BAB II
A. PROFIL PUSKESMAS
1. Keadaan Geografi
Kecamatan Jatilawang merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten
Banyumas yang memiliki luas wilayah sekitar 4.815,92 Ha/ 48,16 km2 dan berada pada
ketinggian 21 m dari permukaan laut dengan curah hujan 2.650 mm/tahun. Kecamatan
Jatilawang memiliki batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara : Kecamatan Purwojati
b. Sebelah selatan : Kabupaten Cilacap
c. Sebelah timur : Kecamatan Rawalo
d. Sebelah barat : Kecamatan Wangon
c. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Kecamatan Jatilawang pada tahun 2017 yaitu sebesar
1.506,34 jiwa/km2. Desa terpadat adalah Desa Tinggarjaya sebesar 2.002,79
jiwa/km2, sedangkan Desa Karanglewas merupakan desa dengan kepadatan
penduduk terendah yaitu 591,44 jiwa/km2.
3. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Agama
Sebagian besar masyarakat Jatilawang adalah pemeluk agama Islam yaitu
sebesar 70.497 orang (99,50%), sedangkan lainnya adalah pemeluk agama Katolik,
Protestan, Budha, dan Hindu.
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk menurut Agama di Kecamatan Jatilawang Tahun 2017
No. Agama Jumlah Pemeluk Persentase (%)
1 Islam 72.127 99,50%
2 Kristen Protestan 155 0,21%
3 Kristen Katolik 196 0,27%
4 Budha 4 0,005%
5 Hindu 2 0,002%
Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2017
C. Tuberkulosis
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2. Etiologi
Cara penularan
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
3. Patofisiologi
a. Tuberkuosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3) Menyebar dengan cara :
a) Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan :
i. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
ii. Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
b. Tuberkulosis Post-primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis
post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai
nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized
tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah
yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini
awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan
mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1) Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
2) Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar.
4. Faktor Risiko
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.
1) Gejala Sistemik/Umum
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
Penurunan nafsu makan dan berat badan
Perasaan tidak enak (malaise), lemah
2) Gejala Khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.
Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa
memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun
yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
b. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dahak mikroskopik langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
1) S(sewaktu):dahak ditampung pada saat terduga pasienTB datang
berkunjung pertama kalike fasyankes. Pada saat pulang,terdugapasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampungdahak pagi pada hari
kedua.
2) P(Pagi):dahak ditampungdi rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
fasyankes.
3) S(sewaktu):dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb)
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
misal:
1) Pasien TB ekstra paru.
2) Pasien TB anak.
3) Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau
mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat
yang direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan
untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.
Catatan :
1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
2. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk
kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
3. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien
dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
4. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).-->
lampirkan tabel berat badan.
5. Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari
setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi
lebih lanjut.
D. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Tabel : Pengelompokan OAT
· Pasien kambuh
· Pasien gagal
· Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan: