Anda di halaman 1dari 5

Naskah Drama LEGENDA GUNUNG BATU BANGKAI Oleh : Ali Mursidi, S.Pd.

I Dibuat untuk lomba Paskibra SMP 18 Semarang Narasi : Konon pada zaman dahulu, di suatu tempat di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, hiduplah seorang janda tua bersama seorang anak lakilakinya yang bernama Andung Kuswara. Ia seorang anak yang baik dan pintar mengobati orang sakit. Ilmu pengobatan yang ia miliki diperoleh dari abahnya yang sudah lama meninggal. Andung dan umanya hidup rukun dan saling menyayangi. Setiap hari mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Andung mencari kayu bakar atau bambu ke hutan untuk membuat lanting untuk dijual, sedangkan umanya mencari buah-buahan dan daun-daunan muda untuk sayur. Babak I Suatu hari, Andung pergi ke hutan seorang diri. Karena keasyikan bekerja, tak terasa waktu telah beranjak senja, maka ia pun bergegas pulang. Di tengah perjalanan, ia mendengar jeritan seseorang meminta tolong. Andung segera berlari menuju arah suara itu. Ternyata, didapatinya seorang kakek yang kakinya terjepit pohon. Andung segera menolong dan mengobati lukanya. 1. Kakek Tolong-tolong..... (merintih kesakitan) 2. Andung Ya Tuhan... Kakek kenapa? Sakit ya kek, sini kek biar saya obati lukanya. (Andung mengobati kaki kakek yang terjebit itu) 3. Kakek Terimakasih banyak anakku, aku tidak bisa membalas kebaikanmu. (mengambil Kalung) hanya kalung ini yang bisa kuberikan padamu. (Kakek lantas pergi jauh) 4. Andung Terimakasih kek.... Kemudian Umma datang menghampiri andung yang masih terheran-heran karena kakek itu tiba-tiba menghilang dari pandangan Andung. 5. Umma Apa yang terjadi anakku? 6. Andung (menunjukkan kalung) Umma tolong simpan baik-baik kalung ini. 7. Umma (memperhatikan kalung) Sepertinya ini bukan kalung biasa, Sungguh indah... Lihatlah... Kalau begitu mari kita lekas pulang nak, hari sudah hampir gelap. 8. Andung (Gelisah...) Umma Aku harus pergi, aku tidak tahan lagi hidup dalam kemiskinan, aku harus mengubah hidup kita. lebih baik aku merantau saja. Dengan begitu aku dapat mengamalkan ilmu pengobatan yang telah aku peroleh dari abah dulu. Siapa tahu dengan merantau akan dapat mengubah hidup kita. 9. Umma Anakku, sebenarnya Uma sudah bersyukur dengan keadaan kita saat ini. Tetapi, jika keinginan hatimu sudah tak terbendung lagi, dengan berat hati Uma akan melepas kepergianmu. Tapi Ingatlah pesan umma, Jangan pernah melupakan kampung halaman dan tanah leluhur kita. Jangan pernah melupakan Tuhan Yang Mahakuasa. Walau berat, Uma tak bisa melarangmu pergi. Jika takdir menghendaki, kita tentu akan berkumpul kembali.

Andung, bawalah kalungmu ini. Siapa tahu kelak kamu memerlukannya. 10. Andung Kalau begitu Andung pamit dulu umma, (Air mata menetes dari kelopak andung karena kesedihannya akan meningggalkan ibundanya sendirian.) Maafkan aku Umma..... 11. Umma Iya Nak. Cepatlah kembali kalau sudah berhasil! Hanya kamulah satu-satunya milik Uma di dunia ini. Segeralah berangkat Andung, agar kamu tak kemalaman di tengah hutan. Andung mencium tangan umanya untuk terakhir kalinya, lalu pamit. Andung berangkat diiringi lambaian tangan Uma yang sangat dikasihinya. Babak II Berbulan-bulan sudah Andung meninggalkan umanya. Andung terus berjalan. Banyak kampung dan negeri telah dilewati. Berbagai pengalaman didapat. Ia juga telah mengobati setiap orang yang memerlukan bantuannya. Suatu siang yang terik, tibalah Andung di Kerajaan Basiang yang tampak sunyi. Saat menyusuri jalan desa, Andung bertemu dengan orang-orang yang sedang kesakitan minta tolong. seorang petani yang kulitnya penuh dengan koreng dan bisul. Andung kemudian mengobati petani itu. Dari orang tersebut Andung mengetahui jika Negeri Basiang sedang tertimpa malapetaka berupa wabah penyakit kulit. 12. Andung Ada apa ini tuan-tuan, Apa sebenarnya yang terjadi? 13. Petani Tolonglah kami negeri kami sedang dilanda wabah penyakit, dan tak seorangpun yang dapat menyembuhkan kami. 14. Andung Baiklah tuan aku akan menolongmu. Kemudian Andung mengobati petani dan orang-orang satu persatu hingga sembuhlah penyakit itu. Berita kepandaian Andung mengobati penyakit tersebut akhirnya sampai ke telinga Raja Basiang. Sang Raja pun mengutus hulubalang menjemput Andung untuk mengobati putrinya. 15. Hulu Balang Andung kami diutus Raja Basiang unuk menjemputmu, Agar kau bersedia mengobati putri raja yang telah lama sakit. 16. Andung Baiklah, aku akan ikut kalian. Andung pergi ke istana raja basiang bersama hulu balang itu. Babak III Putri Raja di gopoh dua dayang-dayang kerajaan ke ruang tengah untuk diobati. Dan raja basiang duduk disampingnya menunggu kedatangan Andung dengan penuh harap. Kemudian Andung bersama hulubalangpun datang. 17. Andung Salam Sejahtera tuanku. Apa yang dapat hamba lakukan untuk baginda raja? 18. Raja Hai anak muda! Ketahuilah, putriku sudah dua minggu tergolek tak berdaya. Semua tabib di negeri ini sudah saya kerahkan untuk mengobatinya, namun tak seorang pun yang

mampu menyembuhkannya. Apakah kamu bersedia menyembuhkan putriku? 19. Andung Hamba hanya seorang pengembara miskin. Pengetahuan obat-obatan yang hamba miliki pun sedikit. Jika nantinya hamba gagal menyembuhkan Tuan Putri, hamba mohon ampun Paduka. Andung segera mendekati putri untuk mengobatinya. Andung meminta kepada pegawai istana agar disiapkan air dalam mangkuk. lalu Andung segera merendam kalungnya beberapa saat. Kemudian air rendaman diambil dan dibacakan doa, lalu ia percikkan beberapa kali ke mulut sang Putri. Tak berapa kemudian, sang Putri pun terbangun. Matanya yang kuyu perlahanlahan terbuka. Wajahnya segar kembali. Akhirnya, Putri dapat bangkit dan duduk di pembaringan. Narasi : Semua penghuni istana turut bergembira dan merayakan kesembuhan sang Putri. Paduka Raja sangat berterima kasih atas kesembuhan putri satu-satunya yang sangat ia cintai. Atas jasanya tersebut, Andung kemudian dinikahkan dengan sang Putri. Minggu dan bulan terus berganti. Istri Andung pun hamil. Dalam kondisi hamil muda sang Putri mengidam buah kasturi yang hanya tumbuh di Pulau Kalimantan. Karena cintanya kepada sang Putri begitu besar, Andung pun mengajak beberapa hulubalang dan prajurit untuk ikut bersamanya mencari buah kasturi ke Pulau Kalimantan. Babak IV Setibanya di Pulau Kalimantan, Andung berangkat ke daerah Loksado untuk mencari sebatang pohon kasturi yang dikabarkan sedang berbuah di sana. Alangkah terkejutnya Andung, karena pohon kasturi itu berada tepat di depan rumahnya dulu. Andung segera mengajak hulubalang dan para prajuritnya kembali. Rupanya ia tidak mau bertemu dengan umanya. 20. Andung Ayo cepat kita cari pohon kasturi itu, siapa tau ada didekat sini. Para prajurit pun mencari pohon kasturi itu kesana kemari hingga gaduh. Mendengar suara gaduh itu seorang nenek renta datang terseok-seok menuju arah rombongan tersebut. 21. Umma Andung... Andung anakku... kaukah andung anakku? kau sudah pulang nak...... 22. Andung (membentak) Hai nenek tua! Aku adalah raja keturunan bangsawan. Aku tidak kenal dengan nenek renta dan dekil sepertimu. 23. Umma (Menangis) Kau lupa pada Uma nak?... Ya, Tuhan Yang Mahakuasa, tunjukkanlah kekuasaan dan keadilan-Mu. Belum kering air liur tua renta itu berdoa, halilintar sambar-menyambar membelah bumi. Kilat sambung-menyambung. Langit mendadak gelap gulita. Badai bertiup menghempas keras. Tak lama kemudian, hujan lebat tumpah dari langit. 24. Andung Maafkan aku umma..... (berteriak dan menyesali perbuatannya) Tapi siksa Tuhan tak dapat dicabut lagi. Tiba-tiba Andung berubah menjadi batu berbentuk bangkai manusia. Narasi : Andung pun berubah menjadi batu berbentuk bangkai manusia. Sejak itu, penduduk di sekitarnnya menamai gunung tempat peristiwa itu terjadi dengan sebutan Gunung Batu Bangkai, karena batu yang mirip bangkai manusia itu berada di atas gunung. Oleh karena itu marilah kawan-kawan kita berbakti kepada kedua orang tua, tidak boleh membentak apalagi melawan perintahnya. Sekian.

Lagu penutup Rindu Biru Istana telentang tak berdaya Meratapi sluruh tubuh poranda Mengumpat api mengumpat diri sendiri Langit yang biru slimuti dengan sayapmu Agar kebal peluru tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Matahari yang satu peluk aku dihangatmu Agar tak terbakar tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Para bayi tak mengerti tata krama Para pemain 1. andung 2. Uma 3. kakek 4. petani 5. orang sakit 1 6. orang sakit 2 7. orang saki 3 8. orang sakit 4 9. hulu balang 1 10. hulu balang 2 11. putri raja 12. raja 13. dayang 1 14. dayang 2 15. narasi 16. gitaris penyanyi semua actor

Istana telentang tak berdaya Meratapi sluruh tubuh poranda Mengumpat api mengumpat diri sendiri Langit yang biru slimuti dengan sayapmu Agar kebal peluru tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Matahari yang satu peluk aku dihangatmu Agar tak terbakar tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Para bayi tak mengerti tata krama

Istana telentang tak berdaya Meratapi sluruh tubuh poranda Mengumpat api mengumpat diri sendiri Langit yang biru slimuti dengan sayapmu Agar kebal peluru tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Matahari yang satu peluk aku dihangatmu Agar tak terbakar tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Para bayi tak mengerti tata krama

Istana telentang tak berdaya Meratapi sluruh tubuh poranda Mengumpat api mengumpat diri sendiri Langit yang biru slimuti dengan sayapmu Agar kebal peluru tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Matahari yang satu peluk aku dihangatmu Agar tak terbakar tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Para bayi tak mengerti tata krama

Istana telentang tak berdaya Meratapi sluruh tubuh poranda Mengumpat api mengumpat diri sendiri Langit yang biru slimuti dengan sayapmu Agar kebal peluru tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Matahari yang satu peluk aku dihangatmu Agar tak terbakar tak seperti istana itu Istana diam dan membeku Merah rambutnya dara sengketa Para bayi tak mengerti tata krama Para bayi tak mengerti tata krama

Anda mungkin juga menyukai