Anda di halaman 1dari 20

Barotrauma

Barotrauma adalah trauma akibat perubahan tekanan yang mendadak sewaktu


didalam pesawat terbang atau saat menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk
membuka. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah sehingga
menimbulkan gangguan pada membran timpani dan/atau telinga tengah.

Gejala barotrauma biasanya berupa nyeri telinga berat dan rasa tertutup, yang tidak
dapat diatasi dengan tindakan perasat valsava. Keluhan selanjutnya berupa kurang dengar,
autofoni, perasaan ada air dalam telinga, dan kadang-kadang tinnitus dan vertigo.

Pemeriksaan fisik terdapat kelainan; 1. Eritema padapars flasida mulai dari yang
ringan sampai yang berat, 2. Eritema seluruh membran timpani, 3. Hematoma membran
timpani, 4. Adanya bayangan cairan di belakang membran timpani, 5. Hemotimpanum, dan 6.
Ruptur membran timpani.

Terapi biasanya cukup dengan cara konservatif saja, yaitu dengan memberikan tetes
hidung dekongestan, atau dengan melakukan perasat valsava selama tidak terdapat infeksi di
jalan nafas atas. Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah
sampai beberapa minggu, dianjurkan untuk tindakan miringotomi, dan jika perlu memasang
pipa ventilasi (Grommet)

Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah


permen karet atau melakukan perasat valsava, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun
untuk mendarat. Namun, perasat valsava tidak boleh dilakukan jika sedang menderita rinitis
karena dapat mendorong sekret masuk ke dalam tuba Eustachius. Dalam hal ini dapat dicoba
perasat Toynbee.
OTITIS MEDIA AKUT
Definisi
Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media efusi). Masing-masing
mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (OMA) dan otitis media supuratif
kronis (OMSK/OMP). Begitu pula otitis media serosa akut (barotruma/aerotitis) dan otitis media
serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik seperti otitis media tuberkulosa atau otitis
media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesive.
Otitis media akut terjadi akibat pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan tuba Eustachius
merupakan factor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba terganggu, pencegahan invasi
kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan
terjadi peradangan.
Infeksi saluran napas atas yang berulang (flu, rhinitis dan rinofaringitis), infeksi tonsil dan
adenoid, rhinosinusitis kronik, alergi hidung, tumor nasofaring atau pemasangan tampon
hidung/nasofaring pada epistaksis serta adanya celah palatum.

Epidemiologi
Otitis media merupakan masalah global, ditemukan sedikit lebih banyak pada laki-laki
daripada perempuan. Jumlah kasus spesifik per tahun sulit ditentukan karena kurangnya laporan dan
kejadian yang beragam di banyak wilayah geografis yang berbeda. Puncak insiden otitis media terjadi
antara enam dan dua belas bulan kehidupan dan menurun setelah usia lima tahun. Sekitar 80% dari
semua anak akan mengalami kasus otitis media selama masa hidupnya dan antara 80% dan 90% dari
semua anak akan menderita otitis media dengan efusi sebelum usia sekolah. Otitis media lebih jarang
terjadi pada orang dewasa daripada pada anak-anak, kecuali hal ini terjadi pada orang dewasa dengan
gangguan imun atau immunocompromised.
Di Amerika Serikat, 70% dari semua anak mengalami setidaknya satu atau lebih serangan
OMA sebelum memasuki usia 2 tahun. Sebuah studi dari Pittsburgh yang secara prospektif mengikuti
anak-anak perkotaan dan pedesaan selama 2 tahun pertama kehidupan menentukan bahwa kejadian
episode efusi telinga tengah adalah sekitar 48% pada usia 6 bulan, 79% pada usia 1 tahun, dan 91%
pada usia 2 tahun.
Puncak insiden OMA adalah pada anak usia 3-18 bulan. Beberapa bayi mengalami serangan
pertama segera setelah lahir dan dianggap rawan otitis (yaitu, berisiko untuk otitis media berulang).
Penelitian yang dilakukan di Indonesia pada 6 wilayah besar Indonesia (Bandung, Semarang,
Balikpapan, Makasar, Palembang, Denpasar) didapatkan bahwa otitis media sangat signifikan terjadi
pada anak usia sekolah. Prevalensi kejadian OMA, OME, dan Otitis media kronis secara berurutan
adalah 5/1000, 4/1000, dan 27/1000 anak.

Etiologi
Kuman utama pada OMA ialah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis. Kuman lainnya adalah Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa. Banyak kuman H. influenzae dan M. catarrhalis yang memproduksi -
lactamase.

Patomekanisme
Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas,
termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi
sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui
tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses
ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini
merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius
tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di
telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus
saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan
menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan
adhesi bakteri, sehingga mengganggu pertahanan imun pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret
dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perkembangan dapat terganggu karena
membran timpani dan tulang- tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya
yang meninggi.

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada
mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis
media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme
pembukaan tuba terganggu. Sedangkan faktor ekstraluminal seperti tumor dan hipertrofi adenoid.

Gejala Klinis berdasarkan Stadium

Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan
negatif di telinga tengah akibat absorpsi udara. Membran timpani terkadang tampak normal atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

- Gejala: ada gangguan pendengaran atau nyeri telinga ringan.


- Pemeriksaan: membran timpani terlihat keruh atau retraksi. Refleks cahaya berkurang
atau tidak terlihat.
Stadium Pre-Supurasi
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

- Gejala: nyeri telinga, terasa berdenyut-denyut. Biasanya pada anak disertai demam,
gelisah, sukar tidur yang dapat menyebabkan anak rewel.
- Pemeriksaan: tampak membran timpani pembuluh darah yang melebar atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis.

Stadium Supurasi
Stadium ini ditandai dengan edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani sehingga membran
timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka dapat terjadi iskemia hingga
nekrosis mukosa dan submukosa yang terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna
kekuningan. Pada daerah inilah dapat terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan
melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka
lubang (perforasi) tidak mudah menutup kembali. tempat ruptur.

- Gejala: nyeri telinga disertai gangguan pendengaran. Pada anak-anak mungkin


demam tinggi dan dapat disertai muntah, diare atau kejang.
- Pemeriksaan: membran timpani merah dan menonjol keluar (buldging). Akibat
tekanan pus di dalam kavum timpani terjadi iskemia, serta nekrosis mukosa dan
submucosa. Nekrosis pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang berwarna
kekuningan dan lebih lembek. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Stadium Perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur pada membran timpani dan nanah keluar dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Kondisi anak yang mulanya gelisah menjadi tenang serta suhu badan menurun dan
anak dapat tertidur nyenyak. Stadium ini dapat terjadi karena beberapa sebab seperti terlambatnya
pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi.

- Gejala: dengan keluarnya pus, tekanan di telinga tengah berkurang, nyeri hilang.
Anak yang tadinya gelisah dapat menjadi tenang, dapat tidur dengan nyenyak dan
suhu badan turun.
- Pemeriksaan: pada liang telinga didapati secret yang awalnya mukoid, mungkin
bercampur darah yang kemudian berubah menjadi mukopurulen. Setelah dibersihkan,
tampak membran timpani mengalami perforasi. Membran timpani dapat tampak
hiperemis atau sudah putih kembali. Apabila tidak diobati atau daya tahan tubuh
kurang baik, dapat berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik

Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan
kembali normal. Bila sudah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang hingga kering. Bila daya
tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif
kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret
yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Faktor Resiko
Faktor genetik, infeksi, aspek imunologi, usia dan faktor lingkungan merupakan beberapa
faktor predisposisi yang dapat memicu terjadinya OMA. Pada beberapa situasi tertentu, alergi atau
infeksi saluran nafas atas dapat menyebabkan kongesti dan pembengkakan dari mukosa nasal,
nasofaring, dan tuba Eustachius. Hal ini dapat memicu obstruksi tuba Eustachius dan membuat cairan
sekresi di telinga tengah terakumulasi. Infeksi sekunder oleh bakteri dan virus pada efusi tersebut
dapat menghasilkan supurasi dan tanda-tanda OMA. Sebuah penelitian menemukan adanya
keterkaitan yang cukup kuat antara faktor genetik sehingga dapat mengakibatkan OMA, bahkan
sering terjadi secara rekuren. Studi yang dilakukannya menunjukkan adanya keterkaitan gen
imunoresponsi TNFA, IL6, IL10, dan TLR4 dalam kecenderungan terjadinya OMA dan hal ini juga
membuat OMA terjadi secara episodik.

Selain genetik, usia juga berpengaruh terhadap factor resiko terjadinya OMA. Pada awal
perkembangan anatomi dan fisiologi tubuh manusia, mekanisme tersebut belum sepenuhnya matang
pada masa neonatus, bayi dan anak-anak. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan struktur
anatomi dari tuba Eustachius pada masa anak-anak dan orang dewasa. Pada anak-anak, tuba
Eustachius lebih pendek, lebar, dan terletak cenderung lebih horizontal jika dibandingkan tuba
Eustachius pada orang dewasa. Kondisi ini membuat inflamasi pada tuba Eustachius menjadi sangat
sering terjadi pada anak-anak. Inflamasi tersebut akan memicu gangguan fisiologis tuba Eustachius
dalam memproteksi telinga tengah sehingga kecenderungan terjadinya infeksi pada telinga tengah
meningkat. Seiring dengan perkembangan anak-anak, tuba Eustachius akan bertambah panjang dan
sempit serta lebih mengarah ke medial sehingga fisiologi tuba Eustachius akan lebih adekuat. Oleh
karena itu, secara umum insidensi OMA akan menurun seiring dengan peningkatan usia seseorang.

Selain itu, kejadian OMA juga didukung oleh gangguan sistem imun. Faktor imunologis pada
tuba Eustachius juga berperan dalam terjadinya OMA. Maturitas perkembangan sistem imun pada
anak masih sangat minimal dan sedang berkembang, termasuk dalam proses pembentukan
Immunoglobulin (Ig) di dalam tubuh. Rendahnya IgA, IgG2, dan IgG4 pada anak, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, meningkatkan kecenderungan terjadinya OMA pada anak dibandingkan
kalangan usia yang lebih tua. Hal ini juga ditemukan pada anak-anak yang mengalami kelainan
immunodefisiensi kongenital, seperti pada kasus Down Syndrome. Kondisi immunodefisiensi ini
menyebabkan OMA karena infeksi lebih rentan terjadi pada usia yang lebih muda. Hal yang berbeda
terjadi pada orang dewasa, dimana perkembangan sistem immunologis telah berkembang lebih
adekuat sehingga invasi mikroorganisme dapat diantisipasi lebih baik.
Gejala Klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada bayi dan anak
kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi),
anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba menjerit waktu tidur, kejang- kejang dan kadang anak
memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang
telinga dan suhu tubuh menurun. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa
nyeri di dalam telinga, selain suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk dan pilek
sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Bila terjadi ruptur membran
timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

Diagnosis
Diagnosis otitis media akut dapat ditegakkan dengan anamnesis untuk mendapatkan informasi
terkait gejala dan keluhan yang dirasakan pasien, seperti rasa nyeri pada telinga, demam yang disertai
riwayat infeksi saluran pernapasan atas sebelumya, gangguan pendengaran dan telinga yang terasa
penuh. Hal lain yang diperlukan adalah hasil pemeriksaan yang mengarah kepada diagnosa otitis
media akut.
Beberapa teknik pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis otitis media
akut seperti, otoskop, otoskop pneumoatik, timpanometri dan timpanosintesis. Dengan otoskop dapat
dilihat adanya membran timpani yang menggembung (bulging), perubahan warna membran timpani
menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta terdapat cairan di liang telinga. Konfirmasi
hasil pemeriksaan otoskop dapat dilakukan dengan otoskopi pneumatik. Dengan pemeriksaan ini
dapat dilihat gerakan membran timpani yang berkurang atau tidak ada sama sekali. Namun, kofirmasi
dengan otoskopi pneumatik jarang dilakukan, karena umumnya diagnosis otitis media akut cukup
ditegakkan dengan otoskop biasa.
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi penumatik dilakukan timpanometri.
Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai tulang
pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.
Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung
miringotomi dan menguur peningkatan volume liang telinga luar. Timpanometri punya sensitivitas
dan spesifitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah.

Tatalaksana Medikamentosa
Penatalaksanaan otitis media akut (OMA) disesuaikan tergantung stadium penyakit, yaitu :
Stadium oklusi

Pada stadium ini pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga
tekanan negatif di telinga tengah. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak
yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu, sumber infeksi harus diobati
dengan pemberian antibiotik apabila penyebab penyakit adalah kuman.

