Anda di halaman 1dari 10

BAB 4

LITURGI ABAD ABAD PERTENGAHAN KEDUA

Yang dimaksud dengan Abad-abad Pertengahan bagian kedua adalah masa


antara menjelang Paus Gregorius VII (kurang lebih 1033-1085) dan menjelang
Reformasi abad ke-16. Perseteruan yang terjadi antara gereja dan negara
mencapai tahap akhir. Paus Gregorius VII dan Paus Nikolas II (1058-1061)
mencurahkan perhatian serius untuk membatasi dominasi pemerintahan -dalam
hal ini kaisar – dalam mencampuri urusan Gereja. Masing-masing melahirkan
beberapa amandemen pembaruan pengangkatan para imam. Upaya tersebut
berhasil. Negara tidak lagi menguasai gereja. Ada pembatasan wewenang antara
Pemerintah dan gereja. Dengan demikian, pemilihan Paus hanya dilakukan oleh
sidang Majelis Kardinal.
Kini dalam amandemen yang baru Paus berkuasa penuh atas semua gereja
sebagai wakil Kristus di dunia. Curia romana bagi Paus berubah menjadi
ecclesia romana. Ada pepatah berbunyi sebagai berikut: “Dari pada menjadi
kelinci di kota, lebih baik menjadi singa di hutan”. Artinya bagi Paus Roma
waktu itu, dari pada menjadi salah satu pemimpin Roma, lebih baik menjadi
satu-satunya pemimpin gereja Roma.
Secara umum, awal pembaruan dimulai dari biara Cluny-Prancis (909-1790).
Lalu pengaruhnya menyebar ke biara-biara lain secara umum pada pertengahan
Abad-abad Pertengahan. Dalam dunia politik, Cluny berperan menyelesaikan
konflik antara dua pemimpin besar waktu itu. Pada masa genting tersebut,
gereja dipimpin oleh Paus Gregorius VII, sementara negara dipimpin oleh
kaisar Hendrik IV. Ketetapan biara Cluny melarang campur tangan pemerintah
dalam biara, namun Paus melarang campur tangan pemerintah dalam gereja.
Pembatasan wewenang tidak luput dari konflik. Ketetapan biara cluny melarang
campur tangan peemeritah dalam biara, namaun Paus melarang campur tangan
pemerintah daalam gereja. Hal tersebut mengakibatkan Hendrik dengan
dukungan para uskup Jerman melawan kuasa Paus. Ia tidak tinggal diam.
Hendrik menentang dekrit 107 tersebut. Tak lama kemudian ia memecat Paus
setelah mengadakan sinode para uskup di Worms. Sebaliknya, Paus pun tidak
tinggal diam. Ia menentang Hendrik IV.
Paus dengan dukungan para raja Jerman, menggunakan senjata ampuhnya,
yakni mengucilkan atau mengekskomunikasikan Hendrik IV dari gereja dan
mengajak rakyat untuk memberontak.
Apa pun hasil dan motivasinya, perseteruan antara kaisar dan Paus Ini
menandakan kedudukan Paus mulai dipertentangkan. Hendrik yang dikucilkan
akhirnya mengajukan pengampunan di hadapan Paus pada tahun 1077.
Namun, setelah diampuni Hendrik kembali melancarkan niat untuk menguasai
Paus dan memecatnya. Paus Gregorius VII diturunkan sebelum waktunya.
Waktu itu, Hendrik telah mengangkat Paus lain sebagai tandingan Gregorius
VII, yakni Clemens III dari Ravena.
Setelah Paus Gregorius VII mangkat, gereja dan negara mengambil jalan
tengah. Uskup uskup harus dipilih oleh para klerus dan disahkan oleh Paus,
serta disetujui oleh kaisar. Paus memberikan cincin dan tongkat uskup sebagai
tandanya. Kaisar memberikan pangkat raja kepada para uskup dengan tanda
memberikan tongkat kerajaan, yang kini disebut tongkat gembala.
Perayaan liturgi adalah salah satu dampak lain setelah gereja ingin mengatasi
kuasa negara. Katedral katedral menjadi kokoh, sejumlah gedung gereja yang
megah didirikan, perkembangan ordo-ordo biara meningkat pada zaman
tersebut, kehidupan liturgis dan penetapan liturgi nikah merupakan konsekuensi
dari peran gereja dalam hidup bermasyarakat.

1. Gereja Katedral di antara Gereja Parokial


Hingga abad ke-7, banyak bangunan gereja katedral berarsitektur basilika. Sejak
semula basilika Lateran-Roma adalah gereja katedral dari abad-abad
Pertengahan. Gereja katedral ini identik dengan ecclesia romana. Di gereja
Katedral inilah dilayankan liturgi Papal berdasarkan Ordo Lateran. Situasi ini
muncul sejak tahun 600-an.
Antara abad ke-11 dan ke-12 muncul keinginan dari Paus untuk dapat
merayakan perjamuan kudus dan ibadah harian di kapelnya sendiri. Walaupun
bersifat tertutup, liturgi di kapel Paus mempunyai pengaruh secara luas.
Pengaruh tersebut dipahami bahwa misa Paus adalah satu-satunya misa yang
meneruskan penggunaan liturgi gereja induk dari liturgi rasuli.
Waktu itu liturgi di basilika Lateran telah lepas dari akarnya sehingga
berkembang atau sebenarnya terpelihara dua bentuk liturgi yaitu
1. Pemeliharaan ritus dan perayaan liturgi di kapel paus ( cappelani
domini papae)
2. Perkembangan liturgi secara independen di basilika lateran.
Liturgi Papal menjadi model dasar bagi gereja Eropa pada abad-Abad
Pertengahan walaupun tiap daerah tetap memasukkan atau menyisipkan
penyesuaian pada locus-nya.
Paroki berfungsi melayankan beberapa kegiatan gereja. Pembaptisan (ecclesiae
baptismales), perjamuan kudus, dan misa merupakan sebagian contoh kegiatan
tersebut. Tugas imam paroki yang utama adalah sebagai perawat jiwa atau
pembina rohani. Ia adalah pelayan pastoral sekaligus mengatur perayaan
sakramen di gereja, semisal baptisan. Paroki kabupaten disebut gereja Collegia
atau gereja satu saudara.
Bagi imam paroki di kota, ada semacam tuntutan pelayanan yang lebih tinggi
ketimbang sebagai imam paroki di desa. Tuntutan tersebut terutama dalam hal
liturgi. Imam-imam collegia diharapkan mampu melantunkan nyanyian dan
menyerahkan seluruh nyanyian jemaat kepada para imam. Di sinilah mulai
terbentuknya paduan suara rohaniwan yang terdiri dari para imam. Karena
fungsi ganda itulah mereka disebut pula schola cantorum dengan dipimpin oleh
seorang praecentor atau pemimpin paduan suara.
Secara liturgis, uskup sangat berperan atas imam-imam paroki. Mereka
meneguhkan jabatan episkopal bagi imam, tetapi tidak mencampuri urusan
biara. Area keuskupan disebut episcopatus.

