Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KOMUNITAS


PUSKESMAS JATILAWANG

Target Capaian Imunisasi Desa Tinggarjaya


Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas

Disusun Oleh :
Kelompok II

• Nur Azizah Hafaz 1713020001


• Nila Munaya 1713020003
• Mukhammad Arifin 1713020013
• Fachri Mubarok 1713020037
• Faradilla Nur Muliana 1713020048

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PERIODE 5 NOVEMBER 2018-12 JANUARI 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

Target Capaian Imunisasi Desa Tinggarjaya


Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Komunitas
Program Profesi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Disusun Oleh :
Kelompok II

• Nur Azizah Hafaz 1713020001


• Nila Munaya 1713020003
• Mukhammad Arifin 1713020013
• Fachri Mubarok 1713020037
• Faradilla Nur Muliana 1713020048

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Hari, tanggal: Selasa, 18 Desember 2018
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,

dr. Gayut Baluwarti Pradani

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................3
I. PENDAHULUAN...........................................................................................5
A.Latar Belakang..............................................................................................5
B.Tujuan...........................................................................................................6
C.Manfaat.........................................................................................................6
II. PROFIL PUSKESMAS..................................................................................5
A.Visi Misi Puskesmas.....................................................................................7
B.Misi Puskesmas.............................................................................................7
C.Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerja..........................8
D.Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat................................15
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH...17
IV. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................17
A.Definisi Tuberkulosis..................................................................................17
B.Etiologi Tuberkulosis..................................................................................17
C.Epidemiologi Tuberkulosis.........................................................................19
D.Faktor Risiko Tuberkulosis.........................................................................20
E. Patofisiologi Tuberkulosis...........................................................................20
F.Manifestasi Klinis Tuberkulosis..................................................................23
G.Penegakan Diagnosis Tuberkulosis.............................................................24
H.Tata Laksana Tuberkulosis..........................................................................24
I. Komplikasi Tuberkulosis............................................................................30
J. Prognosis Tuberkulosis...............................................................................30
V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN..............................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40

BAB I
3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation
(WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap tahunnya
dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal dari negara
berkembang salah satunya Indonesia. Menurut World Health Organization sejak tahun 2010
hingga Maret 2011, di Indonesia tercatat 430.000 penderita TB paru dengan korban
meninggal sejumlah 61.000. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kejadian tahun 2009 yang
mencapai 528.063 penderita TB paru dengan 91.369 orang meninggal6.
Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan
jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah
sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000
kasus baru dan kematian 101.000 orang setiap tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di
Indonesia yang ditandai dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah
110 per 100.000 penduduk 5.
Di Jawa Tengah angka penemuan penderita TB paru dengan BTA positif tahun 2005
sebanyak 14.227 penderita, dengan rata-rata kasus atau case detection rate (CDR) sebesar
40,09% meningkat menjadi 17.318 penderita dengan CDR 49,82% tahun 2006. Berdasarkan
data terbaru di provinsi Jawa Tengah sebesar 107/100.000 penduduk yang terdeteksi atau
case detection rate (CDR) per kabupaten capaiannya dibawah rata-rata sebanyak 18
Kabupaten dengan angka terendah berada di Kabupaten Boyolali6.

4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan capaian imunisasi pada Desa Tinggarjaya Kecamatan
Jatilawang Kabupaten Banyumas
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui permasalahan capaian imunisasi
b. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang dimiliki Puskesmas
Jatilawang dalam capaian imunisasi.
c. Mencari pemecahan masalah melalui berbagai strategi yang dapat diterapkan di
Puskesmas Jatilawang.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan ilmu pengetahuan mengenai imunisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai salah satu pertimbangan pemecahan masalah dalam Capaian Imunisasi.
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Mengetahui permasalahan capaian imunisasi khususnya di Puskesmas Jatilawang,
sebagai gambaran secara global permasalahan capaian imunisasi.

5
BAB II
PROFIL PUSKESMAS

A. Visi Puskesmas
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 2 Tahun 2001 tentang
Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2006,
bahwa pembangunan di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial diarahkan pada masih
rendahnya derajat kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat Kabupaten Banyumas.
Visi Kabupaten Banyumas yang tertera dalam Instruksi Bupati Banyumas Nomor
9 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Banyumas yaitu “KABUPATEN BANYUMAS MAMPU
MEWUJUDKAN MASYARAKAT YANG SEJAHTERA, TERPENUHI PELAYANAN
DASAR SECARA ADIL DAN TRANSPARAN YANG DIDUKUNG DENGAN
PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN APARAT YANG BERSIH DENGAN TETAP
MEMPERTAHANKAN BUDAYA BANYUMAS”. Sedangkan VISI dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Banyumas adalah “BANYUMAS SEHAT 2010”.
Visi Puskesmas Jatilawang yang ditetapkan sejak tahun 2002 adalah
“PELAYANAN KESEHATAN DASAR PARIPURNA MENUJU MASYARAKAT
SEHAT MANDIRI”.

