Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Walaupun telah lebih dari seabad sejak pengamatan oleh Semmelweis, Lister,
dan lain-lain mencerahkan komunitas kedokteran mengenai mekanisme penularan
penyakit dan efektivitas asepsis bedah, namun pasien terus menderita berbagai
akibat dari infeksi nosokomial. Penyebab infeksi ini sering bersifat multifactor
dan tidak mudah diperbaiki. Sepanjang sejarah, teknologi dan terapi baru telah
memperbaiki kualitas pasien, tetapi hal-hal tersebut sering menimbulkan risiko
baru timbulnya penyulit infeksi.
5-10% pasien rawat inap mendapat infeksi nosokomial. 3% pasien meninggal
akibat infeksi nosokomial meskipun angka kematian bervariasi untuk sumber
sepsisnya. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahvva akibat infeksi
nosokomial, lama perawatan bertambah rata-rata empat hari dan biaya perawatan
meningkat. ICU yang mempunyai 2-7% dari tempat tidur rumah sakit, tetapi
angka kejadian infeksi nosokomialnya 30 - 40%.
Organisme penyebab infeksi bersumber dari exogen seperti kontaminasi imus,
alat-alat bantu pemafasan, ataupun bersumber dari flora endogen pasien sendiri
dari oropharing, saluran cerna, saluran kencing, dan permukaan kulit. Organisme
penyebab

infeksi

nosokomial terbanyak telah berubah-ubah dalam 30 tahun

terakhir. Tahun 1950 staphylococcus aureuy merupakan bakleri yang dominan.


Gram negatif dominan tahun 1970, tetapi baksil gram positif yang menunjukkan
resistensi pada beberapa antibiotik dominan pada tahun 1980. Bakteri lain yang
biasanya dengan tingkat keganasan rendah seperti virus, jamur, dan parasit
mempengaruhi daya tahan tubuh pasien. Masalah ini bertambah dengan epidemi
dari AIDS, Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV dimana pengobatan masih terbatas,
dari ini juga merupakan ancaman bagi petugas kesehatan sebagaimana ancaman
pada pasien.

1.2.
Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
1

Setelah mempelajari makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu


mengetahui tentang pencegahan infeksi nosokomial di ruang icu.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Memahami dan melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial di ruang icu

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengendalian Infeksi Nososkomial Di Ruang ICU


2

Infeksi nosokomial atau infeksi di dapat di rumah sakit berkembang sebagai


akibat dari masuknya pasien ke rumah sakit. Hal ini sangat berhubungan dengan
mortalitas dan morbiditas dan menyangkut biaya perawatan. Infeksi sering
berhubungan dengan organisme yang resisten atau menjadi resisten terhadap
antibiotik. Adapun prinsip diagnose infeksi nosokomial menurut Centre for
Disease Control adalah:
1. Ditemukan adanya infeksi lokal yang dilihat dari pemeriksaan klinik dan hasil
laboratorium dan tes diagnosa yang lain.
2. Dokter mendiagnose infeksi dengan melihat langsung pada luka operasi,
endoscopi dan prosedur diagnostik lain.
3. Didapatkan infeksi di rumah sakit dalam masa inkubasi, tetapi kejadian
infeksi setelah pulang dari rumah sakit.
2.2.
Faktor-Faktor Yang Mempermudah Terjadinya Infeksi Nosokomial
Banyak penelitian klinis menunjukkan bahwa ada 4 konsep dasar yang
berpengaruh terhadap kejadian infeksi.
1. Flora Endogen
Organisme yang merupakan flora normal pada beberapa organ dapat
menjadi penyebab infeksi ketika ada perantara seperti pasien dengan
endotrakheal tube, tusukan intravena atau kateter urine.
2. Faktor Rumah Sakit
Rumah sakit menjadi reservoir bagi organisme patogen yang meliputi
adanya pasien yang parah, staf rumah sakit yang menularkan

organisme

antar pasien, penggunaan antibiotik spektrum luas dan penggunaan alat-alat


untuk monitor atau pengobatan pada pasien.
Semua faktor ini meningkatkan pertumbuhan dan penyebaran organisme di
rumah sakit dan diantara pasien dengan pasien.
3. Faktor Pasien
Beberapa faktor intrinsik dapat mendukung terjadinya infeksi, seperti usia
tua, pasien dengan gangguan yang kronis, luka terkontaminasi, pengobatan
steroid atau obat-obat immunosupresif dan perawatan di rumah sakit yang
lama.
4. Resistensi Antibiulik
Resisten terhadap satu atau lebih antibiotik senng menyebabkan
organisme tersebut memmbulkan infeksi. Penggunaan antibiotik berspektrum

