Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KELOMPOK

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KATARAK”

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah : KMB III


Dosen pengampu :

Disusun Oleh

Kelompok 1 :

1. Adi Chandra Prasetiawan (010218A018)


2. Nizar Heru Ferdiansyah (010218A011)
3. Bambang Supriyanto (010218A020)
4. I Gusti Bagus Dedi A. (010218A006)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mata adalah salah satu organ yang penting bagi tubuh manusia. Mata

termasuk alat optik karena di dalamnya terdapat lensa mata yang digunakan

untuk menerima cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang kita lihat.

Organ mata manusia dipergunakan untuk memberikan informasi pengertian

visual. Organ mata akan merespon sumber cahaya yang masuk dan selanjutnya

informasi ini diantar menuju ke otak untuk dicerna oleh sistem saraf manusia.

Mata dapat mengalami gangguan yang menyebabkan berkurangnya

penglihatan. Salah satunya adalah katarak. Katarak adalah kekeruhan pada

lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. Penyakit katarak pada

umumnya diderita oleh mereka yang telah berusia lanjut di atas usia 50 tahun

ke atas, namun tak menutup kemungkinan katarak dapat didera oleh bayi yang

baru lahir karena cacat bawaan, mungkin dikarenakan sang ibu teridentifikasi

suatu virus (rubella) di masa kehamilannya. Selain itu, faktor usia, radiasi dari

sinar ultraviolet, kurangnya gizi dan vitamin serta faktor tingkat kesehatan dan

penyakit yang diderita juga dapat memicu terjadinya penyakit katarak.

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana cara memberikan asuhan

keperawatan pada pasien dengan katarak

C. Tujuan penulisan

1. Menjelaskan dan memahami pengertian katarak


2. Menjelaskan dan memahami etiologi katarak
3. Menjelaskan dan memahami patofisiologi katarak

2
4. Menjelaskan dan memahami pathway katarak
5. Menjelaskan dan memahami klasifikasi katarak
6. Menjelaskan dan memahami manifestasi klinik katarak
7. Memahami dan melakukan pemeriksaan penunjang katarak
8. Memahami dan melakukan penatalaksanaan katarak
9. Memahami komplikasi katarak
10. Memahami konsep asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi) katarak

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan atau gangguan penglihatan (Admin,2009).
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut atau buram.
Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan
seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan
lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa
rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat
timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan,2009)
Lensa mata merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi untuk
menangkap cahaya dan gambar. Retina merupakan jaringan yang berada di
bagian belakang mata, bersifat sensitive terhadap cahaya. Pada keadaan
normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata,
kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau
gambar tadi akan diubah menjadi sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak
melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan diterjemahkan sehingga dapat
dipahami. Tetapi bila jalan cahaya tertutup oleh keadaan lensa yang katarak
maka impuls tidak akan dapat diterima oleh otak dan tidak akan bisa
diterjemahkan menjado suatu gambaran penglihatan yang baik.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika
katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu
memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu mencari
cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang salah arah.
Misalnya dengan mengenakan topi berkelapak lebar atau kaca mata hitam dan
menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.

4
B. Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain
(Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok
atau bahan beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau
diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,
seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009)
C. Patofisiologi
Metabolisme Lensa Normal. Transparansi lensa dipertahankan oleh
keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari
humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih
tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih
besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari
luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan
kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme
lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt
menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah

5
enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi
fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral.
Dengan bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan
densitas ini akibat kompresi sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat
lensa yang baru dihasilkan di korteks, serat yang tua ditekan ke arah sentral.
Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa.
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan
kejernihan secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering
terjadi pada kedua mata.

6
D. Pathway
Usia lanjut dan Congenital atau bisa Penyakit metabolic
Cedera mata
proses penuaan E. diturunkan. (misalnya DM)

Nukleus mengalami perubahan warna menjadi


Defisit F. coklat kekuningan
Pengetahuan
G.Perubahan fisik (perubahan pada serabut halus
Tidak mengenal Kurang terpapar
H.multiple (zunula) yg memanjang dari badan silier
sumber kesekitar daerah lensa) terhadap

informasi informasi tentang


Hilangnya tranparansi
prosedur tindakan
lensa
Risiko Injury pembedahan
Perubahan kimia dlm protein lensa
Gangguan Ansietas
koagulasi
penerimaan
sensori/status Mengabutkan pandangan
prosedur invasive
organ indera
Terputusnya protein lensa disertai pengangkatan

Menurunnya influks air kedalam lensa katarak


I.
ketajaman Usia meningkat
penglihatan Risiko Infeksi
Penurunan enzim menurun

Gangguan Degenerasipdlensa
persepsi sensori
penglihatan KATARAK

Nyeri akut
Post op

7
E. Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh
infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini
(Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi
sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup
berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang
menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter
seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris
heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang
terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu
hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin
katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital
ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi
mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena
ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan
kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital
akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak

8
juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan
penyakit lainnya
3. Katarak Senil,
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan
nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada
usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien)
kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa
menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak
merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga
cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk
antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda
morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan
poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua
bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama.(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
b. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang
lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga
masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini
terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah
cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks
refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan
mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan
akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)

9
c. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul.
Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong
ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal
kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih
akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium (Ca). Bila
dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.(Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
d. stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair
sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan
korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak
morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar
kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis
fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,)
4. Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi
hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat
vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5. Katarak Brunesen
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama
pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan
miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya

10
dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang
belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta:
Ilmu Penyakit Mata, ed. 3
Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)
INSIPIEN IMATUR MATUR HIPERMATUR
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Normal Bertambah Normal Berkurang
lensa
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam


depan
Sudut Normal Sempit Normal Terbuka
bilik mata

Shadow (-) (+) (-) +/-


test
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma

Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya :


1. Katarak Inti ( Nuclear )
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus
atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan
putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu
penglihatan. Banyak pada penderita DM
3. Katarak Subkapsular
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan
sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam
jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat
terlihat pada kedua mata.

11
F. Manifestasi klinik
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar
putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
3. Peka terhadap sinar atau cahaya.
4. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
5. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
6. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
7. Kesulitan melihat pada malam hari
8. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
9. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata.
3. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan
tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.

12
G. Pemeriksaan penunjang
1. Kartu mata snellen / mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa,akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan retina.
2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12-25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya / tipe glukoma.
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik/ infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid, tes toleransi glukosa : kontrol DM.
H. Penatalaksanaan
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat
progresivitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan
pembedahan.(Vaughan DG & Arif, Mansjoer)
Penatalaksanaan Non-Bedah :
1. Terapi Penyebab Katarak
Pengontrolan diabetes mellitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang
bersifat kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kuat,
menghindari iradiasi (inframerah atau sinar-X) dapat memperlambat atau
mencegah terjadinya proses kataraktogenesis.
2. Memperlambat Progresivitas
3. Penilaian terhadap perkembangan visus pada katarak insipien dan imatur
a. Refraksi : dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering dikoreksi.
b. Pengaturan pencahayaan : pasien dengan kekeruhan di bagian perifer
lensa (area pupil masih jernih) dapat diinstruksikan menggunakan
pencahayaan yang terang. Berbeda dengan kekeruhan pada bagian

13
sentral lensa, cahaya remang yang ditempatkan di samping dan sedikit
di belakang kepala pasien akan memberikan hasil terbaik.
c. Penggunaan kacamata gelap : pada pasien dengan kekeruhan lensa di
bagian sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan nyaman
apabila beraktivitas diluar ruangan.
d. Midriatil : dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lateral
aksial dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5%
atau tropikamid 1% dapat memebrikan penglihatan yang jelas.
Pembedahan Katarak :
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup :
1. Indikasi visus : merupakan indikasi paling sering.
2. Indikasi medis
3. Indikasi kosmetik
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan
tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa
menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya,
seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran
uvea) terdiri dari 3 struktur :
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung
otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.

Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan


yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut
koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan
glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah
operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang

14
mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila
mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada katarak tergantung stadiumnya. Pada
stadium imatur dapat terjadi glaukoma sekunder akibat lensa yang
mencembung, sehinnga mendorong iris dan terjadi blokade aliran aqueus
humor. Sedangkan pada stadium hipermatur dapat terjadi glaukoma sekunder
akibat penymbatan kanal aliran aquous humor oleh masa lensa yang lisis, dan
dapat juga terjadi uveitis fakotoksi.
Komplikasi juga dapat diakibatkan pasca operasi katarak, seperti ablasio
retina, astigmatisma, uveitis, endoftalmitis, glaukoma dan pendarahan.
J. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar
sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran
kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai
identitas pasien.
2) Keluhan penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain :
 Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama
katarak).
 Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah.
 Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film.
 Perubahan daya lihat warna.
 Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar
sangat menyilaukan mata.
 Lampu dan matahari sangat mengganggu.
 Sering meminta ganti resep kaca mata.

15
 Melihat ganda (baik melihat dekat pada pasien rabun dekat)
 Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti:
 DM
 Hipertensi
 Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya
memicu resiko katarak.
 Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
 Ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat
terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin
4) Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas
biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan
penglihatan.
5) Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan
kabur/tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar,
perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan,
fotophobia (glukoma akut). Gejala tersebut ditandai dengan mata
tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil
menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan
(glukoma berat dan peningkatan air mata).
6) Nyeri/kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan/atau mata berair. Nyeri
tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan
sakit kepala
7) Riwayat kesehatan keluarga

16
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji
riwayat stress,
8) Pengetahuan Keluarga meliputi
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki penyakit yang sama, tingkat
pendidikan, kemampuan mempelajari katarak
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan
melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit
lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan
penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan
lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris
shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur,
sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak
matur.
c. Pemeriksaan diagnostic
1) Kartu mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan
dan sentral penglihatan): mungkin terganggu dengan kerusakan
lensa, system saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan optic.
2) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler,
mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan
mikroaneurisme.
3) Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi
sistemik/infeksi.
4) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk
memastikan aterosklerosis.
5) Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes
2. Diagnosa
a.

17
3. Intervensi

No Diagnosa Noc Nic

keperawatan

1 Ikterik neonatus b. Setelah dilakukan Phothoterapy :


d. bilirubin tidak asuhan Neonate
terkonjugasi di keperawatan selama 1. Meninjau sejarah
dalam sirkulasi …. X 24 jam, ibu dan bayi untuk
diharapkan kadar faktor risiko untuk
bilirubin total kurang hiperbilirubinemia
dari 10 mg/dL (misalnya,
kriteria hasil: ketidakcocokan
 Bilirubin total Rh atau ABO,
kurang dari 10 polisitemia,
mg/dL sepsis,
prematuritas, mal
 Memar kulit presentasi)
normal 2. Amati tanda-tanda
 Membran ikterus
mukosa tidak 3. atura serum
kuning billirubin tingkat
sebagai protokol
 Kulit tidak ikterik
yang sesuai atau
 Sklera anikterik permintaan
praktisi primer
4. Melaporkan nilai
laboratorium
untuk praktisi
primer
5. Tempat bayi di
Isolette
6. lnstruksikan
keluarga pada
prosedur
fototerapi dan
perawatan
7. Memantau mata
untuk edema,
drainase, dan
warna
8. Tempat fototerapi
lampu di atas bayi
pada ketinggian
yang sesuai

18
9. Periksa intensitas
lampu sehari-hari
10. Memantau tingkat
biIirubin serum
per protokol atau
permintaan
praktisi
11. Mendorong
delapan kali
menyusui perhari
12. Dorong keluarga
untuk
berpartisipasi
dalam terapi
cahaya
13. Instruksikan
keluarga pada
fototerapi di
rumah yang sesuai
2 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure
asuhan management:
integritas kulit b. d.
keperawatan selama 1. Jaga kulit agar
gangguan …. X 24 jam, tetap bersih dan
diharapkan kering
metabolik
integritas kulit bayi 2. Monitor kulit
(hiperbilirubin) normal dengan akan adanya
kriteria hasil: kemerahan
 Turgor kulit baik 3. Kaji lingkungan
 Tidak ada tanda- dan peralatan
yang
tanda kerusakan
menyebabkan
kulit (kulit kering tekanan
dan kemerahan 4. Hindari kerutan
pada kulit) pada tempat tidur
5. Oleskan lotion
atau
minyak/baby oil
pada deah yang
tertekan
6. Monitor proses
pen-yembuhan
area insisi
7. Monitor tanda
dan gejala infeksi
pada area insisi

19
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Temperature
termoregulasi b.d. asuhan regulation
fluktuasi suhu keperawatan selama (pengaturan suhu) :
lingkungan …. X 24 jam, 1. Monitor suhu
diharapkan minimal tiap 2
termoregulasi pasien jam
stabil dengan kriteria
2. Rencanakan
hasil : monitoring suhu
 Tanda-tanda vital secara kontinyu
dalam batas 3. Monitor TD,
normal (RR bayi nadi, dan RR
4. Monitor warna
= 30-50 x/menit;
dan suhu kulit
Nadi bayi 120- 5. Monitor warna
160 x/menit; TD dan suhu kulit
bayi 85/64 6. Monitor tanda-
mmHg; suhu = tanda hipertermi
36-37,50 C) dan hipotermi
7. Tingkatkan
 Tidak ada
intake cairan dan
penurunan nutrisi
kesadaran 8. Selimuti pasien
 Perfusi jaringan untuk mencegah
adekuat (CRT hilangnya
<2dtk) kengatan tubuh
9. Diskusikan
 Tidak ada
dengan keluarga
sianosis tentang
 Akral hangat pentingnya
 Nadi perifer pengaturan suhu
teraba kuat dan
kemungkinan
efek negative
dari kedinginan
10. Berikan anti
piretik jika perlu
4 Risiko kekurangan Setelah dilakukan Fluid management :
volume cairan asuhan 1. Timbang popok/
berhubungan keperawatan selama pembalut jika
dengan terpapar …. X 24 jam, diperlukan
sinar dengan diharapkan 2. Pertahankan
intensitas tinggi volume cairan pasien catatan intake
terpenuhi, dengan dan output yang
kriteria hasil : akurat
 Jumlah intake 3. Monitor status
dan output hidrasi

20
seimbang (kelembaban
 Tanda-tanda vital membran
dalam batas mukosa, nadi
adekuat, tekanan
normal (RR bayi
darah ortostatik),
= 30-50 x/menit; jika diperlukan
bayi 120-160 4. Monitor vital
x/menit; TD bayi sign
85/64 mmHg; 5. Monitor masukan
suhu = 36-37,50 manan/cairan dan
C) hitung intake
kalori harian
 Turgor kulit 6. Kolaborasikan
elastis pemberian cairan
 Penurunan berat IV
badan tidak 7. Monitor status
melebihi 10% nutrisi
8. Berikan cairan
dari berat badan
IV pada suhu
lahir ruangan
9. Dorong masukan
oral
10. Berikan
penggantian
nesogatrik sesuai
output
11. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan

4. Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah di
rencanakan dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien
tergantung pada kondisinya. Sasaran utama pasien meliputi peredaan
nyeri, mengontrol ansietas, pemahaman dan penerimaan penanganan,
pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat,
pencegahan isolasi sosial, dan upaya komplikasi.

5. Evaluasi

21
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua
tindakan yang telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status
kesehatan terhadap klien sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi


dalam darah dan ditandai dengan jaundis atau ikterus, suatu warna kuning pada
kulit, sklera, dan kuku. Hiperbilirubin merupakan temuan yang wajar pada bayi
baru lahir dan pada kebanyakan kasus relatif jinak. Akan tetapi hal ini, bisa
juga menunjukkan keadaan patologis (Wong, ddk, 2009).
Ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan hiperbilirubin pada
bayi, antara lain : Faktor fisiologis (perkembangan – prematuritas),
Berhubungan dengan pemberian ASI, Produksi bilirubin yang berlebihan
(misalkan, penyakit haemolitik, defek biokimia, memar), Gangguan kapasitas

22
hati untuk menyekresi bilirubin terkonjugasi (misalkan defisiensi enzim,
obstruksi duktus empedu), Kombimasi berlebihan produksi dan kekurangan
sekresi, Beberapa keadaan penyakit, misalmya hipotiroidisme, galaktosemia,
bayi dari ibu diabetes DAN Predisposisi ginetik terhadap peningkatan
produksi. (Wong, ddk, 2009).

B. Saran
Berdasarkan hasil prektik klinik laboratorium keperawatan, maka ada
beberapa saran yang sekiranya dapat digunakan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan bagi pasien:
1. Bagi pasien
Pemerliharan lingkungan serta pola makan yang teratur dan menjaga
kebiasaan hidup sehat dan bersih perlu dilakuakan untuk menghindari
penyakit ini.Penanganan yang tepat dan cepat dapat membantu pemulihan
pasien serta mengindari terjadi komplikasi dari penyakit tersebut.
2. Bagi perawat
Pengkajian yang menyeluruh dan komperhensif perlu dilakuakn untuk
mengevalusai masalah yang dialami pasien. Pengkolaborasian dengan tim
kesehatan yang dapat membatu penanganan masalah pasin perlu dilakuakn
guna peningkatan derajad kesehatan pasien.
3. Bagi mahasiswa
Pemahaman landasan teori yang ada perlu dilakuakan agar tidak terjadi
kerancuan dari penegakan diagnose yang ada.

23
DAFTAR PUSTAKA

Betz & Sowden. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Depkes.(2008). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: USAID

Hidayat, A. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.


Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Sarwono, P. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Jakarta: Salemba Medika.

24
Surasmi, Siti Handayani, dan Heni Nur Kusuma. 2003. Perawatan Bayi Risiko
Tinggi. Jakarta: EGC.
Wong, D. L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatik. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC.
NANDA NIC & NOC 2018
https://www.academia.edu/11325092/LAPORAN_PENDAHULUAN_LP_HIPER

BILIRUBINEMIA. Diakses pada tanggal 23 Maret 2019 pukul 20.00

https://www.academia.edu/29464373/Askep_Hiperbilirubinemia_Aplikasi_Nanda

. Diakses pada tanggal 23 Maret 2019 pukul 20.00

https://www.academia.edu/28136550/MAKALAH_HIPERBILIRUBINEMIA.

Diakses pada tanggal 25 Maret 2019 pukul 12.00

25

Anda mungkin juga menyukai