Anda di halaman 1dari 9

Apologetika

The Apostolic Fathers (Bapa-bapa Rasuli)

Pada awal-awal abad setelah wafatnya para rasul, murid-murid dari para rasul, para
pemimpin, dan para pengajar dari Gereja mula-mula telah berusaha sepenuh tenaga dengan
lisan dan tulisan untuk mengkomunikasikan dan mempertahankan iman mereka. Tulisan-
tulisan mereka ini dihargai dengan sangat tinggi, dan sering diedarkan bersama dengan
salinan dari Kitab Suci itu sendiri. Tulisan-tulisan ini menjadi bagian penting dari kesatuan
bacaan-bacaan rohani dari komunitas Kristen yang sedang berkembang, dan bahkan sering
digunakan dalam ibadah. Penulisnya secara umum dikenal sebagai Bapa-Bapa Rasuli
(Apostolic Fathers)1 atau Bapa-Bapa Gereja.
Mereka hidup pada akhir abad I sampai parohan pertama abad kedua (95-150),
beberapa di antaranya pernah duduk dikaki para rasul sebagai Rasul. Mereka memberikan
kepada kita informasi yang sangat berharga mengenai sejarah/historisitas cara hidup, iman,
dan ajaran dari jemaat Kristen setelah para rasul wafat. Konsep mereka mengenai
Kekristenan sangat sederhana. Mereka berpikir tentang Kristus terutama sebagai Pewahyu
akan pengetahuan dari satu-satunya Tuhan yang benar, dan sebagai Pribadi yang
memberitakan hukum yang maha tinggi dan moralitas yang sempurna. Para Bapa Rasuli
ingin mengetahui kebenaran mengenai Kristus. Mereka berpikir dan menulis mengenai
Dia.
Tulisan-tulisan mereka tersebut dibuat untuk beberapa tujuan. Beberapa tulisan
dibuat untuk menjelaskan dan mempertahankan kekristenan kepada penguasa-penguasa dan
raja-raja kafir ketika mereka sedang disidang atau sedang menunggu eksekusi hukuman
mati karena menolak menyembah raja kafir (misal: ketujuh Surat dari murid rasul Yohanes
yang bernama Ignatius dari Antiokhia). Tulisan-tulisan yang lain dibuat dengan tujuan
untuk menguatkan jemaat, menasihati, dan memberi pengajaran kepada Gereja. Banyak
pula tulisan yang dibuat sebagai reaksi Gereja dalam melawan ajaran-ajaran sesat dari
dalam dan luar komunitas Gereja itu sendiri (misal: tulisan-tulisan Irenaeus dari Lyon
[murid Polikarpus], dan tulisan-tulisan para Para Apologet lainnya, seperti Yustinus Martyr,
Tertulianus, dll.).
Hal yang paling berharga dari tulisan-tulisan ini adalah kesaksian mereka akan
ajaran Kristen yang lurus benar (orthodoxy), yang ditulis sebagai respon atas ajaran-ajaran
sesat. Studi akan sejarah dan ajaran Kristen yang lurus akan membawa kita kepada ajaran
inti Kristen: Tritunggal dan kodrat ganda Yesus (Allah sejati dan manusia sejati). Ajaran ini
secara implisit telah dipahami oleh Gereja mula-mula, dan kemudian diperjelas secara lebih
terperinci. Sejak guru-guru palsu menyelewengkan ajaran Tritunggal dan kodrat ganda
Kristus, para Bapa Gereja mengarahkan perhatian mereka untuk menolak ajaran guru-guru
palsu tersebut. Para Bapa Gereja menyerang ajaran sesat mereka dengan menggunakan
1
Istilah dari abad ke-16 untuk menunjuk kepada para penulis Kristen mula-mula yang tulisannya
tidak termasuk dalam kanon PB. Disebut “rasuli” karena mereka meneruskan ajaran para rasul dengan setia.

1
ajaran rasuli yang berdasar pada Kitab Suci. Inilah sebabnya tulisan-tulisan para Bapa
Gereja memberikan kepada kita informasi yang sangat penting untuk menentukan apa yang
sebenarnya dipercayai oleh umat Kristen pada awal-awal abad setelah era para rasul.

 Surat I Klemens kepada Jemaat di Korintus (ditulis di Roma dan diyakini oleh
Klemens Sang Uskup kr. 96 M)
 Ignatius Uskup Antiokhia menulis 5 surat kepada 5 Jemaat di Asia Kecil, Surat
kepada Jemaat Roma dan Surat kepada Polykarpus semuanya ditulis pd 110 M
 Surat Polycarpus kepada Jemaat Filipi
 Fragmen “Eksegesis atas ucapan2 Yesus” oleh Papias Uskup Hierapolis pada kr. 125
 “Gembala Hermas” (Shepherd of Hermas), sebuah tulisan apokaliptik ditulis antara 90
sampai 150 oleh Hermas, seorang penatua di Roma
 “Surat Orang-orang Smirna tentang mati syahidnya Polykarpus”
 Kitab Didache atau “Pengajaran Tuhan kepada orang-orang kafir melalui ke-12 rasul”
(dekade pertama ab. ke-2)
 Surat Barnabas (sebuah risalat), ditulis di Alexandria antara 70-130.
 Surat II Klemens (sebuah khotbah)

1. Klemens Uskup Roma (akhir abad pertama)


Klemens diakui sebagai penulis Surat I Klemens (96 M) yang ditulis mewakili
Jemaat Roma kepada Jemaat di Korintus. Klemens sebagai seorang tokoh jemaat Roma
menulis surat ini sebagai reaksinya terhadap Jemaat Korintus yang telah memberhentikan
semua pemimpinnya dan terjadi perpecahan. Surat ini sangat menekankan perlunya tata
tertib dalam jemaat. Klemens juga menekankan perlunya penggantian pelayan Kristen
secara teratur. Allah mengutus Kristus, yang mengutus para rasul. Mereka pada gilirannya
mengangkat uskup-uskup dan diaken. Mereka ini kemudian memilih penggantinya dan
penggantinya ini tidak boleh diberhentikan tanpa alasan. Oleh sebab itu, orang Korintus
harus mengembalikan pemimpin-pemimpin mereka pada posisinya semula. Klemens
mengajar tentang pentingnya pergantian dalam pelayanan, namun perlu dicatat bahwa ia
tidak menyadari pola pelayanan yang kemudian menjadi rangkap tiga: uskup, presbiter dan
diaken. Dalam Surat I Klemens, seperti dalam Perjanjian Baru, kata-kata “uskup” dan
“presbiter” mengacu kepada orang yang sama.

2. Ignatius, Uskup Antiokhia (67-110)


Ignatius adalah uskup Antiokhia (Jemaat yang pertama kali mengirim utusan misi:
Paulus dan Barnabas) pada permulaan abad ke-2 dan dibawa ke Roma dan meninggal
sebagai martir. Dalam perjalanannya itu, ia menulis lima surat kepada lima jemaat di Asia
Kecil, kepada Jemaat di Roma dan kepada Polycarpus, Uskup Smirna. Ignatius adalah
penulis pertama yang secara jelas menyebutkan pola pelayanan rangkap tiga; dalam satu
gereja ada satu uskup beserta presbiter-presbiter dan diaken-diakennya. Ia gigih
mempertahankan pola ini, suatu petunjuk bahwa pola tersebut belum sepenuhnya diterima.
Dalam suratnya kepada Jemaat di Roma, secara sangat mencolok ia membungkam
tentang adanya satu uskup yang berkuasa penuh di situ (monarkial). Ini menunjukkan
bahwa pola pelayanan rangkap tiga belum sampai di dunia barat. Yang pertama-tama

2
dipersoalkan Ignatius di sini ialah keesaan gereja. Peranan uskup di sini dilihat sebagai
fokus keesaan sebagai pertahanan terhadap perpecahan dan ajaran sesat.
Hindarilah perpecahan, sebab itulah permulaan kejahatan. Ikutilah uskupmu,
sebagaimana Yesus Kristus mengikuti sang Bapa; dan ikutilah para presbiter seperti
mengikuti para rasul; dan hormatilah para diaken sama seperti perintah-perintah
Allah. Jangan seorang pun melakukan apa pun yang berhubungan dengan jemaat
kecuali uskup. Ekaristi yang sah adalah yang dipimpin oleh uskup atau orang yang
diberi wewenang oleh uskup. Di mana pun uskup muncul, biarlah juga umat berada di
situ, sama seperti di mana Yesus berada, di situlah gereja semesta alam (katolik)
berada (Smyrneans/Surat kepada Jemaat di Smirna, 8).

Pandangannya ini di kemudian hari menjadi alasan kuat terhadap pengkultusan


individu dalam hal ini uskup, yang kemudian berkembang lagi pengkultusan pribadi Paus,
pemimpin tertinggi gereja barat (Gereja Katolik).

3. Polykarpus, Uskup Smirna (69-155)


Rasul Yohanes menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di Efesus. Setelah
kematiannya kira-kira tahun 100, murid-muridnya melanjutkan pekerjaannya. Salah seorang
di antaranya adalah Polykarpus, yang menggembalakan gereja di Smirna (Izmir modern,
Turki). Pengaruhnya sangat kuat selama 50 tahun di seluruh Asia Kecil, tempat ia dikenal
oleh musuh-musuhnya sebagai si ateis yang menghancurkan dewa-dewa tradisional mereka.
Sentimen anti orang2 Kristen telah menyebar ke seluruh Asia Kecil dan kerusuhan muncul
di Smirna. Ketika penguasa memutuskan untuk membunuh beberapa orang Kristen, teman2
Polikarpus memaksanya untuk bersembunyi di luar kota. Salah seorang pengikutnya
(Quintas) ditangkap dan siksa untuk menunjukkan tempat persembunyiannya. Akhirnya
Polykarpus tertangkap.
Para penguasa mengingini penyangkalan imannya melebihi kepalanya sendiri. Pada
waktu ia diperhadapakan kepada orang banyak untuk mengucapkan sumpah setia kepada
kaisar, ia menjawab “Delapan puluh enam tahun aku telah melayani Dia, dan Dia
belum pernah melakukan kesalahan apapun padaku; bagaimana aku dapat
menghujat Dia, Rajaku, yang telah menyelamatkan aku? Aku adalah orang Kristen.”
Sang Gubernur mengingatkan bahwa binatang buas menunggu di dekatnya untuk
merobek-robek tubuhnya. Poli menyilahkan untuk membawa binatang buas tersebut keluar.
Sang Gubernur memberikan pilihan antara binatang buas atau dibakar hidup-hidup. Poli
malah mengingatkannya akan api neraka yang kekal kepada sang Gubernur.
Kepada orang banyak itu, prokonsul menyatakan, “Polykarpus telah mengakui
dirinya sebagai orang Kristen.” Orang banyak itu berteriak, “Biarlah dia dibakar!”
Kayu dikumpulkan dan dibuat menjadi sebuah tumpukan. Polykarpus meminta
untuk tidak disulakan pada tiang. “Biarkanlah aku seperti ini,” katanya. “Dia yang
menguatkan aku untuk bertahan dalam nyala api, juga akan memampukan aku untuk tetap
berdiri pada tiang tanpa dipaku.”
Tumpukan kayu menyala. Ketika Polykarpus berdoa dengan suara nyaring, “Tuhan
Allah yang Maha Kuasa, Bapa dari Tuhan kami, Yesus Kristus, aku memuji-Mu karena
Engkau telah menganggap aku layak pada hari ini dan saat ini, untuk mengambil bagian di
3
antara banyak orang yang menjadi saksi-Mu, dan dalam cawan Kristus,” lalu api
membakarnya.

Arti Penting Polykarpus


Gerejanya merayakan kemuliaannya di bawah tekanan api menjadi contoh bagi
orang-orang Kristen lainnya untuk menghormati kematian orang-orang kudus setiap
tahunnya. Sebagian besar orang Kristen bertanya-tanya bagaimana mereka akan meresponi
jikalau diberi kesempatan untuk memilih menyangkal Kristus atau mati. Sepanjang lebih
dari 2000 tahun, gereja telah mengangkat Poly sebagai model utama mengenai bagaimana
bersaksi di dalam lingkungan seperti ini karena Poli dan orang-orang Kristen yang
menderita dan mati untuk Kristus pada saat ini, kita didorong untuk berdiri dan berbicara
lebih berani untuk Juruselamat yang telah menebus kita.
Selain itu jasa Polykarpus bagi kekristenan sepanjang zaman adalah bahwa dia
(bersama-sama Onesimus Uskup Efesus) telah berusaha mengumpulkan dan merawat surat-
surat/tulisan-tulisan yang kita kenal sekarang sebagai Perjanjian Baru dan juga tulisan-
tulisan dari Ignatius (seniornya). Memastikan keaslian tulisan-tulisan yang dimasukkan
dalam PB adalah hal yang sangat penting bagi jemaat pada zaman Poly. Ada begitu banyak
dokumen yang beredar di antara jemaat-jemaat yang mengklaim asal-usulnya dari para rasul
dan banyak yang jelas-jelas palsu dan bertentangan dengan Alkitab. Contohnya “Injil
Yudas” yang sekarang digembar-gemborkan media pada zaman jemaat mula-mula injil
Yudas sudah ditandai sebagai injil palsu yang penuh dengan bidat Gnostik. Polykarpus
adalah orang yang paling tepat dan tidak diragukan lagi kapasitasnya sebagai murid
Yohanes dalam pekerjaan tersebut sehingga sungguh-sungguh dapat dipastikan keaslian PB.

4. Yustinus Martir (100-165)


Yustinus sangat menggemari filsafat yang ia pelajari sejak muda. Tuhan
memanggilnya dari kekafiran dan menggunakan kecerdasan filsafatnya untuk
mengkomunikasikan Injil kepada orang-orang pada zamannya. Yustinus menulis kepada
para filsuf sebagai seorang filsuf, berdebat dengan bukti-bukti rasional bahwa kekristenan
itu benar. Ia percaya bagaimana pun bahwa akal pikiran semata tidak dapat membawa
seseorang kepada Allah. Menurutnya wahyu dari Logos, kristus yang hidup, merupakan
sumber dari iman yang menyelamatkan gaya Yustinus sangatlah anggun dan terhormat alih-
alih kasar atau berkesan terlalu membela.
Kaisar Aurelius (161-180) menetang keras kekristenan, ia menyalahkan orang-orang
Kristen sebagai penyebab dari keburukan yang terjadi dalam kerajaannya. Ia
memerintahkan penganiayaan kepada orang-orang Kristen. Sekitar 165 Yustinus dituduh
sebagai orang-orang Kristen dan dituduh mengajarkan agama yang tidak sah. Yustinus
akhirnya dihukum pancung. Orang-orang Kristen menjulukinya Yustinus sang Matir.
Sebutan itu senantiasa melekat kepadanya sampai sekarang: Yustinus Martir.

Belajar dari Yustinus Martir


Yustinus adalah orang pertama yang melibatkan filsafat lain di dalam terminology
mereka sendiri. Ia mengkomunikasikan kebenaran Injil dalam bahasa para pendengarnya.
Pengaruhnya tampak pada pemikir-pemikir Kristen sesudahnya termasuk Irenaeus,
Tertulianus, Origenes dan Athanasius. Dia memberikan contoh bagi kita dalam hal
berkomunikasi di dalam bahasa para pendengar kita. Ketika kita membagikan Kristus
4
kepada orang lain mungkin kita harus bertanya pada diri sendiri apa yang ditanyakan
Yustinus: “Apakah mereka mendengar apa yang saya katakan?”

5. Irenaeus, Uskup Lyon (130-200)


Irenaeus dilahirkan di Asia Kecil dan pernah duduk di kaki Polykarpus sebagai
gurunya. Ia kemudian menjadi Uskup di Lyon (Perancis). Semua karyanya merupakan
senjata yang mematikan bagi bidat Gnostik terutama Against Heresies.
Kepercayaan Gnostik beraneka ragam tetapi gagasan sentralnya ialah bahwa dunia
materi termasuk tubuh kita dipandang jahat dan satu-satunya yang baik ialah hal-hal rohani
(non materi). Menurut kaum Gnostik allah yang lebih rendah, allah PL menciptakan dunia
fisik sebagai wilayah kekuasaannya. Pribadi di dalam kita yaitu roh yang baik itu
terperangkap di dalam tubuh jahat ini. Kristus datang untuk membebaskan kita dari penjara
tubuh ini. Kristus sendiri tidak mempunyai tubuh yang nyata,hanya tampak seperti memiliki
tubuh (dokein). Rencana-Nya ialah untuk mengajari kita rahasia pengetahuan tentang Bapa
rohani kita yang sesungguhnya, tempat kita membebaskan diri dari tubuh kita dan dunia ini.
Irenaeus mengingatkan orang-orang pada zamannya untuk kritis (meneliti dengan
saksama) terhadap ajaran-ajaran yang menyimpang dari tradisi yang diwariskan oleh para
rasul. Jikalau “kebenaran” Gnostik berasal dari Allah, mengapa rasul-rasul tidak pernah
menyatakannya? Ia menyatakan bahwa hanya ada satu Allah PL dan PB, Firman (Kristus)
kekal yang menjadi manusia sejati. Materi adalah ciptaan Allah yang baik adanya.
Salah satu tokoh Gnostik yang sangat terkenal pada abad kedua adalah Valentinus.
Ia keluar dari jemaat Roma karena tidak diangkat sebagai uskup. Ia mengajarkan bahwa
Tuhan membangkitkan delapan pancaran, yang selanjutnya menghasilkan 15 pasang
malaikat yang melahirkan unsure-unsur alam semesta melalui proses seksual. Valentinus
mendorong para pengikutnya untuk meniru tindakan para malaikat tersebut. Suatu perayaan
Valentinian yang membangkitkan gairah seksual dimulai pada malam menjelang festival
Lupercalia Romawi (perayaan untuk mencegah datangnya roh jahat dan memurnikan kota
supaya yang ada hanyalah kesehatan dan kesuburan)- yaitu pada tanggal 14 Februari.
Irenaeus juga menentang Marcionisme. Marcion mengajarkan bahwa Allah PL
adalah Allah yang penuh murka berbeda dengan Allah PB yang penuh kasih. Marcion juga
menerbitkannya kanon PB-nya sendiri (dikenal dengan Kanon Marcion) yang hanya terdiri
dari Injil Lukas dan 10 surat Paulus. Irenaeus menulis dan melawan bidat tersebut dengan
penegasan kepada kesatuan Allah PL dan PB.
Irenaeus juga menulis bahwa pada suatu hari Polykarpus berpapasan dengan
Marcion di jalan, Marcion bertanya kepada Poly, “Apakah kau mengenali aku?” “Ya”
jawab Poly sambil menjaga jarak dan berkata, “Aku mengenalimu sebagai anak pertama
dari Setan!”

