Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK


(PPOK)

Diajukan kepada :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun oleh :
Suci Nuryanti G4A014076
Sudjati Adhinugroho G4A014078
Yanuar Firdaus G4A014080

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2015

1
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK


(PPOK)

Disusun oleh :
Suci Nuryanti G4A014076
Sudjati Adhinugroho G4A014078
Yanuar Firdaus G4A014080

Telah dipresentasikan pada


Tanggal, Oktober 2015

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. K
Usia : 72 tahun
Alamat : Bonjok 002/002 Adimulyo
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Tanggal masuk : 30 September 2015
Tanggal periksa : 7 Oktober 2015
Ruang Rawat : Bangsal Cendana
No. CM : 00966510
II. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Tn. K datang ke Poliklinik Paru RSMS dengan keluhan sesak
nafas sejak beberapa bulan yang lalu, namun memberat sejak 3 hari
sebelum pasien datang ke Poliklinik Paru. Sesak nafas timbul bila
berjalan kurang lebih 100 meter , tidak dipengaruhi oleh cuaca dan
emosi. Apabila terjadi serangan sesak nafas terdengar suara mengi.
Sesak nafas dirasakan semakin hari semakin memberat sampai
menggangu aktivitas pasien. Untuk mengurangi sesak nafas biasanya
pasien beristirahat.
Keluhan lain yang dirasakan oleh pasien adalah batuk. Batuk yag
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu dan terus menerus. Pasien merasakan
setiap batuk disertai dahak tetapi tidak ada darah di tenggorokan, lendir
bisa dikeluarkan dan lendir berwarna putih kental. Batuk dirasakan
sangat mengganggu pasien hingga pasien sulit tidur. Batuk di rasakan
semakin memberat setelah beraktivitas dan terkena asap. Ada pun usaha
yang dilakukan pasien untuk mengurang batuknya adalah dengan minum

3
obat batuk yang di belinya di warung, minum air hangat, dan
memberikan obat gosok ke dada dan lehernya.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : 26 September mondok di RS
Gombong karna sesak nafas
c. Riwayat OAT : disangkal
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
3. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi : diasangkal
4. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tinggal bersama istri, anak laki-lakinya dan menantu.
Hubungan antara pasien dengan anak,menantu dan tetangga baik. Di
lingkungan tempat tinggal pasien, tidak ada tetangga maupun saudara
yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
b. Home
Pasien tinggal di rumah miliknya selama 45 tahun. Kamar pasien
berukuran 3x2,5 m dan dihuni 1 orang. Lingkukan rumah terletak di
lingkungan yang padat dan kurang ventilasi dan pencahayaan serta
dekat dengan pabrik kerupuk sehingga banyak asap dan polusi udara.
Lantai masih beralaskan tanah. Rumah pasien terdiri dari 2 kamar
tidur, satu ruang tamu, satu dapur, dan satu kamar mandi. Menantu
pasien memasak menggunakan tungku kayu bakar. Sumber air

4
berasal dari sumur. Pencahayaan rumah pasien berasal dari lampu
dan sinar matahari yang kurang karena jumlah jendela yang sedikit.
c. Occupational
Pasien sudah tidak bekerja lagi. Pembiayaan rumah sakit ditanggung
olah BPJS PBI. Pembiayaan kebutuhan sehari-hari dibiayai oleh anak
laki-laki pasien.
d. Personal habit
Pasien mengaku makan sehari 1-2 kali sehari, dengan nasi sebagai
sumber karbohidrat utama, dan lauk tahu tempe. Pasien mengaku
kadang mengonsumsi sayur-sayuran. Pasien mengaku pola
makannya tidak teratur.
Pasien mengkonsumsi rokok selama 40 tahun, dalam sehari bisa
menghabiskan 6 batang rokok.

III. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : tampak sakit sedang
b. Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 (15)
c. BB : 45 kg
d. TB : 160 cm
e. Vital sign
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 86 x/menit
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 37 oC
d. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk : mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)
- Rambut : warna putih hitam, tidak mudah dicabut,
distribusi merata, tidak rontok
-

5
2) Mata
- Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sclera : ikterik (-/-)
- Pupil : reflek cahaya (+/+) normal, isokor Ø
3 mm
3) Telinga
- otore (-/-)
- deformitas (-/-)
- nyeri tekan (-/-)
- discharge (-/-)
4) Hidung
- nafas cuping hidung (+/+)
- deformitas (-/-)
- discharge (-/-)
- rinorhea (-/-)
5) Mulut
- bibir sianosis (-)
- bibir kering (-)
- lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea : deviasi trakhea (+/-)
- Kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid : tidak membesar
- JVP : nampak, tidak kuat angkat
7) Dada
a) Paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
Jejas (-)
Retraksi suprasternalis (-)
Retraksi intercostalis (-)
Retraksi epigastrik (-)

6
- Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
ketinggalan gerak (-)
- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Batas paru – hepar di SIC V LMCD
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+)
Ronki basah kasar (-/-), ronki basah halus (-
/-)
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial
LMCS
- Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMCS,
tidak kuat angkat
- Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah :SIC IV LPSD
Batas jantung kiri bawah : SIC V 2 jari
medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi : cekung
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri
ketok costovertebrae (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-) regio epigastrium,
nyeri tekan costovertebrae (-), undulasi (-)
- Hepar : tidak teraba
- Lien : tidak teraba
9) Ekstrimitas
- Superior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-), sianosis
(-/-)
- Inferior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-), sianosis
(-/-)

7
2. Pemeriksaan penunjang tanggal 30 September 2015
a. Darah lengkap
No Jenis Hasil Interpretasi
Pemeriksaan
a. Hb 14,1 gr/dL Normal
b. Leukosit 26340 /ul Meningkat
c. Ht 39 % Normal
d. Eritrosit 4,9x 106 /ul Normal
e. Trombosit 365.000/ul Normal
f. MCV 80,9 fl Normal
g. MCH 29,0 pg Normal
h. MCHC 35,8 % Normal
i. RDW 13,7 % Normal
j. MPV 10,8 fl Normal

b. Hitung jenis
No Pemeriksaan Hasil Interpretasi
a. Basofil 0,5 % Normal
b. Eosinofil 0 % Menurun
c. Neutrofil batang 0,9 % Menurun
d. Neutrofil Segmen 87,9 % Meningkat
e. Limfosit 3,5 % Menurun
f. Monosit 7,2% Normal

c. Kimia klinik
No Jenis pemeriksaan Hasil Interpretasi
3 Ureum darah 119,0 mg/dl Meningkat
4 Kreatinin darah 1,43 mg/dl Meningkat

8
d. Glukosa
No Jenis Pemeriksaan Hasil Intepretasi
1. Glukosa sewaktu 177 Normal

e. Foto rontgen thoraks 1 Oktober 2015 (dilakukan di RSMS)


Foto Thoraks PA

Gambar 1. Foto Thoraks Pasien PPOK


 Trakhea
Trakhea bergeser ke kanan
 Cor:
Letak jantung bergeser ke kanan
 Pulmo
Corakan vaskuler meningkat
Tampak opasitas bentuk bulat lobulated, batas sebagian tak
tegas, tepi irregular pada lapangan tengah sampai bawah paru
kiri

9
 Tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithoraks
kiri
 Hemidiafragma kanan setinggi kosta 11 posterior
 Sinus costophrenicus kanan lancip kiri tertutup opasitas dan
perselubungan homogen
 Kesan :
Besar cor tidak dinilai
Opasitas bentuk bulat lobulated, batas sebagian tak tegas, tepi
ireguler pada lapangan tengah sampai bawah paru kiri disertai
deviasi trachea dan jantung kanan= curiga massa paru DD/massa
mediastinum
Efusi pleura kiri

IV. DIAGNOSIS
1. CAP
2. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
3. Massa paru sinistra

V. PLANNING
1. Terapi
a. Farmakologi
1) IVFD RL + 1 amp aminofilin /8 jam.
2) Ceftriaxon 1x2 gr
3) MP 2 x 62,5 mg
4) Rantin 2x1 amp
5) Nebulizer ventolin + flixotide 3x/hari
6) Terasma 3 x 1 cth
7) Lansoprazol 1x1 tab

10
b. Non Farmakologi
1) Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai pengetahuan dasar
penyakit PPOK beserta faktor resiko yang dapat menyebabkan PPOK
sehingga dapat menurangi pajanan terhadap faktor resiko.
2) Edukasi mengenai penyesuaian aktivitas pada pasien dengan PPOK.
3) Edukasi mengeni nutrisi yang baik dan makan makanan yang bergizi.
Nutrisi tinggi lemak dan rendah karbohidrat dapat menurunkan
kegagalan obstruksi saluran nafas kronik. Pemberian diet tinggi
karbohidrat dengan cara nutrisi parenteral total dilaporkan menyebabkan
peningkatan produksi CO2 yang bermakna dan mencetuskan gagal nafas.
Pemberian diet tinggi karbohidrat tidak dianjurkan pada penderita PPOK.
Pasien PPOK dianjurkan untuk makanan dengan jumlah kecil dan sering
serta meningkatkan kalori makanan tanpa harus meningkatkan jumlah
makanan. Komposisi makanan mengandung 55% lemak, 28%
karbohidrat, 17% protein.
2. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
3. Prognosis
PPOK merupakan penyakit progresif, faal paru memburuk dari waktu ke
waktu, bahkan dengan perawatan terbaik.
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad sanam

11
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penegakan Diagnosis
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Diagnosis klinis PPOK ditegakkan apabila (Depkes RI, 2008):
a. Anamnesis
1) Faktor risiko
- Usia 66 tahun
- Riwayat pajanan (asap asap kayu bakar, polusi udara)
- Kebiasaan merokok derajat berat merokok dengan Indeks
Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok
dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600 (derajat berat merokok dengan Indeks
Brinkman)
- Sesak nafas dengan atau tanpa mengi
Pada pasien diketahui pasien berusia lebih dari 66 tahun dan juga
merupakan pasien lansia. Di rumah pasien anak pasien
menggunakan kayu jati untuk memasak dan tinggal disekitar pabrik
kerupuk sehingga pajanan polusi udara sering sekali terpapar kepada
pasien.Pada pasien in derajat berat merokok dengan Indeks
Brinkman (IB) termasuk derajat sedang.
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi.
- Batuk berdahak
- Sesak nafas terutama saat aktivitas
Pasien mengeluhkan sesak nafas yang semakin memberat ketika
beraktivitas dan di sertai batuk yang terus menerus hingga
mengganggu pasien untuk dapat tidur (skala 1).

12
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : bentuk dada cembung, penggunaan otot bantu napas.
2) Perkusi : sonor
3) Auskultasi : ronki basah kasar, mengi (wheezing)
Pada pasien ditemukan dada tampak cembung, penggunaan otot bantu
nafas (nafas cuping hidung dan spasme otot sternokleidomastoideus)
serta whezzing.
Dinyatakan PPOK klinis jika anamnesis terdapat riwayat pajanan
disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama saat
melaksanakan aktivitas pada orang dengan usia pertengahan.
B. Tindak Lanjut Penanganan Pasien
Pasien dengan PPOK mendapatkan terapi bronkodilator tunggal atau
kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator. Bentuk obat utama adalah inhalasi,
sedangkan nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long
acting) digunakan pada kasus PPOK derajat berat. Macam - macam
bronkodilator (Wedzicha, 2011):
1. Golongan antikolinergik
Golongan ini dipakai pada derajat ringan sampai berat, selain sebagai
bronkodilator juga berfungsi sebagai pengurang sekresi lendir (maksimal 4
kali perhari), di antaranya yaitu atrovent. Efek samping obat ini yaitu
sifatnya yang mengentalkan dahak, takikardi, mulut kering, obstipasi, sukar
berkemih, dan penglihatan buram akibat gangguan akomodasi.
Penggunaanya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini.
2. Golongan agonis beta -2 (adrenergik)
Mekanisme kerjanya obat golongan ini adalah menstimulasi reseptor
b2 di trakea dan bronkus yang mengaktivasi enzim adenilsiklase. Enzim ini
memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi
cyclic-adenosin monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi untuk
proses-proses dalam sel. Meningkatnya cAMP intrasel menghasilkan efek
bronkodilator dan menghambat pelepasan mediator oleh sel mast. Bentuk
inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan

13
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser
dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut dan tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat. Contoh obat yang termasuk golongan ini yaitu
salbutamol.
3. Golongan xantin
Golongan ini digunakan sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Contoh obat yang
termasuk golongan ini adalah aminofilin dan teofilin. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
Obat tambahan yang dapat diberikan dengan indikasi tertentu pada
pasien PPOK yaitu antiinflamasi. Obat antiinflamasi diberikan jika terjadi
eksaserbasi akut yang berfungsi untuk menekan peradangan yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Antibiotik juga dapat
diberikan hanya bila terdapat infeksi. Mukolitik digunakan jika dahak
terlalu kental, sedangkan antitusif digunakan bila batuk sangat sering dan
tidak berdahak.
Pada PPOK terjadi penurunan fungsi otot skeletal absolute dan fungsi
otot per kilogram berat badan jika dibandingkan dengan orang yang sehat.
Karbohidrat yang tinggi lebih meningkatkan CO2 dalam darah. Tinggi
lemak lebih baik dibandingkan dengan tinggi karbohidrat dalam
mempengaruhi kadar CO2 sehingga dapat mempengaruhi produksi CO2.
Penerita PPOK memeurunkan kekuatan otot pernapasan. Sesak nafas terjadi
disebabkan oleh kelemahan otot dan hilangnya lemak otot. Nutrisi dengan
tinggi lemak dan rendah karbohidrat menurunkan kegagalan obstruksi
saluran nafas kronik. Pemberian diet tinggi karbohidrat dengan cara nutrisi
parenteral total dilaporkan menyebabkan peningkatan produksi CO2 yang
bermakna dan mencetuskan gagal nafas. Pemberian diet tinggi karbohidrat
tidak dianjurkan pada penderita PPOK. Pasien PPOK dianjurkan untuk

14
makanan dengan jumlah kecil dan sering serta meningkatkan kalori
makanan tanpa harus meningkatkan jumlah makanan. Komposisi makanan
mengandung 55% lemak, 28% karbohidrat, 17% protein.
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronis. Kondisi malnutrisi akan menambah
mortality PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru
dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat di evaluasi dengan:
penurunan berat badan, kadar albumin darah, antropometri, pengukuran
kekuatan otot (tekanan diafragma, kekuatan otot pipi), hasil metabolism.
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak
akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat.
Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang
dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan terus menerus atau nocturnal
feedings, dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi berimbang dapat
berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada
umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit konsumsi oksigen
dan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Ganguan elektrolit
seperti hipofosfatemi, hiperkalemi, hipokalsemi dan hipomagnesemi kerap
terjadi. Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan
pemberian komposisi berimbang, porsi kecil tapi sering (PDPI, 2011).
Edukasi pada PPOK juga diberikan dan sifatnya berbeda dengan
edukasi pada asma karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel
dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas
dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma
yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan
edukasi pada pasien PPOK :
a) Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
b) Melaksanakan pengobatan yang maksimal
c) Mencapai aktivitas optimal

15
d) Meningkatkan kualitas hidup
Pemberian edukasi berdasarkan derajat penyakit :
Ringan
1) Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
2) Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara
lain berhenti merokok
3) Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
1) Menggunakan obat dengan tepat
2) Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
3) Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
1) Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
2) Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan
3) Penggunaan oksigen di rumah

Gambar 2. Penatalaksanaan PPOK (PDPI, 2011)

16
Gambar 3. Algoritma PPOK (PDPI, 2011)

17
18
BAB III
KESIMPULAN

1. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit yang ditandai dengan


hambatan aliran udara pada saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.
Hambatan ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.
2. Penegakan diagnosis dengan menggunakan anamnesis terutama riwayat
merokok atau terpajan zat toksik lain (misal asap, dan lain sebagainya),
pemeriksaan fisik dan foto toraks.
Diagnosis kasus pasien ini adalah PPOK.
3. Pengobatan utama menggunakan bronkodilator. Dapat ditambahkan
antiinflamasi dan antibiotik jika terdapat indikasi infeksi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Antonio et al 2007. Global Strategy For The Diagnosis, Management, And


Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19
Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

Depkes RI, 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK), Jakarta: Kemenkes RI.

Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et al. 2011. Inhaled Corticosteroids in
Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Journal of
American Medical Association, p. 2408-2416.

Macnee W. 2000. Chronic Bronchitis and Emphysema. In Seaton A, Seaton D,


Leitch AG editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Disease. Vol 1. 5th ed.
London. Blackwell Science. Hal : 617-695

PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2011. Penyakit Paru Obstruktif


Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia
Jakarta : PDPI.

Rani AA. 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FKUI, p. 105-8

Riyanto BS, Hisyam B. 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p.
984-5.

Slamet H. 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis Dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta: p. 1-18

Wedzicha JA, 2011. Beonchodilator Therapy For COPD. New England Journal
Medicine. Diakses tgl 29 Oktober 2013.

20

Anda mungkin juga menyukai