Pedoman Penyusunan Dan Penerapan PPK CP Dan Protokol Klinis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,


kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum. Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus
diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada
seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan praktek
kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan atau
dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, kewenangan
yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan
dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan,
pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Untuk
memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan
kesehatan dokter, dan dokter gigi diperlukan peraturan mengenai
penyelenggaraan praktik kedokteran. Undang-undang nomor 29 tahun 2004
tentang praktik kedokteran pada salah satu pasalnya menyatakan bahwa
dokter dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standart
pelayanan kedokteran.

Secara garis besar, tujuan standart pelayanan kedokteran adalah


memberikan jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan
kedokteran yang berdasarkan pada nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan
medis pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
kedokteran yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi. Menurut permenkes
nomer 1438 tahun 2010 tentang standart pelayanan kedokteran, standart
pelayanan kedokteran meliputi pedoman nasional pelayanan kesehatan
(PNPK) dan standart prosedur operasional (SPO). Pedoman nasional
pelayanan kedokteran merupakan standart pelayanan kedokteran yang

1
bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi profesi, sedangkan SPO dibuat
oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

Penyusunan standart prosedur operasional di fasilitas kesehtan harus


mengacu kepada PNPK. Standart prosedur operasional harus dijadikan
panduan bagi seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Standart prosedur operasional
disusun oleh staf medis pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dikoordinasikan oleh komite medic dan ditetapkan oleh pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan. Standart prosedur operasional harus selalu ditinjau
kembali dan diperbaharui sekurang-kurangnya 3 tahun sekali sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kedokteran atau kedokteran
gigi. Standart prosedur operasional disusun dalam bentuk panduan praktek
klinis yang dapat dilengkapi dengan alur klinis, algoritme, protocol, prosedur,
atau standing order.

Pada paradigma lama praktik klinik masih didominasi oleh praktek


kedokteran, namun dengan adanya patient center care dan juga integrated
collaboration interprofesional maka praktek klinis juga diintegrasikan dengan
praktek/ asuhan keperawatan, asuhan gizi, dan asuhan farmasi. Menjadi
Panduan Praktek Klinis (PPK), Panduan Asuhan Keperawatan (PAK),
Panduan Asuhan Gizi (PAG), dan Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf)

Dalam penerapannya, panduan praktek klinis perlu dikaji dan dijabarkan oleh
pihak rumah sakit menjadi suatu standart yang telah disesuaikan dengan
sarana, prasarana, dan peralatan yang dimiliki sehingga standart atau
pedoman pelayanan klinis tersebut dapat diimplementasikan. Dokter dalam
menjalankan tugas dan memberikan pelayanan medis harus sesuai dengan
standart tersebut. Dalam hal ini, panduan klinis dapat dianalogikan dengan
standart atau pedomam pelayanan klinis.

Panduan praktek klinik merupakan panduan terkini untuk tata laksana pasien,
karenanya harus selalu mengikuti kemajuan ilmu dan tehnologi kedokteran.
Untuk itu PPK secara periodic perlu dilakukan revisi, biasanya setiap 2 tahun.
Idealnya meskipun tidak ada perbaikan, peninjauan tetap dilakukan setiap 2
tahun. Masukan untuk revisi diperoleh dari PNPK (Panduan Nasional Praktek
Klinis) yang terbaru, pustaka mutakhir, serta pemantauan rutin apakah PPK
selama ini dapat menjadi dan sudah dikerjakan dengan baik.

2
1.2 TUJUAN
2. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan
tertentu bekerjasama dengan tim multidisiplin
3. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya
4. Memberikan opsi pengobatan dan perawatan terbaik dengan
keuntungan maksimal
5. Menghindari terjadinya medication eror secara dini
6. Memberikan opsi pengobatan dengan resiko terkecil
7. Memberikan tata laksana asuhan dengan biaya yang memadai.

3
BAB II

URAIAN

2.1 FORMAT PPK, PAK, PAG, PAKf

A. Panduan praktek klinis (PPK), meliputi:


1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik
4. Prosedur Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi (Hospital Health Promotion)
10. Prognosis
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indicator
15. Kepustakaan
B. Format Panduan Asuhan Keperawatan (PAK), meliputi:
1. Pengertian
2. Asesmen Keperawatan
3. Diagnosis Keperawatan
4. Kriteria Evaluasi/ Nursing Outcome
5. Intervensi
6. Informasi dan Edukasi/ Discharge Planning
7. Evaluasi
8. Evidence Based Nursing Practice
9. Penelaah Kritis
10. Kepustakaan
C. Format Panduan Asuhan Gizi (PAG), meliputi:
1. Pengertian
2. Asesmen

4
 Asesmen Antropometri
 Asesmen Biokimia
 Asesmen Klinis
 Asesmen Riwayat Makan
 Asesmen Riwayat Personal
3. Diagnosis
4. Intervensi
 Perencanaan
 Implementasi
 Edukasi
 Konseling Gizi
 Koordinasi Dengan Tenaga Kesehatan Lain.
5. Monitoring dan Evaluasi
6. Re Asesmen
7. Indicator / Outcome
8. Kepustakaan

D. Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf)


1. Pengertian
2. Asesmen Kefarmasian
3. Identifikasi Drug Related Problem
 Ada indikasi tidak ada terapi obat
 Tidak ada indikasi ada terapi obat
 Pemilihan obat tidak tepat
 Dosis obat subterapeutik
 Overdosis
 Kegagalan terapi obat
 Interaksi obat
 Efek samping obat
4. Intervensi Farmasi
 Rekomendasi pemilihan obat
 Rekomendasi cara pemberian obat
 Rekomendasi dosis obat
 Pemantauan terapi obat
 Monitoring efek samping obat

5
 Rekomendasi alternative terapi jika ada interaksi obat
5. Monitoring dan Evaluasi
 Efek terapi obat
 Adverse drug reaction (ADR)
6. Edukasi dan Informasi
 Kepatuhan minum obat
 Efek samping obat
 Cara menggunakan obat yang benar
 Cara menyimpan obat yang benar
7. Penelaah Kritis: Apoteker Klinis
8. Indicator
9. Kepustakaan

2.2 CLINICAL PATHWAY (ALUR KLINIS)

Panduan praktek klinik ( clinical practice guideline) dapat dilengkapi


dengan alur klinis (clinical pathway). Alur klinis (clinical pathway) adalah
pendekatan multidisiplin yang berdasarkan pada praktek berbasis bukti
(evidence based practice) untuk sekelompok pasien spesifik yang dapat
diprediksi perjalanan klinisnya. Clinical pathway (CP) digunakan sebagai
perangkat tata kelola kasus secara terpadu yang disesuaikan dengan bukti
ilmiah yang terbaru dan terbaik serta standart pelayanan medic yang berlaku
di rumah sakit dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu
selama pasien berada di rumah sakit.

Clinical pathway dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus dilakukan
pada kondisi klinis tertentu, yang memberikan rencana tata laksana hari demi
hari dengan standar pelayanan yang dianggap sesuai. Pelayanan dalam CP
bersifat multidisiplin sehingga semua pihak yang terlibat dalam pelayanan
dokter/ dokter gigi, perawat, nutrisionis/ dietisien, apoteker, dll dapat
menggunakan format yang sama. Perkembangan pasien dapat dimonitor
setiap hari, baik intervensi maupun outcomenya.

Clinical pathway adalah dokumen tertulis, bersifat multidisiplin. Profesi yang


terlibat berkontribusi memberikan asuhan yaitu asuhan medic, asuhan
keperawatan, asuhan gizi serta asuhan kefarmasian. Format clinical
pathways berupa table yang kolomnya merupakan waktu (hari, jam),

6
sedangkan barisnya merupakan observasi / pemeriksaan/ tindakan/
intervensi yang diperlukan. Disertai juga dengan checklist yang harus diisi
namun juga diberikan ruang untuk menuliskan hal hal yang perlu dicatat.

Tujuan penyusunan Clinical Pathways adalah:

1. Menjadi panduan bagi seluruh staf medis rumah sakit yang terlibat dalam
memberikan pelayanan yang berstandar (kendali mutu
2. Mengurangi variasi dalam pelayanan, sehingga biaya lebih mudah
diprediksi
3. Pelayanan lebih terstandarisasi, meningkatkan kualitas pelayanan
(quality of care)
4. Dasar penghitungan real cost suatu kasus
5. Meningkatkan kualitas dari informasi yang telah dikumpulkan
6. Diharapkan dapat mengurangi biaya dengan menurunkan length of stay,
dan tetap memelihara mutu pelayanan
7. Sebagai pembanding pada CBG cost, terutama pada kasus kasus high
cost, high volume
8. Meningkatkan kepuasan pasien

Dalam membuat CP penanganan kasus rawat inap di rumah sakit harus


bersifat:

1. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara


terpadu/integrasi dan berorientasi focus terhadap pasien (patient focus
care) serta berkesinambungan (continuous of care).
2. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat, bidan, nutrisionis,
laboratoris, dan farmasis).
3. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan
perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian
(untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit
emergensi)
4. Pencatatan CP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada
pasien secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk
dokumen yang merupakan bagian dari rekam medis.
5. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagai
varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.

7
6. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit
penyerta, atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).
7. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.

Clinical pathway dikembangkan oleh tim multidisiplin yang terlibat aktif


dalam tata kelola pasien. Komponen utama dalam CP adalah timeline,
kategori pelayanan atau aktivitas dan intervensi yang dilakukan, criteria
luaran/outcome jangka menengah dan panjang serta pencatatan variasi yang
ada.

Tahap-tahap penyusunan CP:

1. Menentukan topic
Topic dipilih berdasarkan kategori, diantaranya high volume, high cost,
high risk, dan problem prone. Selain itu juga dapat berdasarkan pada
data klaim INA-CBG’S yang besar gapnya atau berdasarkan pada data
10 besar penyakit.
2. Menunjuk coordinator (penasehat multidisiplin)
3. Menetapkan pemain kunci
Pemain kunci adalah siapa saja yang akan terlibat dalam pelayanan
pasien tersebut mulai dari dokter penanggungjawab pelayanan, perawat,
laborat, farmasi, gizi, rehabilitasi, dsb.
4. Kunjungan lapangan
Dilakukan bench marking ke RS acuan yang terlebih dahulu menerapkan
CP agar didapatkan gambaran.
5. Pencarian literature
Literature mengenai ilmu terkini yang digunakan dalam pelayanan
penyakit sesuai dengan topic yang telah dipilih.
6. Melaksanakan customer focus group
Melakukan diskusi dengan pasien atau mantan pasien dengan tujuan
untuk menggali keinginan pasien dalam suatu pelayanan kesehatan
sehingga dapat dicapai kepuasan pasien terhadap pelayanan yang
diberikan.
7. Telaah pedoman praktek klinis

8
Telaah terhadap pedoman praktek klinis baik terhadap SPM (Standart
pelayanan medic) atau SAK (Standart Asuhan Keperawatan), standart
tersebut harus direvisi sesuai update ilmu dan kenyataan dilapangan.
8. Analisis casemix
Melakukan analisa berdasarkan kasus kasus yang terjadi
9. Menetapkan desain clinical pathway
Desain CP harus memuat komponen-komponen CP tanpa terkecuali
10. Pengukuran proses dan outcome
Menetapkan item-item aktivitas dari proses maupun outcome pelayanan
yang akan dinilai.
11. Sosialisasi dan edukasi
Sosialisasi dan edukasi CP dilakukan kepada seluruh staf RS yang akan
berkaitan dengan penerapan CP. Sosialisasi dan edukasi mengenai apa
itu CP, apa kegunaannya, kapan digunakan, dan bagaimana cara
pengisiannya. Sosialisasi dan edukasi ini penting dilakukan guna
menunjang keberhasilan pengimplementasian CP.
12. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara berkala untuk menilai tingkat kepatuhan
penggunaan CP atau adanya berbagai variasi yang terjadi. Hasil
evaluasi dapat dijadikan dasar untuk merevisi CP agar menjadi lebih baik
lagi.

Isi format clinical pathway

I. Judul clinical pathway


II. Identitas pasien
1. Nama pasien
2. Jenis kelamin
3. Tanggal lahir
4. No. rekam medis
5. Diagnose masuk, tanggal masuk dan jam masuk RS
6. Penyakit utama
7. Penyakit penyerta
8. Komplikasi
9. Tindakan
10. Berat badan

9
11. Tinggi badan
12. Tanggal dan jam keluar RS
13. Lama rawat
14. Rencana rawat
15. Ruang rawat/ kelas
16. Rujukan
III. Isi clinical pathway
A. Baris
1. Asesmen awal
a) Medis
b) Keperawatan
2. Laboratorium
3. Radiologi/ imaging
4. Konsultasi
5. Asesmen lanjutan
a) medis
b) keperawatan
c) gizi
d) farmasi
6. Diagnosis
a) Medis
b) Keperawatan
c) Gizi
7. Discharge planning
8. Edukasi terintegrasi
a) Informasi medis
b) Gizi
c) Keperawatan
d) Farmasi
e) Pengisian formulir informasi dan edukasi terintegrasi
9. Terapi/ medikamentosa
a) Injeksi
b) Cairan infuse
c) Obat oral
d) Obat anastesi

10
10. Tata laksana/ intervensi
a) Medis
b) Keperawatan
c) Gizi
d) Farmasi
11. Monitoring dan evaluasi
a) Dokter DPJP
b) Keperawatan
c) Gizi
d) Farmasi
12. Mobilisasi/ rehabilitasi
a) Medis
b) Keperawatan
c) fisioterapi
13. Outcome/ hasil
a) Medis
b) Keperawatan
c) Gizi
d) farmasi
14. Kriteria pulang
15. Rencana pulang/ edukasi pelayanan lanjutan
16. Variant
B. Kolom
1. Kegiatan
2. Uraian kegiatan
3. Hari penyakit dan hari rawat (hari/jam)
4. Keterangan
IV. Penanggung jawab
1. Dokter penanggungjawab pelayanan
2. Perawat penanggung jawab
3. Pelaksana verivikasi
V. Keterangan
Arsir kotak : wajib dilaksanakan
Arsir lurus :boleh dilakukan/ boleh tidak dilakukan
(√) : checklist

11
Cara pengisian clinical pathway

1. Clinical pathway berlaku pada saat ditegakkan diagnose


2. Catatan yang ada didalam Rekam Medis dimasukkan pada formulir CP
dengan cara di checklist (√)
3. Catatan yang didalam rekam medis tetapi tidak terdapat didalam
formulir CP dicatat di dalam variant
4. Yang mengisi CP adalah pelaksana verivikasi
5. Pelaksana verivikasi adalah petugas yang diangkat bisa case manager
atau kepala ruangan
6. Apabila pasien pulang CP diberikan kepada komite mutu RS
7. Format dalam CP pada kolom kegiatan:
a) Judul CP sudah baku
b) Identitas pasien sudah baku
c) Isi CP
1) Kegiatan sudah baku
2) Uraian kegiatan: disesuaikan dengan PPK, PAK, PAG, PAKf
serta tipe dan kondisi rumah sakit
3) Hari penyakit dan hari rawat sesuai dengan PPK
4) Keterangan menguraikan uraian kegiatan bila diperlukan
5) Variant untuk kegiatan yang ada dalam rekam medic tetapi tidak
terdapat dalam format CP
6) CP ditandatangani oleh dokter penanggungjawab pelayanan,
perawat penanggungjawab dan pelaksana verivikasi.

Setiap profesi yang ada di Rumah sakit Al huda mempunyai kewajiban


dalam melaksanakan PPK dan clinical pathways. Untuk kelengkapan PPK
dan clinical pathways maka setiap tahun setiap SMF di RS Al Huda
menyusun paling tidak 5 CP dari 5 besar diagnose penyakit paling banyak
atau 10 PPK dari masing masing bidang (penyakit dalam, bedah, anak,
obgyn, saraf, dll). Setiap bulan juga akan diadakan pemantauan terhadap
PPK dan CP yang telah disepakati. Pemantauan kepatuhan dilaksanakan
oleh tim mutu, untuk selanjutnya dibuat rekomendasi dan ditindaklanjuti.

12
BAB III

PENUTUP

Panduan ini disusun untuk menjadi acuan pelaksanaan Praktek Klinis


dan penyusunan serta pemantauan clinical pathways di Rumah sakit al Huda,
apabila nanti ada kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan panduan ini
akan dilaksanakan tindakan koreksi demi tercapainya pelayanan kesehatan
yang terstandarisasi dan dengan biaya yang terjangkau.

Menyetujui, Genteng, 3 Januari 2017


Direktur RS Al Huda Ketua Komite PMKP RS Al Huda

(dr. Hj. Indiati, MMRS) (dr. Khusnul Imama)

13

Anda mungkin juga menyukai