Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediaan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan
sumber-sumber informasi khusus dari karangan atau tulisan, wasiat, buku,
undang-undang, dan sebagainya.
Pendokumentasian dilakukan setelah pelaksanaan setiap tahap proses
keperawatan keluarga dilakukan dan disesuaikan urutan waktu.Adapun
manfaat dari pendokumentasian diantaranya sebagai alat komunikasi antar
anggota tim kesehatan lainnya, sebagai dokumen resmi dalam sistem
pelayanan kesehatan, sebagai alat pertanggung jawaban dan pertanggung
gugatan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga
fase pengalaman pembedahan, yaitu: pre operatif, intra operatif, dan post
operatif.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana dokumentasi kamar operasi?
1.2.2 Bagaimana dokumentasi pramasuk ruang bedah?
1.2.3 Bagaimana pendokumentasian asuhan keperawatan perioperatif?
1.2.4 Bagaimana dokumentasi spesifik pembedahan?
1.2.5 Bagaimana dokumentasi masalah umum pacaanestesi?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui dokumentasi kamar operasi.
1.3.2 Untuk mengetahui dokumentasi pramasuk ruang bedah.
1.3.3 Untuk mengetahui pendokumentasian asuhan keperawatan
perioperatif.
1.3.4 Untuk mengetahui dokumentasi spesifik pembedahan.
1.3.5 Untuk mengetahui dokumentasi masalah pascaanestesi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dokumentasi Kamar Operasi


Dokumentasi perawatan perioperatif merupakan dokumentasi yang
dilaksanakan pada catatan proses keperawatan sebelum operasi. Hal-hal yang
didokumentasikan antara lain: pengkajian fisiologis, pengkajian psikososial,
pendidikan kesehatan preoperatif, lokasi operasi, tingkat respons, efek
medikasi, dan tes diagnostik. Selain itu didokumentasikan pula tanda vital,
pengkajian dan persiapan kulit, alat yang digunakan, pernyataan atau perilaku
pasien, dan obat-obatan yang diberikan.
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga
fase pengalaman pembedahan, yaitu: pre operatif, intra operatif, dan post
operatif.
2.1.1 Dokumentasi Perawatan Preoperatif
Dokumentasi perawatan preoperatif merupakan dokumentasi
yang dilaksanakan pada catatan proses keperawatan sebelum operasi.
Hal-hal yang didokumentasikan antara lain: pengkajian fisiologis,
pengkajian psikososial, pendidikan kesehatan preoperatif, lokasi
operasi, tingkat respons, efek medikasi, dan tes diagnostik. Selain itu
didokumentasikan pula tanda vital, pengkajian dan persiapan kulit, alat
yang digunakan, pernyataan atau perilaku pasien, dan obat-obatan yang
diberikan.
2.1.2 Dokumentasi Perawatan Intraoperatif
Dokumentasi pada perawatan intraoperatif meliputi, jenis
prosedur operasi, waktu masuk, waktu anestesi, jenis anestesi, dan
insisi. Selain itu dicatat pula restrain yang digunakan, alat pengontrol
suhu dan alat pemantauan, adanya alergi, serta medikasi yang
diberikan. Dokumentasi ini juga meliputi lokasi drain, kateter, balutan,
total masukan dan keluaran, graft, prostesa (tipe dan ukuran), jaringan

3
yang diangkat, status isolasi, dan klasifikasi luka. Dokumentasi ini juga
meliputi kondisi pasien ketika akan keluar dari kamar operasi, keadaan
sirkulasi. Keadaan insisi nama anggota tim pembedahandan lain-lain.
2.1.3 Dokumentasi Perawatan Pascaoperatif
Dokumentasi pada perawatan pascaoperatif meliputi pengkajian
tentang fungsi respirasi, status kardiovaskuler, pengembalian kesadaran,
memantau tanda komplikasi, respons psikososial, pengkajian lanjutan,
dan diagnosa keperawatan. Selain itu dicatat pula rencana keperawatan
intervensi, evaluasi serta tindakan untuk mencegah bahaya
pascaoperasi, rasa aman dan nyaman, keseimbangan cairan, serta
pencegahan infeksi dan tingkat aktivitas.
Keperawatan Post operatif merupakan tahap lanjutan dari
perawatan pre operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien
diterima di ruang pemulihan (recovery room) atau pasca anaestesi dan
berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di
rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini.Pada fase ini fokus pengkajian
meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi.Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi
serta pemulangan ke rumah.

2.2 Dokumentasi Pramasuk Ruang Bedah


Sebelum melakukan pembedahan elektif ada tes masuk atau
penyuluhan kepada pasien atau keluarga biasanya terjadi dalam waktu satu
atau dua minggu sebelum pembedahan. Rencana keperawatan dan
pendokumentasian harus terdapat dalam catatan pasien sebelum pelaksanaan.
Dalam menyeleseikan dokumentasi keperawatan pada tahap ini biasanya
memerlukan rentang waktu karena pendokumentasian harus sangat spesifik,
pencatatan pengkajian pada ruang bedah digunakan format terpisah

4
penyuluhan pasien, keluarga, dan format multihalaman untuk mencatat semua
tahapan proses perioperatif, misalkan bukti proses keperawatan (pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi) harus didokementasikan
pada format tersebut.pasien pada bedah darurat harus menerima pengkajia
dan intervensi yang sama dengan pasien yang mengalami pembedahan
elektif, jika waktu tak tersedia maka perawat harus membuat catatan tentang
sifat darurat pembedahan ynag dijalani pasien, penyeleseian pengkajian
keperawatan, upaya yang dilakukan untuk memberi penyuluhan keluarga atau
orang dekat lainya, kekhawatiran yang diungkapkan pasien, dan inervensi
yang dilakukan.
Proses pramasuk sering dimulai dengan wawancara pasien yang
dirancang untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan kondisi
pasien, pengetahuan pasien tentang kondisinya,system pendukung pasien, dan
rencana untuk periode pemulihan. Pengumpulan sampel untuk tes diagnostic
dan tes laboaratorium juga dimulai pada fase ini. Joint commission
menekankan bahwa riwayat dan informasi fisik pasien harus sudah
dikumpulkan dalam 30 hari sebelum masuk ruang bedah atau pelaksanaan
prosedur diagnostic serta tes diagnostic prabedah harus diseleseikan dan
dicatat sebelum pelaksanaan prosedur.

2.3 Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Perioperatif


2.3.1 Pengkajian
2.3.1.1 Rumah atau Klinik
1. Melakukan pengkajian perioperatif awal
2. Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien
3. Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4. Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
5. Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan
perawatan pasca operatif

5
2.3.1.2 Unit Bedah
1. Melengkapi pengkajian praoperatif.
2. Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf
keperawatan lain.
3. Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-
hal yang diperkirakan terjadi.
4. Membuat rencana asuhan keperawatan.
2.3.1.3 Ruang Operasi
1. Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2. Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
3. Mengidentifikasi pasien
4. Memastikan daerah pembedahan
2.3.2 Perencanaan
2.3.2.1 Menentukan rencana asuhan
2.3.2.2 Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai
(contoh: Tim Operasi).
2.3.3 Dukungan Psikologis
2.3.3.1 Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2.3.3.2 Menentukan status psikologis
2.3.3.3 Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang
merugikan, seperti nyeri.
2.3.3.4 Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim
kesehatan yang lain yang berkaitan.
2.4 Dokumentasi Spesifik Pembedahan
2.4.1 Bedah Saraf
Ada beberapa jenis prosedur bedah saraf, termasuk
karniotomi, pirau ventikuloperitoneal, evakuasi hematom,
malformasi arteriovenosa, dan evakuasi tumor otak. Selain itu,
perawat PACU dapat menghadapi korban trauma multipel dengan
cedera yang dekat dengan kepala. Potensi pemburukan
kardiorespiratori dan neurologi yang signifikan bagi pasien bedah
saraf terdapat pada periode segera pasca operasi. Dokumentasi

6
harus berfokus pada pengkajian nerologik yang komprehensif.
Sangat penting bagi perawat untuk membandingkan pengkajian
neurologik PACU dengan status prabedah pasien. Kegagalan pulih
dari anestesi mengindikasikan peningkatan tekanan intrakranial
atau perdarahan. Pasien sadar menderita hidrosefalus obstruktif
atau kompresi batang otak.
Abnormalitas lain yang harus didokumentasikan dengan
segera dan harus diberitahukan kepada dokter adalah :
1. Nadi lambat dan tertahan
2. Tekanan nadi melebar
3. Pernafasan tidak teratur
4. Apnea
Gejala-gejala tersebut semuanya adalah indikasi dari
peningkatan tekanan intrakranial. Apnea adalah gejala yang paling
mengkhawatirkan karena bisa terdapat kerusakan temporer atau
permanen pada pusat pernapasan. Perawat harus mencatat
pengkajian sensorimotor, sebagai berikut:
1. Mengevaluasi kesimetrisan senyum pasien atau
kemampuannya untuk menjulurkan lidah
2. Kekuatan menggenggam
3. Gerakan simetris ekstremitas
4. Dorsifleksi dan fleksi plantar telapak kaki dan sensasi
ekstremitas
2.4.2 Bedah Vaskular
Berbagai prosedur digunakan untuk mengatasi penyakit
pembuluh darah mayor dan perifer, termasuk bedah pintas arteri
koronaria, endarterektomi karotid, perbaikan aneurisma aortik
abdominal, bedah pintas femoral-femoral dan bedah pintas
popliteal-femoral. Jenis prsedur vaskular yang digunakan faktor
risiko, dan status pasien menentukan pemasangan jenis jalur
invasif, tetapi tidak terbatas pada jalur arteri, kateter arteri
pulmonar, atau kateter CVP. Dokumentasi keperawatan harus

7
mencerminkan bahwa perawat mengkaji pasien untuk adanya
penyebab utama komplikasi. Sebagai contoh, mencatat penyakit
jantung yang sudah ada sebelumnya, begitu juga pembacaan
oksimetri, presentase oksigen tambahan, suhu pasien, dan metode
penghangatan yang digunakan, hasil test laboratorium, dan obat-
obatan yang diberikan untuk mengatasi abnormalitas.
Pasien dengan tandur vaskular prostetik juga berisiko
terhadap infeksi. Dokumentasi PACU juga harus mencerminkan
pemberian antibiotik berspektrum luas(jika diinstruksikan),
pemantauan suhu pasien, dan hasil jumlah sel darah putih. Jika
pasien memakai NGT , dokumentasikan harus mencakup jenis
selang, kepatenan, warna dan jumlah drainase, serta jumlah
suction.
2.4.3 Bedah Toraks
Prosedur bedah toraks meliputi, tetapi tidak terbatas pada,
bronkospi, mediastinoskopi, biopsi pari lobektomi, taraktomi, dan
pneumonektomi. Selain pengkajian pernapasan dasar, perawat
PACU harus mewaspadai, mencatat, dan melaporkan dengan
segera adanya komplikasi kardiovaskular dan pulmonar utama
yang terjadi setelah bedah toraks, termasuk hipotensi, sindroma
haluaran rendah, disritmia jantung, iskemi miokardial, infrak
miokardial, emboli pulmonar, torsio pulmonar, hemoragi
pulmonar, kebocoran selang dada dan masalah drainase pleura.
Dokuemntasi khusus harus mencakup hal-hal berikut :
1. Posisi tempat tidur
2. Pengkajian bunyi napas (msl. Mengi, suara gesekan)
3. Tampilan anatomi dada(catat ada-tidaknya asimetri)
4. Penggunaan otot-otot aksesoris
5. Terdapatnya dan lokasi drain dan selang
(mediastinal atau pleural)
6. Penggunaan suction selang dada
7. Palpasi dada untuk mengkaji krepitus

8
2.4.4 Bedah Urologi
Reseksi transuretral pada prostat diindikasikan ketika terapi
konservatif tidak efektif lagi. Karena adanya suplai darah di area
prostat, maka pperdarahan pasca operasi merupakan hal yang
sering terjadi. Berbagai larutan digunakan untuk mengirigasi
kandung kemih secara kontinu (continuous bladder irigation,CBI),
dan kecepatan infus biasanya cukup berat.
Dalam upaya menurunkan perdarahan bedah yang
signifikan, ahli urologi dapat memasang traksi kateter foley
sebelum pasien meninggalkan OK. Jika traksi kateter foley sudah
terpasang, maka hal tersebut harus dicatat dalam catatan PACU.
Sama halnya jika perawat PACU membantu dokter urologi
memasang traksi kateter foley, maka perawat tersebut harus
mencatat waktu prosedur itu dilakukan dan nama dokter urologi
yang melakukannya. Selain itu, jika kateter foley tersebut diirigasi
secara manual, caat waktu mengirigasi serta jumlah dan jenis
larutan pengirigasinya.
Dokumentasi berfokus pada pendeskripsian ada ridaknya
bekuan darah dan keluhan spasme kandung kemih pasien.
Pembedahan prostat menyebabkan kerusakan urokinase sistemik,
yang normalnya memecah bekuan tersebut dan menstimulasu
perdarahan (Wilson,1997). Oleh karena itu dokumentasi harus
mencerminkan pemantauan ketat yang dilakukan perawat terhadap
perdarahan dan warna darah dalam urin (msl.merah muda cerah,
merah tua).
2.4.5 Bedah Gastrointestinal
Laparoscopik-assisted laser cholesytesctomy (LLC) adalah
teknik bedah yang paling populer untuk kolesistektomi. Cedera
yang berkaitan dengan LLC meliputi perdarahan intraabdominal
karena cedera vaskular yang tidak diharpkan, cedera kandung
kemih, dan cedera usu karena pemakain trokar. Meskipun gejala-
gejala yang disebabkan oleh komplikasi terkait tidak muncul pada

9
saat berada di PACU, dokumentasi tetap harus mencerminkan
pemantauan yang tepat terhadap kemungkinan komplikasi tersebut.
Perawat PACU harus mewaspadai, mencatat, dan
melaporkan adanya gejala-gejala komplikasi potensial berikut :
1. Peningkatan lingkar abdomen
2. Nyeri abdomen yang hebat
3. Pucat
4. Takikardi
5. Hipotensi
6. Diaforesis
7. Penurunan haluaran urin jika memakai kateter foley
Catatan PACU harus berisi detail pemberian antibiotik IV,
yang umumnya diberikan pasca-operasi untuk mencegah
infeksi.

2.4.6 Bedah Obstetrik


Selama jam-jam awal setelah kelahiran seksio sesaria,
pasien berisiko tinggi mengalami perdarahan vaginal. Pada saat
kedatangnnya di PACU, diberikan pitocin melalui IV, yang
digunakan untuk merangsang kontraksi uterus. Perawat PACU
harus mempalpasi fundus dan menggambarkan terksturnya
(msl.keras,liat) dan posisi. Posisi fundus normalny harus berada di
bawah umbilikus.
Peningkatan perdarahan bagina dapat terjadi akibat atoni
uterus, yang memerlukan masase fundus dan pemberitahuan yang
segera ke dokter ahli kandungnya. Perawat harus mencatat dengan
cermat hal-hal berikut :
1. Waktu masing-masing masase fundus
2. Perkiraan jumlah dan warna darah yang dikeluarkan
ketika masase
3. Ada atau tidaknya dan ukuran bekuan darah

10
4. Jumlah balutan perineal yang digunakan dan frekuensi
penggantiannya
Kehilangan darah sebanyak 500ml dianggap sebagai
hemoragi dan memerlukan pemberitahuan yang segera
kepada dokter ahli kandungan. Setelah seksio sesaria,
pasien juga akan memakai kateter foley. Warna dan jumlah
haluaran urin harus dicatat pada saat kedatangan dan dikaji
selama pasien berada di PACU. Adanya darah bisa tidak
membahayakan atau merupakan indikasi komplikasi yang
lebih serius, seperti perforasi kandungan kemih. Adanya
darah dalam urin harus dicatat dalam dokumentasi dan
segara diberitahukan kepda dokter.
2.4.5 Bedah Ortopedi
Bedah ortopedik sering dimulai dengan pemasangan,
turniket pneumatik pada ekstremitas untuk menurunkan jumlah
aliran darah ke daerah yang akan dioperasi. Alat ini harus diperiksa
terlebih dahulu sebelum digunakan, dan bantalan harus dipasang
diantara kulit pasien dan tueniket. Ekstremitas yang akan dibedah,
bantalan, dan pengaturan tekanan tueniket harus didokumentasikan
dalam catatan pasien disertai waktu pada saat turniket dipompa dan
dikempiskan. Turniket tidak boleh dipompa lebih dari 2 jam untuk
menghindari kerusakan ekstremitas, turniket harus dikempiskan
sebelum prosedur berakhir. Jika hal ini terjadi, maka hal tersebut
harus didokumentasikan dengan jelas untuk menghindari
ketidaksesuain seandainya turniket tersebut harus dipompa ulang
untuk mengakhiri prosedur. Kerusakan saraf dapat menyebabkan
gangguan dan cedera yang tidak dapat pulih kembali, seperti yang
digambarkan pada kasus berikut :
Kerusakan saraf diderita seorang wanita dari kentucky
setelah menjalani pembedahan artroskopik. Kompresi saraf
femoral dipahanya menyebabkan kerusakan saraf permanen, yang
membuat cara berjalannya tidak stabil dan tidak dapat berlari. Juri

11
mengenakan denda kepada tergugat sebesar $330.000 karena
kelalaian ketika melakukan pembedahan. (Laksa,1997f).
Catat ketika melakukan pemeriksaan sinar-x insersi
perangkat keras ke dalam tubuh pasien harus diperlakukan sebagai
implan sekalipun tidak ada label pabriknya. Berikan sebanyak
mungkin informasi tentang nama, jenis, ukuran, panjang, kaliber,
nomor, dan pabrik implan tersebut ke dalam catatan pasien jika
terjadi kegagalan atau pelepasan produk. Harus dicatat juga lem
yang digunakan untuk melekatkan prostesa, termasuk informasi
tentang pabrik, nomor lot, dan tanggal kadaluwarsa. Karena hukum
mengharuskan institusi untuk melaporkan kejadian yang
merugikan akibat alat-alat medis, maka OK harus menyimpan
catatan tambahan untuk semua alat yang dapat diimplantasikan.
Penggunaan anestesi lokal, lavase nadi, dan irigasi intraartikular
harus dimasukkan dalam bagian catatan yang digunakan untuk
dokumentasikan pemberian obat. Foto yang diambil selama
prosedur artroskopi juga harus dimasukkan kedalam catatan pasien.

2.5 Dokumentasi Masalah Umum Pascaanestesi


Komplikasi dapat terjadi stelah dilakukan berbagai prosedur bedah. Agens
anestetik, masalah kesehatan sebelumnya atau usia pasien, dan pembedahan
darurat hanyalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan insiden
komplikasi pascabedah. Perawat PACU harus tetap mewaspadai komplikasi
potensial yang berhubungan dengan pembedahan spesifik, harus mengenali,
mencatat, dan melaporkan perubahan kondisi pasien, dan harus segera
mengintervensi sebelum terjadi efek yang menggangu kesehatan pasien.
Beberapa yang mengambarkan komplikasi yang mungkin terjadi di PACU :
2.5.1 Hipotensi
Hipotensi dapat disebebkan oleh kehilangan cairan, penurunan
curah jantung, disfungsi miokard, atau penurunan resistensi vaskular
karena sepsis atau obat-obatan. Identifikasi penyebab yang potensial
merupakan hal yang penting untuk mengimplementasikan pengobatan

12
yang tepat. Dokumentasi PACU Harus mencerminkan oksigenasi
pasien yang optimal sepanjang waktu. Jika pasien mengalami
hipovolemik, dokumentasi keperawatan harus mencatat detail
peningkatan volume darah yang menggunakan cairan IV,
pengingkatan volume, atau produk darah, dan pemantauan kadar
hemoglobin serta hematokrit. Jika penyebab hipotensi adalah
disfungsi miokard, dokumentasi keperawatan harus mencakup
penggunaan obat-obatan untuk menstimulasi kontraktilitas miokard,
seperti pemberian digoksin, atropin, dopamin, atau dobutamin.
Dalam situasi hipotensi akibat penurunan resistensi vaskular
perifer, dokumentasi harus mencakup tindakan seperti pemberian obat
peningkat volume atau vasopresor (msl. Efedrin, dopamin, Neo-
synephrine).
2.5.2 Laringospasme
Laringospasme dapat terjadi tiba-tiba ttanpa tanda-tanda
terlebih dahulu dan merupakan kedaruratan pernapasan yang
mengerikan. Pengkajian keperawatan yang cermat dan intervensi yang
segera dapat mencegah komplikasi yang mematikan. Kedalman
anestesi dapat langsung berkaitan dengan laringospasme oleh karena
itu ekstubasi harus dilakukan ketika pasien dalam keadaan anestesi
dalam atau ketika pasien sadar (Murray-Calderon,Connelly,1997).
Pasien yang diekstubasi ketika berada dalam keadaan anestesi ringan
lebih rentan terhadap laringospasme. Dokumentasi keperawatan harus
mencakup hal-hal berikut :
1. Tingkat kesadaran (msl. Sepenuhnya, gelisah, konfusi,
somnolen)
2. Adanya bunyi npas yang bising (msl. Crawing, stidor)
3. Penggunaan otot-otot interkostal untuk bernapas
4. Oksimetri nadi
5. Warna kulit
6. Tanda vital

13
Dokumentasi harus mencerminkan pemberitahuan yang segera
kepada ahli anestesi atau CRNA, waktu panggilan, dan waktu
respons. Perawat harus mencatat waktu dan teknik yang digunakan
untuk mengatasi laringospasme, efektivitasnya dan respons pasien.
Inetervensi semacam itu mecakup :
1. Membuka rahang unutk membuka jalan napas
2. Suction untuk membersihkan jalan napas
3. Tekanan positif menggunakan oksigen 100% melalui ventilasi
masker kantong sambil mempertahankan kepala dan leher pada
posisi hiperekstensi untuk menghentikan bronkospasme
(dikontraindikasikan pada bedah spinal servikal)
4. Penggunaan epenefrin recamic
5. Penggunaan klorida suksinikolin untuk relaksasi otot
2.5.3 Sindrom Distres Pernafasan Dewasa
Pasien yang menderita karena trauma multipel, sepsis, aspirasi,
atau kegagalan multiorgan, dan pasien yang menerima transfusi darah
intrauperatif multipel rentan menderita sindroma distres pernafasan
dewasa (adult respiratory distress syndrome,ARDS) di PACU. Selain
itu mencatat pengkajian umum pasien, dokumentasi keperawatan
harus mencerminkan tindakan yang dilakukan untuk memaksimalkan
pemberian oksigen. Hal tersebut termasuk hal-hal berikut :
1. Pembacaan oksimetri nadi
2. Sedasi
3. Intubasi edotrakeal dan dukungan ventilator dengan tekanan
ekspirasi akhir positif
Dokumentasi standar asuhan keperawatan pasien dengan ventilator
harus mencakup :
1. Jenis ventilator
2. Persentase oksigen
3. Volume tidal
4. Kecepatan ventilator

14
2.5.4 Demam Pascaoperasi
Perawat PACU terkadang menghadapi pasien dengan demam
pascaoperasi. Catat adanya menggigil, lemah, hipotensi,takikardi,
takipnea, atau ruam. Bentuk demam yang paling mengancam
kehidupan adalah hipertermi malignan (MH). Karena demam
adalah tanda akhir dari MH, maka dokumentasi keperawatan harus
berfokus pada pengenalan dan pelaporan tanda-tanda dini gejala
ini, seperti yang dicantumkan berikut ini :
1. Takikardi
2. Disritmia
3. Diaforesis
4. Kaku otot
5. Sianosis
6. Tekanan darah yang tidak stabil
7. Dilatasi pupil
Catatan tentang hasil tes laboratorium yang
mengidentifikasikan MH juga harus dibuat, antara lain sebagai
berikut :
1. Asidosis arteri dan vena
2. Hiperkarbia
3. Hipoksemia
4. Peningkatan kadar kreatinin fosfokinase
5. Hiperkalemia
6. Mioglobinuria
2.5.5 Anafilaksis
Semua agens anestetik dapat menyebabkan anafilaksis.
Reaksi anafilaktik dapat juga terjadi karena ketidaksesuaian darah
yang diberikan selama transfusi, pemberian antibiotik atau obat-
obatan lain, atau sensitivitas terhadap lateks. Perawat PACU harus
mencatat penggunaan semua peralatan semua peralatan nonlateks
dalam kasus alergi lateks. Harus didokuemntasikan juga pelepasan

15
semua alat invasif yang terbuat dari lateks, seperti kateter dan
selang ET, serta pemasangan kembali alat-alat nonlateks.
Selain pencegahan khusus alergi lateks, pengobatan
anafilaksis lainnya tetap sama. Catatan PACU harus mencerminkan
pemantauan dasar terhadap pasien, terutama evaluasi jalan napas,
seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Hipotensi disebabkan
oleh vasodilatasi oleh karena itu pemberian penambah volume
harus dicatat dengan mengatasi anafilaksis seperti epinefrin,
antihistamin, katekolamin, kortikosteroid, aminofilin, albuterol,
atau natrium bikarbonat.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dokumentasi perawatan perioperatif merupakan dokumentasi yang
dilaksanakan pada catatan proses keperawatan sebelum operasi.Kata
perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu:
pre operatif, intra operatif, dan post operatif.
Tahapan keperawatan pascaoperasi, yaitu pemindahan pasien dari
kamar operasi ke ruang pemulihan, perawatan pasca-operasi di ruang
pemulihan, dan transportasi pasien ke ruang rawat (bangsal).

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan seharusnya kita sudah mulai
mengetahui dan memahami konsep dokumentasi pada area perioperatif,
sehingga kita bisa mulai dari sekarang mempelajarinya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dokumentasi. https://id.wikipedia.org/wiki/Dokumentasi, diakses


tanggal 4 Februari 2017
Anonim. 2015. Dokumentasi Keperawatan.
http://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/modul-3-dokumen-keperawatan-
kb-4, diakses tanggal 5 Februari 2017
Eriawan, R. D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan
Keperawatan Pada Pasien Pasca Operasi.
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/3266/Riezky%20D
wi%20Eriawan%20-%20082310101011.pdf;sequence=1, diakses tanggal 5
Februari 2017
Romauli, S. Dokumentasi Kamar Bedah dan Paska Bedah.
http://dokumen.tips/documents/dokumentasi-kamar-bedah-dan-paska-
bedah.html, diakses tanggal 4 Februari 2017

18

Anda mungkin juga menyukai