Makna Penting dari Irenaeus


Tulisan-tulisannya yang berdasar Alkitab menjaga keteguhan kekristenan dalam
menghadapi dan menetang bidat-bidat, serta memberikan arah bagi perkembangan teologi
(sistematika) di masa depan. Kita belajar darinya bahwa prinsip-prinsip interpretasi ketat
harus menuntun kita dalam mempelajari Alkitab. Spekulasi-spekulasi liar dan pilah-pilih
apa yang kita ingini dari Alkitab bukanlah maksud Allah. Ia menjadi martir bersama dengan
banyak orang Kristen lainnya di Lyon (tahun 200).

5
Irenaeus termasuk yang pertama-tama menggunakan istilah Perjanjian Baru di
samping Perjanjian Lama. Tadinya “Alkitab” bagi orang Kristen berarti Perjanjian Lama.
Tulisan-tulisan para rasul dianggap sah, namun baru berangsur-angsur dihimpun menjadi
Perjanjian Baru. Pada zamannya, PB sudah mirip dengan PB pada zaman kita, jadi memuat
empat kitab Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat Paulus serta tulisan-tulisan lain. Perselisihan
pendapat mengenai bagian terakhir (Ibrani sampai Wahyu) masih berlangsung selama
beberapa waktu.

6. Tertulianus (160-225)
Tertulianus, anak seorang kepala serdadu Roma yang bertugas di Karthago Afrika
Utara. Ia seorang terpelajar yang telah dibekali dengan ilmu hokum dan logika. Kekuatan
intelektualnya yang luar biasa dipakai Tuhan untuk mempertahankan iman Kristen pada
zamannya.
Ia seorang yang sangat tangguh dan penulis yang kritis. Gayanya tegas bahkan
sarkastis (sangat bertolak belakang dengan gaya anggun Yustinus). Pokok pesannya kepada
mereka yang menentang gereja ialah bahwa orang-orang Kristen loyal terhadap negara;
penganiayaan oleh Roma melawan hukum. Dalam ranah teologis, ia menjelaskan Trinitas
dan natur Kristus lebih baik dari siapa pun sebelum dirinya dan dikemudian hari
membentuk dasar untuk pengertian gereja mengenai doktrin-doktrin penting. Konsili-
konsili besar pada dua setengah abad sesudahnya dituntun oleh pemikiran-pemikirannya.
Marilah kita mengikuti kekuatan, hasrat, dan kepercayaan dari apologet besar ini. Tetapi
dengan anugerah Allah, kita mencari roh yang lemah lembut, di mana Tertulianus lemah
dalam hal ini. Efesus 4:15, bahwa kita harus “membicarakan” kebenaran di dalam kasih.
Tertulianus menulis lebih dari 30 karya yang tergolong dalam tiga golongan utama,
tetapi hanya dua golongan yang dapat dikategorikan sebagai tulisan-tulisan yang bersifat
pembelaan (apologi) dan dogmatis melawan ajaran sesat.
Tulisan-tulisan bersifat apologi. Yang terkenal di antaranya hanya diberi judul
Apologia. Ia berdebat melawan praktek tidak adil yang menghukum mati orang-orang
beriman, hanya karena mereka Kristen.
Kami hanyalah orang kemarin, namun kami telah mengisi semua tempat-tempatmu –
kota, pulau, benteng, kota kecil, pasar, perkemahan, kami ada pada suku-sukumu,
perusahaan, istana senat serta forummu. Tak satu pun kami tinggalkan kepada kalian,
kecuali kuil-kuil ilah-ilahmu (Apology/Apologia 37).
Kekejamanmu [terhadap kami], betapapun unggulnya, tidak menguntungkan bagimu.
Sesungguhnya ia justru menarik orang untuk bergabung dengan golongan kami. Setiap
kali anda membabat kami, jumlah kami malah bertumbah. Darah orang Kristen adalah
benih [gereja] …Kekerasan hati yang kalian kecam itu justru pengajaran bagi kami.
Sebab, siapakah yang – pada waktu melihatnya – tidak tergerak untuk bertanya apa
yang menyebabkannya? Siapa yang – setelah bertanya – tidak tergerak untuk menerima
iman kami? (Apology/Apologia, 50).
Karya-karya dogmatis melawan Ajaran Sesat. Bersama Irenaeus, Tertulianus adalah
lawan paling tangguh terhadap aliran Gnostisisme. Uraian yang paling terkenal adalah De
Praescriptione Haereticorum (Bantahan terhadap Orang-orang Sesat). Ia menolak hak
penganut-penganut ajaran sesat untuk menggunakan Alkitab. Ia juga menyerang Marcion
(orang murtad terbesar abad ke-2) ia memadukan Gnostisisme dengan kekristenan menurut
rasul Paulus.

