Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh
ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Sjamsuhidayat, 1997, hlm.336).
Kesehatan sebagai hak asasi manusia secara tegas diamanatkan oleh Undang-
Undang Dasar 1945, dimana dinyatakan bahwa bsetiap orang berhak hidup sejahtera
lahirbdan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pernyataan tersebut bsejalan dengan
tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat2025 yaitu dengan meningkatnya
kesadaran, kemauan, dan kemempuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. (Depkes RI,2011)
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010).
Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat
dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering
dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,
hemoroidektomi dfan fistuloktomi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) dalam
Sartika (2013), jumlah pasien dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang
sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di
seluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012 data mengalami peningkatan
sekitar 148 juta jiwa. Data WHO menunjukkan bahwa selamalebihndari satu abad,
perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh
dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta tindakan bedah dilakukan diseluruh dunia
(Hasri, 2012). Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2010, menjabarkan bahwa tindakan bedah menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit
di Indonesiandengan presentasi 12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya bedah
laparatomi.
Beberapa individu terkadang tidak mampu mengontrol keadaan hyang
dihadapi,sehingga terjadi disharmoni dalam tubuh. Beberapa pasien yang mengalami
kecemasan berat terpaksa menunda jadwal operasi karena pasien merasa belum siap
mental menghadapi operasi.Angka kejadian pasien yang dilakukan tindakan pembedahan
di Amerika Serikat adalah 1.000 orang, 5 orang meninggal dan 100 orang lumpuh,
sedangkan di Indonesia dari 1.000 pasien yang meninggal 6 orang dan lumpuh 90 orang.
Setelah dipresentasikan di dunia Internasional, standar Indonesia tidak jauh beda dari
Negara Amerika Serikat (Budiman,2011)
Kecemasan pada pasien pre operasi dapat timbul karena kurangnya kesiapan
psikologis terhadap pembedahan. Beberapa orang tidak mampu mengontrol kecemasan
secara konstruktif. Kecemasan yang berlebihan serta syok atau suatu keadaan serius yang
terjadi ketika sistem kardiovaskuler tidak mampu mengalirkan darah keseluruh tubuh
dengan jumlah yang memadai, maka pada umumnya dapat disertai dengan peredaran
darah yang buruk dan gangguan perfusi organ vital, seperti jantung dan otak. Hal ini akan
berakibat buruk, karena apabila tidak segera diatasi akan meningkatkan tekanan darah
dan pernafasan. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan
pasien baik secara fisik maupun psikis sebelum dilakukan operasi (Effendy, 2012)
Menurut Hawks dan Black (2014), klien memiliki respon yang berbeda-beda
terhadap ketakutan. Ada yang berespon dengan menjadi pendiam dan menarik diri,
kekanak-kanakan, agresif, menghindari masalah, menangis, atau ketergantungan dengan
orang lain. Sebagian klien merasa putus asa ketika pergi ke fasilitas layanan kesehatan.
Meskipun pembedahan merupakan hal yang biasa bagi tenaga kesehatan professional, hal
tersebut pengalaman yang menakutkan bagi klien dan keluarganya. Laporkan kecemasan
dan ketakutan yang ekstrim kepada tim anastesi sehingga obat sedatife dapat diberikan.
Prosedur bedah dapat dibatalkan bila ketakutan menjadi sangat besar.
Pada masa pre operasi pasien menghadapi berbagai stressor yang menyebabkan
kecemasan (Perry & Potter,2010). Menurut Carpenito (2012), menyatakan bahwa 90%
pasien pre operasi berpotensi mengalami kecemasan. Menurut Yolanda dan Effendi
(2012), penelitiannya menyebutkan bahwa sebanyak 91,43% mengalami kecemasn,
sementara itu dalam penelitiannya yang dilakukan pada 41 orang diperoleh informasi
bahwa terdapat sebanyak 9,8% pasien mengalami kecemasan berat, 31,7% pasien dengan
kecemasan sedang, 53,7% pasien dengan ringan dan 4,9% pasien tidak mengalami
kecemasan.
Berdasarkan penelitian Mulyani tahun (2010) menunjukkan yang mengalami
kecemasan ringan (52,5%) dan kecemasan sedang (47,5%) dari 40 pasien-pasien rawat
inap di ruang penyakit bedah dan non bedah. Penelitian lain menunjukkan sebelum
dilakukan pemberian informasi pra bedah yang mengalami kecemasan ringan (22,4%),
kecemasan sedang (37,9%), kecemasan berat (13,8%) dan kecemasan berat seekali
(3,5%). Setelah diberikan informasi pra bedah yang mengalami kecemasan ringan
(39,7%)dan kecemasan sedang (25,8%). (Endang & Agus, 2010).

Kecemasan pada pasien pre operasi dapat dicegah dengan menggunakan teknik
relaksasi. Beberapa jenis relaksasi di antaranya adalah relaksasi imajinasi terbimbing dan
relaksasi nafas dalam. Menurut National Safety Council (2004, hlm.85) relaksasi
pernafasan adalah relaksasi dengan menggunakan nafas yang pelan, sadar dan dalam.
Relaksasi meditasi (attention-focussing exerses) yaitu teknik relaksasi untuk
menjernihkan pikiran dan hanyut dalam moment yang sedang berlangsung dan relaksasi
perilaku merupakan psikoterapi yang didasarkan pada pengamatan, asumsi, kepercayaan
dan perilaku yang mempengaruhi emosi. National Safety Council (2003 dalam Rabi’al
2009) mengatakan, guided imagery adalah salah satu teknik distraksi yang dapat
digunakan untuk mengurangi stres dan meningkatkan perasaan tenang dan damai serta
merupakan obat penenang untuk situasi yang sulit dalam kehidupan.

Kecemasan pada pasien pre operasi dapat dicegah dengan menggunakan teknik
relaksasi. Beberapa jenis relaksasi di antaranya adalah relaksasi imajinasi terbimbing dan
relaksasi nafas dalam. Menurut National Safety Council (2004, hlm.85) relaksasi
pernafasan adalah relaksasi dengan menggunakan nafas yang pelan, sadar dan dalam.
Relaksasi meditasi (attention-focussing exerses) yaitu teknik relaksasi untuk
menjernihkan pikiran dan hanyut dalam moment yang sedang berlangsung dan relaksasi
perilaku merupakan psikoterapi yang didasarkan pada pengamatan, asumsi, kepercayaan
dan perilaku yang mempengaruhi emosi. National Safety Council (2003 dalam Rabi’al
2009) mengatakan, guided imagery adalah salah satu teknik distraksi yang dapat
digunakan untuk mengurangi stres dan meningkatkan perasaan tenang dan damai serta
merupakan obat penenang untuk situasi yang sulit dalam kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai