Anda di halaman 1dari 17

REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16

AGAMA KRISTEN PROTESTAN

DOSEN PENGAMPU:
PDT. RICKY PITOY TAFUAMA

SANTIKA BERTA TIJOW


230311090027

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023/2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

I. Latar Belakang .............................................................................

II. Rumusan Masalah .......................................................................

III. Tujuan Penulisan..........................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. Situasi Gereja Pada Abad ke-16 ..................................................

2. Tokoh-tokoh dan perannya dalam Reformasi Gereja ...................

3. Keadaan Gereja Katolik Pada Abad ke-16 ...................................

4. 4 unsur yang terdapat Dalam Reformasi Gereja ..........................

5. Perkembangan Reformasi Gereja ...............................................

6. Tujuan Reformasi Gereja .............................................................

BAB III PENUTUP

Kesimpulan .................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Reformasi gereja adalah gerakan sosial, politik, dan agama yang dimulai pada
abad ke-16 di Eropa. Gerakan ini bermula dari kritik terhadap praktik-praktik Gereja
Katolik pada masa itu, seperti penjualan indulgensi, ketidakpedulian terhadap
keselamatan jiwa, dan penyalahgunaan kekuasaan gerejawi. Kritik Martin Luther
terhadap Gereja Katolik diteruskan oleh para pemikir dan pemuka agama lainnya,
seperti John Calvin dan Huldrych Zwingli. Gerakan Reformasi yang dipelopori oleh
mereka ini menyebar luas di seluruh Eropa dan mengubah wajah agama dan
masyarakat di Benua Eropa secara fundamental.
Pada tanggal 31 Oktober 1517, Martin Luther memakukan 95 tesis di pintu masuk
gereja Wittenberg, menurut sejarah. Kritiknya terhadap ajaran dan praktik gereja Katolik
saat itu, yang menurutnya bertentangan dengan kesaksian Alkitab, tercatat dalam 95
tesis. Peristiwa ini menandai dimulainya Gereja Reformasi di Eropa, yang kemudian
berkembang dan melahirkan Protestantisme. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
tidak akan ada Protestantisme di dunia jika Martin Luther tidak melakukannya. Tidak
akan ada Gereja Protestan atau Reformasi di dunia jika Gereja Katolik tidak
mengabaikan keluhannya. Konsekuensinya, episode Wittenberg pada 31 Oktober 1517
menjadi titik balik penting dalam sejarah perkembangan Protestantisme Batlajery (2021:
353).
Akibat dari Reformasi ini adalah terjadinya pecah belah dalam Gereja Katolik, di
mana para penganut gerakan ini membentuk gereja-gereja Protestan yang baru.
Reformasi gereja juga mempercepat perkembangan politik dan sosial di Eropa, serta
memberikan pengaruh yang signifikan pada sejarah Barat dan dunia pada umumnya.
Lahirnya kekristenan atau gereja tidak lepas dari peran serta tiga negara L yang
masa gereja Ketiga negara itu adalah Yunani, Yahudi, dan Romawi. Di bidang
kebudayaan, gereja dipengaruhi oleh kebudayaan Helenisme, yaitu kebudayaan Yunani
yang disebarkan di seluruh wilayah kekuasaan Romawi. Lihat saja, Perjanjian Baru
ditulis dalam bahasa Yunani. Perjanjian Lama pun diterjemahkan dalam bahasa Yunani,
yang dikenal dengan Septuaginta (LXX). Adapun terjemahan dalam bahasa Yunani ini
diperuntukkan bagi bangsa Yahudi yang ada di perantauan yang tidak bisa lagi
berbahasa Ibrani atau Aram. Selain dari itu, bahasa Yunani membuat Injil terbuka bagi
segala bangsa karena pada saat itu bahasa Yunani menjadi bahasa internasional atau
bahasa umum yang berlaku di berbagai belahan bumi.
Secara politis, dunia yang di dalamnya gereja lahir dan berkembang terbagi atas
dua negara besar, yaitu kekaisaran Roma dan kekaisaran Partia (sesudah tahun 225
disebut Persia). Ketika berbicara kekristenan, peran kekaisaran Roma sangat kental.
Walaupun kekristenan mengalami tekanan dan aniaya pada masa kekaisaran Roma,
justru pada masa gereja (kekristenan) mengalami perkembangan dan penyebaran ke
berbagai negara. Semakin mendapat tekanan, kekristenan justru semakin berkembang.
Roma sendiri menjadi pusat kekristenan. Pusat pemerintahan gereja Katolik berada di
Roma (Vatikan).
Di bidang keagamaan, dalam wilayah gereja terdapat beraneka- ragam agama,
mulai dari agama-agama suku sampai berbagai macam aliran kepercayaan. Dengan
keberadaan agama Yahudi yang dikenal dengan ketaatan dalam menjalankan
ajarannya itu membuat beberapa agama atau aliran kepercayaan bermunculan saat itu,
di antaranya adalah kekristenan. Kekaisaran Roma menganggap agama Yahudi
dengan Kristen sama. Namun, orang Yahudi menolak anggapan itu. Bahkan, orang
Yahudi menganggap bahwa kekristenan itu adalah sekte. Pertama kali muncul sebutan
Kristen adalah di Antiokhia (Kis. 11:26). Sebutan ini sebenarnya merupakan ejekan
(hinaan) bagi pengikut Kristus. Mengapa? Karena jumlah mereka hanya kecil dan
diremehkan. Pengertian Kristen pada masa itu adalah “pengikut Kristus kecil”, yang
berarti dari segi jumlah adalah minoritas, alias tidak masuk hitungan. Kekristenan yang
tadinya diremehkan berkembang sampai ke seluruh dunia.
II. Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah dituliskan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Situasi Gereja Pada Abad ke-16
2. Tokoh-tokoh dan perannya dalam Reformasi Gereja
3. Keadaan Gereja Katolik Pada Abad ke-16
4. 4 unsur yang terdapat Dalam Reformasi Gereja
5. Perkembangan Reformasi Gereja
6. Tujuan Reformasi Gereja

III. Tujuan Penulisan


1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas dari Dosen Pengampuh Agama
Kristen
2. Melalui tugas ini penulis dan pembaca semakin banyak mendapatkan
wawasan dan pengetahuan mengenai persoalan dan situasi Gereja pada
Abad ke-16.
baik.
BAB II
PEMBAHASAN

I. Situasi Gereja Pada Abad ke-16


Di abad ke-16 terjadi pemisahan sejumlah orang dari kesatuan dengan gereja
Katolik, dan ini menjadi awal dari terbentuknya begitu banyak denominasi gereja-gereja
non-Katolik. Kejadian ini telah membagi dunia kekristenan, yang akibatnya masi terasa
sampai sekarang.
Pada tahun 1517, Martin Luther seorang imam Agustinian di Jerman, mulai
menentang ajaran-ajaran gereja tentang dosa asal dan justifikasi. Dizaman itu pula,
terjadi perdebatan mengenai penerapan ajaran tentang indulgensi, da Luther
menggunakan kejadian itu untuk melangsungkan protesnya secara terbuka terhadap
gereja dengan 95 butir pernyataannya.
Stelah berkali-kali mengusahakan dialog dengan Luther melalui delegasi yang
diutusnya, namun tak berhasil, Paus Leo X pada tahun 1520 mengeluarkan bulla, yang
memerintahkan kepada Luther untuk menarik ajaran-ajarannya yang salah, namun
Luther menolak. Dengan penolakan ini Luther tekena sanksi ekskomunikasi (dinyatakan
sebagai “diluar kawanan”) di tahun 1521. Setelah resmi memisahkan diri dari gereja
Katolik, Luther meneruskan ajarannya. Ajaran Luther berkembang diseluruh Jerman
dan daerah-daerah sekitarnya. Hal ini sedikit banyak telah melatarbelakangi konflik
ditengah masyarakat. Keadaan damai baru terjadi sekitar tahun 1555.
Konsili Trente (1545-1563) adalah konsili yang diadakan untuk meluruskan
kesalah pahaman Luther dan para pengikutnya. Melalui konsili tersebut gereja katolik
memberikan definisi yang jelas tentang ajaran-ajaran yang disalahartikan tersebut.
1. Situasi Umum Perang Salib
Perang salib adalah serangkaian perang agama selama hampir dua abad
sebagai reaksi Kristen Eropa terhadap Islam Asia. Perang ini terjadi karena kota-
kota dan tempat suci kaun Kristen diduduki Islam seperti Suria, Asia Kecil,
Spanyol, dan Sicilia terutama kota suci Baitul Maqdis (Yerusalem). Nama Perang
Salib diambil karena militer pasukan Salib menggunakan simbol Salib dalam
peperangannya
2. Periode The Dark Age
Zaman kegelapan merupakan sebuah zaman antara runtuhnya Kekaisaran
Romawi dan Renaisans atau munculnya kembali peradaban lama pada abad 5-
10 (400-900M). Di saat Zaman Kegelapan, segala keputusan pemerintah dan
hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika
zaman Kekaisaran Romawi. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan
Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat karena pada zaman itu yang
berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para ahli agama Katolik.
Periode kegelapan (dark ages) adalah masa yang terbentang selama “abad
pertengahan” (medieval), yakni masa-masa di mana masyarakat Eropa
didominasi oleh pemerintahan dan kekuasaan agama. Para sejarawan biasanya
merujuk antara abad ke-4 hingga abad ke-15 sebagai masa-masa peradaban
skolastik atau peradaban yang dikuasai oleh para penguasa Gereja. Masa-masa
ini adalah periode yang ingin dikubur oleh tokoh renaisans.
1) Banyaknya penyimpangan keagamaan diantaranya yaitu:
a. Dilakukannya penyogokan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja
agar mereka memperoleh kedudukan sosial keagamaan yang tinggi
b. Paus sebagai bapak suci berperilaku amoral yang menyangkut
hubungannya dengan wanita seperti Alexander VI yang memiliki 8 anak
haram dari hasil hubungannya dengan wanita simpanannya.
c. Penjualan surat-surat pengampunan dosa (indulgencies).
d. Adanya penyimpangan terhadap acara sakramen suci atau ritus
pemujaan terhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci yang
nantinya akan menimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk
akal, seperti para pastor yang semata-mata merupakan manusia yang
memiliki sifat yang sama dengan yang lainnya menganggap dirinya
keramat.
2) Korupsi atas nama Negara
3) Pajak-pajak yang memberatkan karena ambisi kekuasaan kaum
bangsawan local.
4) Kebangkitan nasionalisme di Eropa
5) Perkembangan kapitalisme dan krisis-krisis ekonomi di kawasan Imperium
Roma.
II. Tokoh-tokoh dan Perannya dalam Reformasi Gereja
1. Martin Luther (1483-1546)
Luther lahir pada tanggal 10 November 1483 di Eisleben, Jerman. Seorang tokoh
yang paling berpengaruh dalam gereja bahkan di kalangan Protestan setelah era
Reformasi di mana Luther merupakan salah satu tokoh utamanya. Luther membawa
pembaharuan besar di Jerman. Dalam persembunyian dia menerjemahkan Kitab Suci
Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman.
Luther membawa pembaharuan besar di Jerman pada masa itu. Dalam
persembunyian dia menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Baru ke dalam bahasa
Jerman. Ini sangat penting sebagai sebuah pintu bagi perubahan dan kemerdekaan
berpikir. Selama 1500-an tahun, yang berhak membaca Kitab Suci hanya segelintir
orang dan yang berhak menafsirkannya hanya para petinggi gereja seperti Paus di
Roma. Penerjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman juga membawa
pembaharuan tidak hanya dalam kehidupan beragama tetapi juga dalam bidang non-
agamis seperti seni dan budaya.
2. Erasmus Desiderius Roterodamus
Adalah seorang humanis yang terkemuka dan merupakan perintis Reformasi.
Karyanya edisi perjanjian Baru diterbitkan pada tahun 1516 dalam Bahasa Yunani
mendorong reformasi Luther, Erasmus dilahirkan 27 oktober 1466. La tinggal dalam
biara Augustinus selama 5 tahun (1486- 1491). Pada waktu selama itu ia menulis
sejumlah puisi dan karangan prosa dan lain. Dalam tulisannya sudah tampak kritiknya
pada kekuasaan gereja.
Erasmus adalah seorang tokoh yang berjasa bagi gerakan reformasi gereja yang
dipimpin oleh Luther. Luther menggunakan edisi baru bahasa Yunani yang dikeluarkan
oleh Erasamus. Erasamus juga mengeritik keburukan-keburukan yang ada di gereja
dan menasahati paus supaya mengambil tindakan-tindakan pembaharuan gereja.
Hingga tahun 1524 Erasamus bersimpati pada reformasi Luther.
3. Zwingli
Huldrych (atau Ulrich) Zwingli lahir di Swiss, 1 Januari 1484 adalah pemimpin
Reformasi Swiss, dan pendiri Gereja Reformasi Swiss. Reformasi Zwingli didukung oleh
pemerintah dan penduduk Zürich, dan menyebabkan perubahan-perubahan penting
dalam kehidupan masyarakat. Dan urusan-urusan negara di Zürich. Gerakan ini,
khususnya, dikenal karena tanpa mengenal kasihan menganiaya kaum Anabaptis dan
para pengikut Kristus lainnya yang mengambil sikap tidak melawan. Reformasi
menyebar dari Zürich ke lima kantong Swiss lainnya, sementara yang lima lainnya
berpegang kuat pada pandangan iman Gereja Katolik. Zwingli terbunuh di Kappel am
Albis, dalam sebuah pertempuran melawan kantong-kantong Katolik.
4. John Calvin (1509-1564)
Yohanes Calvin atau John Calvin lahir di Noyon, Kerajaan Perancis, 10 Juli 1509
Swiss. Ia adalah teolog Kristen terkemuka pada masa Reformasi Protestan yang
berasal dari Prancis. Seorang pemimpin Reformasi Gerakan Gereja di Swiss.
Merupakan generasi kedua dalam jajaran pelopor dan pemimpin reformasi gereja abad
ke-16 peranannya sangat besar dalam gereja-gereja reformatoris Gereja-gereja yang
mengikuti ajaran tata gereja yang digariskan Calvin tersebar. Dikenal dengan gereja
Calvinisme. Sebagai pelopor Reformasi Gereja, in menyebarkan gagasan-gagasannya
tentang bagaimana Gereja Reformasi yang benar itu ke banyak bagian Eropa,
Calvinisme menjadi sistem teologi dari mayoritas Gereja Kristen di Skotlandia, Belanda,
dan bagian-bagian tertentu dari Jerman dan berpengaruh di Prancis, Hongaria
khususnya di Transilvania dan Polandia.
5. John Knox
Lahir sekitar tahun 1513 di Haddington. La belajar di Universitas St. Andrews lalu
ditahbiskan menjadi imam Katolik tahun 1536 dan menjadi seorang notaris kepausan
tahun 1540. Ia adalah salah seorang tokoh yang memengaruhi gerakan reformasi di
Skotlandia. Ia merupakan salah satu murid Calvin di Jenewa, sehingga pengaruh
teologi Calvinis sangat kental dalam dirinya. Menurut Knox, kekristenan dan
kemerdekaan nasional harus dapat ditemukan bersama, karena keduanya merupakan
suatu pergumulan yang dapat diselesaikan bersama.
6. John Wycliff
John Wycliffe lahir 1324 adalah seorang pengajar di Universitas Oxford, Inggris
yang dikenal sebagai filsuf, teolog, pengkhotbah penterjemah dan tokoh reformasi
Kristen di Inggris. Ia dikenal melalui karyanya menerjemahkan Alkitab dari bahasa Latin
ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1382, yang dikenal sebagai “Alkitab Wycliffe”.
Karya inilah yang mempengaruhi terjemahan-terjemahan Alkitab kemudian. Pada tahun
1371 doktrin-doktrin Wycliffe mengenai kekayaan gereja dianggap cocok bagi
pemerintah sekuler saat itu, sebab gereja sangat kaya dan memiliki kurang lebih
sepertiga dari seluruh tanah di Inggris. Namun demikian, gereja masih menuntut
kebebasan pajak dari pemerintah. Doktrin-doktrin Wycliffe dipakai untuk memaksa para
rohaniawan yang segan membayar, sehingga dengan begitu pemerintah dapat
membiayai perang yang mahal melawan Prancis.
III. Keadaan Gereja Katolik Pada Abad Ke-16
Gereja Katolik pada Abad Pertengahan makin mengarah ke Eropa Barat dan
berpusat di Roma. Keadaan Gereja Katolik pada Abad Pertengahan mengalami
ketidakharmonisan dan kekacauan yang makin memuncak pada abad ke-16. Adapun
hal yang menyebabkan ketidakharmonisan dan kekacauan dalam Gereja Katolik antara
lain terjadinya krisis kewibawaan Paus, krisis rohani dan merosotnya semangat
keagamaan, serta penyelewengan wewenang Gereja. Keadaan Gereja Katolik yang
kacau balau ini mengakibatkan di dalam kesatuan umat Kristiani terjadi perpecahan
Gereja.
1. Krisis Kewibawaan Paus
Wibawa dari pemimpin tertinggi Gereja Katolik yaitu Paus terlihat melemah sejak
tahun 1300. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya peristiwa yang membuktikan
kewibawaan seorang Paus yang makin melemah. Adapun peristiwa-peristiwa itu antara
lain:
1) Pertikaian antara Paus dengan Raja Perancis.
2) Penawanan Paus di Avignon.( 1305-1377)
3) Skisma Besar Gereja Barat (1378-1417)
4) Muncul Gerakan Konsiliarisme (1409-1460)
2. Krisis Rohani dan Merosotnya Semangat Keagamaan
Zaman antara tahun 1300-1517, kehidupan masyarakatnya banyak dipengaruhi
oleh pendapat-pendapat dan ide-ide yang tidak berasal dari latar belakang Kristiani. Hal
itu menyebabkan orang-orang mulai berpikir secara sendiri-sendiri dan lebih bebas.
Akibat-akibatnya bukan hanya kelihatan dalam bidang politik, melainkan juga dalam
hidup rohani orang Kristiani.
Menjelang akhir abad ke-13, iman umat Katolik betul-betul kuat dan Gereja
sebagai lembaga sangat kuat. Tetapi, pada abad ke-15 semangat iman berkurang,
karena Gereja menjadi kaya dan terlibat dalam banyak urusan duniawi. Selain itu,
kerusuhan politik, sosial, dan ekonomi mengubah pola hidup masyarakat. Dengan
demikian, hal tersebut turut menyebabkan semangat keagamaan merosot.
Sejak puncak Abad Pertengahan, dua abad sebelumnya, Eropa telah terjatuh ke
dalam masa-masa yang sulit. Inggris berperang dengan Perancis selama 100 tahun.
Para bangsawan Inggris mengadakan komplotan dan saling berperang di negeri sendiri
untuk memperebutkan mahkota kerajaan. Para petani di Perancis, Inggris, maupun
Jerman berontak melawan tuannya untuk menuntut kebebasan yang lebih besar dan
kehidupan yang lebih nyaman. Rakyat yang terikat kepada tanah dan tunduk kepada
ulah tingkah alam selalu percaya kepada takhayul. Mereka cenderung untuk membujuk
dewa-dewi yang tak dapat diduga kemauannya dengan jampi-jampi dan mengusir setan
jahat dengan kutukan. Ketakutan terjadi dimana-mana. Kaum awam bersaing dengan
kaum rohaniawan, untuk menarik diri dari pola theologis dan memperkembangkan
menempuh arah menurut kodrat, dan mulailah renaissance. Akan tetapi, religiositas
mereka agak kurang sehat dan tidak seimbang. Kehidupan pada waktu itu tidak mampu
menghindarkan terjadinya keruntuhan yang mendalam di lapangan moral, baik dalam
penghayatan perkawinan maupun dalam melaksanakan cinta kasih terhadap sesama,
dalam segi cara hidup dan peradaban lahir. Krisis rohani yang terjadi pada Abad
Pertengahan sungguh memprihatikan. Devosi yang dilakukan pada akhir Abad
Pertengahan cenderung untuk melepaskan diri dari ajaran iman, padahal iman
merupakan yang menjadi dasar utama. Terjadi pula pemberontakan kehidupan politik
melawan Paus dan pemberontakan akal budi melawan ajaran-ajaran iman, terutama
terdapat pemberontakan perasaan melawan agama yang resmi yaitu Katolik. Banyak
bentuk devosi, yang pertumbuhannya harus dilawan oleh Gereja sejak permulaan Abad
Pertengahan, namun tidak dapat dikendalikan oleh Gereja. Devosi justru berkembang
dengan cara yang kadang-kadang sangat mencolok, yang tidak jarang menyeret
kepada hal-hal takhayul. Pemujaan orang-orang kudus adalah salah satu diantaranya.
Penjualan barang-barang relikwi tumbuh menjadi perdagangan dunia. Toko-toko besar
terdapat sampai Konstantinopel. Persembahan misa kudus tidak begitu menarik
perhatian, kecuali pada -hari raya di luar Gereja.
Kekrisisan rohani masih tetap berkelanjutan pada abad ke-16. Hal ini
dikarenakan pada masa itu banyak terjadi bencana yang berlangsung terus menerus
yaitu bencana perang, kelaparan, penyakit pes, dan pemerasan. Orang-orang pada
abad ke-16 mulai mencari jalan keluar demi menyelesaikan bencana tersebut.
Masyarakat bukannya memperkuat iman kepercayaan mereka kepada Allah dan
berserah diri agar dilindungi dan diselamatkan dari bencana tersebut. Tetapi,
masyarakat mulai meragukan kepercayaan akan iman, dan mempercayakan pada
takhayul, ilmu tenung, dan ahli nujum.
Hidup keagamaan dalam Gereja juga sangat dipengaruhi oleh gejala percaya
kepada takhayul. Penghormatan orang kudus dipengaruhi oleh takhayul, relikwi-relikwi
banyak dipakai sebagai jimat dan diperdagangkan. Cerita-cerita ganjil tentang orang
kudus jauh lebih laku daripada isi dari Injil. Perayaan misa dihadiri hanya supaya tidak
berbuat dosa yang berat. Lukisan-lukisan ngeri tentang orang mati dan neraka
dianggap sebagai senjata terakhir supaya membuat orang bertobat.
Kota Roma pada abad ke-16 terlihat sebagai kota yang megah dan memiliki
keindahan tata kotanya. Di kota tersebut terdapat monumen-monumen orang suci dan
martir, berpuluh-puluh Gereja dan beberapa makam orang suci. Pada abad ke-16,
melakukan perjalanan ziarah merupakan pekerjaan yang melelahkan, karena menurut
adat pada waktu itu orang mengunjungi ketujuh Gereja besar Roma dalam satu hari
saja. Peziarah harus berpuasa agar dapat menerima Ekaristi pada akhir putaran
perjalanannya. Ritual ini tidak menjadi masalah bagi peziarah yang berasal dari luar
Roma, tetapi yang menjadi permasalahan kemegahan istana-istana para kardinal yang
memamerkan kemewahan dan terlebih kehidupan para Paus yang lebih memikirkan
masalah-masalah kenegaraan daripada hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan
rohani. Kehidupan orang-orang asli yang tinggal di Roma sama saja dengan kehidupan
Pausnya yaitu lebih mementingkan hal-hal duniawi, dibandingkan kehidupan rohani
mereka yang semakin merosot. Orang-orang tidak mempedulikan dan tidak tergerak
oleh arti kudus kota Roma, mereka juga menertawakan kesalehan orang-orang di
Eropa Utara, dan mereka juga mengolok-olok mengenai upacara-upacara Gereja.
Sementara kesalehan diabaikan di Roma, uang menjadi penentu segala sesuatu di
Roma. Pelacur, dukun, dan pengemis jalanan ramai memenuhi jalanan. Kelambanan
daerah Selatan dan tata cara Latin tidak menghambat sang imam Italia itu untuk
mempersembahkan misa tujuh kali dalam waktu yang diperlukan oleh seorang imam
yang saleh untuk mempersembahkan misa satu kali, setiap misa menghasilkan imbalan
uang.
3. Penyelewengan Wewenang Gereja
Kemunduran kehidupan rohani dan merosotnya semangat keagamaan
menunjukkan kegagalan kaum rohaniwan, sebab kaum rohaniwan biasanya terpandang
di masyarakat dan menjadi teladan bagi masyarakat umum.

IV. 4 Unsur yang terdapat dalam Reformsi Gereja


1. Lutheranisme atau Reformasi
Luther Reformasi Luther secara khusus dikaitkan dengan wilayah-wilayah
Jerman di bawah pengaruh pribadi yang mendalam dari seorang yang
berkharisma±Martin Luther. Reformasi Luther pada mulanya berbentuk reformasi
akademis terutama berkenaan dengan pembaharuan pengajaran teologi di Universitas
Wittenberg. Dalam hal ini Luther memasang 95 tesis yang terkenal (31 0ktober 1517)
dan berdebatan Leipzing (Juni-Juli1519) dan ini menimbulkan gelombang-gelombang
dan ide-idenya semakin meluas keluar dari Wittenberg. Martin Luther secara khusus
memperhatikan masalah doktrin pembenaran, yang merupakan pokok utama dari
pemikiran keagamaan.
2. Gereja Reformend
Asal usul Gereja reformed terletak di dalam perkembangan-perkembangan yang
terjadi di negara konfederasi Swiss. Gereja reformed berakar pada serangkaian usaha
membaharui moral dan peribadahan Gereja (tanpa mementingkan ajarannya) agar
lebih sesuai dengan pola yang terdapat dalam alkitab. Tokoh Gereja reformed ini adalah
Zwingli, meskipun latar belakangnya akademis tapi pembaharuannya pada hakikatnya
bukan akademis. Program-program nya diarahkan ke Gereja sebagaimana yang ada di
kota-kota Swis, seperti Zurich, Bern dan Basel. Konsolidasi Gereja reformed umumnya
dipandang berawal bersamaan dengan stabilitas dari reformasi di Zurich (setelah
kematian Zwingli dalam pertempuran 1531) di bawah penggantinya Heinrich Bullinger,
dan berakhir dengan munculnya Jenewa sebagai basis kekuatannya.
3. Reformasi Radikal (Anababtis)
Istilah “Anababtis” mempunyai asal usulnya pada Zwingli (kata”anababtis” secara
harfiah berarti orang-orang yang dibabtis kembali dan ini merujuk pada aspek yang
paling khas dari kebiasaan orang-orang Anababtis, pendirian yang kokoh bahwa hanya
orang yang telah melakukan pengakuan iman pribadi di hadapan umum yang boleh
dibabtis). Anababtisme pertama kali muncul di sekitar Zurich, yakni setelah reformasi
Zwingli di dalam kota pada awal dekade 1520-an. Meskipun anababtis muncul di
Jerman dan Swis. Namun gerakan ini berpengaruh sampai ke Belanda.

4. Reformasi Katolik
lstilah "Reformasi Katolik" sering dipakai untuk merujuk pada revitalisasi dari
katolisisme Roma dalam priode setelah pembukaan konsili trente (1545). Dalam karya-
karya kesarjanaan yang terlebih dahulu, gerakan ini sering digambarkan sebagai
"kontra reformasi". Gerakan itu merupakan suatu reformasi dari Gereja Katolik Roma
sekaligus reaksi terhadap Reformasi Protestan.

Pada kounter reformasi ini Paus Leo X mengiginkan Martin Luther mencabut
pernyataannya yang terdapat dalam 95 tesisnya dan Mrtin Luther sendiri menolak,
kaunter reformasi ini dilakukan sebelum adanya pertemuan antara pemimpin gereja
katolik.
V. Perkembangan Reformasi Gereja.
Dalam perkembangannya muncul sikap kritis terhadap penyimpangan yang di
lakukan oleh pihak Gereja Katolik pada waktu itu terutama adanya penjualan surat
pengampunan dosa (surat alfat). Surat pengampunan dosa itu di jual kepada mereka
yang tidak dapat ikut dalam perang salib antara abad ke-11-13. kebiasaan penjualan
surat pengampunan dosa kemudian di lakukan untuk mengumpulkan dana bagi
pembangunan greja dan seterusnya. Faktor lain dari munculnya Reformasi Gereja
adalah keinginan untuk membebaskan diri dari kepemimpinan Paus terhadap
kehidupan beragama di negara-negara Eropa. Hal ini tampak pada pertikaian antara
Raja Frederick II dari Rusia dengan Paus Innocencius pada abad ke- 13, Raja Philip IV
dari Prancis dengan Paus Bonifacius pada abad ke-14.
VI. Tujuan Reformasi Gereja
Salah satu penyebab terjadinya reformasi gereja adalah adanya praktik
penjualan surat pengampunan dosa atau indulgensi yang masih dilakukan oleh pemuka
gereja di Eropa saat itu. Hal tersebut mendorong diadakannya reformasi gereja dengan
tujuan sebagai berikut:
1. Melakukan reformasi terhadap praktik jual beli surat pengampunan dosa yang
dijalankan oleh para pemuka Gereja Katolik Roma yang dianggap berlawanan
dengan keyakinan.
2. Mereformasi kepercayaan gerejawan saat itu yang menganggap bahwa hanya
rohaniawan saja yang boleh membaca dan menafsirkan Alkitab.
3. Reformasi kekuasaan Paus yang seharusnya mengakui kekuasaan setiap
pemimpin negara atau kerajaan di Eropa dan tidak mengintervensi kekuasaan
mereka.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Reformasi gereja bukan merupakan hal yang baru lagi dalam lingkungan Kristiani
terlebih dalam kalangan Kristen Protestan, Bila berbicara tentang reformasi maka tidak
akan terlepas dari pengaruh Renaisanns (abad pencerahan) dan humanisme yang
terjadi di Eropa. Keduanya memberi aspirasi baru bagi kehidupan manusia hingga saat
sekarang.

Renaisanns yang terjadi pada akhir abad 14-17 dan puncaknya pada tahun 1500
telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Manusia mulai melihat
kembali siapakah dia yang sebenarnya, sehingga manusia mulai keluar dari
kehidupannya yang sebelumnya. Pada masa ini juga mulai muncul bahasa Jerman
(bahasa nasional). Ada beberapa penyebab berkembangnya Renaissans ini, yaitu:

Asimilasi pengetahuan dan kebudayaan Yunani dan Arab 2. Struktur sosial dan
politik Italia bukan sebagai suatu kesatuan politik lagi melainkan negara-negara kecil
dan wilayah yang memiliki kebebasan politik, dan Kematian hitam, dimana orang mulai
tidak percaya pada agama sehingga ilmu pengetahuan mulai dikembangkan di Eropa.
Mulai muncul percetakan-percetakan yang membantu para reformator.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Amin .S.M. (2013). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
McGrath, Alister E. (2006). SEJARAH PEMIKIRAN REFORMASI.PT BPK Gunung Mulia
Sitomorong J.T.H. (2014). Sejarah Gereja Umum. Yokyakarta, penerbit Andi.
Wahyudi, sinaga H, khoiriyah F, Murliana, Afrilianti A, Nurchayani, Hidayati N, Fadillia .A.N,
Gaol .L.D.E, Hasanah .S.A, suciyanti .P.H, sari .R.W, Hamdani .R.R, Bahroni A, Febriana
.A.A, Sawitri I, Gracela .L.E. (2023). SEJARAH PEMKIRAN MODEREN. Anggota IKAPI
No.267/JTE
Webside:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Zaman_Kegelapan_(historiografi)
https://www.katolif5sitas.org/unit/apa-yang-secara-garis-besar-terjadi-di-abad-ke-16-
tentang-terjadinya-gereja-
protestan/#:~:text=Di%20abad%20ke%2D16%20tersebut,akibatnya%20masih%20teras
a%20sampai%20sekarang
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Zaman_Kegelapan_(historiografi)
https://www.studiobelajar.com/reformasi-gereja/
https://www.pijarbelajar.id/blog/latar-belakang-reformasi-gereja-dampak-dan-tokohnya

Anda mungkin juga menyukai