2. Arsitektur Gereja
Setelah tahun 600-an, antara zaman Konstantinus dan Karel Agung muncul
zaman baru yang dikenal dengan Abad-abad Pertengahan sebagai masa
kebangkitan arsitektur gereja. Perdagangan dan perziarahan berkembang.
Semangat membangun dan mencipta mendapat dukungan sehingga para arsitek
dan seniman bertumbuh dan berkembang. Kota-kota baru bermunculan dan
bangunan bangunan berkembang. Demikian pula dengan pembangunan gedung
gereja. |
Bentuk bangunan gereja pertama yang dibangun dalam ukuran raksasa setelah
rumah-rumah dan katakombe ialah basilika. Basilika adalah bangunan Romawi
untuk kegiatan umum.
Model basilika diyakini sebagai bangunan gereja hingga sekitar seribu tahun
lamanya dalam sejarah gereja. Bentuk dasar bangunan gereja adalah basilika.
Paduan suara memegang peran penting dalam liturgi, terutama setelah
memasuki Abad-abad Pertengahan.
Setelah model basilika, arsitektur bizantium memberi warna pada bangunan
gereja. Walaupun pengaruh bizantium tidak luas, model ini dapat menjadi saksi
sejarah liturgis. Setelah Konstantinopel menjadi pusat Kekristenan pada tahun
330, bizantium berkembang sebagai bangunan gereja kedua setelah basilika.
Puncak arsitektur bizantium adalah Abad-abad Pertengahan pertama hingga
abad ke-12. Ciri khas luar dari bizantium adalah atap berkubah, bahkan
berkubah besar.
Antara tahun 1050 dan 1200, arsitektur romanesque, menjadi pola agak umum
bagi gereja. Bangunan ini di lengkapi dengan menara yang tingginya dapat
mencapai 100 meter dan beratap batu. Perkembangan kemudian dari
Romanesque adalah arsitektur gaya gothic dari Prancis. Sekitar abad ke-13
hingga ke-16 adalah abad gothic.
Segi menonjol dari gothic bukan hanya model fisik sebuah bangunan,
melainkan juga pemahaman akan cahaya. Tanda kehadiran Tuhan adalah
cahaya. Oleh karena itu, arsitektur gothic disebut struktur diafan, artinya
tembus cahaya (diaphanous = jernih, terang, bening). Gedung Gereja GPIB
Imanuel Jakarta dapat mewakili pemahaman diafan tersebut. Gereja Katedral