Stadium hiperemis

Pada stadium hiperemis diberikan terapi berupa antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika.
Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan penisilin atau ampisilin. Apabila terjadi resistensi,
maka dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga
tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan
kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap
penisilin, maka berikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang tebagi
dalam 4 dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3
dosis.

Stadium supurasi
Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan
miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan dilakukannya miringotomi akan
menghilangkan gejala-gejala klinis dengan lebih cepat dan menghindari terjadinya ruptur.
Stadium perforasi
Pada stadium perforasi sering terlihat banyak sekret yang keluar, kadang terlihat sekret keluar
secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi akan menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan
perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret tampak mengalir di
liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Pada keadaan ini, pemberian antibiotika
dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini masih berlanjut setelah 3 minggu pengobatan
maka kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Pembedahan

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase
secret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Istilah miringotomi sering dikacaukan dengan
parasentesis. Timpanosintesis sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan
sekret guna pemeriksaan mikrobiologik.
Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai
lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar
liang telinga dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan steril.

Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Dewasa ini sebahagian ahli berpendapat
miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang adekuat sudah diberikan (antibiotik yang tepat
dan dosis yang cukup).

Komplikasi
Sebelum adanya antibiotika, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi yaitu
abses sub-periosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Sekarang semua
jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Komplikasi otitis media
akut terbagi kepada komplikasi intratemporal seperti perforasi membran timpani, mastoiditis akut,
paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis. Serta komplikasi ekstratemporal seperti abses
subperiosteal, dan intracranial seperti abses otak dan tromboflebitis.
OTITIS MEDIA EFUSI

Definisi
OME adalah suatu proses pada inflamasi pada mukosa telinga tengah yang tandai
dengan adanya cairan non purulen (serous atau mukus) di dalam telinga tengah, tanpa tanda-
tanda infeksi akut. Penyakit ini mempunyai banyak sinonim antara lain glue ear, allergic
otitis media, mucoid ear, otitis media sekretoria, non suppurative otitis media dan otitis
media serosa.
Etiologi
1. Kegagalan fungsi tuba Eustachius. Disebabkan oleh:
a. Hiperplasia adenoid
b. Rhinitis kronik dan sinusitis
c. Tonsilitis kronik. pembesaran tonsil akan menyebabkan obstruksi mekanik
pada pergerakan palatum molle dan menghalangi membukanya tuba
Eustachius.
d. Tumor nasofaring yang jinak dan ganas. Kondisi ini selalu menyebabkan
timbulnya otitis media unilateral pada orang dewasa.
e. Defek palatum, misalnya celah pada palatum atau paralisis palatum.
2. Alergi
3. Otitis media yang belum sembuh sempurna
4. Infeksi virus

Patofisiologis
Dalam kondisi normal, mukosa telinga bagian dalam secara konstan mengeluarkan
sekret, yang akan dipindahkan oleh mukosiliar ke dalam nasofaring melalui tuba Eustachius.
Sebagai konsekuensi, faktor yang mempengaruhi produksi sekret yang berlebihan, klirens
sekret yang optimal, atau kedua-duanya dapat mengakibatkan pembentukan suatu cairan di
telinga tengah.
Infeksi (peradangan) yang disebabkan bakteri dan virus dapat mendorong peningkatan
produksi dan kekentalan sekret di dalam mukosa telinga tengah. Infeksi yang mengarah
kepada peradangan mukosa yang edema dapat menyebabkan obstruksi tuba Eustachius.
Kelumpuhan silia yang sementara yang disebabkan oleh eksotoksin bakteri akan menghambat
proses penyembuhan dari OME.
Ada dua mekanisme utama yang menyebabkan OME:
1. Kegagalan fungsi tuba Eustachius.
Kegagalan fungsi tuba Eustachius untuk pertukaran udara pada telinga tengah dan
juga tidak dapat mengalirkan cairan.
2. Peningkatan produksi sekret dalam telinga tengah.
Dari hasil biopsi mukosa telinga tengah pada kasus OME di dapatkan peningkatan
jumlah sel yang menghasilkan mukus atau serosa.
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran
menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel
darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di
belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 dB (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 dB (kisaran pembicaraan normal). Selain itu
telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
Saat lahir tuba Eustchius berada pada bidang paralel dengan dasar tengkorak, sekitar
10° dari bidang horisontal, dan memiliki lumen yang pendek dan sempit. Semakin bertambah
usia, terjadi perubahan bermakna, terutama saat mencapai usia 7 tahun, di mana lumen tuba
Eustchius lebih panjang dan lebar, serta ujung proksimal tuba Eustchius di nasofaring terletak
2-2.5 cm di bawah orifisium tuba Eustchius di telinga tengah atau membentuk sudut 45°
terhadap bidang horisontal telinga. Dengan struktur yang demikian, pada anak usia dibawah 7
tahun lebih mudah mengalami OME. Selain itu terdapat pula beberapa faktor resiko pada
anak, antara lain:
a. Faktor resiko anatomi: anomali kraniofasial, down syndrome, celah palatum,
hipertrofi adenoid, dan GERD.
b. Faktor resiko fungsional: cerebral palsy, down syndrome, kelainan neurologis
lainnya, dan imunodefisiensi.
c. Faktor resiko lingkungan: bottle feeding, menyandarkan botol di mulut pada posisi
tengadah (supine position), rokok pasif, status ekonomi rendah, banyaknya anak
yang dititipkan di fasilitas penitipan anak.
Terjadi penurunan yang tajam dari prevalensi terjadinya OME pada anak-anak dengan
usia diatas 7 tahun, yang menandakan meningkatnya fungsi tuba Eustachius dan matangnya
sistem imun.
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba
diluar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau penyelam, yang menyebabkan tuba
gagal untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 cmHg, maka otot yang
normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di
rongga telinga tengah, sehingga cairan keluar dari pembuluh kapiler mukosa dan kadang-
kadang disertai ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid
tercampur darah.

Diagnosis
Diagnosis OME seringkali sulit ditegakkan karana prosesnya sendiri yang kerap tidak
bergejala (asimptomatik), atau dikenal dengan silent otitis media. Dengan absennya gejala
seperti nyeri telinga, demam, ataupun telinga berair, OME sering tidak terdeteksi baik oleh
orang tuanya, guru, bahkan oleh anaknya sendiri.
1. Anamnesis (gejala klinik) meliputi:
a) Berkurangnya fungsi pendengaran. Keadaan ini sering ditemukan dan kadang-
kadang satu-satunya gejala. Onsetnya tersembunyi dan jarang melebihi 40 dB.
Ketulian bisa saja tidak terdeteksi oleh orang tua dan mungkin ditemukan
secara tidak sengaja pada saat dilakukan skrining tes audiometri.
b) Sakit pada telinga tengah. Hal ini mungkin disebabkan adanya infeksi pada
saluran pernapasan atas.
2. Pemeriksaan fisik
Lazimnya diagnosis OME dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik telinga dengan
menemukan cairan di belakang membran timpani yang normalnya translusen.
Pemeriksaan otoskopik dapat memperlihatkan:
o Membran timpani yang retraksi (tertarik ke dalam), nyeri tumpul, dan oapk
yang ditandai dengan hilangnya refleks cahaya.
o Warna membran timpani bisa merah muda cerah hingga biru gelap.
o Processus brevis malleus terlihat sangat menonjol dan processus longus
tertarik medial dari membran timpani.
o Adanya level udara-cairan (air fluid level) membuat diagnosis lebih nyata.
3. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa instrumen penunjang juga membantu menegakkan diagnosis OME, antara
lain:
o Otoskop pneumatik
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning
dan suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi
dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat
dilihat dengan pemeriksaan ini.
o Audiometri impedans (timpanometri)
Digunakan untuk mengukur perubahan impedans akustik sistem membran timpani
telinga tengah melalui perubahan tekanan udara di telinga luar.
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan
terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak.
Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam
minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan
kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik,
atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
o Pure tone Audiometry
Banyak digunakan, terutama menilai dari sisi gangguan dengar atau tuli konduktif
yang mungkin berasosiasi dengan OME. Meski teknik ini memerlukan waktu yang lama
dan membutuhkan peralatan yang mahal, tetap digunakan sebagai skrining, dimana tuli
konduktif berkisar antara derajat ringan hingga sedang.
Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
Jika OME ternyata menetap dan mulai bergejala, maka pengobatan medis mulai
diindikasikan, seperti:
1. Antihistamin atau dekongestan
2. Mukolitik
3. Antibiotik
Antibiotik yang digunakan :
- Lini pertama : Amoksisilin 500 mg p.o 7-10 hari atau jika alergi, Eritromycin
333 mg p.o 7-10 hari
- Lini kedua : Amoksisilin dan asam klavulanat 875 mg 7-10 hari atau
Sefalosporin generasi ke 3.

Skema Terapi Pada Otitis Media Serosa

4. Kortikosteroid.

B. Pembedahan
1. Myringotomy
2. Pemasangan Tuba Ventilasi (Grommet's Tube)
Miringotomi Dan Pemasangan Tuba

Prognosis
Otitis media dengan efusi biasanya hilang dengan sendirinya selama beberapa minggu
atau bulan. Pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan. OME biasanya tidak
mengancam nyawa. Kebanyakan anak tidak mengalami kerusakan pada pendengaran
jangka panjang atau kemampuan berbicara, bahkan ketika cairan menetap selama
berbulan-bulan.
Perbedaan OMA dan Otitis Media dengan Efusi

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada
OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan
gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.

Gejala dan tanda Otitis Media Otitis Media


Akut dengan Efusi
Nyeri telinga (otalgia), menarik telinga + -
(tugging)
Inflamasi akut, demam + -
Efusi telinga tengah + +
Membran timpani membengkak +/- -
(bulging), rasa penuh di telinga
Gerakan membran timpani berkurang + +
atau tidak ada
Warna membran timpani abnormal + +
seperti menjadi putih, kuning, dan biru
Gangguan pendengaran + +
Otore purulen akut + -
Kemerahan membran timpani, erythema + -
OMSK

Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis rongga telinga tengah yang
ditandai dengan adanya perforasi permanen pada membran timpani, keluarnya cairan dari
telinga tengah yang terus menerus dan hilang timbul. Faktor yang menyebabkan otitis media
menjadi kronis adalah terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan
tubuh pasien yang rendah, dan higiene yang buruk.

Otitis media akut yang menimbulkan perforasi sentral yang besar dapat menyebabkan
infeksi telinga tengah yang mudah terjadi karena telinga tengah terhubung dengan dunia luar.
Kekambuhan juga dapat terjadi karena infeksi dari hidung, sinus, tonsil, dan adenoid.
Hipertrofi tonsil Tonsilitis akut Tonsilitis kronik
Tonsil akan membesar pada Inflamasi atau peradangan Infeksi bakteri yang tidak
infeksi aktif atau akut, akut pada tonsil yang diobati atau yang tidak
kemudian akan mengecil disebabkan oleh kuman duntas diobati dapat
kembali setelah infeksi dan virus. menyebabkan kuman
reda, namun jika infeksi masih tetap bertahan
sering berulang, tonsil akan hidup didalam kripta
tetap membesar sehingga tonsil dan dapat
bisa sampai bertemu di menyebabkan radang
garis tengah dan menutup kronis.
orofaring.
Etiologi Infeksi akut yang berulang Tonsilitis viral : virus Faktor predisposisi
Epstein Barr, virus timbulnya tonsilitis
Coxsackie kronik adalah
Tonsilitis bakterial : rangsangan yang
kuman grup A menahun dari
Streptokokus, β rokok, beberapa jenis
hemolitikus yang makanan, hygiene mulut
dikenal sebagai strep yang buruk, pengaruh
throat, pneumokokus, cuaca, kelelahan
Streptokokus viridan, fisk dan pengobatan
Streptokokus piogenes. tonslitis akut yang tidak
adekuat. Radang pada
tonsil dapat
disebabkan kuman Grup
A Streptococcus beta
hemolitikus,
Pneumococcus,
Streptococcus viridans
dan Streptococcus
pyogenes.
Gejala Dapat berupa gangguan Tonsilitis viral Tonsilitis kronis
menelan dan gangguan Gejala tonsilitis viral lebih hipertrofikans
pernafasan. Besarnya tonsil menyerupai common cold Yaitu ditandai
akan terlihat ketika anak yang disertai rasa nyeri pembesaran tonsil
membuka mulut, atau tenggorok. Jika terjadi dengan hipertrofi dan
dengan bantuan spatula infeksi virus pembentukan jaringan
untuk menekan lidah. coxsackie, maka pada parut.
Tonsil dikatakan membesar pemeriksaan rongga mulut Kripta mengalami
apabila kedua tonsil sudah akan tampak luka-luka stenosis, dapat disertai
bertemu di garis tengah, kecil pada dengan eksudat,
dan hanya ada celah sempit palatum dan tonsil yang seringnya purulen keluar
diantara kedua tonsil. sangat nyeri dirasakan dari kripta tersebut.
Pembesaran tonsil palatina pasien. Tonsilitis kronis
sering bersamaan dengan Tonsilitis bakterial atrofikans
pembesaran adenoid. Infiltrasi bakteri pada Yaitu ditandai dengan
lapisan epitel jaringan tonsil yang kecil (atrofi),
tonsil akan menimbulkan di sekelilingnya
reaksi radang berupa hiperemis dan pada
keluarnya leukosit kriptanya dapat keluar
polimorfonuklear sehingga sejumlah kecil sekret
terbentuk purulen yang tipis.
detritus. Detritus ini Gejala yang timbul pada
merupakan kumpulan tonsillitis kronis adalah
leukosit, bakteri yang mati rasa yang mengganjal di
dan epitel yang tenggorokan,
terlepas. Bercak detritus tenggorokan dirasa
ini juga dapat melebar kering, napas berbau,
sehingga terbentuk obstructive sleep apneu,
semacam sampai
membran semu disfagia. Pada
(pseudomembrane) yang pemeriksaan tampak
menutupi tonsil. tonsil sudah tidak licin
Masa inkubasi 204 hari. lagi, berbenjol-benjol,
Gejala dan tanda yang kripta
sering ditemukan adalah melebar, beberapa kripta
nyeri terisi oleh detritus,
tenggorok dan nyeri waktu terkadang tonsil tampak
menelan, demam dengan gepeng dan lengket.
suhu tubuh yang tinggi,
rasa
lesu, rasa nyeri di sendi-
sendi, tidak nafsu makan
dan rasa nyeri di telinga
(otalgia).
Rasa nyeri di telinga ini
karena nyeri alih melalui
saraf n. glossofaringeus
(N. IX).
Terapi Perlu dilakukan operasi Perlu istirahat yang cukup, Terapi ditujukan untuk
tonsilektomi apabila sudah makan makanan lunak, higiene mulut dengan
terjadi gangguan pernafasan dan minum yang banyak. cara berkumur obat
atau kesulitan menelan. Pemberian antibiotik yaitu kumur yang mengandung
Bila ada juga hipertrofi golongan penisilin. Pada antiseptik. Bila
adenoid, dilakukan pasien dengan alergi eksaserbasi akut terjadi
tonsiloadenoidektomi. penisilin diberikan lebih dari 4 kali dalam
golongan makrolid atau setahun, mungkin perlu
sefalosporin. Antibiotik dilakukan tonsilektomi
diberikan 7-14 hari untuk
supportif, dapat diberikan
analgetik-antipiretik,
dibantu dengan kumur
tenggorok yang
mengandung antiseptik.
Komplikasi Karena biasanya Komplikasi bisa berupa Tonsilitis kromis dapat
pembesaran tonsil palatina abses peritonsil, atau bila menyebabkan komplikasi
sering bersamaan dengan disebabkan oleh ke daerah sekitar berupa
pembesaran adenoid maka streptokokus beta faringitis kronik, rinitis
pada penderita ini sering hemolitikus grup A dapat kronik, sinusitis kronik,
juga menderita faringitis, dihasilkan endotoksin atau otitis media.
sinusitis, dan bronkitis. yang masuk kedalam Komplikasi jauh bisa
Apabila sampai terjadi aliran darah dan terjadi secara hematogen
sumbatan tuba dapat terjadi menyebabkan kelainan atau limfogen, yang
otitis media akut berulang, organ yang jauh, berupa: dapat menyebabkan
otitis media supurasi, atau endokarditis, atritis, atau atritis, miositis, nefritis,
otitis media supuratif glomrulonefritis. uveitis, endokarditis,
kronik. atau dermatitis.

Anda mungkin juga menyukai