luas akan menambah masalah. Obat ini membabat flora normal dalam saluran
gastro intestinal, pharing, dan saluran kencing dan kemudian diikuti
pertumbuhan vang berlebihan dengan ikatan yang lebih resisten.
Sumber Infeksi Nosokomial
Beberapa hal yang dapat menjadi sumber kejadian infeksi nosokomial meliputi:
1. Tindakan Invansif
Tindakan invansif adalah suatu tindakan menusukkan alat-alat kesehatan

2.3.

ke dalam tubuh pasien, sehingga memungkinkan mikro organisme masuk ke


dalam tubuh. Tindakan invansif sangat banyak jemsnya, khususnya di ICU,
dimana pasien sering menggunakan bermacam-macam selang sekaligus, atau
mengalami beberapa tindakan seperti:
a. Suntikan fungsi (vena, lumbat, perikardial, pleura, suprapubik, arteri, dll)
b. Pemasangan alat (kontrasepsi, katheter urine, katheter jantung, intravena,
arteri pipa endotrakheal, nasogaster, drain, dll).
c. Tindakan bronkoskopi, angiografi, dll.
2. Tindakan Invasif Operasi
Tindakan operasi ini membutuhkan sayatan pada tubuh pasien, sehingga
micro organisme. dapat masuk ke dalam tubuh. Infeksi luka operasi
menunjukkan 20 - 25 % dari semua infeksi nosokomial. Mikro organisme
biasanya berasal dan flora pasien itu sendiri, tetapi dapat juga dari
kontammasi alat cairan yang digunakan atau juga dari para petugas yang ada
3. Tindakan Non Invasif
Tindakan ini menggunakan alat-alat kesehatan tanpa memasukkan ke
dalam tubuh pasien, telapi dapal menyebabkan micro organisme masi:k atau
menular kepada orang lain.
Dan semua komponen yang terlibat dan berada disekitar pasien dirawat dapat
merupakan sumber infeksi. Hal ini meliputi:
a. Prosedur tindakan dari petugas yang tidak baik/aseptic.
b. Alat, bahan atau cairan yang terkontaminasi.
c. Ruangan yang tidak memenuhi syarat, terutama dilihat

dari

sudut

2.4.

mikrobiologis.
d. Ketidaktahuan/ketidakmautahuan petugas terhadap tindakan aseptik.
e. Jumlah dan perilaku pengunjung.
Strategi Pencegahan Dan Penanganan Infeksi Nosokomial
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam upaya pengendalian infeksi
nosokomial adalah sebagai berikut:
4

1. Hyegiene Perseorangan dan Cuci Tangan


Hyegiene perseorangan membantu seseorang menjadi bersih dan nyaman.
Bertujuan untuk mencegah infeksi, mempertahankan integritas jaringan dan
mempertahankan relaksasi. Hyegiene perseorangan ini meliputi : kebersihan
kulit, kuku, mata, mulut, hidung, teiinga, rambut dan daerah perineal.
Cuci tangan secara khusus telah dipromosikan untuk mengurangi
penularan infeksi sejak 15 tahun VII. Cuci tangan yang benar dari petugas
dapat menurunkan 25 -30% kejadian infeksi nosokomial. Untuk cuci tangan
ini dipergunakan :
1) Air mengalir
2) Sabun atau desinfeksi (savlon, aquaous chlorhexidine)
3) Handuk atau tisue disposable
4) Tindakan rutin atau tindakan khusus seperti persiapan operasi