3. Liturgi pernikahan
Disadari bahwa sejak awal masa Kekristenan, pernikahan adalah urusan pribadi
dari yang menikah. Pernikahan tidak bersangkut paut dengan gereja atau pejabat
gereja. Oleh karena itu, selama sekitar seribu tahun pertama dalam sejarah
gereja, pernikahan tidak diliturgikan walaupun ada peran gereja atau pejabat
gereja di dalamnya.
Beberapa alasan atau contoh yang mendasari peran gereja dalam pernikahan di
gereja Barat sepanjang sejarah gereja seribu tahun pertama antara lain:
Perkawinan orang Kristen adalah sama dengan setiap perkawinan mana pun
sehingga orang yang kawin mengikuti saja adat istiadat setempat. Namun,
dalam perkawinan itu gereja coba mewujudkan etos Kristen. Hal ini tertulis
dalam surat kepada Diognetos (kurang lebih 175-kurang lebih 200).
Innocentius I (417) berpegang pada hukum negara dalam hal menangani
perkawinan, bukan pada gereja atau pejabat gerejawi.
Ada etos Kristen yang menonjol, yakni pernikahan gerejawi dilaksanakan hanya
satu kali. Namun, perkawinan kedua pun di akui bila dilaksanakan di luar
gereja. Orang yang bersundal tidak boleh diberkati dalam gereja. Namun
perkawinannya dianggap sah menurut negara.
Pada tahun 866, Uskup Nikolaus I mengembalikan urusan perkawinan kepada
mereka yang menikah. Perkawinan adalah urusan pribadi. Ia menulis surat
kepada orang-orang Bulgaria sebagai berikut:
“Inti perkawinan terletak pada kesepakatan atau persetujuan bebas dari kedua
belah pihak. Upacara gereja tidak mutlak perlu. Dengan demikian, perkawinan
sipil adalah perkawinan yang sesungguhnya.”
Pada abad ke-9, Uskup Reims Hinkmar menganjurkan peran gereja namun
tidak mutlak dalam perkawinan. Hal ini merupakan “lampu hijau” peran gereja
dalam perkawinan. Namun, perkawinan yang sejati ialah perkawinan yang
dirayakan sesuai adat istiadat setempat.
Sekalipun sulit ditetapkan sejak kapan pernikahan dilayankan di gereja, namun
peran dan kehadiran gereja dalam pernikahan telah ada sejak awal sejarah
gereja. Kehadiran dan peran gereja melalui pejabat gerejawi terwujud dalam
bentuk pemberkatan nikah. Bahkan sejak abad Pertama, pernikahan ditangani
oleh uskup walaupun tidak di gereja. Uskup mengatur, memberkati, dan
mengawasi pernikahan orang Kristen. Pernikahan dilangsungkan dengan
persetujuan uskup atau pejabat gereja dalam rangka melindungi mereka yang
menikah.
Baru pada abad ke-5, di Roma pernikahan mulai dihubungkan dengan
perjamuan kudus. Pernikahan di gerejakan, tetapi gereja tidak memutuskan sah
tidaknya sebuah pernikahan. Bahkan tidak ada kewajiban tertentu yang
memutuskan bahwa pernikahan harus dilayankan dalam sebuah liturgi gereja.
Bagi gereja, pernikahan yang sah ialah persetujuan kedua pihak yang menikah
dan keluarganya. Gereja membuat semacam tata pernikahan. Garis besar yang
dibuat gereja pada abad ke -9 dalam pernikahan adalah sebagai berikut:
Upacara penikahan menempuh beberapa tahap. Lebih dahulu adalah
pertunangan di bawah kuasa kepala keluarga masing-masing. Kemudian
perayaan pernikahan sendiri, mencakup penyerahan emas kawin secara tertulis
yang disepakati oleh kedua pihak, memasang cincin, dan menandatangani surat
nikah.| Mempelai pergi ke gereja dengan membawa persembahan yang dalam
misa dipersembahkan oleh imam. Mempelai diselubungi dan diberi berkat oleh
imam, kecuali perkawinan kedua. Mempelai keluar dari gedung gereja dengan
karangan bunga di kepala dan pulang.”
Setelah perkawinan dilakukan di dalam gereja, peran imam atau uskup dalam
pernikahan makin penting dalam hal sahnya sebuah pernikahan. Imam atau
uskup memasangkan karangan bunga pada kepala pengantin, menggabungkan
tangan pengantin dan memberkatinya, serta membawakan doa atau Mazmur.
Pengantin boleh memilih peresmian nikah mereka, yaitu catatan sipil atau
pemberkatan di gereja.
Liturgi nikah pada Abad-abad Pertengahan didasarkan pada sakramentaria
Roma. Dalam Sakramentarium Leonia (abad ke-7) liturgi nikah disebut incipit
velatio nuptialis, yakni pemberkatan tudung. Pemberkatan tersebut berisi enam
doa, yaitu:
1. Doa collecta, memohon berkat Allah secara umum.
2. Doa secreta dan hanc igitus, khusus untuk mempelai.
3. Doa pro sacra lege coniugii, permohonan agar perjamuan yang diberikan
oleh perempuan diterima sebagai hukum suci pernikahan.
4. Doa bagi pasangan yang dipersatukan Allah. Ini juga merupakan doa
persiapan bahwa Allah menetapkan pernikahan mereka untuk” “
melahirkan keturunan.
5. Doa pro famula tua illa. Yakni doa berkat dan mengingatkan bahwa pada
usia muda Allah menyatukan mempelai perempuan dengan suaminya
untuk tumbuh bersama hingga tua.
6. Doa pater mundi conditor (artinya “Bapa, Sang Khalik dunia”), yakni
doa-doa bagi mempelai tentang kisah penciptaan, adalah sebagai berikut:

 Penciptaan manusia melalui perempuan untuk meneruskan umat manusia.


 Perempuan sebagai yang lemah bergabung dengan yang kuat lalu
melahirkan anak.
 Bagi istri yang baik dan memegang hukum disebut, aeterna iura.
 Pernikahan bukan hanya untuk mendapat anak, melainkan juga untuk
tetap beriman.
 Pernikahan di dalam Kristus atau fidelis et casta nubat un Christo.

Jadi, sahnya perkawinan menurut pemahaman gereja adalah berdasarkan hukum


yang berlaku pada masyarakat sesuai locus-nya, yaitu adat istiadat atau undang-
undang negara. Pada abad ke12, janji pernikahan disimbolkan dengan ritus
baru, yakni pengenaan mahkota.
Perubahan juga terjadi dengan pemasangan cincin. Pemasangan cincin disertai
dengan berkat pada cincin terjadi pada sekitar abad ke 10 atau ke -11. Mempelai
pria memasangkan cincin kepada mempelai perempuan seraya berkata, “Dia
(menyebutkan nama mempelai perempuan) yang mengenakan cincin ini boleh
berada di dalam damai, kehidupan, bertumbuh di dalam kasih, dan
dikaruniakan umur panjang.” Kemudian cincin dipasangkan.
Praktik ini dilakukan pada akhir doa berkat. Cincin yang semula sebagai tanda,
kini dibuat berkhasiat dalam pernikahan.

4. Ordo-ordo Biara Baru


Abad-abad Pertengahan kedua juga diwarnai dengan munculnya beberapa ordo
biara yang kemudian menjadi induk biara-biara di masa kemudian.
Pada masa yang kira-kira sama dengan lahirnya Citeaux, yakni abad ke-11,
muncul biara baru di La Grande Chartreuse-Perancis. Dari nama tempat itulah
kemudian Bruno Koeln (1033-1101) menyusun regula atau peraturan biara. Para
rahib muridnya kemudian disebut Kartusian.
Pendirian biara dan upaya orang muda mencari pola hidup askese belum
mencapai titik jenuh. Pada sekitar abad ke-13, Fransiskus Asisi (1182-1226)
mendirikan ordo Fratres Minores, yakni persaudaraan hina dina, atau dikenal
pula dengan kaum Fransiskan. Pengalaman pribadi Fransiskus yang membentuk
pendirian hidup kerahibannya adalah menjalin hubungan mistik dengan Kristus
yang tersalib dan terus menerus mencari-Nya sebagai tujuan hidup.
Sumbangsih kaum Fransiskan bagi gereja, antara lain devosi jalan salib (via
dolorosa) pada Jumat Agung, gua Natal, hari raya Kristus Raja (akhir tahun
liturgi), dan hari raya Santa Maria Terkandung Tanpa Noda (8 Desember).
Beberapa kaum Fransiskan pernah menjadi uskup dan Paus. Kaum Fransiskan
juga aktif dalam dunia pendidikan dan teologi.

5. Persebaran Brevir dan Liturgi Harian


Pada sekitar abad ke-14, ketika para rahib makin banyak mengadakan
perjalanan keluar biara sehingga tidak mungkin kembali untuk merayakan
liturgi harian di kapel pada waktunya, karena itu, biara menyediakan brevir.
Penyediaan brevir tersebut bertujuan agar rahib tetap dapat merayakan liturgi
harian di perjalanan seorang diri atau bersama satu-dua teman seperjalanannya.
Brevir berasal dari kata Latin brevio atau breviarium, artinya penyingkatan atau
ringkasan. Brevir adalah buku ibadah ringkas berisi ikhtisar dan hal-hal penting
untuk merayakan ibadah harian dan lengkap. Brevir berisi tata pelaksanaan
liturgi, doa-doa, dan nyanyian.
Ada sekitar 7 atau 8 brevir yang berasal dari abad-abad pertengahan,
1. Brevir nyanyian primitif karena, dalam dua jenis.
2. Brevir primitif portable dalam dua jenis
3. Brevir nyanyian dan notasinya dalam 3 jenis
4. Brevir portable.

Anda mungkin juga menyukai