Anda di halaman 1dari 38

TUGAS KELOMPOK

“MAKALAH INTERVENSI TRAUMA DAN KRISIS (KRISIS


SITUASIONAL) PERCERAIAN, DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUP,
HIDUP SENDIRI, PUTUS HUBUNGAN KERJA (PHK) DAN KELUARGA
YANG MEMPUNYAI ANGGOTA YANG SAKIT KERAS”

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Intervensi Trauma Krisis


Dosen pengampu :

Disusun Oleh

Kelompok 3 :

1. Adi Chandra Prasetiawan (010218A018)


2. Bambang Supriyanto (010218A020)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari
hubungannya dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial kita memerlukan
hubungan interpersonal secara mendalam dengan seseorang sehingga dapat
memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya. Hubungan yang demikian akan
meningkat terus sehingga sampai pada suatu perkawinan. Perkawinan
merupakan salah satu bentuk perkembangan ketika kita meningkat dewasa.
Menurut Husein (2006) perkawinan merupakan ikatan diantara dua insan yang
mempunyai banyak perbedaan baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan,
cara berpikir (mental), pendidikan dan lain hal.
Menurut Depkes RI (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan
tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Setiawati.S dkk, 2008).
Kehilangan pasangan, terutama karena kematian, lebih sering dialami
oleh perempuan. Ada beberapa hal yang menyebabkan jumlah janda lebih
banyak dibanding jumlah duda, yaitu karena perempuan hidup lebih lama dari
pada laki-laki, perempuan umumnya menikahi laki-laki yang lebih tua dari
mereka sendiri, adanya norma-norma sosial yang kuat yang menentang
perempuan menikahi laki-laki yang lebih muda, adanya norma-norma yang
menentang perempuan yang telah menjanda menikah lagi (Ollenburger &
Moore, 1996).
Mewujudkan masyarakat adil dan makmur adalah salah satu tujuan
Indonesia merdeka. Oleh karena itu negara mempunyai kewajiban untuk
menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya secara adil. Salah satu instrumen
perwujudan keadilan dan kesejateraan itu adalah hukum. Melalui hukum,
negara berupaya mengatur hubungan-hubungan antara orang perorang atau
antara orang dengan badan hukum. Pengaturan ini dimaksudkan supaya jangan

2
ada penzaliman dari pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lemah, sehingga
tercipta keadilan dan ketentraman di tengah-tengah masyarakat(Hasibuan,
2003).
Permasalahan tenaga kerja atau perburuhan merupakan permasalahan
yang khas kita dengar bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu
permasalahan tersebut yaitu pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh
perusahan, sebagaimana yang terjadi pemutusan hubungan kerja sepihak yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia(Hasibuan, 2003).
B. Rumusan masalah
1. Apakah definisi krisis
2. Apa saja jenis krisis
3. Bagaimana tahapan krisis
4. Bagaimana cara mengatasi krisis
5. Apakah definisi keluarga
6. Bagaimana struktur peran keluarga
7. Apa fungsi keluarga
8. Apa saja bentuk dukungan keluarga
9. Apakah definsi perceraian
10. Apa saja faktor-faktor penyebab perceraian
11. Bagaimana jenis dan tahap perceraian
12. Apa saja kondisi menjelang perceraian
13. Apa saja dampak (krisis situasional) perceraian
14. Bagaimana intervensi perceraian
15. Apakah definisi ditinggal mati pasangan hidup
16. Apa saja dampak (krisis situasional) ditinggal mati pasangan hidup
17. Bagaimana intervensi ditinggal mati pasangan hidup
18. Apakah definisi hidup sendiri
19. Apa saja faktor penyebab hidup sendiri
20. Dampak (krisis situasional) hidup sendiri
21. Bagaimana intervensi hidup sendiri
22. Apakah definisi PHK

3
23. Apa saja jenis-jenis PHK
24. Bagaimana pelaksanaan PHK oleh perusahaan
25. Bagaimana tanggung jawab perusahaan terhadap tenaga kerja akibat PHK
26. Bagaimana dampak (krisis situasional) PHK
27. Bagaimana intervensi PHK
28. Apakah definisi keluarga yang mempunyai anggota yang sakit keras
29. Apa saja faktor-faktor penyebab keluarga yang mempunyai anggota yang
sakit keras
30. Bagaimana dampak (krisis situasional) keluarga yang mempunyai anggota
yang sakit keras
31. Bagaimana intervensi keluarga yang mempunyai anggota yang sakit keras
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi krisis
2. Untuk mengetahui apa saja jenis krisis
3. Untuk mengetahui bagaimana tahapan krisis
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi krisis
5. Untuk mengetahui definisi keluarga
6. Untuk mengetahui bagaimana struktur peran keluarga
7. Untuk mengetahui fungsi keluarga
8. Untuk mengetahui apa saja bentuk dukungan keluarga
9. Untuk mengetahui definsi perceraian
10. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab perceraian
11. Untuk mengetahui bagaimana jenis dan tahap perceraian
12. Untuk mengetahui apa saja kondisi menjelang perceraian
13. Untuk mengetahui apa saja dampak (krisis situasional) perceraian
14. Untuk mengetahui bagaimana intervensi perceraian
15. Untuk mengetahui definisi ditinggal mati pasangan hidup
16. Untuk mengetahui apa saja dampak (krisis situasional) ditinggal mati
pasangan hidup
17. Untuk mengetahui bagaimana intervensi ditinggal mati pasangan hidup
18. Untuk mengetahui definisi hidup sendiri

4
19. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab hidup sendiri
20. Untuk mengetahui dampak (krisis situasional) hidup sendiri
21. Untuk mengetahui bagaimana intervensi hidup sendiri
22. Untuk mengetahui definisi PHK
23. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis PHK
24. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan PHK oleh perusahaan
25. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab perusahaan terhadap tenaga
kerja akibat PHK
26. Untuk mengetahui bagaimana dampak (krisis situasional) PHK
27. Untuk mengetahui bagaimana intervensi PHK
28. Untuk mengetahui definisi keluarga yang mempunyai anggota yang sakit
keras
29. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab keluarga yang
mempunyai anggota yang sakit keras
30. Untuk mengetahui bagaimana dampak (krisis situasional) keluarga yang
mempunyai anggota yang sakit keras
31. Untuk mengetahui bagaimana intervensi keluarga yang mempunyai
anggota yang sakit keras

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Krisis
1. Pengertian
Krisis merupakan suatu reaksi dari dalam diri seseorang terhadap
suatu bahaya dari luar. Suatu krisis biasanya meliputi hilangnya kemampuan
untuk mengatasi masalah selama sementara waktu, kehilangan orang
terdekat dan masalah-masalah lainnya. Jika seseorang mengalami masalah
secara efektif maka ia dapat kembali berfungsi sebagai keadaan sebelum
krisis. Dengan kata lain, krisis dapat menjadi titik balik bisa menuju ke arah
perbaikan atau kehancuran tanpa penyelesaian, karena keadaan tidak
seimbang menghadapi peristiwa yang terjadi, seseorang akan mengalami
krisis.
Suatu krisis dapat bermula dari empat sumber yaitu: diri sendiri, orang
lain, iblis dan Tuhan (Seng, 2008). Adapun penjelasan dari empat hal
tersebut antara lain:
a. Diri sendiri, lebih disebabkan karena keegoisan manusia sehingga
ditindas oleh keinginan implusif.
b. Orang lain, dapat menjadi sumber terbesar dalam mendorong timbulnya
krisis, baik itu istri, anak, teman, orangtua atau sanak saudara.
c. Iblis, merupakan sumber yang terhebat dalam mempenagruhi manusia
untuk mengikuti godaannya sehingga menimbulkan peperangan rohani
yang akan berdampak pada krisis.
d. Tuhan, Tuhan memberikan krisis kepada manusia yang tidak taat
padanya agar lebih dekat dan taat padanya.

2. Jenis krisis
Collins (2000) menyebutkan ada tiga jenis krisis antara lain:
a. Krisis Situasional.
Krisis ini tiba-tiba dan tak terduga, misalnya : kematian orang yang
dicintainya, diketahuinya sutau penyakit yang kronis, pengalaman akan

6
pemerkosaan atau penganiayaan, kehamilan diluar nikah, gangguan
sosial seperti perang atau depresi ekonomi, kehilangan pekerjaan atau
penghasilan, kehilangan kehormatan dan status, semua itu adalah tekanan
situasional yang dapat mempengaruhi baik individu yang bersangkutan
maupun keluarga.
b. Krisis development.
Krisis ini merupakan krisis yang terjadi seiring dengan
perkembangan normal seseorang dalam kehidupannya. Waktu seseorang
mulai bersekolah, masuk ke perguruan tinggi, menyesuaikan diri dengan
perkawinan dan peran sebagai orang tua baru, menghadapi kritikan,
menghadapi pensiun atau kesehatan yang menurun, atau menerima
kematian sahabat-sahabatnya. Semua krisis ini adalah krisis yang
menuntut pendekatan-pendekatan baru supaya orang dapat menghadapi
dan memecahkan masalah.
c. Krisis Eksistensial.
Krisis ini merupakan perpaduan krisis situasional dan development.
Ada saatnya dalam hidup yang ada didalamnya manusia dihadapkan
dengan kenyataan yang mengganggu, terutama tentang diri kita sendiri.
Untuk membuat seseorang sadar akan kenyataan hidupnya itu butuh
waktu yang cukup dan usaha pribadi untuk menerimanya. Manusia dapat
menyangkalnya untuk sementara waktu, namun pada suatu saat juga
harus menghadapinya secara realistis.
Krisis ini dapat memberikan pengalaman-pengalaman untuk
membentuk karakter, memberikan pengetahuan, menambah pengalaman
hidup, dan menstimulasi pertumbahan iman. Alasan dari suatu krisis
hidup tidak pernah diketahui sesama manusia masih ada didunia.

3. Tahapan krisis
Menurut Nova (2009 : 110) ada lima tahapan dalam siklus hidup yang
perlu dikenali. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

7
a. Pre-crisis (sebelum krisis), merupakan kondisi yang terjadi sebelum
sebuah krisis muncul atau dengan kata lain benih krisis.
b. Warning (peringatan), yaitu tahap yang perlu dikenali sekaligus jalan
keluar pemecahannya dan jika dibiarkan akan sangat merusak. Krisis
dapat dengan mudah muncul pada tahap ini, dapat disebabkan ketakutan
ataupun menganggap sepele. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah
kaget, meyangkal dan pura-pura merasa aman.
c. Acute crisis (krisis parah), yaitu krisis mulai terbentuk dan tidak dapat
berdiam diri karena sudah menimbulkan kerugian. Pada tahap ini segala
kemampuan dan kekuatan yang dimiliki akan diuji baik pengetahuan,
logika berfikir, pengalaman mengatasi krisis, maupun hubungan sosial
dengan sesama untuk dapat memberikan masukan-masukan jalan
keluarnya.
d. Tahap clean up (pembersihan). Saat melewati tahap warning jika tidak
diselesaikan sesegera kerusakan pasti timbul dan pada tahap ini adalah
tahap untuk memulihkan atas kerusakan dari tahap warning. Saat
pemulihan ini akan banyak tekanan yang akan dialaminya. Namun akan
timbul hikmah dibalik itu semua, bagaimana menghadapi krisis serta
dampaknya masalah yang sama tidak akan pernah terulang lagi.
e. Tahap Post Crisis (sesudah krisis). Jika sejak tahap warning tidak segera
diatasi maka akan menimbulkan krisis yang sesungguhnya yang pada
akhirnya akan menimbulkan trauma, kekalahan, kehancuran dan sulit
bangkit. Namun jika berhasil ditangani saat pada tahap warning krisis
tidak akan terjadi secara berkelanjutan dan dari krisis tersebut kita bisa
bangkit kembali karena mengambil hikmah yang terjadi.

4. Cara mengatasi krisis


a. Krisis pada kehidupan orang lain
Menurut Wright (2009), ada beberapa langkah yang diterapkan
untuk menolong seseorang yang sedang menghadapi krisis, antara lain :

8
1. Intervensi langsung dengan konselor (orang yang memberi
konseling). Krisis sering dianggap oleh konselir sebagai hal yang
sangat menakutkan.Sehingga mereka harus segera
ditolong/diintervensi oleh konselor agar mereka tidak menghancurkan
diri mereka sendiri dan dapat segera meringankan krisis yang
dialaminya. Apalagi jika orang yang sedang mengalami krisis tersebut
dikenal. Hubungi dan temuilah orang tersebut karena perhatian yang
diberikan dapat memberikan kelegaan dan penghiburan bagi konselir.
Intervensi langsung ini sering digunakan dalam konseling krisis
dengan tahap permulaan menompang atau memberi dorongan
semangat untuk mengurangi kegelisahan, rasa bersalah, dan
ketegangan serta untuk mengatasi perasaan tak berdaya dan
keputusannya. Jika terlambat, akibat paling hebat akan terjadi,
misalnya: bunuh diri, pembunuhan, melarikan diri, menyakiti diri
sendiri ataupun kehancuran keluarga.
2. Mengambil tindakan. Dengan segera konselor perlu mengingatkan
konseli untuk menyikapi krisis secara positif. Pertemuan pertama
konseling merupakan awal penting bagi konselor. Arahkan konseli
agar partisipasi aktif untuk keberhasilan konseling. Dalam interaksi,
konselor diharapkan mendengarkan dengan seksama semua respon
konseli. Ketahuilah apa yang sebenarnya terjadi dengan diri konseli,
orang-orang yang terlibat, waktu yang terjadi. Kumpulkan semua
informasi dan masalah untuk menentukan masalah-masalah penting
untuk diselesaikan dengan segera dan masalah-masalah yang dapat
ditunda. Konselor harus menjadi pendengar yang baik, sabar dan tidak
terburu-buru. Dalam mengambil tindakan seorang konselor harus
memperhatikan etika dan norma-norma yang berlaku agar tidak
menyimpang.
3. Mencegah resiko kehancuran. Sasaran utama dalam konseling krisis
yaitu mencegah kehancuran atau memulihkan orang tersebut pada
keadaan yang seimbang. Konselor harus menolong orang tersebut

9
untuk mencapai sasaran walau ada sedikit tantangan untk
mencapainya. Seseorang yang baru saja kehilangan pekerjaan perlu
bantuan konselor dengan harapan konseli mampu menyusun suatu
daftar tentang kualifikasi, kemampuan dan pengalaman kerjanya
untuk memulai mencari pekerjaan baru. Jika terlaksana dengan baik,
konseli akan memberikan perasaan lega dan mendorong semangat
positif.
4. Membangun harapan positif akan masa depan. Orang yang sedang
mengalami krisis pasti mengalami perasaan putus asa sehingga perlu
untuk membangun harapan dan kemungkinan masa depan yang
positif. Memberikan dorongan untuk menyelesaikan masalah mereka,
untuk menolong seseorang mencapai ke seimbangannya adalah
dengan interaksi dan mengumpulkan informasi mengenai apa yang dia
butuhkan.
5. Memberi dukungan. Dukungan sosial, dukungan dari saudara,
teman, atau orang terdekatnya yang bersedia mendengarkan
keluhannya, membicarakan masalah bersama.
6. Pemecahan masalah yang terfokus. Mencari jalan keluar untuk
memecahkan maasalah krisis. Konselor akan mengarahkan konseli
untuk memilih salah satu cara bertindak dan dorongan dia untuk
melakukannya. Lakukan tahapan proses untuk mengantisipasi hal-hal
yang menimbulkan salah mengambil langkah sehingga akan merusak
dirinya sendiri.
7. Membangun harga diri. Melindungi dan meningkatkan citra diri
konseli untuk mengurangi rasa gelisah karena harga diri yang rendah.
Menguatkan konseli bahwa mereka memiliki kekuatan dan
kemampuan untuk menghadapi krisis. Konseli harus optimis terhadap
kemampuannya menyelesaikan masalahnya sendiri. Ciptakan
kerjasama dan kebersamaan memikirkan, merencanakan dan
mendoakan semua langkah yang mau diambil bersama untuk
memecahkan masalah bersama.

10
8. Menanamkan rasa percaya diri. Memberikan dorongan agar
konseli melakukan sesuatu dengan berhasil walau mungkin hanya
langkah-langkah kecil. Percaya diri akan terbangun dalam diri konseli
ketika ia mau terlibat dalam perencanaan dan usaha menyelesaikan
permasalahannya sendiri.
b. Krisis pada diri sendiri
1. Tetapkan kebutuhan
2. Bedakan antara keinginan dan kebutuhan
3. Mendapatkan hal yang kita butuhkan
4. Tidak hidup melampaui kemampuan. Hidup sesuai kemampaun dan
bertanggung jawab untuk melakukan yang telah kita putuskan.
Jauhkan kesombongan dari pada menjadi miskin.
5. Menarik diri dari hal-hal yang tidak penting.
6. Menunda proyek-proyek besar.
7. Menghargai barang-barang milik pribadi.
8. Selalu bersyukur atas pemberian Tuhan.

B. Konsep Keluarga
1. Pengertian
Menurut Depkes RI (1988), keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan
saling ketergantungan (Setiawati.S dkk, 2008).
Menurut Bailon dan Maglava (1989), keluarga adalah dua atau lebih
individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi,
dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam peran
dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Setiadi, 2008).
2. Struktur peran keluarga
Menurut Setiadi (2008), setiap anggota keluarga mempunyai peran
masing-masing, antara lain :
a. Ayah

11
Ayah sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi
setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
sosial tertentu.
b. Ibu
Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pemgasuh dan pendidik anak,
pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga
dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
c. Anak
Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai perkembangan fisik,
mental, sosial dan spiritual.
3. Fungsi keluarga
Menurut Friedman (1998), fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu :
a. Fungsi efektif : adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi : fungsi pengembangan dan tempat melatih anak untuk
kehidupan sosial sebelum meninggalkan ruamah untuk berhubungan
dengan orang lain diluar rumah.
c. Fungsi reproduksi : fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi : keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonnomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu dalam meningkatkan keberhasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan kesehatan : fungsi untuk mempertahankan keadaan
kesehatan anggota keluarga telah memiliki produktivitas tinggi. (Setiadi,
2008).
4. Dukungan keluarga
Menurut Gotay & Wilson (1998) dalam Katapodi (2002) dukungan
keluarga dibagi ke dalam beberapa bentuk, yaitu :

12
a. Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberiaan informasi, nasihat, saran
dan pemecahan masalah. Dukungan informasi seperti ini dapat menolong
pasien untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan mudah.
b. Dukungan motivasi
Dukungan motivasi yang diberikan keluarga yaitu keluarga memberikan
kesempatan kepada pasien untuk bertemu dengan orang yang mengalami
kondisi yang sama untuk mendapatkan nasihat, keluarga memberikan
dukungan yang dibutuhkan pasien, keluarga memberikan semangat
melalui pujian atas sikap pasien yang positif, dan keluarga memberikan
kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh pasien.
c. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan instrumental yang dimaksud yaitu dukungan berupa
waktu dimana keluarga siap mendampingi ketika perawatan, keluarga
bersedia membiayai perawatan,keluarga memberikan bantuan atas
pengobatan yang pasien terima, dan bantuan untuk pemenuhan
kebutuhan fisik dimana keluarga memenuhi kebutuhan pengobatan yang
belum terpenuhi.
d. Dukungan emosional
Bentuk dari dukungan emosional ini yaitu keluarga memberikan
kepercayaan dalam mengambil suatu keputusan, keluarga bersedia
sebagai tempat mencurahkan perasaan, keluarga memberikan semangat,
dan keluarga selalu memberikan solusi untuk menghadapi masalah yang
terjadi.

13
BAB III
PEMBAHASAN
A. Konsep Perceraian
1. Pengertian
Perceraian (divorce) merupakan suatu peristiwa perpisahan secara
resmi antara pasangan suami-istri dan mereka berketetapan untuk tidak
menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Mereka tidak lagi
hidup dan tinggal serumah bersama, karena tidak ada ikatan yang resmi.
Mereka yang telah bercerai tetapi belum memiliki anak, maka perpisahan
tidak menimbulkan dampak traumatis psikologis bagi anak-anak. Namun
mereka yang telah memiliki keturunan, tentu saja perceraian menimbulkan
masalah psiko-emosional bagi anak-anak (Amato, 2000; Olson &DeFrain,
2003).
2. Faktor penyebab perceraian
Perceraian sebagai sebuah cara yang harus ditempuh oleh pasangan
suami-istri ketika ada masalah-masalah dalam huhungan perkawinan
mereka tak dapat diselesaikan dengan baik. Menurut para ahli, seperti
Nakamura (1989), Turner & Helms (1995), LusianaSudarto & Henny E.
Wirawan (2001), ada beberapa faktor penyebab perceraian yaitu :
a. Kekerasan verbal
Kekerasan verbal (verbal violence) merupakan sebuah
penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pasangan terhadap pasangan
lainnya, dengan menggunakan kata-kata, ungkapan kalimat yang kasar,
tidak menghargai, mengejek, mencaci-maki, menghina, menyakiti
perasaan dan merendahkan harkat-martabat. Akibat mendengarkan dan
menghadapi perilaku pasangan hidup yang demikian, membuat seseorang
merasa terhina, kecewa, terluka batinnya dan tidak betah untuk hidup
berdampingan dalam perkawinan.
b. Masalah atau kekerasan ekonomi
Salah satu faktor keberlangsungan dan kebahagiaan sebuah
perkawinan sangat dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi-finansialnya.

14
Kebutuhan-kebutuhan hidup akan dapat tercukupi dengan baik bila
pasangan suami-istri memiliki sumber finansial yang memadai. Dalam
masyarakat tradisional maupun modern, seorang suami tetap memegang
peran besar untuk menopang ekonomi keluarga, sehingga mau tidak mau
seorang suami harus bekerja agar dapat memiliki penghasilan. Oleh
karena itu, dengan keuangan tersebut akan dapat menegakkan kebutuhan
ekonomi keluarganya.
c. Keterlibatan dalam perjudian
Perjudian (gambling) merupakan aktivitas seseorang untuk
memperoleh keberuntungan yang lebih besar dengan mempertaruhkan
sejumlah uang tertentu. Seorang suami seharusnya menganggarkan
kebutuhan finansial untuk keperluan keluarga secara bijaksana.
Penghasilan yang diperoleh melalui usaha atau bekerja, dipergunakan
untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan sebagian lagi ditabung
(investasi) untuk keperluan masa depan, seperti keperluan membeli
rumah, mobil atau, pendidikan anak-anak.
Namun ketika seorang suami melupakan atau mengabaikan
kebutuhan keluarga, sehingga semua penghasilan dipertaruhkan untuk
kegiatan perjudian, maka hal ini sangat mengecewakan bagi istri maupun
anak-anak. Mereka tidak dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan
selalu menderita secara finansial.
d. Keterlibatan dalam penyalahgunaan minuman keras / narkoba
Banyak orang yang memiliki perilaku temperamental, agresif,
kasardan tidak bisa mengendalikan emosi, akibat penyalah-gunaan dan
ketergantungan terhadap minum-minuman keras atau narkoba (narkotika
dan obat-obatan terlarang). Sebagai suami, seharusnya dapat bersikap
bijaksana, sabar dan membimbing istrinya.
Demikian pula, ketika berperan sebagai ayah, maka perilaku
seorang laki-laki dewasa dapat menunjukkan pribadi yang matang untuk
membina, mendidik dan mengarahkan anak-anak untuk tumbuh dewasa.
Namun akibat pengaruh ketergantungan alkohol atau obat-obatan,

15
sehingga gambaran suami dan ayah yang bijaksana tak dapat dipenuhi
dengan baik, tetapi justru berperangai sangat buruk. Hal ini tentu
menyebabkan penderitaan dan tekanan batin bagi istri maupun anak-
anaknya. Dengan dasar pemikiran tersebut, akhirnya seorang istri dapat
menggunggat untuk bercerai dari suaminya.
e. Perselingkuhan
Perzinaan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang
bukan menjadi pasangan hidup yang syah, padahal ia telah terikat dalam
perkawinan secara resmi dengan pasangan hidupnya. Jadi perselingkuhan
sebagai aktivitas hubungan sexual di luar perkawinan (extra-marital
sexual relationship) (Soesmaliyah Soewondo, 2001) dan mungkin
semula tidak diketahui oleh pasangan hidupnya, akan tetapi lama
kelamaan diketahui secara pasti (Satiadarma, 2001).
3. Jenis dan tahap perceraian
Perceraian berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Cerai hidup
Perceraian adalah berpisahnya pasangan suami istri atau
berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang diakui oleh hukum atau legal.
Emery (1999) mendefinisikan perceraian hidup adalah berpisahnya
pasangan suami istri atau berakhirnya perkawinan karena tidak
tercapainya kata kesepakatan mengenai masalah hidup. Perceraian
dilakukan karena tidak ada lagi jalan lain yang ditempuh untuk
menyelamatkan perkawinan mereka.
b. Cerai mati
Cerai mati merupakan meninggalnya salah satu dari pasangan
hidup dan sebagai pihak yang ditinggal harus sendiri dalam menjalani
kehidupannya (Emery, 1999). Salah satu pengalaman hidup yang paling
menyakitkan yang mungkin dihadapi oleh seseorang adalah
meninggalnya pasangan hidup yang dicintai.
Bohannon (dalam Fitria, 2004) mencatat sejumlah bentuk dan tahapan
perceraian yang harus dilalui oleh seseorang, yaitu :

16
a. Perceraian Emosional merupakan awal persoalan dari perkawinan yang
mulai memburuk. Bentuk perceraian ini adalah tahapan awal yang sangat
berpengaruh dimana struktur perkawinan menjadi runtuh dan motivasi
untuk bercerai mulai muncul. Perilaku-perilaku yang muncul diantanya
adalah konflik, terhambatnya komunikasi, hilangnya kepercayaan, dan
kebencian.
b. Perceraian Legal memerlukan lembaga pengaduan untuk memutuskan
ikatan perkawinan. Pasangan biasanya mengalami kelegaan, jika
perceraiannya telah diputuskan secara legal dimana berbagai ekspresi
emosional akan muncul pada tahap ini.
c. Perceraian Ekonomi menunjukkan pada tahap dimana pasangan telah
memutuskan untuk membagi kekayaan dan harta mereka masing-masing.
Pada tahap ini seringkali dibutuhkan seorang penengah karena biasanya
Kedua pasangan menunjukkan reaksi kebencian, kemarahan, dan
permusuhan berkaitan dengan pembagian harta kekayaan.
d. Perceraian antar orang tua merupakan tahapan keempat yang berkenan
dengan persoalan pengasuhan anak. Ke khawatiran dan perhaatian
terhadap dampak perceraian pada anak seringkali muncul dalam tahap
ini.
e. Perceraian Komunitas menunjukkan bahwa status individu dalam
hubungan sosial menjadi berubah. Banyak individu yang bercerai merasa
bahwa mereka terisolasi dan kesepain.
f. Perceraian Psikis berkaitan dengan mendapatkan kembali otonomi
individual. Perubahan dari situasi yang berpasangan menjadi individu
yang sendirian, membutuhkan penyesuaian kembali peran-peran dan
penyesuaian mental.
4. Kondisi menjelang perceraian
Situasi dan kondisi menjelang perceraian yang diawali dengan proses
negosiasi antara pasangan suami istri yang berakibat pasangan tersebut
sudah tidak bisa lagi menghasilkan kesepakatan yang dapat memuaskan
masing-masing pihak. Mereka seolah-olah tidak dapat lagi mencari jalan

17
keluar yang baik bagi mereka berdua. Perasaan tersebut kemudian
menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kedua belah pihak yang
membuat hubungan antara suami istri menjadi semakin jauh.
Kondisi ini semakin menghilangkan pujian serta penghargaan yang
diberikan kepada suami ataupun istri pada hal pujian dan penghargaan
tersebut merupakan dukungan emosional yang sangat diperlukan dalam
suatu perkawinan. Hal ini mengakibatkan hubungan suami istri semakin
jauh dan memburuk. Mereka semakin sulit untuk berbicara dan berdiskusi
bersama serta merundingkan segala masalah-masalah yang perlu dicari jalan
keluarnya. Masing-masing pihak kemudian merasa bahwa pasangannya
sebagai orang lain. Akibatnya akan terjadilah perceraian (Scanzoni dan
Scanzoni, 1981).
5. Dampak (krisis situasional) perceraian
a. Traumatik
Setiap perubahan akan mengakibatkan stres pada orang yang
mengalami perubahan tersebut. Sebuah keluarga melakukan penyesuaian
diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, seperti pindah rumah
atau lahirnya seorang bayi dan kekacauan kecil lainnya, namun keretakan
yang terjadi pada keluarga dapat menyebabkan luka-luka emosional yang
mendalam dan butuh waktu bertahun-tahun untuk penyembuhan
(Tomlinson & Keasey, 1985).
Dampak perceraian sangat berpengaruh pada anak-anak. Pada
umumnya anak yang orang tuanya bercerai merasa sangat luka karena
loyalitas yang harus dibagi dan mereka sangat menderita kecemasan
karena faktor ketidakpastian mengakibatkan terjadi perceraian dalam
keluarganya. Ketidakpastian ini khususnya akan lebih serius apabila
masalah keselamatan dan pemeliharaan anak menjadi bahan rebutan
anatara ayah dan ibu, sehingga anak akan mondar mandir antara rumah
ayah dan ibu.

18
b. Perubahan peran dan status
Efek yang paling jelas dari perceraian akan mengubah peranan dan
status seseorang yaitu dari istri menjadi janda dan suami menjadi duda
dan hidup sendiri, serta menyebabkan pengujian ulang terhadap identitas
mereka (Schell & Hall, 1994).
c. Sulitnya penyesuaian diri
Kehilangan pasangan karena kematian maupun perceraian
menimbulkan masalah bagi pasangan itu sendiri. Beberapa individu,
tidak pernah dapat menyesuaikan diri dengan perceraian. Individu itu
bereaksi terhadap perceraiannya dengan mengalami depresi yang sangat
dan kesedihan yang mendalam, bahkan dalam beberapa kasus, sampai
pada taraf bunuh diri.
5 tahap penyesuaian yaitu :
o Menyangkal bahwa ada perceraian,
o Timbul kemarahan dimana masing-masing individu tidak ingin saling
terlibat,
o Dengan alasan pertimbangan anak mereka berusaha untuk tidak
bercerai,
o Mereka mengalami depresi mental ketika mereka tahu akibat
menyeluruh dari perceraian terhadap kelurga,
o Dan akhirnya mereka setuju untuk bercerai.
Perceraian menyebabkan problem penyesuaian bagi anak-anak.
Situasi perceraian ini, khususnya jika anak-anak memandang bahwa
kehidupan keluarganya selama ini sangat bahagia, dapat menjadi situasi
yang mengacaukan kognitifnya. Masa ketika perceraian terjadi merupakan
masa kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua
yang tinggal bersama.
6. Intervensi perceraian
Ada beberapa cara yang dapat dipertimbangkan, saat rumah tangga
berada diambang perceraian. Berikut adalah beberapa diantaranya:
a. Cari sumbernya

19
Ada asap pasti ada api. Demikian juga halnya dengan kehidupan
rumah tangga. Keputusan untuk bercerai tentunya bukan tanpa sebab.
Karena itu, carilah sumber dari hal ini. Jika sumber permasalahannya
sudah dapat ditemukan, cobalah untuk menyelesaikan dengan baik-baik.
Sebab setiap masalah tentu mempunyai jalan keluar.
b. Introspeksi
Bila sudah mengetahui penyebab kenapa ingin bercerai, cobalah
untuk berintropeksi. Ini yang seringkali sulit dilakukan. Pasalnya,
masing-masing pasangan pasti merasa dirinyalah yang benar. Mereka tak
bakal bisa menerima kenyataan bahwa merekalah pangkal sebab
munculnya niat cerai. Mungkin,seseorang malu mengakui secara jujur
kekurangannya, tapi coba menjawab dengan jujur pada diri sendiri bahwa
yang dikatakan pasangan ada benarnya.
c. Jangan membesarkan masalah
Jika sudah tahu sumber keributan dan konflik dalam rumahtangga,
sebaiknya jangan memperbesar masalah. Juga, jangan mencari masalah
baru. Pasalnya, ini justru akan memperkeruh suasana. Cobalah untuk
mencari solusi sebaik-baiknya.
d. Pisah sementara
Meski sepertinya sangat tak enak, cara ini bisa menjadi jalan
terbaik untuk menghindari perceraian. Pisah untuk sementara waktu akan
membantu suami-istri untuk menenteramkan diri sekaligus menilai,
keputusan apa yang sebaiknya ditempuh.
e. Komunikasi
Apapun, komunikasi merupakan fondasi sebuah hubungan,
termasuk hubungan dalam perkawinan. Tanpa komunikasi, hubungan tak
bakal bisa bertahan. Jadi, seberat apapun situasi yang tengah Anda
hadapi, sebaiknya tetap lakukan komunikasi dengan pasangan.
f. Libatkan keluarga
Jika kenyataannya, pasangan sudah tidak dapat diajak
berkomunikasi atau selalu berusaha menghindar, cobalah libatkan

20
anggota keluarga yang memang dekat dengannya. Orang tua, kakak atau
pamannya misalnya. Siapa tahu, mediator ini dapat melunakkan hati
Anda dan pasangan, sekaligus mencarikan solusi untuk kembali bersatu.
g. Cari teman curhat
Menghadapi perceraian tentu akan membuat pikiran runyam,
pekerjaan terbengkalai dan bingung harus berbuat apa. Kondisi tidak
nyaman ini bisa Anda atasi bila Anda bisa berbagi dengan orang terdekat,
sahabat misalnya. Dengan berbagi, beban pikiran Anda akan terasa lebih
ringan. Yang harus dicermati, jangan mencari teman curhat yang lawan
jenis. Carilah teman curhat sesama jenis.
h. Ingat anak
Anak biasanya menjadi senjata terampuh untuk meredam konflik
antara suami-istri. Ingatlah bahwa mereka masih sangat membutuhkan
Anda dan suami. Apakah mereka harus menjadi korban perceraian
karena keegoisan orang tuanya? Lantas, setelah bercerai, kemana dan
kepada siapa mereka harus ikut, istri atau suami?
i. Kesampingkan ego pribadi
Jika memang masih menginginkan keutuhan rumahtangga, segera
buang jauh-jauh ego yang ada dalam diri. Jangan merasa diri selalu benar
dan selalu menyudutkan pasangan, begitu pula sebaiknya. Sadarilah
bahwa apa yang terjadi sekarang adalah kesalahan Anda dan suami.
Kalaupun selama ini ada sakit hati yang terselip, cobalah untuk saling
memberi maaf.
j. Jujur pada diri sendiri
Jujurlah pada diri sendiri, apakah sudah siap mental untuk berpisah
selamanya? Perceraian tidaklah semudah yang dibayangkan. Berpisah
lalu hidup tenang. Tidak selamanya perceraian membuat kehidupan
menjadi bahagia. Bisa jadi justru sebaliknya, lebih hancur.
Pertimbangkan benar, apa dampaknya bagi Anda dan keluarga jika
perceraian itu benar-benar terjadi.
k. Banyak berdoa

21
Banyak berdoa dan mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa
dapat membantu permasalahan Anda. Mintalah petunjuk dari-Nya.
Dengan semakin bertekun dan mendekat kan diri, insya Allah doa Anda
akan terjawab
l. Buka lembaran baru
Jika Anda dan suami akhirnya bisa kembali rukun, maka Anda
harus siap membuka lembaran baru bersama suami. Jangan pernah
mengungkit-ungkit persoalan dan penyebab Anda berdua pernah berniat
untuk bercerai. Sekali Anda mengungkit-ungkit, bisa jadi Anda akhirnya
akan benar-benar bercerai. Yang paling penting adalah saling
mengingatkan dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.

B. Konsep Ditinggal Mati Pasangan


1. Pengertian
Setelah menikah, orang-orang yang penting bagi seorang suami
ataupun istri adalah pasangannya, setelah itu anak, teman dan saudara
(Johnson & Catalono dalam Lemme, 1995). Seorang suami ataupun istri ini
dapat kehilangan orang yang terpenting dalam hidupnya ini (pasangannya)
pada awal pernikahan, pertengahan pernikahan, maupun ketika usia mereka
telah tua. Salah satu hal yang dapat menyebabkan seorang suami atau istri
kehilangan pasangannya adalah kematian.
Dari hasil penelitian Holmes dan Rahe (dalam Calhoun & Acocella,
1990) terlihat bahwa tingkat kesulitan penyesuaian diri yang paling besar
adalah penyesuaian diri terhadap kematian suami atau istri. Hal ini berarti
kehilangan pasangan karena kematian merupakan hal yang paling
menyebabkan seseorang mengalami stres. Kematian suami menyebabkan
seorang istri menjadi janda sedangkan kematian istri menyebabkan suami
menjadi duda.

22
2. Dampak (krisis situasional) ditinggal mati pasangan
Setelah pasangannya meninggal, seorang akan menghadapi beberapa
dimensi masalah. Seseorang, penyesuaian mereka terhadap kehilangan
pasangannya meliputi :
a. Perubahan terhadap konsep diri
Peran penting perempuan sebagai seorang istri tidak akan ada lagi dalam
kehidupan mereka setelah suaminya meninggal dunia. Perempuan yang
telah mendefinisikan dirinya sebagai seorang istri, setelah kematian
suaminya mengalami kesulitan untuk mendefinisikan dirinya sebagai
seorang janda. Oleh karena itu, bagi seorang perempuan, meninggalnya
suami berarti kehilangan orang yang mendukung definisi diri yang
dimilikinya, begitupun sebaliknya (Nock, 1987).
b. Kesulitan ekonomi
Secara finansial kematian pasangan selalu menyebabkan kesulitan
ekonomi.
c. Perubahan fisik
Dari segi fisik, kematian pasangan menyebabkan peningkatan konsultasi
medis, kasus rawat inap di rumah sakit, meningkatnya perilaku yang
merusak kesehatan, seperti merokok dan minum-minum, dan
meningkatnya resiko kematian pasangan yang ditinggalkan (Santrock,
1995).
d. Perubahan kehidupan sosial
Kehidupan sosial mereka juga mengalami perubahan. Keluarga dan
teman-teman biasanya selalu berada di dekat janda pada masa-masa awal
setelah kematian, namun setelah itu mereka akan kembali ke kehidupan
mereka masing-masing (Brubaker dalam Papalia, Old & Feldman, 2001).
e. Perubahan emosional
Secara emosional, seseorang yang telah kehilangan pasangannya
juga kehilangan dukungan dan pelayanan dari orang yang dekat secara
intim dengannya (Barrow, 1996).

23
3. Intervensi ditinggal mati pasangan
a. Jangan perberat diri sendiri
Tidak ada cara yang "tepat" untuk bereaksi terhadap situasi ketika
ditinggal orang tercinta. Ada banyak variabel yang berkontribusi
terhadap reaksi tersebut. Misalnya, berapa lama usia pernikahan, dan
sebahagia apa jalannya pernikahan tersebut, hingga bagaimana cara
pasangan meninggal. Saat momentum itu tiba, rasa kaget, lumpuh, patah
hati, dan juga bingung bakal menyeruak. Tangisan sepanjang hari, atau
pun tidak menangis sama sekali. Reaksi terhadap rasa duka cita berbeda
pada setiap orang.
b. Minta dukungan keluarga
Bersiaplah dengan keluarga atau kerabat yang mungkin tidak tahu apa
yang harus mereka sampaikan lalu mengatakan kalimat klise, seperti "dia
akan lebih bahagia di sana". Seringkali orang-orang yang bermaksud baik
dan berniat meringankan pikiran, bingung untuk membicarakan kematian
tersebut, namun bukan berarti mereka tidak peduli. Yakinilah bahwa
keluarga dan kerabat juga merasakan duka cita tersebut, dan perasaan itu
mungkin saja reda jika berbagi memori tentang pasangan.
c. Rawat kesehatan fisik
Perasaan duka juga bisa membawa dampak fisik. Mereka yang berduka
mungkin saja menjadi tidak nafsu makan atau sulit tidur. Poin yang satu
ini mungkin mudah diucapkan namun sulit dilakukan, tapi cobalah
merawat diri dengan baik. Seperti dengan tidak melewatkan makan,
olahraga dan tidur cukup. Jangan biarkan diri larut dalam keterpurukan,
dengan memperbanyak minum.
d. Menyesuaikan kehidupan sosial
Menjalani kehidupan sosial sebagai seseorang yang berstatus 'single' bisa
jadi sangat rumit bagi banyak orang. Apalagi jika dia dan
pasangannyaseringkali bersosialisasi dengan pasangan lainnya secara
rutin. Ketika pasangan tidak lagi ada, orang yang ditinggal agak sulit
berbaur dengan kelompok itu lagi. Mereka cenderung akan merasa aneh

24
menghadiri pesta dan acara lainnya sendirian. Namun, kuatkan diri dan
katakan tentang niat menghindari pesta atau acara yang sifatnya
berpasangan, serta lebih memilih acara yang bersifat individualis.
e. Buka lembaran baru

C. Konsep Hidup Sendiri


1. Pengertian
Seseorang yang hidup sendiri dalam waktu yang lama tentu akan
merasakan kesepian. Kesepian merupakan suatu pengalaman subyektif dan
tergantung pada interpretasi individu terhadap hubungan sosial yang
dimilikinya.
Menurut Bruno (dalam Dayakisni, 2003) kesepian dapat berarti suatu
keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya
perasaan-perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan
orang lain. Kesepian timbul ketika seseorang memiliki hubungan
interpersonal yang lebih sedikit dibanding yang diinginkannya atau ketika
hubungan interpersonalnya tidak memuaskan keinginannya.
Menurut Rubeinstein, Shaver & Peplau (1979 dalam Brehm, 2002),
ada 4 jenis perasaan yang dirasakan ketika seseorang kesepian yaitu putus
asa, depresi, impatient boredom, meyalahkan diri. Keempat perasaan inilah
yang akan digunakan untuk mengukur kesepian pada seseorang.
2. Faktor penyebab hidup sendiri
a. Kesendirian dan kesepian bukanlah dua hal yang sama. Dari segi
pengertian menurut kamus, kesendirian memaksudkan situasi saat
seseorang tidak berinteraksi dengan orang lain atas keinginannya sendiri.
Sedangkan kata kesepian seringkali menyiratkan rasa keterasingan yang
dibarengi dengan keinginan yang besar untuk memiliki teman.
b. Hubungan tanpa emosi. Teknologi seakan sudah menggantikan keinginan
orang-orang untuk saling bertemu dan bercakap-cakap. Banyak orang
merasa sudah cukup berkomunikasi hanya dengan mengirim SMS atau
chatting dan malas untuk bertemu langsung. Namun, hubungan

25
komunikasi yang tanpa emosi tersebut justru bisa membuat Seseorang
semakin kesepian.
c. Berpindah-pindah rumah. Krisis ekonomi telah memaksa banyak orang
untuk pindah tempat tinggal akibat pindah pekerjaan. Karena pindah
pekerjaan, mereka terpaksa harus meninggalkan sekolah, tetangga,
sahabat, dan bahkan keluarga mereka.
d. Kematian orang yang dicintai. Kematian seorang teman hidup
meninggalkan luka dan perasaan hampa yang mendalam bagi pasangan
hidupnya, terlebih apabila mereka sudah hidup bersama untuk waktu
yang lama.
e. Kelajangan yang terpaksa. Rasa kesepian kadang kala dialami oleh
mereka yang belum menikah karena belum menemukan pasangan yang
cocok. Perasaaan kesepian bisa semakin kuat ketika ada yang
mengajukan pertanyaan yang kedengarannya menyakitkan, misalnya
“kenapa kamu belum menikah juga?”
f. Usia muda. Tak sedikit anak remaja yang mengaku merasa kesepian.
Banyak dari mereka yang ketagihan hiburan yang bisa dilakukan
sendirian, misalnya bermain game elektronik, menghabiskan berjam-jam
untuk surfing di internet, atau menonton TV. Karena keseringan
menghabiskan waktu sendirian, mereka tidak punya teman akrab dan
kerap merasa kesepian.
g. Usia tua. Para lansia mungkin sering kesepian, meskipun anggota
keluarganya tidak mengabaikan mereka. Kerabat dan sahabat mereka
mungkin datang berkunjung di waktu-waktu tertentu, namun ada waktu-
waktu lain, adakalanya berhari-hari bahkan berminggu-minggu ketika
tidak ada satupun yang mengunjunginya
3. Dampak (krisis situasional) hidup sendiri
Berikut dampak bahaya terlalu lama sendirian :
a. Sering sedih dan stress
Berdasarkan penelitian dari University of Chicago, semakin
Seseorang merasa kesepian dan sendiri maka kemungkinan Seseorang

26
mengalami sedih dan stres akan makin besar. Resiko depresi juga makin
terbuka lebar. Hormon kortisol pada seseorang yang kesepian cenderung
makin meningkat dan aktif. Ini adalah hormon pemicu stres dan depresi.
b. Malas mengurus diri
Sebuah studi menyebutkan jika resiko kematian disebabkan oleh
penyakit jantung dapat meningkat apabila seseorang hidup sebatang kara.
Ini disebabkan karena ia enggan mengurus diri dan kesehatannya. Namun
jika ia memiliki orang lain atau mempunyai kegiatan interaksi dengan
orang lain, maka kemungkinan kematian akan berkurang. Ini karena
dukungan sosial akibat interaksi yang ia lakukan. Ia juga lebih mengurus
kesehatannya jika berada dalam lingkungan sosial yang baik.
c. Daya tahan tubuh lemah
Daya tahan orang yang hidup menyendiri lebih lemah dari pada
orang yang rajin bersosialisasi. Ini bahkan berlaku jika Seseorang rajin
mengonsumsi berbagai vitamin dan vitamin C. Bagaimana bisa terjadi?
Rahasianya ada di hormon endorfin atau dopamin yang keluar saat
seseorang merasa bahagia saat berkumpul dengan keluarga dan sahabat.
d. Menyebabkan masalah social
Bagi anak-anak, perasaan kesepian bisa menimbulkan masalah-
masalah lain seperti perasaan nggak betah di sekolah karena tidak bisa
bersosialisasi dengan baik. Orang dewasa yang merasa kesepian bisa
mengalami stres, depresi, hingga terjerumus pada hal-hal negatif. Bahkan
orang dewasa maupun anak muda yang tidak bisa mengatasi dan tidak
tahan dengan rasa kesepiannya bisa berujung pada bunuh diri.
e. Mengganggu kualitas tidur
Kesepian bisa menganggu kualitas waktu tidur. Orang yang
kesepian akan susah tidur, sering terbangun di malam hari, dan
kekurangan waktu tidur.

27
f. Depresi
Rasa kesepian rentan membuat seseorang merasa pedih hati.
Semakin ia larut dalam keadaan bersedih, semakin besar juga
kemungkinannya mengalami depresi.
4. Intervensi hidup sendiri
Berikut cara praktis mengatasi kesepian :
a. Pertama, meminimalisasi rasa sepi. Orang yang merasakan kesepian
harus meredakan kesepiannya. Berhenti untuk membesar-besarkannya
dan jangan lagi membahasnya berulang-ulang. Sebisa mungkin jangan
membiarkan kesepian membuat kita pahit, dan jangan membiarkan
kemarahan berkembang dalam hidup.
b. Kedua, mengakuinya. Carilah orang yang dapat dipercaya atau
profesional seperti konselor atau psikolog. Bila belum menemukan orang
yang cocok, berbicaralah kepada Yang Maha Kuasa. Selama kita
mengerti hal itu, kita tidak akan pernah benar-benar merasa sendiri. Doa
adalah jembatan penenang yang dapat digunakan dalam masa-masa sepi.
c. Ketiga, perhatikan orang lain. Jangan berfokus kepada diri sendiri, tetapi
berfokuslah juga kepada orang lain. Mulailah membantu orang lain yang
membutuhkan pertolongan. Menolong orang lain dapat mengikis rasa
kesepian dalam diri. Itu juga berarti berhenti membangun tembok antara
kita dan orang lain dan mulai membangun jembatan-jembatan.

D. Konsep Putus Hubungan Kerja (PHK)


1. Pengertian
Menurut Undang-undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat 25, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha
(Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume
3).

28
2. Jenis-jenis PHK
Dalam literature hukum ketenagakerjaan (Maringan, 2015 dalam
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 3), dikenal adanya
beberapa jenis pemutusanhubungan kerja (PHK), yaitu:
a. PHK oleh majikan/pengusaha.
Pemutusan hubungan keja oleh majikan atau pengusaha adalah
yang paling sering terjadi,baik karena kesalahan-kesalahan pihak buruh
maupun karena kondisi perusahaan.
b. PHK oleh pekerja/buruh.
Pihak buruh dapat saja memutuskan hubungan kerjanya dengan
persetujuan pihak majikan pada setiap saat yang dikendakinya, bahkan
buruh juga berhak memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa
persetujuan majikan.
c. PHK demi hukum.
Pemutusan hubungan kerja demi hukum adalah pemutusan
hubungan kerja yang terjadi dengan sendirinya sehubungan dengan
berakhirnya jangka waktu perjanjian yang dibuat oleh majikan dan
buruh.
d. PHK oleh pengadilan (PPHI).
Masing-masing pihak dalam perjanjian kerja dapat meminta
pengadilan negeri agar hubungan kerja diputus berdasarkan alasan
penting.
3. Pelaksanaan PHK oleh perusahaan
Dikemukakan ada 8 (delapan) alasan dalam pemutusan hubungan
kerja yaitu, karena undang-undang, keinginan perusahaan, keinginan
karyawan, pensiun, kontrak kerja berakhir, kesehatan karyawan, meninggal
dunia, dan perusahaan dilikuidasi. Kenginan perusahan dapat menyebabkan
seseorang harus diberhentikan dari perusahaan, baik secara terhormat, atau
dipecat.

29
Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian
karyawan (Maringan, 2015 dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi
3, Volume 3) yaitu :
a. Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan.
b. Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah
melalui pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
c. Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung
diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa
meminta ijin lebih dahulu kepada Dinas terkait atau berwenang.
d. Bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan
peraturan. Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan
diri atau atas kehendak karyawan diatur atas sesuai dengan paraturan
perusahaan dan peraturan perundang-undangan.
e. Faktor penyebab pemutusan hubungan kerja secara yuridis dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
4. Tanggung jawab perusahaan terhadap tenaga kerja akibat PHK
Terjadinya pemutusan hubungan kerja maka dimulailah juga masa
sulit bagi pekerja dan keluarganya. Oleh karena itu untuk membantu atau
setidak-tidaknya mengurangi beban pekerja yang diPHK, undang-undang
mengharuskan atau mewajibkan pengusaha untuk memberikan uang
pesangon,uang penghargaan, dan uang penggantian hak (Maringan, 2015
dalam Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 3).
Alasan PHK berperan besar dalam menentukan apakah pekerja
tersebut berhak atau tidak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang
penggantian hak. Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan
dan uang penggantian hak diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal
169 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
5. Dampak (krisis situasional) PHK
a. Perubahan emosional
Secara emosional, seseorang yang telah diPHK juga kehilangan
dukungan dan pelayanan dari orang yang dekat secara intim dengannya

30
b. Masalah ekonomi
Hilangnya penghasilan yang diterima untuk membiayai keluarga
c. Kehidupan sosial
Berkurangnya rasa harga diri menyebabkan terputusnya hubungan
dengan teman kerja
d. Meningkatkan resiko kekerasan dalam rumah tangga
e. Harus bersusah payah mncari pekerjaan baru
6. Intervensi PHK
a. Bersikap tenang
Tak ada gunanya marah ataupun menumpahkan segala kekecewaan
dengan emosi, bagaimanapun PHK tersebut telah terjadi dan dilakukan
oleh pihak perusahaan terhadap Anda, maka bersikaplah bijak
menghadapinya. Tenangkan pikiran dan jangan terbawa suasana hati,
cobalah untuk tetap tenang dan bersikap wajar.
b. Jangan menyalahkan siapapun
Dalam kejadian PHK, maka seringkali pekerja akan menyalahkan pihak
perusahaan dan bahkan tindakan seperti ini bisa dipastikan akan terjadi.
Jangan menyalahkan pihak perusahaan, sebab PHK adalah sebuah hal
yang dilakukan dengan penuh pertimbangan dan tidak serta merta
diputuskan dalam semalam. Namun di balik semua itu, yang paling tidak
boleh Anda lakukan adalah menyalahkan diri sendiri. PHK merupakan
hal yang berada di luar kendali Anda, jadi jangan salakan diri Anda atas
kejadian tersebut.
c. Jangan terpuruk dan mengurung diri
PHK adalah hal yang sulit untuk dihadapi dan tentunya akan menjadi
beban yang cukup berat untuk Anda pikul sendiri. Oleh karena itu, sangat
penting bagi Anda untuk membaginya dan memberikan kesempatan bagi
orang-orang terdekat Anda untuk memberikan dukungan kepada Anda.
d. Manfaatkan uang pesangon
Setelah mendapatkan uang pesangon, persiapkan diri untuk
memanfaatkan dana ini dalam melewati masa transisi. Apa pun

31
keputusan Anda di kemudian hari, pastikan uang ini bermanfaat untuk
pengembangan diri Anda.
e. Menerima keadaan dan kembali bangkit
Saat PHK menjadi pilihan perusahaan, terimalah kenyataan pahit ini,
berikan waktu dan perhatian untuk diri sendiri, lalu lanjutkan hidup
Anda.

E. Konsep Keluarga Yang Mempunyai Anggota Yang Sakit Keras Atau


Menahun
1. Pengertian
Penyakit kronis adalah penyebab dari kesakitan dan kematian yang
membutuhkan jangka waktu lama dan respon yang kompleks, jarang
sembuh total, serta berkoordinasi dengan berbagai disiplin ilmu kesehatan
untuk keperluan pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen &
Zentner, 2010).
Penyakit kronis adalah suatu keadaan yang menyebabkan kesakitan
dan kematian yang membutuhkan pengobatan dan peralatan dalam jangka
waktu yang lama, jarang sembuh total, dan berangsur-angsur memburuk
yang menyebabkan ketidakmampuan dan keterbatasan fisik sehingga
mengakibatkan penurunan kualitas hidup.
2. Faktor penyebab
a. Gaya hidup
b. Diit tidak seimbang
c. Kurang olahraga
d. Bakteri dan virus
e. Stress
f. Keturunan
g. Ras
h. Merokok
i. Usia
j. Jenis kelamin

32
3. Dampak (krisis situasional) keluarga yang mempunyai anggota yang
sakit keras atau menahun
Respon keluarga ketika salah satu anggota keluarga menderita sakit
kronis terdiri atas respons psikologis dan upaya mempertahankan kesehatan.
Respon psikologis yang ditampilkan bergantung pada onset penyakit,
lama,dan tingkat keparahan penyakit. Berikut dampak yang dirasakan
keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita sakit kronis :
a. Masalah psikologis
Banyak stressor yang mempengaruhi peningkatan resiko stress dan
depresi pada keluarga yang menderita penyakit kronis. Adanya perasaan
bingung karena ketidakpastian kondisi sakit dan hasil pengobatan,
konflik sehari-hari dengan peraturan medis.
b. Masalah ekonomi
Keluarga mengalami beban karena harus berobat dalam jangka waktu
lama.
c. Hilangnya fungsi peran dalam keluarga
Ketika ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis , tugas dan
tanggungjawab yang secara normal dihadapi keluarga akan bertambah
dan kemungkinan akan menyulitkan anggota keluarga untuk
menghadapinya dengan normal. Oleh karena adanya perubahan kondisi,
maka keluarga sebagai manusia, harus mampu menyesuaikan diri.
d. Kehidupan sosial
Ketika ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis kehidupan
sosial keluarga akan terganggu dan keluarga sering merasa terisolasi dari
lingkungan sosial
4. Intervensi keluarga yang mempunyai anggota yang sakit keras atau
menahun
a. Tetap bersikap positif
Tanpa mengabaikan penyakit kronis itu, keluarga akan dapat
menghadapinya dengan lebih baik jika mereka memusatkan pikiran pada
hal-hal yang masih dapat mereka lakukan. ”Situasinya dapat membuat

33
kita selalu berpikiran negatif,” seorang ayah mengaku, ”tapi kita harus
menyadari bahwa kita masih punya banyak hal yang positif. Kita masih
punya kehidupan, masih saling memiliki, masih punya teman.”
b. Menangani emosi anggota keluarga yang sakit yang sukar dikendalikan
Bagian yang sangat penting sewaktu menghadapi penyakit kronis adalah
belajar mengendalikan emosi yang berbahaya. Salah satunya adalah
kemarahan. Seperti keluarga-keluarga lainnya, keluarga Anda pun
tentulah mengalami pasang-surutnya kehidupan. Banyak keluarga
mendapati bahwa mereka dapat menghadapi masalah ini dengan lebih
baik jika ada rasa saling percaya antaranggota keluarga atau dengan
orang lain yang beriba hati dan berempati.
c. Berupaya tetap mempunyai kehidupan yang bermutu
Sewajarnyalah anggota-anggota keluarga ingin agar sang pasien tetap
menikmati kehidupan yang bermutu. Kehidupan yang bermutu juga
mencakup kesanggupan untuk memberikan dan menerima kasih sayang,
menikmati kegiatan yang menyenangkan, dan mempertahankan harapan.
Terlepas dari keterbatasan akibat penyakitnya dan perawatannya, si
pasien tetap ingin menikmati hidup ini.
d. Mendekatkan diri pada Tuhan
Bagian yang sangat penting dari kesehatan rohani sejati mencakup
menyatakan permintaan kepada Tuhan melalui doa dan ucapan syukur.
e. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah suatu dukungan yang bermanfaat bagi
individu yang diperoleh dari keluarganya dimana keluarga
memperhatikan, menghargai dan mencintainya
Menurut Gotay & Wilson (1998) dalam Katapodi (2002) dukungan
keluarga dibagi ke dalam beberapa bentuk, yaitu :
1. Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberiaan informasi, nasihat, saran
dan pemecahan masalah. Dukungan informasi seperti ini dapat

34
menolong pasien untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan
mudah.
2. Dukungan motivasi
Dukungan motivasi yang diberikan keluarga yaitu keluarga
memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertemu dengan orang
yang mengalami kondisi yang sama untuk mendapatkan nasihat,
keluarga memberikan dukungan yang dibutuhkan pasien, keluarga
memberikan semangat melalui pujian atas sikap pasien yang positif,
dan keluarga memberikan kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh
pasien.
3. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan instrumental yang dimaksud yaitu dukungan berupa
waktu dimana keluarga siap mendampingi ketika perawatan, keluarga
bersedia membiayai perawatan,keluarga memberikan bantuan atas
pengobatan yang pasien terima, dan bantuan untuk pemenuhan
kebutuhan fisik dimana keluarga memenuhi kebutuhan pengobatan
yang belum terpenuhi.
4. Dukungan emosional
Bentuk dari dukungan emosional ini yaitu keluarga memberikan
kepercayaan dalam mengambil suatu keputusan, keluarga bersedia
sebagai tempat mencurahkan perasaan, keluarga memberikan
semangat, dan keluarga selalu memberikan solusi untuk menghadapi
masalah yang terjadi.

35
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Krisis merupakan suatu reaksi dari dalam diri seseorang terhadap suatu
bahaya dari luar. Suatu krisis biasanya meliputi hilangnya kemampuan untuk
mengatasi masalah selama sementara waktu, kehilangan orang terdekat dan
masalah-masalah lainnya.
Terdapat 3 jenis krisis yaitu : krisis situasioal, krisis development dan
krisis ekstensial. Contoh krisis situasional yaitu perceraian, ditinggal mati
pasangan hidup, hidup sendiri, putus hubungan kerja (PHK) dan keluarga yang
mempunyai anggota yang sakit keras atau menahun.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat
dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Friedman (1998), fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu :
fungsi efektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi
perawatan kesehatan. Dukungan keluarga dibagi ke dalam beberapa bentuk,
yaitu : dukungan informasional, dukungan motivasi, dukungan instrumental
dan dukungan emosional.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam penyelesaian masalah krisis
yang sedang dihadapi, apabila masalah krisis bisa diselesaikan maka seseorang
akan kembali ke kehidupan awal sebelum terjadinya krisis dan begitupun
sebaliknya.
B. Saran
Kelompok menyadari penyusunan makalah ini jauh dari kata
kempurnaan, oleh karena itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar lebih baik kedepannya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Bell, R. R. (1979). Marriage and Family Interaction. 5th edition. Illinois : The
Dorsey Press.
Brehm, S.S. 2002. Intimate Relationship 2nd . New York : McGrawl-Hill
Dariyo, Agoes. 2004. “Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan
Keluarga” DalamJurnal Psikologi Vol. 2 No. 2, Desember 2004 hal 94-
100. Universitas Esa Unggul: Jakarta.
Di Matteo, M. R. 1991. The Psycology Of Health, Illness, and Medical care.
Pasific Grove, California : Brooks/Cole Publishing Company
Emery, E. R. (1999). Marriage, divorce, and children adjustment. 2nd edition .
New York: Prentice Hall International.
friedman, M Marylin, Bowden dan Jones. 2014 Buku Ajar Keperawatan Keluarga
: EGC
Gunarsa, S. D. (1999). Psikologi untuk Keluarga. Cetakan ke-13. Jakarta :
Gunung Agung Mulia.
Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Lemme, B.H. 1995. Development In Adulthood. USA : Allyn & Baccon
Maringan, Nikodemus, 2015. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume
3.
Newman, B. M. & Newman, P. R. (1984). Development through Life : A
Psychological Approach. 3rd edition. Chicago : The Dorsey Press.
Nova, Firsan. 2009. Crisis Public Relations (Bagaimana PR Menangani Krisis
Perusahaan). Jakarta: Grasido
Papalia, Diane E. (2001). Human Development. 8th edition. New York : Mc
Graw Hill.
Plotnik, Rod. 2005. Introduction to psychology, 7thedition (dalam Bahasa
Indonesia). Belmont: Wadsworth Thompson Learning
Ramot Peter.2013. Memahami Dan Mengatasi Krisis Menjadi Peluang.Vol
4.No2.Jakarta

37
Rozalia, Helda. 2013. eJournal Administrasi Negara, Volume 1, Nomor 1.
Setiadi. (2008). Konsep Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu
Turner, J. S. & Helms, D. B. (1983). Lifespan Development. 2nd edition. New
York : CBS College Publishing.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39).
https://lifestyle.kompas.com/read/2019/06/02/122932020/menjalani-hari-setelah-
pasangan-hidup-meninggal-dunia?page=all
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/14257/09E01047.pdf?sequ
ence=1

38

Anda mungkin juga menyukai