6
Karena mereka penganut ajaran sesat, tidak mungkin mereka orang Kristen sejati …
Dengan demikian mereka bukan orang Kristen maka mereka tidak berhak atas Alkitab.
Pantaslah kalau kita bertanya kepada mereka, “siapakah kalian? Bila dan dari mana
kalian datang? Karena kalian bukan daripadaku, apa yang kalian buat dengan milikku?
Sungguh, Marcion, dari mana hakmu untuk menebang hutanku? Atas ijin siapa,
Valentinus, Anda membelokkan arus mata airku? Atas kuasa siapa, Apelles, Anda
memindahkan batas-batas tanahku? Inilah milikku … Akulah ahli waris para rasul
(Bantahan terhadap orang-orang Sesat, 37).
Anak Allah telah disalib. Aku tidak malu karena tindakan itu memalukan. Anak Allah
mati. Hal itu dapat dipercaya karena tidak masuk akal. Ia dikuburkan dan bangkit
kembali. Ini pasti karena tidak mungkin (De Carne Christi/Daging Kristus, 5).
Selain itu Tertulianus sangat mengkritik filsafat Yunani yang dianggapnya sumber
ajaran sesat. Ia menekankan sifat paradoksal dari iman dan kontras antara agama Kristen
dan filsafat. Walaupun demikian ia tidak membuang unsur-unsur filsafat Yunani yang
sesuai dengan agama Kristen. Secara pribadi, Tertulianus banyak “berutang” kepada filsafat
Stoa.
Tertulianus juga menulis melawan Monarkianisme yang menitikberatkan “monarki”
atau pemerintahan tunggal dari Allah – mereka adalah monoteisme keras. Mereka
memperdaya doktrin ketritunggalan dengan mengemukakan pandangan yang cerdik, bahwa
Sang Bapa adalah Anak adalah Roh Kudus. Mereka bukan tiga tokoh yang berbeda
melainkan 3 nama yang berbeda dari satu oknum. Tertulianus menjawab mereka dalam
suatu karya penting berjudul, Adversus Praxean (Melawan Praxeas). Praxeas adalah
seorang pengikut Monarkianisme yang tak dikenal, yang melawan Montanisme (aliran yang
dianut Tertulianus). Seperti dikatakan Tertulianus, “Praxeas berhasil menyelesaikan dua
pekerjaan setan di Roma: ia menghalau nubuat dan memasukkan kefasikan. Ia mengusir
Paraklet (dengan menolak nubuat-nubuat Montanisme) dan menyalibkan Allah Bapa
(dengan mengatakan bahwa Anak Allah adalah Allah Bapa).” Menjawab Praxeas,
Tertulianus mengatakan bahwa Allah adalah satu zat atau hakikat dalam tiga pribadi. Ia
yang menciptakan istilah-istilah yang nantinya dipergunakan dalam rumusan-rumusan
mengenai doktrin Ketritunggalan dan Inkarnasi.
Perfeksionismenya lambat laun membuatnya menarik diri dari gereja dan beralih
kepada kelompok ekstrem Montanisme yang sangat menekankan pada pewahyuan langsung
Roh Kudus, karunia-karunia Roh Kudus, berorientasi pada eskatologis serta
disiplin/asketisme yang ketat. Pandangan-pandangan Montanis yang legalistic cocok
dengan dirinya. Semakin tua ia semakin tidak suka kepada gereja resmi yang dianggapnya
berkompromi dengan dosa dan dunia. Ia tidak mengijinkan pernikahan setelah
menjanda/menduda. Ia bahkan menulis surat kepada istrinya bahwa sangatlah berdosa jika
istrinya menikah lagi setelah ia meninggal. Setelah berada diluar gereja ia banyak menulis
karangan yang mencela gereja.
Ia bahkan kemudian keluar dari montanisme yang dianggapnya kurang disiplin. Ia
meninggalkan jemaat Montanis yang ia pimpin dan membentuk denominasi sendiri yang
kemudian dikenal dengan kaum Tertulianis. Dua ratus tahun kemudian Augustinus berusaha
membawa kembali kelompok ini ke dalam gereja.

Gagasan terbaik Tertulianus


7
Sepanjang kritik pedasnya yang menghakimi, ia tetap mempertahankan iman yang
kuat kepada Kristus. Walaupun tidak pernah mengubah sikap kerasnya, Tertulianus telah
mewariskan kepada gereja, pemikiran teologis dan bahasa (dia adalah penulis pertama
dalam bahasa Latin) yang akan menjadi hal penting bagi kita semua, generasi setelah dia.
Pernyataannya yang sering dikutip adalah: “Darah para martir adalah benih gereja”
atau “Apa hubungan Athena dan Yerusalem”. Namun barangkali sumbangsihnya yang
terbesar adalah istilah-istilah teologis. Dialah yang pertama kali mengutarakan bahwa Kitab
Suci Ibrani yang ditulis sebelum Yesus merupakan “Perjanjian Lama” dan Kitab Suci
Yunani yang ditulis sesudadah Yesus merupakan “Perjanjian Baru”. Dialah yang
mengembangkan pemikiran mengenai sifat dasar Allah sebagai, “satu substansi, tiga
pribadi” yang akhirnya memenangkan perdebatan dikemudian hari berkenaan dengan
hubungan antara Bapa, Anak dan Roh Kudus (dalam kosili-konsili).
Marilah kita mengikuti kekuatan, hasrat, dan kepercayaan dari apologet besar ini.
Tetapi, dengan anugerah Allah kita mencari roh yang lemah lembut, di mana Tertulianus
lemah dalam hal ini, Efesus 4:15, bahwa kita harus “(membicarakan) kebenaran di dalam
kasih.”

6. Origenes Adamantios (185-254)


Origenes mendapat pendidikan di kotanya Aleksandria, Mesir. Pada usia ke-18
tahun ia telah menjadi dosen di Sekolah Teologi Aleksandria yang sangat termasyur itu.
Seperti halnya dengan Tertulianus, Origenes adalah penentang keras Monarkianisme. Ia
menegaskan bahwa Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus secara abadi adalah tiga “hypostasis”
atau katakanlah tiga keberadaan. Sifat ketigaan Allah, yaitu trinitas-Nya, adalah bagian dari
tabiat kekal-Nya, bukan sesuatu yang timbul kemudian. Tetapi, kalau kita menyebut pribadi
kedua sebagai “Anak”, maka seolah-olah mengisyaratkan bahwa Ia “dilahirkan” dan
diperanakkan” atau “dihasilkan” pada suatu saat tertentu. Sebaliknya Origenes menegaskan
bahwa Anak secara kekal dihasilkan atau diperanakkan oleh Bapa. Inilah suatu proses atau
hubungan yang kekal. Ini bukan suatu peristiwa tertentu, bukan pula sesuatu yang terjadi
jutaan tahun yang lalu – ia adalah sesuatu yang senantiasa terjadi secara kekal.
Walaupun demikian ia berbeda dengan Tertulianus. Menurut dia Trinitas itu
bertingkat – yaitu Bapa lebih besar daripada Anak yang lebih besar daripada Roh Kudus.
Hanya Bapa adalah “Allah sejati”. Anak Allah sama dengan Allah Bapa hanya pada tingkat
yang lebih rendah. Debgan demikian, Ketritunggalan Origenes adalah Ketritunggalan
bertingkat tiga, Allah pada tingkat yang berbeda-beda. Pada abad berikutnya, Arius
menyimpukan pemikiran ini bahwa Bapa adalah Allah sejati sedangkan Anak dan Roh
Kudus hanyalah makhluk (ciptaan).
Origenes sepenuhnya menguasai filsafat Yunani khususnya Platonisme yang akan
mempengaruhi pemikiran-pemikirannya. Pada abad ke-6 (Konsili Konstantinopel II) dia
dinyatakan sebagai orang sesat.2 Namun demikian, ia tetaplah satu-satunya bapa gereja
dalam teologi Yunani yang paling berpengaruh. Bagian terbesar dari tulisan-tulisannya
dibaktikan kepada penafsiran Alkitab. Tetapi di sini pun terdapat kesulitan. Origenes
berpendapat bahwa Alkitab tidak bisa dimengerti sepenuhnya, kecuali dengan penafsiran
alegoris. Ada beberapa bagian dalam PL yang kurang menyenangkan kalau diartikan secara

