Anda di halaman 1dari 31

Presentasi Kasus

OD Gloukoma sudut tertutup ec Katarak Sinilis Imatur


OS Gloukoma Absolut

Pembimbing :
dr. Teguh Anamani, Sp. M

Disusun oleh:
Yanuar Firdaus G4A014080

SMF ILMU KESEHATAN MATA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

0
2018
I. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. S
2. Usia : 65 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Alamat : Kalipelus RT 01 / RW 02
6. Tanggal Periksa : 24 November 2018

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Mata kanan pegal dan kiri terasa gelap
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
tanggal 24 November 2018 dengan keluham mata kiri terasa gelap sejak sehari
yang lalu secara mendadak. Pasien juga mengeluhkan pegal pada mata kanan
sejak 1 tahun yang lalu, keluhan yang dirasakan semakin memberat setiap
bulanannya. Penurunan penglihatan dirasakan terus menerus sepanjang hari.
Sebelumnya pasien sudah berobat ke Rumah Sakit Swasta diberikan obat tetes
mata namun hingga sekarang tidak ada perubahan sehingga akhirnya pasien
memutuskan untuk berobat ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.
Selain itu pasien juga mengeluhkan pusing, mata merah, berair dan
penglihatan kabur. Tidak ada keluhan lain seperti demam, pilek ataupun nyeri
tenggorokan diakui. Riwayat kencing manis dan alergi disangkal. Riwayat
keluhan serupa ada keluarganya disangkal. Riwayat hipertensi, kencing manis
dan alegi pada keluarganya disangkal. Pasien bekerja sebagai seorang ibu rumah
tangga.
C. Pemeriksaan Fisik

1
1. Keadaan Umum/Kesadaran : Sedang/Compos Mentis
2. Vital Sign
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6 C
3. Status Oftalmologik
Tabel 1.1 Status Oftalmologik
Mata kanan Pemeriksaa Mata Kiri
n
1 0.7 Visus 0
2 Tidak dilakukan Visus Tidak dilakukan
Kacamata
3 Tidak dilakukan Visus Tidak dilakukan
Koreksi
4 Eksoftalmus (-), Bola Mata Eksoftalmus (-),
gerak ke segala arah (+) gerak ke segala arah (-)
5 Madarosis (-), trikiasis (-), Silia Madarosis (-), trikiasis (-),
distrikiasis (-), krusta (-) distrikiasis (-), krusta (-)
6 Edema (-), benjolan (-), Palpebra Edema (-), benjolan (-),
hiperemis (-),lagoftalmus(-), Superior hiperemis (-), lagoftalmus (-),
ptosis (-), enteropion (-), ptosis (-), enteropion (-),
ektropion (-) ektropion (-)
7 Edema (-), benjolan (-), Palpebra Edema (-), benjolan (-),
hiperemis (-), enteropion (-), Inferior hiperemis (-), enteropion (-),
ektropion (-) ektropion (-)
8 Edema (-), hiperemis (-), Konjungtiva Edema (-), hiperemis (-),
injeksi konjunctiva (-), Palpebra injeksi konjunctiva (-),
sekret (-) sekret (-)
9 Edema (-), injeksi Konjungtiva Edema (-), injeksi
konjungtiva (-), injeksi siliar Bulbi konjungtiva (-),injeksi siliar
(+) (-)
10 Ikterik (-), injeksi Sklera Ikterik (-), injeksi episklera(-)
episklera(-)
11 Infiltrat (-), arcus senilis (-) Kornea infiltrat (-), arcus senilis (-),
edem (+) edem (-)
12 COA dangkal, hifema (-), Bilik Mata COA dalam, hifema (-),
hipopion (-) Depan hipopion (-)
13 Cokelat gelap, reguler, Iris Cokelat gelap, reguler,

2
sinekia (-) sinekia (-)
14 Bulat isokor, tepi reguler, Pupil Bulat isokor, tepi reguler,
diameter ± 3 mm, letak diameter ± 3 mm, letak
sentral, reflek cahaya direk sentral, reflek cahaya direk
dan indirek (+) dan indirek (-)
15 Sentral,jernih,iris shadow (-) Lensa Sentral,jernih,iris shadow (-)
16 Tidak dilakukan Refleks Tidak dilakukan
Fundus
17 Tidak dinilai Korpus Tidak dinilai
Vitreous
18 N+2 Tekanan Normal (palpasi)
Intraokuli
19 Nyeri tekan (-), edema (-), Sistem Nyeri tekan (-), edema (-),
hiperemis (-) Kanalis hiperemis (-)
Lakrimalis

Gambar 1.1 Mata Kanan dan Kiri Pasien

D. Ringkasan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


1. Identitas : Tn. S (65 tahun)
2. Anamnesis
a) Mata kanan
Keluhan Utama : mata kanan terasa pegel
Onset : 4 hari yang lalu
Lokasi : mata kanan

