Anda di halaman 1dari 83

Bapa Gereja

kelompok ideolog dan penulis Kristen


yang influensial

Bapa Gereja adalah sebutan bagi teolog-


teolog dan pujangga-pujangga Kristen
peletak landasan intelektual dan
doktrinal Kekristenan. Mereka berkiprah
pada zaman Patristis, yakni kurun waktu
dalam sejarah yang kira-kira bermula
menjelang akhir abad pertama dan
berujung pada pertengahan abad ke-8,[1]
khususnya pada abad ke-4 dan abad ke-
5, ketika Kekristenan sedang berproses
menjadi agama negara Kekaisaran
Romawi.

Para Bapa Gereja, miniatur Rus Kiev abad ke-11 dari naskah
Bunga Rampai Sviatoslav

Di bidang teologi dogmatis tradisional,


pandangan-pandangan para pujangga
yang dihormati sebagai Bapa Gereja
sangatlah dihargai, dan definisi "Bapa
Gereja" yang dipakai adalah definisi yang
agak restriktif. Di bidang studi Patristika,
yaitu ilmu yang mempelajari segala
sesuatu mengenai para Bapa Gereja,
cakupan makna istilah "Bapa Gereja"
sudah diperluas, dan tidak ada daftar
Bapa Gereja yang bersifat definitif.[2][3]

Para Bapa Besar


Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur
masing-masing menghormati empat
orang Bapa Gereja yang disebut "Bapa
Besar Gereja".[4] Di dalam Gereja Katolik,
empat Bapa Besar Gereja Barat dan
empat Bapa Besar Gereja Timur secara
kolektif disebut "Delapan Doktor
Gereja".[4]

Bapa Besar Gereja Barat

Ambrosius (340–397)
Hieronimus (347–420)
Agustinus dari Hipo (354–430)
Paus Gregorius I (540–604)
Bapa Besar Gereja Timur

Atanasius dari Aleksandria (ca.296


atau 298–373)
Gregorius dari Nazianzus (329–ca.390)
Basilius dari Kaisarea (ca.330–379)
Yohanes Krisostomus (347–407)

Basilius dari Kaisarea, Gregorius dari


Nazianzus, dan Yohanes Krisostomus
secara kolektif disebut "Tiga Waligereja
Kudus" (bahasa Yunani: Οι Τρεις
Ιεράρχες, Hoi Treis Hierarkhes).
Para Bapa Apostolik
Para Bapa Apostolik adalah teolog-
teolog Kristen yang hidup pada abad
pertama dan abad ke-2 tarikh Masehi,
yang dipercaya kenal dengan beberapa
rasul secara pribadi, atau sangat
dipengaruhi ajaran dan keteladanan
mereka.[5] Meskipun populer pada masa-
masa awal Kekristenan, karya-karya tulis
mereka tidak dimasukkan ke dalam
kanon Perjanjian Baru yang paripurna.
Banyak di antara karya-karya tulis itu
ditulis pada zaman yang sama dan di
lokasi geografis yang sama dengan
karya-karya sastra Gereja Purba lainnya
yang menjadi bagian dari Kitab Suci
Perjanjian Baru, dan beberapa karya tulis
para Bapa Gereja tampaknya dihormati
semulia kitab-kitab Perjanjian Baru.
Klemens, Ignasius, dan Polikarpus
dianggap sebagai tokoh-tokoh terkemuka
di antara para Bapa Apostolik.

Klemens dari Roma

Surat Klemens yang pertama (ditulis


sekitar tahun 96),[6] adalah surat tertua
dari seorang Bapa Gereja.[7] Di dalam
surat tersebut, Klemens mengimbau
umat Kristen Korintus untuk memelihara
kerukunan dan ketertiban.[6]
Surat Klemens yang pertama disalin dan
dibacakan di mana-mana pada zaman
Gereja perdana.[8] Sebagian pihak
menganggap surat ini adalah bagian dari
kanon Perjanjian Baru. Sebagai contoh,
Surat Klemens yang pertama terdaftar
sebagai salah satu karya tulis yang
kanonik di dalam kanon 85 dari Kanon-
Kanon Para Rasul,[9] salah satu kanon
tertua Kitab Suci Perjanjian Baru, dan
dengan demikian menunjukkan bahwa
surat ini dihormati sebagai karya tulis
yang kanonik setidaknya oleh jemaat-
jemaat Kristen perdana di beberapa
kawasan. Selambat-lambatnya pada
abad ke-14, Ibnu Khaldun menyebutkan
bahwa surat Klemens yang pertama
adalah bagian dari Kitab Suci Perjanjian
Baru.[10]

Ignasius dari Antiokhia

Ignasius dari Antiokhia yang juga dikenal


dengan nama Theoforus (ca.35–
ca.110)[11] adalah Uskup Antiokhia yang
ketiga dan salah seorang murid Rasul
Yohanes. Dalam perjalanannya
menjemput kemartiran di kota Roma,
Ignasius menulis serangkai surat yang
terlestarikan sampai sekarang. Topik-
topik penting yang dikemukakannya di
dalam surat-surat tersebut mencakup
eklesiologi, sakramen, peran uskup, dan
inkarnasi Kristus.[12] Ignasius adalah
orang kedua sesudah Klemens yang
menyebut tentang surat-surat Paulus di
dalam karya tulisnya.[6]

Polikarpus dari Smirna

Polikarpus dari Smirna (ca.69–ca.155)


adalah Uskup Smirna (sekarang İzmir,
Turki). Polikarpus disebut-sebut sebagai
salah seorang murid "Yohanes". Tokoh
yang bernama Yohanes ini mungkin
adalah Yohanes bin Zebedeus yang dari
generasi ke generasi dipercaya sebagai
penulis Injil Yohanes, tetapi mungkin pula
adalah Yohanes Presbiter.[13] Para
penganjur pandangan tradisional
mengikuti keterangan Eusebius dari
Kaisarea bahwa rasul tempat Polikarpus
berguru adalah Yohanes Penginjil, sang
penulis Injil Yohanes, yakni orang yang
sama dengan Rasul Yohanes.

Polikarpus berusaha tetapi gagal


membujuk Paus Anisetus untuk
mengupayakan agar Gereja Barat
merayakan Paskah pada tanggal 14
bulan Nisan, sama seperti Gereja Timur.
Sekitar tahun 155, warga Smirna
menuntut Polikarpus dijatuhi hukuman
mati sebagai seorang pemeluk agama
Kristen, dan ia pun gugur menjadi martir.
Menurut riwayat kemartirannya,
Polikarpus dipidana bakar hidup-hidup,
tetapi lantaran api segan menyentuh
dirinya, ia baru dijemput ajal sesudah
ditikam dengan tombak. Dari luka bekas
tikaman, darah mengucur dengan
derasnya sampai-sampai memadamkan
api yang berkobar di sekeliling
jasadnya.[6] Polikarpus dihormati sebagai
orang kudus oleh Gereja Katolik maupun
Gereja Ortodoks Timur.

Papias dari Hierapolis

Sedikit sekali keterangan yang tersedia


mengenai Papias, selain dari kesimpulan-
kesimpulan yang dapat ditarik dari karya-
karya tulisnya sendiri. Ireneus (ca.180),
murid Polikarpus, menyifatkan Papias
sebagai "tokoh sepuh yang dulu berguru
kepada Yohanes, dan termasuk salah
seorang sahabat Polikarpus". Eusebius
menambahkan bahwa Papias menjabat
sebagai Uskup Hierapolis sekitar masa
hidup Ignasius dari Antiokhia. Selaku
Uskup Hierapolis, Papias diduga
digantikan Abersius dari Hierapolis.
Nama "Papias" adalah nama yang lazim
di Hierapolis dan sekitarnya, sehingga
ada dugaan bahwa Papias adalah warga
pribumi daerah itu. Sebagian besar para
sarjana modern memperkirakan bahwa
karya tulis Papias disusun antara tahun
95 sampai tahun 120.

Sekalipun terindikasi masih lestari pada


Akhir Abad Pertengahan, seluruh karya
tulis Papias sekarang sudah hilang.
Meskipun demikian, penggalan-
penggalan isinya terlestarikan di dalam
sejumlah karya tulis lain. Beberapa di
antara karya-karya tulis tersebut bahkan
mengutip nomor bukunya.

Para Bapa Yunani


Para Bapa Gereja yang menghasilkan
karya tulis dalam bahasa Yunani disebut
Bapa (Gereja) Yunani. Selain para Bapa
Apostolik, para Bapa Yunani juga
mencakup Yustinus Martir, Ireneus dari
Lyons, Klemens dari Aleksandria,
Atanasius dari Aleksandria, Yohanes
Krisostomus, Sirilus dari Aleksandria,
para Bapa Kapadokia (Basilius dari
Kaisarea, Gregorius dari Nazianzus,
Gregorius dari Nisa), Petrus dari
Sebastia, Maksimus Pengaku Iman, dan
Yohanes dari Damsyik.

Yustinus Martir

Yustinus Martir adalah salah seorang


apologis Kristen purba, dan dipandang
sebagai penjabar teori Logos yang paling
terkemuka pada abad ke2.[14] Ia gugur
sebagai saksi iman Kristen bersama-
sama dengan beberapa muridnya, dan
dihormati sebagai orang kudus oleh
Gereja Katolik,[15] gereja Anglikan,[16]
Gereja Ortodoks Timur,[17] dan Gereja-
Gereja Ortodoks Oriental.
Ireneus dari Lyons

Ireneus adalah Uskup Lugdunum


(Sekarang Lyon) di Galia. Karya-karya
tulisnya merupakan unsur formatif pada
pasa-masa awal perkembangan teologi
Kristen, dan Ireneus sendiri dihormati
Gereja Ortodoks Timur maupun Gereja
Katolik sebagai orang kudus. Ia dikenal
sebagai salah seorang apologis Kristen
purba yang terkemuka, dan juga murid
dari Polikarpus.

Di dalam karya tulisnya yang paling


terkenal, Melawan Bidat-Bidat (ca.180),
Ireneus menjajarkan bidat-bidat dan
menyanggahnya satu demi satu. Di
dalam karya tulisnya, Ireneus
mengemukakan bahwa satu-satunya
cara bagi umat Kristen untuk dapat
mengekalkan persatuan adalah dengan
rendah hati menerima satu kewenangan
doktrinal, yakni konsili-konsili para
uskup.[6] Ireneus mengusulkan agar Injil
Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil
Yohanes diterima sebagai kitab-kitab
yang kanonik.

Klemens dari Aleksandria

Klemens dari Aleksandria adalah tokoh


besar pertama dari Gereja Aleksandria,
sekaligus salah seorang pengajar
terkemuka di Gereja itu. Klemens
memadukan tradisi-tradisi filsafat Yunani
dengan doktrin Kristen, dan menghargai
gnosis, yang bersama dengan
persekutuan bagi semua orang, dapat
dianut oleh rata-rata orang Kristen. Ia
mengembangkan filsafat Platonisme
Kristen.[6] Sama seperti Origenes,
Klemens dikenal sebagai cendekiawan
dari Perguruan Katekese Aleksandria dan
memiliki pengetahuan yang luas tentang
karya-karya sastra pagan.[6]

Origenes dari Aleksandria

Origenes dari Aleksandria, alias Origenes


Adamansius (ca.185–ca.254), adalah
seorang sarjana sekaligus teolog.
Menurut tradisi, Origenes adalah
cendekiawan asli Mesir[18] yang mengajar
di Aleksandria, dan menghidupkan
kembali perguruan katekese tempat
Klemens dulu mengajar. Batrik
Aleksandria yang mula-mula mendukung
Origenes mengusir cendekiawan Mesir itu
dari Aleksandria karena ditahbiskan
tanpa seizinnya. Origenes pindah ke
Kaisarea Tepi Laut dan menetap di kota
itu hingga akhir hayatnya,[19] sesudah
menanggung siksaan saat timbul aniaya
besar-besaran terhadap umat Kristen.
Kemudian hari Origenes dianatema, dan
beberapa karya tulisnya dikutuk sebagai
bidat. Dengan pengetahuan bahasa
Ibraninya, Origenes menghasilkan koreksi
Septuaginta.[6] Ia menulis ulasan tiap-tiap
kitab di dalam Alkitab.[6] Di dalam Peri
Arkhon (Ihwal Asas-Asas), Origenes
mengartikulasikan panjabaran filsafati
doktrin Kristen yang pertama.[6] Ia
menafsirkan kitab suci secara alegoris
dan menampilkan diri sebagai seorang
filsuf Stoa, filsuf Neopitagoras, sekaligus
seorang filsuf Platon.[6] Sama seperti
Plotinus, Origenes berpandangan bahwa
jiwa melewati urutan tahap-tahap
sebelum berinkarnasi menjadi manusia,
dan akhirnya sampai kepada Allah
sesudah manusia mati.[6] Ia bahkan
berpandangan bahwa roh-roh jahat pun
akan kembali kepada Allah. Bagi
Origenes, Allah bukanlah Yahweh
melainkan Asas Pertama, sementara
Kristus, Sang Logos, berada di bawah
Allah.[6] Pandangan-pandangannya
tentang struktur hierarkis di dalam
Tritunggal, kefanaan materi, "prawujud
jiwa", dan "pemulihan segala sesuatu"
dianatema pada abad ke-6.[20][21]
Sebelum itu, Origenes tidak dipandang
sebagai ahli bidat.
Atanasius dari Aleksandria

Santo Atanasius digambarkan


membawa kitab Injil, lambang
ikonografis yang lazim dipakai dalam
penggambaran sosok para imam dan
uskup selaku pewarta Injil

Atanasius dari Aleksandria (ca.293–373)


adalah teolog, Paus Aleksandria,
sekaligus pemuka bangsa Mesir pada
abad ke-4. Ia dikenang sebagai tokoh
yang berjasa merontokkan bidat
Arianisme dan mengukuhkan doktrin
Tritunggal. Dalam sidang Konsili Nikea I
tahun 325, Atanasius mendebat doktrin
Arianisme yang mengatakan bahwa
hakikat Kristus berbeda dari hakikat
Allah.[6]

Para Bapa Kapadokia

Para Bapa Kapadokia adalah Basilius


Agung (330–379), Uskup Kaisarea
Mazaka; Gregorius dari Nisa (ca.332–
395), adik Basilius yang menjadi Uskup
Nisa; dan Gregorius dari Nazianzus
(329–389), sahabat karib Basilius yang
menjadi Batrik Konstantinopel.[22] Para
Bapa Kapadokia adalah penganjur-
penganjur teologi Kristen purba, dan
dihormati Gereja Barat maupun Gereja
Timur sebagai orang-orang kudus.
Basilius dan Gregorius berasal dari
sebuah keluarga ahli zuhud abad ke-4
yang dipimpin Makrina Muda (324–379),
yang berjasa menyediakan ruang bagi
adik-adiknya untuk belajar dan
bertafakur, serta berjasa merawat ibu
mereka. Abdis Makrina memperhatikan
pendidikan dan perkembangan ketiga
adiknya, yakni Basilius Agung, Gregorius
dari Nisa, dan Petrus dari Sebastia
(ca.340–391) yang menjadi Uskup
Sebastia.

Para Bapa Kapadokia berusaha


membuktikan bahwa umat Kristen pun
mampu mempertahankan pendirian
mereka di dalam percakapan-percakapan
dengan kaum cendekiawan penutur
bahasa Yunani. Mereka berpandangan
bahwa sekalipun bertentangan dengan
banyak gagasan Platon dan Aristoteles
(maupun filsuf-filsuf Yunani lainnya),
iman Kristen adalah suatu gerakan yang
nyaris ilmiah dan tampil beda sendiri,
dengan penyembuhan jiwa manusia dan
kemanunggalannya dengan Allah sebagai
inti sarinya. Para Bapa Kapadokia
bersumbangsih besar terhadap
perumusan definisi Tritunggal yang
dituntaskan dalam Konsili Konstantinopel
I tahun 381 maupun terhadap versi
paripurna Syahadat Nikea.
Seusai penyelenggaraan Konsili Nikea I,
Arianisme tidak serta merta menghilang.
Golongan semi-Arian mengajarkan
bahwa hakikat Sang Putra mirip
(homoiousios) dengan hakikat Sang
Bapa, bertolak belakang dengan
golongan Arian garis keras yang
mengajarkan bahwa hakikat Sang Putra
berlainan (heterousios) dengan hakikat
Sang Bapa. Oleh karena itu Sang Putra
diyakini serupa dengan Sang Bapa tetapi
tidak sehakikat dengan Sang Bapa. Para
Bapa Kapadokia berusaha menggiring
golongan semi-Arian kembali ke jalan
yang benar. Di dalam karya-karya tulis
mereka, rumusan "tiga pribadi
(hipostasis) dalam satu hakikat
(homoousios)" acap kali mengemuka,
dan dengan demikian secara jelas
menunjukkan adanya pengakuan
terhadap perbedaan antara Sang Bapa
dan Sang Putra (Konsili Nikea I dituduh
mengaburkan perbedaan ini) tetapi pada
saat yang sama menandaskan keesaan
hakikat Sang Bapa dan Sang Putra.

Yohanes Krisostomus

Yohanes Krisostomus (ca.347–ca.407),


Uskup Agung Konstantinopel, adalah
Bapa Gereja yang dikenal karena
kefasihannya dalam berkhotbah dan
berpidato. Kecamannya terhadap
penyalahgunaan kewenangan di kalangan
petinggi gereja maupun pemimpin politik,
catatan khotbah-khotbahnya, dan karya-
karya tulisnya membuat Yohanes dikenal
sebagai Bapa Gereja Timur yang paling
giat berkarya. Ia juga dikenal sebagai
tokoh yang berjiwa zuhud. Sesudah
wafat (menurut beberapa sumber,
bahkan sejak masih hidup), Yohanes
dijuluki Krisostomus, artinya "Si Mulut
Emas".[23][24]

Yohanes Krisostomus lebih dikenal


sebagai teolog dan pengkhotbah ulung,
khususnya di Gereja Ortodoks Timur. Ia
dihormati sebagai santo pelindung para
orator di Gereja Katolik. Yohanes
Krisostomus juga dikenal karena delapan
khotbahnya yang cukup bepengaruh
dalan sejarah antisemistisme Kristen.
Kecaman-kecamannya terhadap orang-
orang Kristen yang keyahudi-yahudian
ditulis saat ia masih menjadi presbiter di
Antiokhia. Karya-karya tulis inilah yang
digarap dan disalahgunakan Nazi Jerman
dalam kampenye ideologis melawan
bangsa Yahudi.[25][26] Para sarjana
Patristika semisal Robert L Wilken
menunjukkan bahwa tindakan
menerapkan pemahaman-pemahaman
modern mengenai antisemitisme pada
diri Yohanes Krisostomus merupakan
tindakan yang anakronistis, karena
Yohanes Krisostomus menggunakan
Psogos. Psogos dan enkomium adalah
teknik-teknik yang digunakan orang pada
Abad Kuno untuk beretorika dalam
konteks polemik. Dengan enkomium,
"orang mengabaikan kekurangan-
kekurangan suatu pihak dengan maksud
untuk menyanjungnya, sementara dengan
psogos, orang mengabaikan kelebihan-
kelebihan suatu pihak dengan maksud
untuk merendahkannya. Asas-asas
semacam ini jelas tercantum di dalam
buku-buku panduan para pembicara,
tetapi sepenggal keterangan yang
menarik dari sejarawan Gereja Sokrates,
yang berkarya pada pertengahan abad
ke-5, menunjukkan bahwa kaidah-kaidah
untuk mencerca lawan bicara sudah
dianggap sebagai hal yang lumrah oleh
pria maupun wanita pada masa-masa
menjelang kesudahan Dunia Romawi"[27]

Khotbah-khotbah Yohanes Krisostomus


dan Basilius Agung sangat
mempengaruhi pemahaman Gereja
tentang ekonomi dan pemerataan
keadilan bagi kaum papa, karena
dijabarkan panjang lebar di dalam
Katekismus Gereja Katolik.[28] Di dalam
khotbah-khotbahnya, Paus Fransiskus
juga mengkritik bentuk-bentuk modern
Kapitalisme yang ada dewasa ini.[29][30]
Sirilus dari Aleksandria

Sirilus dari Aleksandria (ca.378–444)


adalah Uskup Aleksandria pada masa-
masa puncak kegemilangan kota
Aleksandria dalam kehidupan bernegara
di Kekaisaran Romawi. Sirilus
menghasilkan banyak karya tulis dan
merupakan protagonis utama dalam
kontroversi-kontroversi kristologis pada
abad ke-4 dan abad ke-5. Ia tampil
mengemuka dalam sidang Konsili Efesus
I tahun 431, yang memecat Nestorius
dari jabatan Uskup Agung
Konstantinopel. Reputasinya yang luhur
di mata Dunia Kristen membuat Sirilus
digelari "Saka Guru Iman" dan "Meterai
Segenap Bapa Gereja".

Maksimus Pengaku Iman

Maksimus Pengaku Iman, alias


Maksimus Teolog, alias Maksimus dari
Konstantinopel (ca.580–662) adalah
rahib sekaligus teolog dan sarjana
Kristen. Pada masa mudanya, Maksimus
adalah seorang pegawai negeri dan
tangan kanan Heraklius, Kaisar Romawi
Timur. Kemudian hari, Maksimus
meninggalkan dunia politik dan menjadi
rahib.
Sesudah pindah ke Kartago, Maksimus
mendalami karya-karya tulis para
pujangga Neoplatonis dan menjadi
seorang pujangga terkemuka. Ketika
seorang sahabatnya mulai
menyebarluaskan paham kristologis yang
dikenal dengan sebutan Monotelitisme,
Maksimus pun terlibat di dalam
kontroversi yang ditimbulkan paham
tersebut, karena ia mendukung
pandangan Kristen Kalsedon bahwa
Yesus memiliki kehendak insani maupun
kehendak ilahi. Maksimus dihormati di
Gereja Timur maupun di Gereja Barat.
Pendirian kristologisnya membuat
Maksimus disiksa, diasingkan, dan wafat
tidak lama kemudian. Meskipun
demikian, pandangan teologinya
dikukuhkan Konsili Konstantinopel III, dan
dihormati sebagai orang kudus tidak
lama sesudah wafat. Maksimus
diperingati dua kali setahun, yakni setiap
tanggal 21 Januari dan 13 Agustus. Gelar
Pengaku Iman yang disandangnya
menunjukkan bahwa Maksimus
menanggung penderitaan karena iman
Kristen yang dipeluknya, tetapi tidak
serta merta mengakibatkan kematiannya,
berbeda dengan para Saksi Iman
(Martir). Risalahnya, Riwayat Hidup Sang
Perawan, diduga adalah biografi
terlengkap Maria, ibunda Yesus, yang
paling tua.
Yohanes dari Damsyik

Yohanes dari Damsyik (ca.676–749)


adalah seorang rahib dan imam Kristen
Suryani. Ia lahir dan dibesarkan di kota
Damsyik, dan wafat di biaranya, Mar
Saba, tidak jauh dari kota Yerusalem.

Tokoh serba bisa ini menggemari dan


berkiprah di bidang hukum, teologi,
filsafat, dan musik. Sebelum ditahbiskan,
ia bekerja sebagai kepala tata usaha
negara khilafah yang berpusat di
Damsyik. Yohanes menghasilkan karya-
karya tulis berisi penjabaran iman Kristen,
dan menggubah madah-madah yang
masih dipakai di biara-biara Kristen
Timur. Gereja Katolik menghormatinya
sebagai salah seorang Doktor Gereja,
dan kerap menggelarinya "Doktor
Pengangkatan" karena karya-karya
tulisnya tentang pengangkatan Maria,
ibunda Yesus, ke surga.

Para Bapa Latin


Para Bapa Gereja yang menghasilkan
karya-karya tulis dalam bahasa Latin
disebut Bapa (Gereja) Latin.

Tertulianus

Tertulianus, atau lengkapnya Quintus


Septimius Florens Tertullianus (ca.155–
ca.222), adalah seorang pujangga yang
giat menghasilkan karya-karya tulis di
bidang apologetika, teologi, dan
zuhud.[31] Tertulianus lahir di Kartago,
dan memutuskan untuk memeluk agama
Kristen sebelum tahun 197. Ayahnya
adalah seorang centurio (kepala pasukan
bala seratus) dalam angkatan bersenjata
Kekaisaran Romawi.

Tertulianus mengecam doktrin-doktrin


Kristen yang dianggapnya bidat, tetapi
kemudian hari menganut paham
Montanisme yang dibidatkan Gereja arus
utama. Karena alasan inilah Tertulianus
tidak dihormati sebagai orang kudus. Ia
menulis tiga buku dalam bahasa Yunani,
dan merupakan pujangga besar Gereja
Latin yang pertama, sehingga kadang-
kadang digelari "Bapa Gereja Latin".[32]
Berdasarkan bukti-bukti yang ada,
Tertulianus adalah seorang ahli hukum di
kota Roma.[33] Ia disebut-sebut sebagai
pujangga yang memasukkan istilah Latin
trinitas untuk menyifatkan Allah
(Tritunggal) ke dalam kosakata
Kristen[34] (Teofilus dari Antiokhia sudah
lebih dahulu menulis tentang
"ketritunggalan Allah, Firman-Nya, dan
Hikmat-Nya", yang mirip tetapi tidak
persis sama dengan kata-kata yang
digunakan dalam definisi Tritunggal),[35]
dan mungkin pula rumusan "tiga Pribadi
satu Hakikat" yang dalam bahasa Latin
berbunyi "tres Personae, una Substantia"
(dari rumusan Yunani Koine τρεῖς
ὑποστάσεις, ὁμοούσιος, treis Hipostases,
Homoousios), serta istilah vetus
testamentum (Perjanjian Lama) dan
novum testamentum (Perjanjian Baru).

Dengan karya tulisnya, Apologeticus,


Tertulianus menjadi pujangga Latin
pertama yang menyebut Kekristenan
sebagai vera religio (agama sejati), dan
secara sistematis merendahkan agama
klasik Kekaisaran Romawi maupun
kultus-kultus lain yang diterima luas saat
itu ke taraf "takhayul" belaka.

Kemudian hari Tertulianus bergabung


dengan golongan Montanus, sebuah
sempalan Kristen yang sejalan dengan
sifat tegasnya.[31] Tertulianus
menggunakan lambang ikan Gereja purba
—kata Yunani untuk "ikan" ΙΧΘΥΣ dipakai
sebagai singkatan frasa Ἰησοῦς Χριστός,
Θεοῦ Υἱός, Σωτήρ (Yesus Kristus Putra
Allah Juru Selamat)—untuk menjelaskan
makna pembaptisan karena ikan lahir di
dalam air. Di dalam karya tulisnya,
Tertulianus mengumpamakan umat
manusia dengan ikan kecil.

Siprianus dari Kartago

Siprianus (ca.200–ca.258) adalah Uskup


Kartago dan salah seorang pujangga
Kristen purba yang dipandang penting. Ia
lahir di Afrika Utara, mungkin sekali pada
permulaan abad ke-3, agaknya di kota
Kartago, tempatnya mengenyam
pendidikan (pagan) klasik yang bermutu.
Sesudah memeluk agama Kristen,
Siprianus menjadi seorang uskup dan
akhirnya mati syahid di kota Kartago. Ia
sangat mementingkan persatuan umat
Kristen dengan uskup-uskup mereka,
demikian pula kewenangan Takhta
Keuskupan Roma, yang ia sebut sebagai
sumber "persatuan imamat".

Hilarius dari Poitiers

Hilarius dari Poitiers (ca.300–ca.368)


adalah Uskup Poitiers dan salah seorang
Doktor Gereja. Kadan-kadang ia dijuluki
"Penggodam Kaum Arian" (bahasa Latin:
Malleus Arianorum) dan "Atanasius dari
Barat". Nama "Hilarius" adalah nama
Latin yang berarti "bahagia" atau "riang
gembira". Hilarius dihormati sebagai
orang kudus, dan diperingati setiap
tanggal 13 Januari menurut penanggalan
liturgi Gereja Latin. Pada masa lampau,
apabila tanggal 13 Januari bertepatan
dengan Oktaf Epifani (hari ke-8 sesudah
Epifani), hari peringatan Hilarius digeser
ke tanggal 14 Januari.
Ambrosius dari Milan

Ambrosius[36] adalah Uskup Agung Milan


yang tampil menjadi salah pemuka
agama paling berpengaruh pada abad ke-
4. Sebelum ditahbiskan menjadi uskup,
Ambrosius adalah kepala daerah Emilia-
Liguria. Ia dihormati sebagai salah
seorang dari keempat Doktor Gereja
terdahulu. Ambrosius menawarkan suatu
perspektif baru mengenai teori
penebusan.