Adapun prosedumya adalah :


a. Gosokkan telapak tangan kanan dengan telapak tangan kin.
b. Gosokkan telapak tangan kanan diatas punggung tclapak tangan kiri dun
sebaliknya.
c. Gosokkan telapak tangan kanan dengan telapak tangan kin dengan jari-jari
disilang.
d. Punggung jari berhadapan dengan telapak tangan Jari saling terkunci.
e. Putar dan gosok jempol tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
f. Putar dan gosok ujung jari-jari dan lempol tangan kanan, kedepan dan
kebelakang pada permukaan telapak tangan kiri dan sebaliknya. Untuk
tindakan operasi lakukan tindakan tersebut dalam 2 menit, keringkan.
2. Tim Pengendalian Infeksi
Tim pengendalian infeksi rumah sakit bertujuan untuk meminimalkan resiko
infeksi pada pasien dan petugas. Tim ini bertugas untuk :
1) Mengumpulkan data tentang angka infeksi.
2) Memonitor penggunaan antibiotik dan pola sensivitasnya.
3) Menyediakan feedback pada pemakai, seperti petugas yang ada di rumah
sakit.
4) Memonitor pelaksanaan berbagai tmdakan/prosedur di rumah sakit.
5) Mengembangkan kebijakan dan protokol yang dapat menurunkan angka
infeksi.
6) Menetapkan prosedur desmfeksi dan sterilisasi.
5

7) Memonitor pengelolaan sampan dan limb ah rumah sakit.


8) Mengembangkan prosedur pengelolaan sampah medis.
Mencegah infeksi melalui:
a.
b.
c.
d.

Mempromosikan cuci tangan yang efektif.


Menetapkan petunjuk untuk mencegah infeksi-infeksi tertentu.
Menetapkan prosedur isolasi atau penampungan infeksi.
Mensupervisi petugas kesehatan tennasuk tentang vaksinasinya.

3. Dekontaminasi Selektif Saluran Gastro Intestinal


Pertumbuhan bakteri yang cepat pada saluran pencernaan sebagai hasil
pemberian obat-obatan penghambat asam lambung dapat membawa pada
infeksi pneumonia dan multi organ distress syndrom. Bakteri tersebut dapat
membenmk kolonisasi di oroparing. Sejumlah penehtian membuktikan bahwa
dekontaminasi selektif saluran pencernaan dapat memutuskan lingkaran
kolonisasi infeksi.
Pada pasien diberikan antibiotik oral, seperti : polimixin, tobramycin,
Gentamycin,

Neomycin,

Nistatin

atau amphotericin. Preparat ini aktif

melawan bacteri gram negatif atau jamur disaluran Gastro intestinal.


4. Isolasi
Isolasi adalah usaha pencegahan atau penyebaran kuman patogen dari
sumber infeksi (pasien, petugas, pengunjung, karier) kepada orang lain. Jenis
isolasi

yang dilakukan sesuai patogenitas kuman dan cara penularan atau

penyebarannya.
5. Pengelolaan Ruangan dan Lingkungan
Ruangan dan lingkungan harus dijaga kebersihan, kelembaban, penyinaran
dan ventilasinya. Juga periu dilakukan monitoring angka kuman ruangan dan
jenis mikrobia secara periodik, terutama ruang operasi, ICU, ruang bayi
beresiko.
6. Pengelolaan Sampah
Diruangan harus tersedia tempat sampah yang dibedakan antara sampah
biasa (tidak terkontaminasi) dengan sampah yang terkontaminasi, juga
sampah medis seperti ; spuit, Jarum, dan benda tajam lamnya harus

disediakan. Dan pengelolaannya pun harus dibedakan antara masing-masing


Jenis sampah tersebut.
7. Memakai Alat-Alat Perlindungan
Petugas dapat menggunakan alat-alat proteksi diri seperti : pakaian
khusus, sarung tangan, masker, dll, terutama bila berhubungan dengan kasusKasus infeksi yang menular.
8. Pencegahan Infeksi yang Berkaitan Dengan Tindakan Invasif
Beberapa tindakan invasif- terutama di ICU, dapat menjadi sumber
terjadinya infeksi. Infeksi yang dilaporkan paling banyak, mengenai saluran
kencing, saluran pemafasan bawah dan luka operasi.
1) Infeksi Saluran Kencing
Infeksi saluran kencing merupakan 40% kejadian dari seluruh infeksi
nosokomial. Infeksi ini terjadi paling senng karena pemakaian kateter
urine. Organisme bisa masuk ke kandung kencing melalui lumen kateter
(intra luminal) maupun sisi luar keteter (ekstra luminal). Pyuria dan
bakteri uria dapat terjadi pada wanita, orang tua, dan pasien dengan sakit
parah.
Untuk pencegahan dan penanganannya adalah :
a. Pemasangan kateter urine harus dengan indikasi

pasti

seperti

inkonentia urine dan segera dilepas setelah memungkinkan.


b. Insersi kateter harus dengan tehnik aseptic
c. Sambungan ke urine bag harus rapat dan kuat.
d. Sampel untuk pemeriksaan laboratorium harus dengan cara dan
alat steril.
e. Perawatan harus baik, dengan menggunakan antiseptik dan tidak boleh
sampai terjadi obstruksi.
2) Infeksi Saluran Pemafasan Bawah
Pneumonia adalah penyebab umum kematian di rumah sakit dan
merupakan 15% dan semua infeksi nosokomial.
Faktor yang mempermudah kejadian pneumonia antara lain :
Intubasi dan trakheostomi
Perawatan di ICU
Untuk pencegahan dan penanganannya.:

a. Keadaan dan prosedur yang dapat meningkatkan resiko aspirasi harus


diperhatikan, misalriya pasien tidak sadar.
b. Pemasangan pipa endotrakheal secara aseptik.
c. Sirkuit ventilator diganti setiap 24 - 48 jam.
d. Penghisapan
lendir
dari endotrakheal atau trakheostomi harus
dengan prinsip aseptik.
e. Pemberian antibiotik sesuai hasil kultur.
f. Tinggikan bagian kepala dari tempat tidur 30
3) Infeksi Luka Operasi
Untuk pencegahan infeksi luka operasi adalah dengan :
a. Tindakan Umum
Petugas harus memperhatikan kesehatan dan personal hygiene

dirinya.
Menerapkan tehnik operasi yang benar.
Bekerja sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik, Mengikuti

peraturan dan tata tertib yang berlaku.


Mempertahankan kesterilan alat, lingkungan, dll.
Menjaga petugas dengan infeksi yang aktif untuk diluar ruang

operasi.
b. Penggunaan antibiotik profilaksis antibiotik profilaktik

diberikan

dengan indikasi yang tepat, baik single dose maupun yang kontinyu.
4) Infeksi karena alat-alat introvaskuler
Alat intravaskuler sudah umum di rumah sakil, khususnya di ICU,
dimana pasien sering menggunakan beberapa alat sekaligus. Alat-alat ini
memungkinkan masuknya mikro organisme ke dalam sirkulasi dan
meningkatkan

kemungkinan

terjadi

baktcriemia

dan

septicemia.

Kompliksi yang lain adalah plebitis dan infeksi uiidokaidilis.


Faktor resiko terjadinya bacteriemia karena alat-alat intravaskuler adalah:
Kulit yang mengelupas
Neutropenia
Usia kurang dari satu tahun atau lebih dari 60 tahun.
Penyakit dasar yang parah.
Terapi steroid atau immunosupresi
Adanya infeksi
Usaha-usaha penccgahan infeksi:

a. Tindakan Umum :
Cuci tangan secara adekuat.
Disinteksi kulit dengan benar.
Insersi dilakukan dengan prinsip aseptik.
Insersi dan pengelolaannya dilakukan oleh tim intravena.
Fiksasi yang kuat untuk mencegah perubahan posisi.
Selang-selang harus tertutup rapat.
Dilakukan dressing secara steril ditempat tusukan.
Monitor tempat tusukan setiap hari.
b. Tindakan Khusus:
Kateter vena perifer : kateter diputar-putar setiap 48 - 72 jam.
Kateter vena sentral dan kateter arteri pulmonal
- Preparasi tempat tusukan secara adekuat.
- Insersi dengan prinsip aseptik.
- Monitor tempat tusukan.
Kateter arteri:
- Ganti selang setelah 96 jam.
- Gunakan tehnik aseptik untuk memasang dome dan selangselang.
- Hindari stopcock yang tidak perlu.

2.5.

c. Tehnik-tehnik yang tidak memberikan keuntungan :


Antispetik krim untuk tempat tusukan.
Sering mengganti dressing.
Rutin memflush kateter vena sentral.
Transportasi Pada Pasien Kritis
Transportasi pasien atau memindahkan pasien dari salu tempat ke tempat lain
seringkali diperlukan, namun perlu diingat bahwa pasien dengan sakit yang kritis
tidak mempunyai atau hanya mempunyai sedikit cadangan fisiologik. Sehingga
pemindahan pasien kritis dapat menimbulkan problem yang besar. Alasan itulah
maka pemindahan

pasien

kritis

memerlukan perencanaan yang cermat serta

pengawasan yang ketat.