B. Misi Puskesmas
Untuk mewujudkan VISI tersebut, maka ditetapkan MISI yang diharapkan
mampu mempercepat cita-cita tersebut. Adapun MISI yang dimaksud adalah:
1. MENDORONG KEMANDIRIAN MASYARAKAT UNTUK HIDUP SEHAT
2. MENINGKATKAN KINERJA DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
3. MENINGKATKAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA MANUSIA
4. MENINGKATKAN KERJASAMA LINTAS PROGRAM DAN LINTAS SEKTORAL
5. MENINGKATKAN TERTIB ADMINISTRASI DAN KEUANGAN.

6
C. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerjanya
1. Keadaan Geografis
Kecamatan Jatilawang merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten
Banyumas yang memiliki luas wilayah sekitar 4.815,92 Ha/ 48,16 km 2 dan berada pada
ketinggian 21 m dari permukaan laut dengan curah hujan 2.650 mm/tahun. Kecamatan
Jatilawang memiliki batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah utara : Kecamatan Purwojati


b. Sebelah selatan : Kabupaten Cilacap
c. Sebelah timur : Kecamatan Rawalo
d. Sebelah barat : Kecamatan Wangon

Gambar 2.1. Denah Wilayah Puskesmas Jatilawang

7
Kecamatan Jatilawang terdiri atas 11 desa, 33 dusun, 56 RW dan 350 RT. Desa
terluas adalah Desa Gunungwetan yaitu 718,44 Ha, sedangkan desa tersempit adalah
Desa Karanganyar dengan luas 205 Ha. Bila dilihat dari jaraknya maka desa
Gunungwetan merupakan desa terjauh dengan jarak 5 km dari pusat kota Jatilawang dan
Desa Tunjung adalah desa terdekat dengan jarak 0,15 km. Sebagian besar tanah pada
Kecamatan Jatilawang dimanfaatkan sebagai tanah sawah dengan rincian:

a. Tanah sawah : 1.637 Ha


b. Tanah pekarangan : 591.02 Ha
c. Tanah kebun : 1.565 Ha
d. Kolam : 9 Ha
e. Hutan negara : 433 Ha
f. Perkebunan rakyat : 142 Ha
g. Lain-lain : 245,17 Ha

2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Jatilawang pada tahun 2017 adalah 72.485 jiwa
yang terdiri dari laki-laki32.602 jiwa (44,98%) dan perempuan sebanyak 39.883 jiwa
(55,02%) dengan jumlah rumah tangga 16.492. Jumlah penduduk terbanyak yaitu di
desa Tinggarjaya sebesar 11.476 jiwa atau sebesar 15,83% dari keseluruhan jumlah
penduduk Kecamatan Jatilawang. Desa Margasana merupakan desa dengan jumlah
penduduk terkecil yaitu 2.278 atau hanya sebesar 3,14% dari keseluruhan jumlah
penduduk.

b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur


Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Jatilawang dibagi
menjadi 16 kelompok umur dengan variasi yang tidak begitu besar. Penduduk
terbanyak ada pada kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebesar 6.995 jiwa atau 9,65%
dan sebagian besar penduduk berada pada usia produktif. Berikut rincian jumlah
penduduk menurut golongan umur:

8
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan
Jatilawang tahun 2017

Kelompok Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

0–4 2.989 2.974 5.963


5–9 2.974 2.925 5.899
10 – 14 3.097 3.091 6.188
15 – 19 3.396 3.199 6.406
20 – 24 2.111 3.599 6.995
25 – 29 2.001 2.021 4.132
30 – 34 2.126 2.024 4.025
35 – 39 2.593 2.094 4.220
40 – 44 2.231 2.145 4.738
45 – 49 2.146 2.304 4.535
50 – 54 2.401 2.165 4.311
55 – 59 2.401 2.208 4.609
60 – 64 1.347 1.496 2.843
65 – 69 1.569 1.569 3.136
70 – 74 1.224 1.224 2.426
> 75 1.040 1.040 2.059

Jumlah 36.407 35.038 72.485

Sumber : Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2017

c. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Kecamatan Jatilawang pada tahun 2017 yaitu sebesar
1.506,34 jiwa/km2. Desa terpadat adalah Desa Tinggarjaya sebesar 2.002,79
jiwa/km2, sedangkan Desa Karanglewas merupakan desa dengan kepadatan
penduduk terendah yaitu 591,44 jiwa/km2.

3. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya


9
a. Agama
Sebagian besar masyarakat Jatilawang adalah pemeluk agama Islam yaitu
sebesar 70.497 orang (99,50%), sedangkan lainnya adalah pemeluk agama Katolik,
Protestan, Budha, dan Hindu.

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk menurut Agama di Kecamatan Jatilawang Tahun 2017

No. Agama Jumlah Pemeluk Persentase (%)

1 Islam 72.127 99,50%


2 Kristen Protestan 155 0,21%
3 Kristen Katolik 196 0,27%
4 Budha 4 0,005%
5 Hindu 2 0,002%

Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2017

b. Mata pencaharian penduduk


Mata pencaharian penduduk usia 15 tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan di
Kecamatan Jatilawang Tahun 2017 adalah pertanian dengan jumlah 17.153,
pertambangan dan penggalian 518, industry 4.585, listrik, gas, dan air 575, kontruksi
3.076, perdagangan 9.937, angkutan dan komunikasi 2.251, lembaga keuangan 338,
serta jasa-jasa 5.071.
c. Tingkat pendidikan penduduk
Data pendidikan penduduk berdasarkan data tahun 2017, pendidikan
penduduk di kecamatan Jatilawang terbanyak adalah tamat Sekolah Dasar (SD).
Rincian data pendidikan penduduk adalah sebagai berikut:

10
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Kecamatan Jatilawang
Tahun 2017

No Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk

1 Tidak/Belum tamat SD 14.937


2 SD/MI 23.473
3 SLTP/MTS 7.051
4 SLTA/MA 7.952
5 Akademi/Universitas 664

Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2017

4. Program Kesehatan Puskesmas Jatilawang


a. Program Kerja
Program kerja yang dilaksanakan di Puskesmas Jatilawang pada tahun 2017
meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) essensial
a) Pelayanan promosi kesehatan termasuk UKS
b) Pelayanan kesehatan lingkungan
c) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM
d) Pelayanan gizi yang bersifat UKM
e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
f) Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
2) Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) pengembangan
a) Pelayanan kesehatan lansia
3) Pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
a) Pelayanan pemeriksaan umum
b) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
c) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
d) Pelayanan gawat darurat
e) Pelayanan gizi yang bersifat UKP
f) Pelayanan persalinan
g) Pelayanan rawat inap
b. Sumber daya puskesmas
1) Sarana dan prasarana
a) Puskesmas pembantu : 2 buah
b) PKD : 19 buah
c) Posyandu : 95 buah
2) Sumber dana
a) Dana dari pemerintah daerah : APBD I dan II
b) Bantuan operasional kesehatan : BOK
11
c. Ketenagaan
Jumlah tenaga kesehatan pada Puskesmas Jatilawang pada tahun 2017
berjumlah 68 orang dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2.4 Jenis Ketenagaan di Puskesmas Jatilawang Tahun 2017

No Jenis Ketenagaan Jumlah (orang)

I Puskesmas Induk
1 Kepala Puskesmas 1
2 Kasubag TU 1
3 Dokter 3
4 Dokter gigi 1
5 Ahli gizi 1
6 Petugas Promkes 1
7 Apoteker 1
8 Asisten Apoteker 1
9 Perawat 13
10 Perawat Gigi 1
11 Bidan 5
12 Petugas Kesehatan 2
Lingkungan
13 Analis Kesehatan 1
14 Pranata Lab 1
15 Pengadministrasi Umum 11
16 Pengadministrasi 1
Keuangan/Akuntan
17 Tenaga Kebersihan 2
18 Tenaga Pengemudi 2
II Puskesmas Pembantu
1 Bidan 2
12
2 Perawat 0
3 Tenaga Administrasi 0
III Bidan di Desa
1 Bidan Desa 17

Sumber :Profil Puskesmas Jatilawang 2017

13
D. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat

Permasalahan kesehatan yang ada di kecamatan Jatilawang dapat dilihat dari


terpenuhi atau tidaknya target dari setiap program yang mengacu pada Indikator Indonesia
Sehat (IIS) tahun 2010.
1. Angka kematian (mortalitas)
Angka kematian bayi baru lahir berdasarkan laporan kegiatan program KIA
selama tahun 2017 tercatat 2 kematian bayi dari 1.158 kelahiran hidup. Apabila
dibandingkan dengan IIS tahun 2010 (40 per 1000 kelahiran hidup) terhitung masih
rendah. Angka kematian ibu maternal atau melahirkan pada tahun 2017 terdapat 1
kematian ibu hamil, namun tidak ditemukan kematian ibu bersalin ataupun kematian ibu
nifas. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 86,65 per 100.000 kelahiran hidup. Apabila
dibandingkan dengan IIS tahun 2010 (AKI 150 per 100.000 kelahira hidup) maka AKI di
kecamatan Jatilawang di bawah IIS.
2. Angka Kesakitan (morbiditas)
Angka kesakitan pada penyakit tidak menular yang diamati dan dicatat selama
tahun 2017 terdiri dari hipertensi (2.633 kasus), kanker serviks (0 kasus), kanker
payudara (0 kasus), Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (287 kasus),
Acute Myocard Infark (AMI) (0 kasus), decompensatio cordis (7 kasus), stroke non
haemorrhagic (476 kasus), PPOK (58 kasus), dan asma bronkial (59 kasus).
3. Status Gizi Bayi dan Balita
Pada tahun 2017 berdasarkan hasil kegiatan program gizi, tercatat 43 bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR) dari 1.105 bayi lahir hidup atau sebesar 3,9%. Desa
dengan BBLR tertinggi adalah Desa Bantar (8 bayi), Desa Kedungwringin (7 bayi), dan
Desa Pekuncen (7 bayi) dari seluruh bayi BBLR di Kecamatan Jatilawang. Selama tahun
2017 tercatat 4.416 balita dan yang ditimbang sebanyak 3.602 balita atau sebesar 81,6%
maka sudah melebihi target IIS tahun 2010 sebesar 80%. Balita bawah garis merah
(BGM) ditemukan sebanyak 35 balita atau sebesar 1% dari seluruh balita yang
ditimbang, berarti sudah di bawah target IIS tahun 2010 yaitu <15%.
4. Kesehatan Lingkungan
Berdasarkan hasil kegiatan pendataan sanitasi dasar tahun 2017 tercatat jmlah
rumah sehati di Kecamatan Jatilawang sebanyak 15.602 atau sebesar 89,73% dari 17.388
14
rumah yang diperiksa. Angka ini sudah melampaui target IIS tahun 2010 sebesar 65%
untuk kategori rumah sehat pedesaan. Jamban sehat pada Kecataman Jatilawang tahun
2017 sudah mencapai 91,22%.
5. Posyandu
Kecamatan Jatilawang terdapat 104 posyandu yang terdiri dari:
b. Posyandu pratama 14,4% (15 buah)
c. Posyandu madya 12,50% (13 buah)
d. Posyandu purnama 43,27% (45 buah)
e. Posyandu mandiri 29,81% (31 buah)
Angka posyandu aktif (posyandu strata purnama dan mandiri) Kecamatan Jatilawang
sebesar 73,08%. Hal ini berarti sudah di atas target IIS tahun 2010 di mana persentase
posyandu purnama dan mandiri 40%.
Pencapaian cakupan yang belum sesuai dengan Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun
2010, antara lain sebagai berikut:
1. Peserta KB aktif
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) pada tahun 2017 tercatat 9.949 peserta KB
aktif dari 12.840 pasangan usia subur atau sebesar 77,5%. Apabila dibandingkan dengan
target IIS tahun 2010 sebesar 80% maka angka peserta KB aktif belum memenuhi target.
2. Pelayanan kesehatan usila (>60 tahun)
3. Murid SD/MI mendapat perawatan (UKGS)
4. TPM Sehat

15
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Data Capaian Sasaran TB tahun 2017 dan 2018

No Tahun Rata-rata capaian

1 2017 106.3 %

2 2018 52.3%

Data di atas dibuat bedasarkan temuan kasus TB BTA positif pada setiap bulannya
(diambil sebanyak 11 bulan) kemudian diprosentase menggunakan penyebut (target
setiap bulannya) dan pembilang (temuan kasus setiap bulannya), selanjutnya presentase
di rata-rata. Didapatkan bahwa cakupan temuan kasus TB BTA positif yang tercapai pada
tahun 2017 sebanyak 106.3% sedangkan pada tahun 2018 hanya sebesar 52.3%.

B. Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik criteria matriks :


Tabel Martikulasi Masalah

No Daftar Masalah I T R Jumlah


IxTxR
P S SB Mn Mo Ma
1 Tidak terdapatnya 3 2 3 4 1 4 4 288
ruangan khusus
pengeluaran dahak
2 Kurangnya 5 4 4 4 5 4 4 728
Pelacakan dan
Penemuan kasus
baru TB BTA Positif
3 Terbatasnya waktu 2 3 2 1 3 2 2 49
dalam anamnesis
4 Kurangnya SDM 4 4 4 3 4 4 3 528
(Kader)
5 Kurangnya 4 3 3 2 2 3 2 140
pengetahuan
masyarakat mengenai
TB
6 Penyakit TB yang 3 3 4 1 2 1 1 40
dianggap tabu
7 Alat diagnostik yang 2 2 1 3 2 2 1 75
16
terbatas

Keterangan :

I : Importancy(pentingnyamasalah)

P : Prevalance(besarnyamasalah)

S : Severity (akibat yang ditimbulkanolehmasalah)

SB :Social Benefit (keuntungan social karenaselesainyamasalah)

T :Technology (teknologi yang tersedia)

R :Resource(sumberdaya yang tersedia)

Mn : Man (tenaga yang tersedia)

Mo : Money (Sarana yang tersedia)

Ma : Material (Ketersediaansarana)

Kriteria penilaian :

1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting

17
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis

1. Definisi
a. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan1.
b. Pengertian Vaksin
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup
tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin
mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang
apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara
aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.
2. Dasar- Dasar Imunisasi
Manusia dalam kehidupannya tidak akan luput dari paparan berbagai penyakit.
Agen-agen infeksi dan hal-hal yang dapat membahayakan kehidupan, banyak sekali
tersebar dalam lingkungan hidup manusia. Dalam sejarah, sejak berabad-abad yang
lalu, manusia telah berusaha menimbulkan kekebalan tubuhnya terhadap penyakit atau
ancaman dari luar, contohnya di Abad ke 7, orang India mencoba meminum bisa ular
supaya tubuhnya kebal terhadap gigitan ular. Upaya yang lebih ilmiah dimulai oleh
Edward Jenner,dengan mengembangkan vaksin cacar pada tahun 1877. Jenner
mengembangkan vaksin cacar atau smallpox dari bahan cacar sapi atau cowpox
berdasar penelitiannya. Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan
sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen
infeksi. Mekanisme pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu
pertahanan non spesifik dan spesifik yang saling bekerja sama.
Pertahanan non spesifik diantaranya adalah kulit dan membran mukosa, selsel
fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Pertahanan
non spesifik berperan sebagai garis pertahanan pertama. Semua pertahanan ini
merupakan bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak
adanya dipengaruhi secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya.

18
Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan
sistem imunitas seluler oleh sel T. Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat,
yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali karena telah
terjadi pemaparan terhadap mikroba atau determinan antigenik tersebut sebelumnya.
Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat agen
infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari. Hal
inilah yang menjadi dasar imunisasi 2.
Bila ada antigen masuk tubuh, maka tubuh akan berusaha menolaknya dengan
membuat zat anti. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen, berlangsung lambat dan
lemah, sehingga tidak cukup banyak antibody terbentuk. Pada reaksi atau respon
kedua, ketiga dan selanjutnya tubuh sudah mengenal antigen jenis tersebut. Tubuh
sudah pandai membuat zat anti, sehingga dalam waktu singkat akan dibentuk zat anti
yang lebih banyak. Setelah beberapa lama, jumlah zat anti dalam tubuh akan
berkurang. Untuk mempertahankan agar tubuh tetap kebal, perlu diberikan antigen/
suntikan/imunisasi ulang sebagai rangsangan tubuh untuk membuat zat anti kembali
(Markum, 1997) Saat ini banyak penyakit telah dapat dicegah dengan imunisasi.
Misalnya vaksin Baccillus Calmete-Guerin (BCG) untuk mencegah penyakit
tuberculosis, Toksoid Diphteri untuk mencegah penyakit difteri, Vaksin pertusis untuk
mencegah penyakit pertusis, toksoid tetanus untuk mencegah penyakit tetanus, vaksin
hemophilus influenza untuk mencegah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh
kuman haemophyllus influenza, dll. Bahkan saat ini sedang dikembangkan pembuatan
vaksin demam berdarah, Human immunodeficiency virus/Acquired immune
deficiency syndrome (HIV/AIDS), dan penyakit infeksi lain yang banyak
menimbulkan kerugian baik bagi individu, masyarakat maupun negara. Pada dasarnya
vaksin dibuat dari2:
1. Kuman yang telah dilemahkan/ dimatikan
Contoh yang dimatikan : Vaksin polio salk, vaksin batuk rejan
Contoh yang dilemahkan : vaksin BCG, vaksin polio sabin, vaksin campak
2. Zat racun (toksin) yang telah dilemahkan (toksoid)
Contoh : toksoid tetanus, toksoid diphteri
3. Bagian kuman tertentu/ komponen kuman yang biasanya berupa protein khusus
Contoh : vaksin hepatitis B

19
3. Patofisiologi
a. Tuberkuosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3) Menyebar dengan cara :
a) Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,

20
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan :
i. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
ii. Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

b. Tuberkulosis Post-primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer
mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis
inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi
sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang
pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1) Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
2) Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar.

21
Skema 1. Patofisiologi TB.

4. Faktor Risiko

Skema 2. Faktor Risiko TB.

22
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.
1) Gejala Sistemik/Umum
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
 Penurunan nafsu makan dan berat badan
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah

2) Gejala Khusus
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50%
anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan
23
penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

b. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dahak mikroskopik langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
1) S(sewaktu):dahak ditampung pada saat terduga pasienTB datang
berkunjung pertama kalike fasyankes. Pada saat pulang,terdugapasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampungdahak pagi pada hari
kedua.
2) P(Pagi):dahak ditampungdi rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
fasyankes.
3) S(sewaktu):dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis (M.tb)
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
misalnya:
1) Pasien TB ekstra paru.
2) Pasien TB anak.
3) Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau
mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat
yang direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan
untuk memanfaatkan tes cepat tersebut
c. Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb
terhadap OAT.
Untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut
harusdilakukan oleh laboratorium yang telah tersertifikasi atau lulus uji
pemantapan mutu/Quality Assurance(QA). Hal ini dimaksudkan untuk
24
memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi OAT dan
pengambilan keputusan paduan pengobatan pasien dengan resistan
obat.Untuk memperluas akses terhadap penemuan pasien TB dengan
resistensi OAT, Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert
ke fasilitas kesehatan (laboratorium dan RS) diseluruh provinsi.

6. Jenis Diagnosis TB
a. TB paru
1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

b. TB Ekstra Paru
1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
2) Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan
atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena
b. Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA)
1) TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif.
2) TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran
klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB
positif.
3) TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang
terkena.
c. Diagnosis TB pada Anak

25
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan
merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka
diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor IDAI
telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan
sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda
klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program
nasional pengendalian tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.

26
Tabel. Skoring diagnosis TB anak berdasarkan gejala dan pemeriksaan penunjang

Catatan :

1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.


2. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk
kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
3. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien
dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
4. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).-->
lampirkan tabel berat badan.
5. Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari
setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi
lebih lanjut.

27
A. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Tabel Pengelompokan OAT

1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
· Pasien baru TB paru BTA positif.
· Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
· Pasien TB ekstra paru

28
Tabel : Jenis, Sifat Dan Dosis OAT Lini Pertama

Tabel : Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Tabel Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:

· Pasien kambuh
· Pasien gagal
· Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

29
Tabel Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Tabel 3.7 Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Catatan:

· Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk


streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
· Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
· Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
·
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

30
Tabel : Dosis KDT untuk Sisipan

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida


(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan
kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh
lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua.

31
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang ditularkan oleh bakteri M. Tuberculosis.


Tb merupakan penyakit yang mudah sekali menular. Di Indoneisa program strategi
nasional pengendalian TB sudah dimulai sejak tahun 1995 hingga saat ini sudah masu ke
tahap konsolidasi dan implementasi inovasi dalam strategi DOTS. Visi program stop TB
diantaranya adalah menjaminyya akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif dan
kesembuhan pasien TB, penghentian penularan TB, mengurangi ketidakadilan dalam
beban social ekonomi , dna mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif
TB. Target yang ditetapkan Stop Tb adalag pada tahun 2015 beban global penyakit TB
(prevalensi dan mortalitas) akan relative berkurang hingga 50% dan pada tahun 2050 TB
bukan lagi masalah kesehatan masyarakat global.
Sasaran strategi nasional pengendalian TB ini mengacu pada rencana strategis
kementerian kesehatan dari 2010 sampai dengan tahun 2014 yaitu menurunkan prevalensi
TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk. Sasaran keluaran
adalah: (1) meningkatkan persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan
dari 73% menjadi 90%; (2) meningkatkan persentase keberhasilan pengobatan kasus baru
TB paru (BTA positif) mencapai 88%; (3) meningkatkan persentase provinsi dengan
CDR di atas 70% mencapai 50%; (4). Tugas fasilitas pelayanan kesehatan guna
membantu program TB ini adalah diantaranya adalah :
a. Penjaringan suspek dan deteksi kasus TB
b. Rujukan pasien
c. Kegiatan diagnostic
d. Pengobatan pasien
e. Pemantauan pengobatan
f. Pelacakan kasus meningkat
g. Penyuluhan masyarakat dan dukungan bagi pasien.

32
Pada puskesmas jatilawang presentasi kasus baru TB paru (BTA positif) yang
dicapai pada tahun 2017 adalah sebanyak 106,3%, sedangkan untuk tahun ini hanya
mencapai 52,3%. Di bawah ini analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat
(SWOT) yang dimiliki Puskesmas Jatilawang.
A. Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT)
Analisis penyebab masalah dilakukan berdasarkan pendekatan sistem
(input-process-output), kemudian dilihat apakah output mencapai target indikator
atau tidak. Apabila program kegiatan tidak mencapai target indikator, penyebab
masalah tersebut dapat kita analisis dari input dan proses kegiatan.
1. Strength
a. Jenis tenaga medis yang memadai
Pada puskesmas jatilawang terdapat tenaga medis yang cukup
memadai seperti dokter umum, dokter gigi, perawat, farmasi, ahli gizi,
sanitasi, tenaga promosi kesehatan. Sehingga dapat menunjang
terlaksananya program strategi nasional pengendalian TB dengan
kerjasama lintas sektor yang baik.
b. Metode DOTS telah diterapkan
Pada puskemas Jatilawang alur pelaksanaan DOTS sudah
terencana dengan jelas. Dimana sudah terdapat petugas PMO, pencatatan
dan alur pengobatan sudah jelas.
c. Program kesehatan menunjang
Terdapat berbagai macam program promosi kesehatan di PKM
Jatilawang seperti penyuluhan mengenai gizi, PHBS dll yang secara tidak
langsung ikut menunjang berjalannya program pengendalian TB.
d. Proses rujukan cepat dan tepat
Salah satu tugas PKM guna menunnjang program pengendalian Tb
adalah dengan terlaksananya proses rujukan secara baik sehingga proses
diagnosis dan pengobatan TB dapat terlaksana dengan tepat waktu. Pada
PKM Jatilawang rujukan untuk diagnosis dan pengobatan TB berjalan
sangat mudan dan lancar.
2. Weakness
a. Kurangnya Sumber Daya Manusia
Dalam pelaksanaan program DOTS diperlukan SDM yang cukup
guna kelancaran program. Program Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) itu sendiri merupakan pengawasan langsung
menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat
33
(PMO). Perlunya peran tenaga kesehatan untuk memotivasi, dan
mengawasi penderita TB agar rutin meminum obat. Terutama pada pasien
yang enggan mengambil obat di PKM, peran kader kesehatan sangatlah
penting. Kader kesehatan memilki lokasi lebih dekat dan ikatan
kepercayaan dengan masyarakat tinggi sehingga dapat membantu
memotivasi masyarakat penderita TB. Pada puskesmas Jatilwang, kader
kesehatan TB belum ada pada setiap desa sehingga menyulitkan dalam
monitoring, evaluasi pengobatan dan surveilans penderita TB belum dapat
terealisasikan secara baik.
b. Kurangnya Pengetahuan Masyarakat mengenai TB
Mayoritas masyarakat di daerah cakupan PKM Jatilawang
memiliki pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), sehingga kemungkinan
untuk mengetahui tanda dan gejala TB rendah. Pengetahuan TB yang
rendah ini dapat mempersulit penjaringan penderita TB, karena
pengetahuan yang kurang mengenai TB akan membuat masyarakat untuk
enggan berobat ke PKM karena mengganggap ringan keluhan yang
dideritanya.
c. Penyakit TB yang dianggap tabu
Sering kali pasien malu untuk mengungkapkan seluruh keluhannya
kepada dokter dikarenakan takut didiagnosis TB. Hal tersebut dapat
menyulitkan proses diagnosis TB. Ditambah lagi tempat pemeriksaan yang
tidak terjaga privasinya sehingga pasien merasa malu apabila orang sekitar
mengetahui bahwa dirinya mengidap TB.

34
d. Terbatasnya waktu dalam anamnesis
Banyaknya pasien di balai pengobatan setiap harinya membuat
waktu untuk anamnesis terbatas sehingga proses penegakan diagnosis
dapat terkadang meleset.
e. Terbatasnya alat diagnostik di Puskesmas
Ketebatasan alat diagnostik menyebabkan pasien penderita TB harus
segera dirujuk untuk memperoleh fasilitas yang dibutuhkan. Seringkali
harl ini menghambat tindak lanjut (follow up) pasien
f. Kurangnya pelacakan dan penemuan kasus TB
Dalam penjaringan penderita TB selain home visit dan edukasi
mengenai penyakit dan lingkungan yang sehat, keluarga yang tinggal
serumah, rumah di depan, samping kanan dan kiri serta belakang pasien
seharusnya dilakukan pemeriksaan sputum. Namun pada kenyataanya
karena kuranya SDM, sehingga hal tersebut tidak dilakukan.
g. Tidak adanya ruangan khusus untuk pengambilan spesimen dahak
Dahak merupakan specimen yang infeksius sehingga perlunya penanganan
khusus agar bakteri di dahak tidak menular, ditambah TB paru merupakan
penyakit yang dapat menyebar secara aerogen. Diperlukannya ruangan
pengeluaran dahak khusus di puskesmas. Ruangan tersebut harus jauh dari
kerumunan, terkena sinar matahari serta memiliki ventilasi yang baik.
Jangan biarkan pasien mengambil specimen dahak di tempat yang tertutup
sedikit ventilasi serta di dekat kerumunan orang banyak.
h. Kurangnya perangkatnya sosialisasi
Kurangnya perangkat atau media sosialisasi TB mengurangi keingintahuan
dan pengetahuan pasien mengenai penyakit TB.

35
3. Opportunity
a. Sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani
Mayoritas masyarakat cakupan daerah PKM jatilawang adalah petani,
sehingga memiliki banyak waktu luang untuk dapat dikumpulkan dan
temui. Hal tersebut dapat mempermudah dalam sosialiasi TB dan
penjaringan sasaran TB.
b. Angka usia produktif
Penduduk terbanyak di Jatilawang tergolong dalam usia produktif, yaitu
20-24 tahun. Hal tersebut dapat diberdayakan sebagai potensi pengkaderan
pengendalian dan pencegahan TB.
4. Threat
a. Luasnya wilayah kecamatan Jatilawang
Luasnya wilayah kecamatan Jatilawang sangat mempengaruhi proses
penjaringan kasus TB, misalnya banyaknya dana dan sumber daya
manusia yang dikerahkan untuk proses tersebut.
b. Risiko tinggi penularan TB
Tingginya risiko penularan TB mengurangi kesediaan seseorang menjadi
kader pencegahan dan penanggulangan TB.
c. Banyaknya kasus TB yang tidak terdeteksi
Banyaknya kasus TB yang tidak terdeteksi berpotensi menularkan
penyakit TB pada orang lain karena kurangnya proses screening,
diagnosis, hingga penatalaksanaan yang cepat dan tepat.
d. Tingkat ekonomi rendah
Rendahnya tingkat ekonomi memungkinkan tidak memadainya
lingkungan rumah yang sehat. Hal ini dapat meningkatkan potensi
penularan TB.

36
Plan of Action
a. Meningkatkan Penemuan Penderita TB
Penemuan dilakukan dengan cara :
1) Pemeriksaan spesimen dahak dari setiap suspek
2) Kunjungan rumah dalam pemantauan proses pengobatan
Melakukan kunjungan kerumah pasien jika pasien tidak datang
mengambil pil obat sesuai jadwal yang sudah ditentukan.
3) Pengamatan dan pelacakan penderita TB paru yang mangkir
Melakukan pelacakan ke rumah pada pasien yang sudah tidak
berobat.
4) Pemeriksaan kontak serumah pasien TB positif
Melakukan pemeriksaan sputum pada seluruh orang sekitar yang
berkontak dengan pasien. Seperti anggota keluarga yang tinggal
satu rumah, tetangga depan belakang kanan dan kiri.
5) Penjaringan TB Anak
6) Kolaborasi pada koinfeksi TB-HIV
Melakukan kerjasama pada pelayanan TB-HIV di mana semua
pasien dianjurkan pemeriksaan HIV. Demikian juga sebaliknya.
b. Peningkatan SDM
1) Memperluas penyuluhan dan pelatihan kader TB di desa-desa yang
belum terdapat kader TB.
2) Pemasangan poster, spanduk mengenai TB di desa-desa.
c. Peningkatan Privasi Pasien
Agar pasien dapat mengungkapkan seluruh keluhan tanpa malu untuk
diketahui oleh orang lain sehingga diagnosis dapat ditegakan secara tepat
maka perlunya ruang anamnesis yang lebih menjaga privasi pasien seperti
ruangan yang dibatasi tirai. Selain itu penggunaan bahasa tidak langsung
merujuk pada kata “tuberkulosis (TB atau TBC)” supaya pasien tidak
malu untuk mengutarakan keluhan.

37
d. Peningkatan Sarana Prasarana
Pada puskesmas Jatilawang belum terdapatnya ruangan khusus untuk
pengumpulan dahak. Dahak adalah bahan yang infeksius pada saat
berdahak aerosol/percikan dapat menulari orangdisekitarnya, untuk itu
tempat berdahak harus dijauhkan dari kerumunan orang. Syarat ruang
pengumpulan dahak adalah di ruang terbuka dan mendapat sinar matahari
jangan mengeluarkan dahak di ruanga yang ventilasi yang buruk seperti
kamar kecil.toilet, ruang kerja dna ruang tunggu.
e. Menambah waktu anamnesis yang terarah
Cukupnya waktu untuk melakukan anamnesis yang terarah sangat
menunjang terdeteksinya kasus TB.
f. Menambah perangkat media sosialisasi TB
Tidak hanya dari penyuluhan kader, namun perangkat media sosialisasi
seperti baliho, poster atau leaflet yang tersedia di ruang tunggu mungkin
dapat membantu terlaksananya sosialisasi TB.
g. Realisasi bantuan pemerintah
Realisasi bantuan pemerintah untuk pembangunan rumah yang memadai,
seperti bangunan yang permanen, cukup jendela dan ventilasi, mendapat
sinar matahari yang cukup, serta tersedianya jamban atau toilet di rumah
sangat membantu peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
h. Pertemuan pemantauan
Pertemuan pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus menerus
untuk dapat segera medeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan
kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan
perbaikan segera.
i. Penilaian
Penilaian dilakukan setelah suatu jarak waktu lebih lama, biasanya setiap
6 bulan sampai dengan 1 tahun. Dengan penilaian dapat dinilai
sejauhmana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai.

38
j. Promosi
1) Advokasi;
2) Kemitraan;
3) Penyuluhan
4) Rujukan yang tepat

Di bawah ini terdapat analisis fishbone yang merupakan analisis secara skematik
SWOT untuk memudahkan proses analisis untuk brainstorming mengenai sebab akibat
(efek atau masalah) beserta plan of action-nya.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadianti, Dian Nur. Mulyati, Elis. Ratnaningsih, Ester, et al. (2014) Buku Ajar Imunisasi.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan.
2. Wahab, A.S., Julia, M. (2014). Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit
Imun, Jakarta: Widya Medika.

40

Anda mungkin juga menyukai