuk digunakan. Pada
saat ke sekolah pakaian seragam dia gunakan sangat melekat dibadannya, bawahan yang dipakai
sudah berada di atas lutut dan kancing pada kemeja bagian atas tidak dia kunci sehingga siapapun
yang melihat akan berpikir bahwa dia merupakan anak yang tidak baik. Hal lain yang juga terjadi
yaitu pada saat Karya misioner yang saya berikan yaitu saya mengakrabkan diri dengannya dan
mencari berbagai topik pembahasan yang cocok sehingga dia merasa nyaman untuk berbincang
dengan saya. Saya memberikan dia perhatian ketika dia merasa membutuhkan teman untuk
menceritakan semua pergumulan yang dia alami. Saya mengupayakan diri untuk membuat dia
merasa bahwa saya dapat dia jadikan teman untuk bercerita tentang permasalahan yang dia
hadapi. Pada saat Karmel menggunakan pakaian seragamnya yang sudah tidak pantas dipakai,
saya tidak memberikan dia teguran yang keras dan mempermalukan dia karena penampilannya di
depan umum. Saya juga tidak berasumsi kalau dia merupakan anak nakal karena pakaian yang
dia pakai. Akan tetapi, saya membuat dia paham bahwa sebagai manusia kita semua perlu
memperhatikan seperti apa pakaian yang dapat kita pakai disesuaikan dengan situasi yang ada.
Dia dapat menggunakan pakaian apapun yang dia inginkan, asalkan dia tahu kapan waktu yang
tepat untuk memakai pakaian formal dan pakaian non formal. Saya mengingatkan dia, apabila dia
mengikuti kegiatan resmi dalam suatu acara dan pertemuan atau ketika ia mengabadikan dan
membagikan sebuah foto dimedia sosial, maka dia harus memperhatikan pakaian yang dia pakai,
apakah pakaian tersebut pantas atau tidak. Dia perlu menjaga penampilan dan tahu pantas
tidaknya hal yang dia bagikan tersebut sehingga orang lain tidak akan berasumsi negatif
terhadapnya. Terkait dengan permasalahan keluarganya, saya selalu mengingatkan dia agar tetap
berpikir positif tentang tindakan yang dilakukan oleh ibunya, apa yang dilakukan oleh orangtua
tentu saja yang terbaik untuk anaknya. Berbagai cara yang dilakukan oleh orang tua supaya
anaknya menjadi anak yang baik, tetapi beberapa cara yang dilakukan membuat anak merasa
dttekan dan dirampas hak kebebasannya. Sebagai anak kita perlu saling menanamkan
kepercayaan antara orang tua dan anak, sehingga dapat saling mengetahui kondisi masing-
masing. Kita perlu saling terbuka dengan orang tua, terkadang orang tua menjadi seperti itu
karena ingin anaknya berbagi cerita dengan mereka. Tentang keaktifannya dalam hidup
menggereja, saya mendukung dia dan meminta teman-temannya untuk terus mengajak dia masuk
ke gereja karena salah satu dari sekian banyak motivasi yang dia punya yaitu dari ajakan teman
dekatnya. Sebagai teman sudah sepantasnya mereka saling mengajak satu sama lain untuk masuk
gereja dan mengikuti kegiatan kerohanian yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan iman mereka seperti ikut komunitas sobat misdinar, orang muda katolik, kegiatan
rekoleksi, bible camp dan berbagai macam ibadat atau perayaan ekaristi yang diselenggarakan.
Nomor Whatsapp Karmel yaitu 085825104761.
o Target yang ketiga bernama Keysia Ecclesia Gerung. Dia merupakan seorang siswa yang saat ini
kelas sepuluh. Dia merupakan siswa pindahan dari SMA Negeri 02 Tondano dan dia pindah pada
bulan Maret. Dia lahir di Tataaran, pada tanggal 09 Desember 2007. Dia menganut agama katolik
dan merupakan umat dari Paroki Anthonius Padua Tataaran. Dia merupakan anggota wilayah
rohani Santo Agustinus. Keysia tinggal di Tataaran Dua Lingkungan Enam. Dia memiliki sifat
yang pemalu dan kurang percaya diri untuk tampil di depan umum. Kasus yang dialami Keysia
yaitu dia tidak berani untuk memimpin ibadat didepan umum. Saya pernah mendengar dari
seorang guru yang bernama Ibu Ester alasan Keysia pindah sekolah karena dia tidak mau
memimpin ibadat di sekolahnya yang lama. Karya misioner yang saya lakukan yaitu saya
membantu dia untuk menghilangkan sikap pemalu dan kurang percaya dirinya karena dia merasa
takut terjadi kesalahan ketika memimpin dengan melakukan pelatihan memimpin ibadat saat ada
jam kosong. Baik keysia maupun siswa-siswi yang lain juga saya latih sehingga mereka
menyadari bahwa sangat penting untuk membuat persiapan sebelum memimpin ibadat sehingga
saat memimpin, mereka semua dapat memimpin ibadat dengan baik. Nomor whatsapp Keysia
yaitu 087755901112.
o Target yang keempat bernama Vahrel Tumilantow. Dia merupakan seorang siswa laki-laki yang
sedang duduk di kelas sepuluh. Vahrel menganut agama katolik. Vahrel tinggal berdekatan
dengan Keyzia sehingga mereka sama-sama merupakan anggota wilayah rohani Santo Agustinus
dan tinggal di Tataaran Dua Lingkungan Enam. Kasus yang dialami Vahrel yaitu dia tidak tahu
cara menyusun doa spontan dan memimpin ibadat. Dia juga banyak membolos saat kegiatan
pembelajaran dengan temannya yang Bernama Kiel. Selain itu dia memiliki sifat yang kasar dan
mudah terpancing emosi sehingga dia pernah menghajar teman sekelasnya bernama Mcleren.
Karya misioner yang dapat saya berikan yaitu karena Vahrel memiliki sifat yang kasar maka saya
mendekatinya dengan kelembutan, saya mengambil hati dengan tidak membentaknya dengan
kasar karena hal itu hanya akan memancing emosinya. Saya membuat pelatihan memimpin
ibadat dan diantara teman-temannya saya menjadikan dia sampel kegiatan pelatihan. Saya
memberikan dia buku tatacara ibadat yang sudah saya susun, kemudian meminta dia untuk
mempraktikannya di hadapan teman-temannya. Saya juga menyuruh dia untuk menyusun doa
pembuka, doa umat dan doa penutup sendiri, tetapi dia belum tahu menyusun doa sehingga
sebelum pelatihan pemimpin ibadat, saya mengajarkan dia terlebih dahulu cara menyusun doa
sesuai dengan struktur doa yang benar. Saya menulis berbagai doa seperti doa pembuka, penutup
dan doa umat dan meminta mereka untuk menyusun doa beradasarkan contoh yang saya berikan.
Sesudah itu, Vahrel kemudian mempraktikan kembali cara memimpin ibadat. Dia terus berlatih
sehingga akhirnya dia sudah mengetahuinya. Untuk kasusnya yang membolos saya membuka
pikirannya agar tidak lagi melakukan kegiatan seperti itu dengan cara menyadarkan dia bahwa
dengan tindakannya yang membolos tersebut merupakan tindakan yang tidak baik karena
berbohong dan mengkhianati orang tua karena menyia-nyiakan segala bentuk perhatian dan
kepercayaan yang orang tua berikan kepadanya, ia sudah membuang-buang biaya yang
dikeluarkan orang tua untuknya untuk bersekolah juga menyia-nyiakan kesempatan belajar yang
dia miliki. Seharusnya dia bersyukur karena masih dapat bersekolah karena banyak anak yang
ingin bersekolah tetapi tidak ada kesempatan untuk itu. Saya memberikan pembinaan kepada
Vahrel untuk menjaga emosinya terlebih kepada Mcleren karena Mcleren merupakan anak yang
berkebutuhan khusus. Vahrel pernah bercerita kepada saya bahwa Mcleren yang lebih dahulu
mencari masalah kepadanya. Ia melakukan kesar pada Vahrel pada bagian alat vitalnya. Setelah
saya mencari infomasi, memang benar Mcleren yang mengganggunya terlebih dahulu. Saya tidak
bermaksud memilih kasih antara keduanya, tetapi saya mengambil tindakan untuk memberikan
nasihat pada Vahrel agar tetap tenang bila diganggu dan segera melapor kepada guru-guru,
biarkan nanti guru-guru yang memberikan bimbingan, arahan dan sanksi kepada Mcleren
sehingga dia tidak lagi membalas perlakuan Mcleren, dia hanya melaporkannya kepada guru.
Nomor telepon Vahrel yaitu 089507604645.
o Target yang kelima bernama Yehezkiel Pelealu. Dia merupakan seorang siswa laki-laki yang
sedang duduk di kelas sepuluh. Dia menganut agama Kristen. Dia tinggal di Kelurahan
Watulambot Lingkungan Dua dan rumahnya berdekatan dengan sekolah. Kasus yang dia miliki
yaitu pada semester ini dia belum lama ini datang bersekolah. Dia kembali bersekolah pada bulan
Mei karena pada saat itu saya bersama guru wali kelasnya yang pergi ke rumahnya dan menemui
dia bersama orangtuanya. Pada saat itu kami datang disana untuk mengkonfirmasikan apabila dia
masih ingin bersekolah atau tidak ingin lagi bersekolah, karena dia sudah tidak bersekolah sangat
lama. Pada semester ganjil dia datang ke sekolah, Tetapi sangat jarang. Sekarang ini dia mulai
datang kembali ke sekolah tetapi dia membolos saat sementara kegiatan pembelajaran. Karya
misioner yang dapat saya lakukan yaitu mencari tahu mengapa dia menjadi seperti itu dengan
bertemu dengan keluarganya dan mencari tahu latar belakang keluarganya. Setelah mencari tahu,
ternyata saat ini Kiel tinggal dengan Ibu dan Neneknya, sedangkan Ayahnya sedang bekerja dan
jarang menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tetapi Kiel sangat takut kepada Ayahnya.
Saat ayahnya menyuruhnya untuk kembali ke sekolah, Dia pun mengikuti perintah ayahnya.
Maka dari itu, saya perlu berkomunikasi dengan orangtuanya dan bekerjasama dalam memotivasi
Kiel sehingga ia terus datang ke sekolah setiap harI.Pada saat Dia berada di sekolah, saya
berupaya untuk berinteraksi dengan dia walaupun saya tidak mengetahui hal-hal yang dia minati
atau sukai. Setelah menjadi akrab dengannya kemudian saya dapat memberikan Dia saran
kepadanya untuk tidak membolos lagi. Dengan akrab dan berusaha menjadi temannya dia akan
lebih mendengarkan kita. Untuk nomor telepon Yehezkiel saya belum punya.
o Target yang keenam bernama Avandi Kalalo. Dia merupakan seorang siswa laki-laki yang
sedang duduk di kelas sebelas. Dia lahir di Lembean, 04 April 2004. Dia tinggal di Desa
Tanggari Jaga 8. Dia menganut agama katolik dan merupakan umat dari Stasi Santa Katarina dari
Siena. Kasus yang terjadi pada Fandi yaitu Kakaknya merupakan seksi liturgi di stasi, tetapi yang
menjadi permasalahannya Fandi sangat jarang untuk pergi ke Ibadat dan saat Di sekolah dia tidak
pernah memimpin ibadat. Sama seperti anak laki-laki pada umumnya, dia juga memiliki hobi
bermain game. Dia memiliki sifat yang baik dan sopan terhadap orang lain. Pada semester ini dia
memiliki banyak absen. Keluarga memiliki usaha untuk berjualan buah keliling dan kadang dia
tidak masuk sekolah karena membantu keluarga untuk berjualan. Ayahnya sakit dan pernah
terjadi karena ayahnya sakit dan dirawat di rumah sakit yang berada di Lembean, Ibunya datang
ke sekolah dan meminta izin agar Fandi pulang cepat untuk pergi menjenguk ayahnya. Fandi
merupakan anak yang memiliki banyak kebebasan, orang tuanya tidak melarangnya untuk
bergaul. Diusianya yang membilang 18 tahun, ia sudah merokok dan suka meminum minuman
keras bersama teman-temannya. Ia pernah tidak ke sekolah karena menghabiskan malam hingga
pagi dengan berkumpul dan minum dengan teman-temannya. Selain itu, pada saat melaksanakan
devosi rosario, dia tidak hafal doa Bapa Kami. Karya misioner yang saya berikan kepadanya
yaitu saya mendekatinya dengan bercanda dan mengobrol dengannya menanyakan keadaannya
sehingga ia merasa diperhatikan oleh guru-gurunya. Terutama dia sudah banyak absen di sekolah
maka saya selalu menghubunginya melalui whatsapp dan menanyakan alasan dia tidak masuk ke
sekolah. Diapun menjadi terbuka terhadap hal-hal yang Dia lakukan Karena dia tahu saya tidak
akan menghakimi demean cara yang kasar, tetapi dengan memberikan nasihat-nasihat yang
senantiasa mengajak dia untuk lebih semangat dan aktif untuk bersekolah. Saya tidak melarang
dan membatasinya untuk melakukan hal yang dia sukai seperti main game merokok dan minum-
minum. Tetapi saya membuat dia sadar prioritas utamanya belajar bukan hal yang lain.
Selanjutnya saya memberikan dia saran agar lebih banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan
berguna seperti ikut ibadah yang diadakan oleh stasi, berdoa bersama dalam keluarganya. Nomor
whatsapp Vandi yaitu 081279456762.

Anda mungkin juga menyukai