Pedoman Transportasi Pasien Kritis
1. Pemindahan pasien kritis dengan aman didasarkan atas 5 pedoman, yaitu :
a. Perencanaan
Perencanaan harus ditetapkan sebagai protokol dan dibuat sejelas
mungkin. Perawatan

selama

pemindahan

harus sebanding dengan


9

perawalan selama di ruangan. Waktu pemindahan harus ditetapkan. Termasuk


rule perjalanan yang akan dilcwati. Komunikasi antar petugas untuk
koordinasi mempunyai peranan penting. Perencanaan yang salalu akan
menyebabkan memperpanjang perjalanan pemindahan.
b. Sumber daya manusia
Jumlah tenaga, keterampilan skill petugas liarus dipertimbangkan sesuai
dengan kondisi pasien yang dipindahkan. Tim transportasi merupakan
kombinasi dari dokter, perawat dan profesi lain yang terkait. Setiap anggota
tim harus familiar terhadap peralatan yang digunakan, mempunyai
kemampuan serta berpengalaman mengenai dan mengatasi masalah,

seperti

kemampuan untuk pembebasan jalan nafas, ventilasi, resusitasi ataupun


undakan kedaruratan lain. Di dalam tim harus ada pembagian tugas yang jelas,
sehingga memudahkan prosedur.
c. Peralatan
Peralatan selama pemindahan harus tetap berfungsi sampai tempat tujuan.
Peralatan liarus mudah penggnnaannya, dan tidak dibenarkan peralatan
diletakkan pada pasien atau dibawa oleh petugas. Peralatan yang dibawa
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Monitor EKG, denyut nadi
dan tensi diperlukan oleh setiap pasien (kecuali pada pemindahan pasien
dalam proses penyembuhan ke bangsal perawatan biasa).
Monitor respirasi, oksi metri, alat defebrilasi dan suction liarus disediakan
pada pasien yang tergantung pada ventilator atau pasien yang tidak stabil.
Ventilator portable akan memberikan ventilasi yang lebih konsisten
dibandingkan dengan kantong Resusilator manual.
Monitor tekanan darah otomatis non invasif dan pompa infus sangat
dibutulikan. Kotak emergency kit jangan berisi obal-obat emergency
analgetik, sedatif, pelumpuh otot dan intubasi set sangat membantu untuk
mengatasi masalah-masalah darurat yang mungkin terjadi selama tindakan
transportasi pasien. Peralatan yang menggunakan arus listrik

harus

tetap

berfungsi. Selama perjalanan, bila perlu membawa baterai cadangan.


Peralatan yang terpasang pada pasien seperti drainage, USD, iiifus line
alau cup line, catheter harus dipaslikan dalam keadaan ainan selama
10

perjalanan. Semua peralatan tersebut liarus siap pakai dan diperiksa secara
teratur
Peralatan secara umum yang diperlukan antara lain tempat tidur atau
brancard yang aman selama perjalanan, kotak medis dengan berat di bawah 40
kg. Peralatan undik proteksi petugas seperti sarung tangan, masker, dan
sebagainya.
Apabila menggunakan peralatan elektronikaa harus dilengkapi dengan
baterai cadangan untuk 2 kali perhitungan. Alat komunikasi jarak jauh.
Peralatan selngkapnya dapat dilihat pada lampiran.
d. Prosedur
Tim transport harus terbebas dari tugas lain. Petugas penerima selalu siap
sebelum pemindahan dimulai. Waktu kedatangan diketahui dengan jelas.
Sebelum berangkat alal-alat siap, perbaikan pasien dapat dilakukan misalnya,
pemberian sedatif, mengganti cairan infus, transfusi yang habis, memasukan
obat-obat motorik telah masuk ke dalam infus, dan sebagainya. Pemberian
transport tidak boleh mengabaikan pengobatan dan perawatan dasar pasien.
e. Lintasan
Tempat tidur atau brancard, peralatan dan petugas dapat melewati seluruh
rute perjalanan. Jika tempat tidur tidak dapat melewati rute misalnya pintu
atau lift gunakan brancard. (Kelemahan brancard tidak cukup membawa alat
yang dibutuhkan). Hindari trauma pada pasien atau petugas selama
memindahkan pasien
Lift harus digunakan selain pengunjung atau wartawan sebelum
memindahkan pasien sehingga tidak menghambat perjalanan. Gerakan dan
gelaran yang kasar harus diminimalkan. Status pasien diperiksa setiap interval
tertentu. Segala pembalian keadaan pasien atau kondisi kritis yang mungkin
terjadi dicatat.
Pemindahan pasien dapat menggunakan tempat tidur dengan catatan
tempat tidur beserta petugas dapat masuk lift dan dengan aman dapat
melewati seluruh rute.
2. Kategori Transportasi Pasien
a. Transportasi intra mural (pemindahan dalam satu lingkup RS).