Paus Damasus I

Paus Damasus I (305–384) giat


mempertahankan keutuhan Gereja
Katolik dari berbagai ancaman skisma.
Dalam dua sinode yang diselenggarakan
di kota Roma (tahun 368 dan 369), ia
mengutuk bidat Apolinariasnisme dan
bidat Makedonianisme, serta mengirim
utusan-utusan (wakil-wakil paus) ke
sidang Konsili Konstantinopel I tahun 381
untuk menyampaikan pandangannya
tentang bidat-bidat tersebut. Damasus
juga mempertahankan kewenangan
Takhta Keuskupan Roma lewat karya
tulisnya, dan meresmikan pemakaian
bahasa Latin dalam perayaan misa
sebagai pengganti bahasa Yunani Koine
yang saat itu masih menjadi bahasa
liturgi segenap Gereja Barat.
Hieronimus dari Stridonium

Hieronimus di Ruang Kerjanya, gambar


cetak yang tersimpan di Perpustakaan
Universitas Ghent.[37]

Hieronimus (ca.347–420) lebih dikenal


sebagai tokoh yang menerjemahkan
Alkitab dari bahasa Yunani dan Ibrani ke
dalam bahasa Latin. Ia juga seorang
apologis Kristen. Vulgata, Alkitab hasil
terjemahan Hieronimus, masih dihargai
sebagai salah satu karya sastra penting
di dalam agama Kristen Katolik. Ia
dihormati Gereja Katolik sebagai Doktor
gereja.

Agustinus dari Hipo

Agustinus (354–430), Uskup Hipo, adalah


seorang filsuf dan teolog. Sebagai salah
seorang tokoh terpenting dalam
perkembangan Gereja Barat, Agustinus
dihormati sebagai Bapa Besar dan
Doktor Gereja Latin. Pada masa
mudanya, Agustinus membaca banyak
karya tulis di bidang retorika dan filsafat
Yunani-Romawi, antara lain karya-karya
tulis para filsuf Platonisme seperti
Plotinus.[38] Agustinuslah yang
membingkai konsep dosa asal dan
peperangan yang benar sebagaimana
yang dipahami di Dunia Barat. Ketika
Kekaisaran Roma mengalami keruntuhan
dan banyak orang Kristen terguncang
imannya, Agustinus menulis Kota Allah. Di
dalam Kota Allah, Agustinus membela
agama Kristen dari kritik-kritik yang
dilontarkan kaum pagan, dan
mengembangkan konsep Gereja sebagai
Kota Allah yang bersifat rohani, kebalikan
dari Kota Manusia yang bersifat
bendawi.[6] Karya-karya tulis Agustinus
membentuk cikal bakal wawasan dunia
Abad Pertengahan, suatu cara pandang
yang kemudian hari dipertegas Paus
Gregorius Agung.[6]
Agustinus lahir di negeri yang sekarang
bernama Aljazair. Ibunya, Monika, adalah
seorang pemeluk agama Kristen.
Agustinus mengenyam pendidikan di
Afrika Utara dan menolak menuruti
keinginan ibunya agar ia ikut memeluk
agama Kristen. Agustinus malah hidup
bersama seorang gundik dan memeluk
agama Mani. Kemudian hari ia
meninggalkan agama Mani, memeluk
agama Kristen, menjadi seorang uskup,
dan menentang bidat-bidat seperti
Pelagianisme. Sekian banyak karya
tulisnya, termasuk Pengakuan-Pengakuan
yang kerap disebut sebagai otobiografi
Barat yang pertama, terus-menerus
dibaca sejak masa hidupnya. Tarekat
Santo Agustinus adalah tarekat religius
Katolik yang mengadopsi nama maupun
cara hidupnya. Agustinus juga dihormati
banyak lembaga sebagai santo
pelindung, bahkan namanya kerap
dipakai sebagai nama lembaga.

Paus Gregorius Agung

Gregorius Agung (ca.540–604) adalah


paus yang menjabat sejak tanggal 3
September 590 sampai akhir hayatnya. Ia
juga dikenal dengan nama Gregorius
Dialogus (Gregorius Pengantawacana) di
Gereja Ortodoks Timur karena
menghasilkan karya tulis yang dijuduli
Dialog-Dialog. Ia adalah paus pertama
yang berasal dari lingkungan biara.
Gregorius Agung adalah salah seorang
Doktor Gereja, dan salah seorang dari
keempat Bapa Besar Gereja Barat (tiga
Bapa Besar lainnya adalah Ambrosius,
Agustinus, dan Hieronimus). Di antara
semua paus yang menjabat pada awal
Abad Pertengahan, Gregoriuslah yang
paling berpengaruh.[39]

Isidorus dari Sevilla

Isidorus dari Sevilla (ca.560–636) adalah


Uskup Agung Sevilla selama tiga puluh
tahun dan dianggap, sebagaimana yang
dibahasakan sejarawan Montalembert
dalam sebaris kalimat yang sering
dikutip, sebagai "le dernier savant du
monde ancien" (sarjana terakhir dunia
purba). Semua karya tulis sejarah Abad
Pertengahan mengenai Hispania (Jazirah
Iberia, terdiri atas Spanyol dan Portugal)
memang didasarkan atas karya tulis
sejarahnya.

Pada masa-masa disintegrasi budaya


klasik, ketika kekerasan dan buta huruf
merajalela di kalangan bangsawan,
Isidorus terlibat dalam usaha
mengalihkan kepercayaan para penguasa
Visigoth dari Arianisme ke iman Katolik,
baik dengan membantu saudaranya,
Leander dari Sevilla, maupun melanjutkan
usaha tersebut sepeninggal saudaranya.
Ia menjadi tokoh yang berpengaruh di
lingkaran orang-orang terdekat Sisebut,
Raja Visigoth Hispania. Sama seperti
Leander, Isidorus memainkan peran
utama dalam Konsili Toledo dan Konsili
Sevilla. Legislasi Visigoth yang dihasilkan
konsili-konsili tersebut dianggap para
sejarawan modern berjasa memprakarsai
lahirnya bentuk pemerintahan yang
diawasi lembaga perwakilan rakyat.

Para Bapa Suryani


Bapa Suryani adalah Bapa Gereja yang
menghasilkan karya tulis dalam bahasa
Suryani. Banyak karya tulis para Bapa
Suryani diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin dan bahasa Yunani.
Afrahat

Afrahat (ca.270–ca.345) adalah


pujangga Kristen Suryani abad ke-3 dari
daerah Adiabene, kawasan utara
Mesopotamia, wilayah Kemaharajaan
Persia. Afrahat menghasilkan rangkaian
karya tulis yang terdiri atas 23
penjabaran kitab suci atau homili
mengenai pokok-pokok doktrin dan
amalan Kristen. Ia lahir di Persia sekitar
tahun 270, tetapi semua karya tulisnya
yang dapat diketahui, yakni Paparan-
Paparan, ditulis menjelang akhir
hayatnya. Afrahat adalah seorang ahli
zuhud yang hidup membujang, dan
hampir dapat dipastikan adalah salah
seorang putra perjanjian (anggota
paguyuban ahli zuhud khas Kristen
Suryani purba). Mungkin saja ia
ditahbiskan menjadi uskup. Menurut
tradisi Gereja Suryani terkemudian,
Afrahat mengepalai biara Mar Mati, tidak
jauh dari kota Mosul di kawasan utara
wilayah Irak sekarang ini. Ia adalah rekan
sezaman Efrem orang Suriah, hanya saja
Efrem hidup dan berkarya di wilayah
Kekaisaran Romawi. Tokoh yang digelari
Begawan Persia (bahasa Suryani: ‫ܚܟܝܡܐ‬
‫ܦܪܣܝܐ‬, ḥakîmâ p̄ārsāyā) ini adalah saksi
kiprah Gereja purba di seberang garis
perbatasan timur wilayah Kekaisaran
Romawi.
Efrem orang Suriah

Efrem orang Syam (ca.306–373) adalah


seorang diakon, himnografer (penggubah
madah), dan teolog Suryani yang giat
berkarya pada abad ke-4 di daerah
Syam.[40][41][42][43] Karya-karya tulisnya
disanjung umat Kristen di seluruh dunia,
dan banyak denominasi menghormatinya
sebagai orang kudus. Efrem digelari
Doktor Gereja di Gereja Katolik, serta
sangat dicintai di Gereja Ortodoks
Suryani dan Gereja di Timur.

Efrem menulis beragam madah, puisi,


dan khotbah dalam berbait-bait syair,
maupun eksegesis Alkitab dalam bentuk
prosa. Aneka susastra yang
dihasilkannya merupakan karya-karya
tulis teologi praktis yang berguna untuk
membina jemaat pada masa-masa sulit.
Karya-karya tulisnya sangat populer,
sehingga berabad-abad sesudah
kematiannya, pujangga-pujangga Kristen
menyusun ratusan karya tulis
pseudopigrafis dengan mencatut
namanya. Ia disebut-sebut sebagai Bapa
Gereja yang paling terkemuka di antara
semua Bapa Suryani.[44]

Ishak dari Antiokhia

Ishak dari Antiokhia (451–452), salah


seorang bintang kesusastraan Suryani,
adalah pujangga yang diduga menulis
sejumlah besar homili bermetrum (daftar
lengkap yang disusun Gustav Bickell
berisi 191 karya tulis yang terlestarikan
dalam bentuk naskah), banyak di
antaranya yang menampakkan keaslian
dan ketajaman gagasan yang jarang
dijumpai di kalangan pujangga Suryani.

Ishak dari Niniwe

Ishak dari Niniwe adalah uskup dan


teolog Suryani abad ke-7 yang lebih
dikenal karena karya-karya tulisnya. Ia
juga dihormati sebagai orang kudus di
Gereja di Timur, Gereja Katolik, Gereja
Ortodoks Timur, dan Gereja-Gereja
Ortodoks Oriental, sehingga
menjadikannya tokoh terakhir secara
kronologis yang dihormati semua Gereja
rasuli sebagai orang kudus. Ia diperingati
setiap tanggal 28 Januari dan 14 Maret
menurut penanggalan liturgi Gereja
Ortodoks Suryani. Ishak dikenal karena
homili-homilinya tentang kehidupan
batiniah bernapaskan kemanusiaan
dengan kedalaman teologis yang
melampaui batas-batas ruang lingkup
Kristen Nestorian Gereja asalnya. Karya-
karya tulis tersebut terlestarikan di dalam
naskah-naskah berbahasa Suryani
maupun terjemahan-terjemahannya ke
dalam bahasa Yunani dan bahasa Arab.
Para Bapa Gurun
Bapa Gurun adalah sebutan bagi ahli-ahli
zuhud Kristen purba yang hidup di
padang gurun Mesir. Meskipun tidak
banyak menghasilkan karya tulis,
pengaruh mereka sangat besar. Bapa
Gurun yang terkenal adalah Paulus dari
Tebai, Antonius Agung, dan Pakhomius.
Banyak wejangan mereka, yang biasanya
pendek-pendek, terhimpun di dalam
Apoftegmata Ton Pateron (Ujar-Ujar Bapa-
Bapa).
Pandangan modern
Di dalam Gereja Katolik, Bernardus dari
Clairvaux dianggap sebagai Bapa Gereja
yang terakhir.[45] Bagi Gereja Ortodoks
Timur, zaman para Bapa Gereja terus
berlanjut sampai sekarang, dan oleh
karena itu mencakup pula pujangga-
pujangga berpengaruh yang berkiprah
pada zaman modern. Menurut Gereja
Ortodoks Timur, untuk dapat dianggap
sebagai Bapa Gereja, seseorang tidak
harus benar sampai sekecil-kecilnya,
apalagi sampai bersifat mustahil-keliru.
Doktrin Gereja Ortodoks Timur ditetapkan
berdasarkan mufakat para Bapa Gereja,
yakni pokok-pokok yang mereka sepakati
bersama. Mufakat ini menjadi tuntunan
bagi Gereja dalam perkara-perkara
dogma, tafsir kitab suci, dan dalam
membedakan tradisi suci yang sejati dari
ajaran-ajaran palsu.[46]

Pengakuan Iman Augsburg tahun 1530


dan Rumusan Kesepahaman tahun 1576–
1584 di gereja Lutheran masing-masing
diawali dengan pemaparan doktrin yang
diimani para Bapa Konsili Nikea I.

Meskipun fikrah agamawi Kristen


Protestan didasarkan atas sola scriptura
(prinsip bahwa Alkitab sajalah
kewenangan tertinggi di dalam perkara-
perkara doktrinal), tokoh-tokoh gerakan
Reformasi Protestan terdahulu, sama
seperti Gereja Katolik dan Gereja
Ortodoks, memakai tafsir-tafsir teologis
kitab suci yang sudah ditetapkan para
Bapa Gereja purba. Pengakuan Iman
Prancis Yohanes Kalvin tahun 1559
memuat pernyataan "dan kami mengakui
[kebenaran ajaran-ajaran] yang sudah
ditetapkan konsili-konsili purba, dan kami
menentang semua sempalan maupun
bidat yang ditolak doktor-doktor kudus,
seperti Santo Hilarius, Santo Atanasius,
Santo Ambrosius, dan Santo Sirilus."[47]
Pengakuan Iman Skotlandia tahun 1560
mengemukakan pandangannya tentang
konsili-konsili ekumene di dalam pasal
ke-20. Tiga Puluh Sembilan Pasal gereja
Inggris, baik versi asli dari tahun 1562-
1571 maupun versi Amerika yang sudah
direvisi dari tahun 1801, dengan jelas
menerima syahadat Nikea di dalam pasal
ke-7. Bahkan sekalipun rumusan
pengakuan iman Protestan tertentu tidak
menyebut-nyebut Konsili Nikea atau
syahadat Nikea, doktrinnya senantiasa
diikutsertakan, misalnya dalam
Pengakuan Iman Westminster gereja
Presbiterian tahun 1647. Banyak seminari
Protestan memasukkan patristika ke
dalam kurikulumnya, dan banyak gereja
Protestan bersejarah menitikberatkan
pentingnya tradisi pengajaran dan
pandangan para Bapa Gereja di bidang
tafsir kitab suci. Penekanan semacam ini
bahkan diungkapkan secara resmi di
dalam beberapa aliran pemikiran Kristen
Protestan, misalnya aliran
Paleoortodoksi.

Patristika
Ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tentang para Bapa Gereja disebut
Patristika.

Sebagian pihak membedakan Patristika


dari Patrologi. Patristika diartikan
sebagai cabang ilmu teologi yang
mempelajari segala sesuatu yang
berkaitan dengan iman, moral, maupun
tata tertib yang terkandung di dalam
karya-karya tulis para Bapa Gereja,
sementara ilmu yang mempelajari hal-
ihwal para Bapa Gereja disebut
Patrologi.[48][49]

Baca juga
Pengaku Iman
Gereja Raya
Daftar gelar orang kudus Ortodoks
Timur
Daftar Bapa Gereja
Tradisi suci

Referensi
1. Ikonoklasme Bizantin bermula pada tahun
726, Yohanes dari Damsyik wafat pada
tahun 749, tujuh konsili ekumene
terdahulu terakhir kali diselenggarakan
pada tahun 787.

2. Kelly, John N. D. "Patristic literature".


Encyclopedia Britannica (https://www.brit
annica.com/topic/patristic-literature) .
Diakses tanggal 11 Mei 2018.

3. Rasmussen, Adam (10 June 2011). "Who


are the Fathers of the Church? A
chronological list" (http://chrysologus.blo
gspot.com/2011/06/who-are-fathers-of-c
hurch-chronological.html) . Catholic
Theology. Diakses tanggal 11 Mei 2018.
4. Hall, Christopher A. (August 17, 1998).
Reading Scripture with the Church Fathers
(https://archive.org/details/readingscriptu
re0000hall) . InterVarsity Press. hlm. 55
(https://archive.org/details/readingscriptu
re0000hall/page/55) . ISBN 0830815007.
MacDonald, Paul S. (March 2003). History
of the Concept of Mind (https://archive.or
g/details/historyofconcept0000macd) .
hlm. 124 (https://archive.org/details/histo
ryofconcept0000macd/page/124) .
ISBN 0754613658.

5. Peterson, John Bertram (1913). "The


Apostolic Fathers" (http://www.newadven
t.org/cathen/01637a.htm) . Dalam
Herbermann, Charles. Catholic
Encyclopedia. New York: Robert Appleton
Company.
6. Durant, Will (1972). Caesar and Christ (htt
ps://archive.org/details/caesarchristthes0
3dura) . New York: Simon & Schuster.

7. Di Berardino, Angelo (2014). Encyclopedia


of Ancient Christianity. IVP Academic.
hlm. 1:549.

8. Elliott, John. 1 Peter. Doubleday, Toronto,


2000. Halaman 138.

9. "The Ecclesiastical Canons of the Same


Holy Apostles" (https://www.ccel.org/cce
l/schaff/anf07.ix.ix.vi.html) . Christian
Classics Ethereal Library. Ante-Nicene
Fathers. Grand Rapids, Michigan, Amerika
Serikat: Eerdmans Pub Co. Diakses
tanggal 09 Oktober 2020.
10. Ibn Khaldun (1958) [1377], "Bab 3.31.
Remarks on the words "Pope" and
"Patriarch" in the Christian religion and on
the word "Kohen" used by the Jews" (htt
p://www.muslimphilosophy.com/ik/Muqa
ddimah/Chapter3/Ch_3_31.htm) ,
Muqaddimah, diterjemahkan oleh
Rosenthal, Franz.

11. Baca "Ignatius" dalam The Westminster


Dictionary of Church History, Jerald
Brauer (penyunting),
Philadelphia:Westminster, 1971, dan
David Hugh Farmer, "Ignatius of Antioch"
dalam The Oxford Dictionary of the
Saints, New York:Oxford University Press,
1987.
12. SURAT IGNASIUS KEPADA JEMAAT DI
MAGNESIA (http://www.earlychristianwriti
ngs.com/text/ignatius-magnesians-robert
s.html) , bab IX

13. Polycarp of Smyrna; Ignatius of Antioch;


Clement of Rome (1912). The Apostolic
Fathers. Diterjemahkan oleh Lake,
Kirsopp. New York: G.P. Putnam's Sons.
hlm. 280. hdl:2027/hvd.32044016963696
(https://hdl.handle.net/2027%2Fhvd.3204
4016963696) .

14. Rokeah (2002) Justin Martyr and the


Jews hlm.22.
15. Lebreton, Jules (1910). "St. Justin
Martyr" (http://www.newadvent.org/cathe
n/08580c.htm) . Dalam Herbermann,
Charles. Catholic Encyclopedia. 7. New
York: Robert Appleton. Diakses tanggal
2 November 2013.

16. "For All the Saints" (https://web.archive.or


g/web/20100524170914/http://dl.dropb
ox.com/u/4905842/Liturgy/ForAlltheSain
ts.pdf) (PDF). Diarsipkan dari versi asli (ht
tps://dl.dropbox.com/u/4905842/Liturgy/
ForAlltheSaints.pdf) (PDF) tanggal 24 Mei
2010. Diakses tanggal 08 November
2012.

17. "Justin the Philosopher & Martyr and his


Companions" (http://www.goarch.org/cha
pel/saints/73) . Diakses tanggal 02 April
2011.
18. Sarton, George (1936). "The Unity and
Diversity of the Mediterranean World".
Osiris. 2: 430. doi:10.1086/368462 (http
s://doi.org/10.1086%2F368462) .

19. Tentang kota Kaisarea (http://www.caesa


rea.landscape.cornell.edu/about.html)

20. Anatema-Anatema Terhadap Origenes (ht


tp://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf214.xi
i.ix.html) oleh konsili ekumene yang ke-5
(Schaff, Philip, "The Seven Ecumenical
Councils", Nicene and Post-Nicene
Fathers, Seri 2, Jld. 14. Edinburgh: T&T
Clark)

21. Anatema Kaisar Yustinianus Terhadap


Origenes (http://www.ccel.org/ccel/schaf
f/npnf214.xii.x.html) (Schaff, op. cit.)
22. "Commentary on Song of Songs; Letter on
the Soul; Letter on Ascesis and the
Monastic Life" (http://www.wdl.org/en/ite
m/4168) . World Digital Library. Diakses
tanggal 6 Maret 2013.