2
Kaisar Yustinian memimpin sebuah gerakan untuk mengutuk dan menghancurkan beberapa buku
Origenes.
8
harfiah oleh sebab itu perlu penggalian lebih dalam untuk mencari makna yang terselubung.
Makna terselubung itu disampaikan dalam bentuk alegoris. Metode ini pertama-tama
digunakan oleh orang-orang Yunani untuk mencari pelajaran dalam cerita-cerita yang
kurang sedap mengenai ulah dewa-dewi mereka.
Walaupun kesungguhan Origenes untuk menjadi orang Kristen ortodoks dan
keikhlasannya untuk berbakti kepada Kristus serta dedikasinya pada pelayanan-Nya tidak
perlu diragukan lagi, tetapi jelas pula bahwa sebenarnya seluruh teologinya telah diresapi
Platonisme. Namun tidak semua ide-idenya yang tidak ortodoks berasal langsung dari
Origenes melainkan dari murid-muridnya yang mengambil pemikirannya melebihi
maksudnya.3

Belajar dari Origenes


Warisan Origenes bercampur baur. Kepandaian dan produktivitasnya meninggalkan
pengaruh yang luar biasa bagi gereja. Ia mengerti bahwa kekristenan harus memberi makan
bagi akal budi dan hati juga. Kita belajar darinya untuk memperhatikan akomodasi Alkitab
terhadap filsafat yang ada pada suatu zaman. Kita juga menemukan teladan bagi para
sarjana pada masa depan: perpaduan antara kepandaian yang luar biasa dengan
kesungguhan hati. Intelektualitas dapat dipadukan dengan hasrat kepada Allah yang hidup.
Pada usianya yang masih sangat belia ia telah menghasilkan 800 tulisan/catatan yang
menempatkan kekristenan ke panggung intelektual yang dihormati. Ia juga menghasilkan
banyak komentar terhadap Alkitab melebihi siapa pun sebelum zaman Reformasi (13 abad
kemudian). Karya besarnya disponsori oleh seorang kaya bernama Ambrosius.
Ia menulis sebagian besar karyanya dalam masa penganiayaan sehingga
menyebabkan ia menyederhanakan dan mendisiplinkan hidupnya secara ekstrim (a.l.
memotong alat kelaminnya) serta mendedikasikan hidupnya bagi panggilannya: mengajar,
menulis, menulis dan menulis tiada henti sampai akhir hidupnya menghasilkan 6000 karya
tulis.
Hidup menyangkal diri mempersiapkan Origenes untuk akhir hidupnya. Kaisar
Decius mengincar penulis hebat dan terbesar ini dalam penganiayaan terbesar tahun 250.
Decius ingin memaksa pemimpin-pemimpin Kristen menyangkal imannya, sehingga
Origenes dipenjarakan dan disiksa. Tetapi ia tetap beriman kepada Krsitus. Ia dibebaskan
dan meninggal tiga tahun kemudian sebagai akibat penganiayaan hebat/brutal yang
dialaminya. Pada waktu usia tujuh belas tahun ia pernah mengirim surat kepada ayahnya
Leonidas yang sedang dipenjara untuk tidak menyangkal imannya demi keluarganya dan ia
sangat ingin mengikuti kemartiran ayahnya tetapi dicegah oleh ibunya.

7. Athanasius (297-373)
Lahir dan dididik di kota dan disekolah yang sama dengan Origenes: Aleksandria,
Mesir.

3
Rick Cornish, Lima Menit Sejarah Gereja (Bandung: Pionir Jaya, 2007), 40
9

Anda mungkin juga menyukai