11

1) Perencana
Koordinasi dan komunikasi yang baik antar tim evaluasi, dm ambulans
dan petugas pada kedua tujuan akhir adalah sangat penting. Komunikasi yang
kurang akan membatasi penyebaran informasi yang jelas dan memungkinkan
petugas spesialis kurang dapat mempertimbangkan dengan tepat akan adanya
situasi yang kritis. Saluran telepon dan faksimile mengenai resusitasi alau
pelaksanaan pasien krids sebelum dm evaluasi tiba.
2) Sumber Daya Manusia
Semua anggota dm harus mempunyai kemainpuan dan pengalaman dalam
diagnostik dan resusitasi. Petugas yang biasa terkena mabuk perjalanan
sebaiknya menghindari misi itu. Mabuk perjalanan bagi pasien juga perlu
diperhitungkan, karena dapat menyebabkan aspirasi. Medikasi yang paling
efektif

untuk

mabuk

perjalanan

adalah

Hydrobromide

Hyosine

(Skopolainine) berefek selama 4 jam pertaina perjalanan. Suntikan


transdennal dapat berefek selama 8 jam. Efek sampingnya adalah sedasi,
mulut kering dan distromia.
3) Prosedur
Penilaian pasien di tempat kejadian meliputi A, B, C dari resusitasi
ditambah koreksi suku dan biokimia. Lakukan intubasi jika perlu di luar
kendaraan. Tanda-tanda vital/data-data pendng seperti AGD, X Ray dilakukan
sebelum berangkat dan dilakukan cross cek golongan darah. Pasien yang
gelisah mungkin perlu diberikan sedasi.
Perhatikan selang drainase ketika mengangkat
selang drainase

dapat

lebih baik dipasang jauh

menambah
dari

pasien. Tercabutnya

resiko pneumodioraks. Kateter IV

persendian

dan

terjamin keamanannya.

Jalur vena sentral mungkin dibululikan. Penggunaan infus pump dapat


mengurangi

terputusnya

ahran

infus.

Infus

dengan

tekanan

dapat

diindikasikan untuk penggandan volume cairan yang darurat. Obat-obat IV


dipersiapkan dan diberi label dengan baik sebelum digunakan. Jika nudi
dihendkan liarus diperhitungkan kejadian hipoglikemia harus dicegah dengan
memberikan infus deksdose 10 % dan monitor gula darah. Syringe pump
dapat mengontrol pengaturan obat dan cairan dengan baik selama perjalanan.

12

4) Passage
Transportasi udara digunakan untuk lintas kota atau medan yang berat,
darat biasa digunakan untuk daerah perkotaan, atau daerah yang
memungkinkan. Pesawat udara menjadi pilihan untuk sebagian besar sistim
medik darural, baik helikopter ataupun pesawat. Masalah utama penggunaan
transport udara adalah

ketinggian

yang

menyebabkan berkurangnya

tekanan parsial oksigen, meningkatnya tekanan gas di ruang tertutup, dan


menurunnya suhu udara.
Pasien yang mungkin terganggu dengan ketinggian (hipoksemia berat)
dapat dibenkan oksigen 100 % dan diterbangkan dengan ketinggian serendah
yang diijinkan. Posisi melintang akan memberikan perubahan terkecil pada
cairan tubuh, tetapi hanya sedikit alat transportasi yang mempunyai ruang
untnk iiu. Ada beberapa problem penting yang dapat lerjadi dalain perjalanan
antara lain :
Brankard pasicn tidak sesuai dengan kcndaraan yang digunakan.
Lingkungan atau cuaca yang tidak baik.
Ketidaknyanianan perjalanan, terik matahari, malam hari.
Getaran dan suara bising.
b. Transportasi ekstra mural (pemindahan di luar RS)
3. Ada 3 jenis pemindahan:
a. Pre RS (primer) : Dari tempat kejadian ke RS
b. Inter RS (sekunder) : Pemindahan dari RS ke RS lain
c. International : Jarak lebih dari 5.000 km.
4. Kategori Transportasi lainnya.
a. Transportasi Neonatus atau anak.
Inkubator biasanya besar dengan berat 80 kg, dan menggunakan
tenaga 200 W (menggunakan AC atau DC) untuk hemostatis suhu dan
sekitar 20 W untuk monitoring. Kegunaan dari gas medis serta energi
listrik disediakan di kendaraan adalali untuk mengurangi silinder gas
dan tenaga baterai konservatif yang harus dibawa. Aeronudical transport
adalali penting untuk mengatur Fi O2, meminimalkan resiko terjadinya
fibroplasia retrolental.

13

b. Transportasi pada pasien yang mengalami

kecelakaan

sewaktu

menyelam.
Pasien dengan nyeri dikompresi atau emboh gas arterial tidak dapat
ditolelir walau kedalamannya rendah (100-200 m), karena gelembung
yang meluas akan mengakibatkan eksaserbasi gejala klinis. Untuk
perjalanan udara,

sebagian

besar

pasien

dengan kecelakaan di saat

menyelam diberi oksigen 100% dengan masker wajah, dan dievaluasi


dengan kecepatan penuh pada tekanan permukaan air laut ke unit
hiperbarik yang dapat dipindahkan, dapat dibawa ke tempat kejadian,
tetapi beberapa modelnya dapat menimbulkan beberapa masalah
pembawaan, , dan kurangnya ruangan untuk membawa.
c. Transportasi pasien ICU pada saat kebakaran.
Penyebab kematian terbesar adalah inhalasi asap ddan keracunan CO
serta Sianida. Konsekuensinya, ketika thnbul kebakaran di dalam atau di
dekat Ruang ICU, pertama-tama petugas harus memindahkan pasien yang
bemafas spontan. Pasien dengan ventilasi mempunyai suplai udara sendiri
dan dapat dipindahkan belakangan dimana asap telah termasuk. Lift tidak
boleh digunakan.
Beberapa hal prinsip dalam pemindahan pasien perlu mendapat perhadan,
antara lain :
1. Jelaskan pada pasien jika memungkinkan.
2. Stabilisasi pasien seoptimal mungkin sebelum berangkat.
3. Harus terencana, jangan tergesa-gesa.
4. Pertaliankan stabilitas selama perjalanan.
d. Transportasi Intra Mural
Pemindahan pasien dalam lingkungan RS seringkali diperlukan,
sebagai contoh dari UGD, kamar operasi atau dari ruangan atau jalan yang
akan masuk ke ICU, ataupun untuk keperluan diagnostik. Pemindahan
pasien dalam lingkungan RS relatif sederhana, meskipun pada keadaan
darurat tetap harus diperhatikan atau diantisipasi. Keuntungan dari
intervensi pemindahan pasien harus mempertimbangkan resiko dari
pemindahan tersebut, lebih-lebih pada pasien kritis. Langkah-langkah

14

pemindahan pasien harus ditata dengan baik, sehingga dapat terhindar dari
bahaya baru atau resiko lain.

BAB 3
PENUTUP

15

3.1. Kesimpulan

Infeksi nosokomial atau infeksi di dapat di rumah sakit berkembang


sebagai akibat dari masuknya pasien ke rumah sakit. Hal ini sangat berhubungan
dengan mortalitas dan morbiditas dan menyangkut biaya perawatan. Infeksi
sering berhubungan dengan organisme yang resisten atau menjadi resisten
terhadap antibiotik. Sedangkan untuk mencegah infeksi, juga perlu melaksanakan
pemeliharaan peralatan perawatan dan kedokteran dengan cara membersihkan,
mendesinfeksi atau mensterilkan serta menyimpannya.
3.2. Saran
Di ruang icu, pasien atau petugas kesehatan sangat rentan terkena infeksi. Untuk itu,
selain keterampilan yang dimiliki perawat, juga diperlukan alat-alat pelindung diri dan
kesterilan alat-alat bedah untuk melindungi petugas kesehatan dan pasien sendiri.

16

Anda mungkin juga menyukai