3
Kualitas : semakin memberat dan mengganggu aktivitas
Kuantitas : terus-menerus
Progresif : semakin lama semakin tidak nyaman
Keluhan penyerta : terasa pusing, mata merah, berair dan penglihatan
kabur
b) Mata kiri
Keluhan Utama : mata kiri terasa gelap
Onset : sehari yang lalu
Lokasi : mata kiri
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan yang sama (-), hipertensi (-)
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum/Kesadaran : Sedang/Compos Mentis
Vital Sign: TD : 170/90 mmHg, Nadi : 90 x/menit, RR: 20 x/menit, S: 36,6 C
6. Pemeriksaan Status Lokalis Mata
a. Oculi Dekstra: Visus = 0.7
b. Oculi Sinistra: Visus = 0
c. Oculi Dextra: TIO = 22.3
d. Oculi Sinistra: TIO = 60

E. Diagnosis
1. Diagnosis Differensial
Oculi Dextra Gloukoma sudut terbuka
Oculi Dextra Uveitis Anterior
Oculi Dextra Kreatitis
Oculi Dextra Ulkus Kornea

4
2. Diagnosis Kerja
Oculi Dextra Gloukoma sudut tertutup
Oculi Sinistra Gloukoma absolut

F. Terapi
1. Medikamentosa
a. Timolol maleat 0.5 % 4x1 tetes ODS
b. Pilokarpin 0.2 % 4x1 tetes ODS
c. Acetazolamid 250 mg 4x1 pc
2. Edukasi
a. Kontrol kembli satu minggu untuk mengevaluasi kembali kemajuan terapi
4. Rujuk ke dokter spesialis mata

G. Prognosis
a. Quo ad Visam : OD Dubia Ad Malam OS Malam
b. Quo ad Sanam : OD Dubia Ad Malam OS Malam
c. Quo ad Vitam : Ad Bonam
d. Quo ad Cosmetic : Ad Bonam

H. Usulan/Rencana
Rujuk dokter spesialis mata setelah penanganan awal untuk evaluasi dan
penanganan lebih lanjut

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomidan fisiologi Mata


1. Bola mata
Susunan bola mata terdiri dari dinding bola mata, ruang mata dan isi bola
mata. Dinding bola mata yang tersusun atas tunika fibrosa (kornea dan sclera),
tunika vaskulosa atau uvea (iris, badan siliar dan koroid) dan tunika nervosa
(retina dan epitel pigmen). Ruang mata yaitu kamera okuli anterior (COA),
kamera okuli posterior (COP) dan ruang badan kaca. Isi bola mata adalah humor
aquous yang terdapat dalam kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior,
korpus vitreum atau badan kaca dan lensa (Ilyas, 2015).

Gambar 2.1.Anatomi bola mata (Khurana, 2007)


2. Sudut Iridokornealis
Sudutbilikmata dibentuk olehjaringankorneoskleradenganpangkaliris yang
dapat dilihat pada gambar 2.1.Sudut kamera okuli anterior memiliki peran
penting dalam drainase aqueous humor.Padabagianiniterjadialiran
keluarcairanbilikmata.Bilaterdapathambatanalirankeluar aqueous humor akan
terjadi penimbunanaqueous humor di dalam bola mata sehinga tekanan bola

6
mata meningkat. Berdekatan dengan sudut ini terdapat jaringan trabekulum,
kanalis Schelmm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris (Ilyas, 2000).Lebar
sudut ini berbeda pada setiap orang, dan memiliki peranan yang besar dalam
menentukan patomekanisme glaukoma yang berbeda-beda. Struktur sudut ini
dapat dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi(Khurana, 2007).

Gambar 2.1.Sudut Kamera Okuli Anterior (Khurana, 2007)

3. Trabekula meshwork

Jalinan trabekular terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-
pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris
melalui insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan
tersebut sehingga kecepatan drainase humor juga meningkat. Aliran aqueous humor ke
dalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transeluler siklik
di lapisan endothel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul
dan 12 vena akueus) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueous
humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran
uveosklera). Resistensi utama terhadap aliran Aqueous humor dari kamera anterior
adalah lapisan endothel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular di
dekatnya, bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera
menentukan besar minimum tekanan intraokuler yang dicapai oleh terapi medis (Costa,
2009).

7
Gambar 2.2.Anatomi Trabecular Meshwork (Simmons et al., 2007)

4. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di
belakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya dengan
korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquoeus, di sebelah
posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeable
(sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memperoleh air
dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular.
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lameral subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk
dari lamellae konsentris yang panjang. Masing-masing serat lamelar
mengandung sebuah inti gepeng. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum
yang dikenal dengan zonula (zonula zinni). 65% terdiri dari air, sekitar 35%
protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan
sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk

8
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada pembuluh darah atau syaraf di lensa
(Vaughan, 2012).

Gambar 2.3.Lensa mata


B. Definisi
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan
intraocular (TIO) yang relatif tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan
pandang yang khas dan atrofi papil saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus
selalu absolut tinggi, tetapi TIO relatif tinggi untuk individu tersebut. Misalnya,
untuk populasi normal, TIO sebesar 18 mmHg masih normal, tetapi pada
individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan glaukoma yang
disebut glaukoma normotens atau glaucoma tekanan rendah (Suhardjo, 2007).
Sedangkan katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau
terjadi akibat kedua-duanya ( Ilyas, 2009 ). Proses formasi katarak, khususnya
katarak imatur membuat sifat lensa menjadi higroskopis, ini membuat lensa
membesar dan menjadi lebih cembung ke depan sehingga dapat menekan iris
dan pupil hal ini biasanya disebut dengan glaukoma sekunder atau glaukoma
fakomorfik (Ilyas, 2015).

C. Epidemiologi

9
Glaukoma di Indonesia merupakan penyakit kedua yang menyebabkan
kebutaan di Indonesia dan mengenai sekitar 0,40% dari kasus penyakit mata.
Penyakit ini biasanya mengenai orang dewasa di atas usia 40 tahun terutama
pada usia lanjut. Pada orang asia lebih sering terkena sudut tertutup (Depkes RI,
2010).

D. Etiologi
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi (Doshi, 2010) :
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua
mata.Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat.Disebut
sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan
trabekular.Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular,
saluran schleem, dan saluran yg berdekatan.Perubahan saraf optik juga dapat
terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan
TIO dan sudut ruang anterior normal.Peningkatan tekanan dapat dihubungkan
dengan nyeri mata yang timbul.
b. Glaukoma sudut tertutup
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit
sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke
depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di kamera
okuli posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.Gejala yang timbul
dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata
yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat halo. Penempelan iris
menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan
dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder

10
Glaukoma sekunder dapat terjadi dari peradangan mata, perubahan pembuluh
darah dan trauma.Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada
penyebab.Penyebabnya dapat karena perubahan bentuk lensa, kelainan uvea,
trauma dan tindakan bedah.

3. Glaukoma kongenital
a. Primer atau infantil
b. Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasio glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa
sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

E. Patomekanisme
Glaukoma sekunder sudut tertutup (glaukoma fakomorfik) merupakan
komplikasi dari katarak. timbulnya glaukoma sekunder akibat katarak dapat
melalui tiga cara, yaitu (Dhawan, 2005) :
1. Glaukoma fakomorfik
Lensa dapat membengkak (intumesen) dengan menyerap cukup banyak
cairan dari kamera anterior yang menimbulkan sumbatan pupil dan
pendesakan sudut sehingga jalinan trabekular terblok serta menyebabkan
glaukoma sudut tertutup
2. Glaukoma fakolitik

11
Pada katarak stadium hipermatur terjadi kebocoran protein lensa dan
masuk ke dalam kamera anterior dan ditelan oleh makrofag. Makrofag
menjadi membengkak dan menyumbat jalinan trabekular yang memacu
peningkatan TIO. Glaukoma yang terjadi adalah glaukoma sudut
terbuka.
3. Glaukoma fakotopik
Lensa hipermatur dapat mengalami dislokasi dan menyebabkan
peningkatan TIO dengan memblok pupil atau sudut secara mekanis, atau
dispalsia korpus vitreus yang menyebabkan blok.
Penebalan lensa selama kataraktogenesis dapat menghasilkan pupil blok,
dengan iris bombae dan akibatnya terjadi glaukoma sudut tertutup. Lensa
menjadi intumesensi pada katarak senilis imatur. Intumesensi merupakan proses
terjadinya hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi cembung sehingga
indeks refraksi berubah, karena daya biasnya bertambah maka mata menjadi
miopia (Sowka, 2008). Pada intumesensi, pembengkakan lensa membuat sumbu
anterior-posterior lensa makin panjang sehingga mengakibatkan resistensi pupil
pada pengaliran humor aqueous ke depan (blokade pupil). Akibat blokade pupil
ini akan terjadi pendorongan iris sehingga pangkal iris akan menutup saluran
trabekulum yang mengakibatkan bertambahnya bendungan cairan mata dan
tekanan intraokuler meninggi dan timbul glaukoma. Bilik mata depan terlihat
dangkal akibat bertambah cembungnya lensa disertai adanya iris bombe (Ilyas,
2015). Hal ini dapat terjadi secara umum pada pasien dengan sudut bilik mata
yang memang sudah dangkal, dan kataraktogenesis memperparah terjadinya
penutupan sudut. Meskipun demikian penutupan sudut selama proses
kataraktogenesis juga dapat terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata yang
dalam (Sowka, 2008)

F. Diagnosis
1. Anamnesis

12
Glaukoma sudut tertutup ditandai oleh adanya gejala kekaburan
penglihatan mendadak yang disertai dengan nyeri hebat, rasa pegal di sekitar
mata, mata merah, melihat lingkaran-lingkaran berwarna seperti pelangi di
sekitar sinar lampu (halo), mual, muntah, dan sakit kepala sebelah. Selain itu
perlu ditanyakan faktor presipitasi serangan akut seperti pemakaian obat yang
berfungsi melebarkan pupil (simpatomimetik, antikolinergik). Sedangkan
pada kataral khususnya imatur belum di temukan keluhan seperti penurunan
visus (Lang, 2006).

2. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Visus Mata
Pemeriksaan visus bukan pemeriksaan khusus untuk glaukoma,
namun penting karena pada glaukoma sudut tertutup sering disertai dengan
penurunan penglihatan. Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan saraf
mata dimulai dari tepi lapang pandangan dan lambat laun meluas ketengah.
Dengan demikian pengelihatan sentral ( fungsi makula ) bertahan lama,
walaupun pengelihatan perifer sudah tidak ada, sehingga penderita tersebut
seolah olah melihat melalui teropong ( tunnel vision ) (Kurana, 2007)).
B. Tonometri
Alat ini berguna untuk menilai tekanan intraokular. Tekanan bola
mata normal berkisar antara 10-21 mmHg (Ilyas, 2015).Menurut Vaughan,
2012 ada 3 macam Tonometri :
a. Cara Digital
b. Cara Mekanis dengan Tonometer Schiotz
c. Tonometri dengan tonometer aplanasi dari Goldman
C. Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopi, papil saraf optic normal mempunyai
gambaran nisbah cup disc (C/D) sebesar 0,2 sampai 0,5. Nisbah C/D
adalah perbandingan antara diameter cupping/ lekukan dan diameter diskus

13
papil saraf optic, pada kerusakan papil saraf optic akibat glaukoma di
dapatkan rasio C/D lebih dari atau sma dengan 0.6 yang berarti berkurang
serabut saraf optic yang membentuk bingkai saraf optic. Kerusakan serabut
saraf akan mengakibatkan gangguan lapangan pandang sesuai dengan
daerah inervasi saraf tersebut pada retina (Ilyas, 2015).
D. Penilaian Diskus Optikus
Pemeriksaan dengan menggunakan opthalmoskop dapat mengukur
rasio cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). Yang harus diperhatikan
adalah papil. Pada gaukoma akut sudut tertutup, papil mengalami
perubahan penggaungan (cupping) dan degenerasi saraf optik (atrofi) yang
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor (Rubin 2009) :
1) Peningkatan TIO mengakibatkan gangguan perdarahan pada papil,
sehingga terjadi degenerasi berkas-berkas serabut saraf pada papil saraf
optik. Tanda penggaungan atau cupping adalah pinggir papil bagian
temporal menipis. Ekskavasi melebar dan mendalam tergaung sehingga
dari depan tampak ekskavasi melebar, diameter vertikal, lebih besar dari
diameter horizontal. Bagian pembuluh darah ditengah papil tak jelas,
pembuluh darah seolah-olah menggantung di pinggir dan terdorong
kearah nasal. Jika tekanan cukup tinggi, akan terlihat pulsasi arteri
(Ilyas, 2015).
2) Peningkatan TIO menekan pada bagian tengah optik yang mempunyai
daya tahan terlemah dari bola mata. Bagian tepi papil relatif lebih kuat
dari bagian tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil (Ilyas,
2010). Tanda atrofi papil antara lain papil berwarna pucat, batas tegas.
Lamina fibrosa tampak jelas (Ilyas, 2015).

14
Gambar 2.6.Lesi Pada N. Opticus (Rubin, 2009).

E. Gonioskopi
Merupakan suatu cara untuk melihat lebar sempitnya sudut bilik
mata depan. Dengan gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup
atau sudut terbuka, juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris bagian
perifer (peripheral synechiae anterior). Dengan alat ini dapat pula
diramalkan apakah suatu sudut akan mudah tertutup dikemudian hari
(Vaughan, 2012).
F. Pemeriksaan Lapang Pandang
Kelainan lapangan pandang pada glaukoma disebabkan adanya
kerusakan serabut saraf. Yang paling dini berupa skotoma relatif atau
absolut yang terletak pada daerah 30 derajat sentral. Bermacam – macam
skotoma dilapangan pandangan sentral ini bentuknya sesuai dengan bentuk
kerusakan dari serabut saraf (Ilyas, 2015).

15
Gambar 2.7.Pemeriksaan Lapang Pandang Pada Pasien Glaukoma (Souza,
2010).

G. Shadow test
Tujuan tes bayangan adalah untuk mengetahui derajat kekeruhan
lensa. Dasarpemeriksaan adalah makin sedikit lensa keruh pada bagian
posterior maka makin besarbayangan iris pada lensa yang keruh tersebut,
sedang makin tebal kekeruhan lensa makinkecil bayangan iris pada lensa.
Alat yang digunakan adalah lampu sentolop dan loup. Tehniknya adalah
sentolopdisinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45º dengan dataran
iris, dengan loup dilihatbayangan iris pada; lensa yang keruh (Ilyas, 2015).
Penilaiannya :
a) Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh
terhadap pupil berartilensa belum keruh seluruhnya (belum sampai
ke depan); ini terjadi pada katarak immatur, keadaan ini disebut
shadow test (+).
b) Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terdapat pupil
berarti lensa sudahkeruh seluruhnya (sampai pada kapsul anterior)
terdapat pada katarak matur,keadaan ini disebut shadow tes(-).

16
c) Bila katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil
serta terletak jauhdi belakang pupil, sehingga bayangan iris pada
lensa besar dan keadaan ini disebutpseudopositif.

H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Menurunkan Produksi Humor Akuos
1) Beta blocker
a) Timolol Maleat
Obat ini tergolong dalam penyekat reseptor β-2 yang
menurunkan TIO dengan cara mengurangi produksi
cairan akuos oleh badan siliaris.Timolol merupakan
penyekat β-2 yang tidak selektif, bekerja juga pada
resepor di jantung sehingga memperlambat denyut
jantung dan menurunkan tekanan darah serta
menyebabkan bronkokonstriksi.Efek samping pada
mata dapat berupa conjungtivitis, blefaritis, keratititism
sensitifitas kornea yang menurun, gangguan
penglihatan, keratopati pungtata superfisial, gejala
sindroma mata kering, diplopia, dan ptosis.Obat ini
tidak boleh diberikan jika diketahui ada alergi atau
mempunyai kelainan yang merupakan kontraindikasi
penyekat β pada umumnya.Timolol tersedia dalam
konsentrasi 0.1% (bentuk gel) diberikan sekali sehari
dan dengan konsentrasi 0.25%-0.5% (bentuk tetes
mata), diberikan 2 kali sehari (Kurana, 2007).
b) Betaxolol
Betaxolol merupakan penyekat reseptor β-1 selektif
sehingga tidak menimbulkan efek samping
bronkokonstriksi.Obat ini aman digunakan pada

17
penderita asma.Obat yang tersedia dalam benuk
betaxolol hidroklorid tetes mata dengan konsenrasi
0.25% dan 0.5% yang diberikan satu tetes, dua kali
sehari(Kurana, 2007).
2) Penghambat Anhidrase Carbonat (CAI)
a) Dorzolamide
Dorzolamide merupakan golongan carbonik
anhidrase inhibitor topikal yang bersifat hidrofilik dan
dapat menembus kornea dan menuju badan siliar
untuk menekan produksi cairan akuous. Obat ini
merupakan derivat sulfonamid non-bakteriostatik yang
akan menghambat kerja anhidrase karbonat pada
badan siliar, memperlambat produksi bikarbonat,
menurunkan kadar sodium dan transport cairan
sehingga produksi cairan aquous akan
berkurang.Dapat digunakan pada pasien dengan
glaukoma sudut tertutup dan terbuka.Dapat
ditambahkan juga pada pasien yang tidak respon pada
timolol maleat(Kurana, 2007).
Dosis yang tersedia adalah Dorzolamide
Hydrocloride 2% dalam bentuk tetes mata yang
diberikan sampai 3 kali sehari.Sediaan kombinasi
dengan timolol maleat 0.5% dan bentuk tetes mata dan
diberikan dua kali sehari. Efek sampingnya antara lain
gangguan pada indra pengecap, rasa terbakar dan gatal
pada mata, hiperemis kongjungtiva, mata kabur,
keratitis pungtata superficial, rasa melayang, pusing,
insomnia, perubahan tingkah laku, vertigo, nyeri

18
abdomen, nausea, alopesia, nyeri dada, diare dan
infeksi saluran kemih(Kurana, 2007).
b) Brinzolamid
Obat ini juga tergolong dalam penghambat
anhidrase karbonat yang bersifat sama dengan
dorsolamide, tetapi efek samping baik yang local
maupun sistemik yang timbul lebih ringan
dibandingkan dengan dorsolamid.Dosis yang tersedia
adalah brinzolamid 1% tetes mata yang diberikan tiga
kali sehari, dan obat ini tidak dapat diberikan bila
pasien ternyata hipersensitif terhadap brinzolamid atau
zat pembawanya.
c) Acetazolamide
Cara kerja obat ini menurunkan produksi cairan
aquous.Digunakan sebagai monoterapi atau terapi
tambahan pada pasien glaukoma sudut terbuka primer,
glaukoma sekunder, glaukoma sudut tertutup akut atau
sebagai pre-medikasi operasi intraokular. Obat tidak
dapat diberikan kepada pasien yang hipersensitif dan
kadar kalium dan natrium serum yang rendah,
kelainan ginjal dan hati, juga pada ganguan pada
sistem pernapasan yang berat. Dosis yang tersedia;
125mg, 250mg dalam bentuk tablet, 500mg dalam
bentuk kapsul dan diberikan setiap 6 jam pada orang
dewasa, pada anak diberikan 10-15mg per KgBB/hari
dengan dosis terbahagi 3-4 kali sehari juga dapat
diberikan secara IV. Efek samping antaranya; malaise,
lelah yang berlebihan, depresi, anoreksia, mual dan
muntah, sering kencing, asidosis metabolik,

19
kesemutan pada ujung extremitas, diskrasia darah,
turunnya berat badan serta penurunan libido pada
pasien pria muda dan reaksi hipersensitivitas (Lang,
2006).
3) Agonis Adrenergik
a) Brimonidin
Obat ini menurunkan TIO dengan jalan mengurangi
produksi humor akuos dan menaikkan outflow
uveusklera, sediaan yang tersedia adalah brimonidine
0,2% diberikan 2 kali setetes sehari.Obat ini kadang-
kadang memberikan efek samping mulut kering,
hiperemi konjungtiva dan rasa panas dimata, sering
digunakan sebagai pencegah kenaikan TIO setelah
tindakan laser trabekuloplasty, obat ini dapat diberikan
bersama timolol atau sebagai pengganti timolol, efek
samping terhadap system kardiopulmonar lebih kecil
dibandingkan penghambat beta sehingga dapat
diberikan kepada pasien dengan kelainan paru atau
kelainan jantung (Kurana, 2007).
b) Menambah Pembuangan Humor Akuos
a. Pilokarpin
Pilokarpin merupakan obat golongan kolinergik yang
menurunkan TIO dengan cara menaikkan
kemampuan aliran keluar cairan akuos melalui
trabekulum meshwork.Obat ini merangsang saraf
parasimpatik sehingga menyebabkan kontraksi
m.longitudinalis ciliaris yang menarik taji sklera. Hal
ini akan membuka anyaman trabekulum sehingga
meningkatkan aliran keluar.Selain itu, agen ini juga

20
menyebabkan kontraksi m.sfingter pupil sehingga
terjadi miosis. Efek miosis ini akan meyebabkan
terbukanya sudut iridokornea pada glaukoma sudut
tertutup.Pilokarpin tidak boleh diberikan pada
glaukoma yang disebabkan oleh uveitis, glaukoma
maligna dan kasus alergi terhadap obat terebut. Efek
samping penggunaan obat ini adalah keratitis
superfisialis pungtata, spasme otot siliaris yang
menyebabkan rasa sakit pada daerah alis, miopisasi,
ablasio retina, katarak, toksik terhadap endotel
kornea.Pilokarpin tersedia dalam bentuk pilokarpin
hidrokloride 0.25%-10% dan pilokarpin nitrat 1%-
4%.Pemberian dengan diteteskan 1-2 tetes, 3-4 kali
sehari.Durasi obat ini selama 4-6 jam(Kurana, 2007).
b. Prostaglandin
Obat ini merupakan obat yang paling baru dengan
titik tangkap pada aliran uveasklera dengan
menyebabkan relaksasi otot siliaris dan melebarkan
celah antar fibril otot sehingga aliran keluar humor
akuos melalui jalur ini lebih banyak yang berakibat
TIO turun, obat ini sekarang merupakan terapi first
line karena tidak mempunyai efek samping sistemik
dan mempunyai efektivitas tinggi dalam menurunkan
TIO, hanya masalah harga masih cukup tinggi.
Pemakaian obat ini cukup satu kali tetes per hari,
efek samping terhadap mata yang sering adalah
hiperemi konjungtiva, pemanjangan bulu mata,
pigmentasi iris dan warna kulit kelopak menjadi
lebih gelap, obat yang termasuk golongan ini adalah

21
: Latanaprost 0,005%. Travaprost 0,004%,
Bimatoprost 0,03% dan Unoprostone isopropyl
0,15%.
b. Mengurangi Volume Vitreus : Zat Hiperosmotik
1) Gliserol
Merupakan obat hiperosmotik yang dapat menurunkan TIO
dengan cepat dnegan cara mengurangi volume vitreous,
penting untuk tekanan akut karena tekanan tinggi sehingga
TIO harus segera diturunkan. Obat ini akan membuat tekanan
osmotik darah menjadi tinggi sehingga air di viterous diserap
ke darah.Obat tidak boleh diberikan kepada penderita DM
dan kelainan fungsi ginjal. Dosis yang tersedia cairan gliserol
50% dan 75% yang diberikan dengan dosis standard 2-
3ml/KgBB atau peroral 3-4 kali per hari. Sabagai medikasi
pre-operasi intraokular diberikan dosis 1-1.5g/kgBB diminum
sekitar 1-1.5 jam sebelum operasi. Obat mulai bekerja setelah
10 menit dan mencapai efek maksimal setelah 30menit dan
akan bekerja selama 5 jam. Efek samping: peningkatan
tekanan darah sistemik yang berat, dehidrasi, mual muntah,
diuresi, retensi urin, rasa bingung, pusing, demam, diare,
CHF,asidosis dan edema paru.
2) Manitol
Golongan hiperosmotik yang dapat diberikan IV. Cara kerja
sama seperti zat hiperosmotik yang lain. Dosis; 1-2g/KgBB
atau 5ml/KgBB IV dalam masa 1 jam (Ilyas, 2015).
2. Non Medikamentosa
1. Ekstraksi Katarak
Merupakan terapi yang di perlukan agar glaukoma tidak
bersifat rekuren. Indikasi dari ekstraksi katarak yaitu adanya

22
penurunanvisus, komplikasi, atau katarak sudah matur.
Merupakan teknik ektrasksi katarak yaitu EKEK, EKIK, serta
Fakoemulsifikasi. Untuk katarak imatur sebaiknya menggunakan
fakoemulsifikasi ataupun EKEK (Ilyas, 2015).
2. Iridektomi atau Iridotomi Perife
Iridektomi atau iridotomi perifer adalah tindakan bedah
dengan membuat lubang pada iris untuk mengalirkan cairan akuos
langsung dari bilik belakang ke bilik depan mata mencegah
tertutupnya trabekulum dan juga dapat mencegah timbulnya blok
pupil relatif pada pasien yang memiliki bilik depan mata yang
dangkal. Iridektomi perifer dilakukan dengan cara menggunting
iris bagian perifer dengan iridotomi perifer yaitu melubangi iris
dengan menggunakan laser. Laser iridotomi dilakukan pada
pasien yang memiliki sudut iridokornea yang sempit dan terancam
tertutup, glaukoma sudut tertutup akut beserta mata satunya, iris
bombe, blok pupil pada afakia atau peudofakia, nanoftalmos dan
glaukoma fakomorfik. Laser iridotomi tidak dapat dilakukan pada
kornea yang keruh, pupil dilatasi, bilik mata depan sangat dangkal
(terdapat sentuhan iridokorneal), inflamasi akut, rubeosis
iridis.Bila terdapat kondisi seperti di atas maka dilakukan operasi
iridektomi perifer. Untuk menghindari kenaikan tekanan
intraokuler mendadak post laser dapat diberikan brimonidin,
sedangkan steroid dapat diberikan untuk mengatasi inflamasi
setelah laser. Komplikasi yang dapat terjadi setelah laser antara
lain meningkatnya tekanan intraokuler, rusaknya kornea, iritis,
hifema, katarak, gangguan penglihatan, retina terbakar, glaukoma
maligna, sinekia posterior(Kurana, 2007).
3. Trabekulektomi

23
Masalah pada glaukoma adalah terdapatnya hambatan
filtrasi (pengeluaran) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun
dalam mata sehingga tekanan bola mata naik. Trabekulektomi
merupakan teknik bedah untuk membuat saluran atau lubang yang
menghubungkan bilik depan mata dengan daerah subkongjungtiva
atau subtenon, sehingga pada kondisi ini cairan akuous mengalir
langsung dari bilik mata belakang ke bilik mata depan dan
langsung masuk ke daerang subkonjungtiva melalui partial
thickness flap sclera sehingga TIO menurun. Pada trabekulektomi
ini cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran
keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas.Untuk mencegah
jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil atau
mitomisin.Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga
tekanan bola mata sangat menurun.Pembedahan ini memakan
waktu tidak lebih dari 30 menit, setelah pembedahan perlu diamati
pada 4-6 minggu pertama untuk melihat keadaan tekanan mata
setelah pembedahan. Biasanya pengobatan akan dikurangi secara
perlahan-lahan. Prosedur ini tidak dianjurkan ada mata yang sudah
buta karena akan berisiko untuk menimbulkan oftalmia simpatika
pada mata sebelahnya atau pada glaucoma neovaskular karena
resiko kegagalan yang sangat tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain infeksi, hipotoni, bilik mata depan lenyap,
glaucoma maligna, hifema, katarak, udem macula kistoid,
hipotoni makulopati, efusi koroid, perdarahan suprakoroid,
uveitis, visus turun, blebitis dan endoftalmitis (Ilyas, 2015).
4. Implan Drainase Pada Glaukoma
Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan
penolong pengaliran (implant surgery).Pada keadaan tertentu
adalah tidak mungkin untuk membuat filtrasi secara umum

24
sehingga perlu dibuatkan saluran buatan (artifisial) yang
ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan mata keluar
dengan mempertahankan fungsi bleb konjungtiva yang diperlukan
untuk mengendalikan TIO. Komplikasi yang mungkin terjadi
setelah pemasangan drainase antara lain hipotoni, bilik mata
depan lenyap, sumbatan tuba, sentuhan tuba pada kornea atau iris
yang menyebabkan kerusakan, erosi atau lepasnya implant dari
tempatnya, diplopia, dekompensasi kornea(Kurana, 2007).
5. Perusakan Badan Silier (Siklodekstruksi)
Siklodekstrusi ditujukan untuk mengurangi produksi
cairan akuos dengan cara menghancurkan badan siliaris yang
memproduksi cairan humor akuos.Siklodestruksi diindikasikan
untuk glaukoma neovaskular, glaukoma pada afakia, glaukoma
setelah operasi retina atau setelah operasi keratoplasti tembus,
glaukoma pada mata yang mengalami sikatrik konjungtiva.
Siklodestruksi ini tidak boleh dikerjakan pada mata yang masih
memiliki visus yang baik karena akan menyebabkan turun atau
hilangnya ketajaman penglihatan yang ada. Komplikasi yang
dapat terjadi setelah tindakan siklodestruksi ini antara lain
hipotoni yang berkepanjangan sakit, inflamasi, udem makular
kistoid, perdarahan dan yang paling buruk adalah mata yang
mengempis atau ptisis bulbi (Suhardjo, 2007).
I. Komplikasi
Komplikasi pada glaukoma sudut tertutup yaitu dapat terjadi
sinekia anterior perifer. Apabila glaucoma akut tidak cepat diobati,
terjadilah perlekatan antara iris bagian tepi dan jaringan trabekulum.
Akibatnya adalah bahwa penyaluran keluar akuous humor terhambat.Bisa
terjadi katarak. Di atas permukaan kapsul depan lensa acapkali terlihat
bercak putih sesudah suatu serangan akut. Tampaknya seperti susu yang

25
tertumpah di atas meja.Gambaran ini dinamakan Glaukom flecken yang
menandakan pernah terjadi serangan akut pada mata tersebut.Atrofi papil
saraf optic karena serangan yang mendadak dan hebat, papil saraf optic
mengalami pukulan yang berat hingga menjadi atrofi.Kalau glaukomanya
tidak diobati dan berlangsung terus, dapat terjadi ekskavasi dan
atrofi.Glaukoma absolute adalah istilah untuk suatu glaucoma yang sudah
terbengkalai sampai buta total.Bola mata nyeri karena TIO tinggi dan
kornea mengalami degenerasi hingga menggelupas (keratopati bulosa)
(Ilyas, 2015).
J. Prognosis
Prognosis tergantung deteksi dini dan pengobatan.Tanpa
pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat
tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang
belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan
baik.Ekstrkasi katarak harus segera dilakukan aga tidak terjadi rekurensi.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma
dapat ditangani dengan baik (Suhardjo, 2007).

26
III. KESIMPULAN

A. Pasien Ny.S datang dengan keluhan mata kiri penglihatan gelap dan mata kanan
terasa pegal. Keluhan mata gelap dirasakan sejak 1 hari yang lalu secara tiba – tiba
bersamaan dengan rasa pegal pada mata kanan sejak 1 tahun yang lalu sedangkan
keluhan lain yang dirasakanpusing, berair, mata merah, dan penglihatan kabur.
B. Diagnosis pasien Ny. S adalah OD Susp. Glaukoma sudut tertutup ec katarak sinilis
imatur dan OS gloukoma Ablasio kemudian dengan terapi awal untuk mengurangi
TIO dan rujuk dokter spesialis mata untuk evaluasi dan tatalaksana lebih lanjut.
C. Prognosis tergantung deteksi dini dan pengobatan.Tanpa pengobatan, glaukoma
dapat mengakibatkan kebutaan total.
D. Tujuan penatalaksanaan utama dengan menurunkan TIO dan ekstraksi katarak adalah
memperbaiki visus pasien dan mengurangi resiko rekurensi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Artini, W., Hutauruk,JA.,Yudisianil. 2011. Pemeriksaan Dasar Mata.Jakarta : Badan


Penerbit FK UI.

Barbara C, Marsh, Louis B, Cantor. 2014. The speath Gonioscopic Grading System. L.
http://www.glaucomatoday.com/art/0505/clinstrat.pdf (Diakses pada 10 Juni
2017)

Bashour, M., Harvey, J. 2000. Causes of Involutional Ectropion and Entropion- Age-
Related Tarsal Changes are the Key. Ophthalmic Plastic and Reconstructive
Surgery.16(2):131–41.

Cibis, G.H., Beaver, H.A., Jhons, K., Kaushal, S., Tsai, J.C., and Beretska, J.S., 2007.
Trabecular Meshwork.In: Tanaka, S., ed.Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 54-59.
Costa, V.P., Arcieri, E.S., Harris, A. 2009. Blood Pressure and Glaucoma.Br. J.
Ophthalmol 93: 1276-1282

Departemen Kesehatan RI. 2010.Glaukoma.Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun


2010.

Dhawan,S.2005.Lens&Cataract.http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf(D
iakses pada 10 Juni 2017)

Doshi, A.B., Liu, J.H.K., Weinreb, R.N., 2010. Glaucoma is a 24/7 Disease.In:
Schacknow, P.N., Samples, J.R., ed.The Glaucoma Book. USA: Springer, 55-58.
Fauci et al, 2008.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17thed. New York: Mc
Graw-Hill, 1553-1558.

Ilyas, Sidarta dan Sri Rahayu Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.

Khurana AK.2007.Disease of Kornea: Comprehensive Ophthalmology. Ed. 4. New


Delhi. New Age International (P) Ltd.Hal 91-96
Kwon, Y.H., Fingert, J.H., Kuehn, M.H., Alward, W.L.M., 2009. Mechanisms of
Disease, Primary Open-Angle Glaucoma.N Engl J Med. 360: 1113-1124.

Lang G. 2006. Ophthalmology : A Pocket Textbook Atlas. Ed. 2. Hal. 24-27.


Riordan-Eva, Paul., dan John P Whitcher. 2010. Vaughan & Asbury: Oftalmologi
Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC.

28
Rubin E Reisner, H.M. 2009.Essentials of Rubin’s Pathology. Edition 5. Lippincott
Williams & Wilkins: 370
Salmon, J.R, 2008. Glaukoma. In: Paul R, Whitcher, J.P, ed.Oftalmologi Umum
Vaughan & Asbury. Ed. 17. Jakarta: EGC, 212-224.

Snell, S. Richard. 2013. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta:
EGC.

Souza, S.D., 2010.Evaluation of Systemic Hypertension as a Risk Factor for Primary


Open Angle Glaucoma. Department of Ophthalmology, St. John’s Medical
College, Bangalore. Available at:
119.82.96.198:8080/jspui/bitstream/123456789/5827/1/D’Souza%20Sharon.pdf
(Diakses pada 11 Juni 2017).

Sowka, J.W., Gurwood, A.S., Kabat, A.G., 2009. Handbook of Ocular Disease
Management. Hunenberg: Alcon

Suhardjo. Hartono. 2007.Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta; Bagian Ilmu Penyakit Mata
FK Universitas Gadjah Mada; pp 147-68.

Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. 2012. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Widya Medika
. Jakarta. .hal : 212-38.

Zarei, R., et al, 2011. The Association of Primary Open Angle Glaucoma and Systemic
Hypertension in Patients Referred to Farabi Eye Hospital.Iranian. J. Ophthamol
23(2): 31-34. Available at:
www.sid.ir/en/VEWSSID/J_pdf/91120110207.pdf(Diakses pada 11 Juni 2017)

29
30

Anda mungkin juga menyukai