dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan 2. Dibentuk berdasarkan kewenangan.
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang Syarat tersebut tidak berlaku kumulatif sehingga pemenuhan
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan salah satunya sudah cukup untuk melegitimasi kekuatan
yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan mengikat sebagai peraturan perundang-undangan.
kewenangan.
Perbawaslu telah memenuhi persyaratan pertama yang mana wewenang untuk membentuk peraturan dari pemegang
Penulis akan jabarkan sebagai berikut: kewenangan asal yang memberi delegasi (delegans) kepada
yang menerima delegasi (delegataris) dengan tanggungjawab
Dalam doktrin dikenal 2 (dua) macam peraturan
pelaksanaan kewenangan tersebut pada delegataris sendiri,
perundang-undangan dilihat dari dasar pembentukannya.
sedangkan tanggungjawan delegans terbatas sekali (A Hamid
Hal sebagaimana dimaksud merupakan peraturan
S. Attamimmi, 1990, hlm. 347). Dalam hal ini, Perbawaslu
perundang-undangan yang dibentuk atas dasar atribusi dan
termasuk dalam kategori pembentukan peraturan
delegasi pembentukan peraturan perundang-undangan.
perundang-undangan berdasarkan delegasi. Sebagaimana
Atribusi pembentukan peraturan perundang-undangan dalam lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
diartikan penciptaan wewenang (baru) oleh angka 198 menyatakan bahwa: “Peraturan Perundang-
konstitusi/grondwet atau oleh pembentuk undang-undang undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan
(wetgever) yang diberikan kepada suatu organ negara, baik kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Peraturan
yang sudah maupun yang dibentuk baru untuk itu (A Hamid Perundang-undangan yang lebih rendah”.
S. Attamimmi, 1990, hlm. 352). Contoh peraturan
Lebih lanjut secara jelas dapat dilihat pada ketentuan
perundang-undangan atribusi adalah Undang-Undang,
Pasal 145 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan
Pemilihan Umum yang menyatakan bahwa:
Pemerintah, Peraturan Daerah dan Peraturan Presiden.
(1) Untuk melaksanakan pengawasan Pemilu sebagaimana
Delegasi pembentukan peraturan perundang-
diatur dalam Undang-Undang ini, Bawaslu membentuk
undangan diartikan sebagai pemindahan/penyerahan
Peraturan Bawaslu dan menetapkan keputusan (1) Dalam hal Peraturan Bawaslu diduga bertentangan
Bawaslu; dengan Undang-Undang ini, pengujiannya dilakukan
(2) Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat oleh Mahkamah Agung;
(1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang- (2) Pihak yang dirugikan atas berlakunya Peraturan
undangan; Bawaslu berhak menjadi pemohon yang mengajukan
pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Dengan demikian jelas sudah jika Perbawaslu mendapatkan
Mahkamah Agung;
kekuatan mengikat sebagai peraturan perundang-undangan
(3) Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada
dari delegasi/diperintahkan oleh peraturan perundang-
ayat (2) diajukan kepada Mahkamah Agung paling
undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 7
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Peraturan
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Bawaslu diundangkan;
Ketika dalam pelaksanaannya oleh warga negara atau (4) Mahkamah Agung memutus penyelesaian pengujian
peserta pemilu ataupun institusi pasal-pasal dalam Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat
Perbawaslu dianggap terdapat pertentangan dengan Undang- (3) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
Undang maka pihak yang merasa dirugikan tersebut berhak permohonan diterima oleh Mahkamah Agung.
mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Agung.
Hanya Mahkamah Agung yang berwenang menetapkan
Dalam Pasal 146 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
bahwa Perbawaslu bertentangan dengan Undang-Undang
2017 tentang Pemilihan Umum secara tegas menyatakan:
dan tidak bekekuatan hukum mengikat karena Mahkamah
Agung memiliki kewenangan absolut terhadap pengujian
peraturan di bawah Undang-Undang terhadap Undang- hal suatu Peraturan Perundang-
Undang. Kewenangan absolut Mahkamah Agung untuk undangan di bawah Undang-
melakukan pengujian peraturan di bawah Undang-Undang Undang diduga bertentangan dengan Undang-
terhadap Undang-Undang tersebut didasari pada ketentuan: Undang, pengujiannya dilakukan oleh
Mahkamah Agung.”
1. Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa
bahwa: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada Perbawaslu merupakan salah satu peraturan perundang-
tingkat kasasi, menguji peraturan perundang- undangan yang mendapat kekuatan mengikatnya dari
undangan di bawah Undang-Undang terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaiu
Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
yang diberikan oleh Undang-Undang.” Umum sebagai peraturan pelaksana dan hanya dapat
2. Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 48 dilakukan judicial review oleh Mahkamah Agung sebagai
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang lembaga yang memiliki kewenangan absolut pengujian
menyebutkan bahwa: “Mahkamah Agung berwenang: peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang
menguji peraturan perundang-undangan di bawah terhadap Undang-Undang. Oleh karena itu maka sudah
undang-undang terhadap undang-undang.” menjadi konsekuensi hukum Perbawaslu diakui
3. Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 12 tahun 2011 tentang keberadaannya dan sifat mengikatnya berarti harus dipatuhi
Pembentukan Peraturan perundang-undangan yang oleh setiap warga negara maupun institusi yang terkait.
menyebutkan bahwa: “Dalam