Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS EPIDEMIOLOGI KEJADIAN PLEBITIS

DI BLUD RS KONAWE SELATAN

A. LATAR BELAKANG

Infeksi nosokomial masih menjadi masalah utama dunia. Kejadian infeksi


ini menyebabkan length of stay (LOS),mortalitas dan health care cost
meningkat.Transmisinya sendiri melalui 3 cara, yaitu: flora transien dan residen
dari kulit pasien itu sendiri, flora dari petugas kesehatan ke pasien, dan flora dari
lingkungan rumah sakit. Petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam rantai
transmisi infeksi ini. Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk
memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi infeksi nosokomial
dapat berkurang. Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi
nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2%.
Phlebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh
mikroorganisme yang dialami oleh pasien yang diperoleh selama dirawat di
rumah sakit diikuti dengan manifestasi klinis yang muncul sekurang-kurangnya
3x24 jam,dan kejadian phlebitis menjadi indikator mutu pelayanan minimal
rumah sakit dengan standar kejadian =1,5% (Depkes RI, 2008) Phlebitis
didefinisikan sebagai peradangan pada dinding pembuluh darah balik atau
vena,Darmadi ( 2008).
Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit sangat
penting dilakukan karena kejadian infeksi nosokomial menggambarkan mutu
pelayanan rumah sakit. Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi ,kegiatannya meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan , pendidikan dan pelatihan monitoring dan evaluasi ( Depkes RI
2008).

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari uraian latar belakang mengenai pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit,dengan kejadian plebitis,dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Masih cukup tingginya angka kejadian phlebitis yang terjadi di BLUD RS
Konawe Selatan
2. Kurang optimalnya kepatuhan dalam pelaksanaan SOP Pencegahan dan
pengendalian Infeksi di Rumah sakit, demikian juga kepatuhan terhadap
prosedur Pelayanan Asuhan Keperawatan.
3. Kurangnya pendidikan dan pelatihan dalam proses pemasangan infuse
4. Beban kerja yang bertambah karena jumlah kunjungan yang terus meningkat
tidak sebanding dengan jumlah tenaga kesehatan.
5. Teknik pemasangan infus yang belum tepat.
6. Pergantian infus konsisten dibawah <72 jam.
C. KEJADIAN PLEBITIS DIRUANG RAWAT INAP
1. Phlebitis
Phlebitis adalah salah satu bentuk infeksi nosokomial yang sering
muncul dirumah sakit,yaitu merupakan peradangan pada dinding vena akibat
terapi cairan intravena, yang ditandai dengan nyeri, kemerahan , teraba lunak,
pembengkakan dan hangat pada lokasi penusukan jarum infus.
Phlebitis merupakan infeksi oleh mikroorganisme yang dialami oleh
pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit diikuti dengan
manifestasi klinis yang muncul sekurang-kurangnya 3x24 jam.
Phlebitis didefinisikan sebagai peradangan pada dinding pembuluh
darah balik atau vena (Hingawati Setio & Rohani, 2010). Kejadian plebitis
menjadi indikator mutu pelayanan minimal rumah sakit dengan standar
=1,5% Depkes RI, 2008.
2. Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat. Ruangan ini
dulunya sering hanya berupa bangsal yang dihuni oleh banyak orang
sekaligus.Saat ini, ruang rawat inap di banyak rumah sakit sudah sangat mirip
dengan kamarkamar hotel. Pasien yang berobat jalan di Unit rawat jalan,
akan mendapatkan surat rawat dari dokter yang merawatnya, bila pasien
tersebut memerlukan perawatan di dalam rumah sakit, atau menginap di
rumah sakit.
Di BLUD RS Konawe Selatan terdapat 8 ruang rawat inap yang terdiri
dari Tulip, Asoka, Isolasi, Melati, Mawar, NICU, Anggrek, HCU. Phlebitis di
ruangan rawat inap BLUD RS Konawe Selatan masih cukup tinggi
khususnya di ruangan Asoka. Ruangan Asoka adalah ruangan bangsal kelas 3
yangh terdapat banyak pasien yang dirawat dan pengunjung rumah sakit yang
banyak. Selain ruangan Asoka terdapat juga ruangan Mawar yang merupakan
bangsal bedah dengan angka insiden phlebitis yang cukup tinggi.

D. ANALISIS DATA KEJADIAN PLEBITIS

1. Analisis kejadian phlebitis berdasarkan faktor host


Data kejadian phlebitis di BLUD RS Konawe Selatan paling banyak pada
kategori umur lansia dikarenakan daya tahan tubuh lansia menjadi kurang efektif
terhadap pertahanan infeksi dalam tubuh terutama pada sel T-limfosit sebagai
hasil penuaan. Pada usia lanjut (>60 tahun) vena akan menjadi rapuh, tidak
elastic, dan mudah hilang atau kolaps dikarenakan lansia mengalami perubahan
dalam struktur dan fungsi kulit seperti turgor kulit yang menurun dan epitel
menipis, akibatnya kulit lebih mudah mengalami abrasi atau luka. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan suryati yang menyebutkan bahwa lenih banyak
terkena phlebitis adalah usia 41-60 tahun.
Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi phlebitis, misalnya
pasien dengan diabetes mellitus yang mengalami aterosklerosis akan
mengakibatkan aliran darah keperifer berkurang sehingga jika terjasi luka akan
mudah terjadi infeksi.
Phlebitis juga dapat disebabkan oleh faktor mekanik dimana pasien
terlalu banyak bergerak sehingga mengakibatkan kateter intravena bergeser
bahkan sampai terlepas.
Kejadian plebitis di BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan banyak terjadi
pada usia lansia, hari rawat yang panjang, serta plebitis mekanik akibat pasien
yang banyak bergerak.
2. Analisis kejadian phlebitis berdasarkan faktor agent
Phlebitis bisa disebabkan karena adanya kontaminasi mikroba melalui
titik akses kedalam sirkulasi dalam periode tertentu. Penggantian balutan yang
jarang dan tidak teratur menyebabkan berkurangnya observasi pada lokasi
pemasangan.
Insiden phlebitis meningkat sesuai dengan pemberian komposisi cairan
atau obat dimana didapatkan jumlah phlebitis yang tinggi pada penggunaan jenis
obat antibiotik ceftriaxone yang mempunyai osmolalitas 423 mOsmol/L,
meropenem ~300 mOsmol/L.
Setelah melalui serangkaian penelitian analisis statistic dan pembahasan
maka terdapat hubungan yang bermakna lamanya pemasangan infus dengan
kejadian phlebitis.
Ukuran dan tempat kanula di masukkan, pemasangan jalur intravena yang
tidak sesuai , dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan
(Smeltzer,2002).

3. Analisis kejadian phlebitis berdasarkan faktor lingkungan


Ruang Asoka merupakan ruang perawatan bangsal kelas 3 yang sangat
ramai pengunjung, sehingga kebersihan lingkungan sekitar kurang terjaga yang
menyebabkan kurang baiknya sirkulasi udara sehingga mempengaruhi
penyebaran infeksi kuman yang dapat menyebabkan terjadinya phlebitis.
Hasil analisis data terhasap kepatuhan cuci tangan diruang cuci tangan
diruang perawatan pada periode Januari-Maret 2019 menunjukkan angka sedikit
dibawah target kepatuhan cuci tangan yakni sebesar 89,34% dimana angka target
kepatuhan cuci tangan adalah sebesar 90%.
Pada umumnya ketersediaan APD pada setiap ruangan perawatan si BLUD
RS Konawe Selatan sudah cukup lengkap. Angka rata-rata pengguanaan APD
pada periode Januari-Maret 2018 menunjukkan angka sebesar 100%. dari hasil
kepatuhan cuci tangan dan penggunaan APD periode Januari-Maret
menunjukkan hasil yang baik dan harus dipertahankan serta terus ditingkatkan
untuk menurunkan angka infeksi silang dirumah sakit.
Penggantian kateter intravena sangat mempengaruhi kejadian phlebitis,
meskipun faktor ini bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya phlebitis.
Perawat seyogyanya dapat menerapkan standar operasional prosedur tentang
pemberian terapi intravena terutama penggantian kateter intravena tidak lebih
dari 72 jam.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Hasil penelitian menunjukkan penyebab kejadian phlebitis diruang
rawat inap dikaitkan dengan faktor usia, jenis penyakit yang diderita
pasien, kontaminasi mikroba, keadaan lingkungan dan jenis obat yang
diberikan.
b. Pengaruh yang paling dominan diantara faktor-faktor tersebut adalah
faktor keadaan lingkungan ruang perawatan dan usia.

2. Saran
a. Agar dapat dilaksanakan pelatihan pemasangan infuse kepada seluruh
tenaga perawat rumah sakit secara rutin
b. Perawat dapat menerapkan standar operasional prosedur dalam
penggantian kateter intravena tidak lebih dari 72 jam dan dilaksanakan
secara konssten atau ketika ada tanda tanda phlebitis.
c. Agar dilakukan perawatan terhadap lokasi infus dengan tidak
membiarkan kasa dan plaster dalam keadaan kotor, basah, dan longgar.
d. Agar dibuat regulasi pembatasan pengunjung dan ketepatan waktu
berkunjung untuk mengurasi resiko infeksi silang terhadap pasien dan
pengunjung
e. Monitoring kepatuhan cuci tangan

Konawe Selatan, 2 April 2019


Sekertaris Ketua

Kartina Passa, A.Md.AK dr. Diah Pravita Sari, Sp.PD.


BLUD RS KONAWE SELATAN

ANALISIS EPIDEMIOLOGI KEJADIAN PLEBITIS


DI BLUD RS KONAWE SELATAN

BLUD RS KONAWE SELATAN

2019

Anda mungkin juga menyukai