23. Paus Vigilius, Konstitusi Paus Vigilius, 553


24. Herbermann, Charles, ed. (1913). "St.
John Chrysostom". Catholic Encyclopedia.
New York: Robert Appleton Company.

25. Walter Laqueur, The Changing Face of


Antisemitism: From Ancient Times To The
Present Day, (Oxford University Press:
2006), hlm. 48. ISBN 0-19-530429-2. 48

26. Yohanan (Hans) Lewy (1997). "John


Chrysostom". Dalam Roth, Cecil.
Encyclopaedia Judaica (edisi ke-CD-ROM
versi 1.0). Keter Publishing House.
ISBN 965-07-0665-8.
27. John Chrysostom and the Jews: Rhetoric
and Reality in the Late 4th Century, by
Robert L. Wilken (University of California
Press: Berkeley, 1983), hlm. 112.

28. https://www.vatican.va/archive/ccc_css/a
rchive/catechism/p3s2c2a7.htm

29. https://catholicexchange.com/st-john-
chrysostom-pope-francis-common

30. https://sojo.net/articles/what-st-john-
chrysostom-can-teach-us-about-social-
justice

31. Cross, F. L., ed. (2005). "Tertullian". The


Oxford Dictionary of the Christian Church.
New York: Oxford University Press.
doi:10.1093/acref/9780192802903.001.0
001 (https://doi.org/10.1093%2Facref%2
F9780192802903.001.0001) .
ISBN 9780192802903.
32. Vinsensius dari Lerins pada tahun 434
Masehi (http://www.tertullian.org/readfirs
t.htm) , di dalam Commonitorium, 17,
menyifatkan Tertulian sebagai 'yang
pertama di antara kita, umat Latin'
(Quasten IV, hlm. 549)

33. Herbermann, Charles, ed. (1913).


"Tertullian". Catholic Encyclopedia. New
York: Robert Appleton Company.

34. A History of Christian Thought, Paul


Tillich, Touchstone Books, 1972. ISBN 0-
671-21426-8 (hlm. 43)

35. Kepada Autolikus, Buku 2, Bab XV (http://


www.earlychristianwritings.com/text/theo
philus-book2.html)
36. Ambrosius dalam bahasa Latin dan
bahasa Franken Hilir, Ambrogio dalam
bahasa Italia, Ambroeus dalam bahasa
Lombardi.

37. "Hiëronymus in zijn studeervertrek" (http


s://lib.ugent.be/viewer/archive.ugent.be:6
B669DBE-F681-11E9-9639-C36B765DA7
FD#?c=&m=&s=&cv=&xywh=-1155,-150,4
010,2986) . lib.ugent.be. Diakses tanggal
2020-10-02.

38. Cross, F. L., (penyunting) The Oxford


Dictionary of the Christian Church. New
York: Oxford University Press. 2005,
artikel Platonism
39. Paus Santo Gregorius I (http://historymed
ren.about.com/library/who/blwwgreg1.ht
m) Diarsipkan (https://web.archive.org/w
eb/20070227024809/http://historymedre
n.about.com/library/who/blwwgreg1.ht
m) 2007-02-27 di Wayback Machine. di
about.com

40. Karim, Cyril Aphrem (December 2004).


Symbols of the cross in the writings of the
early Syriac Fathers (https://books.googl
e.com/books?id=nUcx14_IlE4C&pg=PA
3) . Gorgias Press LLC. hlm. 3. ISBN 978-
1-59333-230-3. Diakses tanggal 8 Juni
2011.
41. Lipiński, Edward (2000). The Aramaeans:
their ancient history, culture, religion (http
s://books.google.com/books?id=rrMKKti
BBI4C&pg=PA11) . Peeters Publishers.
hlm. 11. ISBN 978-90-429-0859-8.
Diakses tanggal 8 Juni 2011.

42. Possekel, Ute (1999). Evidence of Greek


philosophical concepts in the writings of
Ephrem the Syrian (https://books.google.
com/books?id=rZ3gGQuJUS4C&pg=PA
1) . Peeters Publishers. hlm. 1. ISBN 978-
90-429-0759-1. Diakses tanggal 8 Juni
2011.
43. Cameron, Averil; Kuhrt, Amélie (1993).
Images of women in antiquity (https://boo
ks.google.com/books?id=96g-d90oDpwC
&pg=PA288) . Psychology Press.
hlm. 288. ISBN 978-0-415-09095-7.
Diakses tanggal 8 Juni 2011.

44. Parry (1999), hlm. 180


45. Pius XII. "Doctor Mellifluus" (http://www.v
atican.va/content/pius-xii/en/encyclicals/
documents/hf_p-xii_enc_24051953_docto
r-mellifluus.html) . The Holy See. Diakses
tanggal 6 Agustus 2020.

46. Pomazansky, Michael (1984) [1973,


dalam bahasa Rusia], Orthodox Dogmatic
Theology (terjemahan Inggris) (http://ww
w.intratext.com/IXT/ENG0824/_INDEX.HT
M) , Platina CA: Saint Herman of Alaska
Brotherhood, hlm. 37, ff
47. Henry Beveridge (penerjemah), Calvin's
Tracts, Calvin Translation Socieity,
Edinburgh, 1849

48. Henk ten Napel.2009, Kamus Teologi.


Jakarta: BPK Gunung Mulia.

49. F. D. Wellem.1994, Kamus Sejarah Gereja.


Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 191.

Pranala luar
Skema Bapa Gereja di
ReligionFacts.com (http://www.religion
facts.com/christianity/charts/church_f
athers.htm) Diarsipkan (https://web.ar
chive.org/web/20090516183628/htt
p://www.religionfacts.com/christianit
y/charts/church_fathers.htm) 2009-
05-16 di Wayback Machine.
Bapa-Bapa Gereja di ccel.org (http://w
ww.ccel.org/fathers2/)
Bapa-Bapa Gereja di Newadvent.org (h
ttp://www.newadvent.org/fathers/)
Church Fathers at the Patristics In
English Project Site (http://www.seanm
ultimedia.com/Pie_homepage.html)
Early Church Fathers Addtional Texts
(http://www.tertullian.org/fathers/)
The Fathers, the Scholastics, and
Ourselves by von Balthasar (http://tcrn
ews2.com/vonbalthasarfathers.html)
Diarsipkan (https://archive.today/2013
0630101530/http://tcrnews2.com/von
balthasarfathers.html) 2013-06-30 di
Archive.is
Faulkner University Patristics Project (h
ttp://www.faulkner.edu/academics/art
sandsciences/humanities/patristics.as
p) Diarsipkan (https://web.archive.or
g/web/20090527191442/http://www.f
aulkner.edu/academics/artsandscienc
es/humanities/patristics.asp) 2009-
05-27 di Wayback Machine. A growing
collection of English translations of
patristic texts and high-resolution
scans from the comprehensive
Patrologia compiled by J. P. Migne.

Primer on the Church Fathers at


Corunum (http://www.cin.org/users/jg
allegos/cfathers.htm)
Writtings from the church fathers at
www.goarch.com. (http://www.goarch.
org/en/ourfaith/articles/article8074.as
p) Diarsipkan (https://web.archive.or
g/web/20080922180101/http://www.g
oarch.org/en/ourfaith/articles/article8
074.asp) 2008-09-22 di Wayback
Machine.

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Bapa_Gereja&oldid=24507861"

Halaman ini terakhir diubah pada 12 Oktober


2023, pukul 00.11. •
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 4.0 kecuali
dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai